MENGHADAPI GLOBALISASI1
Oleh:
R. Gunawan Sudarmanto2
ABSTRAK
A. PENDAHULUAN
Globalisasi merupakan suatu proses yang tidak dapat dihindari lagi, oleh karena itu
suatu bangsa atau suatu negara haruslah memiliki kebijakan yang tepat untuk
menghadapi dan memenangkan persaingan global. Oleh karena itu, suatu negara
haruslah mampu menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas.
1
Makalah ini disampaikan pada Seminar Internasional tentang Globalisasi Pendidikan yang
diselenggarakan oleh Program Pascasarjana FKIP Universitas Lampung, bertempat di Balai Keratun
Jl. Wolter Monginsidi, Badnar Lampung tanggal 21 Juni 2010.
2
Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.Pd., S.E., M.M. adalah Dosen Pendidikan Ekonomi Jurusan
Pendidikan IPS, Dosen Pascasarjana Pendidikan IPS, dan Dosen Pascasarjana Manajemen
Pendidikan di FKIP Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung,
35145.
1
Penciptaan sumber daya manusia sebagai mana dimaksud hanya dapat dilakukan
melalui dunia pendidikan.
Dalam makalah ini akan dibahas bagai mana konsekuensi pembiayaan pendidikan
pada era otonomi dan globalisasi yang memiliki semangat bertolak belakang dan
kepentingan.
B. PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Biaya pendidikan bukanlah sesuatu yang baru akan tetapi masih merupakan hal yang
sangat menarik untuk diperbincangkan, terutama pada tahun pelajaran baru. Biaya
pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental yang sangat
penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Dalam setiap upaya
pencapaian tujuan pendidikan—baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif—biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat
mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses
pendidikan (di sekolah) tidak akan berjalan (Supriadi, 2006:3).
2
Istilah biaya pendidikan sering kali dipadankan dengan pengeluaran pada
pendidikan. Biaya pendidikan dalam cakupan ini memiliki pengertian yang luas,
yaitu semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidik-an,
baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dinyatakan dengan satuan
moneter) (Supriadi, 2006:3). Biaya mengacu ke total biaya kesempatan suatu projek
(sumber daya sebenarnya digunakan) yang digunakan untuk perencanaan jangka
panjang. Pengeluaran menunjukkan pada pembelian barang dan jasa, bangunan
sekolah, perlengkapan dan lainnya. Pengeluaran valid untuk analisis alokasi. Seperti
biaya pribadi yaitu biaya yang dikorbankan oleh murid atau keluarganya, yang
berupa biaya langsung (fee, dikurangi rata-rata nilai biasiswa jika menggunakan dana
pemerintah, buku-buku, dsb.) dan biaya tidak langsung (penghasilan yang hilang)
(Latchanna dan Hussein, 2007:51—52). Sebagaimana dikatakan Woodhall (2004:
29) pengeluaran uang hanya berarti karena pengeluaran menggambarkan pembelian
tenaga pengajar, bangunan sekolah dan peralatan atau barang-barang dan jasa-jasa
lainnya yang memiliki alternatif penggunaan.
Konsep biaya pendidikan ini dapat dibedakan dengan cara mengelompokkan biaya
yang terjadi, yaitu (1) social and private cost, (2) opportunity cost and money cost,
and (3) explicit and implicit costs (Latchanna dan Hussein, 2007: 52—56). Pendapat
ahli lain menyatakan bahwa dalam pendidikan dikenal beberapa kategori biaya
pendidikan yaitu (1) biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect
cost), (2) biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost), dan (3) biaya
dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-menetary cost) (Anwar,
1991; Gaffar, 1991; Thomas, 1972). Dalam kenyataannya, pengkategorian biaya
pendidikan tersebut dapat “bertumpang tindih”; misalnya ada biaya pribadi dan
sosial yang bersifat langsung dan tidak langsung serta berupa uang dan bukan uang,
dan ada juga biaya langsung dan tidak langsung serta biaya pribadi dan biaya sosial
yang dalam bentuk uang maupun bukan uang (Supriadi, 2006).
3
Biaya yang bersumber dari sekolah termasuk nilai setiap input yang digunakan,
meskipun sekolah memberikan sumbangan atau tidak terlihat secara akurat dalam
perhitungan pengeluaran (Levin and Hans, 1987:426).
Tabel 1. Keterkaitan antara Efisiensi Internal dan Eksternal Sekolah untuk Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah
School
Level Efficiency Internal Efficiency External Efficiency
of Schooling
High Pass rates, Good Citizenship
Basic Education
Drop-out Prevention Literacy/Numeracy
Cost efective Market-based skill
Secondary Education and
Approaches to Service Wage Employment
Above
Delivery of education On-job training
(Loxley, 2008: 4).
