Anda di halaman 1dari 145

PERENCANAAN PENDIDIKAN

Model Perencanaan Pendidikan


1. Comprehensive planning model. Model ini digunakan untuk menganalisis perubahan dalam
sistem pendidikan secara keseluruhandan untuk mengarahkan /membimbing perencanaan
pendidikan menuju pencapaian tujuan sosial dan ekonomi, pada dasarnya model ini
merupakan seperangkat tujuan bagi sistem pendidikan.
2. Target setting model. model ini menekankan pada perlunya perencana menentukan model
dan metode untuk melakukan proyeksi target-target perencanaan guna memperkirakan
perkembangan sistem ekonomi dan sosial, model ini mencakup :
a. Model analisis demografis dan proyeksi penduduk
b. Model dan metode proyeksi pendaftaran sekolah
c. Model dan metode proyeksi persyaratan tenaga kerja.
3. Model for administration and organiational analisys. Model ini dimaksudkan untuk
melihat bagaimana kondisi administrasi dan organisasi dalam perencanaan pendidikan. Dalam
model ini mencakup jenis model dan metode yang dapat dipergunakan yaitu :
a. Model untuk menggambarkan struktur sistem pendidikan dan hirarki organisasi
b. Model keputusan dan metode analisis keputusan.
c. Model dan metode penjadwalan
4. Costing models and cost effectiveness models (model pembiayaan dan model keefektivan
biaya). Dalam model ini perencanaan pendidikan didasarkan pada analisis biaya dan
keefektivan penggunaan biaya.
5. Model for studying eduational effects. Dalam model ini perencanaan pendidikan mengacu
pada pengaruh atau dampak pendidikan dalam konteks pembangunan secara keseluruhan
Sementara itu menurut Karl A. Fox dalam bukunya economic analisys for educational planning
(1972) model perencanaan pendidikan dapat dikelompokan/diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok besar yaitu :
a. Algorithms model. Model terstruktur dengan solusi yang dapat dikalkulasikan
b. Heuristic model. Model yang bersifat terbuka
Pendapat Douglas M. Windham
Teknik/pendekatan perencanaan pendidikan seperti Permintaan masyarakat, tingkat
balikan, dan perencanaan SDM tak akan pernah responsif atas motivasi individu pelajar serta
insentif ekonomi. Dalam perencanaan pendidikan terdapat dua jenis rencana:
 Perencanaan Struktural. Yaitu perencanaan yang terjadi di pusat sistem pendidikan.
 Perencanaan Individu. Yaitu perencanaan yang terjadi pada unit keluarga dalam
bentuk pembuatan keputusan.
Dalam kenyataannya sering terjadi perbedaan antara perencana pendidikan di pusat
dengan keputusan individu. Perencanaan pusat melihat masalah secara agregat seperti
pengeluaran per siswa, rata-rata ratio guru murid, kualifikasi guru, buku teks per siswa dsb,
sementara pada tataran individu dihadapkan pada realitas kuantitatif sekolah tertentu, guru
tertentu, dan jumlah serta kualitas material tertentu. Perbedaan ini menunjukan perlunya
pendidikan mempertimbangkan aspek mikro dalam kajian perencanaan pada semua tingkat dan
bentuk. Hal ini disebabkan seluruh outcome pendidikan, tak peduli suksesnya secara makro dalam
sistem pendidikan, mutlak ditentukan oleh individu guru, murid, dan keluarga yang merasakan
sistem tersebut. Murid lebih dipengaruhi oleh orang tua dan guru ketimbang oleh administrator
lokal, dan lebih dipengaruhi oleh administrator lokal ketimbang oleh birokrat perencanaan pusat.
Kurangnya integrasi perencanaan pendidikan pemerintah dengan perencanaan umum
sosial ekonomi mempertajam perbedaan dengan perencanaan individu. Secara individu, orang tua
harus menghubungkan pendidikan anaknya dengan pekerjaan dan efeknya di masa datang
termasuk kemungkinan upahnya. Oleh karena itu perencanaan pendidikan perlu mengambil
alternatif lain dan bukan tersentralisasi,dengan maksud mengurangi dilemma yang dialami
perencana pendidikan.
Peran Pembuatan Keputusan individual
Sistem pendidikan suatu bangsa saling terkait dengan sistem ekonomi dan sosial yang
lebih luas. Dalam hubungan ini perencanaan dan penelitian pendidikan yang didasarkan
pemahaman mendalam tentang mekanisme pembuatan keputusan individu dalam pendidikan dapat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 1


membantu merasionalkan sistem pendidikan, sehingga pembuat keputusan/kebijakan dan peneliti
mudah memahami sebab dan akibat ketidak efisienan dan ketidak merataan yang terjadi dalam
suatu sistem pendidikan. Untuk itu diperlukan informasi yang akurat melalui upaya memperbaiki
arus informasi pada konsumen pendidikan, memperbaiki arus informasi tentang efek
insentif/kebijakan yang dilakukan pemerintah, dan menciptakan pola insentif baru secara
menyeluruh dengan merubah kebijakan pendidikan yang ada.
Perencana perlu memahami kondisi lapangan agar dalam pembuatan keputusan informasi
yang digunakan relevan dan akurat, fakta menunjukan bahwa perencana kurang memahami
kondisi lapangan berkaitan dengan mekanisme individu membuat keputusan, sehingga hasil suatu
kebijakan tidak mencapai hasil yang diharapkan.
Dengan uraian di atas, diharapkan perencana dan peneliti pendidikan akan berkonsentrasi
lebih banyak pada variasi dalam pendidikan ketimbang pada kesatuan, terutama di negara
berkembang paska penjajahan yang sering dihadapkan pada masalah serius dalam kekuarangan
sumberdaya pendidikan.
Faktor demografi dan pendidikan
Demografi merupakan studi tentang struktur dan komposisi kependudukan. Pendidikan
sangat banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh kondidi penduduk, sehingga dalam melakukan
suatu perencanaan pendidikan aspek kependudukan tidak dapat diabaikan, demikian juga dalam
hal pelayanan pendidikan yang pada dasarnya diarahkan untuk kepentingan penduduk (dalam
suatu bangsa/daerah). Beberapa aspek demografi yang penting adalah :
 Laju pertumbuhan penduduk
 Tingkat kelahiran
 Tingkat kematian
 Migrasi
 Struktur penduduk menurut sosial ekonomi
 Penyebaran penduduk secara geografis
 Komposisi penduduk menurut usia
 Komposisi penduduk menurut jenis kelamin
 Komposisi penduduk desa kota
Faktor-faktor di atas jelas akan mempengaruhi pada perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan
dalam hal-hal sebagai berikut :
 Pemerataaan pendidikan
 Keadilan pendidikan
 Prasarana pendidikan
 Anggaran pendidikan
 Kualitas pendidikan
 Komposisi pendidikan umum dan kejuruan
EKONOMI PENDIDIKAN
Sejak negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaan, masalah yang dihadapi dalam
upaya memperbaiki kehidupan rakyat sangat kompleks, hampir seluruh bidang kehidupan perlu
ditata kembali, hal ini tak lain karena pada masa penjajahan kehidupan masyarakat diarahkan demi
kepentingan penjajah. Kondisi kehidupan negara/bangsa yang baru merdeka secara ekonomi
sering dikonseptualisasikan sebagai negara terbelakang (backward country) atau underdeveloped
country (negeri dengan pembangunan rendah). Kemudian dalam perkembangannya istilah tersebut
diperhalus dengan menggunakan istilah negara berkembang atau negara yang sedang membangun
(developing country). Meski demikian esensi masalah yang dihadapi sebenarnya sama yakni
situasi masalah yang komplek yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Diantara masalah besar
yang dihadapi oleh negara baru merdeka adalah masalah kualitas sumberdaya manusia yang
rendah, jumlah manusia terdidik sangat sedikit akibat kebijakan penjajah yang diskriminatif dan
yang memperoleh pendidikan kebanyakan hanya menempuh jenjang rendah. Kondisi ini jelas
berakibat pada sulitnya untuk membangun, karena pembangunan, termasuk bidang ekonomi
memerlukan manusia-manusia yang berkualitas, dan kualitas manusia ini hanya bisa dibentuk
dengan pendidikan.
Para pakar ekonomi klasik seperti Malthus, Ricardo dan Mill mengemukakan pandangan
yang optimistik bahwa pembangunan infrastruktur pendidikan dan pertumbuhan ekonomi terdapat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 2


hubungan yang bersifat resiprokal (reciprocal relationship) atau saling mempengaruhi satu sama
lain (Sudarwan Danim, 2003 : 61). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pembangunan
ekonomi mempunyai hubungan yang interaktif, pendidikan bisa dipandang sebagai faktor yang
mempengaruhi pembangunan ekonomi, sebaliknya pembangunan ekonomi dapat meningkatkan
pembangunan pendidikan. Dari penjelasan di atas, dapatlah dipahami bahwa pendidikan dan
ekonomi mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi, yang apabila digambarkan akan
nampak sebagai berikut

PENDIDIKAN EKONOMI

Gambar Hubungan Pendidikan dan Ekonomi


Hubungan tersebut menunjukkan suatu keterkaitan atau kesaling terkaitan antara
pendidikan dengan ekonomi, sehingga yang satu memerlukan yang lain. Pendidikan memerlukan
ekonomi dan ekonomi juga memerlukan pendidikan.
Agar ekonomi masyarakat meningkat diperlukan kualitas sumberdaya manusia yang
mampu mendorong peningkatan kehidupan ekonomi. Kualitas sumberdaya manusia atau human
capital dapat meningkat bila pendidikan berkembang, dan perkembangan pendidikan ini tidak
terlepas dari investasi yang dikeluarkan, baik investasi individu maupun investasi publik yang
dianggarkan oleh pemerintah,
Kehidupan ekonomi masyarakat merupakan cerminan dari para pelaku ekonominya baik
dalam produksi, konsumsi, maupun distribusi. Tingkat kondisi ekonomi ini jelas akan berbeda-
beda sesuai dengan bagaimana pelaku ekonomi melakukan aktivitas ekonominya, sebaliknya
tingkat dan kualitas pendidikan pada suatu masyarakat akan ditentukan oleh berapa besar
pengorbanan yang diberikan untuk menyelenggarakankegiatan pendidikan tersebut, baik dalam
bentuk tenaga maupun dana, baik secara individual maupun masyarakat/negara, dan besarnya
alokasa dana yang diberikan untuk pendidikan akan mencerminkan kemampuan ekonomi individu
dan ekonomi masyarakat/negara.
dengan demikian antara ekonomi dengan pendidikan terdapat suatu keterkaitan dimana
peningkatan dalam salah satunya akan mendorong peningkatan yang lainnya. Dalam hasil
penelitian dan tulisan tentang ekonomi pendidikan masalah hubungan antara pendidikan dengan
ekonomi menjadi perhatian penting, Menurut Lascelles Anderson dan Duglas M. Windham (1982 :
xi) dalam titeratur awal tentang ekonomi pendidikan dan Human capital cenderung menjadikan
pendidikan sebagai instrumen yang dapat dipergunakan untuk mencapai tingkat pembangunan
ekonomi yang tinggi (tended to make education into an instrument capable of being manipulated
to achieve higher level of economic developement), ini berarti bahwa pendidikan merupakan faktor
yang tidak bisa diabaikan dalam statu kegiatan pembangunan, artinya akan sangat sulit bila
pendidikan dan ekonmi dibangun sendiri-sendiri dalam urutan waktu, Namun keduanya mesti
dibangun secara bersamaan, sudah tentu dengan memperhatikan bidang-bidang kehidupan lainnya.
pendidikan dan ekonomi
Pendidikan dan ekonomi merupakan suatu hal yang berbeda, pendidikan merupakan
usaha memberikan bimbingan dan latihan guna meningkatkan kompetensi-kompetensi yang
dimiliki manusia, sedangkan ekonomi merupakan bidang kehidupan yang berkaitan dengan upaya
manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, namun demikian keduanya punya keterkaitan dan
hubungan timbal balik. Pendidikan memerlukan kondisi ekonomi yang menopangnya dan
ekonomi memerlukan pendidikan guna meningkatkan dan membangunnya.
Oleh karena itu keterkaitan antara pendidikan dan ekonomi merupakan sesuatu yang tidak
perlu diperdebatkan lagi, mengingat keduanya saling membutuhkan. Pendidikan bisa dilihat
sebagai variabel bebas (yang mempengaruhi) juga sebagai variabel terikat (yang dipengaruhi,
demikian juga halnya dengan ekonomi, seperti dikemukakan oleh Gary S. Field (Lascelles
Anderson dan Duglas M. Windham .1982: 49) bahwa “ educational growth causes economic
growth and economic growth permits educational growth”. meskipun demikian, dalam tataran
praktis faktor mana yang paling berpengaruh sulit dipisahkan/diurai dengan jelas, namun dalam
tataran teori pembedaan/penguraian tersebut diperlukan untuk kepentingan analisis. Dalam

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 3


hubungan ini penulis akan mencoba untuk mengkaji masing-masing sudut pandang, dengan
maksud untuk melihat masalah keterkaitan antara pendidikan dan ekonomi secara komprehensif.
Pengaruh Pendidikan Terhadap Ekonomi
Diakui oleh para ahli bahwa pendidikan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kehidupan ekonomi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa negara-negara yang secara ekonomi
maju, masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi/lebih tinggi dibandingkan dengan
negara-negara yang ekonominya belum maju.
Dengan mengingat hal tersebut, para ahli berpendapat bahwa tingkat pendidikan yang
dimiliki oleh masyarakat akan mampu mendorong kehidupan ekonomi lebih maju. Pendidikan
menjadikan manusia terdidik dan trampil sehingga partisipasinya dalam kehidupan ekonomi atau
pembangunan ekonomi akan makin produktif, dan produktivitas yang tinggi akan menjadikan
pembangunan ekonomi meningkat.
Menurut Todaro (1983 : 433) “Hampir semua para ahli ekonomi barangkali akan
sependapat bahwa bagi suatu bangsa, sumberdaya manusia yang pada akhirnya menentukan
karakter dan langkah pembangunan ekonomi dan sosialnya, bukan modal dan bukan pula sumber-
sumber materialnya”. Dari pendapat tersebut nampak bahwa SDM adalah faktor yang
menentukan/mempengaruhi pembangunan/kehidupan ekonomi, dan peningkatan kualitas SDM,
yang hanya bisa dilakukan melalui pendidikan, akan dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan
ekonomi dari suatu bangsa.
Don Adam dan Robert M. BJork (1982 : 29) menyatakan bahwa beberapa ahli
menggunakan pendidikan sebagai standar keberhasilan pembangunan, yang mereka maksudkan,
pendidikan yang mempunyai korelasi tinggi dengan penigkatan GNP per kapita dan sebagai
standar kecenderungan untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi sejajar dengan kemajuan
pendidikan. Sementara itu Harbison dan Myer (Don Adam : 1982 : 30) berpendapat bahwa
pendidikan berarti sejajar dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara keduanya tidak
ditentukan mana yang jadi penyebab, dan barangkali kemajuan ekonomi membawa pendidikan ke
orang yang lebih formal.
Kemajuan suatu kehidupan ekonomi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor,
meskipun secara esensial semua itu tergantung pada bagaimana manusianya dalam menjalankan
kehidupan ekonominya. Kualitas manusia dengan demikian menjadi faktor penentu maju
mundurnya kehidupan ekonomi masyarakat. Namun demikian bagaimana mengukur kontribusi
atau pengaruh pendidikan pada kehidupan ekonomi, merupakan hal yang sulit. Dalam hubungan
ini para ahli telah berusaha mencari cara untuk melihat pengaruh pendidikan pada ekonomi.
Dalam upaya pencarian tersebut paling tidak ada tiga pendekatan (Oteng Sutisna 1980 :
49) untuk melihat sumbangan kongkret dari pendidikan kepada pertumbuhan ekonomi yaitu :
1. Pendekatan residual; yaitu pendekatan dengan cara menghitung sumbangan-
sumbangan modal, input, tenaga kerja dan sumber-sumber fisik kepada pertumbuhan
produksi dan apapun yang tertinggal (residu) dianggap berasal dari faktor manusia
(Pendidikan)
2. Pendekatan Korelasi; yaitu pendekatan yang menggunakan perbandingan antar
negara dengan mengaitkan antara tingkat pendidikan masyarakat dengan tingkat
kehidupan ekonomi.
3. Pendekatan perolehan pendidikan yang melihat kontribusi pendidikan melalui
penghasilan orang yang terdidik.
Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya melihat pendidikan sebagai variabel atau faktor
yang mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat, kecuali pendekatan korelasional, dimana
keduanya beposisi setara..
Disamping itu pengaruh pendidikan terhadap ekonomi juga dapat dilihat dari sudut
pendidikan sebagai sebuah industri. Elchanan Cohn (1979 : 2) menyatakan Education is a gigantic
Industry in the united states. Pendidikan mempekerjakan banyak orang dari mulai guru, siswa, dan
pekerja lainnya yang mendapat penghasilan dari sektor pendidikan. Dengan demikian sektor
pendidikan banyak menyerap tenaga kerja, dan ini berarti dapat membantu meningkatkan
kehidupan ekonomi masyarakat.
Baik secara individu maupun sosial tingkat pendidikan akan mempengaruhi kehidupan
ekonomi. Untuk tingkatan individu, pendidikan akan dapat meningkatkan pendapatan seseorang,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 4


dalam hal ini terdapat beberapa pendekatan yang mencoba menghubungkan antara pendidikan
dengan kehidupan ekonomi individu yang tercermin dari pendapatan yang diperoleh. Hal ini
berarti bahwa perubahan dan perbedaan dalam tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap
distribusi pendapatan masyarakat (pendapatan yang diperoleh oleh masing-masing orang).
1. Teori Human Capital. Premis dasar dari pendekatan human capital adalah “… that
variation in labor income are due to difference in labor quality (Elchanan Cohn.
1979 : 28), dan perbedaan kualitas pekerja itu salah satu penyebabnya adalah
pendidikan, oleh karena itu Elchanan Cohn (1979 : 29) menggambarkan hubungan
pendidikan dengan penghasilan/pendapatan sebagai berikut

INVESTMENT HIGHER HIGHER


IN PRODUCTIVIT EARNING
Ganbar hubungan investasi pendidikan dengan pendapatan
Dari gambar di atas dapat difahami bahwa investasi yang dikeluarkan untuk
pendidikan akan dapat meningkatkan kualitas pekerja dengan meningkatnya
produktivitas, dan dengan produktivitas yang meningkat, maka pendapatan
/penghasilan pekerja tersebut akan meningkat pula. Hal ini juga berarti bahwa
semakin besar investasi pendidikan semakin besar pula pendapatan yang akan
diperoleh, dan apabila seseorang mencapai pendidikan tinggi itu berarti investasiyang
dikeluarkan untuk pendidikan semakin besar.
2. Screening (Credentials), dalam pendekatan ini investasi pendidikan mempengaruhi
pendapatan tidak melalui produktivitas melainkan melalui diperolehnya
credential/ijazah yang dapat menjadi dasar dalam screening, atau dalam penentuan
seleksi pegawai yang akan diterima bekerja. Bila digambarkan akan nampak sebagai
berikut :

INVESTMENT HIGHER HIGHER


IN CREDENTIALS EARNING
Ganbar hubungan investasi pendidikan dengan pendapatan
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa pendidikan akan menghasilkan
pekerja yang lebih trampil, makin produktif dan punya credential/berijazah tinggi, akibatnya
mereka akan memperoleh penghasilan/ pendapatan yang yang tinggi/lebih tinggi.
Pendidikan dan Human Capital
Pendidikan jelas mempunyai pengaruh yang signifikan pada modalm manusia (human
capital), kualitas penyelenggaraan pendidikan akan menentukan kualitas Sumberdaya manusia dan
kualitas SDM yang bagus merupakan human capital yang sangat penting dalam menunjang
kehidupan ekonomi. Untuk itu guna lebih memahami hubungan antara pendidikan dan modal
manusia,maka diperlukan pemahaman dua konsep tersebut, sehingga dapat tergambar jelas
bagaimana kaitannya.
Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memeiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara . dari pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa
pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas
dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, trampil serta
berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan
pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dan mampu mengisi
kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.
Sementara itu human capital menurut para akhli dapat diberi pengertian. Menurut Mark L.
Leengnick Hall (2003:45-46) yang mengutip beberapa pengertian, human capital diartikan sbb:

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 5


 Human capital is “the knowledge, skills, and capabilities of individual that have
economic value to an organization (Bohlander, Snell, & Sherman, 2001)
 Human capital is “the collective value of an organization’s know-how. Human capital
refers to the value, usually not reflected in accounting system, which results from the
investment an organization must make to recreate the knowledge in its employees
(Cortada & Woods, 1999)
 Human capital is ”all individual capabilities, the knowledge, skills, and experience of
the company’s employees and managers” (Edvinsson & Malone, 1997)
Dari tiga pengertian di atas nampak sekali adanya kesamaan esensi yang menunjukan bahwa
modal manusia itu merupakan sesuatu yang melekat dalam diri individu, dan hal inipun tidak
berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Jac Fitz-entz. Disamping itu hal yang cukup
menonjol dari definisi di atas adalah dimensi ekonomi yang menjadi acuan kebermanfaatannya.
Dengan memahami dua konsep tersebut yaitu pendidikan dan human capital dapatlah
difahami bahwa kemampuan-kemampuan yang ada pada manusia (human capital) pada dasarnya
adalah merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, pendidikan merupakan upaya untuk
membentuk human capital yang berkualitas.
Pendidikan Dan Pembangunan Ekonomi
Dimensi lain dari peranan dan pengaruh pendidikan terhadap kehidupan ekonomi adalah
dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan upaya
terencana untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dalam bentuk meningkatnya Pendapatan
Nasional perkapita, penyerapan tenaga kerja serta bentuk-bentuk lain yang dapat meningkatkan
kualitas hidup manusia.
Menurut Gary S. Fields (Lascelles Anderson dan Douglas M. Windham 1982 : 47)
Pendidikan merupakan indikator penting kinerja suatu negara, baik dalam jangka pendek mupun
jangka panjang. Manfaat pendidikan harus dimasukan dalam analisis tentang sumbangan
pendidikan pada pembangunan. Pendidikan punya nilai penting karena dapat meningkatkan
kegiatan produktif di masa depan,untuk itu analisis biaya-manfaat dapat membantu dalam menilai
potensi investasi pendidikan. Dengan demikian adalah tidak mungkin suatu pembangunan
ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik apabila terjadi kekurangan modal manusia sebagai hasil
pendidikan, oleh karena itu pendidikan menjadi faktor penting dalam pembangunan ekonomi,
karena dapat meningkatkan produktivitas bangsa, dimana peningkatan ini jelas akan mampu
mempercepat peningkatan pembangunan ekonomi
Manfaat pendidikan
Manfaat pendidikan adalah sesuatu yang dapat diberikan oleh pendidikan, baik untuk
manfaat ekonomi maupun manfaat social, manfaat ekonomi bias bersifat individual maupun
manfaat public. Menurut Roe L. Johns, et.al (1983 : 37) “The benefits of education may be
broadly defined as including anything which a. increase production through enhancement of
capacity of the labor force; b. increase efficiency by reducing cost, thus reserving or releasing
resources for other productive pursuits; and c. Increase the social consciousness of community so
that the standard of living is enhanced”. Jadi secara umum pendidikan dapat memberikan manfaat
besar bagi kemajuan hidup manusia melalui peningkatan produksi, peningkatan efisiensi, serta
peningkatan kesadaran perlunya perbaikan standar kehidupan.
Sementara itu dalam kaitan dengan Pendidikan Tinggi, manfaat pendidikannya juga besar,
dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan cara mengestimasi/memperkirakan manfaat
yang akan diperoleh. Dalam mem-perkirakan manfaat/hasil Pendidikan Tinggi, terdapat tiga cara
yang dapat dipergunakan sebagaimana diungkapkan oleh oleh Larry L. Leslie dan Paul T.
Brinkman dalam bukunya The Economic Value of Higher Education (1993 : 41) yang
menyatakan bahwa There are Three major ways to estimate the monetary yields of College
Education:
1. Earning Differensials.
2. Net Present Value (NPV)
3. Private rate of Return
1. Earning Differensials (Perbedaan Penghasilan/Pendapatan)
Cara ini mencoba melihat hasil Pendidikan Tinggi secara moneter dengan
membandingkan antara rata-rata penghasilan yang diperoleh lulusan Pendidikan Tinggi dengan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 6


rata-rata penghasilan yang diperoleh oleh mereka yang bukan lulusan Pendidikan Tinggi. Asumsi
cara ini adalah bahwa semakin tinggi Pendidikan, semakin tinggi Penghasilan/pendapatan.
Menurut Larry L. Leslie dan Paul T. Brinkman cara ini mudah difahami karena
kesederhanaannya (kesederhanaan ini juga merupakan keterbatasannya).
Cara ini melihat adanya hubungan langsung antara tingkat pendidikan dengan
penghasilan, artinya variasi dalam tingkat pendidikan dapat dijadikan dasar untuk menjelaskan
variasi dalam penghasilan. Implikasi dari cara ini adalah bahwa jika terjadi ketidak merataan
dalam penghasilan, maka pendidikan bias menjadi salahsatu cara untuk mengurangi
ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan. Oleh karena itu, cara ini nampaknya bersesuaian
dengan salah satu teori distribusi pendapatan dengan pendapatan Human Capital.
Premis dasar dari pendekatan human capital adalah “… that variation in labor income
are due to difference in labor quality (Elchanan Cohn. 1979 : 28), dan perbedaan kualitas pekerja
itu salah satu penyebabnya adalah pendidikan, oleh karena itu Elchanan Cohn (1979 : 29)
menggambarkan hubungan pendidikan dengan penghasilan/pendapatan sebagai berikut

INVESTMENT HIGHER HIGHER


IN EDUCATION PRODUCTIVITY EARNING
Dari gambar di atas dapat difahami bahwa investasi yang dikeluarkan untuk pendidikan
akan dapat meningkatkan kualitas pekerja dengan meningkatnya produktivitas, dan dengan
produktivitas yang meningkat, maka pendapatan /penghasilan pekerja tersebut akan meningkat
pula. Hal ini juga berarti bahwa semakin besar investasi pendidikan semakin besar pula
pendapatan yang akan diperoleh, dan apabila seseorang mencapai pendidikan tinggi itu berarti
investasiyang dikeluarkan untuk pendidikan semakin besar.
Disamping dengan pendekatan Human capital, cara ini juga sejalan dengan pendekatan
Screening (Credentials), perbedaannya adalah bahwa dalam pendekatan ini investasi pendidikan
mempengaruhi pendapatan tidak melalui produktivitas melainkan melalui diperolehnya
credential/ijazah yang dapat menjadi dasar dalam screening, bila digambarkan akan nampak
sebagai berikut :

INVESTMENT HIGHER HIGHER


IN EDUCATION CREDENTIALS EARNING
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa pendidikan tinggi akan
menghasilkan pekerja yang lebih trampil, makin produktif dan punya credential/berijazah tinggi,
akibatnya mereka akan memperoleh penghasilan/ pendapatan yang yang tinggi/lebih tinggi.
Memang cara ini meiliki keterbatasan sebagai suatu alat estimasi, namun ada upaya untuk
mengoreksinya dengan cara menghitung nilai Alpha/faktor alpha, dan hasilnya sebagaimana
dikemukakan Larry L. Leslie dan Paul T. Brinkman (1993 : 44) dari 17 studi yang dilakukan
menunjukan bahwa nilai alpha meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan, oleh karena itu cara
atau metode Earning differentials meskipun ada keterbatasannya tetap dapat dipergunakan untuk
mengestimasi manfaat moneter dari pendidikan tinggi.
2. Net Present Value (Nilai bersih sekarang)
Cara Net Present Value dalam memperkirakan hasil pendidikan tinggi merupakan cara
estimasi hasil pendidikan secara moneter dengan memperhatikan faktor biaya dan perubahan nila
uang, karena sebagaimana dikemukakan Larry L. Leslie dan Paul T. Brinkman (1993 : 45)
bahwa “… a dollar spent to purchase higher education is worth more, considering forgone
interest, yhan one to be earned at the same later date”, ini menunjukan bahwa faktor
interest/bunga yang hilang jika uang itu disimpan, harus dikurangkan dari manfaat(penghasilan)
yang diterima setelah lulus pendidikan.
Cara ini nampak lebih realistis disbanding cara earning differentials, mengingat cara
earning differentials tidak/kurang memperhatikan perubahan nilai uang yang umumnya terjadi
karena perubahan harga akibat inflasi. Untuk itu Larry L. Leslie dan Paul T. Brinkman (1993 :
44) menyatakan “.. eventhough earning differentials and alpha factor may be quite useful to
potential students, measure employed by professional analysts almost always have included

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 7


consideration of cost, too”, namun demikian cara inipun masing menyimpan kesulitan terutama
berkaitan dengan memilih tingkat bunga yang layak
Meskipun demikian, cara ini tetap penting untuk melihat hasil pendidikan akibat
pendidikan tinggi, hanya mungkin pendapatan yang diperoleh lulusan perguruan tinggi lebih
rendah disbanding dengan cara earning differentials yang sama sekali tidak memperhitungkan nilai
uang yang berubah/berbeda antara masa sekarang dengan masa dating.
Untuk memberi gambaran berikut ini akan dikemukakan contoh perhitungan Net Present
Value. Sebagaimana diketahui bahwa cara/metode ini memperhitungkan time value of maney
dengan memperhatikan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga, sehingga dapat diukur hasil
mendatang dengan nilai sekarang. Adapun rumus perhitungannya adalah :

Hasil/Proceed
(1 + r)n

r = tingkat bunga; n = lamanya waktu investasi


Contoh :
Jumlah Investasi Pendidikan Tinggi = 100.000
Hasil gaji per tahun = 40.000
Jangka waktu kerja (perkiraan) = 3 tahun
Tingkat bunga = 10%
Menghitung Net Present Value :

Present Value tahun ke 1 = 40.000 = 36.363,64


(1,10)1
Present Value tahun ke 2 = 40.000 = 33.057,85
(1,10)2
Present Value tahun ke 3 = 40.000 = 30.052,59
(1,10)3
Present value dari Investasi Pendidikan = 99.474,08
Jumlah Investasi Pendidikan = 100.000,00
= -525.92
investasi pendidikan merugikan karena NPV lebih kecil dari nilai Investasi
3. Private rate of return (tingkat kembalian pribadi)
Cara ini pada dasarnya merupakan cara mengestimasi hasil pendidikan tinggi dengan
memperhitungkan tingkat balikan internal secara pribadi, pada dasarnya cara ini merupakan
kebalikan dari cara NPV. Dengan cara ini analisis dilakukan dengan menghitung tingkat diskonto
yang akan mempersamakan nilai penghasilan dengan nilai biaya. Cara ini menurut Roe L. Johns
et al (1983 : 4) “..is the most commonly used approach in educational investment studies”.
Dengan cara ini seseorang hendaknya menginvestasikan pada pendidikan tinggi selama
private (internal) rate of return melebih tingkat bunga pasar. Metode ini sama halnya dengan
metode NPV merupakan cara untuk mengukur/menganalisis biaya manfaat sebagaimana
dikemukakan oleh Roe L. Johns et al (1983 : 48) “. Two method are used for the measurement of
costs and benefits, The net preset value, and the internal rate of return.
Dengan demikian maka metode ini merupakan Metode pencarian tingkat bunga yang
akan memberikan nilai sekarang dari hasil investasi pendidikan tinggi yang diharapkan sama
dengan jumlah nilai sekarang dari investasi yang dikeluarkan. Berikut ini akan dikemukakan
contoh perhitungan dengan menggunakan soal perhitung NPV :
Karena net present value minus sebesar 525,92, maka perlu dicari tingkat bunga yang
lebih rendah misalnya 9%, dan hasil perhitungan NPV adalah :
Present Value tahun ke 1 = 40.000
= 36.697
(1,09)1
Present Value tahun ke 2 = 40.000
= 33.668

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 8


(1,09)2
Present Value tahun ke 3 = 40.000
= 30.888
(1,09)3
Present value dari Investasi = 101.253
Jumlah Investasi
= 100.000
= +1.253
jadi IRR terletak antara 9% dan 10%, selisih 1%.
Selisih Present Value : 101.253 - 99.474,08 = 1.778,92
Selisih Present Value (9%) dengan hasil/Investasi = 1.253
Maka IRR adalah : 1253 x 1% = 0.704% (0,70)
1778,92
jadi tingkat bunga menurut metode IRR adalah 9.70%
dengan memperhatikan uraian di atas, nampak bahwa dalam melihat manfaat dari pendidikan
Tinggi (juga tingkat pendidikan lainnya), metode di atas akan sangat penting guna membantu
membuat keputusan individu dalam menentukan permitaan akan pendidikan tinggi dan pendidikan
pada umumnya.
Pengaruh Ekonomi Terhadap Pendidikan
Disamping sudut pandang yang melihat pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi
ekonomi (variabel bebas), pendidikan juga dapat dilihat sebagai faktor yang dipengaruhi oleh
ekonomi, baik secara individu maupun sosial. Orang tak mungkin dapat mengikuti pendidikan jika
tak mampu secara ekonomi, dan jika kehidupan ekonomi suatu bangsa menurun, adalah sulit
mengharapkan keadaan pendidikan bisa berkualitas, mengingat tidak adanya dana untuk
membangun pendidikan.
Kehidupan ekonomi yang maju pada suatu bangsa akan meningkatkan GNP bangsa
tersebut, keadaan ini merupakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan bidang pendidikan.
Menurut Todaro (1980 : 437) “Dalam berbagai negara yang sedang berkembang, pendidikan
formal adalah merupakan industri terbesar dan konsumen terbanyak dari pengeluaran anggaran
pemerintah”. Ini berarti bahwa bila negara berkembang tersebut terus meningkat ekonominya,
maka anggaran pendidikan pun akan terus meningkat.
Selain dalam tataran makro, kehidupan ekonomi individupun akan berpengaruh pada
pendidikan. Permintaan pendidikan/persekolahan dari rumahtangga/individu antara lain ditentukan
oleh kemampuan ekonomninya, disamping faktor-faktor lainnya seperti budaya, agama, dan
sebagainya. Dalam kaitannya dengan faktor ekonomi, Nancy Birdsall dan Susan Hill Cochrane
(Lascelles Anderson dan Duglas M. Windham 1982:177) mengemukakan tentang model
permintaan Rumah tangga dalam persekolahan anak. Menurutnya rumah Tangga/keluarga dalam
membuat keputusan menyekolahkan anak akan mem pertimbangkan banyak faktor seperti terlihat
dalam persamaan berikut
Dsj = Dsj (Ps, Px, Wh, Ww, Wc, V, T, C)
Permintaan persekolahan (Dsj) adalah fungsi dari harga sekolah (Ps), Harga barang lain (Px),
Tingkat upah suami (Wh), Tingkat upah istri (Ww), upah anak (Wc), pendapatan tertangguh (V),
selera sekolah (T), dan balikan sekolah (C).
Dengan melihat persamaan di atas dapatlah dikatakan bahwa kemampuan ekonomi
rumahtangga/individu dapat menjadi diterminan utama, yang berpengaruh pada permintaan
persekolahan, sehingga senakin meningkat kehidupan ekonomi keluarga, semakin besar
kemungkinan keluarga/individu tersebut untuk mengikuti persekolahan sampai tingkat dimana
kondisi ekonomi masih memungkinkan untuk mendukungnya.
Model Interaktif Keterkaitan Pendidikan Dan Ekonomi
Harbison dan Myer (Don Adam : 1982 : 30) berpendapat bahwa pendidikan berarti sejajar
dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara keduanya tidak ditentukan mana yang jadi
penyebab, dan barangkali kemajuan ekonomi membawa pendidikan ke orang yang lebih formal.
Dengan demikian dapatlah difahami bahwa antara pendidikan dan ekonomi mempunyai hubungan
yang interaktif, dimana masing-masing saling memperkuat yang lainnya.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 9


Dalam kaitannya dengan pembangunan/pertumbuhan ekonomi, Memang diakui bahwa
pertumbuhan pendidikan cenderung berbarengan dengan pertumbuhan ekonomi, hal ini terlihat
bahwa dinegara-negara dengan pendapatan tinggi cenderung punyai tingkat enrolmen yang tinggi
dengan pertumbuhan yang cepat. Pertumbuhan pendidikan menyebabkan pertumbuhan ekonomi
dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi menyebabkan pertumbuhan pendidikan.
Oleh karena itu pandangan yang melihat hanya satu sisi hubungan antara pendidikan
dengan ekonomi, pada dasarnya hanya untuk mempermudah dalam melakukan analisis. Akhli
pendidikan cenderung melihat pendidikan sebagai diterminan bagi kehidupan/pembangunan
ekonomi, sementara ekonom lebih menitik beratkan pada pandangan bahwa ekonomi menjadi
diterminan kegiatan dan tingkat pendidikan masyarakat.. Model interaktif hubungan/keterkaitan
antara pendidikan dengan ekonomi dapat dibagankan sebagai berikut :

PENDIDIKAN EKONOMI

HUMAN
INDUSTRI CAPITAL DANA PENDIDIKAN

PRODUKT
INDUSTRI IVITAS INDIVIDU PUBLIK

TENAGA PENDAPA PERMINTAAN FASILITAS


PERSEKOLAHAN PENDIDIKAN
KERJA TAN

PENDIDIKAN MENINGKAT – EKONOMI TUMBUH BERKEMBANG


Gambar model interaktif pendidikan dan ekonomi
PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Pendidikan dapat dilihat secara teoritis maupun secara praktis, secara teoritis pendidikan
dapat dimaknai sebagai upaya untuk mendewasakan manusia, sementara itu secara praktis
pendidikan akan terlihat dari kelembagaannya, yang menurut Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional nomor 20 tahun 2003 terdapat tiga lingkungan pendidikan yaitu pendidikan informal,
pendidikan non formal dan pendidikan formal.
Dilihat dari sudut keteraturan kelembagaan, pendidikan non formal dan pendidikan
formal nampaknya lebih memungkinkan untuk diorganisir secara baik dengan menerapkan
prinsip-prinsip manajemen dalam berbagai fungsinya, sehingga analisis dan tinjauan terhadap
proses penyelenggaraannya akan menjadi sesuatu yang sangat penting bagi pengembangan
kelembagaan dalam proses pendidikan, dan diantara kelembagaan pendidikan yang mendapat
perhatian besar dari pemerintah dan masyarakat adalah sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 10


Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal sudah tentu memerlukan pengelolaan
yang impersonal, di dalamnya perlu dan harus diterapkan prinsip-prinsip manajemen modern,
dimana obyek yang menjadi perhatiannya secara umum tidak banyak berbeda dengan organisasi-
organisasi lainnya. Dalam hubungan ini, The Six’s M yang menjadi obyek pengelolaan manajemen
dapat juga diterapkan pada lembaga pendidikan. Ke enam obyek tersebut adalah :
1. Man (manusia)
2. Money (Dana/uang)
3. Material (bahan-bahan)
4. Machine (mesin/peralatan proses)
5. Method (cara memproses)
6. Market (pasar/konsumen)
Namun demikan hal itu sudah tentu memerlukan penyesuaian agar dapat sejalan dengan misi
lembaga pendidikan sebagai lembaga nirlaba.
Dari keenam unsur tersebut, salah satu yang penting baik dalam lembaga bisnis maupun
lembaga pendidikan adalah masalah uang/dana. Adalah tidak mungkin lembaga pendidikan dapat
berjalan dengan baik tanpa ada ketersediaan dana untuk melaksanakan kegiatannya dalam
menyelenggarakan proses pendidikan, oleh karena itu dalam dunia pendidikan kajian mengenai
pendanaan/pembiayaan pendidikan menduduki posisi penting sebagai suatu upaya untuk
memahami dan mengelola hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan/manajemen dana/keuangan
dalam lembaga pendidikan, termasuk pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah.
Pembiayaan pendidikan dalam konteks ekonomi pendidikan
Pembiayaan pendidikan merupakan masalah penting yang dikaji dalam ekonomi pendidikan, hal
sejalan dengan pendapat Elchanan Cohn (1979 : 9) yang menyatakan sebagai berikut :
The issues that will concern us in this volume are conveniently grouped into five major
categories (major issues in the economics of education) :
1. Identification and measurement of the economic value of education
2. The allocation of resources in education
3. Teacher’s salaries
4. The finance of education, and
5. Educational planning
Dari kutipan di atas nampak bahwa masalah pembiayaan/pendanaan pendidikan merupakan salah
satu isu utama yang dibahas dalam ekonomi pendidikan. Untuk itu terlebih dahulu pemahaman
tentang ekonomi pendidikan diperlukan agar diperoleh suatu pemahaman yang utuh tentang
masalah pembiayaan pendidikan dalam kerangka umum ekonomi pendidikan.
Menurut Elchanan Cohn (1979 : 2) ekonomi pendidikan didefnisikan sebagai berikut : ”
the economics of education is the study of how men and society choose, with or without the use of
money, to employ scarce productive resources to produce various type of training, the development
of knowledge, skill, mind, character, and so forth – especially by formal schooling – over time and
to distribute them now and in the future, among various people and groups in society. definisi di
atas menunjukan bahwa esensi dari ekonomi pendidikan adalah masalah pemilihan diantara
sumber-sumber produktif baik menggunakan uang ataupun tidak dalam memperoleh pendidikan.
Dalam hubungan ini pendidikan dipandang sebagai barang yang langka dimana perolehannya
memerlukan pengorbanan baik dalam bentuk dana maupun tenaga. Pemahaman ini pada dasarnya
merupakan pemahaman pokok dalam ilmu ekonomi yakni masalah kejarangan/kelangkaan
sebagaimana dikemukakan oleh Roe L. Johns (1983 : 10) bahwa the central topic of economics is
the allocation of resources and the central concept is scarcity.
Dengan mengingat kejarangan tersebut, maka mereka yang mau mengikuti pendidikan
perlu melakukan pengorbanan untuk mendapatkannya, dank arena hasil pendidikan dapat
memberikan nilai tambah di masa depan, maka pengorbanan tersebut pada dasarnya merupakan
suatu investasi, yakni suatu upaya untuk meningkatkan nilai tambah barang atau jasa di masa
datang dengan pengorbanan konsumsi dimasa sekarang.
Konsep pembiayaan pendidikan
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa salah satu isu dalam ekonomi pendidikan
adalah masalah pembiayaan pendidikan (educational finance), pembiayaan pendidikan pada
dasarnya dapat dimaknai sebagai kajian tentang bagaimana pendidikan dibiayai atau didanai.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 11