4
porsinya berbeda-beda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Berdasarkan
pendekatan unsur biaya (ingridient approach), pengeluaran sekolah dapat
dikategorikan ke dalam beberapa item pengeluaran yang berupa (a) pengeluaran
untuk pelaksanaan pelajaran, (b) pengeluaran untuk tata usaha sekolah, (c)
pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, (d) kesejahteraan pegawai, (e)
administrasi, (f) pembinaan teknis edukatif, dan (g) pendataan (Fattah, 2002: 24).
Secara lebih rinci pemanfaatan biaya pendidikan di sekolah digunakan untuk
berbagai komponen yang berupa (1) gaji/kesejahteraan pegawai (termasuk guru), (2)
pembinaan profesi guru, (3) pengadaan alat-alat pelajaran, (4) pengadaan buku
pelajaran, (5) perawatan/rehabilitasi gedung ruang belajar, (6) pengadaan sarana
kelas, (7) pengadaan sarana sekolah, (8) pembinaan kegiatan ekstrakurikuler, dan (9)
pengelolaan sekolah (Fattah, 2002:109).
Dalam konsep pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau
dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan
per siswa (unit cost). Biaya satuan di tingkat sekolah merupakan aggregate biaya
pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua siswa,
dan masyarakat yang dikeluarkan untuk penyeleng-garaan pendidikan dalam satu
tahun pelajaran. Biaya satuan per siswa merupakan ukuran yang menggambarkan
seberapa besar uang yang dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif untuk
kepentingan murid dalam menempuh pendidikan (Fattah, 2002).
5
6
C. OTONOMI PENDIDIKAN
Satu hal yang harus diakui bahwa dengan desentralisasi pendidikan akan terwujud
sebuah sistem manajemen sekolah yang benar-benar menekankan pada konsep
kebhinnekaan. Menurut Hamijoyo (1999: 3), terdapat beberapa hal yang harus
dipenuhi dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan, yaitu (1) pola dan
pelaksanaan manajemen harus demokratis; (2) pemberdayaan masyarakat harus
7
menjadi tujuan utama; (3) peranserta masyarakat bukan hanya pada staheholders,
tetapi harus menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan; (4) pelayanan harus
lebih cepat, efisien, efektif, melebihi pelayanan era sentralisasi demi kepentingan
peserta didik dan rakyat banyak; dan (5) keanekaragaman aspirasi dan nilai serta
norma lokal harus dihargai dalam kerangka dan demi penguatan sistem pendidikan
nasional.
D. GLOBALISASI
Perlu disadari bersama bahwa globalisasi bukanlah merupakan suatu proses alami
melainkan suatu proses yang dimunculkan berdasarkan gagasan, yang selanjutnya
ditawarkan kepada dunia untuk diikuti oleh bangsa lain. Dengan demikian,
globalisasi yang telah menghasilkan kesepakatan bersama sangat syarat dengan
muatan kepentingan dan keuntungan bagi yang menciptakan. Proses globalisasi
yang telah berlangsung pada semua bidang kehidupan (seperti bidang ideologi,
politik, ekonomi, sosiologi, kebudayaan pertahanan keamanan, politik internasional
dan lain-lain) akan memberikan dampak negatif pada negara-negara yang tidak
memiliki jatidiri yang jelas. Adanya globalisasi sudah barang tentu akan
memunculkan negara-negara sebagai subyek dan objek yang masing-masing
perannya sangat berbeda.
Banyak gejala lain, globalisasi ditandai oleh ambivalensi - yaitu tampak sebagai
"berkah" di satu sisi tetapi sekaligus menjadi "kutukan" di sisi lain. Tampak sebagai
8
"kegembiraan" pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi "kepedihan" di pihak
lainnya. Ciri ambivalensi seperti ini dalam globalisasi adalah persoalan sentral yang
maha penting. Di situ terletak locus problematicus yang menyimpan tantangan besar
bagi pendidikan sekolah (Tanje, 2008).
9
perdagangan dan kontrol modal biasanya berlindung di balik mantel
globalisasi.
Dalam konsep ini, kata global digunakan dengan pemahaman bahwa proses
mendunia dan globalisasi merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan
pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik
dari konsep ini adalah penyebaran teknologi komputer, televisi, internet, dll.
10
memiliki power untuk menggerakkan proses globalisasi keseluruh dunia (Gaffar,
2004).