Dalam hubungan ini Elchanan Cohn (1979: 10) menguraikan lingkup pembiayaan pendidikan
sebagai berikut : Educational Finance. Who should pay for education? Should the government
support public and private education? If so, which level of government should take what share of
the burden? And what share of total costs should be borne by the taxpayers as opposed to direct
beneficiaries of the educational endeavor? Also, if subsidies are justified, should they be given to
educational institution or to individual in the form of a voucher? . Kutipan di atas sebenarnya
tidak memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pembiayaan pendidikan, namun
hanya menggambarkan pusat perhatian dalam kajian pembiayaan pendidikan, oleh karena itu bila
dicoba dirumuskan dengan mengacu pada pemahaman di atas, pembiayaan pendidikan dapat
diartikan sebagai kajian tentang bagaimana pendidikan dibiaya, siapa yang membiayai serta siapa
yang perlu dibiayai dalam suatu proses pendidikan. Pengertian ini mengandung dua hal yaitu
berkaitan dengan sumber pembiayaan dan alokasi pembiayaan pendidikan.
Dalam beberapa literature ekonomi pendidikan, pembahasan mengenai pembiayaan
pendidikan lebih menitik beratkan pada pembiayaan pada pendidikan formal yaitu sekolah,
sehingga terkadang kajian pembiayaan pendidikan nampak identik dengan pembiayan sekolah
(school finance), hal ini sudah tentu memerlukan pembatasan mengenai pendidikan, sebab kalau
tidak maka pembiayaan pendidikan mesti mencakup juga pendidikan informal, padahal jalur
pendidikan ini sulit ditata dengan prinsip manajemen modern. Untuk itu dalam makalah ini
pembiayaan pendidikan dipandang sebagai pembiayan pendidikan formal yakni menyangkut
persekolahan.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah adanya keterlibatan uang dalam kajian
pendidikan, dimana hal ini jelas tidak bisa dihindari mengingat pendidikan merupakan benda
ekonomi yang langka, dan uang merupakan salah satu yang perlu dikorbankan untuk
mendapatkannya. Menurut Thomas H. Jones (1985 : 3-20) “money come into play in the education
enterprise in three areas : 1) Economics of education; 2) school finance; 3) school business
administration”. Dengan demikian ketiga bidang tersebut merupakan kajian tentang pendidikan
yang melibatkan satuan uang, oleh karena itu masalah pembiayaan pendidikan pun tidak terlepas
dari kajian tentang uang/dana berkaitan dengan perolehannya serta penggunaannya dalam suatu
proses pendidikan (sekolah). Sehubungan dengan hal tersebut, satu hal yang merupakan
konsep penting dalam pembiayaan pendidikan adalah masalah biaya (Cost) pendidikan yang
sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Biaya pada lembaga pendidikan biasanya
meliputi :
o Direct cost dan indirect cost. Direct cost (biaya langsung) yaitu biaya yang langsung berproses
dalam produksi pendidikan di mana biaya pendidikan inni secara langsung dapat
meningkatkan mutu pendidikan, biaya langsung akan berpengaruh terhadap output
pendidikan. Biaya langsung ini meliputi gaji guru dan personil lainnya, pembelian buku,
fasilitas kegiatan belajar mengajar, alat laboratorium, buku pelajaran, buku perpustakaan dll,
biaya langsung untuk pengajaran harus memnuhi unsure sebagai berikut ; inherent pada hasil,
kuantitatif dapat dihitung, tak dapat dihindarkan, indirect dapat melaksanakan pendidikan.
Biaya tidak langsung meliputi biaya hidup, transportasi, dan biaya-biaya lainnya.
o Social cost and private cost, social cost dapat dikatakan sebagai biaya publik, yaitu sejumlah
biaya sekolah yang harus dibayar oleh masyarakat. Sedangkan private cost adalah biaya yang
dikeluarkan oleh keluarga untuk membiayai sekolah anaknya, dan termasuk didalamnya
forgone opportunities (biaya kesempatan yang hilang).
Model-model pembiayaan pendidikan/sekolah
Menurut John dan Morphet (1975) bentuk prinsip dari model biaya sekolah
(pendidikan) seperti berikut :
(1) Flat Grant Model, model bantuan dialokasikan pada sekolah lokal distrik tanpa
petimbangan variasi atau perbedaan diantara distrik dalam hal kemampuan distrik
membayar pajak lokal. Ada dua variasi utama dalam model ini yakni : (a) Keseragaman
jumlah yang diterima permurid, perguru atau suatu unit lain yang diperlukan, yang
dibagi tanpa memerlukan pertimbangan perbedaanjvariasi dalam unit cost untuk program
pelayanan pendidikan yang berbeda; (b) Jumlah variabel kebutuhan perunit yang
menggambarkan adanya vaiasi dalam unit cost yang dialokasikan bagi sekolah-sekolah
lokal yang ada di daerah.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 12


(2) Equlization Model ,dibawah tipe model ini,dana Negaraagian/state dialokasikan bagi
sekolah lokal di daerah dan melihat kemampuan lokal dalam membayar pajak. Dalam
model ini dana yang lebih untuk biaya permurid, perguru atau unit-unit lainnya yang
diperlukan dialokasikan bagi daerah yang memiliki sumber yang menengah agar tetap bisa
melaksanakan program pendidikan dengan lebih baik.
(3) Nonequalizing Matching Grant, bantuan ini menghendaki daerah lokal untuk mencocokan
dana atas keuangan yang ada, tanpa pertimbangan variasi kemampuan membayar pajak
dari daerah.
Senentara itu Thomas H. Jones (1985:92) menyatakan enam model yang dapat
dijadikan dasar dalam pengembangan rencana bantuan keuangan pendidikan (sekolah) terdiri
dari :
a. Flat Grant. Model bantuan flat grant (hibah bagi rata) merupakan kesempatan yang baik
bagi sekolah sebab dapat menerima bantuan sebesar
pajak yang diperoleh oleh wilayah/daerah. Dalam konsep ini setiap daerah dapat
mengembangkan pendapatan dari pajak property.
b. Full State Funding. Full state funding merupakan rencana yang dimungkingkan untuk
menghapus semua perbedaan dari masing-masing daerah baik dalam penggunaan dana
maupun perolehannya. Tidak ada pajak property sekolah dalam model ini, dalam model ini
semua dana pendidikan dikumpulkan pada tingkat negara bagian clan di distribusikan ke
daerah dengan perhitungan yang setara.
c. Foundation Plan. Model ini menentukan tarif pajak minimum dari tingkat pembelanjaan
minimal di setiap sekolah pada setiap wilayah. Tiap sekolah diijinkan untuk melewati batas
minimal jika diperlukan. Foundation Plan dirancang untuk mengakali empat masalah besar
dalam keuangan untuk bidang pendidikan, yaitu; (1) untuk menyamaratakan pembelanjaan
dalam kondisi negara yang langka sumber daya, (2) sebagai penetapan standarisasi pajak bagi
keperluan minimal sekolah, (3) untuk pemisahan wewenang pengaturan sekolah antara pusat
dan daerah, (4) untuk menetapkan provisi dalam perbaikan yang berkesinambungan.
d. Guaranted Tax Base (GTB). Model ini adalah model yang mengatur pembagian
perimbangan keuangan bagi dana pendidikan dimana membedakan prosentasi dana yang
diterima. Wilayah yang kurang menerima dana yang lebih banyak disbanding wilayah yang
lebih makmur.
Model ini disebut juga sebagai model yang mendukung kesetaraan (equitas) pembayaran
pajak.
e. Precentage Equalizing. Model ini dikembangkan pada tahun 1920-an, bentuk ini
merupakan model dari GTB yang lebih tua clan lebih rumit. Precentage equalizing
menyoroti sisi pengeluaran pendidikan yang harus digunakan sedangkan GtB menyoroti
pemasukannya.
f. Power Equalizing. Model ini memerintahkan wilayah yang lebih kaya untuk membayarkan
sebagian clan yang diterima sekolah untuk dikembalikan kepada negara, kemudian diatur
untuk diserahkan kepada wilayah yang lebih kurang.
KEBIJAKAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Dalam memahami dan melaksanakan suatu analisis kebijakan, terlebih dahulu perlu
diperoleh pemahaman yang jelas tentang makna dari analisis kebijakan. Suatu konsep atau istilah
bisa mempunyai makna yang bermacam-macam sesuai sudut pandang masing-masing. Dalam
hubungan ini pendifinisian istilah atau konsep menjadi penting guna memudahkan pemahaman
akan suatu masalah atau topic yang sedang/akan dibahas, meskipun pemaknaan antara para pakar
menunjukan formulasi yang bervariasi. Untuk itu berikut ini akan dikemukakan pengertian
berkaitan dengan istilah kebijakan/policy dan analisis kebijakan. Dengan dasar pengertian tersebut
kemudian penulis akan mengemukakan metode analisis yang diterapkan dalam melihat masalah
kebijakan pemerataan pendidikan khususnya berkaitan dengan program wajib belajar sembilan
tahun.
Kebijakan (Policy)
Kebijakan merupakan terjemahan dari Policy. Secara etimologis Policy berasal dari kata
politia bahasa Latin yang berarti Negara, Polis bahasa Yunani yang berarti Negara Kota, Pur

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 13


bahasa Sanskrit yang berari Kota (Ali Imron, 1996 : 12). Dalam Kamus Bahasa Ingerís Policy
diartikan sebagai berikut :
 1). Plan of action, esp. one made by Government, business company, etc; 2). Wise,
sensible conduct (AS Hornby and EC Parnwell, An English Reader’s Dictionary)
 1). A course of conduct based on principle or advisability; 2) a contract of Insurance;
3). A form of lottery (The New American Webster Dictionary)
 1). Method of Government, system of regulative measure, course of conduct; 2).
Sagacity in management; 3). A document containing a contract of insurance in full,
Insurance policy; 4). A gambling game (Webster’s Super New School and Office
Dictionary)
Apabila pengertian yang tercantum dalam tiga kamus di atas, nampak bahwa pengertian Policy
mengandung unsur makna sebagai berikut :
 Rencana serangkaian tindakan
 Merupakan sistem langkah pengaturan
 Dilakukan oleh pemerintah atau organisasi bisnis
Sementara itu secara terminologis, para Akhli mendefinisikannya dalam rumusan yang
bervariasi, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukan oleh para akhli
1. “The implicit or explicit specification of courses of purposive action being followed or to be
followed in dealing with a recognized problem or matter of concern, and directed toward the
accomplishment of some intended or desired set of goal. Policy also can be thought of as a
position or stance developed in response to a problem or issue of conflict, and directed toward
a particular objective” (Harman dlm Sandra Taylor, et al 1997: 24).
2. “A choosen course of action significantly affecting large number of people is a policy….”
(Duncan MacRae .1985 : 3)
Secara terminologis, dua definisi di atas memberikan pengertian Policy yang secara
umum menunjukan substansi yang hampir sama, dimana Harman melihat dari arah yang dituju
yakni bahwa policy merupakan serangkaian tindakan/dasar untuk bertindak dalam mencapai
tujuan atau serangkaian tujuan tertentu baik secara tersirat maupun tersurat, sementara MacRae
menitik beratkan pada dampak atau pengaruh dari suatu tindakan (pemerintah/Negara) yang secara
signifikan mempengaruhi masyarakat luas
Analisis Kebijakan (Policy Analisys)
Para pakar telah memberikan pengertian tentang apa itu analisis kebijakan dengan
formulasi yang bervariasi, untuk lebih memahami makna analisis kebijakan berikut ini pendapat
beberapa pakar :
 Policy analisys is the use of reason and evidence to choose the best policy among a
number of alternatives (Duncan MacRae. 1985:4)
 Policy analisys will be defined as the disciplined application of intellect to public
problems (Leslie A. Pal. 1992:16)
 Policy analisys…. The study of what government do, why and with what effect
(Sandra Taylor, et al 1997:35)
 It (policy analisys) concerned with what government do, why they do it, and what
difference it make….it is also about political science and the ability of this academic
discipline to describe, analyse, and explain public policy (Thomas R. Dye. 1987:2)
 Policy analisys is a process of multidisciplinary inquiry designed to create, critically
assess, and communicate information that is useful in understanding and improving
policies (William N. Dunn. 2004:2)
Definisi Duncan MacRae menekankan pada instrument pemilihan kebijakan yaitu
penalaran dan bukti-bukti, definisi Leslie A Pal juga menekankan pada instrument pemahaman
kebijakan yakni aplikasi penalaran. Definisi Sandra Taylor menekankan pada objek/substansi
kebijakan beserta alas an dn akibatnya definisi Thomas R. Dye disamping menekankan substansi,
alas an dan akibatnya juga pada kapasitas disiplin akademik dalam mengkaji kebijakan. Sementara
itu William N. Dunn menekankan pada proses inkuiri dalam mencermati atau mengkaji guna
memperoleh pemahaman dan memperbaiki kebijakan. Pengertian analisis kebijakan sebagai mana
diungkapkan di atas menunjukan perbedaan dalam perumusannya, namun bila dicermati terdapat
benang merah terutama secara implicit, dimana analisis kebijakan adalah penghadapan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 14


subjek/analis kebijakan atas kebijakan public baik sebatas memahami, mengkaji, menganalisis,
maupun memperbaiki suatu kebijakan.
Pengertian analisis kebijakan sebagai mana diungkapkan di atas menunjukan perbedaan
dalam perumusannya, namun bila dicermati terdapat benang merah terutama secara implicit,
dimana analisis kebijakan adalah penghadapan subjek/analis kebijakan atas kebijakan public baik
sebatas memahami, mengkaji, menganalisis, maupun memperbaiki suatu kebijakan. Oleh karena
itu analisis kebijakan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan menjadi suatu
yang amat penting dalam era demokrasi, artinya pemerintah tidak dibiarkan melaksanakan
tindakan tertentu yang mempengaruhi masyarakat tanpa dipelajari dan dikaji substansi, alasan dan
akibatnya bagi masyarakat, disamping penting juga bagi pembuat kebijakan guna memperbaiki,
atau mempertahankan kebijakan guna kemaslahatan masyarakat banyak. Keadaan masyarakat
yang sangat heterogin, baik dalam suku, maupun kepentingan akan menjadikan berbagai tindakan
yang dapat berpengaruh pada kehidupan mereka akan selalu ditanggapi sesuai dengan
kepentingannya, hal ini jelas akan menyulitkan pihak yang mempunyai kewenangan
mempengaruhi kehidupan mereka, apalagi jika disadari bahwa tidaklah mungkin dapat
mengakomodasi semua kepentingan kelompok masyarakat. Kebijakan Publik sebagai salah satu
bentuk aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah menjadi penting untuk mendapat perhatian,
mengingat implikasinya yang luas bagi kehidupan masyarakat, kebijakan yang tidak matang dan
direaksi negatif oleh masyarakat banyak, berpeluang menimbulkan ketidak stabilan politik, bahkan
dapat menjatuhkan pemerintah yang berkuasa, oleh karena. Kebijakan Publik merupakan bagian
dari perhatian ilmu politik, dan hal itu bukan sesuatu yang baru sebagaimana dikemukakan oleh
Thomas R Dye (1987. 2) bahwa Public Policy is not a new concern of political science, meskipun
dalam perkembangannya, masalah kebijakan public juga menjadi perhatian bidang-bidang lain
sesuai dengan arah/sasaran kebijakan tersebut.
Kebijakan publik mencakup bidang yang luas, dari mulai masalah pertahanan, ekonomi,
kesempatan kerja sampai dengan masalah pendidikan, keadaan ini akan makin menuntut
pemerintah/pembuat kebijakan untuk cermat dan berhati hati dalam menentukan kebijakan.
Kecermatan itu sudah barang tentu mesti dimulai dari menentukan masalah yang perlu dipecahkan
melalui serangkaian tindakan, oleh karena itu penentuan masalah yang tepat serta perumusannya
merupakan langkah penting yang perlu diperhatikan, mengingat kekeliruan dalam langkah ini akan
berakibat pada kelirunya pemecahan masalah yang diambil. Selain luasnya cakupan kebijakan,
orientasi analis kebijakan juga bervariasi sesuai dengan tujuan serta klien yang menjadi menjadi
konsern dalam analisis kebijakan yang dilakukan, sebagaimana dikemukakan Ian Gordon, Janet
Lewis, dan Ken Young dalam tulisannya Perspectives on Policy Analysis (1993), berkaitan dengan
pemahaman tentang berbagai perspektif dalam analisis kebijakan. Perbedaan dalam perspektif ini
jelas akan menghasilkan output analisis yang berbeda, dan perbedaan ini akan dapat bermanfaat
bagi kajian lebih lanjut serta sebagai bahan untuk melakukan meta analisis yang bisa memberikan
kontribusi penting bagi perkembangan akademik dibidang analisis kebijakan maupun untuk
menjadi dasar penentuan kebijakan bagi policy make.Oleh karena itu analisis kebijakan dalam
berbagai bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan menjadi suatu yang amat penting, apalagi
dalam era demokrasi, artinya pemerintah tidak dibiarkan melaksanakan tindakan tertentu yang
mempengaruhi masyarakat tanpa dipelajari dan dikaji substansi, alasan dan akibatnya bagi
masyarakat, disamping penting juga bagi pembuat kebijakan guna memperbaiki, atau
mempertahankan kebijakan guna kemaslahatan masyarakat banyak.
Perspektif Analisis Kebijakan
Menurut Ian Gordon, Janet Lewis, dan Ken Young dalam tulisannya yang berjudul
Perspectives on Policy Analysis (Michael Hill ed. 1993:2-5) menjelaskan bahwa terdapat variasi
pandangan dalam melakukan analisis kebijakan, variasi tersebut akan terlihat dalam hal tujuan
dan klien yang dilayaninya, untuk itu perlu dibedakan antara analisis untuk (analysis for)
kebijakan dengan analisis kebijakan (analysis of). Dalam dikotomi perbedaan tersebut ada
suatu kontinum kegiatan dimulai dari dukungan kebijakan sampai dengan analisis
isi kebijakan seperti terlihat berikut ini :
Analysis for Analysis of
Policy Information Policy Analysis of Analysis of
Advocacy For policy monitoring and Policy Policy content

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 15


evaluation determination
Policy Advocacy (Pendukungan Kebijakan). Istilah ini menunjukan pada kegiatan riset
yang berhenti pada dukungan langsung atas satu kebijakan atau sekelompok kebijakan yang
berkaitan, yang diidentifikasi dapat memenuhi tujuannya serta bernilai menurut peneliti yang
melakukannya. Hubungan antara peneliti dengan jaringan pembuat keputusan mungkin tidak
bersifat langsung, namun riset dalam bentuk ini dimaksudkan untuk kepentingan pembuat
kebijakan, dimana kasusnya dianggap punya kesesuaian nilai, atau sebagai tantangan bagi
kebijakan yang ada dan untuk menarik pendapat publik secara umum. Dalam banyak kasus pelaku
advokasi kebijakan berargumentasi dengan temuannya untuk mendapat keputusan tertentu, guna
ditawarkan menjadi rekomendasi. Dalam kasus lain, dimana terdapat komitmen yang kuat pada
rangkaian tindakan tertentu mendahului penelitian, maka analisis dilakukan untuk mendukungnya.
Jenis analisis kebijakan model ini sering dilakukan oleh kelompok penekan reformist, meski ada
juga di lingkungan akademik/penelitian di universitas.
Informasi untuk Kebijakan. Dalam model ini tugas peneliti adalah
memberikan/menyediakan informasi, dan mungkin saran bagi pembuat kebijakan. Dalam hal ini
maksud peneliti adalah memperkenalkan kebijakan baru atau perbaikan bagi kebijakan yang ada,
dalam model ini penelitian dilakukan oleh departemen pemerintah; peneliti yang dibiayai oleh
departemen; peneliti yang dibiayai secara bebas, atau asosiasi yang memilih kegiatan
kesarjanaannya dalam melihat isu-isu kebijakan. Dalam model ini kegiatannya mungkin hanya
pada penyediaan data yang perlu bagi petimbangan dalam pembuatan kebijakan
Monitoring dan evaluasi Kebijakan. Monitoring dan evaluasi kebijakan sering
berbentuk analisis paska kejadian atas kebijakan dan program. Monitoring dan evaluasi dapat
dimaksudkan untuk kepentingan langsung pembuat kebijakan berkaitan dengan pengaruh dan
keefektivan kebijakan tertentu, meski bisa lebih dari itu . tinjauan tentang pengaruh kebijakan yang
sudah dilaksanakan akan sangat diperlukan bagi desain kebijakan di masa datang. Dalam model ini
objek dari analisis kebijakan adalah memberi informasi pada pembuat kebijakan mengenai
keterbatasan kemungkinan.
Analisis penentuan Kebijakan. Penekanan dalam analisis ini adalah pada input serta
proses transformasi dalam penentuan/pembentukan kebijakan publik. Upaya untuk menganalisis
proses kebijakan umumnya didasarkan pada model eksplisit atau implisit dari sistem kebijakan.
Dalam beberapa kasus model ini dipandang sebagai sesuatu yang didorong oleh kekuatan-
kekuatan lingkungan, dan dalam situasi lain bisa juga oleh tujuan internal, atau kadang oleh
persepsi internal akan lingkungan eksternal. Berbeda dengan model advokasi dan model informasi,
model ini dapat mengarah pada terlalu menekankan kendala-kendala tindakan pada saat pola
kegiatan merupakan hasil perpaduan kekuatan yang diperlukan.
Analisis isi Kebijakan. Analisis bentuk ini mencakup banyak kajian yang telah banyak
dilakukan dalam dalam bidang kebijakan sosial dan administrasi sosial, yang berasal dari maksud
dan beroperasinya kebijakan-kebijakan spesifik. Bidang ini mencakup banyak hal yang dilakukan
oleh akademisi berkaitan dengan kebijakan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, dan
pelayanan sosial. Analisis model ini meskipun dapat dimanfaatkan oleh pembuat kebijakan,
namun umumnya lebih untuk kepentingan akademik ketimbang pengaruhnya bagi publik. Bentuk
kajian yang amat rumit dalam model ini melibatkan analisis nilai, dan mengungkapkan bahwa
kebijakan-kebijakan sosial merupakan institusionalisasi dari teori-teori sosial.
Disamping perspektif yang berbeda, juga terdapat asumsi-asumsi yang mendasari suatu
analisis kebijakan yang menurut Ian Gordon, Janet Lewis, dan Ken Young Asumsi tentang
Kebijakan dan pembuatan Kebijakan berkaitan dengan proses, kebijakan, batasan, dan definisi
masalah
Asumsi tentang proses. Dengan mengambil kasus ideal, peneliti disatu pihak, mengadopsi
asumsi bahwa pembuatan kebijakan pada dasarnya merupakan proses rasional berdasarkan
langkah klasik, dimulai dengan perumusan masalah, penilaian alternatif dilanjutkan dengan
implementasi. Konflik atas tujuan atau persepsi situasi diterima, tapi ini dianggap akan
menghasilkan outcome yang pasti dan stabil serta tidak mempengaruhi konsistensi beroperasinya
sistem. Secara tipikal masalah dilihat sebagai aspek teknis, suasana bersifat konsensus, serta
proses dapat dikontrol. Dipihak lain pembuatan kebijakan mungkin dipandang sebagai kegiatan
politik dimana persepsi dan kepentingan pelaku terlibat dalam setiap tahapan. Dalam kasus seperti

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 16


ini implementasi menjadi kegiatan yang problematik ketimbang kegiatan apa adanya. Sama halnya
dalam model proses rational, kebijakan dipandang sebagai hasil tawar menawar, lingkungannya
bersifak konflik, dan prosesnya ditandai dengan perbedaan dan kendala.
Asumsi tentang kebijakan. Konsep kebijakan mempunyai status khusus dalam model
rasional sebagai unsur yang secara relatif bertahan dalam uji konsistensinya. Dengan pemahaman
ini, kina dapat berbicara tentang kebijakan luar negeri, kebijakan sosial, atau kebijakan pemasaran,
dimana seolah-olah istilah itu menunjukan kebijakan lokal dari suatu tema universal, padahal ini
menggambarkan cara manipulasi lingkungan eksternal dari organisasi khusus yang sangat berbeda,
menggunakan tindakan bertujuan. Terlebih lagi, istilah kebijakan dipergunakan oleh agen-agen
pemerintah untuk menggambarkan rentang kegiatan yang berbeda yang mencakup:
a. Definisi tujuan
b. Menentukan prioritas
c. Menyusun rencana, dan
d. Menspesifikasikan aturan-aturan keputusan
Karakterisasi kebijakan ini berbeda tidak hanya dalam keumuman dan tingkatan kebijakan itu
terjadi, tapi juga dalam hal asumsi tentang apakah kebijakan itu mendahului tindakan atau
sedikitnya menggambarkan generalisasi paska kejadian atau merupakan rasionalisasi.
Asumsi tentang batasan (boundary). Model rational pembuatan kebijakan memandang
bahwa sistem kebijakan bersifat terbatas (bounded) dengan ketat dan beroperasi pada lingkungan
eksternal sebagai sesuatu yang tidak menimbulkan masalah. Untuk menghindari asumsi yang
demikian diperlukan upaya memperluas batas-batas hal yang relevan dalam analisis pembuatan
kebijakan. Pembuat keputusan dipandang sebagai fihak yang bernegosiasi baik dalam
organisasinya maupun dengan lingkungan eksternal, atau dengan organisasi dan aktor lain yang
amat diperlukan dalam implementasi kebijakan. Jadi fokus mesti bergeser dari analisis keputusan
jadi mencakup rentang kegiatan dari perumusan sampai implementasi dan pengaruh. Politik antar
organisasi dan penggunaan jejaring kerja perlu dipertimbangkan pembuatan keputusan, sama
seperti kekuasaan, nampak sebagai sesuatu yang dinamis, interaksi antara aktor publik dengan
lingkungan mereka bertindak, untuk itu analisis tentang sistem kebijakan perlu mendapat perhatian
(sekarang agak diabaikan).
Asumsi tentang definisi masalah. Disamping asumsi-asumsi tersebut di atas, asumsi
tentang definisi masalah juga mempengaruhi hampuir seluruh analisis kebijakan. Dalam setiap
departemen pemerintah terdapat struktur dalam dari kebijakan, yaitu kumpulan keyakinan yang
implisit tentang tujuan departemen dan tentang aktor relevan yang mempengaruhi atau mengambil
manfaat dari kebijakan. Hal ini membentuk apa yang disebut Laski “premis utama yang tak
terungkap” dari pembuat kebijakan.
Analis kebijakan berada dalam posisi baik harus menerima struktur dalam ini, dengan
asumsinya atau mencoba berdiri di luar konsensus organisasi dan memunculkan persepsi baru atas
masalah lama. Dalam hal ini kontribusi potensial yang utama bagi ilmuan sosial adalah menantang
struktur dalam pembuatan keputusan, untuk itu kajian kebijakan mesti melibatkan diri dalam
analisis proses kebijakan, sistem kebijakan dan isi kebijakan
Analisis Kebijakan bidang Pendidikan
Dengan mempelajari/melakukan analisis kebijakan, kita akan dapat mempelajari dan
memahami kebijakan publik dengan akurat, dan dengan mempelajari kebijakan publik, banyak
hal yang akan didapat yaitu : 1) we can describe public policy -- we can learn what government
is doing (and not doing) ini welfare, defence, education, civil right, health, energy, taxation, and
so on; 2) we can inquiry about the causes, or determinants of public policy; 3) we can inquiry
about the consequences, or impact of public policy (Thomas R Dye. 1987 : 5-6). Dengan
demikian nampak bahwa analisis kebijakan amat penting dalam kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara.
Pendidikan sebagai satu bagian dari dimensi kehidupan manusia merupakan faktor
yang punya pengaruh besar bagi kehidupan manusia baik secara individual maupun social. Oleh
karena itu berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah perlu dicermati, mengingat
dampaknya yang sangat luas bagi kehidupan manusia baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 17


Upaya mencermati itu perlu didasarkan pada suatu prinsip obyektif, tidak hanya untuk
menyalahkan kebijakan pendidikan pemerintah, namun juga memberi gambaran yang
memungkinkan upaya perbaikan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini tentu saja
memerlukan suatu pendekatan ilmiah yang objektif dan akurat, dalam hubingan ini analisis atas
kebijakan pendidikan menjadi penting dalam trangka memahami, menganalisis dan
memperbaiki kebijakan apabila hasil analisis menunjukan konsekwensi yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
Dalam upaya untuk mengkaji masalah pendidikan, Tingkatan analisis ada yang
membedakan ke dalam tiga tingkat yaitu makro, messo, mikro dan ada juga yang membagi pada
makro dan mikro. Isu makro mempengaruhi seluruh aparat kebijakan, Messo berada pada
tingkatan menengah sedang mikro pada tingkatan institusi sekolah dan kelas (Taylor, dkk. 1997).
Analisis kebijakan dapat berkaitan dengan salah satu tingkatan proses pembuatan
keputusan, namun analisis kebijakan tak hanya berkaitan dengan dokumen atau teks kebijakan.
Namun diperlukan juga pemahaman latar belakang historis dan kaitannya dengan dokumentasi
serta akibat jangka pendek dan jangka panjang dari suatu praktek kebijakan, untuk itu diperlukan
pembedaan antara teks, konteks dan akibat suatu kebijakan.
Konteks. Konteks berkaitan dengan anteseden atau tekanan-tekanan yang mendorong lahirnya
kebijakan, baik masalah ekonomi sosial maupun politik yang menjadi agenda, kebijakan analisis
memerlukan pertimbangan kontemporer dan konteks sejarah dapat membantu memperjelas tentang
apa, bagaimana dan kenapa suatu kebijakan dalam analisis kebijakan kritis.
Teks. Dalam melakukan analisis kebijakan dokumen atau teks juga perlu dipertimbangkan.
Analisis isi dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan untuk menjawab pertanyaan tentang
bagaimana dan apa tentang suatu kebijakan, dalam hal ini kita bila mengkaji asumsi yang
mendasari suatu kebijakan.
Konsekwensi. Dalam pembuatan kebijakan didasari adanya kompleksitas konteks serta persaingan
kepentingan. Perbedaan kepentingan dapat memberikan tekanan yang berbeda pada aspek
kebijakan. Penting disadari bahwa konteks disamping berpengaruh pada dihasilkannya
kebijakan juga sering mendistorsi tujuan kebijakan dalam berbagai cara yang berdampak
pada pelaksanan kebijakan.
Analisis tentang akibat dan konsekwensi kebijakan perlu mempertimbangkan banyak
tingkat proses kebijakan hubungan atas bawah yang interaktif. Analisis yang demikian perlu
memahami proses yang sedang berlangsung dalam pelaksanaan kebijakan sehingga penilaian apa
yang terjadi tidak bersifat kata akhir.
Perlu dibedakan antara isu dan kebijakan, dalam hal isu analisis kebijakan hendaknya
dipahami isu yang membentuk suatu kebijakan yang dianalisis dan hal ini penting dalam menilai
akibat suatu kebijakan, sehingga dapat diukur akibat-akibat dalam kerangka pembentukan
kebijakan atas suatu masalah serta dapat diketahui keefektifan suatu kebijakan terhadap
pemahaman akan suatu isu.
Ilmu sosial kritis membedakan antara membuat dan mengambil suatu masalah untuk
diteliti dan dianalisis (Dale 1994). Pendekatan kritis memerlukan sikap yang lebih skeptis atas
masalah sosial yang dipahami oleh pemerintah dan media, hal ini penting dalam analisis kebijakan.
Kebutuhan mempermasalahkan masalah kebijakan perlu guna upaya pemecahan masalah sosial.
Hakekat masalah Kebijakan
Masalah kebijakan bukanlah sesuatu yang objektif dalam arti tinggal menentukan fakta-
fakta, dalam kenyataannya masalah kebijakan sering menimbulkan penafsiran yang berbeda
bahkan bertentangan tergantung pada sudut pandang stakeholder kebijakan tersebut.
Masalah-masalah kebijakan adalah kebutuhan yang tidak terealisir, nilai-nilai, atau
kesempatan untuk perbaikan yang memerlukan tindakan publik. Mengingat pandangan terhadap
masalah kebijakan bervariasi, maka analis kebijakan perlu secara cermat melakukan penyusnan
dan pendefinisian masalah, dan hal ini merupakan pedoman utama serta akan menentukan
keberhasilan tahapan-tahapan selanjutnya dalam analisis kebijakan. Analisis kebijakan sering
digambarkan sebagai metode pemecahan masalah, namun hal ini bisa keliru mengingat analisis
kebijakan tidak dapat langsung memecahkan masalah, namun prioritas utama perlu diberikan pada
penyusunan masalah terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah, tingkatan
penyusunan/pendefinisian masalah mesti dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemecahan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 18


masalah dalam analisis kebijakan. Metode pada tingkat yang satu belum tentu cocok untuk
tingkatan lainnya. Untuk itu diperlukan pemahaman perbedaan-perbedaan diantara proses-proses
yang berkaitan dengan masalah.
 Penangkapan masalah dan Pendefinisian masalah (Problem sensing versus problem
structuring). Masalah kebijakan merupakan hasil pemikiran yang berinteraksi antara
analis kebijakan, pembuat kebijakan serta warga Negara yang berkepentingan dengan
lingkungan/situasi masalah yang ditangkap.
 Pendefinisian masalah versus Pemecahan masalah (Problem structuring versus
problem solving). Analisis kebijakan merupakan proses banyak tingkat
(Multilevel) yang mencakup pendefinisian masalah (higher-order methods) dan
pemecahan masalah (Lower-order methods. Pendefinisian masalah merupakan
meta metode yang dilakukan sebelum pemecahan masalah.
 Pemecahan ulang masalah versus ketidak terpecahan masalah dan kekeliruan
pemecahan masalah (Problem resolving versus problem unsolving and problem
dissolving). Problem resolving memerlukan analisis ulang dengan pendefinisian
masalah secara benar untuk mengurang/menghilangkan kekeliruan pengujian
(penyesuaian). Problem unsolving memerlukan pengabaian pemecahan karena
perumusan masalah yang salah. Problem dissolving memerlukan pengabaian
perumusan masalah yang tidak benar dan kembali pada pendefinisian masalah
sebelum upaya pemecahan masalah.
Karakteristik Masalah
Dalam menentukan masalah kebijakan seorang analis perlu hati-hati, mengingan
pemahaman sehari-hari dan akal sehat kurang dapat diandalkan untuk menjadi panduan terutama
berkaitan dengan masalah yang kompleks. Adapun cirri-ciri masalah kebijakan adalah :
1. Kesalingtergantungan masalah-masalah kebijakan (Inter-dependence of policy
problems)
2. Subyektivitas masalah-masalah kebijakan (Subjectivity of policy problems )
3. Kepalsuan masalah-masalah kebijakan (Artificiality of policy problems )
4. dinamika masalah-masalah kebijakan (Dynamics of policy problems)
sistem masalah merupakan sistem yang bertujuan dengan karakteristik utama sistem adalah
bahwa sistem masalah tidak sama dengan penjumlahan dari bagian-bagiannya, adapun
karakteristik dari sistem adalah sebagai berikut :
1. tidak ada masalah yang identik dalam ciri dan prilakunya
2. ciri dan prilaku masing-masing akan berpengaruh pada sistemsecara keseluruhan
3. pengaruhnya pada keseluruhan sistem paling tidak tergantung pada satu anggota sistem
yang lain
4. seluruh sub kelompok yang mungkin dari anggota sistem mempunyai efek tidak bebas atas
sistem keseluruhan
dengan demikian, maka perlu disadari kemungkinan terjadinya akibat-akibat yang tidak dapat
diperkirakan dari suatu kebijakan mengingat bisa terjadi pemecahan yang benar tapi terhadap
masalah yang salah. Apabila masalah-masalah kebijakan bersifat komplek, akan timbul
perbedaan pandangan atas masalah atau ketidaksetujuan atas rangkaian tindakan yang
dilakukan, dan ini akan menimbulkan isu kebijakan. Isu-isu kebijakan dilihat dari urutan tipenya
dibagi ke dalam :
1. Isu Utama, dihadapi oleh level tertinggi pemerintahan.
2. isu sekunder, dihadapi oleh tingkat pemerintahan federal berkaitan dengan penentuan
priotitas program
3. isu fungsional, dihadapi dalam tataran proyek berkaitan dengan anggaran pendanaan.
4. isu minor, sering ditemukan dalam tingkatan proyek khusus, menyangkut personil, jam
kerja dsb.
Semakin tinggi tingkatan isu, masalah semakin saling ketergantungan, subjektif, artifisial dan
dinamis. Meski demikian, isu-isu tersebut ada yang memerlukan kebijakan strategis ada juga
yang hanya memerlukan kebijakan operasional. Kebijakan strategis adalah kebijakan yang
akibat-akibat keputusannya tak dapat diubah lagi, sedangkan kebijakan operasional akibat-
akibat keputusannya relatif bisa diubah/berubah

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 19


Tingkatan-tingkatan masalah kebijakan
Ada tiga tingkat/jenis masalah kebijakan yaitu :
1. Masalah yang terstruktur dengan baik (Well-structured problem). Yaitu masalah yang
melibatkan satu atau beberapa orang pembuat keputusan dengan sedikit alternatifkebijakan.
2. Masalah yang terstruktur secara moderat (Moderately structured problem). Yaitu masalah yang
melibatkan beberapa pembuat keputusan seta sejumlah alternative yang relative terbatas
3. Masalah yang terstruktur secara rumit (Ill structured problem ). Yaitu masalah yang melibatkan
banyak pembuat keputusan yang berbeda, terdapat konflik diantara tujuan, serta alternatif dan
hasilnya tidak bisa/sulit untuk diketahui.
Dalam kenyataannya banyak masalah-masalah kebijakan yang penting terstruktur
secara rumit, sementara masalah mudah dan sedang jarang terdapat dalam setting
pemerintahan yang kompleks. Bila ditabelkan perbedaan ketiga jenis masalah
adalah sebagai berikut :
Structure of Problem
Moderately
Element Well Structured Ill Structured
Structured
Decision maker(s) One or few one or few Many
Alternatives Limited Limited Unlimited
Utilities (values) Consensus Consensus Conflict
Outcomes Certainty of risk Uncertainty Unknown
Probabilities Calculable Incalculable Incalculable
Menyusun dan mendefinisikan masalah dalam analisis kebijakan
Dalam memecahkan masalah mudah dan sedang (well and moderately structured) para
analis dapat menggunakan metode bisa (konvensional), sementara itu untuk masalah-masalah
yang rumit (ill-Structured), para analisis dituntut untuk perlu aktif dalam mendefinisikan
hakekat masalah, serta bersifat kreatif dalam memutuskan serta pandangan jauh ke depan, ini
berarti bahwa dalam analisis kebijakan perhatian yang tepat tercurah pada masalah penyusunan
dan pendefinisian masalah (problem structuring) serta pemecahan masalah, oleh karena itu
pemecahan masalah hanyalah satu bagian dalam kegiatan analisis kebijakan.
Dalam menstrukturkan masalah, diperlukan kreativitas seorang analis kebijakan, dan
keberhasilan dalam hal ini akan mendorong keberhasilan dalam memecahkan masalah.
Penstrukturan masalah bersifat krteatif apabila terdapat salah satu kondisi berikut ini, yaitu :
1. Hasil analisis punya sifat kebaruan, sehingga orang tidak akan dapat menghasilkan solusi
yang sama.
2. Analisisnya tidak konvensional, Yakni bersifat modifikasi atau penolakan pada ide-ide
sebelumnya
3. Proses analisis memerlukan keteguhan dan motivasi tinggi, sehingga analisnya terjadi
dalam intensitas tinggi serta waktu yang lama.
4. Hasil analisis dipandang berharga oleh pembuat kebijakan, dan stakeholder lainnya, karena
menghasilkan solusi yang tepat atas masalah yang dihadapi.
5. Maslah yang dihadapi begitu kabur dan rumit, sehingga tugas pertamanya adalah
merumuskan masalah itu sendiri.
Fase-fase Penstrukturan masalah
Dalam analisis kebijakan penstrukturan masalah merupakan prioritas di atas pemecahan
masalah. Penstrukturan masalah bisa dipandang sebagai proses dengan dengan empat fase yang
saling bergantung di dalamnya yakni :
1. Pencarian masalah (problem search).
2. Pendefinisian masalah (problem definition).
3. Pengkhususan masalah (problem specification).
4. Pengindraan masalah (problem sensing).

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 20


Prasyarat dari penstrukturan masalah adalah kesadaran akan adanya suatu situasi
masalah. Terhadap situasi ini analis melakukan pencarian masalah, dimana tujuannya bukan
menemukan masalah tunggal melainkan sejumlah masalah yang merepresentasikan sejumlah
stakeholder kebijakan. Karena masalah-masalah tersebut bersifat dinamis, tersusun secara
social, maka analis kebijakan akan menghadapi,berhadapan dengan masalah dari masalah
(metaproblem) yang rumit mengingat banyaknya stakeholder. Oleh karena itu tugas utamanya
adalah menstrukturkan metaproblem.
Dari situasi demikian, kemudian analis perlu mencari masalah substantifnya dengan
mencoba mendefinisikan masalah dalam pengertiannya yang mendasar dan umum, misalnya
apakah itu masalah ekonomi, sosiologi, atau masalah lainnya. Apabila masalah substantive
sudah dirumuskan, kemudian analis menyusun masalah formal yang spesifik, langkah ini
disebut pengkhusunan masalah (Problem specification).
Isu krusial dalam langkah tersebut adalah apakah masalah substantive dan masalah
formal sesuai dengan situasi masalahnya mengingat kebanyakan situasi masalah merupakan
suatu sistem masalah yang rumit. Dalam situasi demikian dapat berakibat seorang analis
melakukan suatu kekeliruan yakni memecahkan masalah yang salah. (Solving the wrong
problem)
Jenis-jenis model kebijakan
Model kebijakan adalah representasi yang disederhanakan atas aspek-aspek terpilih dari
situasi masalah yang dikonstruksi untuk tujuan tertentu, model kebijakan , model kebijakan
merupakan rekontruksi buatan atas realitas . model akan membantu dalam dalam melaksanakan
analisis. Dalam analisis kebijakan terdapatbeberapa model yang dapat digunakan yaitu :
1. Model deskriptif.adalah model yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau memperkirakan
sebab dan akibat dari pilihan kebijakan, model ini dipergunakan untuk memantau hasil dari
tindakan kebijakan.
2. model normative. Adalah model yang dimaksudkan tidak hanya untuk menjelaskan atau
memprediksi tapi juga menyediakan aturan dan rekomendasi untuk mengoptimumkan
pencapaian suatu guna/nilai.
Sementara itu baik model deskriptif maupun model normative dilihat dari bentuk pernyataannya
dapat dibagi ke dalam tiga bentuk utama yaitu :
1. Model verbal. Adalah model yang pernyataannya dalam bahasa sehari-hari, bukan dalam
bahasa simbolik atau matematik. Dalam model ini analis mengandalkan pada keputusan
rasional untuk memprediksi atau memberi rekomendasi, dalam bentuk argument kebijakan
bukan dalam bentuk nilai-nilai numeric yang cermat. Model ini relative mudah
dikomunikasikan baik dikalangan akhli maumun awam, namun sulit untuk direkonstruksi
dan dicermati secara kritis.
2. Model simbolik. Model ini menggunakan symbol-simbol matematis dalam menggambarkan
hubungan diantara variable-variabel kunci. Model ini biasanya sulit dikomunikasikan pada
orang awam termasuk juga pada pembuat kebijakan. Salah satu contoh model simbolik
adalah dalam bentuk persamaan regresi linier (Y = a + bX, dimana Y adalah hasil
kebijakan dan X adalah variabel kebijakan)
3. Model prosedural. Model ini menggambarkan hubungan dinamis antara variabel yang
diyakini menjadi ciri masalah kebijakan. Prediksi dan pemecahan optimal diketahui melalui
simulasi dan pencarian melalui serangkaian hubungan yang mungkin. Model ini juga dapat
menggunakan simbol-simbol, bedanya kalom model simbolik menggunakan data aktual
untuk mengestimasi hubungan diantara variabel kebijakan dan variabel hasil, sedang model
prosedural mengasumsikan (mensimulasi) hubungan yang demikian.
Dimensi akhir yang penting dari model kebijakan adalah hubungannya dengan asumsi
dari model-model tersebut. Terlepas dari tujuan dan cara menyatakannya, model dapat
dipandang sebagai model perwakilan (surrogate model) atau model perspektif. Model
perwakilan dianggap sebagai model pengganti dari masalah substantif, model ini didasarkan
asumsi bahwa masalah formal merupakan representasi yang valid dari masalah substantif.
Sebaliknya model perspektif dipandang sebagai salah satu cara yang mungkin untuk
menstrukturkan masalah, model ini didasarkan pada asumsi bahwa masalah formal tidak dapat
dianggap sebagai representasi yang valid dari masalah substantif secara keseluruhan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 21


Metode penstrukturan masalah
Ada beberapa metode dalam penstrukturan masalah sebagaimana terlihat dalam tabel
berikut :
1. Boundary analisys. Yaitu analisis yang dimaksudkan untuk mengestimasi batas-batas
metaproblem.
2. Classification analisys, yatu analisis dengan tujuan untuk mengelompokan konsep-konsep
3. Hierarchy analisys, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi masalah-
masalah/sebab-sebab yang mungkin dan dapat ditindak lanjuti.
4. Synectics, yaitu metode yang dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan-kesamaan masalah.
5. Brainstorming, yaitu anallisis yang bertujuan untuk membangkitkan ide-ide, tujuan dan
strategi.
6. Multiple perspective analisys, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk membangkitkan
kejelasan pandangan
7. Assumptional analisys, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk mensintesakan secara kreatif
asumsi-asumsi yang bertentangan.
8. Argumentation mapping, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk menilai asumsi-asumsi.
Analisis boundari menganggap masalah sudah tersetrukturkan, kemudian dikaji apakah
masalah tersebut telah lengkap, untuk itu ada tiga langkah yang perlu dilakukan dengan
menggunakan metode ini yaitu :
1. Penentuan sampel jenuh, yaitu mencari stakeholder untuk melihat masalah melalui tatap
muka atau telepon.
2. Pendalaman keterwakilan masalah, yaitu guna mendalami masalah dan representasi
alternatif dari masalah, hal ini dilakukan melalui wawancara dengan stakeholder, melalui
telepon atau berdasarkan usulan stakeholder.
3. Estimasi batas, yaitu memperkirakan batas dari metaproblem,dalam hal ini anales membuat
distribuís frekuensi tentang aspirasi stakeholder atas masalah yang diajukan, analisis ini
akan mengindara kesalahan memecahkan masalah yang salah
Analisis klasifikasi merupakan teknik untuk memperjelas konsep yang dipakai untuk
mendefinisikan dan mengklasifikasikan situasi masalah yang mengacu pada klasifikasi
pengalaman melalui penalaran induktif. Analisis klasifikasi didasarkan pada dua prosedur utama
yaitu pemecahan logis dan klasifikasi logis. Pemecahan logis dilakukan dengan cara memilih
dan memecah masalah kedalam bagian-bagiannya, sedangkan klasifikasi logis bersifat
sebaliknya. Meskipun tidak ada cara yang pasti untuk apakah sistem klasifikasi benar atau tidak,
namun beberapa aturan dapat membantu meyakinkan bahwa klasifikasi masalah relevan dengan
situasi masalah dan konsisten secara logika yaitu :
1. Relevansi substansi
2. Bersifat saling terpisah (exhaustiveness)
3. Ketidak bersamaan (disjointness), eksklusif timbal balik
4. Konsisten
5. Berbeda tegas secara hirarki
Disamping itu salah satu pendekatan yang paling berguna dalam analisis klasifikasi berfikir
himpunan, yakni berfikir yang melibatkan kajian hubungan antar himpunan satu dengan yang
lainnya
Analisis Hirarki, merupakan teknik untuk mengidentifikasi : 1) sebab-sebab situasi
masalah yang mungkin, yakni sebab atau situasi yang meskipun terpsah jauh namun memberi
kontribusi pada terjadinya suatu masalah; 2) sebab-sebab yang masuk akan, yaitu sebab-sebab
yeng mempengaruhi terjadinya suatu masalah berdasarkan riset ilmiah dan pengalaman
langsung; dan 3) sebab-sebab yang dapat ditindak lanjuti, yaitu sebab-sebab yang dapat
dikontrol ayau dimanipulasi oleh pembuat kebijakan. Sementara itu aturan untuk melaksanakan
analisis hirarki sama dengan analisis klasifikasi, perbedaannya adalah kalau dalam analisis
klasifikasi melibatkan pemecahan dan klasifikasi konsep secara umum, sedangkan dalam
analisis hirarki, analisis berusaha membangun/mengetahui konsep-konsep/sebab-sebab khusus
yang mungkin, masuk akal, dan dapat ditindak lanjuti
Sinektik adalam metode yang dirancang untuk mendorong kesadaran akan masalah-
masalah yang analog, untuk kemudian dikaji persamaan-persamaannya. Dalam prakteknya

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 22


analis dapat menghasilkan empat jenis analogi yaitu : 1) analogi personal; 2) analogi langsung;
3) analogi simbolik; dan 4) analogi fantasi. Metode ini mengandalkan pada analis secara
individu dan kelompok untuk membuat analogi yang tepat
Curah pendapat (brainstorming), adalah metode menumbuhkan ide, tujuan dan strategi
dalam mengidentifikasi dan menarik konsep-konsep dari situasi masalah, dengan metode ini
dapat didorong upaya untuk menemukan sejumlah saran mengenai pemecahan masalah yang
potensial. Metode curah pendapat melibatkan beberapa prosedur yaitu : 1) pembentukan
kelompok curah pendapat; 2) proses pemunculan dan evaluasi ide yang jelas; 3) suasana
kegiatan curah pendapat yang terbuka; dan 4) tahapan evaluasi ide yang dilakukan sesudah ide-
ide sebelumnya terhimpun. Metode inidapat dilakukan dengan dialog atau seminar-seminar. Alat
lain yang dapat dipakai dalam curah pendapat adalah penyusunan skenario yang
menggambarkan pokok-pokok kejadian masa depan secara hipotetis yang akan mendorong
penggunaan imaginasi yang konstruktif berkaitan kejadian di masa depan.
Analisis perspektif jamak, adalah metode untuk memperoleh pemahaman yang lebih
besar atas masalah dan pemecahan potensialdengan menerapkan secara sistematis perspektif
personal, organisasi dan teknis terhadap situasi masalah. Ciri utama dari metode ini adalah :
1. perspektif teknis, memandang masalah dan pemecahannya dalam bentuk model optimisasi
dan dengan menggunakan teori probabilitas, ekonometrik, dengan menekankan pada
berfikir kausalitas.
2. Perspektif organisasi, memandang masalah dan pemecahannya sebagai bagian suatu
kemajanyang teratur dari suatu keadaan organisasi ke keadaan yang lain.
3. Perspektif personal, memandang masalah dan pemecahannya dalam kerangkan persepsi,
nilai, dan kebutuhan individu, ciri utama cara ini adalah penekanannya pada intuisi,
kharisma, kepemimpinan, dan kepentingan pribadi sebagai faktor penentu kebijakan.
Analisis asumsi, adalah teknik yang yang mengarah pada sintesis kreatif atas asumsi-
asumsi yang bertentangan berkaitan dengan masalah kebijakan, analisis ini sering dipandang
sebagai metode penstrukturan masalah yang paling komprehensif karena dapat mencakup
prosedur yang dipergunakan metode/teknik lain dengan fokus baik kelompok, individu atau
keduanya. Metode ini dirancang untuk menghadapi masalah-masalah yang rumit, dimana
pembuat kebijakan, analis, dan stakeholder tidak sepakat mengenai bagaimana merumuskan
masalah,. Analisis asumsi perlu menggunakan prosedur dalam tahapan yang berurutan yaitu :
1. Identifikasi stakeholder
2. Memperjelas asumsi
3. Membandingkan asumsi
4. Mensintesiskan asumsi
Pemetaan Argumen, metode analisis asumsi erat kaitannya dengan masalah argumen
kebijakan. Tiap-tiap mode argumen kebijakan – otoritas, statistikal, analitis, intuitif, kritik nilai
– didasarkan pada asumsi yang berbeda. Pemetaan argumen pada dasarnya dimaksudkan untuk
menilai asumsi, dan salah satu tekniknya adalah dengan membuat grafik yang menggambarkan
kepentingan unsur-unsur argumen kebijakan, sehingga dapat tergambar mana asumsi yang kuat
dan masuk akal dan mana asumsi yang lemah.
Ringkasan Topik
Topik/bab ini memberikan suatu gambaran tentang hakekat masalah kebijakan, proses
penstrukturan masalah dan mengkaji hubungan antara model kebijakan dan model spesifik
penstrukturan masalah. Salah satu tantangan yang paling penting yang dihadapi analis masalah
adalah berupaya mengurangi atau memperkecil kemungkinan melakukan kesalahan tipe tiga
yaitu merumuskan masalah secara salah.
Penjelasan istilah dan konsep-konsep penting
1. Assumptional analisys. Adalah analisis yang bertujuan untuk mensintesiskan secara kreatif
berbagai asumsi yang bertentangan.
2. Boundary analisys. Yaitu analisis yang bertujuan untuk memperkirakan batas-batas
metaproblem
3. Descriptive model. Yaitu model kebijakan yang dimaksudkan untuk menjelaskan dan atau
memprediksi sebab dan skibat dari suatu pilihan kebijakan
4. Blaming the victim. Menyalahkan korban

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 23


5. Multiple perspective analisys. Yaitu analisis yang dimaksudkan untuk mendorong lahirnya
suatu pemahaman yang mendalam dengan menggunakan perspektif personal, organisasi dan
teknis
6. Normative model. Yaitu model kebijakan yang tidak hanya menjelaskan tapi juga
menyediakan aturan-aturan dan rekomendasi untuk mengoptimumkan pencapaian suatu
nilai
7. Perspective model. Adalah model yang didasarkan pada asumsi bahwa masalah formal tak
akan pernah menjadi representasi dari masalah substantif yang keseluruhannya bersifat
valid
8. Surrogate model. Adalah model yang menganggap/diasumsikan sebagai
representasi/substitusi dari masalah substantif
9. Hierarchy analisys. Yaitu teknik analisis untuk mengidentifikasi sebab-sebab yang
mungkin dari suatu situasi masalah.
10. Stakeholder analisys, yaitu analisis untuk memahami berbagai pandangan mereka yang
berkepentingan terhadap suatu kebijakan
11. Problem situation, yaitu situasi masalah
12. Procedural model, yaitu model yang menggambarkan hubungan dinamik antara variabel
yang diyakini menjadi ciri dari suatu masalah kebijakan
13. Teleological system, sistemyang bertujuan
14. Symbolic model, model yang menggunakan simbol-simbol matematika untuk
menggambarkan hubungan antara variabel-variabel kunci
15. Verbal model, adalah model pengekspresian yang menggunakan bahasa sehari-hari
16. Type III error, kesalahan yang terjadi akibat perumusan masalah yang keliru, sehingga
analis kebijakan bisa melakukan apa yang disebut memecahkan masalah yang salah
17. Synectics, adalah metode yang dirancang untuk mendorong kesadaran atas masalah-
masalah analogis
18. Brainstorming, curah pendapat
19. Classificational analisys, analisis yang dimaksudkan untuk mengelompokan konsep-konsep
Manfaat mempelajari analisis kebijakan
Dengan mempelajari analisis kebijakan, kita akan dapat mempelajari dan memahami
kebijakan publik dengan akurat, dan dengan mempelajari kebijakan publik, banyak hal yang
akan didapat yaitu : 1) we can describe public policy -- we can learn what government is doing
(and not doing) ini welfare, defence, education, civil right, health, energy, taxation, and so on;
2) we can inquiry about the causes, or determinants of public policy; 3) we can inquiry about
the consequences, or impact of public policy (Thomas R Dye. 1987 : 5-6). Dengan demikian
nampak bahwa analisis kebijakan amat penting dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara. Analisis kebijakan merupakan suatu metode yang dapat dipergunakan untuk
membantu menentukan pilihan-pilihan yang tepat atas suatu atau serangkaian tindakan yang
akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Menurut Duncan MacRae (1985 : 5) policy
analisys is the use of reason and evidence to make the best policy choice , ini berarti bahwa
dalam melakukan analisis kebijakan seorang analis perlu berhati-hati dalam mengamati situasi
masalah yang akan dijadikan objek suatu kebijakan agar terhindar dari kesalahan pemilihan
kebijakan dengan dasar perumusan masalah yang keliru. Untuk itu langkah penstrukturan
masalah menjadi sangat penting, kekeliruan dan ketidak cermatan dalam langkah ini akan sangat
fatal akibatnya bagi pemecahan masalah dan pilihan kebijakan. Menurut Duncan (1985 : 17)
analisis kebijakan dimulai dengan pernyataan yang jelas tentang masalah yang akan dianalisis,
meskipun diakui bahwa banyak terjadi perbedaan-perbedaan pandangan atas suatu masalah. Di
tempat lain Duncan MacRae (1985 : 35) menyatakan bahwa Policy analysis begin with a
defintion of the problem you wish to analyze. Your choice of this definition is often of vital
importance. If you hastily or unthinkingly accept someone else’s definition of the problem, you
may omit important alternatives or neglect the perspective of major participant. We thus ask
you to distinguish between the problem situation, as you find it, and the analyst’s problem, the
view of the problem that you choose
Dengan memperhatikan pendapat di atas nampak bahwa masalah kebijakan cenderung
bersifat subjektif dalam arti tergantung pada bagaimana analis melihat situasi masalah dan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 24


merumuskan masalahnya, namun demikian analis mesti memperhatikan bagaimana pihak lain
melihat dan mendefinisikan masalah,sebagai bahan untuk mencoba mengkombinasikannya,
meskipun tidak mungkin dapat mengakomodasi semuanya. Dengan mengingat kondisi yang
demikian maka penstrukturan masalah menjadi semakin penting untuk dilakukan secara cermat
untuk menghindari kekeliruan tipe ketiga. penstrukturan masalah kebijakan yang dikemukakan
oleh Dunn akan sangat bermanfaat dalam melihat berbagai kebijakan di Indonesia baik dalam
bidang pendidikan maupun yang lainnya, namun konteks khas Indonesia nampaknya akan
memberi warna lain dalam pelaksanaannya. Kultur Indonesia yang cenderung melihat masalah
secara kelabu, dalam arti kurang tegas akan cukup menyulitkan dalam upaya mendefinisikan
masalah-masalah kebijakan, seperti dalam hal kebijakan pembebasan biaya Sekolah pada
Pendidikan Dasar.
Kebijakan tersebut nampaknya cukup rumit, jika melihat masalahnya. Apakah itu
kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan ataukah kebijakan ekonomi untuk menaikan harga
BBM. Keadaan ini nampaknya perlu diperjelas dengan melihat isu kebijakan yang berkembang.
Pada tahap awal masalah utama yang dihadapi adalah meroketnya harga minyak dunia yang
berakibat pada membengkaknya subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah, dan bukan
berkaitan dengan ketidakmampuan masyarakat secara umum membiayai pendidikan dasar.
Dalam kondisi ini sejauh pengamatan kami kecenderungan perbincangan adalah perlunya
mengurangi subsidi, sementara naiknya harga bahan bakar dunia malah justru makin
memperbesar subsidi. Cara termudah dalam pandangan pemerintah adalah menaikan harga
BBM, namun resikonya akan cukup besar dalam bentuk protes masyarakat luas, oleh karena itu
kemudian digulirkan kebijakan lainnya yaitu pembebasan biaya pendidikan dasar serta
pembirian subsidi langsung pada masyarakat miskin dengan harapan reaksi masyarakat akan
dapat mereda. Dalam kaitannya dengan pembebasan biaya pendidikan dasar, penulis
berpandangan bahwa kebijakan ini kurang mengacu pada kenyataan, mengingat beberapa
penelitian menunjukan bahwa kemampuan masyarakat membiayai pendidikan dasar berada di
atas beban biaya yang harus dibayar masyarakat, ditambah lagi bahwa pembebasan biaya
pendidikan cenderung menyamaratakan kemampuan ekonomi masyarakat yang anaknya
mengikuti pendidikan dasar. Kondisi yang demikian jelas akan mempersulit dalam
menentukan masalah dasar kebijakan apakah masalah ekonomi atau masalah pendidikan,oleh
karena itu reaksi masyarakat yang berkembang nampaknya lebih melihat pada dampak ekonomi,
bahkan menjadi semakin bersifat politis, semua ini dalam pandangan kami adalah ketidak
tepatan dalam penstrukturan masalah pada awal kebijakan mau diambil, atau memang hal ini
disengaja untuk menjadikan masalah terlihat kabur, dengan kekaburan masalah banyak yang
diuntungkan dan sekaligus juga banyak yang dirugikan.
Pendekatan terhadap masalah pendidikan
Sejak dasawarsa 1970-an, masalah pemberian kesempatan pendidikan mulai dari Sekolah
Dasar sampai Perguruan Tinggi telah mendapat perhatian yang sangat intens dari pemerintah
melalui upaya-upaya perluasan kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Hal
ini seiring dengan makin berkembangnya pemikiran bahwa pendidikan merupakan faktor yang
sangat penting dalam pembangunan bangsa. Dalam pemahaman teori Human Capital yang
dipelopori oleh Theodore W. Schultz, manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana
bentuk kapital-kapital lainnya yang sangat menentukan bagi pertumbuhan produktivitas suatu
bangsa. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi Sumber daya manusia, dengan
pendidikan seseorang dapat memperluas pilihan-pilihan bagi kehidupannya baik dalam profesi,
pekerjaan, maupun dalam kegiatan-kegiatan lainnya guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Keadaan tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa negara-negara maju umumnya
adalah negara-negara yang tingkat pendidikan masyarakatnya cukup memadai, sehingga makin
mendorong negara-negara berkembang untuk mengikutinya melalui berbagai kebijakan
peningkatan tingkat pendidikan masyarakat. Pendekatan teori human capital merupakan salah satu
pendekatan (terutama dalam penelitian pendidikan) di samping dua pendekatan lain yaitu teori
fungsionalisme dan teori empirisme. Teori fungsionalisme yang dipelopori oleh Burton Clark,
menekankan pada preservation of human resources atau pemeliharaan sumber daya manusia,
dimana dalam upaya tersebut perhatian pada perubahan teknologi sangat menonjol sehingga
diperlukan pengembangan sistem pendidikan dan pemilihan program-program pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 25


disamping perlunya upaya perluasan pendidikan yang lebih merata dalam konteks interaksi antara
lembaga pendidikan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat termasuk perkembangan
teknologi yang terjadi dengan cepat.
Sementara itu pendekatan teori empirisme menekankan pada perlunya diagnosis terhadap
masalah pemerataan pendidikan dengan mengkombinasikan antara metodologi dan substansi
(Methodological empiricism). Pendekatan dengan mengacu pada teori ini telah banyak melahirkan
hasil-hasil penelitian yang penting. Menurut pemahaman teori ini terjadinya ketidakmerataan
kesempatan pendidikan merupakan hasil dari perselisihan antara kelas-kelas sosial yang berbeda
kepentingan, kelas-kelas sosial yang dianggap elit lebih suka mempertahankan status quo,
sementara kelas-kelas populis terus berjuang guna mendapatkan kesempatan memperoleh
pendidikan. Lebih jauh diungkap bahwa penelitian mengenai pemerataan pendidikan telah
berkembang dalam dua arah yang berlainan (Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar, 1993 : 26) yaitu :
Pertama, penelitian pendidikan yang bersifat empiris dan kuantitatif telah menyerap sejumlah
besar dana dan daya, hasil-hasilnya diarahkan untuk melakukan analisis terhadap peranan
pendidikan dalam mengurangi atau mempertahankan struktur pemerataan pendidikan. Jenis
penelitian ini lahir bersamaan dengan meluasnya faham egalitarianisme secara berkelanjutan
dalam bidang pendidikan. Kedua, berkembangnya penelitian-penelitian terapan (Action research)
pada bidang pendidikan dalam bentuk quasi-experiment.
Dari ketiga pendekatan tersebut, terlihat adanya perbedaan orientasi dalam melihaat
masalah pendidikan, namun satu hal yang cukup menonjol adalah berkaitan dengan pentingnya
pendidikan bagi kehidupan manusia yang berimplikasi pada perlunya upaya pemerataan
pendidikan baik itu sebagai modal/investasi manusia, sebagai pemeliharaan terhadap sumber daya
manusia, maupun sebagai aktivitas yang dialami sehari-hari yang terus menerus beninteraksi
dengan lingkungan baik sosiologis, ekonomis, maupun lingkungan teknologis. Semua implikasi ini
memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari pembuat kebijakan guna menciptakan situasi
yang kondusif bagi warga masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi lebih aktif dan
bertanggungjawab dalam upaya untuk membangun pendidikan yang lebih berkualitas serta dalam
konteks pendidikan yang lebih luas.
PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM
Pentingnya Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN. 2003, pasal 1,
ayat 1). Pengertian tersebut menunjukan bahwa pendidikan berupaya menyiapkan peserta didik
agar memiliki kompetensi-kompetensi yang bermanfaat bagi kehidupan melalui penciptaan
suasana belajar dan proses pembelajaran. Kompetensi-kompetensi yang ingin diwujudkan melalui
pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, tingkat persaingan antar
individu dan antar bangsa menjadikan kompetensi sumberdaya manusia menjadi faktor yang
semakin menentukan dalam situasi kehidupan masyarakat global dewasa ini. Pendidikan
merupakan usaha memberikan pelayanan bagi setiap warganya dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, hal ini berarti bahwa pendidikan merupakan investasi karena
penyelenggaraannya memerlukan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu lembaga penyelenggara
pendidikan harus memikirkan efisiensi dan efektivitas dalam pencapaian tujuan pendidikan. Untuk
itu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan menjadi suatu yang sangat diperlukan agar
output dari suatu proses pendidikan dapat benar-benar mampu mengahadapi kehidupan nyata di
masyarakat. Dalam hubungan ini, Lembaga pendidikan Sekolah dituntut untuk mampu
memelihara dan meningkatkan proses pendidikan secara efektif dan efisien serta dapat terus
memperbaiki kualitas lulusannya agar mampu berperan dalam membangun masyarakat.
Peran Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan
Dengan mengingat pentingnya pendidikan bagi kehidupan masyarakat, maka diperlukan
upaya-upaya untuk menyelenggarakan pendidikan secara baik, tertata dan sistimatis sehingga
proses yang terjadi di dalamnya dapat menjadi suatu sumbangan besar bagi peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat, dalam hubungan ini Sekolah sebagai suatu institusi yang melaksanakan
proses pendidikan dalam tataran mikro menempati posisi penting, karena di lembaga inilah setiap

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 26


anggota masyarakat dapat mengikuti proses pendidikan dengan tujuan mempersiapkan mereka
dengan berbagai ilmu dan keterampilan agar lebih mampu berperan dalam kehidupan
masyarakat. Kedudukan sekolah yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat pada dasarnya
tidak terlepas dari fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan bagi masyarakat yang sangat
penting dan menentukan dalam perkembangan masyarakat, adapun fungsi-fungsi sekolah adalah
(Morris. et al. 1962:113):
 School give opportunity for self-developement and social mobility
 School develop the individual’s competence as a worker, citizen, and parent
 School contribute to the economic growth of a society
 School help to solve pressing social problem
fungsi-fungsi tersebut, sebagai pemikiran yang diungkap lebih dari empat puluh tahun lalu,
nampaknya, nampaknya perlu diperluas mengingat perkembangan jaman yang sangat cepat serta
kompleksitas masalah yang makin lebar, dalam hubungan ini pernyataan McLeod (1995) patut
diperhatikan
“Principals and teachers are striving to reform the teaching and learning environment to guide
students into becoming critical thinkers and lifelong learners. In the 21st century, an educated
person will be one who can find, analyze, and apply information, rather than one who has learned
a lot of material. Schools are finding new ways to assist students in thinking deeply about a
subject, in communicating their ideas cogently in speech and writing, in working collaboratively
with the teacher and fellow students, and in using their knowledge to solve real-world problems”
(http://www.cepm.uoregon.edu/ publications/ index. html)
Sekolah dewasa ini perlu terus memikirkan posisinya kembali dalam masyarakat, peubahan yang
terjadi juga telah menyebabkan tuntutan akan pendidikan terus meningkat, mendidik anak/siswa di
sekolah bukan suatu fase yang terputus, tapi harus merupakan kontribusi dinamis bagi
perkembangannya menjadi manusia pembelajar. Sekolah tidak hanya mengajari anak dengan
menambah penguasaan materi pelajaran saja, tapi juga perlu membina mereka menjadi pemikir
yang dalam dan mampu menganalisa serta menerapkan pengetahuannya dalam memecahkan
masalah-masalah nyata kehidupan, disamping itu kemampuan siswa bekerja secara kolaboratif
perlu terus dikembangkan, mengingat perkembangan sekarang telah mengarah pada makin
perlunya networking dalam kehidupan masyarakat, semua ini akibat dari globalisasi.
Sekolah sebagai suatu Sistem sosial
Sebagai suatu sistem, Sekolah terdiri dari bagian-bagian yang berinteraksi dan bersinergi
dalam menjalankan peran dan fungsinya guna mencapai tujuan-tujuan Pendidikan, sehingga dapat
meningkatkan efektivitas pencapaiannya, menurut Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel, (2001:23)
unsur-unsur kunci dari suatu sistem sosial sekolah sebagai organisasi formal adalah Struktur,
Individu, Budaya, dan politik. Unsur-unsur tersebut berinteraksi dalam suatu proses tranformasi
input menjadi output dalam suatu lingkungan tertentu, bila digambarkan nampak sebagai berikut :
Environment

Transformation Process
Inputs Structural System Outputs
Environmental
constraint (Bureaucratic expectation) Achievement
Human and
Capital Job satisfaction
Resources Learning Teaching
Absenteeism
Mission and Cultural System Political System
Board policy Drop-out rate
Materials and (ared Orientation) (Power Relation) Overall quality
methods
Learning Teaching
Equipment

Individual system

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 27


(Cognition and Motivation)
Discrepancy between
actual and expected
performance

Gambar Model sistem sosial Sekolah


Gambar di atas secara sederhana dapat dijelaskan bahwa sebagai suatu sistem sosial organisasi
sekolah merupakan organisasi yang berfungsi melakukan transformasi input menjadi output.
Dalam proses tersebut terdapat faktor yang saling berpengaruh yaitu faktor struktur, faktor
individu, faktor politik, serta faktor budaya. Dengan demikian dalam melihat suatu organisasi
sekolah nampaknya diperlukan cara pikir sistemik mengingat masing-masing subsistem di
dalamnya pmempunyai pengaruh pada proses transformasi yang terjadi, dan proses ini akan
menentukan kualitas output yang dihasilkan sekolah.
Visi dan Misi Pendidikan Nasional
Dalam Renstra Depdiknas 2005-2009, dengan mengacu pada UU Sisdiknas No 20
tahun 2003 pasal 3, dinyatakan bahwa visi pendidikan nasional adalah
“terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga negara indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah”
sejalan dengan visi tersebut Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan Insan
Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Peripurna). Cerdas dalam makna yang
komprehensif mencakup cerdas spiritual (olah hati), cerdas emosional dan sosial (olah rasa),
cerdas intelektual (olah fikir), dan cerdas kinestetis (olah raga), dengan kecerdasan tersebut
diharapkan insan Indonesia mampu bersaing (kompetitif) dalam menghadapi persaingan
global.
Dengan demikian Pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan yang multi dimensi,
dimensi religius, dimensi sosial, dimensi budaya, dimensi ekonomi, sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman yang makin menunjukan perkembangan ke arah Knowledge based
society, dan dalam konteks ini, pendidikan harus menjadi dasar untuk mentransformasikan
masyarakat melalui penekanan peran pendidikan sebagai penggerak perubahan masyarakat ke
arah kemajuan.
Sementara itu Misi Pendidikan Nasional dalam Renstra Depdiknas, dengan mengacu
pada Undang-Undang Sisdiknas no 20 tahun 2003, dirumuskan sebagai berikut :
A. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
B. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia
dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
C. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral.
D. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global; dan
E. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
prinsip otonomi dalam konteks negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selaras dengan misi tersebut untuh tahun 2005-2009, Depdiknas menetapkan misinya yaitu
”Mewujudkan Pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia cerdas komprehensif dan
kompetitif dengan melaksanakan misi Pendidikan Nasional. Visi dan misi sebagaimana
diungkapkan di atas, nampaknya sangat berat untuk diwujudkan, namun bukan tidak mungkin,
asal ada komitmen bersama untuk mewujudkannya.
Pilar-pilar Pendidikan
Perkembangan belakang ini dalam bidang pendidikan nampaknya mengacu pada empat
pilar pendidikan UNESCO (1999) yaitu learning to know, learning to do, learning to live
together, dan learning to be. Keempat pilar tersebut nampaknya perlu dilihat sebagai suatu upaya
memahami pendidikan secara komprehensif yakni pendidikan sepanjang hayat (Life-long

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 28


Education), dimana keempat pilar tersebut merupakan fondasinya. Sementara itu dalam konteks
Indonesia Pilar-pilar/sendi-sendi Pendidikan ditambah/diperluas dengan memasukan dimensi
spiritual keagamaan, sebagaimana terdapat dalam Panduan KTSP pendidikan Dasar dan Menengah
(2006:3) yaitu :
A. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
B. Belajar untuk memahami dan menghayati
C. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif
D. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
E. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan
Penambahan aspek keimanan dan ketakwaan mengindikasikan bahwa Pendidikan di
Indonesia harus menjadi bagian dari upaya membangun, meningkatkan, dan memperbaiki manusia
agar lebih berkualitas dalam prilaku kehidupannya dengan dasar nilai agama, dan ini sudah tentu
tidak hanya berkaitan dengan ada-tidanya pendidikan agama pada lembaga pendidikan formal,
namun juga berkaitan dengan seluruh sejarah dan masa depan kehidupan manusia dalam perannya
sebagai makhluk Tuhan dan warga masyarakat. Oleh karena itulah, maka pendidikan di Indonesia
juga mempunyai prinsip pendidikan Sepanjang hayat (life-long education), meskipun perlu juga
difikirkan untuk menarik lebih jauh awal pendidikan tidak hanya sejak usia dini/Bayi, tapi juga
sejak dalam kandungan (suatu keyakinan sebagai konsekwensi keimanan pada Tuhan, dalam hal
ini menurut Ajaran Islam)
Semua itu berarti bahwa prinsip Pendidikan sepanjang hayat dengan lima pilar/sendi
tersebut jelas menuntut suatu sistem pendidikan yang komprehensif dan integral dalam suatu
sistem sosial budaya masyarakat, segmentasi lingkungan/jalur pendidikan harus dipandang sebagai
sub sistem yang bergerak dalam suatu proses pendidikan suatu bangsa secara keseluruhan. Namun
demikian upaya ke arah itu nampaknya masih perlu terus diperjuangkan, apalagi bila melihat
kondisi pendidikan yang terjadi dewasa ini, khususnya di Indonesia, dimana lingkungan
pendidikan formal lebih mendapat perhatian dan penataan, padahal pilar pendidikan tidak/kurang
dapat dipenuhi oleh pendidikan formal tersebut. Hal ini sebenarnya terjadi juga di banyak negara
sebagaimana diungkapkan dalam laporan pada UNESCO, dimana komisi Internasional tentang
Pendidikan untuk abad ke 21 (LEARNING, THE TREASURE WITHIN, Report to UNESCO of the
International Commission on Education for the Twenty-first Century,1996) mengakui bahwa
bahwa pendidikan formal/sekolah lebih banyak berfokus pada learning to know dan learning to
do, sebagaimana terlihat dari pernyataan berikut: “Namun, secara tradisional, pendidikan sekolah
(formal) terutama, jika tidak seluruhnya, berfokus pada belajar mengetahui dan sampai taraf
tertentu, belajar berbuat. Sendi yang dua lagi untuk sebagian besar diserahkan pada nasib, atau
dianggap sebagai produk alamiah dari sendi yang dua ini” (Belajar, Harta Karun di dalamnya,
1999:63). Pernyataan di atas menunjukan bahwa terjadi suatu kepincangan/ketidak-seimbangan
dalam melihat pendidikan, kecenderungan pendidikan formal/sekolah yang lebih menitik beratkan
pada learning to know dan learning to do jelas merupakan masalah serius yang perlu mendapat
perhatian, hal ini tidak lain karena pendidikan di Indonesia berupaya untuk mewujudkan manusia
utuh dalam seluruh dimensinya, baik dimensi nilai keagamaan maupun dimensi praktis lainnya,
sehingga diperlukan sudut pandang yang komprehensif dan terpadu dalam melihat pendidikan,
oleh karena itu dalam upaya untuk lebih melihat pendidikan dengan sudut pandang yang demikian,
diperlukan pemahaman tentang jalur/lingkungan Pendidikan untuk dapat memposisikannya
dengan tepat.
Jalur Pendidikan
Di dalam Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa
jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan pendidikan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya. Ketentuan ini mengindikasikan bahwa tiga jalur pendidikan
merupakan suatu yang terintegrasi dalam konteks sistem pendidikan nasional apakah sifatnya
saling melengkapi ataupun memperkaya, yang jelas pengakuan akan ketiga jalur tersebut dalam
sisdiknas, tentu akan dan harus membawa pada implikasi-implikasi pada kebijakan pendidikan
nasional. Namun demikian perhatian pemerintah akan jalur pendidikan di luar Sekolah,
nampaknya masih kurang apabila dilihat dari sudut penataannya, dalam arti regulasi baik dalam
pengembangan, penataan maupun dalam pedanaan, terlebih lagi untuk pendidikan informal. Hal

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 29


ini tentu saja cukup memprihatinkan mengingat semua manusia pada dasarnya pasti pernah
menjalani pendidikan informal, dan mereka inilah sebenarnya yang kemudian mengikuti
pendidikan formal maupun nonformal. Dalam hubungan ini, nampaknya diperlukan suatu
pemahaman akan jalur pendidikan ini guna dapat memposisikannya dengan tepat dalam konteks
pendidikan nasional
a. Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang kelembagaannya mengacu pada persekolahan
(schooling) dari mulai Sekolah Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, oleh karena itu
umumnya pendidikan formal diidentikan dengan sekolah. Dalam Undang-undang Sisdiknas no
20/2003, tidak terdapat pengertian yang tegas tentang pendidikan formal, yang ada hanya
perincian kelembagaan yang masuk pendidikan formal seperti terlihat dalam Bab VI, sementara itu
pengertian Pendidikan formal tercantum dalam PP no 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pasal 1 ayat 2 juga lebih menonjolkan pada jenjang kelembagaannya, dimana
Pendidikan formal diartikan sebagai “Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”. Menurut Coombs
(Soelaiman Joesoef dan Slamet Santosa, 1981:15) pendidikan formal adalah pendidikan “yang
dikenal dengan pendidikan sekolah, yang teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat yang
jelas dan ketat”, Sementara itu, International Council for Educational Development
(Sudjana,1983:10) mengartikan pendidikan formal sebagai berikut : “sistem pendidikan yang
strukturnya bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas dan
yang setaraf dengannya, termasuk kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum,
bermacam program spesialisasi dan latihan-latihan teknik serta latihan profesional yang
dilaksanakan dalamwaktu yang terus menerus”
Dari beberapa pengertian di atas, nampak bahwa satu hal yang penting adalah bahwa
pendidikan formal berkaitan dengan lembaga sekolah dengan karakteristiknya, baik struktur
maupun penjenjangannya, oleh karena itu pemahaman tentang sekolah (persekolahan) dapat
menjadi hal paling penting untuk lebih memahami pendidikan formal.
Dalam kaitannya dengan pengertian Sekolah, Engkoswara (2002:55) memberikan definisi
sebagai berikut : “Sekolah adalah lembaga pendidikan yang diselenggarakan dalam waktu yang
sangat teratur, program yang sangat kaya dan sistematik, dilakukan oleh tenaga kependidikan
yang profesional dalam bidangnya dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai”.
Pengertian di atas menunjukan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang penuh
keteraturan dengan sistem yang jelas serta adanya diferensiasi peran dengan berbagai fasilitas yang
disediakan untuk aktivitasnya serta dapat diselenggarakan baik oleh Pemerintah maupun
Masyarakat.
Adapun karakteristik pendidikan formal/sekolah, dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Karakteristik Pendidikan formal/persekolahan
NO SIFAT KETERANGAN
1. Institusi  Terstruktur
 berjenjang
2. Fungsi pengembangan  Afektif
(perolehan)  Kognitif
 psikomotor
3. Jenjang  Pendidikan Dasar
 Pendidikan Menengah
 Pendidikan Tinggi
4. Satuan Pendidikan  SD
(kelembagaan)  SMP/MTs
 SMA/MA
 SMK/MAK
 Akademi
 Politeknik
 Sekolah Tinggi
 Institut