E. PEMBAHASAN
Bagai mana kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu negara dalam
mencari dan memanfaatkan informasi akan sangat menentukan sampai di mana
informasi mendunia tersebut dapat dikuasai. Tindakan selanjutnya berkaitan dengan
informasi yang dikuasai adalah bagai mana mengolah dan mengelola informasi
tersebut menjadi lebih bermanfaat. Kenyataan demikian sangat memerlukan
kecerdasan yang berkaitan dengan teknologi informasi. Faktor lain sebagai
pendorong percepatan globalisasi dalam segala aspek yaitu berupa uang. Pada tahap
awal, persoalan uang bukanlah pada berapa besar jumlah uang yang harus dimiliki,
akan tetapi lebih fokus pada bagai mana kecerdasan yang dimiliki berkaitan dengan
pengelolaan keuangan. Jumlah uang yang banyak bukan merupakan jaminan untuk
memenangkan persaingan global, akan tetapi kecerdasan dalam mengelola keuangan
akan menjadi faktor utama dalam memenangkan kompetisi global. Kecerdasan
keuangan yang dimiliki akan mampu mendatangkan penghasilan luar biasa sehingga
mampu memperbaiki perekonomian baik dirinya maupun negara.
11
Sisi lain, persoalan otonomi yang tampaknya kontradiktif dengan istilah globalisasi,
perlu dicermati bersama oleh kita. Globalisasi yang berlangsung menuntut
persyaratan sangat ketat yang berupa kecerdasan teknologi informasi, kecerdasan
keuangan, dan juga kecerdasan manajemen (pengelolaan). Ketiga faktor tersebut
merupakan tantangan bagi setiap unit atau setiap satuan yang telah menyatakan
otonomi. Kecerdasan teknologi informasi, kecerdasan keuangan, dan juga
kecerdasan manajemen merupakan tiga faktor yang sangat sulit untuk dipenuhi oleh
daerah atau satuan pendidikan yang telah menyatakan sebagai wilayah otonom.
Semangat yang terkandung dalam istilah otonomi dan globalisasi sangat berbeda dan
pada umumnya persyaratan yang diperlukan untuk memenangkan persaingan global
merupakan kelemahan yang dimiliki oleh unit-unit otonom.
Untuk wilayah Indonesia, pada umumnya terdiri atas daerah-daerah yang masih
tergolong rendah dalam segala aspek, khususnya dalam kecerdasan teknologi
informasi, kecerdasan keuangan, dan kecerdasan manajemen. Hal ini merupakan
titik lemah bagi setiap unit otonom yang harus menghadapi globalisasi yang telah
hampir mengesampingkan jati diri. Berdasarkan pengamatan penulis, dapat
dinyatakan bahwa negara-negara lain telah mulai melaksanakan globalisasi tetapi
untuk masyarakat Indonesia pada umumnya masih ketakutan dengan istilah
globalisasi. Hal ini diakibatkan oleh ketidakkonsistenan dalam mempertahankan jati
diri bangsa sehingga menjadi tidak jelas ke arah mana akan bergerak.
12
Sebagai mana ditetapkan dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 11 ayat 2,
menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak pada usia tujuh
sampai lima belas tahun seharusnya mendapatkan pendidikan dasar secara gratis.
Oleh karena itu, hendaknya pemerintah yang dalam hal ini sebagai pengemban
amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki celah–celah yang
dapat menyulut gejolak tersebut. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan
di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan
tanpa kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang
menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut
baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah
pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional. Untuk dapat
mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama dalam
bidang birokrasi. Korupsi mesti segera diberantas, karena korupsi merupakan salah
satu yang menghancurkan bangsa ini. Dengan menekan angka korupsi di Indonesia
yang masuk jajaran raksasa korupsi dunia, diharapkan dapat memperbesar alokasi
dana untuk pendidikan. Globalisasi dalam dunia pendidikan saat ini memang
diperlukan untuk menghadapi tantangan global. Namun demikian globalisasi
pendidikan hendaknya tidak meninggalkan masyarakat kita yang masih termasuk
golongan lemah agar kemajuan bangsa ini dapat menikmati secara merata oleh
seluruh lapisan masyarakat Indonesia (Januar, 2006).
F. SIMPULAN
13
G. DAFTAR PUSTAKA
14
Putra Indonesia Malang, pada tanggal 9 Agustus 2008. (Online).
http://www.scribd.com/doc/4643968/Dunia-Pendidikan-Di-Era-Global,
diakses tanggal 14 Juni 2010.
Woodhall, M. 2004. Cost Benefit Analysis in Educational Planning. Fourth edition.
Paris: UNESCO International Institute for Educational Planning.
15
CURRICULUM VITAE
Tahun
Jenjang Perguruan Tinggi Jurusan/Bidang Studi
Lulus
1985 S1 Universitas Negeri Yogyakarta Pendidikan Akuntansi
(IKIP Yogyakarta)
2001 S1 Universitas Lampung Akuntansi
2001 S2 Universitas Brawijaya Manajemen/Akuntansi
Manajemen
2010 S3 Universitas Negeri Malang Pendidikan Ekonomi
16
Buku:
17