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 30


NO SIFAT KETERANGAN
 universitas
5. Penyelenggara  Pemerintah
 Pemerintah Daerah, dan/atau
 Masyarakat
6. Peserta didik  Usia tertentu
7. keberlangsungan  Dalam waktu tertentu
b. Pendidikan nonformal
Dalam PP no 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 3 juga dalam UU
no 20/2003 pasal 1 ayat 12, pengertian pendidikan nonformal lebih menonjolkan pada
jenjang/jenis kelembagaannya, dimana Pendidikan formal diartikan sebagai “Jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”. Pengertian
ini nampaknya belum secara jelas menggambarkan tentang hakekat pendidikan non-formal,
meskipun secara tersirat dapat tergambar dari pembedaannya dengan pendidikan formal, yakni
kalau pendidikan formal harus terstruktur dan berjenjang sedang pendidikan nonformal struktur
dan jenjang lebih bersifat optional.
Menurut Coombs (Soelaiman Joesoef dan Slamet Santosa, 1981:15) pendidikan
nonformal adalah pendidikan “yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti
peraturan-peraturan yang tetap dan ketat”. sedangkan, International Council for Educational
Development (Sudjana,1983:10) mengartikan pendidikan nonformal sebagai berikut :
“setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem persekolahan yang mapan - apakah
dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian penting dari kegiatan yang lebih luas dilakukan
secara sengaja untuk melayani anak didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya”
Pengertian di atas, nampak sejalan dengan pengertian pendidikan nonformal dalam UU
no 20/2003 dan PP 19/2005, hanya saja pengertian ICED memandang keterorganisiran sebagai
ciri, sementara dalam UU no 20/2003 dan PP 19/2005, keterorganisiran (dalam arti terstruktur dan
berjenjang) sebagai sesuatu yang “dapat”, sehingga bisa saja dilakukan dalam bentuk yang tidak
demikian”. Lebih jauh, dari Undang-undang Sisdiknas pasal 26 dapat tergambar makna
pendidikan nonformal dengan melihat karakteristiknya yang penulis susun dalam bentuk tabel
berikut ini, dengan mengacu pada pasal 26 ayat 1 sampai dengan ayat 7:
Tabel 2. Karakteristik Pendidikan nonformal
NO SIFAT KETERANGAN
1. Fungsi  Pengganti Pendidikan Formal
institusional  Penambah Pendidikan Formal
 Pelengkap Pendidikan Formal
2. Fungsi pengembangan  Penguasaan pengetahuan
(Perolehan)  Keterampilan fungsional
 Sikap dan kepribadian profesional
3. Cakupan Pendidikan  Kecakapan hidup
 Pendidikan anak usia dini (PAUD)
 Kepemudaan
 Pemberdayaan perempuan
 Keaksaraan
 Keterampilan dan pelatihan kerja
 Kesetaraan
 Pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik
4. Satuan Pendidikan  Lembaga kursus
(kelembagaan)  Lembaga pelatihan
 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
 Majlis Taklim
 Satuan Pendidikan sejenis
5. Peserta didik Tak dibatasi usia, yang memerlukan :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 31


NO SIFAT KETERANGAN
 Pengetahuan
 Keterampilan
 Kecakapan hidup
 Sikap pengembangan diri
 Pengembangan profesi
 Bekerja
 Usaha mandiri, dan/atau
 Melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi
6. keberlangsungan  Dalam waktu tertentu
7. kesetaraan  Dihargai setara dengan pendidikan formal melalui
proses penilaian penyetaraan

c. Pendidikan informal
Di dalam PP 19/2005 tidak terdapat pengertian pendidikan informal dalam ketentuan
umumnya seperti halnya pendidikan formal dan nonformal, hal ini tidak lain karena PP tersebut
hanya berkaitan dengan standar nasional Pendidikan formal dan nonformal, dan tak satupun fasal
yang berbicara tentang standar untuk pendidikan informal, Sementara itu dalam UU no 20 tahun
2003 pasal 1 ayat 13, pendidikan informal diartikan sebagai “jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan”, pengertian ini amat ringkas dan tidak memberi gambaran tentang apa dan bagaimana
pendidikan informal itu, oleh karena itu untuk lebih jauh mendapat pemahaman tentang
pendidikan informal, pendapat pakar perlu dan dapat memperluas pemahaman berkaitan dengan
pendidikan informal.
Menurut Coombs (Soelaiman Joesoef dan Slamet Santosa, 1981:14) pendidikan informal
adalah pendidikan “yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau
tidak sadar, sejak seorang lahir sampai mati, di dalam keluarga, dalam pekerjaan atau pergaulan
sehari-hari”, sementara itu, International Council for Educational Development/ICED dalam
(Sudjana, 1983:10) mengartikan pendidikan informal sebagai berikut :
“proses yang berlangsung sepanjang hayat yang dengannya tiap-tiap orang memperoleh
nilai, sikap, keterampilan dan pengetahuan yang berasal dari pengalaman hidup sehari-
hari dan dari pengaruh-pengaruh dan sumber-sumber pendidikan di dalam lingkungan
hidupnya - dari keluarga dan tetangga, pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan dan
media masa”
Kedua pengertian di atas dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang pendidikan
informal, yakni suatu pendidikan yang terjadi selama manusia hidup yang dapat berakibat pada
perubahan manusia dalam berbagai kapasitas individu dalam konteks kehidupan masyarakat.
Adapun karakteristik pendidikan informal adalah sebagai berikut : (mengacu pada UU no 20
tahun 2003 pasal 27 ayat 1 sampai 3, serta pendapat pakar pendidikan)
Tabel 3. Karakteristik Pendidikan informal
NO SIFAT KETERANGAN
1. Pelaku  Keluarga
Pendidikan  Lingkungan yang berbentuk Kegiatan Belajar
(Kelembagaan) Mandiri
2. Fungsi pengembangan Dari pengalaman dalam bentuk :
(perolehan)  Nilai
 Sikap
 Pengetahuan
 Psikomotor/keterampilan
3. Peserta  Semua usia
4. keberlangsungan  Sepanjang hayat
5. Kesetaraan  Diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah lulus ujian sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan
Interaksi Jalur Pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 32


Dalam prakteknya, jalur-jalur pendidikan sebagai mana dikemukakan di atas, dilihat
dari sudut masyarakat terjadi secara bersamaan, sedangkan secara individual seseorang bisa
mengalai pedidikan pada tiga jalur atau dua jalur secara bersamaan dan kalau seseorang hanya
menjalani satu jalur pendidikan, pastilah itu pendidikan informal, karena semua orang hidup
dalam suatu keluarga dan atau suatu lingkungan yang di dalamnya terjadi peristiwa
pendidikan yaitu pendidikan informal.
Dengan demikian, nampak bahwa ketiga jalur pendidika tersebut akan saling
mempengaruhi, karena proses dan atau peristiwa pendidikan dalam satu jalur akan menjadi bagian
yang terbawa oleh individu apabila mengikuti jalur pendidikan lainnya, meskipun dengan
intensitas yang berbeda-beda untuk tiap individu, kesaling pengaruhan tersebut dapat digambakan
sebagai berikut :
Gambar Interaksi Jalur Pendidikan

Pendidikan Pendidikan
informal formal

Pendidikan
nonformal

Dari gambar di atas, nampak bahwa ketiga jalur pendidikan tersebut bersifat saling
mempengaruhi, pendidikan informal berpengaruh pada pendidikan formal dan non formal melalui
kualitas peserta didik dengan berbagai kompetensi yang diperolehnya dalam lingkungan keluarga
seperti nilai-nilai yang telah tertanam serta sikap dan prilaku sebagai makhluk sosial, sementara itu
pendidikan informal menerima pengaruh dari pendidikan formal dan non formal berupa
penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dapat meningkatkan dan memperkaya pendidikan
informal baik bagi peserta didiknya, maupun bagi pendidikan informal selanjutnya. Namun
demikian dalam kajian pendidikan interaksi tersebut lebih ditekankan pada Pendidikan
formal/sekolah sebagai basis utama, sehingga sering pendidikan di luar sekolah disederhanakan
menjadi lingkungan (Children’s background) seperti terlihat dalam tulisan Allan Thomas dalam
bukunya The Productive School (1971) ketika menguraikan The Psychologist’s Production
Function dalam pendidikan sekolah.
Meskipun kesaling pengaruhan tersebut seakan menggambarkan jalur/lingkungan yang
terpisah, namun sebenarnya seluruh sistem dan proses interaksinya pada dasarnya berada dalam
suatu lingkup konteks budaya tertentu, sehingga bagaimana kualitas dan penataan, serta peristiwa
pendidikan pada jalur-jalur tersebut dalam banyak hal merupakan suatu cerminan budaya yang
berlaku, sebab pendidikan tidak dapat terlepas dari kebudayaan sebagaimana diungkapkan Tilaar
(2004) bahwa Pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan hidup manusia di dalam segala aspeknya
yaitu politik, ekonomi, hukum, dan kebudayaan, dan bahwa antara pendidikan dan kebudayaan
terdapat hubungan yang erat. Tidak ada kebudayaan tanpa pendidikan dan begitu pula tidak ada
praksis pendidikan di dalam vacuum, tetapi selalu berada dalam lingkup kebudayaan yang
konkret, ini berarti bahwa pendidikan dipengaruhi oleh budaya, dan perkembangan budaya juga
akan sangat tergantung pada pendidikan, dalam hal ini pendidikan dapat menjadi alat untuk
mengembangkan budaya, sebab pendidikan tidak hanya mempunyai fungsi konservasi tapi juga
dapat berperan sebagai agen perubahan (agent of change). Untuk itu pemisahan secara ketat tanpa
melihat kesatuannya akan berakibat pada penyempitan makna pendidikan.
Kepemimpinan Pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 33


Pengertian Kekuasaan dan Pengaruh
Menurut Max Weber “power as the probability that one actor within a social
relationship will be in a position to carry out his own will despite resistance (Fred Luthans,
2002 : 433), dalam arti luas kuasa sebagai kemungkinan yang seorang aktor dalam suatu
hubungan sosial yang sanggup untuk menyelesaikan kehendaknya di samping perlawanannya,
sementara itu Luthan (2002 : 434) mendefinisikan power “as the ability to get an individual or
group to do something – to get the person or group to change in some way”, sedangkan Sweeney
dan McFarlin (2002; 210), menyatakan bahwa “power refer to the leader's potential capacity to
influence other” yang maknanya kekuasaan merujuk pada kapasitas potensi para pemimpin
untuk mempengaruhi pihak lain. Disamping itu terdapat pakar lain yang memberikan pengertian
tentang power sebagaimana akan dikemukakan berikut ini :
Power. The ability to get someone else to do something you want done; the ability to
make things happen the way you want” (Schermerhorn, 1984 : G-10)
“Kuasa (power) adalah kemampuan mempengaruhi orang lain dan peristiwa. Kuasa
adalah saham pemimpin dalam perdagangan pengaruh, cara pemimpin meluaskan
pengaruhnya kepada orang lain” (Davis dan Newstrom, 1985 : 157)
“Kekuasaan mengacu pada suatu kapasitas yang dimiliki A untuk mempengaruhi
prilaku B, sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini menyiratkan
suatu potensi yang tidak perlu diaktualkan agar menjadi efektif, dan suatu hubungan
ketergantungan” ( Srephen P. Robbins, 2001 : 93)
“kekuasaan, secara sederhana adalah kemampuan untuk membuat orang lain melakukan
apa yang diinginkan oleh pihak lainnya” (Gibson et.al, 1996 : 480)
dari pengertian di atas nampak bahwa pengaruh (membuat orang lain melakukan sesuatu)
merupakan inti dari pengertian power, sementara itu pengaruh (influence) didefinisikan, sebagai
“ a behavioral response to the exercise of power, that is as outcome achieved through the use
of power(Schermerhorn, Hunt dan Usborn, 2000 : 543), sedangkan Luthan (2002 : 434)
mengartikan pengaruh/influence sebagai “the ability to alter other people in general ways,
such as by changing their satisfaction and performance”
Sumber Kekuasaan
French dan Raven telah mengklasifikasikan tipe kekuasaan (pada dasarnya klasifikasi ini
menggambarkan sumber kekuasaan) ke dalam lima tipe kekuasaan/power yaitu : (1) reward power,
(2) coersive power, (3) legitimate power, (4) referent power, dan (5) expert power. Sementara itu
Sweeney dan McFarlan (2002 : 213) menyatakan bahwa kekuasaan dapat diperoleh/bersumber
dari diri sendiri dan dari jabatan atau posisi yang didudukinya. Seseorang yang mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain untuk melakukan kerja karena jabatan dalam
suatu organisasi, maka orang tersebut mempunyai kekuasaan karena jabatan (Position power).
Adapun seseorang yang memperoleh kekuasaan karena dirinya sendiri, orang tersebut dikatakan
mempunyai kekuasaan pribadi/kekuasaan karena kepribadiannya.
1. Kekuasaan personal.
Kekuasaan personal adalah kekuasaan yang berasal dari dirinya/individu, mencakup
o kekuasaan keahlian (expert power)
o kekuasaan rujukan (referent power)
Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini bersumber dari keahlian kecakapan,
atau pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang diwujudkan lewat rasa harmat dan
pengaruhnya terhadap arang lain. Seorang pemimpin yang tinggi kekuasaan keahliannya ini,
kelihatannya mempunyai keahlian untuk memberikan fasilitas terhadap perilaku kerja orang lain.
Sementara itu kekuasaan referensi (referent power) adalah kekuasaan yang bersumber pada sifat-
sifat pribadi dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang tinggi kekuasaan referensinya ini
pada umumnya disenangi dan dikagumi oleh orang lain karena kepribadiannya.
2. Kekuasaan Jabatan (position power)
Kekuasaan posisi merupakan kekuasan yang timbul dikarenakan posisi/jabatan seseorang
dalam organisasi, Sweeney dan McFarlan (2002 : 213) mengemukakan beberapa jenis kekuasaan
yang berdasarkan jabatan yaitu :
o kekuasaan legitimasi,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 34


o kontrol atas inforrnasi,
o kontrol atas hadiah,
o kontrol atas hukuman
o kontrol atas lingkungan
Kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan ini bersumber pada jabatan yang
dipegang oleh pemimpin. Secara normal, semakin tinggi posisi seorang pemimpin maka semakin
besar kekuasaan legitimasinya, dan akan semakin besar pula pengaruhnya.
Kekuasaan informasi (Control over information/information power). Kekuasaan ini
bersumber karena adanya control akan informasi yang dimiliki oleh pemimpin yang dinilai sangat
berharga oleh pengikutnya. Sebagai seorang pemimpin, maka semua informasi mengenai
organisasinya ada padanya, demikianpula informasi yang datang dari luar organisasi. Dengan
demikian pimpinan merupakan sumber informasi.
Kekuasaan penghargaan (control over reward/reward power). Kekuasaan ini bersumber
atas kemampuan untuk rnenyediakan penghargaan atau hadiah bagi orang lain, seperti misainya
gaji, promosi, atau p°nghargaan jasa. Dengan demikian kekuasaan ini sangat tergantung pada
seseorang yang mempunyai sumber untuk menghargai atau memberikan hadiah tersebut.
Kekuasaan penghukuman (control over punishment). Kekuasaan muncul pada seseorang
karena kemampuannya untuk memberi hukuman pada pihak lain berkaitan dengan suatu kegiatan.
Sementara itu, Kekuasaan lingkungan (control over environment) adalah Kekuasaan yang timbul
sebagai akibat adanya kemampuan seseorang/pimpinan untuk menata lingkungannya, seperti
layout kantor, maupun penyusudan jadwal kerja atau pengorganisasiannya.
Respons atas kekuasaan dan pengaruh
Kekuasaan dan pengaruh merupakan dua hal yang sulit dipisahkan, kekuasaan merupakan kemampuan
potensial untuk mempengaruhi, sementara pengaruh itu sendiri menunjukan konten yang ada dalam kekuasaan,
namun demikian hal yang jelas adalah bahwa pembicaraan mengenai kekuasaan dan pengaruh pada dasarnya bersifat
interaktif antara yang punya kekuasaan/berpengaruh dengan yang menjadi target (yang dikuasai, yang dipengaruhi)
Suatu upaya penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pihak lain, yang dalam organisasi adalah
pegawai, akan menghasilkan tiga kemungkinan sebagaimana dikemukakan Sweeney dan McFarlan (2002 : 212)
yaitu : Resisteance, Compliance, dan Commitment . Penolakan (resistance) terjadi jika pegawai menolak atau
melawan kepada keinginan pimpinan yang ingin mempengaruhinya, ketundukan (compliance) terjadi jika pegawai
mengikuti apa yang diinginkan pimpinan tanpa diikuti upaya maksimum dan tanpa sikap yang antusias, sementara itu
komitmen (Commitment) terjadi jika pegawai mengikuti/menuruti keinginan pimpinan dengan upaya maksimum dan
sikap antusias. Ini berarti efek kekuasaan/pengaruh akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi target/pegawai, untuk itu
diperlukan pemahaman tentang cirri-ciri kondisi yang dapat berpengaruh pada kedapatdipengaruinya target. Menurut
Luthan, (2002 : 434).terdapat beberapa ciri/kondisi yang dapat mempengaruhi pada kedapatdipengaruhinya
target/pegawai yaitu :
 Dependency. makin tergantung target/pegawai makin mudah terpengaruh
 Uncertainty. ketidak pastian lebih memungkinkat terpengaruh
 Personality. kepribadian target/pegawai menentukan tingkat pengaruh
 Intelligence. Kecerdasan menentukan tingkat pengaruh
 Gender. Jenis kelamin berperan pada tingkat keterpengaruhan
 Age. Usia target menentukan tingkat keterpengaruhan
 Culture. Budaya menentuka tingkat keterpengaruhan target/pegawai
Efektivitas penggunaan kekuasaan dan pengaruh
penggunaan kekuasaan pada dasarnya merupakan upaya untuk mempengaruhi, menurut Sweeney dan
McFarlan (2002 : 219) power use is interwined with influence tactics. Bagaimana menggunakan power untuk
mempengaruhi pihak lain akan tergantung pada siapa yang akan dipengaruhinya, menurut Gary Yukl dan J.B. Tracey
(Sweeney dan McFarlan ,2002 : 221) the choice of tactics depends on a variety of factors, including :
 Who the target person is (superior, subordinate, peer)
 What power sources managers have and how skilled they ae in using different tactics
 Whether the manager is making an initial influence attempt or trying to follow up on a previous attempt
 Whwther there is a perceived likelihood of resistence, in which case influence tactics may be bundled (i.e.
used in combination at the same time)
 What influence norms exist in the organization that might make certain tactics more or less acceptable as
well as other perceived costs and benefits associated with particular influence tactics

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 35


Dalam kaitan dengan hal tersebut Gary Yukl mengemukakan beberapa taktik mempengaruhi yaitu : Coalition
formation, consultation, exchange, ingratiation, inspirational appeals, legitimating, personal appeals, pressure, dan
rational persuasion.. dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang menentukan taktik, maka kemudian dipilihlah
taktik yang paling tepat agar dapat dicapat suatu pengaruh yang efektif pada pihak lain
Pengertian Kepemimpinan.
Berbagai pendapat dan definisi kepemimpinan muncul, sesuai dengan dari segi apa orang
memandang segi kepemimpinan tersebut. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai sifat – sifat,
perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola – pola interaksi, hubungan kerjasama antar
peran, kedudukan dari suatu jabatan administrative, dan persepsi lain–lain tentang legitimasi
pengaruh (Wahjosumijo, 1999)
Menurut Richard Hull (1991:135), Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi
pendapat, sikap, dan perilaku orang lain. Hal itu berarti bahwa setiap orang mampu mengatur dan
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama dan dapat berfungsi sebagai pimpinan.
Kepemimpinan (leadership) merupakan proses yang harus ada dan perlu diadakan dalam
kehidupan manusia selaku makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup bermasyarakat sesuai
kodratnya bila mereka melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang lain. Hidup
bermasyarakat memerlukan pemimpin dan kepemimipinan. Kepemimpinan dapat menentukan
arah atau tujuan yang dikehendaki, dan dengan cara bagaimana arah atau tujuan tersebut dapat
dicapai. Kepemimpinan seseorang berperan sebagai penggerak dalam proses kerja sama antara
manusia dalam organisasi termasuk sekolah. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan diuraikan
mengenai pengertian tentang kepemimpinan. Menurut Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard
yang dikutip oleh Pandji Anoraga dalam bukunya Prilaku Keorganisasian, pemimpin adalah orang
yang dapat mempengaruhi kegiatan individu atau ielompok dalam usaha untuk mencapai tujuan
dalam situasi tertentu”(Pandji Anoraga, 1995:186). Menurut Martin J. Gannon, sebagaimana
dikutip oleh Pandji Anoraga, pemimpinan adalah seorang atasan yang mempengaruhi prilaku
bawahannya”. Sedangkan menurut Kartini Kartono (1998:84), pemimpin adalah pribadi yang
memiliki kecakapan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi
kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian
sasaran-sasaran tertentu.”
Dari definisi di atas jelas bahwa, seorang pemimpin adalah orang yang memiliki posisi
tertentu dalam hirarki organisasi. Ia harus membuat perencanaan, pengorganisasian dan
pengawasan serta keputusan efektif. Pemimpin selalu melibatkan orang lain, Oleh Karen itu dapat
dikatakan bahwa dimana ada pemimpin maka disan ada pengikut yang harus dapat mempengaruhi
bawahannya untuk mencapai tujuan. Paul heresy and Kenneth H. Blanchard (1997:83-
84)mengemukakan definisi kepemimpinan yang menyitir dari beberapa ahli, yaitu :
Leadership is the activity of influencing exercised to strive willingly for group
objectives (George P. Terry)
Leadership as interpersonal influence exercised in situation an directed, through the
communiction process, toward the attainment of a specialized goal the goals (Robert
Tennenbaun, Irving R. Wischler, Fred Massarik).
Leadership is influencing people to follow in the achievement of a common goal
(Harold Koonte and Cyril O’Donnell)
Dari pendapat Blanchard dapat disimak bahwa kepemimpinan adalah proses dalam mempengaruhi
kegiatan kegiatan seseorang atau kelompok dalam situasi tertentu. Jadi kepemimpinan itu akan
terjadi di dalam situasi tertentu seseorang mempengaruhi perilaku orang lain.Kepemimpinan
seseorang berperan sebagai penggerak dalam proses kerjasama antar manusia dalam organisasi
termasuk sekolah. Berrdasarkan pemikiran ini, maka harus di bedakan antara kepemimpinan dan
manajemen. R.D.Agarwal sebagaimana dikutip Pandji Anoraga (1995:186) mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah “seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan kemauan mereka,
kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan pemimpin.
Kepemimpinan menurut Hall digambarkan seperti suatu pemecahan yang sangat mudah terhadap
gejala masalah dalam organisasi. Lebih jauh Good memberikan pengertian yang lebih luas tentang
hakikat kepemimpinan yaitu dengan memberikan dua batasan sebagai berikut :
“The ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage others (Kemampuan dan
kesiapan untuk memberi ilham, membimbing, mengarahkan, atau mengatur orang lain.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 36


“The rule of interpreter of interest and objectives of a group to grow up recognizing and
accepting the interpreter as spokesman (Peranan penerjemah berkaitan dan tujuan grup
atau organisasi untuk mendewasakan pengenalan dan menerima penerjemah sebagai
juru bicara) (oteng Sutisna,1983:276).
Dari definisi diatas jelas bahwa kepemimpinan melibatkan kemampuan mempengaruhi.
Kemampuan mempengaruhi orng lain ini mempunyai maksud yaitu untuk mencapai tujuan yang
yang telah ditetapkan. Dengan kata lain tujuan dari kepemimpinan adalah mempengaruhi
organisasi lain, dalam hal ini karyawan atau bawahan untuk mencapai misi perusahaan/organisasi.
Kemampuan mempengaruhi orang lain merupakan inti dari kepemimpinan sedang untuk
mempengaruhi orang lain, pemimpin perlu mengetahui beberapa strategi antara lain : (a)
Menggunakan fakta dan data untuk mengemukakan dan alas an yang logis, (b) Bersikap
bersahabat dan mendukung upaya yang dalam perusahaan, (c) Memobilisasi atau mengaktifkan
orang lain untuk melaksanakan pekerjaan, (d) Melakukan negosiasi, (e) Menggunakan pendekatan
langsung dan kalau terpaksa menggunakan kedudukan lebih tinggi dalam organisasi , dan (f)
Memberikan sanksi dan hukuman terhadap prilaku yang menyimpang. Sehubungan dengan yang
telah diuraikan di atas jelas bahwa, kemampuan memimpin dan ketaatan pada pemimpin lebih
banyak didasarkan pada gaya kepemimpinan yang ditunjukan oleh pemimpin itu sendiri.
Agar tidak terdapat kesalah pahaman dalam membicarakan tentang kepemimpinan, maka tidak
dapat lepas dari prilaku dan gaya kepemimpinan. Artinya, prilaku dan gaya kepemimpinan ini
merupakan suplemen untuk melihat hakikat kepemimpinan itu sendiri; dimana dalam penelitian ini
akan mengulas tentang kepemimpinan kepala sekolah. Dengan mengetahui prilaku dan gaya
kepemimpinan kepala Sekolah akan dapat diuraikan tentang hakikat kepemimpinan kepala
Sekolah. Pada dasarnya para pemimpin menerapkan tiga dasar gaya kepemimpinan” Pertama,
otokratis (otoriter) adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama
untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan
diputuskan oleh pemimpin semata-mata. Atau dengan kata lain pemimpin yang menganggap
dirinya sebagai satu-satunya pemberi perintah dan mengharuskan orang untuk mematuhinya.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa, cirri kepemimpinan gaya otoriter tersebut adalah
memberikan instruksi secara pasti, menuntut kerelaan, menekankan pelaksanaan tugas, melakukan
pengawasan tertutup, bawahan tidak dapat mempengaruhi keputusan pemimpin, bawahan tidak
dapat memberikan saran.
Dalam proses mempengaruhi orang lain seorang pemimpin harus memiliki dasar
kemampuan serta terampil dalam menggerakkan bawahannya agar dapat bekerja secara
maksimal. Sondang P. Siagian (1997:27) mengemukakan bahwa “kemampuan dan keterampilan
seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin suatu unit kerja untuk mempengaruhi
perilaku orang lain terutama bawahannya untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa
sehingga melalui perilaku yang positif memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan
organisasi”. Kepemimpinan merupakan suatu produk daripada interaksi individu – individu
dalam suatu kelompok, oleh karena itu kepemimpinan dapat diartikan suatu bentuk permasi atau
pembinaan kelompok orang – orang tertentu. Biasanya melalui human relation dan motivasi
yang tepat agar mereka mau kerjasama untuk memajukan tujuan organisasi. Definisi lain tentang
kepemimpinan dikemukakan oleh Edwin A. Locke yang mengemukakan bahwa kepemimpinan :
Proses membujuk (inducting) orang – orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu
sasaran bersama. Dimana definisi ini mengkategorikan tiga elemen yaitu :
 Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relation concept)
 Kepemimpinan merupakan suatu proses
 Kepemimpinan harus membujuk orang orang lain untuk mengambil tindakan
(Edwin A Locke, 1997:3)
Dari definisi diatas terlihat bahwa kepemimpinan merupakan aktivitas membujuk orang lain
dalam suatu kelompok agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang kegiatannya
meliputi membimbing, mengarahkan, memotivasi, mengawasi tindakan atau tingkah laku orang
lain. Tercapai tidaknya tujuan organisasi sangat tergantung kepada kepemimpinan yang
digunakan oleh pemimpin. Hal ini sejalan dengan pandangan Fiedler (dalam stogdill)(1974:10)
yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 37


Dengan perilaku kepemimpinan dimaksudkan pada umumnya adalah beberapa khusus
dimana pemimpin itu terlibat dengan cara cara pengarahan dan pengkoordinasian
pekerjaan anggota kelompok. Keikutsertaan dalam tindakan – tindakan ini dapat berupa
hubungan kerja yang berstruktur dalam menghadapi atau mengeritik anggota kelompok
dan menunjukkan konsiderasi kesejahteraan dan perasaan – perasaan anggota mereka.
Definisi di atas memberi pandangan bahwa kepemimpinan merupakan tindakan seseorang untuk
mengorganisasikan dan mengarahkan anggota kelompok untuk mencapai tujuan tertentu yang
pada akhirnya memberikan kesejahteraan bagi anggota kelompoknya. Ada pendapat lain yaitu
Mardjin Sjam yang dikutif oleh Dirawat dkk.(1983:26), mereka mengemukakan definisi
kepemimpinan yaitu :
Kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan
orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain bahwa
kepemimpinan adalah proses pemberian bimbingan atau tauladan dan pemberian jalan
yang mudah (fasilitas) daripada pekerjaan orang – orang yang terorganisir dalam
organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan pada dasarnya kemampuan menggerakkan,
memberikan motivasi dan mempengaruhi orang – orang agar bersedia melakukan tindakan –
tindakan yang searah dengan tujuan organisasi. Sementara itu Kepemimpinan dapat pula diartikan
sebagai kemampuan mempengaruhi pendapat, sikap dan perilaku orang lain. Hal tersebut berarti
bahwa setiap orang mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
bersama dan dapat berfungsi sebagai pimpinan (Oteng Sutisna, 1983:276). Hull dalam hal ini
menggambarkan bahwa kepemimpinan seperti sesuatu pemecahan yang sangat mudah terhadap
gejala masalah dalam organisasi.(Hull, 1991:135)
Apabila hal tersebut di atas dikaitkan dengan konsep pendidikan, maka dikenal istilah
kepemimpinan pendidikan, seperti yang diungkapkan oleh Sutisna (1983:276) “ bahwa
kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan seseorang untuk mengambil inisiatif daolam
situasi-situasi social untuk merangsang dan mengorganisasikan tindakan-tindakan dan dengan
begitu membangkitkan kerja sama yang efektif ke arah pencapaian tujuan/Pendidikan. Pada
akhirnya dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli pada hakikatnya memberikan makna
bahwa :
a. Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat
– sifat seperti kepribadian (personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan
(capability).
b. Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan
dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku pemimpin.
c. Kepemimpinan adalah proses interaksi antara pemimpin, pengikut dan situasi.
Effektifitas kepemimpinan seseorang tidak semata mata tertuju kepada bawahan, akan
tetapi secara horizontal terhadap rekan – rekan setingkat bahkan secara vertical yakni terhadap
pimpinan yang secara hierarkhis lebih tinggi daripadanya. Karena kehidupan di jaman modern
seperti sekarang ini tidak ada lagi kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh diri sendiri tanpa
bergabung dalam berbagai jenis organisasi. Usaha memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
probadi sering orang menunjukkan perilaku yang seolah olah bersifat individualistis, bahkan
mungkin nampak egosentris. Tetapi perlu disadari bahwa perilaku demikian tidak selalu
otomatis bersifat destruktif dan berakibat negatif bagi pembinaan kerjasama yang serasi, tetapi
merupakan seni bagi seorang pemimpin dalam memberikan bimbingan dorongan serta arahan
yang kesemuanya melalui proses komunikasi yang terarah dan berencana serta sistematis tanpa
melupakan nilai manusiawi.
Sifat Kepemimpinan.
Sehubungan dengan kedudukan dan peranan kepemimpinan yang strategis, maka agar
kepemimpinan yang bersangkutan mampu bekerja secara maksimal sangatlah dibutuhkan sifat –
sifat atau kemampuan tertentu dari diri pemimpin yang bersangkutan.
Iskandar mengemukakan sifat – sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu :
 Memiliki empati yang tinggi
 Merupakan anggota dari kelompok
 Penuh pertimbangan, kebijaksanaan dan arif

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 38


 Lincah dan penggembira, baik dalam suka maupun duka
 Memiliki emosi yang stabil
 Memiliki keinginan dan ambisi untuk memimpin
 Memiliki kompetensi
 Memiliki intelegensi yang cukup
 Konsisten dan sikapnya dapat diramalkan
 Memiliki kepercayaan kepada diri sendiri yang cukup tinggi
 Memiliki kemampuan untuk berbagi kepentingan dengan anggota yang lain
(Iskandar Jusman,1999)
Untuk selanjutnya, Davis (1983), mengatakan bahwa “setiap pemimpin harus memiliki
kemampuan, yaitu : kecerdasan, kedewasaan, kekuatan hubungan sosial, motivasi diri, dan
dorongan beprestasi, serta sikap – sikap hubungan kemanusiaan”. Selain dari pada sifat – sifat
pemimpin tadi, kepemimpinan dalam suatu organisasi juga memiliki gaya atau tipe dan
pendekatan yang berbeda, yang tentu saja akan mempengaruhi keberhasilan dari organisasi
tersebut. Sementara itu Kartini Kartono (1992:65), dalam bukunya Pemimpin dan
Kepemimpinan mengemukakan bahwa , “Seorang pemimpin yang baik itu pada saatnya harus
dapat menampilkan : a) Wajah kebodoh-bodohan, b) berfungsi sebagai wasit pemisah, c)
sebagai penyalur komunikasi dan d) sebagai pencuri ide” . Dari pendapat tersebut dapat
diartikan bahwa : Menampilkan wajah yang kebodoh-bodohan artinya bahwa seorang
pemimpin harus mau menganggap dirinya bodoh, sehingga pemimpin itu selalu rendah hati,
tidak sombong, dan bersedia mendengar suara-suara dan keinginan dari pengikutnya secara
lebih baik. Atau lebih peka lagi. Ia juga harus mengurangi ide serta omongan sendiri, tidak
hanya mendengar ucapan dan pikiran sendiri saja, tetapi juga dapat menangkap informasi-
informasi dan isyarat-isyarat penting dari lingkungannya dengan sikap yang cerdas-pintar.
Berfungsi sebagai wasit pemisah itu berarti bahwa ia harus bersikap adil, tidak berat sebelah
dalam menilai setiap situasi, dan bersikap bijaksana.
Berfungsi sebagai penyalur komunikasi artinya, seorang pemimpin harus selalu menjadi pusat
komunikasi, untuk dapat menyampaikan pikiran dan keinginannya kepada sekitarnya,namun juga
sensitive/peka untuk menerima semua informasi dari lingkungannya. Sebab, jika seorang
pemimpin mau memaksakan pikiran dan ide-ide sendiri saja, dan tidak peka terhadap isyarat-
isyaratyang diberikan oleh lingkungannya, maka tidak ubahnya dia itu bertingkah laku sebagai
pemain orkes tunggal yang diktatoris dan otokratis. Dan pemimpin yang seperti ini bukan
pemimpin harga dirinya, tidak sombong, (angkuh) dan tidak menganggap dirinya paling super
dalam segala hal. Dia dihormati lingkungannya, mengikuti sesama dan para pengikutnya pandai
dalam bertimbang rasa, selalu bersikap rendah hati, luwes, terbuka dan reseptif tanpa dibebani
perasaan-perasaan suprior yang bisa membuat dirinya menjadi angkuh dan sewenang-wenang
terhadap lingkungannya.
Kepemimpinan dapat pula diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi pendapat, sikap dan
perilaku orang lain. Hal tersebut berarti bahwa setiap orang mampu mengatur dan mempengaruhi
orang lain untuk mencapai tujuan bersama dan dapat berfungsi sebagai pimpinan. Hull (1991:135)
dalam hal ini menggambarkan bahwa kepemimpinan seperti sesuatu pemecahan yang sangat
mudah terhadap gejala masalah dalam organisasi.
Tipe – Tipe dan Pendekatan Kepemimpinan
Siagian (1999:27) mengemukakan tipe – tipe kepemimpinan yaitu :
a. Tipe Otokratik. Kepemimpinan itu mendasarkan dirinya pada kekuasaan paksaan yang
selalu harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal pada “a one
man show”
b. Tipe paternalistic, yaitu tipe gaya kebapaan, dengan sifat – sifat antara lain :
Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak atau belum dewasa
Bersikap selalu melindungi
Jarang memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengambil keputusan sendiri
Hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk berinisiatif
Hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan daya kreatifnya
Merasa dirinya tahu segalanya.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 39


c. Tipe Laissez Faire, yaitu seorang pemimpin yang praktis tidak memimpin, sebab dia
membiarkan kelompoknya berbuat semaunya.
d. Tipe demokratik, yaitu pemimpin yang memberikan bimbingan yang effisien kepada
bawahannya, dengan penekanan rasa tanggung jawab internal dan kebijakan yang baik.
Sementara itu Wahjosumidjo (1995:19) mengatakan bahwa : ‘dari sekian banyak penelitian
tentang kepemimpinan, secara umum kepemimpinan dapat dikelompokkan kedalam empat
macam pendekatan, yaitu :
 pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach)
 pendekatan sifat (the trait approach)
 pendekatan perilaku (behavior approach)
 pendekatan situasional (situational approach)
Pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach) memandang keberhasilan
pemimpin dari sumber dan terjadinya kewibawaan yang ada pada diri pemimpinnya, dan dengan
cara apa pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahannya. Pendekatan sifat
(the trait approach) menekankan pada kwalitas pemimpin. Keberhasilan ditandai dengan adanya
daya kecakapan luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin. Selanjutnya Stogdill dalam Permadi
(1994:35), menunjukkan duabelas faktor perilaku pemimpin ,yaitu :
 Representation (perwakilan). Pemimpin bicara dan bertindak sebagai wakil dari
kelompom
 Demand reconciliation (perlunya pemufakatan). Pemimpin menyelesaikan konflik dan
mengurangi ketidak beresan
 Tolerance to uncertainly (toleran pada ketidaktentuan). Pemimpin mampu pada ketidak
tentuan dan pengunduran tanpa harus marah
 Persuasiveness (bujukan). Pemimpin menggunakan bujukan dan argumentasi yang
effektif dan menunjukkan keyakinan yang kuat
 Initiation structure (memprakarsai struktur). Pemimpin menjelaskan peranannya dan
menjelaskan kepada bawahannya apa yang dia harapkan
 Tolerance of freedom (toleran pada kebebasan). Pemimpin memberi kebebasan kepada
bawahannya untuk punya prakarsa, memutuskan.
 Role assumption (asumsi peranan). Pemimpin secara aktif melatih kepemimpinanya
daripada menyerahkannya kepada orang lain
 Consideration (pertimbangan). Pemimpin mengupayakan kelancaran, kenyamanan,
status, dan peran serta dari bawahannya
 Productive emphasis (menekankan hasil). Pemimpin menekankan pada hasil yang ingin
dicapai
 Productive accuracy (jangkauan yang tepat). Pemimpin memperkirakan berbagai hal
secara tepat
 Integration (integrasi). Pemimpin menjaga persatuan dan mengintegrasikan berbagai
problem
 Superior orientation (orientasi pada atasan). Pemimpin menjaga hubungan baik dengan
atasan, berupaya meningkatkan status yang tinggi.
Kepemimpinan Pendidikan
Seperti telah diuraikan di atas, kepemimpinan adalah merupakan proses kegiatan membimbing dan
mempengaruhi hubungan aktivitas-aktivitas pekerjaan dari suatu kelompok sedemikian rupa
sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Tampak disini bahwa ada tiga butir implikasi yang
sangat penting diperhatikan, yaitu, 1) adanya bawahan atau pengikut, 2) adanya distribusi
(pelimpahan) kekuasaan dari pimpinan kepada bawahan, dan 3) adanya pengaruh atasan kepada
bawahan.
Dengan menyebut kepemimpinan kepala sekolah maka akan tampak cirri-ciri khas kepemimpinan
dari kepala sekolah. Ciri-ciri khas tersebut meliputi adanya factor layanan, bimbingan, mendidik,
mengemong terhadap guru-guru pada sekolah yang dipimpinnya.
Kepemimpinan kependidikan sendiri didefinisikan sebagai satu kemampuan dan proses
mempengaruhi, membimbing , mengkoordinasi, dan menggerakan orang lain yang ada hubungan
dengan pengembangan ilmu pendidikan, dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar
kegiatan-kegiatanyang dijalankan lebih efisien dan efektif di dalam pencapaian tujuan pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 40


dan pengajaran” (Sukarto, 1984:15) Dari uraian di matas jelas bahwa, kepemimpinan pendidikan
yang dimaksud adalah kepala sekolah/Sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah
mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
Bagaimanakah jenis kepemimpinan yang diperlukan di sekolah saat ini ? Menurut Sutisna
(1983:277) “jenis kepemimpinan institusional”. Hal ini dimaksudkan bahwa kepemimpinan seperti
ini bisa menjawab tantangan yang berhubungan dengan pembaharuan pendidikan yang sedang
dijalankan pemerintah . Lebih lanjut ia mengemukakan, bahwa kepala sekolah lebih dari pada
seorang manajer organisasi, tetapi ia terlibat dalam penentuan tujuan, cara, maupun proses. Ia
menjalankan peranan yang bertanggung jawab dalam perumusan maupun pelaksanaan
kebijaksanaan pendidikan di sekolah.
Bertolak dari uraian di atas, maka kepemimpinan kepala sekolah yang dimaksud adalah prilaku
kepala sekolah dalam melaksanakan pengarahan, pengawasan, pemberian motivasi kepada guru,
serta berkomunikasi dengan guru dalam melaksanakan tugas menurut persepsi mereka.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapatdi rumuskan dimensi dan
indicator persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, sebagai berikut (1) Interpretasi
atau pemahaman guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, meliputi : pendapat guru terhadap
kepemimpinan, kemampuan diri dalam memimpin, berhubungan dan berkomunikasi dengan guru
serta peran kepala sekolah sebagai seorang pemimpin.
Dengan demikian berarti, kepala Sekolah harus berusaha memaksimalkan kepemimpinannya guna
mempengaruhi para guru untuk melakukan usaha dengan keras dan antusias dalam mencapai
tujuan Sekolah. Dengan kata lain guru berserdia menggunakan kemampuan dan profesionalisasi
dalam bekerja untuk mencapai kinerja yang diharapkan, sehingga dengan loyalitas yang tinggi
didapatkan kualitas pendidikan yang diharapkan.
Kepemimpinan Transformasional/Visioner
Upaya untuk membangun Pendidikan merupakan tugas yang rumit mengingat
banyak faktor yang berinteraksi di dalamnya. Dalam hubungan ini masalah kepemimpinan
menjadi amat penting dalam upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Dengan
demikian peran pemimpin jelas akan menentukan keberhasilan proses pendidikan yang
efektif dan efisien, sehubungan dengan itu, maka perlu dikaji gaya kepemimpinan apa yang
paling sesuai dalam konteks perubahan yang cepat di era global dewasa ini dengan segala
tantangannya yang memerlukan cara pendekatan yang berbeda dalam menghadapinya.
Secara umum sering dikemukakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling baik
adalah gaya situasional, yaitu gaya yang ketepatannya ditentukan oleh situasi yang
dihadapi, namun jelas dalam konteks perubahan dewasa ini diperlukan gaya yang dapat
memungkinkan pemimpin menghadapi tantangan tersebut dengan suatu khazanah
pemahaman dan wawasan yang terpadu, untuk itu kepemimpinan transformasional dan
kepemimpinan visioner perlu mendapat perhatian dalam diskursus tentang kepemimpinan
pendidikan. Kepemimpinan model tersebut pada dasarnya merupakan kepemimpinan yang
akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dalam konteks perkembangan global dewasa
ini.
Menurut Burns (1978) kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada
dasarnya "para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan
motivasi yang lebih tinggi". Para pemimpin adalah seorang yang sadar akan prinsip
perkembangan organisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi
kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan menyerukan cita-cita
yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan,
bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan, atau kebencian.
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan
berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tapi di masa
datang. Oleh karena itu, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang dapat dikatakan
sebagai pemimpin yang visioner.
Pemimpin transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator,
yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih balk. Katalisator adalah
sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena ia berperan meningkatkan segala
sumber daya manusia yang ada. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 41


dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa
perubahan.
Menurut Covey (1989) dan Peters (1992), seorang pemimpin transformasional memiliki
visi yang jelas, memiliki gambaran holistis tentang bagaimana organisasi di masa depan
ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai. Inilah yang menegaskan bahwa pemimpin
transformasional adalah pemimpin yang mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan,
terlepas apakah visinya itu visioner dalam arti diakui oleh semua orang sebagai visi yang
hebat dan mendasar. Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi
sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para
staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya.
Pemimpin transformasional adalam pemimpin yang mentransformasikan nilai organisasi
untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Seorang transformasional adalah seorang yang
mempunyai keahlian diagnosis, selalu meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam
upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek.
Menurut Bass dan Aviola (1994) terdapat empat dimensi dalam kadar kepemimpinan
transformasional dengan konsep "4I" yaitu : idealized influence (”I” pertama), yang
menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya.
Idealized influence mengandung makna saling berbagi risiko melalui pertimbangan kebutuhan
para staf di atas kebutuhan pribadi dan perilaku moral secara etis. Inspirational motivation
(”I” kedua), tercermin dari perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan bagi pekerjaan
yang dilakukan staf dan memerhatikan makna pekerjaan bagi staf. intellectual
stimulation("I" ketiga), yaitu pemimpin yang mempraktikkan inovas-inovasi. Sikap dan
perilaku kepemimpinannya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berkembang dan secara
intelektual ia mampu menerjemahkannya dalam bentuk kinerja yang produktif. adalah
individualized consideration ( "I" keempat), pernimpin yang merefleksikan dirinya sebagai
seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-
harapan, dan segala masukan yang diberikan staf dan atau bawahan. Kepemimpinan
transformasional dapat dipandang secara makro dan mikro. Jika dipandang secara mikro
kepemimpinan transformasional merupakan proses memengaruhi antarindividu, sementara
secara makro merupakan proses memobilisasi kekuatan untuk mengubah sistem sosial dan
mereformasi kelembagaan.
Sementara itu Kepemimpinan Visioner adalah kepemimpinan yang punya visi dan
mampu Dengan kuat memengaruhi kinerja organisasi sehingga rasional dalam konteks
kepemimpinan Visioner, Visi menjadi trigger semangat meraih kemenangan organisasi. Visi
dapat mengisi kehampaan, membangkitkan semangat, menimbulkan kinerja, bahkan
mewujudkan prestasi pendidikan, apalagi di tengah-tengah tuntutan kemandirian berpikir dan
bertindak. kepemimpinan yang memiliki visi (visionary leadership), yaitu kepemimpinan
yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan. Lantas,
menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang memahami
prioritas, menjadi pelatih yang profesional, serta dapat membimbing personel lainnya ke arah
profesionalisme kerja yang diharapkan. Orang yang bertanggung jawab merumuskan visi
adalah pemimpin melalui kinerja kepemimpinannya. Visi dirumuskan bukan semata-mata untuk
menciptakan sistem pendidikan berkualitas yang mampu bertahan dan berkembang memenuhi
tuntutan pernbahan dan ideal isme, tetapi dapat mengakomodasi kepentingan hubungan baik di
antara personel dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta dalam meniti kariernya.
Dengan demikian Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam
mencipta, merumuskan, mengomunikasikan/ mensosialisasikan/ mentransformasikan, dan
mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil
interaksi sosial di antara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita
organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua
personel. Terdapat beberapa hal yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner yaitu sebagai
berikut :
a. Visionary Leadership Harus Memahami Konsep Vsi
b. Visionary Leadership Harus Memahami Karakteristik dan Unsur Visi
c. Visionary Leadership Harus Memahami tujuan Visi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 42


Visi adalah gambaran masa datang yang lebih balk, mendekati harapan, atraktif, dan
realistis. Visi menunjukkan arah pergerakan organisasi dari posisinya sekarang ke masa
datang. Visi merupakan jembatan antara masa kini dan masa datang sehingga perumusannya
harus didasarkan pada karakteristik yang mapan. Nanus (2001: 23-24) menekankan ciri-ciri
visi yang baik, seperti yang diringkas sbb:
1) Sejauh manakah visi berorientasi masa depan?
2) Sejauh manakah visi merupakan impian, yakni apakah visi secara jelas cenderung
mengarahkan organisasi kepada masa depan yang lebih balk?
3) Sejauh manakah visi tepat bagi organisasi, yakni apakah visi tersebut cocok dengan
sejarah, budaya, dan nilai-nilai organisasi?
4) Sejauh mana visi menentukan standar keistimewaan dan mencerminkan citacita yang
tinggi?
5) Sejauh mana visi mengklarifikasi maksud dan arah?
6) Sejauh mana visi menginspirasikan antusiasme dan merangsang konsensus?
7) Sejauh mana visi merefleksikan keunikan organisasi, kompetensinya yang istimewa,
dan apa yang diperjuangkannya?
8) Apakah visi tersebut cukup ambisius?
Sementara itu Locke (1997: 73) mengatakan bahwa kendati visi sangat bervariasi,
pernyataan visi yang membangkitkan inspirasi dan memotivasi mempunyai persamaan
karakteristik tertentu, yaitu sebagai berikut.
1. Ringkas; bahwa statement visi tidak dirumuskan dalam kalimat yang panjang lebar,
tetapi secara ringkas, mudah dibaca, mudah dipahami, dan dapat sering
dikomunikasikan.
2. Kejelasan; visi yang jelas, tidak mengandung penafsiran yang berbeda-beda dari
pembacanya. Pernyataan visi yang jelas dapat memengaruhi penerimaan dan
pemahaman yang menerimanya.
3. Abstraksi; bahwa visi bukan hzjuan operasional yang hanya dapat diupayakan dan
diraih dalam waktu yang pendek, tetapi pernyataan ideal tentang cita-cita organisasi
yang mengakomodasi kemajuan organisasi.
4. Tantangan; sebuah visi yang baik dirumuskan dengan pernyataan _yang menantang
kemampuan personel. Personel yang tertantang dapat menunjukkan kinerjanya secara
optimal dan membentuk rasa percaya diri yang besar.
5. Orientasi masa depan; visi adalah masa depan. Masa depan visi adalah kualitas dari
seluruh aspek organisasi.
6. Stabilitas; visi bukan statement yang mudah berubah karena ia dapat mengakomodasi
perubahan, kepentingan, dan keinginan organisasi dan individu dalam jangka waktu
yang relatif panjang sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di luar organisasi
tidak membuat terancamnya visi organisasi.
7. Disukai; visi harus disukai, Bennis (1990) menyatakan bahwa leader bekerja manage
the dream. Kemampuan pcmimpin menciptakan visi dan menerjemahkannya dalam
kenyataan yang disebut visionary leadershipmerupakan sasaran yang menarik
sehingga terjadi komitmen dari seluruh personel untuk meraihnya.
Kepemimpinan yang bervisi (Visioner) bekerja dalam empat pilar sebagaimana
dikatakan Nanus (2001), yaitu sebagai berikut.
1) Penentu Ara. Pemimpin yang memiliki visi berperan sebagai penentu arah organisasi. DI
saat organisasi sedang menemui kebingungan menghadapi berbagai perubahan perubahan dan
struktur baru, visionary leadership tampil sebagai pelopor yang menentukan arah yang dituju
melalui pikiran-pikiran rasional dan cerdas tentang sasaran-sasaran yang akan dituju dan
mengarahkan perilaku-perilaku bergerak maju ke arah yang diinginkan Secara bersama-sama,
visionary leadership menganalisis kemungkinankemungkinan yang dapat ditempuh, jalan-
jalan atau teknik maupun metode serta sumber daya terpilih apa yang dapat digunakan untuk
meraih kemajuan di masa depan. Untuk menjadi seorang penentu arah yang tepat, pemimpin
harus memiliki kcmampuan menganalisi posisi. Saat sekarang ini banyak digunakan analisis
SWOT guna menemukan posisi organisasi dan selanjutnya atas upaya sharing dengan
personel lainnya, cita-cita organisasi di masa depan ditetapkan. Pemimpin berperan sebagai

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 43


penentu arah, yang berarti memberikan kejelasan kepada pengikutnya cara-cara atau upaya
yang mesti dilakukan, langkahlangkah mana yang dapat diambil dan langkah-langkah mana
yang harus dihindari demi tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. Peran kepemimpinan
visioner adalah untuk membimbing konstituen dalam menetapkan arah yang harus dituju
dalam mengimplementasikan visi organisasi (sekolah).
2) Agen Perubahan. Visionary leadership berperan sebagai agen perubahan. Pemimpin
bertanggung jawab untuk merangsang perubahan di lingkungan internal. Pemimpin akan
merasa tidak nyaman dengan situasi organisasi statis dan status quo, la memimpikan
kesuksesan organisasi melalui gebrakan-gebrakan baru yang memicu kinerja dan menerima
tantangan-tantangan dengan menerjemahkannya ke dalam agenda-agenda kerja yang jelas dan
rasional. Visionary leadership tidak puas dengan yang telah ada, ia ingin memiliki
keunggulan dari yang ada seperti berpikir bagaimana mengembangkan inovasi pembelajaran,
tnanajemen persekolahan, hubungan kerja sama dengan dunia usaha, dan sebagainya.
Tantangan yang dilontarkan para praktisi maupun akademisi pendidikan untuk
menjadi sekolah unggulan, dengan cepat direspons lalu menjadi kekuatan terdepan dalam
mencobakan dan melaksanakan gagasan keunggulan. Tentu saja untuk menghasilkan inovasi-
inovasi yang terpercaya dan practicable pemimpin harus mampu mengantisipasi berbagai
perkembangan dunia luar, memperkirakan implikasinya terhadap organisasi, menciptakan sense of
urgency, dan prioritas bagi perubahan yang dipersyaratkan oleh visi kepemimpinan. Peran
kepemimpinan yang memiliki visi ialah menjadi pelopor inovasi dan menj adi trigger bagi
berbagai perubahan yang terjadi ke arah lebih baik dalam mengimplementasikan visi.
3) Juru Bicara. Visionary leadership berperan sebagai juru bicara. Seorang pemimpin tidak saja
memiliki kemampuan meyakinkan orang dalam kelompok internal, tetapi lebih jauhnya adalah
bagaimana pemimpin dapat akses pada dunia luar, memperkenalkan dan mensosialisasikan
keunggulan-keunggulan dan visi organisasinya yang akan berimplikasi pada kemajuan organisasi.
Dari hasil negosiasi-negosiasi diharapkan dapat berakhir dengan kerja sama mutualisme yang
menyenangkan secara moril maupun materiil. Seorang visionary leadership adalah seorang
negosiator utama dan ulung dalam berhubungan dengan organisasi lain atau hierarki yang lebih
tinggi, namun bukan tipe penjilat atau ber-mujamalah (mencari muka) terhadap orang yang
dianggap berkuasa, akan tetapi justru ia dekat dengan pemberi amanat (stakeholders). Kemampuan
berbicaranya yang disertai dengan keyakinan akan logika-logika rasional bahwa visi organisasi
menarik, bermanfaat, dan menyenangkan menjadikan ia seorang negosiator yang ulung. Peran
visionary leader-ship adalah menyampaikan pokok-pokok pikiran, gagasan, dan tulisan sehingga
mampu berkomunikasi secara empatik dalam membangun komitmen dan penyampai berbagai
kepentingan yang berhubungan dengan implementasi visi.
4) Pelatih. Visionary leadership berperan sebagai pelatih. Sebagai pelatih dituntut kesabaran dan
suri teladan (yang didasari kemampuan/keahlian dan akhlak mulia). Bagaimana seseorang belajar
dengan pelatih yang sangat pemberang dan tidak percaya pada kemampuan yang dilatih. Tentu
akan menghambat proses pencapaian keberhasilan. Akan terasa lain jika belajar dilakukan dengan
pelatih yang memberi semangat, membantu mereka untuk belajar dan tumbuh, membangun
kepercayaan diri, menghargai keberhasilan, menghormati, dan mengajari bagaimana meningkatkan
kemampuan mereka dalam mencapai visi secara konstan.
Sebagai pelatih yang efektifharus mampu berkomunikasi, mensosialisasikan, sekaligus
bekerja sama dengan orang-orang untuk membangun, mempertahankan dan mengembangkan visi
yang dianutnya, basic competencies yang dipersyaratkannya, budaya yang harus diciptakan,
perilaku yang harus ditampilkan organisasi, dan bagaimana cara-cara merealisasikan visi ke dalam
budaya dan perilaku organisasi. Ini semua menuntut pemimpin sebagai pakar/ahli yang bertugas
sebagai pelatih yang dapat menularkan kemampuannya kepada orang lain. Peran kepemimpinan
visioner adalah untuk memberikan contoh atau cara kerja strategis dalam mengimplementasikan
visi.
Setiap organisasi sekolah selalu berusaha bagaimana agar penyelenggaraan pendidikan
disekolahnya berjalan efektif, untuk itu seluruh anggota organisasi sekolah harus terus berupaya
untuk dapat mewujudkan sekolah efektif (effective school). Dalam kaitan ini masalah
kepemimpinan pendidikan amat penting perannya sebagaimana dikemukakan oleh N. Hatton dan
D. Smith dalam tulisannya Perspective on Effective school yang menyatakan bahwa “Effective

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 44


school are characterized by strong instructional leadership, clear focus for learning outcomes,
high expectation of the students, a safe and orderly environment and the frequent monitoring of
achievement levels” (C. Turney. et al, 1992:5). Ini berarti bahwa sekolah yang efektif perlu
kepemimpinan instruksional yang kuat, perhatian yang jelas pada hasil belajar, pengharapan murid
yang tinggi, lingkungan yang baik serta pengawasan tingkat prestasi, semua ini akan terwujud
apabila seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah berjalan optimal sesuai
dengan fungsi dan tugasnya, untuk itulah kepala sekolah harus berusaha mewujudkannya melalui
berbagai kebijakannya dalam mengelola pendidikan di sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemegang otoritas dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah
perlu memahami proses pendidikan di sekolah serta menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga
proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat berjalan sesuai dan sejalan dengan upaya-
upaya pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Maju mundurnya suatu Sekolah
tidak terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan
sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah” (Wahjosumidjo. 1999 : 82)
Oleh karena itu jika ingin mewujudkan sekolah efektif diperlukan Kepala Sekolah yang
tidak hanya sebagai figur personifikasi sekolah, tapi juga paham tentang tujuan pendidikan, punya
visi masa depan serta mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada menjadi suatu
kekuatan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan,
“Principals of effective school have clear vision and obtainable future for their school,
this is translated into well articulated educational goal. They also buffer teachers against
outside distraction which might affect classroom teaching and the students’ learning,
supply assistance when it is needed and find ways to work cooperatively with staff on
strategies to achieve the objective set for the School”(C. Turney. et al, 1992 : 7)
dengan demikian kedudukan Kepala Sekolah sangat menentukan dalam proses pendidikan yang
dilaksanakan di Sekolah serta dalam pencapaian tujuan pendidikan baik tujuan instruksional,
tujuan kurikuler, ataupun tujuan institusional. Meskipun demikian sekolah sebagai suatu sistem
organisasi jelas tidak bisa ditentukan oleh hanya satu komponen seperti kepala sekolah, namun
seluruh komponen yang terlibat di dalamnya jelas akan mempengaruhi bagaimana organisasi
sekolah berjalan dan bagaimana efektivitas kinerjanya dalam upaya pencapaian tujuan. Perlunya
kepala sekolah mempunyai visi jelas akan berkaitan dengan bagaimana visi tersebut
disosialisasikan sehingga dapat menjadi milik bersama seluruh anggota organisasi. Suatu hal yang
penting dari semua ini adalah perlunya organisasi terus meningkatkan kemampuannya melalui
berbagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Kepala Sekolah serta seluruh anggota yang
terlibat dalam proses pendidikan di Sekolah, sehingga iklim organisasi sekolah dapat menjadi
kondusif bagi aktivitas pembelajaran.
FILSAFAT PENDIDIKAN/ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Makna filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo” berarti cinta dan”
sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut I.R. Pudjawijatna (1963 : 1) “Filo artinya
cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang
diinginkannya itu . Sofia artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan
mendalam, jadi menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan
mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.
Kecintaan pada kebijaksanaan haruslah dipandang sebagai suatu bentuk proses, artinya
segala upaya pemikiran untuk selalu mencari hal-hal yang bijaksana, bijaksana di dalamnya
mengandung dua makna yaitu baik dan benar, baik adalah sesuatu yang berdimensi etika,
sedangkan benar adalah sesuatu yang berdimensi rasional, jadi sesuatu yang bijaksana adalah
sesuatu yang etis dan logis. Dengan demikian berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir
guna mencapai kebaikan dan kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun
berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu meskipun berfilsafat mengandung
kegiatan berfikir, tapi tidak setiap kegiatan berfikir berarti filsafat atau berfilsafat. Sutan Takdir
Alisjahbana (1981) menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir, dan hanya manusia
yang telah tiba di tingkat berfikir, yang berfilsafat. Guna lebih memahami mengenai makna filsafat
berikut ini akan dikemukakan definisi filsafat yang dikemukakan oleh para akhli :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 45


1. Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum Masehi
mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, serta pengetahuan
yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (382 – 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dia juga berpendapat
bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
3. Cicero (106 – 43 S.M). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung
dan usaha-usaha mencapai hal tersebut.
4. Al Farabi (870 – 950 M). seorang Filsuf Muslim mendefinidikan Filsafat sebagai ilmu
pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.
5. Immanuel Kant (1724 – 1804). Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu pokok dan pangkal
segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan yaitu:
a. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c. Agama ( sampai dimanakah pengharapan kita)
d. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).
6. H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat
mengandung pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang khusus dan
tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat – hakekat baik dari dunia kita, maupun
dari cara hidup yang seharusnya kita selenggarakan di dunia ini.
7. Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan beberapa
pengertian filsafat yaitu :
a. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap terhadap
kehidupan dan alam semesta).
b. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat adalah
suatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara rasional)
c. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)
d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian sistem
berfikir)
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa ada akhli yang menekankan pada
subtansi dari apa yang difikirkan dalam berfilsafat seperti pendapat Plato dan pendapat Al Farabi,
Aristoteles lebih menekankan pada cakupan apa yang difikirkan dalam filsafat demikian juga Kant
setelah menyebutkan sifat filsafatnya itu sendiri sebagai ilmu pokok, sementara itu Cicero
disamping menekankan pada substansi juga pada upaya-upaya pencapaiannya. Demikian juga
H.C. Webb melihat filsafat sebagai upaya penyelidikan tentang substansi yang baik sebagai suatu
keharusan dalam hidup di dunia. Definisi yang nampaknya lebih menyeluruh adalah yang
dikemukakan oleh Titus, yang menekankan pada dimensi-dimensi filsafat dari mulai sikap, metode
berfikir, substansi masalah, serta sistem berfikir.
Meskipun demikian, bila diperhatikan secara seksama, nampak pengertian-pengertian
tersebut lebih bersifat saling melengkapi, sehingga dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti
penyeledikan tentang Apanya, Bagaimananya, dan untuk apanya, dalam konteks ciri-ciri berfikir
filsafat, yang bila dikaitkan dengan terminologi filsafat tercakup dalam ontologi (apanya),
epistemologi (bagaimananya), dan axiologi (untuk apanya). Bila dilihat dari aktivitasnya filsafat
merupakan suatu cara berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu. Menurut Sutan Takdir
Alisjahbana syarat-syarat berfikir yang disebut berfilsafat yaitu : a) Berfikir dengan teliti, dan b)
Berfikir menurut aturan yang pasti. Dua ciri tersebut menandakan berfikir yang insaf, dan berfikir
yang demikianlah yang disebut berfilsafat. Sementara itu Sidi Gazalba (1976) menyatakan bahwa
ciri ber-Filsafat atau berfikir Filsafat adalah : radikal, sistematik, dan universal. Radikal
bermakna berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya akar), tidak tanggung-tanggung sampai
dengan berbagai konsekwensinya dengan tidak terbelenggu oleh berbagai pemikiran yang sudah
diterima umum, Sistematik artinya berfikir secara teratur dan logis dengan urutan-urutan yang
rasional dan dapat dipertanggungjawabkan, Universal artinya berfikir secara menyeluruh tidak
pada bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas. Sementara itu Sudarto (1996) menyatakan
bahwa ciri-ciri berfikir Filsafat adalah :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 46


a. Metodis : menggunakan metode, cara, yang lazim digunakan oleh filsuf (akhli
filsafat) dalam proses berfikir
b. Sistematis : berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu
keseluruhan sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.
c. Koheren : diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang
bertentangan dan tersusun secara logis
d. Rasional : mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai dengan
kaidah logika)
e. Komprehensif : berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi).
f. Radikal : berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada
tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya
g. Universal : muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas
kehidupan manusia secara keseluruhan
Dengan demikian berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang berfikir tapi
berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Pada
dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini tidak serta merta semua manusia menjadi Filsuf,
sebab berfikir filsafat memerlukan latihan dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan
berfikir sehingga setiap masalah/substansi mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai
kebenaran jawaban dengan cara yang benar sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran.
Pada dasarnya filsafat atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas dari
kehidupan sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat difikirkan
bisa menjadi objek filsafat apabila selalu dipertanyakan, difikirkan secara radikal guna mencapai
kebenaran. Louis Kattsoff menyebutkan bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya
yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia,
Langeveld (1955) menyatakan bahwa filsafat itu berpangkal pada pemikiran keseluruhan serwa
sekalian secara radikal dan menurut sistem, sementara itu Mulder (1966) menjelaskan bahwa tiap-
tiap manusia yang mulai berfikir tentang diri sendiri dan tentang tempat-tempatnya dalam dunia
akan menghadapi beberapa persoalan yang begitu penting, sehingga persoalan-persoalan itu boleh
diberi nama persoalan-persoalan pokok yaitu : 1) Adakah Allah dan siapakan Allah itu ?, 2) apa
dan siapakah manusia ?, dan 3) Apakah hakekat dari segala realitas, apakah maknanya, dan
apakah intisarinya ?. Lebih jauh E.C. Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of
Philosophy (1962) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat
menunjukan objek filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The
Relation of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan
waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba tunggal
lawan serba jamak), dan God (Tuhan)
Pendapat-pendapat tersebut di atas menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek
filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut pandang nya terhadap masalah, sehingga
dapat disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang maujud dalam sudut pandang
dan kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para akhli membagi objek filsafat ke
dalam objek material dan obyek formal. Obyek material adalah objek yang secara wujudnya dapat
dijadikan bahan telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal adalah objek yang menyangkut
sudut pandang dalam melihat obyek material tertentu. Menurut Endang Saefudin Anshori (1981)
objek material filsafat adalah sarwa yang ada (segala sesuatu yang berwujud), yang pada garis
besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam; dan
3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara
radikal terhadap objek material filsafat. Dengan demikian objek material filsafat mengacu pada
substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia, sedangkan objek formal
filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir terhadap objek material tersebut, dengan
kata lain objek formal filsafat mengacu pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan
objek material filsafat.
adapun Bidang-bidang kajian/sistimatika filsafat antara lain adalah :
1. Ontologi. Bidang filsafat yang meneliti hakikat wujud/ada (on = being/ada; logos =
pemikiran/ ilmu/teori).

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 47


2. Epistemologi. Filsafat yang menyelidiki tentang sumber, syarat serta proses
terjadinya pengetahuan (episteme = pengetahuan/knowledge; logos =
ilmu/teori/pemikiran)
3. Axiologi. Bidang filsafat yang menelaah tentang hakikat nilai-nilai (axios = value;
logos = teori/ilmu/pemikiran)
Sementara itu menurut Gahral Adian, Pendekatan filsafat melalui sistimatika dapat
dilakukan dengan mengacu pada tiga
pernyataan yang dikemukakan oleh Immanuel Kant yaitu :
1. Apa yang dapat saya ketahui ?
2. Apa yang dapat saya harapkan ?
3. Apa yang dapat saya lakukan ?
ketiga pertanyaan tersebut menghasilkan tiga wilayah besar filsafat yaitu wilayah
pengetahuan, wilayah ada, dan wilayah nilai. Ketiga wilayah besar tersebut kemudian dibagi lagi
kedalam wilayah-wilayah bagian yang lebih spesifik. Wilayah nilai mencakup nilai etika
(kebaikan) dan nilai estetika (keindahan), wilayah Ada dikelompokan ke dalam Ontologi dan
Metafisika, dan wilayah pengetahuan dibagi ke dalam empat wilayah yaitu filsafat Ilmu,
Epistemologi, Metodologi, dan Logika.
Hubungan filsafat-teori dan praktek dalam kehidupan khususnya dalam administrasi
pendidikan
Sebagaimana telah dikemukakan di atas nampak bahwa filsafat merupakat suatu cara
berfikir radikal dan menjadi dasar dari pengembangan ilmu karena filsafat itu merupakan induk
dari ilmu, sementara itu teori merupakan suatu yang membentuk ilmu, sehingga teori itu
merupakan suatu upaya untuk memehami realitas yang ada dengan melihat hubungan-hubungan
antar konsep. Menurut Kerlinger dalam Bukunya Foundation of Behavioural Research
mendefinisikan teori sebagai a set of interrelated constructs (concepts), definition, and proposition
that present a systematic view of phenomena by specifying relation variables, with the purpose of
explaining and predicting the phenomena. Dari prngertian di atas nampak bahwa teori di dalamnya
mengandung proposisi, dimana proposisi itu sendiri banyak mengacu pada pemikiran filosofis
berkaitan dengan hakekat kenyataan, serta pemerolehan ilmu, selain itu teori juga bermaksud
untuk membantu menjelaskan serta memprediksi gejala-gejala, dan ini berarti akan sangat
membatu dalam praktek kehidupan, sehingga teori dapat menjadi pemandu dalam melaksanakan
kegiatan/praktek.
Menurut Wayne K Hoy dan Miskel dalam bukunya Educational Administration fungsi
teori adalah sebagai berikut :
The function of theory are :
 To explain
 To guide research
 To generate new knowledge
 And to guide practice
Dari penjelasan di atas nampak bahwa teori/ilmu dapat membentu dalam mengarahkan tindakan,
sementara filsafat merupakan fondasi bagi berkembangnya ilmu/teori.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa filsafat merupakan fondasi ilmu termasuk ilmu
pendidikan, maka upaya melakukan pendidikan juga harus mengacu pada landasan filosofisnya
agar pendidikan berjalan menuju arah jang jelas dan tepat.
Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan
kehidupan manusia, di mana pendidikan merupakan salah satu aspek dari kehidupan tersebut,
karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan
membutuhkan filsafat. Hal ini Karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut
pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul
masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh
pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan yang faktual, yang tidak memungkinkan dapat
dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana
pendidikan, perlu mengetahui filsafat dan filsafat pendidikan. Tidak boleh buta terhadapnya.
Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat dan filsafat pendidikan,
karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 48


individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan tidak dapat
dimengerti sepenuhnya tanpa mengetahui tujuan akhirnya. Tujuan akhir pendidikan perlu dipahami
dalam kerangka hubungannya dengan tujuan hidup tersebut, baik tujuan individu maupun tujuan
kelompok. Guru sebagai pribadi, memiliki tujuan dan pandangan hidupnya. Guru sebagai warga
masyarakat atau warga negara memiliki. tujuan hidup bersama.
Hubungan filsafat dengan pendidikan dapat kita ketahui, bahwa ftlsafat akan menelaah suatu
realitas dengan lebih luas, sesuai dengan ciri berpikir filsafat, yaitu radikal, sistematis, dan
universal. Filsafat akan membahas hakikat dunia dan pandangan hidup secara radikal, sistematis,
dan universal. Konsep tentang dunia dan pandangan tentang tujuan hidup tersebut akan menjadi
landasan dalam menyusun tujuan pendidikan. Brubacher (1950), seorang guru besar dalam filsafat
pendidikan, mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan pendidikan dalam ha1 ini
filsafat pendidikan-bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan baru, melainkan
juga melahirkan filsafat pendidikan. Bahkan John Dewey berpandangan bahwa filsafat merupakan
teori umum bagi pendidikan. Untuk itu nampak jelas bahwa filsafat amat penting bagi pendidikan
termasuk dalam menyusun rencana pendidikan agar arah yang dituju benar dan sesuai dengan
nilai-nilai kehidupan masyarakat
perkembangan flsafat pendidikan dalam perspektif sejarah dan implikasinya terhadap
pengelolaan pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia akan
pendidikan (homo educandum), pendidikan itu sendiri adalah merupakan suatu upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk itu, Filosof pendidikan harus memiliki pikiran yang
benar, jelas, dan menyeluruh tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan seluruh aspek
kehidupan seperti masalah ketuhanan, kemanusiaan, pengetahuan kealaman, dan pengetahuan
sosial. Filosof pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar
pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran. Menurut Kneller (1971), filsafat pendidikan
merupakan aplikasi filsafat dalam lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan
pun berkembang dari filsafat spekulatif, preskriptif, dan kemudian analitik. Filsafat pendidikan
dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat,
hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil penelitian sains
yang berbeda. Filsafat pendidikan dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan
tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar
untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Pendidikan yang berdasarkan Filsafat
pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan pernyataan-psrnyataan
spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau
gagasan-gagasan pendidikan, dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain.
Berkaitan dengan pengelolaan pendidikan, jelas sekali bahwa bagaimana mengelola
pendidikan akan ditentukan oleh filsafat pendidikan yang dianutnya, dalam arti pandangan-
pandangan dasarnya atas segala sesuatu yang ada dalam posisinya dengan kehidupan manusia. Ini
berarti bahwa apabila filsafat pendidikan yang dianut berubah, maka cara pengelolaanpun akan
berubah pula, sebab pandangan dasar merupakan penopang bagi kerja operasional, filsafat
pendidikan merupakan pandangan dasar dan pengelolaan merupakan aspek teknis untuk
memuluskan pencapai apa yang menjadi pandangan dasar dalam pendidikan.
mazhab/aliran filsafat.
Kadang-kadang kita merasa aneh dengan banyaknya madzhab dan aliran dalam filsafat.
Rasa aneh itu ada karena tabiat manusia yang berpikir itu satu, seperti halnya alam yang
menjadi objek kajian dan bahasan filsafat yang juga satu. Lalu mengapa para filsuf berbeda-
beda dalam pemikirannya? Memang benar bahwa manusia mempunyai tabiat (karakter) yang
sama. Akan tetapi, tabiat ini terdiri dari akal dan indera. Manusia memiliki indera yang
menghubungkannya dengan dunia luar dan memindahkan berbagai kesan inderawi dari alam
tersebut, serta untuk kemudian kesan-kesan itu ia sampaikan ke pusat-pusat syaraf tertentu,
sehingga persepsi orang bisa berbeda atas suatu masalah. Kondisi ini menunjukan bahwa
perbedaan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Dalam kaitannya dengan filsafat
para akhli membagi mazhab/aliran filsafat ke dalam dua mazhab besar, dan belakangan
bertambah lagi satu mazhab yang merupakan upaya untuk mengkompromikan kedua aliran
tersebut, adapun mazhab tersebut adalah

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 49


 Mazhab Rasionalisme
 Mazhab Empirisme
 Mazhab Realisme/Kritisisme
 Madzhab Rasionalisme
Para filsuf rasionalisme adalah mereka yang: pertama, mengatakan bahwa kekuatan akal
pada diri manusia -yang dalam pandangan mereka merupakan suatu kekuatan instinktif-
adalah sumber dari semua ilmu yang hakiki, atau merupakan sumber dari dua sifat dari ciri
ilmu hakiki secara khusus, yaitu: urgensitas (dharurah) dan kebenaran mutlak (al-.rhidq al-
.muthlaq). Kedua, berkaitan dengan alam kosmik, para penganut madzhab rasio nalisme
menerima adanya wujud spiritual atau rasio yang meru pakan asal usul dari segala entitas.
Madzhab rasionalisme ini mempunyai paling terkenal, yakni Plato untuk masa klasik, serta
Descartes dan Leibniz untuk masa modern.
Plato berpendapat bahwa wujud hakiki adalah alam idea, atau alam rasional. Descartes
membagi wujud (being) kepada dua macam, yakni substansi berpikir, yaitu spirit-spirit dan
substansi yang terdapat di dunia ruang, yaitu tubuh. Adapun Leibniz menggagas konsep
substansis substansi spirituil yang dianggap sebagai unsur-unsur utama dalam susunan alam.
Berkaitan dengan pengetahuan. Plato berpendapat bahwa Pengetahuan tentang hakikat-hakikat
rasional (ide) hanya terrwujud lewat akal. Adapun Descartes berpendapat bahwa pengetahuan
bersifat rasional-alami. Descartes menganggap akal sebagai hakim (penentu) dari apa yang
disaksikan oleh indera, karena pengetahuan kita adalah pengetahuan tentang substansi- substansi
yang diketahui oleh akal. Selanjutnya, Leibniz menjelaskan penilaiannya terhadap pengetahuan
rasional-alami (fitri), namun ia menganggapnya murni sebagai kesiapan-kesiapan tersembunyi
yang perlu disadari oleh indera. Begitulah ia memadukan antara pendapat Descartes dan Locke
yang akhirnya menyerupai pendapat Plato.
 Madzhab Empirisme
Para penganut madzhab ini menolak teori ide-ide natural yang dikemukakan oleh para
penganut madzhab rasionalisme. Penganut madzhab empirisme mengembalikan pengetahuan
dengan semua bentuknya kepada pengalaman inderawi. Orientasi ini mendorong mereka untuk
secara serius memperhatikan peristiwa-peristiwa nyata. Seluruh penganut madzhab empirisme
menolak ide-ide instinktif. Pada dasarnya, mereka mengembalikan pengetahuan pada sensasi
atau persepsi. Tetapi, Aristoteles berpendapat bahwa ilmu hakiki adalah ilmu pengetahuan
tentang yang universal dan esensial, ia diikuti Bacon dalam keinginannya untuk penca paian
hukum-hukum umum dalam menafsirkan alam. Locke terpengaruh oleh orientasi ini dan la
mengakui sebagian makna universal dan ide-ide metafisik, seperti substansi dan jiwa. Adapun
Hume dan Mills telah mempersempit kerja jiwa dan akal, sehingga karenanya kedua orang itu
membatasi pengetahuan pada sensasi saja.
Berkenaan dengan madzhab empirisme, kita memahami bahwa Aritoteles menjelaskan
metode induksi dan ia cenderung mengkaji analogi. Kekurangan ini disempurnakan Bacon,
dimana ia memaparkan induksi ilmiah secara terperinci, namun penerap an metodenya
menampakkan beberapa kekurangan, maka hal itu kemudian disempurnakan oleh John Stuart
Mills.
Wujud alam luar diakui oleh kaum empirisme sebagai sumber bagi berbagai sensasi.
Inilah yang kita temukan pada Aristoteles, Bacon serta John Locke. Namun, Hume yang
datang sesudahnya mempersempit kerja akal serta mengingkari wujud jiwa, sehingga
pengetahuan didasarkan pada sensasi dan persepsi yang berubah-ubah. la juga mengingkari
adanya substansi materiil dalam alam luar.
 Madzhab Kritisisme
Madzhab Kritisisme yang diusung oleh Immanuel Kant mencoba menggabungkan kedua
aliran itu dan menggariskan satu filsafat yang menengahi akal dan pengalaman inderawi.
Filsafat ini tidak murni rasional dan juga tidak murni empirik, namun menggabungkan antara
unsur-unsur dari kedua aliran. Kritik adalah salah satu cara untuk memverifikasi berbagai
pendapat dan membebaskan berbagai pemikiran dari keyakinan sebagai pemikiran-pemikiran
yang ajeg (mantap tak berubah). Ini menuntut observasi cermat serta kesadaran sempurna yang
memungkinkan untuk mengetahui sesuatu yang terselubung dan menjelaskan yang samar. Kritik
juga merupakan satu jenis analisa, dimana seorang pengkritik akan menganalisa satu konsep

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 50


(ide) atau ungkapan untuk menjelaskan kebenaran dan kesalahan yang ada padanya. Inilah yang
hendak dicapai oleh madzhab Kritisisme Kant, ketika la mengkritisi madzhab-madzhab ter -
dahulu (Rasionalisme dan Empirisme) dan menjelaskan kekurangan kekurangan yang ada
padanya. Kant juga memberikan batasan-batasan tentang akal manusia. Kant tidak menciptakan
metode kritik dari tiada, namun ia telah didahului oleh banyak pemikir dari kalangan filsuf, se -
jarawan dan sastrawan. Kita menemukan Aristoteles sejak zaman kuno telah mengkritik
pendapat-pendapat para filsuf sebelumnya, sehingga terkenalah ungkapannya: "Aku mencintai
Plato, tapi aku lebih mencintai kebenaran".
Sebagaimana diketahui bahwa filsafat merupakan induk ilmu-ilmu, ini juga jelas berlaku
bagi ilmu administrasi pendidikan, dalam tatarn ini apa yang terjadi dalam perkembangan
administrasi juga tidak bisa lepas dari pengaruh filsafat. Menurut Cecil G. Miskel (2001), dalam
melihat organisasi dalam konteks administrasi pendidikan terdapat tiga perspektif yaitu :
1. perspektif sistem rasional
2. perspektif sistem natural, dan
3. perspektif sistem terbuka
perspektif sistem rsional menekankan pada struktur organisasi dalam pencapaian tujuan secara
efisien, perspektif sistem natural menekankan pada hubungan manusia dalam mengelola
organisasi, sedangkan perspektif sistem terbuka merupakan upaya menggabungkan kedua
pandangan tersebut .
Bila melihat perspektif di atas, nampaknya perspektif sistem rasional lebih dipengaruhi
oleh faham empirisme, dimana upaya memperbaiki organisasi melalui aplikasi
manajemen/administrasi lebih ditekankan pada aspek-aspek nyata lingkungan empiris, dengan
anggapat bahwa bila struktur berubah maka proses kerja dalam organisasi akan berjalan efisien.
Sementara itu faham rasionalisme nampak lebih berpengaruh pada perspektif sistem alam/natural,
dimana perubahan organisasi akan terjadi bila cara berfikir manusia berubah sehingga upaya
menjalin hubungan dengan manusia untuk menumbuhkan pemahaman menjadi hal utama dalam
konteks tersebut. Sementara perspektif sistem terbuka yang merupakan sintesi dari keduanya
cenderung dipengaruhi oleh nazhab kritisisme sebagai faham gabungan antara rasionalisme dan
empirisme.
Makna filsafat manajemen/administrasi
Secara umum filsafat manajemen adalah aplikasi cara berfikir filosofis atas bidang ilmu
manajemen, filsafat manajemen mengkaji atau melihat manajemen dalam konteks menyeluruh dan
radikal, ini berkaitan dengan aspek ontologi, epistemologi serta aksiologi. Menurut G.R Terry
Manajemen diartikan sebaga getting thing done by other people, artinya bagaimana sesuatu dapat
dikerjakan oleh orang lain. Ini berarti bahwa pandangan atas manusia menjadi hal yang utama,
dalam konteks ini prinsip apa yang bisa menjadikan semua itu berjalan, apakah manusia mekhluk
yang pemalas seperti teori X, atau sebagai makhluk yang rajin teori Y dari McGregor, hal ini jelas
berkaitan dengan pandangan tentang manusia, karakteristik, sifat serta kemungkinan-
kemungkinannya dalam melaksanakan suatu kegiatan manajemen.
Selain itu filsafat manajemen juga perlu mengkaji berkaitan dengan aplikasinya dalam
kehidupan masyarakat, apakah manajemen merupakan ilmu yang bisa diterapkan tanpa melihat
konteks atau perlu mempertimbangkan berbagai nilai yang berkembang, ini jelas berkaitan dengan
aksiologi dari manajemen, oleh karena itu filsafat manajemen merupakan kajian komprehensif
tentang manajemen berkaitan dengan asumsi dasarnya serta pemanfaatannya, disampin prinsip-
prinsipnya dalam konteks universal dan radikal. Oleh karena itu filsafat manajemen tidak
membicarakan hal-hal teknis berkaitan dengan operasionalisasi manajemen dalam prakteknya
namun memberikan gambaran tentang posisi manajemen dalam konteks kehidupan manusia secara
komprehensif.
evolusi pemikiran manajemen dari masa ke masa
Menurut Sergivani (1987), dilihat dari konsernnya, administrasi/manajemen terdapat
beberapa aliran utama Major Strands of Thought in Administration, yaitu:
a. Concern for efficiency
b. Concern for person
c. Concern for politics and decision making
d. Concern for culture

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 51


Konsern pada efisiensi merupakan pemikiran manajemen yang dinisbahkan pada
manajemen ilmiah dari Taylor, pemikiran ini berkembang antara 1900 an sampai tahun 1930.
pemikiran ini menitik beratkan pada upaya untuk melaksanakan manajemen dengan hasil yang
dapat menumbuhkan efisiensi, dalam hal ini pembagian kerja menjadi salah satu cara utama untuk
mencapainya
Konsern pada orang berkembang muali tahun 1930 sampai tahun 1960an dengan
tokohnya seperti Elton Mayo. Dalam pemikiran aliran ini dalam manajemen hal paling utama
untuk diperhatikan adalah bagaimana menumbuhkan motivasi serta penciptaan kepuasan kerja
bagi pekerja agar mau melakukan pekerjaan dengan baik, dalam hubungan ini human relation
menjadi salah satu faktor penting dalam menjalankan organisasi
Konsern pada politik dan pembuatan keputusan. Pemikiran yang mengacu pada konsern
ini melihat organisasi/manajemen sebagai tempat dimana berbagai kepentingan saling berusaha
untuk mempengaruhi jalannya organisasi, oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan oleh manajer
adalah bagaimana menyeimbangkan kekuatan/power tersebut untuk dicapai suatu keputusan yang
tepat bagi kepentingan organisasi, dengan menggunakan berbagai cara untuk mampu melakukan
pengaruh pada berbagai fihak (Power and Influence)
Menurut Sergiovani, pada tahun 1980an, konsern pada budaya berkembang, pandangan
dari konsern ini adalah bahwa suatu organisasi merupakan suatu sistem sosial dan budaya dimana
di dalamnya terdapat berbagai kaidah/nilai yang menjadi dasar bagi bekerjanya organisasi
Berbagai pemikiran yang dikemukakan di atas berimplikasi pada bagaimana manajemen
dalam organisasi dijalankan, konsern pada efisiensi akan berakibat pada pengelolaan organisasi
yang mekanistik, dimana dimensi struktur dan pembagian kerja menjadi bidang yang mendapat
perhatian utama, dalam kaitan ini penggunaan teknologi yang dapat menggantikan manusia dapat
menjadi pilihan penting dalam rang meningkatkan efisiensi. Sementara pada pemikiran yang
konsernnya pada manusia, masalah motivasi, komitmen, kepuasan kerja serta berbagai aspek yang
berkaitan dengan karakteristik manusia akan menjadi dasar dalam melakukan kebijakan organisasi
serta memandu bagaimana manajer harus berperan dengan lebih memperhatikan pendekanan
manusia dalam menentukan berbagai aktivitas organisasi, agar pegawai akan terus termotivasi
dalam melaksanakan tugasnya.
Implikasi dari pemikran yang konsernnya pada politik dan pembuatan keputusan akan
mendorong kebijakan manajemen pada upaya untuk menggunakan kekuasaan dan pengaruh dalam
menggerakan organisasi, sehingga berbagai kepentingan dapat terakomodasi dan konflik tidak
memberi dampak negatif bagi organisasi. Sementara itu konsern pada budaya akan mendorong
organisasi dan manajemen untuk menciptakan budaya organisasi yang kondusif bagi pencapaian
tujuan organisasi.
Dalam kenyataan dewasa ini semua konsern tersebut mendapat perhatian dalam kajian
manajemen dan organisasi, seperti terlihat dalam kajian Prilaku organisasi, karena pada dasarnya
organisasi apapun pada dasarnya merupakan interaksi antara individu/person dengan institusi atau
antara struktur dan kultur, sehingga baik dimensi institusi maupun manusia menempati posisi
penting dalam organisasi, dan prosesnya memerlukan hubungan manusia serta perlunya kekuasaan
yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dalam organisasi.
pembaharuan pendidikan
Menurut UU Sisdiknas No 20 th 2003 pendidikan diartikan sebagai berikut
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas No
20 Tahun 2003)
Bila melihat pengertian pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas nampaknya cukup
komprehensif (meski masih dapat dan perlu dikritisi) dan perlu dijadikan dasar bagi kajian tentang
pendidikan di Indonesia, di mana pendidikan mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
1. usaha sadar dan terencana
2. perwujudan suasana belajar dan proses pembelajaran
3. pengembangan protensi peserta didik
4. mencapapai kekuatan spiritual keagamaan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 52


5. pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan
6. untuk kepentingan dirinya, masyarakat bangsa dan negara
bila dibagankan akan nampak sebagai berikut

Perencanaan

Suasana belajar Dimensi Proses

Proses pembelajaran

Dimensi Tujuan
Pengembangan potensi

spiritual keagamaan pengendalian diri kepribadian

Akhlak Mulia Keterampilan

Pesertadalam
Memang Didik -
aplikasinya Masyarakat - lebih
pemaknaan pendidikan Bangsa - Negara

Namun demikian dalam aplikasinya pemaknaan pendidikan lebih berkecenderungan pada


dimensi pengajaran atau pembelajaran yang secara pragmatis lebih dipersempit lagi pada aktivitas
pembelajaran/pengajaran yang terjadi pada lembaga seperti sekolah atau bentuk lain yang setara,
bahkan keberhasilan pendidikan ditentukan oleh beberapa nilai bidang studi yang ditentukan.
Keadaan ini memang cukup memprihatinkan, ditambah lagi kecenderungan yang makin menguat
bahwa manajemen pendidikan dalam tataran nasional, regional ataupun lokal lebih menitik
beratkan pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal, ditambah sedikit pendidikan non
formal, tapi tidak/kurang memperhatikan pendidikan informal meskipun di dalam UU Sisdiknas
diakui sebagai salah satu jalur pendidikan.
Kondisi ini jelas berkaitan juga dengan kajian ilmu pendidikan yang lebih banyak
berbicara tentang schooling, dan inilah yang oleh Mochtar Buchori (1994a) sebagai krisis dalam
ilmu pendidikan di Indonesia, Apresiasi yang lebih tinggi pada pendidikan formal/persekolahan
merupakan suatu gejala yang telah lama terjadi di masyarakat, kondisi ini berakibat pada makin
dominannya perhatian pada sekolah/pendidikan formal, sehingga perkembangan Ilmu Pendidikan
pun banyak memberikan porsi kajian akademisnya pada pendidikan formal/sekolah. Kurangnya
apresiasi. Ketergantungan yang makin tinggi pada persekolahan berakibat pada kurangnya
penghargaan pada pendidikan di luar sekolah (nonformal dan informal), sebagaimana
dikemukakan oleh T.R Batten (Surjadi, 1974:17), bahwa umumnya masyarakat kurang menghargai
pendidikan masyarakat yang diselenggarakan secara lokal, hal ini tidak lain karena makin
tumbuhnya ketergantungan masyarakat pada lembaga pendidikan sekolah/pendidikan formal.
Namun demikian, Semenjak awal tahun 1970-an Institut Pendidikan UNESCO telah
memusatkan perhatiannya pada masalah pendidikan sepanjang hayat (Cropley,tt.ix), kondisi ini
sebenarnya merupakan suatu upaya untuk melihat pendidikan secara komprehensif, tidak hanya

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 53


berfokus pada pendidikan formal, sebab meskipun dalam proses pendidikan di sekolah tiga aspek,
kognitif, afektif, dan psikomotor menjadi perhatian, namun dalam pelaksanaannya aspek kognitif
lebih menempati posisi sentral dalam melihat keberhasilan suatu proses pendidikan, sehingga
aspek lain seperti moral dan etika cenderung kurang/tidak dipergunakan sebagai dasar utama
dalam menentukan keberhasilan output pendidikan, padahal pendidikan itu pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan dari budaya atau keseluruhan hidup manusia dengan berbagai dimensinya yang
sangat kompleks, sehingga mereduksi pendidikan hanya pada dimensi tertentu akan cenderung
membawa pada fragmentasi kehidupan. Hal ini sejalan dengan Tilaar (2004 : 54) yang berpendapat
bahwa pendidikan tidak dibatasi sebagai schooling, sebab pendidikan ternyata tidak dapat
dipisahkan dari keseluruhan hidup masyarakat, atau dengan kata lain merupakan sebagian dari
kebudayaan.
Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memahami pendidikan dalam artinya yang
komprehensif, sebab pandangan yang terlalu terfokus pada jalur pendidikan formal akan
mengakibatkan institusi pendidikan lain seperti keluarga dan masyarakat tidak dapat berkembang
dengan baik, dan ini akan berakibat pada mandegnya kelembagaan pendidikan. Dalam kaitan ini
redefinisi pendidikan mutlak dilakukan guna memberikan cakupan yang lebih luas, dan jika ini
dapat dilakukan maka pendidikan akan terus berkembang dengan dukungan seluruh lapisan
masyarakat dalam berbagai kegiatannya dalam masyarakat.
KONSEP ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Administrasi dapat diartikan suatu proses dari berbagai kegiatan yang dilakukan secara
menyeluruh dalam berbagai usaha yang tujuannya adalah untuk mencapai hasil yang optimal.
Engkoswara (1990) menyatakan bahwa ruang lingkup administrasi atau manajemen pendidikan
(selanjutnya disebut sebagai manajemen pendidikan), meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan untuk mencapai produktivitas tujuan pendidikan. Fakry Gaffar (1994)
menganggap manajemen pendidikan sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik dan
komprehensif untuk mewujudkan pendidikan nasional. Terdapat dua pengertian yang terkandung
dalam konsep manajemen pendidikan nasional, yaitu sebagai upaya untuk mencapai tujuan
nasional yang terkoordinasikan secara sistemik dan sistematik dan sebagai usaha berkenaan
dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pakar lain menyatakan bahwa manajemen pendidikan ialah aktivitas memadukan
sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditentukan sebelumnya (Made Pidarta, Dikutip Subagio Atmodiwirio, 2000). Dengan
maksud yang sama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, mendefinisikan bahwa:
“Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan, pengorganisasian,
memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta
bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan” (Biro Perencanaan
Depdikbud, 1993:4)

Dalam lingkup mikro Hastrop (1975) mendefinisikan bahwa manajemen


pendidikan ialah "upaya seseorang untuk mengerahkan dan memberi kesempatan
kepada orang lain untuk melaksanakan pekerjaan secara efektif, dan menerima
pertanggung jawaban pribadi untuk, mencapai pengukuran hasil yang ditetapkan ”.
Teori Getzel & Guba yang kemudian diperluas oleh Thelen (1960) tentang administrasi
pendidikan, menjelaskan bahwa adminsitrasi sebagai proses sosio kultural dalam mana
perilaku dilihat sebagai fungsi-fungsi dari dimensi " nomotetis " (yang didorong untuk
mencapai tujuan kelompok, organisasi, atau institusi) dan sebagai fungsi dari dimensi
"ideografis" (yang didorong oleh kebutuhan individual) dari suatu sistem sosial
(Sutisna, 1993). Getzel memandang administrasi sebagai interaksi antara atasan dan
bawahan didalam suatu sistem sosial. Interaksi antar pribadi atau sosial inilah yang
merupakan faktor yang menentukan dalam administrasi sebagai suatu sistem sosial.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 54


Sementara itu, menurut Wilson (1966) yang dikutip S. Atmodiwirio (2000)
mengartikan manajemen/administrasi pendidikan sebagai :
"koordinasi kekuatan yang diperlukan agar pengajaran yang baik bagi anak dalam
organisasi sekolah tersusun dalam perincian terutama untuk mencapai tujuan tujuan unit
pelajaran dan untuk meyakinkan bahwa apa yang dicapai adalah tepat "
Dalam pengertian yang lebih bersifat operasional, manajemen pendidikan lebih
ditekankan pada upaya seseorang pemimpin dalam menggerakkan bawahan mengelola
sumber daya yang selalu terbatas, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efisien dan
efektif.
Definisi-definisi administrasi dan manajemen pendidikan yang disebutkan di atas
mengandung pengertian yang hampir sama, oleh karena itu secara umum dapat dikemukakan
bahwa administrasi/manajemen pendidikan ialah suatu cabang ilmu yang mempelajari penataan
sumber daya manusia, kurikulum atau sumber belajar yang telah disepakati, sehingga dapat
dicapai suatu tujuan secara optimal dan tercipta suasana yang harmonis dalam proses
pencapaiannya dengan usaha yang efektif dan efisien. Atau bisa juga diartikan sebagai suatu
keseluruhan proses kerjasama dalam mendayagunakan semua sumber daya secara efektif, efisien,
dan produktif dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan pemahaman seperti itu, maka
Manajemen pendidikan adalah pengelolan institusi pendidikan tinggi seperti akademi,
sekolah tinggi, politeknik, universitas, yang meliputi : peserta didik atau mahasiswa,
dosen dan pembimbing dan tenaga akademik lainnya, kurikulum, sarana dan prasarana
pendidikan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Dalam berbagai definisi manajemen pendidikan, selain penekanan pada pencapaian
fungsi-fungsi manajemen, dan hasil yang dapat diukur, maka tujuan harus dirumuskan
dengan suatu kriteria yang dapat diukur sehingga jelas perbandingannya antara yang
direncanakan dan yang dicapai. Manajemen memerlukan suatu standar sebagai alat
pengukur atau dihitung keberhasilannya . Oleh karena itu maka administrasi pendidikan
dapat difahami sebagai proses pengkoordinasian, menyertakan orang banyak, dan
mengggunakan alat. Proses itu berkaitan dengan fungsi pembuatan keputusan,
perencanaan, kepemimpinan, pengkoordinasian, dan pengendalian yang dilakukan dalam
bidangpenyelenggaraan pendidikan.
MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
Konsep Kualitas/mutu
Kualitas telah menjadi isu kritis dalam persaingan modern dewasa ini, dan hal itu
telah menjadi beban tugas bagi para manager menengah. Dalam tataran abstrak kualitas telah
didefinisikan oleh dua pakar penting bidang kualitas yaitu Joseph Juran dan Edward Deming.
Mereka berdua telah berhasil menjadikan kualitas sebagai mindset yang berkembang terus
dalam kajian managemen, khususnya managemen kualitas.
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness for use), ini
berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau
diharapkan oleh pengguna, lebih jauh Juran mengemukakan lima dimensi kualitas yaitu :
a. Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk
b. Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain dengan
penyampaian produk aktual
c. Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan, serta
ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan
d. Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen
e. Guna praktis (field use) , kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan pada
penggunaannya oleh konsumen.
Tokoh lain yang mengembangkan managemen kualitas adalah Edward Deming.
Menurut Deming meskipun kualitas mencakup kesesuaian atribut produk dengan tuntutan
konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu. Menurut Deming terdapat empatbelas poin
penting yang dapat membawa/membantu manager mencapai perbaikan dalam kualitas yaitu :
1. Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
2. Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima
3. Berhenti tergantung pada inspeksi missal

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 55


4. Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
5. Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
6. Melembagakan metode pelatihan kerja modern
7. Melembagakan kepemimpinan
8. Menghilangkan rintangan antar departemen
9. Hilangkan ketakutan
10. Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
11. Hilangkan managemen berdasarkan sasaran
12. Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman
13. Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
14. Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat melaksanakan
transformasi seperti dalam poin-poin di atas.
Dengan memperhatikan pendapat dua tokoh kualitas di atas, nampak bahwa mereka
menawarkan beberapa pandangan yang penting dalam bidang kualitas, pada intinya dapat
difahami bahwa semua yang berkaitan dengan managemen kualitas atau perbaikan kualis yang
diperlukan adalah penerapan pengetahuan dalam upaya meningkatkan/mengembangkan
kualitas produk atau jasa secara berkesinambungan.
Sementara itu David A Garvin mengemukakan delapan dimensi atau kategoro kritis
dari kualitas yaitu :
 Performance (Kinerja). Karakteristik kinerja utama produk.
 Feature (profil). Aspek sekunder dari kinerja, atau kinerja tambahan dari suatu
produk
 Reliability (kedapat dipercayaan). Kemungkinan produk malfungsi, atau tidak
berfungsi dengan baik, dalam konteks ini produk/jasa dapat dipercaya dalam
menjalankan fungsingan
 Conformance (kesesuaian). Kesesuaianatau cocok dengan keinginan/kebutuhan
konsumen
 Durability (Daya tahan). Daya tahan produk/masa hidup produk baik secara
ekonomis maupun teknis
 Serviceability (kepelayanan), kecepatan, kesopanan, kompetensi, mudah
diperbaiki
 Aesthetics (keindahan). Keindahan produk, dalam desain, rasa, suara atau bau
dari produk, dan ini bersifat subjektif
 Perceived quality (kualitas yang dipersepsi). Kualitas dalam pandagan
pelanggan/konsumen
Selain itu Banyak pakar lain yang mencoba mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut
pandangnya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut (Fandy Tjiptono.
2003:3)
 Performance to the standard expected by the customer
 Meeting the customer's needs the first time and every time
 Providing our customers with products and services that consistently meet their needs
and expectations.
 Doing the right thing right the first time, always striving for improvement, and always
satisfying the customer
 A pragmatic system of continual improvement, a way to successfully organize man
and machines
 The meaning of excellence
 The unyielding and continuing effort by everyone in an organization to understand,
meet, and exceed the needs of its customers
 The best product that you can produce with the materials that you have to work with
 Continuous good product which a customer can trust
 Not only satisfying customers, but delighting them, innovating, creating.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-
definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut:

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 56


 Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
 Kualitas mencakup produk, ;jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
 Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa Yang dianggap
merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).
Konsep Penjaminan Kualitas/mutu (quality assurance)
Penjaminan kualitas adalah seluruh rencana dan lndakan sistematis yang penting
untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari
kualitas (Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut merupakan refleksi dari kebutuhan pelanggan.
Penjaminan kualitas biasanya membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan biasanya
digunakan sebagai alat bagi manajemen. Menurut Gryna (1988), penjaminan kualitas merupakan
kegiatan untuk memberikan bukti-bukti untuk membangun kepercayaan bahwa kualitas dapat
berfungsi secara efektif (Pike dan Barnes, 1996).
Sementara itu Cartin (1999:312) memberikan definisi penjaminan kualitas sebagai
berikut : Quality Assurance is all planned and systematic activities implemented within the the
quality system that can be demonstrated to provide confidence that a product or service will
fulfill requirements for quality
Tujuan Penjaminan Kualitas/mutu
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal maupun
eksternal organisasi. Menurut Yorke (1997), tujuan penjaminan (Assurance) terhadap kualitas
tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan berkesinambungan melalui
praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.
2. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain
dari lembaga yang kuat clan dapat dipercaya.
3. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan
bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.
4. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah
agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil
mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam
membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme penjaminan
kualitas yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan
tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran.
Berkaitan dengan penjaminan kualitas, Stebbing dalam Dorothea E. Wahyuni
(2003) menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas sebagai berikut :
 Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi. Meskipun program
penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup pengendalian kualitas dan
inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen
terhadap mutu secara menyeluruh.
 Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa. Dengan kata lain,
departemen pengendali kualitas tidak harus bertanggung jawab dalam pengecekan
segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang lain.
 Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian perancangan. Dengan
kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan murupakan keputusan bidang
perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam
perancangan.
 Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya vang sangat besar.
Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminan kualitas bukan
pernborosan.
 Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatm pengendalian melalui prosedur
secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi, produktivitns, dan
profitabilitas.
 Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyem buhkan
berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru akan dapat mengerjakan segala

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 57


sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap waktu (do it right the first time and every
time).
 Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk mencapai biaya yang efektif,
membantu meningkatkan produktivitas.
Perkembangan konsep Kualitas/mutu
Mutu merupakan konsep yang terus mengalami perkembangan dalam pemaknaannya,
menurut Garvin perspektif tentang Konsep mutu mengalami evolusi sebagai berikut, dia
mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan
dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni musik, drama, seni
tari, dan seni rupa. Selain itu perusahaan dapat mempromosikan produknya dengan
pernyataan-pernyataan seperti tempat berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan
(mobil), kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan
lain-lain. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan
sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
2. Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat
dikuantifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan
dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat
objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi
individual.
3. User-based Approach
Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang
memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya
perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang
subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki
kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan
persyaratannya (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa
kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi
yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan
produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar
yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. Dalam konteks ini
konsumen dipandang sebagai fihak yang harus menerima standar-standar yang ditetapkan
oleh produsen atau penghasil produk
5. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan
trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai "affordable excellence".
Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling
tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah
produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).
Konsep Standar Manajemen Mutu
Secara sederhana manajeman mutu dapat diartikan sebagai aktivitas manajemen untuk
mengelola mutu, menurut Gasperz (1997), manajemen kualitas dapat dikatakan sebagai aktivitas
dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan,
tanggungjawab, serta meng-implementasikannya melalui alat-alat manajemen kualitas, seperti
peencanaan kualitas, pengendalian kualitas, penjaminan kualitas, dan peningkatan kualitas.
Pengertian di atas menggambarkan bahwa manajemen kualitas berkaitan dengan seluruh
kegiatan manajemen dalam rangka mengelola kualitas. Dalam perkembangannya dewasa ini
manajemen kualitas telah banyak diterapkan dalam seluruh aspek dari suatu organisasi, sehingga
pengelolaan kualitas bersifat total dan terpadu, oleh karena itu TQM telah menjadi sistim

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 58


manajemen yang berkaitan dengan upaya untuk terus meningkatkan kualitas dalam berbagai tahap,
bagian dan bidang-bidang dalam organisasi.
Total Quality Management diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke
dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan
pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993, p. 135). Definisi lainnya
menyatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi
usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi
(Santosa, 1992, p. 33). Untuk memudahkan pemahamannya (Fandi Tjiptono.2003), pengertian
TQM dapat dibedakan dalam dua aspek. Aspek pertama menguraikan apa TQM itu dan aspek
kedua membahas bagaimana mencapainya.
Total quality management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus
atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.
Total quality approach hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM berikut ini:
 Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
 Memiliki obsesi yang tunggi terhadap kualitas.
 Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
 Memiliki komitmen jangka panjang.
 Membutuhkan kerjasama tim
 Memperbaiki proses secara berkesinambungan
 Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
 Memberikan kebebasan yang terkendali
 Memiliki kesatuan tujuan
 Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Alat Statistik dalam Penjaminan Mutu
Sebagaimana diketahui bahwa penggunaan statistik dalam mengendalikan kualitas
terutama untuk mengurangi variabilitas telah mendapat perhatian dari para pakar kualitas dan
sangat bermanfaat dalam mengimplementasikan TQM, oleh karena itu pemahaman statistik
menjadi penting bagi para pimpinan organisasi dalam rangka melaksanakan TQM. Statistik
merupakan cabang dari matematikan, statistik dapat membantu mendeskripsikan secara kuantitatif
dari suatu proses atau hasil produksi, konsep-konsep penting dalam kaitan ini adalah nilai rata-rata,
modus, Median sebagai ukuran gejala pemusatan, serta range, varians, serta standar deviasi untuk
melihat variabilitas, disamping itu pemahaman tentang distribusi normal dan prinsip-priinsipnya
juga akan sangat membantu dalam penggunaan statistik bagi pelaksanaan managemen kualitas
total. Untuk menjaga agar proses perbaikan dilaksanakan secara berkesinambungan, harus
dikumpulkan data statistik untuk dianalisa atas dasar proses yang sedang berjalan, dengan memberi
perhatian terhadap proses kerja yang bervariasi. Alasan yang ada dibalik semua variasi itu harus pula
diperhatikan, sebab setiap variasi yang berbeda akan memerlukan strategi yang berbeda pula. Metode
kontrol statistik digunakan untuk mengurangi perbaikan hasil kerja, mengurangi limbah dan waktu
proses, serta untuk mengukur sejauh mana perusahaan telah berhasil memuaskan pelanggan. Dengan
adanya data dengan alat statistik, berarti Pendekatan fakta telah dilakukan pada pengambilan
keputusan. Keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi. Pengambilan
keputusan yang dilakukan berdasarkan pendapat (judgment) atau informasi lisan yang seringkali
menimbulkan bias. Manajemen hendaknya membangun kebiasaan menggunakan fakta dan hasil
analisis sebelum melakukan pengambilan keputusan. Fakta dapat diperoleh dengan wawancara,
kuesioner, jajag pendapat, pengujian, analisis statistik, dan lain-lain yang memberikan hasil yang
obyektif. Pendekatan fakta dalam pengambilan keputusan akan mengurangi timbulnya kesalahan.
Dalam organisasi yang melaksanakan manajemen mutu, segala keputusan harus didasarkan pada data
pasti yang paling memungkinkan. Statistik pengendalian proses penting sekali clan harus dipakai
agar organisasi bisa secara sistimatis mengukur tingkat keadaan apakah sasaran pencapaian dan hasil
(output) telah berhasil memuaskan pelanggan atau belum. Penilaian haruslah didasarkan pada data
yang seobjektif mungkin. Adapun alat statistik pengendalian mutu yang dapat digunakan, dan
dikembangkan beberapa teknik yang secara umum telah banyak dipakai dalam rangka pengendalian
mutu mencakup Tujuh alat pengendali mutu (seven tools for quality control, 7T) dikenal juga dengan
nama Ishikawa's basic tools of quality karena dipopulerkan oleh Kaoru Ishikawa, terdiri atas:

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 59


 Checksheet
 Histogram
 Diagram pareto
 Diagram sebab dan akibat
 Diagram pencar
 Bagan aliran
 Bagan kendali
Sementara itu alat pengendalian kualitas lainnya adalah tujuh alat baru untuk peningkatan mutu
(the seven new tools for improvement, N7), dikembangkan oleh Japanese Society for Quality Control
Technique Development, merupakan pelengkap dari tujuh alat untuk pengendalian mutu. Ketujuh alat
baru tersebut, terdiri atas:
 Diagram afinitas. Diagram afinitas dipergunakan untuk mengembangkan ide yang terkait dengan
suatu isu/kasus, kemudian mengelompokkan ide-ide tersebut secara hirarki membentuk suatu
diagram. Pembuatan diagram ini melibatkan beberapa orang. Diagram afinitas berbentuk
pernyataan isu, sub-isu, dan pendapat terkait, yang selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar untuk
diskusi atau brainstorming.
 Grafik hubungan timbal balik. Grafik ini menggambarkan hubungan diantara isu-isu yang
berbeda. Biasanya dibuat setelah menyelesaikan diagram afinitas untuk memudahkan memahami
hubungan diantara berbagai isu yang muncul. Grafik ini juga bermanfaat untuk mengidentifikasi
isu yang paling penting untuk dijadikan fokus dalam mencari solusi suatu masalah.
 Diagram pohon. Berguna untuk mengidentifikasi tahapan yang diperlukan dalam memecahkan
suatu masalah. Penyelesaian masalah dilakukan dari level paling bawah secara bertahap menuju
ke level atas (masalah pokok).
 Grid prioritas. Digunakan untuk membuat keputusan yang memiliki berbagai kriteria atau
alternatif pilihan. Misalkan, dalam memilih suatu teknologi terdapat berbagai pertimbangan,
seperti biaya, kecepatan, pemeliharaan, dan lain-lain. Prioritasisasi dilakukan dengan
memberikan bobot pada setiap kriteria dan mencari alternatif dengan nilai tertimbang yang
terbesar, mirip dengan metode faktor rating pada pemilihan lokasi.
 Diagram matriks. Diagram matriks merupakan suatu alat brainstorming yang dapat digunakan
untuk menunjukkan hubungan antara berbagai ide atau isu. Diagram matriks relatif mudah dibuat
dan umumnya dibuat dalam dua dimensi. Namun, diagram matriks dapat juga dibuat dalam tiga
atau empat dimensi.
 Bagan proses keputusan program. Merupakan suatu alat untuk membantu mengidentifikasi
kemungkinan ketidakpastian yang berhubungan dengan penerapan program. Berdasarkan
diagram pohon yang telah dibuat dilakukan evaluasi kelayakan penerapan program.
Tahapan/keadaan yang tidak layak atau memerlukan penanganan sendiri diberi tanda untuk
menjadi perhatian.
 Diagram jaringan kerja. Merupakan diagram yang menggambarkan hubungan diantara berbagai
kegiatan serta mengidentifikasi kegiatan kritis dan lintasan kritis. Bentuk yang umum dipakai
ialah CPM (critical path method) atau PERT (program evaluation and review technique).
Disampaing itu berkembang pula alat pengendalian mutu dengan menggunakan prinsip-prinsip
statistik yaitu Six Sigma. SIX-SIGMA dikembangkan oleh Motorola sebagai hasil dari
pengalaman manufakturnya. Program six-sigma bertujuan untuk mengurangi
variabilitas dalam karakteristik utama mutu produk pada tingkat yang sangat
rendah. Motorola mengembangkan konsep six sigma untuk mengurangi
variabilitas dalam proses sehingga batas spesifikasi menjadi ± 6 sigma dari rata-
rata, sehingga hanya terdapat cacat sebesar 0,002 ppm, sepeti dalam tabel berikut
Batas Spesifikasi Persen Cacat/ppm
± 1 sigma 68,27 317300
±2 sigma 95,45 45500
± 3 sigma 99,73 2700
± 4 sigma 99,9937 63
± 5 sigma 99,99994 0,57
± 6 sigma 99,9999998 0,002

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 60


Pada saat konsep six-sigma mulai dikembangkan dalam suatu perusahaan,
diasumsikan rata-rata proses masih mengalami gangguan yang dapat
menyebabkan pergeseran sejauh 1,5 sigma dari target. Dengan skenario ini, proses
six-sigma memberikan toleransi cacat sebesar 3,4 ppm, seperti terlihat pada tabel
berikut :
Batas spesifikasi Persen Cacat/ppm
± 1 sigma 30,23 697700
± 2 sigma 69,13 308700
± 3 sigma 93,32 66810
± 4 sigma 99,3790 6210
± 5 sigma 99,97670 233
± 6 sigma 99,999660 3,4
Karena keberhasilannya dalam manajemen mutu melalui pengembangan konsep six-sigma,
membuat Motorola mendapat penghargaan Malcolm Baldrige pada tahun 1988. Konsep ini
kemudian diadopsi oleh berbagai perusahaan besar lainnya di dunia. Dengan demikian, statistik
dapat dipergunakan dalam melakukan penjaminan mutu, karena dapat memberikan deskripsi
kuantitatif tentang kualitas, misalnya berapa terjadi ketidak sesuaian hasil dengan standar, ini
berarti bahwa statistik dapat menjadi alat penting dalam pengendalian proses. Pengendalian proses
berdasarkan statistik terdiri dari enam langkah yang terdiri dari :
 Memilih proses pengendalian statistik
 Mendefinisikan secara tepat proses tersebut
 Memilih masalah yang akan dikendalikan berdasarkan statistik
 Melatih operator
 Mengumpulkan data
 Menyiapkan, memelihara dan menggunakannya
Dalam menggunakannya dapat memakai bagan untuk memperjelas apa yang perlu dikendalikan,
dalam hubungan ini diagram Ishikawa (fishbone chart) dapat digunakan. Secara umum
pengendalian dengan menggunakan analisis statistik merupakan alat yang telah banyak membantu
organisasi guna melakukan perbaikan yang terus menerus.
perkembangan dan implementasi manajemen mutu dan penjaminan mutu
Perkembangan dan implementasi manajemen mutu dan penjaminan mutu tidak terlepas
dari perkembangan gerakan mutu yang terjadi dalam dunia bisnis. Gerakan kualitas merupakan
gerakan yang menunjukan pada tahapan-tahapan yang bersifat akumulasi dan bersifat
memperbaiki dari gerakan-gerakan sebelumnya. Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa
studi waktu dan gerak oleh Bapak Manajemen Ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920-an.
menunjukkan beberapa peristiwa dalam evolusi gerakan total quality. Aspek yang paling
fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara perencanaan dan
pelaksanaan. Meskipun pembagian tugas telah menimbulkan peningkatan besar dalam hal
produktivitas, sebenarnya konsep pembagian tugas tersebut telah menyisihkan konsep lama
mengenai keahlian/keterampilan, di mana individu yang sangat terampil melakukan semua
pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Manajemen ilmiah
Taylor mengatasi hal ini dengan membuat perencanaan tugas manajemen dan tugas tenaga kerja.
Untuk mempertahankan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan maka dibentuklah departemen
kualitas yang terpisah.
Seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas pemanufakturan, kualitas juga
menjadi hal yang semakin sulit. Volume dan kompleksitas mendorong timbulnya quality
engineering pada tahun 1920-an dan reliability engineering pada tahun 1950an. Quality
engineering sendiri mendorong timbulnya penggunaan metode-metode statistik dalam
pengendalian kualitas, yang akhirnya mengarah pada konsep control charts dan statistical process
control. Kedua konsep terakhir itu merupakan aspek fundamental dari total quality management.
Adapun perkembangan implementasi manajemen dalam konteks manajemen kualitas dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1911 Frederick W. Taylor mempublikasikan bukunya The Principles of Scientific
Management, yang melahirkan berbagai teknik seperti studi waktu dan gerak.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 61


1931 Walter A. Shewhart dari Bell Laboratories memperkenalkan statistical
quality control dalam bukunya Economic Control of Quality of Manufactured
Products.
1940 W. Edwards Deming membantu U.S. Bureau of Census dalam menerapkan
teknik-teknik sampling statistik.
1941 W. Edwards Deming mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas di
U.S. War Department.
1950 W. Edwards Deming mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada para
ilmuwan, insinyur, dan eksekutif perusahaan Jepang.
1951 Joseph M. Juran mempublikasikan buku berjudul Quality Control Handbook.
1961 Martin Company (kemudian bernama Martin-Marietta) membangun ntdal
Pershing yang memiliki tingkat kerusakan nol.
1970 Philip Crosby memperkenalkan konsep zero defects.
1979 Philip Crosby mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality is Free.
1980 Siaran dokumentasi TV If Japan Can.... Why Can't We? memberi pengakuan
kepada W. Edwards Deming di USA.
1981 Ford Motor Compay mengundang W. Edwards Deming untuk berbicara di
hadapan eksekutif puncaknya, yang mempelopori hubungan produktif antara
produsen mobil dan pakar kualitas.
1982 W. Edwards Deming, menerbitkan buku beijudul Quality , Productivity, and
Competitive Position
1984 Philip Crosby menerbitkan buku betjudul Quality Without Tears The Art of
Hassle-Free Management.
1987 liongres Amerika Serikat menetapkan Malcolm Baldrige National
Quality Award.
1988 Secretaryof Defense, Frank Carlucci memerintahkan U.S.
Department of Defense untuk mengadopsi total quality.
1989 Florida Power and Light berhasil menjadi perusahaan non Jepang
pertama yang berhasil tnemenangkan Deming Prize.
1993 Total quality approach diajarkan di universitas-universitas di Amerika
Serikat.
Konsep Dan Manfaat Quality Function Deployment
Hal yang perlu diketahui sebelum suatu produk mulai diproduksi adalah apakah produk
tersebut dapat memenuhi kebutuhan para pelanggan. Hal ini merupakan alasan utama perlunya di-
lakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan pentingnya berkomunikasi dengan
pelanggan internal dan eksternal. Konsep Quality Function Deployment (QFD) dikembangkan un-
tuk menjamin bahwa produk yang memasuki tahap produksi benar-benar akan dapat memuaskan
kebutuhan para pelanggan dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang diperlukan dan
kesesuaian maksimum pada setiap tahap pengembangan produk. QFD dikembangkan pertama kali
di Jepang oleh Mitshubishi's Kobe Shipyard pada tahun 1972, yang kemudian diadopsi oleh
Toyota. Ford Motor Company dan Xerox membawa konsep ini ke pmerika Serikat pada tahun
1986. Semenjak itu QFD banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika Serikat,
dan Eropa. Perusahaan-perusahaan besar seperti Procter & Gamble, General Motors, Digital
Equipment Corporation, HewlettPackard, dan AT&T kini menggunakan konsep ini untuk
memperbaiki komunikasi, pengembangan produk, serta proses dan sistem pengukuran.
Fokus utama dari QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk
sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa pelanggan tidak akan puas dengan
suatu produk -- meskipun suatu produk yang telah dihasilkan dengan sempurna -- bila mereka
memang tidak menginginkan atau membutuhkannya.
Berdasarkan defmisinya, QFD merupakan praktik untuk merancang suatu proses sebagai
tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan
menjadi apa yang dihasilkan organisasi. QFD memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan
kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut, dan
memperbaiki proses hingga tercapai efektivitas maksimum. QFD juga merupakan praktik menuju

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 62


perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui harapan pelanggannya.
QFD sendiri terdiri atas beberapa aktivitas berikut:
 Penjabaran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kualitas),
 Penjabaran karakteristik kualitas yang dapat diukur,
 Penentuan hubungan antara kebutuhan kualitas dan karakteristik,
 Penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap
 masing-masing karakteristik kualitas,
 Penyatuan karakteristik kualitas ke dalam produk,
 Perancangan, produksi, clan pengendalian kualitas produk.
Kebijakan, Sasaran Dan Rencana Mutu Pendidikan
Pendidikan diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan
sumberdaya manusia (human capital) dalam aspek kognitif, afektif maupun keterampilan, baik
dalam aspek fisik, mental maupun spiritual. Hal ini jelas menuntut kualitas penyelenggaraan
pendidikan yang baik agar kualitas hasil pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam
kehidupan masyarakat. Komitmen bangsa dalam bidang pendidikan paling tidak menunjukan
adanya suatu keinginan yang kuat untuk menjadikan pendidikan sebagai faktor penting dalam
pembangunan, sehingga upaya-upaya untuk selalu memperbaiki, mengembangkan dan
membangun dunia pendidikan harus difahami dalam konteks sumbangannya bagi pembangunan
bangsa, karena pada akhirnya pendidikan akan menentukan kualitas Sumberdaya manusia/Human
Capital, dan kualitas hasil pendidikan yang bagus akan membentuk human capital yang
berkualitas, yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang
kehidupan. Dalam upaya untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, penjaminan
mutu menjadi suatu keharusan, penjaminan mutu (quality assurance) pada dasarnya merupakan
suatu upaya untuk menjamin agar peoses yang berjalan dalam organisasi/lembaga pendidikan
dapat memenuhi standar atau bahkan melebihi standar mutu yang telah ditetapkan. Dalam
Peraturan Pemerintah No 19 tentang Standar Nasional Pendidikan fasal 91 ayat 1, 2, dan 3 tentang
penjaminan mutu pendidikan disebutkan bahwa :
1. setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan penjaminan
mutu.
2. penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi
atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
3. penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan
kerangka waktu yang jelas.
Dengan melihat pasal 91 dari PP 19/2005, nampak bahwa penjaminan kualitas merupakan suatu
kewajiban bagi lembaga pendidikan. Dalam melakukan penjaminan Kualitas Pendidikan, agar
sesuai konteks diperlukan peninjauan pendidikan dalam lingkup tatarannya, Dalam upaya untuk
mengkaji masalah pendidikan, pemahaman akan kondisi kualitas yang ada merupakan suatu hal
penting yang dapat membantu memahami posisi dan kondisi pendidikan, dalam hal ini diperlukan
pembedaan tingkatan analisis, dimana ada yang membedakan ke dalam tiga tingkat yaitu makro,
messo, mikro dan ada juga yang membagi pada makro dan mikro. Isu makro mempengaruhi
seluruh aparat kebijakan, Messo berada pada tingkatan menengah sedang mikro pada tingkatan
institusi sekolah dan kelas (Taylor, dkk. 1997). Dalam uraian ini pembedaan tingkatan kajian akan
didasarkan pada dua tingkatan yaitu tingkatan Makro dan tingkatan Mikro.
(1) Pendekatan mikro
Dengan mengacu pada pendapat di atas, pendekatan mikro pada dasarnya merupakan
upaya untuk memahami dan mengkaji peran strategis pendidikan pada tingkatan institusi
sekolah dan atau kelas. Sekolah merupakan suatu institusi dan sebagai suatu sistem yang di
dalamnya berinteraksi berbagai komponen dalam suatu pola organisasi sekolah. Dalam
konteks Administrasi Pendidikan, menurut Wayne dan Miskel (2001:39) aspek teknis utama
(technical core) dari sekolah adalah Pembelajaran (Learning and Teaching), oleh karena itu
dalam tataran mikro masalah pembelajaran merupakan aspek penting, dimana interaksi Guru
dan Murid akan sangat menentukan kualitas aspek teknis ini, dan ini dapat menggambarkan
bagaimana sekolah berjalan serta bagaima hasil pencapaian tujuan dari proses
pendidikan/pembelajaran di sekolah.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 63


Dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran, sekolah sebagai institusi
juga memegang peran penting dalam mentransformasikan input khususnya peserta didik untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan,karena proses pencapaian ini jelas melibatkan juga
unsur lain sehingga keberhasilan sekolah tidak hanya tergantung pada karakteristik dan
aktivitas guru dan siswa dan proses pembelajaran di kelas, melainkan juga pada unsur-unsur
pendukung lainnya, meskipun bukan merupakan unsur kunci dalam melihat suatu
keberhasilan pendidikan/pembelajaran di sekolah.
Setiap organisasi sekolah selalu berusaha bagaimana agar penyelenggaraan pendidikan
disekolahnya berjalan efektif dan berkualitas, untuk itu seluruh anggota organisasi sekolah harus
terus berupaya untuk dapat mewujudkan sekolah efektif (effective school). Dalam kaitan ini
masalah kepemimpinan pendidikan amat penting perannya sebagaimana dikemukakan oleh N.
Hatton dan D. Smith dalam tulisannya Perspective on Effective school yang menyatakan bahwa
“Effective school are characterized by strong instructional leadership, clear focus for learning
outcomes, high expectation of the students, a safe and orderly environment and the frequent
monitoring of achievement levels” (C. Turney. et al, 1992:5). Ini berarti bahwa sekolah yang
efektif perlu kepemimpinan instruksional yang kuat, perhatian yang jelas pada hasil belajar,
pengharapan murid yang tinggi, lingkungan yang baik serta pengawasan tingkat prestasi, semua ini
akan terwujud apabila seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah berjalan
optimal sesuai dengan fungsi dan tugasnya, untuk itulah kepala sekolah harus berusaha
mewujudkannya melalui berbagai kebijakannya dalam mengelola pendidikan di sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemegang otoritas dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah
perlu memahami proses pendidikan di sekolah serta menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga
proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat berjalan sesuai dan sejalan dengan upaya-
upaya pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan kualitas.
Maju mundurnya suatu Sekolah tidak terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena Kepala
Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan
sekolah” (Wahjosumidjo. 1999 : 82)
Dengan demikian nampak bahwa pada tataran mikro peran strategis pendidikan dapat
dilihat dari segi institusi organisasi sekolah dan dari segi proses pembelajaran. Dari segi institusi
peran kepemimpinan pendidikan oleh kepala sekolah akan menentukan bagaimana organisasi
bergerak untuk menjadi sekolah efektif dan berkualitas, sementara dalam aspek pembelajaran
peran guru/pendidik profesional menjadi hal yang menentukan akan keberhasilan pembelajaran
mencapai atau bahkan melebihi kompetensi-kompetensi yang diharapkan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
Dalam kontek pendidikan di Indonesia, fokus dari upaya pembangunan pendidikan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dalam aspek institusi mengarah pada upaya memperbaiki dan
mengembangkan dimensi manajemen pendidikan misalnya penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah, dimana Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan bentuk pengelolaan
pendidikan yang melibatkan sekolah, masyrakat/orang tua, dan pemerintah, dengan harapan dapat
makin meningkatkan kulaitas pendidikan. Dengan demikian pemerintah memberikan kemandirian
yang tinggi terhadap sekolah untuk secara aktif dan dinamis dalam peningkatan mutu sekolah.
Keterlibatan masyarakat/orang tua adalah dalam rangka memanfaatkan sumber daya yang ada.
Adapun tujuan MBS adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan mutu pendidikan, melalui kemandirian dan inisiatif sekolah. Kreatifitas kepala
sekolah, guru, TU, dan siswa dikembangkan secara optimal;
2. Mengoptimalkan sumber daya sekolah dan mensinergikan Program Peningkatan Mutu
Pendidikan di level sekolah. Sumber daya yang dipunyai oleh sekolah harus dikelola secara
profesional dan dikembangkan secara maksimal;
3. Peningkatan motivasi dan kepuasan kerja Kepala Sekolah dan Guru sebagai profesional, dan
bersama orang tua bertanggungjawab atas mutu sekolahnya. Mutu sekolah merupakan
tanggungjawab seluruh komponen sekolah, Kepala sekollah, Guru, dan pihak orang tua.
4. Sekolah dapat lebih bertanggungjawab terhadap usaha “Holders” pendidkan. Kinerja
sekolah harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat secara luas;
5. Sekolah dapat berkompetisi dengan sekolah lainnya secara sehat.(Umaedi.)
Sementara itu Karakteristik MBS dapat dikemukakan sebagai berikut :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 64


1. Output yang diharapkan. Dalam arti prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses
Pendidikan.
2. Proses Pendidikan yang terlihat dari :
(a) Efektivitas proses belajar mengajar tinggi.
(b) Kepemimpinan sekolah yang kuat
(c) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
(d) Sekolah Memiliki Budaya Mutu
(e) Sekolah memiliki “teamwork” yang kompak,
(f) Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian).
(g) Partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
(h) Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi).
(i) Sekolah memiliki kemampuan untuk berubah.
(j) Sekolah responsif dan antisifatif terhadap kebutuhan.
(k) Sekolah memiliki Akuntabilitas.
(l) Sekolah memiliki Sustainabilitas (Umaedi)
Dengan tujuan dan karakteristik sebagaimana tersebut di atas, maka keberhasilan dari manajemen
sekolah sebagai suatu institusi organisasi akan dapat dilihat indikator yang menjadi Tolok ukur
keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu:
1. Peran serta masyarakat dalam proses pendidikan cukup tinggi;
2. Kepala Sekolah sebagai pemegang otonomi tunggal di sekolah untuk itu diperlukan
kepemimpinan sekolah yang kuat;
3. Terciptanya situasi sekolah yang efektif dan efisien;
4. Perangkat sekolah (Kepala Sekolah, Guru, TU, Perusuh, Anak Didik, Dewan Sekolah)
mempunyai tekad yang kuat untuk memajukan sekolah;
5. Adanya kemandirian sekolah dalam hal pembiayaan atau pendanaan;
6. Proses pendidikan menghasilkan adanya peningkatan mutu pendidikan.
Sementara itu dalam aspek pembelajaran, keberhasilannya akan terlihat dari proses pembelajaran
yang terjadi serta hasil pembelajaran, dalam hal ini indikator yang penting untuk melihat kualitas
pembelajaran dalam arti hasil/output pembelajaran adalah prestasi yang diperoleh oleh siswa.
Dalam hubungan ini Ujian Negara pada beberapa mata pelajaran dapat menjadi indikator
keberhasilan dari pembelajaran, sementara itu kualitas proses pembelajaran pada dasarnya
merupakan gambaran dari suatu organisasi sekolah yang dapat menciptakan kinerja organisasi
efektif, serta dapat mendorong guru melaksanakan proses pembelajaran secara berkualitas, dalam
konteks ini kompetensi guru menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan proses
pembelajaran tersebut sehingga dapat menghasilkan prestasi siswa yang baik/tinggi.
(2) Pendekatan makro
Pendekatan makro dalam melihat pendidikan menitik beratkan pada tingkatan nasional
berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam upaya untuk membangun dan meningkatkan
kualitas pendidikan nasional. Dalam hubungan ini kebijakan pendidikan nasional (makro) jelas
akan berpengaruh pula pada kebijakan atau program kegiatan pendidikan pada tingkatan mikro,
demikian juga sebaliknya, keberhasilan pendidikan dalam tataran mikro, apabila terjada secara
merata akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan pada tataran makro. Apabila digambarkan,
akan nampak sebagai berikut :

Kualitas sekolah/mikro

Kualitas sekolah/mikro
KUALITAS
PENDIDIKAN PADA Kualitas sekolah/mikro
TINGKATAN
MAKRO/NASIONAL
Kualitas sekolah/mikro

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 65


Kualitas sekolah/mikro
Gambar. Hubungan pendidikan antara tingkatan makro dan mikro
Gambar di atas menunjukan bahwa apa yang terjadi dalam pendidikan nasional di
tingkatan makro akan berpengaruh pada pendidikan di tingkatan mikro/sekolah dan atau kelas,
sementara apa yang terjadi pada tataran mikro bila bersifat merata akan merupakan sumbangan
besar bagi keberhasilan pendidikan pada tataran makro, Oleh karena itu peran strategis pendidikan
dalam perspektif makro dan mikro perlu dilihat dalam keterpaduan, terutama bila berkitan dengan
kualitas pendidikan/pembelajaran yang menjadi perhatian penting baik dalam tataran makro
maupun mikro.
Disamping masalah kualitas pendidikan/pembelajaran, pembangunan pendidikan dalam
tingkatan makro mempunyai jangkauan lain yang sangat strategis dalam kehidupan bangsa secara
keseluruhan, seperti aspek pemerataan, relevansi, dan tata kelola, sebagaimana dikemukakan
dalam Renstra Depdiknas (2006), bahwa kebijakan pendidikan (penggunaan dana pendidikan)
lebih ditekankan pada :
 Upaya pemerataan dan perluasan akses peendidikan
 Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan
 Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.
Dari penekanan yang menjadi kebijakan pendidikan dalam tingkatan makro, nampak bahwa faktor
yang bersifat kemasyarakatan menjadi hal yang dominan. Dalam hubungan ini upaya peningkatan
IPM merupakan hal yang dapat perhatian dimana komponen pendidikan menjadi salah satu
unsurnya. Upaya untuk membangun pendidikan dipandang sebagai suatu yang memerlukan
kerjasama dengan masyarakat, dimana partisipasi aktifnya akan menentukan pada keberhasilan
dan kualitas pendidikan.
Pengukuran pencapaian mutu dan pengukuran kepuasan kastemer pendidikan
Dalam upaya untuk meningkatkan secara terus menerus kualitas pendidikan, maka fokus
pada kastemer pendidikan menjadi suatu hal yanag sangat penting, karena untuk merekalah
organisasi pendidikan ada. Dalam upaya tersebut, penentuan prosedur operasi standar amat
menentukan, standar merupakan sesuatu yang harus dicapai, dengan standar yang ada, maka dapat
dilakukan pengukuran pencapaian organisasi yaitu dengan membandingkan antara kondisi aktual
dengan standar mutu yang ditetapkan.
Dengan dapat dilakukannya pengukuran, maka dapat diketahui bagaimana kastemer
melihat pelayanan atau produk yang dihasilkan oleh organisasi/lembaga pendidikan, dalam
hubungan ini perlu diketahui siapa-siapa saja yang menjadi kastemer pendidikan, agar dapat
diberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan harapan masing-masing.
Konsep Kualitas Pendidikan (Quality of Education)
L.C. Solmon dalam tulisannya yang berjudul The Quality of Education (Psacharopaulos,
1987 : 53) menyatakan bahwa untuk memahami kualitas pendidikan dari sudut pandang ekonomi
diperlukan pertimbangan tentang bagaimana kualitas itu diukur. Dalam hubungan ini terdapat
beberapa sudut pandang dlam mengukur kualitas pendidikan yaitu :
 Pandangan yang menggunakan pengukuran pada hasil pendidikan (sekolah atau College)
 Pandangan yang melihat pada proses pendidikan
 Pendekatan teori ekonomi yang menekankan pada akibat positif pada siswa atau pada
penerima manfaat pendidikan lainnya yang diberikan oleh institusi dan atau program
pendidikan
Sudut pandang tersebut di atas, masing-masing punya kelemahnnya sendiri-sendiri, namun
demikian pengukuran di atas tetap perlu dalam melihat masalah kualitas pendidikan, yang jelas
diakui bahwa masalah peningkatan kualitas pendidikan bukanlah hal yang mudah sebagaimana
diungkapkan oleh Stanley J. Spanbauer (1992 : 49) “Quality improvement in education should not
be viewed as a “quick fix process”. It is a long term effort which require organizational change
and restructuring”. Ini berarti bahwa banyak aspek yang berkaitan dengan kualitas pendidikan,
dan suatu pandangan komprehensi mengenai kualitas pendidikan merupakan hal yang penting
dalam memetakan kondisi pendidikan secara utuh, meskipun dalam tataran praktis, titik tekan
dalam melihat kualitas bisa berbeda-beda sesuai dengan maksud dan tujuan suatu kajian atau

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 66


tinjauan. Kualitas pendidikan bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, dia merupakan hasil
dari suatu proses pendidikan, jika suatu proses pendidikan berjalan baik, efektif dan efisien, maka
terbuka peluang yang sangat besar memperoleh hasil pendidikan yang berkualitas. Kualitas
pendidikan mempunyai kontinum dari rendah ke tinggi sehingga berkedudukan sebagai suatu
variabel, dalam konteks pendidikan sebagai suatu sistem, variabel kualitas pendidikan dapat
dipandang sebagai variabel bebas yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kepemimpinan,
iklim organisasi, kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas belajar dan sebagainya. Edward
Salis (2006 : 30-31) menyatakan :
“ada banyak sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung yang bagus, guru
yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau
kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah,
aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap
pelajar an anak didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor
tersebut”
pernyataan di atas menunjukan banyaknya sumber mutu dalam bidang pendidikan, sumber ini
dapat dipandang sebagai faktor pembentuk dari suatu kualitas pendidikan, atau faktor yang
mempengaruhi kualitas pendidikan. Dalam hubungan dengan faktor berpengaruh pada kualitas
pendidikan, hasil studi Heyman dan Loxley tahun 1989 (Mintarsih Danumihardja 2004 : 6)
menyatakan bahwa factor guru, waktu belajar, manajemen sekolah, sarana fisik dan biaya
pendidikan memberikan kontribusi yang berarti terhadap prestasi belajar siswa. Hasil Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan dana untuk penyelenggaraan proses pendidikan di
sekolah menjadi salah satu factor penting untuk dapat memenuhi kualitas dan prestasi belajar,
dimana kualitas dan prestasi belajar pada dasarnya mengagambarkan kualitas pendidikan.
Sementara itu Nanang Fatah (2000 : 90) mengemukakan upaya peningkatan mutu dan
perluasan pendidikan membutuhkan sekurang-kurangnya tiga factor utama yaitu (1) Kecukupan
sumber-sumber pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar; (2)
Mutu proses belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan (3) Mutu keluaran dalam
bentuk pengetahuan, sikap ketrampilan, dan nilai-nilai. Jadi kecukupan sumber, mutu proses
belajar mengajar, dan mutu keluaran akan dapat terpenuhi jika dukungan biaya yang dibutuhkan
dan tenaga professional kependidikan dapat disediakan di sekolah.
Dalam melakukan analisis keterkaitan biaya dengan kualitas pendidikan, pendekatan
yang penulis anggap paling tepat adalah pendekatan fungsi produksi pendidikan, ini sejalan
dengan pendapat Hanushek (Psacharopoulos, 1987 : 33) yang menyatakat “Studies of educational
production function (also referred to as input-output analysis or cost-quality studies) examine the
relationship among the different inputs into the educational process and outcomes of the process”.
Dengan demikian dalam pendekatan ini biaya/cost dipandang sebagai faktor input yang memberi
kontribusi pada proses prndidikan dalam membentuk/ mempengaruhi kualitas pendidikan (output).
Adapun teknik yang dipergunakan dalam analisis ini adalah teknik cost-efectiveness analysis.
Teknik analisis cost-efectiveness is a technique for measuring the relationship between the total
inputs, or costs, of a project or activity, and its outputs or objectives (M. Woodhall dalam
Psacharopoulos. 1987 : 348). Dalam analisis ini seluruh input diperhitungkan dalam kaitannya
dengan output atau dengan keefektifan dalam pencapaian tujuan (output), dan dalam transformasi
input ke output tersebut sudah tentu melewati suatu proses (proyek atau aktivitas), sehingga teknik
analisis ini melihat pendidikan/sekolah sebagai system dengan komponen-komponen seperti
terlihat dalam gambar berikut :

INPUT PROSES OUTPUT

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 67


dengan melihat komponen system di atas, dapatlah difahami bahwa kualitas output tergantung atau
ditentukan oleh bagimana kualitas input serta bagaimana mengelola proses dalam kerangka
membentuk output.
Dalam bidang pendidikan, yang termasuk input dalam konteks pengukuran kualitas hasil
pendidikan adalah Siswa dengan seluruh karakteristik personal serta biaya yang harus dikorbankan
untuk memperoleh pendidikan/mengikuti sekolah, dan komponen yang terlibat dalam proses
pendidikan di sekolah sebagai suatu institusi adalah guru dan SDM lainnya, kurikulum dan bahan
ajar, metode pembelajaran, sarana pendidikan, system administrasi, sementara yang masuk dalam
komponen output adalah hasil proses pembelajaran yang dapat menggambarkan kualitas
pendidikan. Dengan melihat unsur-unsur dari komponen tersebut, dapatlah disusun suatu model
keterkaitan/hubungan antara Cost dengan Kualitas Pendidikan, model tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :

EXPENDITURE PROSES
Efektivitas PENDIDIKAN
Efisiensi Guru dan
SDM lainnya
KUALITAS
SISWA/ Kurikulum HASIL
CALON dan bahan BELAJAR
SISWA ajar
Metode
pembelajaran
Sarana
DIRECT REVENUE pendidikan
AND
INDIRECT Adequacy System
COST administrasi,

DANA DARI DANA DARI


PEMERINTAH MASYARAKAT

TOTAL COST
OPPORTUNITY Real Cost dan UNIT COST
COST/ Opportunity
EARNING PER SISWA
Cost
FORGONE

Gambar . Model Keterkaitan antara Biaya/Cost dengan Kualitas Pendidikan


Dari model tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Siswa/calon siswa yang mau memasuki lembaga pendidikan harus mengeluarkan biaya baik
itu biaya langsung maupun tak langsung, yang besarnya tergantung pada pembebanan oleh
Lembaga pendidikan dan kondisi ekonomi dimana siswa itu tinggal terutama untuk biaya
tidak langsung.
 Dengan masuknya ke lembaga pendidikan, siswa tersebut mengorbankan juga kemungkinan
memperoleh pendapatan apabila tidak mengikuti pendidikan (opportunity cost), atau

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 68


kehilangan pendapatan yang akan diperoleh jika tidak mengikuti pendidikan (earning
forgone).
 Pemerintah sesuai dengan kebijakannya juga memberikan dana kepada lembaga pendidikan
baik sifatnya rutin maupun insidental yang besarnya sesuai dengan ketersediaan anggaran
Pemerintah.
 Disampin itu dalam konteks MBS, kelompok masyarakat/pengusaha dapat memberikan
bantuan dana pada lembaga pendidikan sesuai dengan upaya yang dilakukan oleh Komite
Sekolah dalam menggalang/menghimpun dana dari kelompok masyarakat.
 Penjumlahan dari semua dana yang diperoleh oleh lembaga pendidikan atau yang
diperhitungkan terjadi merupakan total biaya yang diterima oleh lembaga pendidikan yang
bila dibagi dengan jumlah siswa akan diperoleh unit cost/biaya satuan per siswa.
 Jumlah dana yang diterima oleh lembaga pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu
komponen pembiayaan pendidikan, dan komponen ini akan menjadi pertimbangan dalam
menentukan pembelanjaan yang akan dilaksanakan. Ukuran penerimaan adalah kecukupan,
dalam arti apakan dana yang diperoleh akan cukup untuk membiayai kegiatan pendidikan,
sementara itu prinsip yang harus diterapkan dalam membelanjakan adalah efektivitas dan
efisiensi.
 Prinsip efisiensi mengandung arti bahwa pembelanjaan dilakukan dengan pengorbanan yang
minimal dalam melaksanakan suatu kegiatan pendidikan, sedangkan prinsif efektivitas
mengandung makna bahwa pembelanjaan yang dilakukan dapat menjadi upaya yang tepat
dalam mencapai tujuan pendidikan
 Proses pendidikan yang terjadi di lembaga pendidikan pada dasarnya merupakan upaya
transformasi input melalui suatu proses untuk menjadi output yang berkualitas sesuai dengan
yang diharapkan.
 Semua lembaga pendidikan mengharapkan output yang dihasilkan mempunyai kualitas yang
baik (prestasi hasil belajarnya baik), oleh karena itu proses pendidikan yang dilakukan akan
selalu diupayakan pada pencapaian kualitas pendidikan yang baik.
 Dalam konteks tersebut maka biaya yang dikeluarkan siswa sebagai salah satu sumber
pendapatan lembaga menjadi komponen penting yang berperan dalam perwujudan kualitas
pendidikan yang baik. Namun demikian hal itu hanya bisa terjadi apabila manajemen
pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan memperhatikan efektivitas
dan efisiensi dalam penggunaan dananya.
 Dengan demikian antara biaya dengan kualitas pendidikan terdapat keterkaitan, namun
sifatnya tidak langsung, dalam arti ditentukan oleh bagaimana pengelolaan keuangan yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan, dengan demikian besarnya biaya yang dikeluarkan oleh
siswa tidak dapat menjadi jaminan bagi kualitas pendidikan yang baik
Penjelasan di atas menunjukan bahwa Pengelolaan dana pendidikan perlu dilakukan dengan
baik melalui langkah-langkah sistimatis sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen. Ini berarti
bahwa melihat masalah cost dan kualitas pendidikan aspek manajemen pembiayaan pendidikan
perlu diperhatikan dengan seksama, agar terhindar dari pemborosan dimana cost yang besar
ternyata tidak berdampak apapun pada kualitas pendidikan.
Standar Kompetensi Pendidikan
Di dalam PP 19 tahun 2005 disebutkan bahwa pendidikan di ndonesia menggunakan
delapan standar yang menjadi acuan dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan,
Standar Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada delapan standar yang menjadi kriteria
minimal tersebut yaitu :
1. standar isi
2. standar proses
3. standar kompetensi lulusan
4. standar pendidik dan tenaga kependidikan
5. standar sarana dan prasarana
6. standar pengelolaan
7. standar pembiayaan
8. standar penilaian pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 69


Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
(PP 19/2005 Pasal 4)
Standar isi berkaitan dengan kurikulum yang akan diajarkan pada siswa, dalam hubungan
ini Kurikulum yang dipakai untuk dilaksanakan dilingkungan pendidikan dasar dan menengah
sesuai dengan Kepmen No 22 tahun 2006 adalah KTSP yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Untuk Lulusan telah diterbitkan Kepmen no 23 tahun 2006 yang berisi tentang Standar
Kompetensi Lulusan, dengan adanya standar ini, maka segala aktivitas dan proses pendidikan yang
terjadi si sekolah harus mengacu pada standar kompetensi lulusan tersebut
Sementara itu, Berkaitan dengan guru sebagai pendidik telah hadir Undang-undang No 14
tahun 2005, yang pada dasarnya menggambarkan standar tenaga Pendidik. dalam PP No 19 tahun
2005 pasal 28 ayat 1 disebutkan bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sementara itu kompetensi yang harus dimiliki Pendidik
(Guru) adalah a) Kompetensi Pedagogik; b) kompetensi kepribadian; c) kompetensi profesional,
dan d) kompetensi sosial (PP No 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 3).
Untuk lebih memahami makna masing-masing kompetensi tersebut, berikut akan
dijelaskan sesuai dengan penjelasan yang tercantum dalam PP No 19 tahun 2005 serta UU Guru
dan Dosen No 14 tahun 2005
o Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi :
1. Pemahaman terhadap peserta didik
2. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran
3. Evaluasi hasil belajar
4. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinyan
o Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
o Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan BSNP
o Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik/guru sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar
Sertifikasi Mutu Pendidikan
Sertifikasi merupakan proses pemberian sertifikat. Ini berarti bahwa sertifikasi di
dasarkan pada suatu kriteria atau standar tertentu yang telah ditetapkan. Dengan demikian
sertifikasi mutu pendidikan bermakta proses pemberian sertifikat berkaitan dengan kualitas
pendidikan. Dalam bidang mutu secara umum, terdapat lembaga yang memberi sertifikasi seperti
ISO, dimana bidang pendidikan pun dapat memperolehnya sesudah melalui preses tertentu.
Sementara itu dalam konteks Indonesia Badan Akreditasi dapat dipandang sebagai lembaga yang
melakukan sertifikasi, dalam arti memberikan peringkat pada lembaga pendidikan berkaitan
dengan penyelenggaran pendidikan apakah dapat memenuhi standar yang telah ditentukan atau
belum. Secara teoritis diakui bahwa kualitas pendidikan tidak mungkin akan meningkat jika tidak
didukung oleh pendidik yang profesional, oleh karena itu diperlukan upaya untuk menjadikan
pendidik sebagai suatu profesi dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan yang telah
ditentukan, dalam hubungan ini sertifikasi pendidik menjadi salah satu cara untuk melihat
keprofesionalan tenaga pendidik

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 70


Berkaitan dengan tenaga pendidik, sertifikasi menjadi dasar dalam menentukan
keprofesionalan Guru/Dosen. Mereka harus punya sertifikat pendidik sebagai bukti formal
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tebaga profesional. Menurut UU No 14
tahun 2005 pasal 11 disebutkan sebagai berikut :
(1). Sertifikan pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru
yang telah memenuhi persyaratan
(2). Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah
(3). Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Sosialisasi Manajemen Mutu Dan Penjaminan Mutu
Masalah mutu dalam era sekarang ini merupakan masalah berkaitan dengan hidup dan
matinya suatu organisasi terutama organisasi bisnis, oleh karena itu tidaklah berlebihan jika Rene
T Domingo menulis buku berjudul Quality means Survival (1997), artinya kualitas bermakna
kehidupan. Untuk itu upaya untuk menjadikan organisasi bertahan, maslah kualitas harus menjadi
perhatian, dan oleh karenanya maka penjaminan kualitas menjadi suatu keharusan untuk
diterapkan dalam suatu organisasi dalam kerangka Manajemen Kualitas Terpadu (Total Quality
Management). Oleh karena itu dalam dunia pendidikan pun masalah kualitas harus menjadi
konsern bersama, mengingat masih diperlukan upaya yang serius guna meningkatkan kualitas
pendidikan serta persaingan global dalam bidang pendidikan yang menunjukan kecenderungan
makin meningkat baik dalam level nasional maupun level global, ini terlihat dari makin banyaknya
promesi yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dari negara lain.
Namun demikian dalam kenyataannya, perhatian dunia pendidikan akan kualitas
merupakan hal yang baru jika dibandingkan dengan dunia bisnis, oleh karena itu kualitas dan
penjaminan kualitas dapat dipandang sebagai suatu inovasi dalam pendidikan. Dalam hubungan ini
sosialisasi menjadi hal yang penting dalam mendukung keberhasilan implementasi penjaminan
kualitas/manajemen kualitas pendidikan. Untuk itu dalam melakukan sosialisasi dapat dilakukan
melalui pendekatan difusi inovasi.
Proses Inovasi berkaitan dengan bagaimana suatu inovasi itu terjadi, di sini ada unsure
keputusan yang mendasarinya, oleh karena itu proses inovasi dapat dimaknai sebagai proses
keputusan Inovasi (Innovation decision Process). Menurut Everett M Rogers proses keputusan
inovasi adalah the process through which abn individual (or other decision making unit) passes
from first knowledge of an innovation,to forming an attitude toward the innovation, to a decision
to adopt or reject, to implementation of the new ide, and to confirmation of this decision
Adapun model keputusan inovasi adalah :
.
KNOWLEDGE

PERSUASION

DECISION

IMPLEMENTATION

CONFIRMATION

Prinsip-prinsip Komunikasi dalam proses inovasi


1. Mass media lebih penting/efektif pada tahap Knowledge
2. Komunikasi interpersonal lebih penting/efektif pada tahap Persuasion
3. Mass media lebih penting/efektif untuk adopter pemula

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 71


Terdapat beberapa elemen penting dalam suatu proses difusi yaitu :
 Innovation
 Communication channel
 Time
 Sosial system (E.M. Rogers. 1983:10)
Difusi pada dasarnya merupakan suatu komunikasi khas berkaitan dengan inovasi, oleh
karena itu difusi secara inheren mencakup unsur inovasi itu sendiri dengan berbagai
karakteristiknya. Dalam proses komunikasi tersebut unsur saluran komunikasi memegang peranan
penting sebagai sarana pertukaran informasi, bentuk saluran yang dipergunakan dalam suatu difusi
akan berpengaruh terhadap efektivitas difusi itu sendiri.
Proses komunikasi inovasi bukan suatu yang gampang bila dikaitkan dengan tingkat
adopsinya, ini akan memerlukan waktu, bahkan komunikasinya itu sendiri sulit dilakukan
serempak untuk setiap daerah tempat adopter potensial berada. Hal ini akan sangat terasa bila
suatu daerah mempunyai sebaran geografis yang luas dan tersebar, sehingga unsur waktu menjadi
penting untuk diperhatikan dalam proses difusi.
Karena difusi terjadi dalam suatu masyarakat/lingkungan pendidikan yang mempunyai
sistem sosial tertentu, maka dimensi sosial masyarakat akan berpengaruh juga pada tingkat
penyebaran inovasi. Sistem sosial yang beragam cenderung punya sikap yang berbeda dalam
memandang inovasi, oleh karena itu jika suatu inovasi ingin sukses dikomunikasikan pada
masyarakat, maka pemahaman sistem sosial yang berlaku perlu diperhatikan.
Dengan cara demikian maka diharapkan sosialisasi mutu dan penjaminan mutu
khususnya di bidang pendidikan dapat berhasil serta mendorong pada implementasinya dilapangan
Konsep Dan Tujuan Audit/Monev
Audit pada dasarnya dapat dimaknai sebagai pemeriksaan, audit mutu berarti
pemeriksaan berkaitan dengan mutu. Program audit harus direncanakan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor antara lain mengenai status dan tingkat kepentingan bagian
yang akan diaudit, termasuk memperhatikan hasil audit yang terdahulu. Secara umum terdapat
beberapa tipe Audit yaitu :
1. Post-implementation Audit. Yaitu audit yang dilakukan sesudah sistem dilaksanakan
sepenuhnya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah yang terjadi sesungguhnya sesuai
dengan apa yang diperkirakan/diproyeksikan dalam tahap pengembangan /perancangan, oleh
karena itu analis sistem yang terlibat dalam desain dan implementasi sistem tidak melakukan
audit ini, melainkan sebaiknya menggunakan jasa konsultan lain agar hasilnya bisa obyektif
2. Routine-operation Audit. Yaitu audit yang dilakukan oleh pengawas yang sudah ditunjuk oleh
sistem itu sendiri. Dalam sistem yang tidak terlalu besar, audit ini biasanya dilakukan oleh
analis atau programer pemelihara.
3. Financial Audit. Yaitu periksaan yang berkaitan dengan laporan keuangan organisasi, untuk
kemudian memberikan opini tentang kewajaran dan kesesuaian dengan dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang umum.
4. System Audit. Yaitu suatu pemeriksaan terhadap sistem secara keseluruhan, biasanya
mencakup unsur-unsur :
a. Desain dan logika sistem
b. Logika pemrograman, sistem operasi dan komputer
c. Desain konfigurasi komputer
d. Operasi komputer
e. Sistem backup
f. Keamanan dan prosedur pengawasan
g. dokumentasi
secara umum prinsisp dasar dalam pemeriksaan sistem adalah unsur kelengkapan dan
efektivitas pengawasan dalam pelaksaan sistem/penjaminan mutu yang beroperasi dalam suatu
organisasi.Menurut Willy Susilo, Kriteria audit, lingkup, frekuensi dan metode-metode yang
akan digunakan dipastikan ditentukan. Seleksi terhadap para auditor dan pelaksanaan audit
harus dipastikan dilakukan secara objektif dan mengikuti ketentuan proses audit. Audit
dilaksanakan secara independen yakni auditor tidak memeriksa pekerjaan mereka sendiri.
Tanggung jawab dan persyaratan untuk merencanakan dan melaksanakan audit, pembuatan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 72


laporan hasil audit dan pengetolaan catatan-catan hasil audit harus tertuang dalam prosedur
terdokumentasi. Pimpinan yang bertanggung jawab terhadap unit yang diperika harus
memastikan tindakan koreksi diambil segera mungkin untuk mengeliminasi ketidak-sesuaian
dan penyebabpenyebab yang telah ditemukan. Tindak lanjut audit harus mencakup verifikasi
terhadap tindakan-tindakan yang telah diambil dan melaporkan hasil verifikasi` yang telah
dilakukan.
Audit mutu itu hanyalah suatu proses untuk membantu organisasi untuk memastikan
sistem manajemen mutu telah efektif dan tetah mencapai tujuan-tujuan yang direncanakan dan
sistem tetap dipertahaankan. Melalui audit mutu internal para pelaku bisnis, pemilik proses
,pelaku sistem mendapatkan data dan informasi faktual dari hasil audit yang akan digunakan
sebagai landasan untuk memastikan dicapainya kondisi kesesuaian, efektivitas, kesehatan ,
dan efisiensi dalam pengelolaan kegiatan usaha.Adapun Tujuan audit mutu internal adalah
mendorong terjadinya perubahan -perubahan untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi
secara keseluruhan sejalan dengan strategi bisnis yang telah dipilih dalam rangka
merealisasikan visi - misi perusahaan. Secara lebih spesifik tujuan audit mutu internal dapat
diuraikan sbb:
1. Memastikan sistem manajemen mutu yang telah dikembangkan dijalankan
secara efektif
2. Memastikan tujuan-tujuan penerapan sistem manajemen mutu dicapai secara efektif
3. Memastikan sistem manajemen mutu terpelihara secara terus menerus
4. Menditeksi penyimpangan-penyimpangan terhadap kebijakan mutu sedini mungkin
5. Mendalami permasalahan yang terjadi di berbagai proses sehingga dapat dilakukan
tindakan koreksi dan perbaikan terus menerus.
6. Memastikan seluruh personil memiliki kompetensi yang dapat mendukung efektivitas
sistem manajemen mutu.
Sistem Dan Proses Dan Prosedur Audit/Monev, Serta Kompetensi Auditor
Dalam melaksanakan Audit mutu, diperlukan penangan yang tepat agar
pengelolaan/manajemen audit dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Manajemen audit mutu adalah proses sistematis pengelolaan audit mutu untuk mencapai tujuan
yang diharapkan secara efektif melalui penerapan fungsi-funsi manajemen (PDCA) :
perencanaan, pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut.
Diawali dari tahap perencanaan. secara umum mencakup penyediaan semua perangkat
audit mutu , mulai pembuatan kebijakan tentang audit mutu prosedur audit mutu, program audit
mutu, jadwal Audit mutu dan pembentukan tim audit mutu, penetapan tujuan audit mutu dsb.
Tahap berikutnya adalah menjalankan audit mutu berdasarkan semua yang telah disiapkan pada
tahap perencanaan. Pada tahap pelaksanaan audit mutu, mencakup kegiatan-kegiatan mulai dari
sosialisasi program audit mutu, pembentukan tim audit, penunjukan dan penugasan auditor,
persiapan auditor, pelaksanaan audit , pembahasan hasil audit dan membuat laporan hasil audit
dan menyampaikan laporan hasil audit ke pihak-pihak yang terkait.
Perencanaan Audit Mutu
Perencanaan adalah proses pentahapan kegiatan audit mutu secara keseluruhan yang
diawali dengan menetapkan tujuan, dilanjutkan dengan pengembangan program, penyusunan
jadwal, penugasan auditor dan penentuan auditee. Termasuk dalam lingkup perencanaan audit
mutu adalah menetapkan kebijakan audit, pengembangan prosedur audit mutu, program audit
mutu, penyusunan jadwat audit mutu , pembentukan tim audit , dan pengembangan kompetensi
auditor.
Kebijakan audit adalah pernyataan resmi dan terdokumentasi oleh pimpinan perusahaan
menegaskan komitmen dan kebijakan tentang audit mutu. Biasanya kebijakan audit mutu
dituangkan dalam manual mutu atau prosedur audit mutu internal. Berikut adalah cuplikan dari
manual mutu tentang pengaturan audit mutu internal (contoh) :
o Tujuan audit adalah untuk memastikan sistem manajemen mutu diimplementasikan
secara efektif dan hasilnya sesuai dengan yang telah direncanakan
o Tim audit dibentuk oleh wakil manajemen dan disahkan oleh Direksi dan dibekali
pelatihan yang cukup sebelum melaksanakan audit.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 73


o Program audit direncanakan oleh ketua tim audit dengan mempertimbangkan
tingkat kepentingan dan kekritisan unit yang akan diaudit
o Audit dilakukan secara sistematis, objektif, terencana dan terdokumentasi serta
mengedepankan integritas dan independensi.
o Audit harus dilakukan sesuai dengan prosedur audit yang telah ditetapkan.
o Dalam setiap pelaksanaan audit , auditor harus memperhatikan hasil audit yang
terdahulu untuk mengevaluasi efektivitasnya.
o Kriteria audit, lingkup, frekuensi dan metodemetode yang akan digunakan
dipastikan ditentukan dalam prosedur audit internal.
o Pelaksanaan audit dilakukan secara objektif dan mengikuti ketentuan persyaratan
audit.
o Pimpinan unit yang diperiksa bertanggung jawab untuk menindak-lanjuti temuan
audit pada unit-nya.
o Tindakan koreksi diambil segera mungkin untuk mengeliminasi ketidak-sesuaian
yang telah ditemukan
o Tindak lanjut audit harus mencakup verifikasi terhadap tindakan tindakan yang
telah diambil (Willy Susilo, 2006).
Ketua tim audit bertanggung jawab dan melapor kepada Wakil Manajemen. Prosedur audit
adalah dokumen referensi audit mutu yang isinya menjetaskan tentang bagaimana proses audit
mutu ditaksanakan mulai perencanaan sampai pelaporan dan tindak lanjut hasil audit mutu.
Program audit adatah rencana induk kegiatan audit mutu yang menggambarkan
kegiatan audit mutu selama kurun waktu biasanya satu tahun.Pengembangan program audit
rnutu tidak dapat dilepaskan dari keterkaitannya dengan kebutuhan atau permasalahan yang
sedang dihadapi oleh perusahaan. Dengan demikian pada waktu program audit mutu disusun,
maka tim audit mutu bersama wakil manajemen perlu melakukan analisa kinerja pendahuluan
untuk setiap fungsi dan proses,sehingga penekanan audit bisa diberikan pada fungsi-fungsi
tertentu yang dipandang memertukan perhatian lebih dari fungsi lainnya (critical areas).
Jadwal audit adatah pengaturan dan pembagian waktu audit mutu untuk seluruh fungsi
diperusahaan dalam kurun waktu tertentu , biasanya setahun.Menetapkan berapa kali setiap
fungsi terkena audit mutu datam kurun waktu satu tahun. Namun perlu juga diingat bahwa
disamping kegiatan yang telah terjadwal,audit mutu juga dapat dilakukan sewaktu-waktu di luar
jadwal yang telah disusun bilamana diperlukan,misalnya karena adanya kasus atau ada
permintaan khusus dari Manajemen.Jadwal audit mutu tidak boleh terlalu kerap namun juga
tidak baik terlalu Lama. Yang terbaik jadwal audit disusun dengan pertimbangan kebutuhan.
Tim audit adalah kelompok personil yang terdiri lebih dari beberapa orang sesuai
kebutuhan yang dibentuk untuk metaksanakan audit mutu secara berkala. Penunjukan anggota
tim audit mutu yang biasanya dipilih dari tenaga-tenaga yang handal dan cocok untuk tugas
audit mutu.Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi auditor mutu haruslah memiliki kompetensi
(pen getahuan, pengalaman,pendidikan dan pelatihan serta atribut pribadi yang sesuai).
Sebelum memulai suatu kegiatan audit, seorang auditor mutu perlu melakukan persiapan-
persiapan secara baik agar hasil audit dapat optimal dan interaksi audit tidak menimbulkan
ekses yang kontra produktif terhadap maksud dan tujuan dilakukannya audit mutu. Berikut
adalah beberapa persiapan yang diperlukan oleh seorang auditor mutu internal sebelum
memulai suatu audit mutu, yang mencakup persiapan mental (pengetahuan,semangat dan
emosi) , persiapan kertas kerja dan persiapan fisik. Persiapan pengetahuan: Auditor mutu
internal hendaknya mempelajari proses yang akan diaudit, lakukan analisa SIPOC ( supply-
input-process-output-customer), sehingga semua parameter baik parameter mutu maupun
parameter proses, baik yang berupa standar spesifikasi maupun berupa target target operasionat
(quality objectives) dapat dipahami dengan baik. Identifikasi Indikator Kinerja Kunci (Key
Performance Indicator) pada process yang akan di audit. Pelajari karakteristik permasalahan
dan potensi permasalahan atau critical points yang ada pada prosess tersebut. Pelajari sistem
manajemen mutu atau sistem kerja/metode kerja/ prosedur/ instruksi kerja yang telah
didokumentasikan dan dijadikan acuan kerja pada unit dimana audit akan dilakukan. Buatlah
berbagai catatan tentang hat-hat yang menjadi permasalahan atau yang berpotensi menjadi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 74


masalah , sehingga pada waktu proses audit dapat dikembangkan dalam berbagai pertanyaan
kepada auditee. Persiapan kertas kerja audit mutu: Baca kembali prosedur audit mutu yang
menjadi landasan audit mutu. Pahami isinya dengan baik. Identifikasi semua formulir yang
berlaku dan siapkan secukupnya. Auditor juga perlu membuka kembali dokumen hasil audit
yang lalu pada unit yang akan diperiksa, untuk mempetajari temuan auditor yang latu.Apakah
ada temuan audit yang belum diselesaaikan . Bila ada maka hat itu perlu dimasukan dalam
catatan persiapan auditor, sehingga pada saat audit auditor dapat membahas kembali temuan
audit yang belum selesai. Pelaksanaan audit mutu adalah proses realisasi dari semua
yang telah dipikirkan dan dituangkan dalam perencanaan audit mutu. Termasuk dalam lingkup
pelaksanaan audit mutu adalah sosialisasi program audit mutu, penugasan auditor, persiapan
auditor keseluruhan proses audit, pembahasan hasil audit bersama auditee pembuatan laporan
hasil audit dsb. Sosialisasi program audit mutu adalah kegiatan mengkomunikasikan hat-hat
berkaitan dengan audit mutu yang pertu diketahui oleh pimpinan operasional dan karyawan agar
audit mutu tidak menimbulkan salah pengertian dan mendapat dukungan dari semua pihak.
Sosialisasi dapat dilakukan dalam bentuk berbagai kegiatan misalnya memberikan penjelasan
tentang maksud audit mutu kepada auditee dalam berbagai kesempatan, misatnya pada saat
opening meeting. Penugasan auditor adalah pengaturan tentang siapa akan mengaudit
apa,dimana dan kapan dsb. Pengaturan mengenai penugasan auditor mutu ini penting karena
akan mempengaruhi kinerja auditor. Agar audit mutu bisa berjalan
Pelaksanaan Audit Mutu
Pelaksanan audit mutu/Proses audit adalah proses interaksi antara auditor dan Auditee
dalam rangka mengumpulkan atau memperoleh data/informasi faktual dan bukti-bukti objektif
tentang efektivitas dan kesesuaian sistem manajemen mutu. Aktivitas audit mutu yang umum
dipraktekan antara lain melakukan observasi, meminta penjelasan, meminta peragaan,
mewawancarai karyawan, menelaah dokumen, membandingkan, memeriksa dengan daftar
periksa, mencari bukti-bukti objektif, melakukan cek silang, bertanya, melakukan survei,
mencari informasi dari tempat lain, mempelajari menganalisa dll. Singkatnya seorang auditor
mutu memiliki kebebasan untuk menggunakan berbagai pendekatan yang dipandang dapat
membantu memberikan data dan informasi yang diperlukan untuk sampai kepada kesimpulan
audit. Meminta penjelasan adalah suatu bentuk interaksi antara auditor dan auditee untuk
memperoleh data /informasi atas objek audit secara deskriptif. Biasanya auditor mengajukan
permintaan kepada auditee, misalnya dengan kata-kata : " Tolong jelaskan". Pengertian auditee
datam konteks ini adalah semua personil yang ada pada suatu unit yang tengah di periksa
termasuk pimpinan tertinggi pada unit tersebut. Secara kelembagaan auditee dapat juga diartikan
sebagai keseluruhan unsur yang ada pada unit yang sedang diperiksa.
Meminta peragaan adalah suatu pendekatan audit untuk memperoteh informasi metalui
permintaan contoh aktivitas secara langsung atau secara simulatif atas suatu objek audit.
Pendekatan ini biasa sangat efektif untuk membuktikan apakah suatu proses kerja atau
mekanisme kerja kerja telah dilakukan sesuai dengan persyaratan yang tertuang dalam dokumen
referensi kerja. Misalnya , seorang auditor tengah mengaudit ke unit pemasaran, dan meminta
peragaan cara menangani keluhan pelanggan, atau meminta seorang personil yang mengelola
data base pelanggan untuk memperagakan pengamanan data base dsb.
Menelaah dokumen adalah suatu pendekatan audit secara administratif untuk menilai
substansi yang termuat dalam dokumen acuan kerja dibandingkan misalnya dengan persyaratan
standar atau dengan isi kebijakan mutu yang lebih tinggi kedudukannya. Untuk menelaah
sebuah dokumen referensi kerja,auditor bisa meminta waktu untuk bekerja sendiri di suatu
ruangan khusus, atau dilakukan sebelum audit lapangan dilakukan. Membandingkan dengan
daftar periksa adatah suatu pendekatan pemeriksaan dengan metoda verifikatif yakni
membandingkan parameter standar yang tertuang dalam sebuah daftar periksa yang telah lebih
dahulu disiapkan. berdasarkan dokumen-dokumen referensi dengan kinerja atau kondisi aktual
untuk mendapatkan informasi tentang ada tidaknya kesenjangan atau penyimpangan. Pemeriksaan
dengan alat bantu daftar periksa biasanya digunakan oleh auditor pemula,untuk menghindari
kesalahan atau ketidak lancaran dalam proses audit. Daftar periksa bisa disiapkan jauh sebelum
audit dilaksanakan. Dafta~ periksa bisa dibuat secara lengkap mencakup seluruh aspek yang ingin
diperiksa.Daftar periksa bisa disiapkan berdasarkan prosedur,proses kerja, standard dll. Daftar

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 75


periksa dapat juga hanya ditekankan pada aspek spesifik sesuai topik pemeriksaan. Misalnya
auditor mendapat tugas untuk memeriksa masalah pergudangan maka persiapan daftar periksa
dapat difokuskan hanya pada aspek-aspek yang terkait dengan masalah pergudangan,misalnya hat-
hat yang terkait dengan pengendalian penerimoan boronq datong - pengelo(aan gudang-
pengenda(ian pengeluaran barang dsb.
Metakukan cek silang adalah suatu pendekatan untuk membuktikan atau mengkonfirmasi
kebenaran suatu informasi yang telah diperoleh dikaitkan dengan informasi pada bagian lain.
Selain untuk memperkuat bukti objektif atas temuan yang sudah didapat ,juga untuk memperoleh
informasi tambahan yang diperlukan untuk mengambi! suatu kesimpulan. Menanyakan adalah satu
teknik yang paling umum dan paling banyak dilakukan oleh auditor untuk mendapatkan informasi
Pola pertanyaan yang baik adalah dengan pertanyaan terbuka : Mengapa ? Mengapa
begini,mengapa begitu ?. Melakukan survey adalah suatu pendekatan audit dengan
mengumpulkan informasi melalui metode penelitian dengan merancang sebuah alat survei sesuai
dengan tujuan atau informasi yang ingin diketahui,misalnya metakukan survey mengenai kepuasan
kerja kayawan, survei mengenai tingkat pemahaman konsep Standar Mutu
Mencari bukti-bukti adalah kegiatan mengumpulkan datadata pendukung yang dapat
diverifikasi atas suatu objek audit yang diduga mengandung persoalan atau ketidak sesuaian.
Bukti-bukti sangat diperlukan oteh auditor dalam penyusunan laporan hasil audit. Karena itu, pada
setiap kesempatan interaksi , auditor harus selalu ingat dengan kebutuhan akan bukti-bukti
objektif. Dengan demikian buktibukti perlu dikumpulkan segera setelah adanya indikasi temuan.
Sebagai contoh, pada waktu auditor membahas soal pengendalian produk tidak sesuai, maka pada
saat itulah auditor meminta berbagai bukti terkait dengan penyimpangan,misalnya hasi( tes oleh
bagian Quality Assurance atau catatan hasil produksi yang menggambarkan adanya
penyimpangan. Dengan begitu,pada saat menyusun laporan semua bahan yang diperlukan sudah
tersedia.
Benchmarking adalah suatu pendekatan studi banding bertujuan mencari informasi dari
tempat lain untuk kemudian dibandingkan dengan informasi yang telah dikumpulkan pada
perusahaan sendiri.Biasa benchmarkinq dilakukan untuk suatu aspek kinerja yang paling baik yang
dimiliki oleh perusahaan yang dijadikan acuan. Mempelajari objek audit adalah suatu pendekatan
untuk memahami secara mendalam objek audit dan keterkaitan kontekstualnya dengan cara
mempelajari berbagai karakteristik spesifik yang bisa memberikan indikasi untuk memahami
situasi yang sesungguhnya dari suatu objek audit.
Semua aspek yang ada di unit yang diperiksa dapat disebut sebagai objek audit. Namun
untuk membuat audit mutu efektif,maka auditor pada satu kesempatan audit, seharusnya
menyeleksi atau membatasi objek audit. Mengapa ? Pertama karena waktu audit terbatas. Kedua,
karena kapasitas auditor terbatas. Ketiga tidak semua objek audit relevan dengan topic audit yang
menjadi konsentrasi. Pengukuran adalah proses mengkuantifikasikan atau memberikan nitai atau
katagori pada suatu objek /kegiatan/ proses /kondisi /situasi/prilaku atau hat apa saja dengan
mengikuti suatu kaidah tertentu untuk keperluan atau tujuan tertentu. Secara umum tujuan
pengukuran adalah mendapatkan informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan misalnya sebagai dasar untuk pengambilan keputusan , untuk pembuktian, untuk
mengkonfirmasi suatu hat, untuk pengendalian proses, untuk perbaikan atau peningkatan dan
masih banyak lagi manfaat lainnya. Pentingnya pengukuran tersirat dalam ungkapan berikut. Kita
tidak dapat mengendalikan apa yang tidak dapat kita ukur. Secara konsep, pengukuran adalah
hat yang biasa, namun dalam pelaksanaannya, pengukuran seringkali menimbulkan permasalahan
yang tidak sesederhana konsepnya. Sebagai contoh , auditor mutu akan melakukan pengukuran
terhadap tingkat pemahaman karyawan mengenai SMM
Bagaimanakah pengukuran itu dapat dilakukan dengan tepat dan benar ? Ketika auditor
melakukan pengukuran, maka ada objek (data/variable) yang diidentifikasi. Bita objek pengukuran
dalam jumlah yang banyak, maka diperlukan pendekataan pengukuran yang selain valid,reliable
juga sekaligus efisien. Karena itu dalam kegiatan yang terkait dengan pengukuran cukup dilakukan
terhadap sebagian dari populasi atau datam bahasa statistik dikatakan secara sampling.
Menganalisa adalah proses mengurai informasi hasil pemeriksaan atau pengukuran untuk
memahami unsur -unsur terkecil guna mendapatkan informasi mendalam guna melihat hubungan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 76


sebab-akibat atau hubungan korelasi antara beberapa variable data temuan sebelum auditor
membuat sebuah kesimpulan atas hasil audit.
Penilaian adalah proses memberi nilai atau harga pada sesuatu fungsi atau aspek yang
telah diukur dengan pernyataan evaluatif,misalnya menyatakan suatu kegiatan tidak sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan. Menyimpulkan adatah proses akhir dari kegiatan pengukuran
dan penilaian dengan memberikan pernyataan evaluatif berdasarkan data/informasi yang telah
dikumpulkan/diukur dan dianalisa. Proses menyimpulkan bisa dengan pendekatan induktif berarti
berangkat dari data spesifik menuju kesimpulan umum,atau secara deduktif berangkat dari
informasi umum menuju kesimputan spesifik.
Kesimpulan adalah hasil akhir sebuah audit mutu. Berdasarkan kesimpulan yang telah
dibuat , maka auditor siap membuat laporan hasil audit, yang dilengkapi dengan bukti-bukti
objektif. Laporan hasil audit mutu biasanya dituangkan dalam format yang telah disiapkan dalam
prosedur audit mutu. Verifikasi adalah melakukan pengecekan kembali untuk mengkonfirmasi
apakah proses tindak lanjut yang tetah ditakukan oleh auditee telah benar-benar selesai dan
permasalahan bisa ditutup.Verifikasi biasanya dilakukan setelah tim audit menerima laporan
tindakan koreksi dari auditee. Verifikasi dapat dilakukan secepaatnya atau ditunda sampai pada
putaran audit berikutnya, tergantung permasalahan dan prosedur audit yang berlaku.
Pada prinsipnya pendekatanan audit mutu dapat ditakukan dengan cara apapun, tidak
terbatas dengan pendekatan yang telah dibahas di atas. Auditor memiliki kebebasan yang cukup
luas untuk menggunakan berbagai metoda atau pendekatan sejauh cara-cara yang digunakan bisa
efektif dalam proses pemeriksaan dan tidak menimbulkan permasalahan. Secara itustrasi berikut
adalah beberapa pendekatan yang tazim digunakan dalam audit mutu.
o B erb agai p end ek atan aud i t mu tu
1. mengamati/melakukan observasi meminta penjelasan
2. bertanya
3. meminta peragaan mewawancarai karyawan menelaah dokumen
4. membandingkan memeriksa dengan daftar periksa mencari bukti-bukti
5. metakukan cek silang melakukan survei benchmarking
6. mempelajari menganalisa menyimpulkan melakukan pengujian melaporkan
memverifikasi
o Kompetensi Auditor Mutu
Kompetensi adalah keseluruhan pengetahuan, kemampuan /keterampilan dan sikap
kerja plus atribut kepribadian yang dimiliki oleh seseorang yang mencakup kemampuan berfikir
kreatif , keluasan pengetahuan, kecerdasan emosional,pengalaman daya juang, sikap positif ,
keterampilan kerja serta kondisi kesehatan yang baik , yang bisa dibuktikan atau diperagakan
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Secara traditional
unsur kompetensi melipyti 3 aspek kunci yakni : Knowledge, Skill, dan Attitude (KSA).
Seseorang dikatakan memiliki kompetensi, artinya yang bersangkutan memiliki unsur
KSA secara cukup sehingga mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dens;an efektif,
datam arti berhasil mencapai tujuan yang telah dirancang dari pekerjaan tersebut dengan segala
tantangan clan berbagai permasalahan yang timbul ketika menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya.
Konsepsi kompetensi secara lebih luas Clan lengkap dalam konteks sukses pribadi
berdasarkan buku : How To Develop Competency Using I KEEP CASH Approach
Dikatakan sbb: Competency is one's demonstrated capability to apply the I KEEP
CASH elements to make one's dream for success comes true. Competency is just
like having much money in hands. If we are having cash, we can do many things
in life. We know what money can buy. Cash can give immediate effect.
( kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat diperagakan
untuk melaksanakan 9 elemen kompetensi I KEEP CASH - dalam upaya
meralisasikan suksesyang menjadi impiannya. Memiliki kompetensi ibarat
memiliki banyak uang. Bila kita mempunyai banyak uang,kita dapat melakukan
banyak haf dalam kehidupan ini.Apa yang tidak bisa dibe(i dengan uang. Uang
dapat membuat banyak hal mudah dan cepat terealisasi).

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 77


Sembilan elemen kompetensi tersebut adalah sbb:
I stands for IMAGINATION (imajinasi)
K stands for KNOWLEDGE (pengetahuan)
E stands for EXPERIENCE (pengalaman)
E stands for EMOTION (emosi)
P stands for PASSION (hasrat)
C stands for CHARACTER (karakter)
A is for ATTITUDE. (sikap)
S is the short of SKILL (keterampilan)
H stands for HEALTH (kesehatan)
(sumber : How To Develop Competency Based On I KEEP CASH : by Willy
Susilo)
Dari 9 elemen kompetensi I KEEP CASH, lima elemen diantaranya- imajinasi-emosi-hasrat-
karakter dan sikap- adalah termasuk dalam kelompok kompetensi lunak (soft competence).
Sedangkan empat elemen tainnya adalah kelompok kompetensi keras (hard competence).
Bila konsep kompetensi ini dirumuskan maka ada dua rumus yang bisa digunakan
kegiatan audit agar lebih efektif dan berhasil, antara lain keterampilan berkomunikasi,
menganalisa situasi, analisa data, membuat laporan hasil audit mutu. Tidak kalah pentingnya
dari pengetahuan dan keterampilan,auditor mutu juga perlu memiliki sikap dan atribut
keperibadian positif, misalnya kesetabilan emosi,disiplin tinggi,integritas dsb.
Sementara itu menurut standar ISO 19011, seseorang yang ditunjuk menjadi auditor
sistem manajemen mutu minimal memenuhi persyaratan sbb:
Audit adalah suatu pekerjaan khusus yang tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang . Karena
dua sebab. Pertama karena audit adalah kegiatan yang sensitif dan mudah menimbulkan
ekses,friksi dan konflik yang dapat berakibat kontra objektif dan kontra produktif. Kedua
audit adalah suatu kegiatan yang amat penting dalam arti memiliki potensi kontribusi nilai
yang sangat signifikan,dalam upaya mendukung pencapaian tujuan perusahaan.Karenanya
penunjukan seorang auditor mutu tidak boleh sembarangan melainkan harus dilakukan secara
selektif dan benar-benar berlandaskan pada kompetensi. Sebagai gambaran umum, seorang
auditor mutu internal memerlukan pengetahuan secara komprehensif dalam berbagai bidang
ilmu, terutama pengetahuan tentang organisasi,proses bisnis, manajemen
operasional,manajemen mutu dan tentu saja manajemen audit mutu sebagai pengetahuan
pokoknya dll. Disamping itu seorang auditor mutu internal juga perlu memiliki berbagai
keterampilan tambahan untuk mendukung pelaksanaan Audit mutu, sehingga sesuai dengan
yang diharapkan.
Laporan Audit/Monev
Laporan audit mutu internal adatah hasil kerja seorang auditor mutu, yang disampaikan
kepada auditee (unit yang diperiksa) untuk ditindak lanjuti. Laporan hasil audit mutu memuat
informasi faktuat, signifikan, relevan dan cukup, yang disusun secara sistematis dengan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Semua informasi yang dimuat dalam laporan audit
benar-benar telah diseleksi sehingga menggambarkan kebenaran dan penting untuk diketahui,
berkaitan langsung dengan permasalahan yang dilaporkan dan tidak menimbulkan keraguan atau
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dibenak pembacanya, dan yang paling esensial, laporan audit
mutu mengandung potensi nilai yang siap direalisasikan menjadi nilai nyata yang berharga bagi
kepentingan perusahaan.
Dalam pembuatan laporan hasil audit berlaku prinsip-prinsip komunikasi, yang mencakup
siapa (auditor) menyampaikan apa (hasil audit) kepada siapa (auditee) dengan media apa ( bahasa
verbal tertulis) dengan tujuan apa ( tindakan perbaikan oleh auditee). Policy ( Kebijakan): laporan
audit mutu menyebutkan kebijakan yang dijadikan acuan pembanding atau referensi dalam proses
audit. Policy atau kebijakan adalah koridor legalitas suatu kegiatan dalam sebuah organisasi. Bila
dikatakan melanggar kebijakan perusahaan artinya suatu kegiatan menyimpang dari apa yang telah
ditetapkan. Acuan pembanding, misalnya kebijakan yang tertuang dalam manual mutu.
Location ( lokasi) : menyebutkan secara spesifik tempat proses atau unit operasi dimana
permasalahan ditemukan. Misalnya terjadi ketidak efektifan pada proses pergudangan dengan
prinsip FIFO. Activity ( kegiatan) : menyebutkan aktivitas atau proses dimana ditemukan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 78


permasalahan. Misalnya pada kegiatan pemeriksaan barang datang. Clause (klausul) :
menyebutkan klausal peraturan atau standar dan pasal-pasal yang menjadi permasalahan atau yang
dilanggar. Evidence (bukti objektif): menyebutkan bukti-bukti objektif yang mendukung laporan
hasil audit. Misalnya hasil pengujian laboratorium tentang spesifikasi bahan baku yang
menyimpang dari toleransi tetapi tetap diterima. Scale of criticality ( tingkat keseriusan) :
menggambarkan tingkat keseriusan permasalahan dilihat dari satu atau beberapa sudut pandang.
Analysis (analisa) :memberikan uraian hasil analisa sebab akibat yang melatar-
belakangi terjadinya permasalahan. Misalnya terjadinya ketidak-mampuan tetusur akibat
identifikasi pada sistem pelabelan tidak jelas. Recommendation (rekomandasi) memberikan
rekomendasi sebagai buah pikiran auditor untuk menyelesaikan persoalan yang telah ditemukan.
Time for completion (waktu untuk penyelesaian) : adalah kesepakatan mengenai batas waktu
untuk penyelesaian permasalahan yang telah dibahas bersama antara auditor dan auditee.
Bentuk laporan audit mutu yang pating umum adalah menggunakan sistem formulir yang
telah disiapkan. Bentuk laporan audit dengan formulir sangat praktis untuk pengisiannya dan
untuk pemahaman secara cepat oleh pembacanya. Pada intinya laporan hasil audit mutu adalah
kesimpulan yang dibuat oleh auditor berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan.
Pertimbangan utama yang harus diberikan oleh auditor saat menyusun laporan audit adalah siapa
pembacanya. Pemahaman tentang target pembaca ini penting agar, laporan audit bisa disusun
untuk pemahaman optimal oleh pembacanya. Jadi laporan audit bukan untuk dimengerti sendiri
oleh auditor . Laporan audit mutu harus mudah dimengerti oleh auditee tanpa ada peluang salah
tafsir. Karena yang akan melaksanakan instruksi/informasi yang tertuang dalam laporan audit
adalah auditee, bukan auditor.
Karena itu dalam penyusunan laporan hasil audit, gunakanlah bahasa yang sederhana,
jelas, singkat dan mudah dimengerti tanpa keraguan. Ingat prinsip-prinsip komunikasi, yang
mencakup siapa (auditor) menyampaikan apa (hasil audit), kepada siapa (auditee) dengan media
apa ( bahasa verbal tertulis) dengan tujuan apa ( tindakan perbaikan oleh auditee).
Pengertian Mutu
Kualitas telah menjadi isu kritis dalam persaingan modern dewasa ini, dan hal itu
telah menjadi beban tugas bagi para manager menengah. Dalam tataran abstrak kualitas telah
didefinisikan oleh dua pakar penting bidang kualitas yaitu Joseph Juran dan Edward Deming.
Mereka berdua telah berhasil menjadikan kualitas sebagai mindset yang berkembang terus
dalam kajian managemen, khususnya managemen kualitas.
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness for use), ini
berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau
diharapkan oleh pengguna. Tokoh Mutu lain yang mengembangkan managemen kualitas
adalah Edward Deming yang berpendapat bahwa meskipun kualitas mencakup kesesuaian
atribut produk dengan tuntutan konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu. Menurut
Deming terdapat empatbelas poin penting yang dapat membawa/membantu manager mencapai
perbaikan dalam kualitas yaitu :
1. Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
2. Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima
3. Berhenti tergantung pada inspeksi missal
4. Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
5. Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
6. Melembagakan metode pelatihan kerja modern
7. Melembagakan kepemimpinan
8. Menghilangkan rintangan antar departemen
9. Hilangkan ketakutan
10. Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
11. Hilangkan managemen berdasarkan sasaran
12. Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman
13. Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
14. Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat melaksanakan transformasi
seperti dalam poin-poin di atas.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 79


Dengan memperhatikan pendapat dua tokoh kualitas di atas, nampak bahwa mereka
menawarkan beberapa pandangan yang penting dalam bidang kualitas, pada intinya dapat
difahami bahwa semua yang berkaitan dengan managemen kualitas atau perbaikan kualitas
yang diperlukan adalah penerapan pengetahuan dalam upaya meningkatkan/mengembangkan
kualitas produk atau jasa secara berkesinambungan.
Selain itu dua Pakar di atas, Banyak pakar lain yang mencoba mendefinisikan kualitas
berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut
(Fandy Tjiptono. 2003:3)
 Performance to the standard expected by the customer
 Meeting the customer's needs the first time and every time
 Providing our customers with products and services that consistently meet their needs and
expectations.
 Doing the right thing right the first time, always striving for improvement, and always
satisfying the customer
 A pragmatic system of continual improvement, a way to successfully organize man and
machines
 The meaning of excellence
 The unyielding and continuing effort by everyone in an organization to understand, meet, and
exceed the needs of its customers
 The best product that you can produce with the materials that you have to work with
 Continuous good product which a customer can trust
 Not only satisfying customers, but delighting them, innovating, creating.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-
definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut:
 Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
 Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
 Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa Yang dianggap
merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).
Konsep Penjaminan Kualitas/mutu (quality assurance)
Penjaminan kualitas adalah seluruh rencana dan tindakan sistematis yang penting
untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari
kualitas (Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut merupakan refleksi dari kebutuhan pelanggan.
Penjaminan kualitas biasanya membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan biasanya
digunakan sebagai alat bagi manajemen. Menurut Gryna (1988), penjaminan kualitas merupakan
kegiatan untuk memberikan bukti-bukti untuk membangun kepercayaan bahwa kualitas dapat
berfungsi secara efektif (Pike dan Barnes, 1996).
Sementara itu Cartin (1999:312) memberikan definisi penjaminan kualitas sebagai
berikut : Quality Assurance is all planned and systematic activities implemented within the the
quality system that can be demonstrated to provide confidence that a product or service will
fulfill requirements for quality
Tujuan Penjaminan Kualitas/mutu
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal maupun
eksternal organisasi. Menurut Yorke (1997), tujuan penjaminan (Assurance) terhadap kualitas
tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan berkesinambungan melalui
praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.
2. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain
dari lembaga yang kuat dan dapat dipercaya.
3. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan
bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.
4. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah
agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil
mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 80


membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme penjaminan
kualitas yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan
tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran.
Berkaitan dengan penjaminan kualitas, Stebbing dalam Dorothea E. Wahyuni
(2003) menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas sebagai berikut :
 Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi. Meskipun program
penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup pengendalian kualitas dan
inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen
terhadap mutu secara menyeluruh.
 Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa. Dengan kata lain,
departemen pengendali kualitas tidak harus bertanggung jawab dalam pengecekan
segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang lain.
 Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian perancangan. Dengan
kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan murupakan keputusan bidang
perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam
perancangan.
 Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya yang sangat besar.
Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminan kualitas bukan
pemborosan.
 Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatm pengendalian melalui prosedur
secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi, produktivitns, dan
profitabilitas.
 Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyem buhkan
berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru akan dapat mengerjakan segala
sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap waktu (do it right the first time and every
time).
 Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk mencapai biaya yang efektif,
membantu meningkatkan produktivitas.
Pentingnya Penjaminan Mutu di bidang Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya untuk membentuk manusia yang berkualitas, hal ini tentu
saja memerlukan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas pula. Oleh karena itu penjaminan
mutu pendidikan menjadi hal yang penting paling tidak karena dua alasan yaitu alasan yuridis
formal dan alasan perkembangan masyarakat di era global. Alasan yuridis di dasarkan pada
ketentuan Peraturan dimana dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan fasal 91 ayat 1, 2, dan 3 tentang penjaminan mutu pendidikan disebutkan
bahwa :
1. setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan penjaminan
mutu.
2. penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi
atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
3. penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan
kerangka waktu yang jelas.
Dengan melihat pasal tersebut di atas, nampak bahwa penjaminan kualitas merupakan suatu
kewajiban bagi lembaga pendidikan. Dalam melakukan penjaminan Kualitas Pendidikan,
sementara itu alasan berkaitan dengan perkembangan global mengacu pada kondisi lingkungan
yang ada, sebagaimana akan dekemukakan berikut ini
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan globalisasi, maka berbagai bidang
kehidupan manusia pun mendapat pengaruh besar termasuk dalam bidang pendidikan. Salah
satu hal yang penting adalah makin tumbuhnya tuntutan akan kualitas pendidikan seiring dengan
makin kompetitifnya SDM antar bangsa. Perubahan ini mendorong pada berkembangnya konsep
penjaminan mutu dalam Pendidikan baik pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan
tinggi. Dampak lain dari globalisasi dan penerapan teknologi baru dan maju adalah penyebaran
informasi, pencarian informasi sudah lebih mudah berkat perkembangan teknologi informasi.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 81


Tidak ada informasi apa pun yang tidak dapat diketahui sehingga pengendalian pun mulai ber -
alih dari pengendalian fisik menjadi ke pengendalian informasi. Artinya, mereka yang memiliki
informasilah yang memiliki kekuatan nyata, dan hal ini menimbulkan perbedaan yang cukup
besar antara pemilik informasi dan yang tidak memilikinya.
Menurut Rinda Hedwig dan Gerardus Polla (2006), dampak globalisasi sifatnya
menyeluruh di dunia, dan dalam konteks Pendidikan Tinggi, hal tersebut menimbulkan konsep
baru dalam pendidikan dan perlu mendapat perhatian yang antara lain mencakup:
1. pembagian manfaat pendidikan tersebut kepada masyarakat maupun untuk
alumnus,
2. sistem swadaya dan swasembada yang mulai diberlakukan di perguruan tinggi
negeri,
3. efisiensi tanpa mengurangi efektifitas serta produktivitas lembaga,
4. penekanan pada kepuasan stakeholder (mahasiswa, dosen, alumni, pengguna
lulusan, orang tua, dan pemerintah),
5. pemusatan kepada belajar dan bukan hanya mengajar (learning centered
education),
6. penekanan bahwa pendidikan ini adalah hal dinamis yang senantiasa berubah
berdasarkan perkembangan yang terjadi,
7. pendidikan yang ada saat ini sebaiknya relevan dengan kebutuhan masyarakat,
negara, dan dunia,
8. tanggung jawab pendidikan bukan hanya menjadi milik pendidik melainkan harus
sama-sama dilakukan oleh si pendidik dan mahasiswa,
9. pemberdayaan dalam pendidikan merupakan syarat mutlak yang tidak dapat
ditawar.
Dengan adanya paradigma baru di atas maka perlu dilakukan penjaminan mutu dalam
penyelenggaraan pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Penataan sistem pendidikan tinggi saat
ini sudah lebih otonomi dan harus memiliki akuntabilitas tinggi. Akreditasi nantinya merupakan
akreditasi diri dengan pengakuan dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Akreditasi diri inilah
yang kemudian menjadi landasan bagi perguruan tinggi untuk mengajukan akreditasi ke tingkat
nasional yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap perguruan tinggi tersebut. Akreditasi
tidak lepas dari evaluasi diri agar setiap program studi di dalam perguruan tinggi tersebut dapat
mengenali kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan tantangan yang dihadapi. Ini semua akan
mengacu kepada peningkatan kualitas yang berkelanjutan.
Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi
Pada tanggal 1 April 2003 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi telah menetapkan
Higher Education Long Term Strategy 2003-2010 (disingkat menjadi HELTS 2003-2010). Di
dalam Part 1 Chapter 11 HELTS 2003 - 2010 dicantumkan Vision 2010, atau Visi 2010
Pendidikan Tinggi di Indonesia, sebagai berikut :
In order to contribute to the nation's competitiveness, the national higher education has
to be organizationally healthy, and the same requirement also applies to institutions. A
structural adjustment in the existing system is, however, needed to meet this challenge.
The structural adjustment aims, by the year of 2010, of having a healthy higher
education system', effectively coordinated and demonstrated by the following features :
Quality; Access and equity; Autonomy
Dengan demikian, pada saat ini perlu dilakukan penyesuaian secara struktural sistem pendidikan
tinggi nasional, agar pada tahun 2010 terdapat sistem pendidikan tinggi yang sehat, yang secara
efektif dikoordinasikan dan ditunjukkan oleh ciri-ciri kualitas, akses dan keadilan, serta
otonomi. Selanjutnya khusus mengenai ciri kualitas pendidikan tinggi nasional, di dalam Part ll
Chapter Ill Point E HELTS 2003 - 2010 dinyatakan secara khusus tentang Quality Assurance
(Penjaminan Mutu) sebagai berikut :
In a healthy organization, a continuous quality im provement should become its
primary concern. Quality assurance should be Internally driven, institutionalized
within each organization's standard procedure, and could also Involve external
parties. However, since quality is also a concern of all stakeholders, quality

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 82


improvement should aim at producing quality outputs and outcomes as part of
public accountability.
Berlandaskan HELTS 2003 - 2010 ini, nampak bahwa maslah kualitas dan penjaminan kualitas
telah menjadi konsern penting dalam pengembangan pendidikantinggi di Indonesia. Ini jelas
membawa implikasi pada perlunya Perguruan tinggi berupaya untuk meningkatkan kualitas
manajemennya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan tinggi. Dalam suatu organisasi
perguruan tinggi yang sehat masalah kualitas akan menjadi suatu kebutuhan sendiri, namun
demikian untuk mencapai hal itu jelas memerlukan komitmen dan kesadaran dari seluruh lapisan
yang terlibat dalam organisasi perguruan tinggi.
Dalam buku Pedoman Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi - Dikti 2003 berkaitan
dengan penjaminan mutu dikemukakan hal sebagai berikut:
“Secara umum yang dimaksud dengan penjaminan mutu adalah proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan.
Dengan demikian penjaminan mutu pendidikan tinggi adalah proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan tinggi secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan”.
Proses penjaminan mutu di Perguruan Tinggi bermula ketika Perguruan Tinggi tersebut
melakukan evaluasi diri dengan menggunakan pendekatan L-RAISE (Kepemimpinan,
Relevansi, Suasana Akademik, Manajemen Internal & Organisasi, Keberlanjutan, Efisiensi dan
Produktivitas). L-RAISE merupakan isu strategis untuk menjaga keberlangsungan dan
pengembangan Perguruan Tinggi. Dengan demikian, jika L-RAISE ini tidak diperhatikan, atau
tidak ditangani dengan baik, maka kinerja Perguruan Tinggi akan menurun, bahkan terancam
keberadaannya.
Menurut Hedwig dan Polla (2006), Penjaminan mutu di perguruan tinggi (PT) bisa
dilakukan baik secara menyeluruh maupun dalam bentuk berjenjang. Yang dimaksud dengan
menyeluruh berarti seluruh proses yang terkait di dalam PT tersebut seperti penerimaan mahasiswa
baru, perkuliahan, hingga proses meluluskan mahasiswa dijaminkan mutunya. Sedangkan yang
dimaksud dengan bertahap adalah PT bisa melakukan penjaminan bukan seluruh proses yang
dilakukan PT melainkan hanya Tri Dharma (pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat)
atau hanya salah satu dharma saja.
Penjaminan mutu juga bisa dilakukan hanya pada satu Fakultas/Jurusan/Program Studi/Unit
saja tetapi kemudian terus ditingkatkan hingga seluruh proses kegiatan di PT dijaminkan. Jika
dilakukan secara bertahap, penentuan mana yang terlebih dahulu hendak dijaminkan tergantung
pada kesepakatan dari pimpinan PT tersebut.
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Pengertian
Sistem informasi : Seperangkat komponen yang saling berhubungan yang berfungsi
mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung
pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi. SIM adalah sistem informasi yang
diterapkan bagi kepentingan manajemen, dan secara sederhana manajemen dapat diartikan Getting
things done through people (Harold Koonzt dan Cyril O’Donnel}
Sistem Informasi Manajemen : adalah suatu sistem dimana unit organisasi memiliki suatu
kerangka informasi tunggal dan terpadu untuk pengumpulan informasi yang diperlukan bagi
kepentingan kegiatan manajemen.
Evolusi bentuk informasi
1. Observasi langsung
2. Secara lisan
3. Secara tertulis
4. Komputerisasi
Sumberdaya yang dikelola Manajer dalam proses manajemen (Mc Leod)
1. Man (manusia)
2. Money (uang, dana)
3. Material
4. Machine

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 83


5. informasi
Kekuatan yang mendorong makin perlunya SIM
1. perubahan ekonomi secara global
2. perubahan ekonomi industrial
3. perubahan perusahaan
4. perubahan teknologi komunikasi
Aktivitas dalam Sistem Informasi
 Input (masukan, Data)
 Process (pengolahan data)
 Output (keluaran, Informasi)

Bagan aktivitas Sistem Informasi


(Jane P. Loudon)
Lingkungan SI

PROCESSING
INPUT - KLASIFIKASI OUTPUT
(DATA) - PENATAAN INFORMASI
- PENGHITUNGAN

Umpan balik

Tujuan penerapan SIM


1. Untuk mencapai keunggulan competitive
2. Untuk mencapai keunggulan comparative
Lingkungan yang berpengaruh terhadap SIM
1. Untuk dunia bisnis
o Finance society
o Suppliers
o Labor union
o Stock holder
o Competitor
o Costumer
o Government/local society
o Global community
2. Untuk dunia pendidikan/lembaga pendidikan
o Government
o Local society
o Professional organization
o Competitor
o Costumer
Dalam prakteknya Penerapan SIM sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat,
untuk itu perlu dilakukan secara bertahap dan hati-hati agar apa yang diharapkan dari penerapan
SIM dapat tercapai. Dalam kaitan ini kebudayaan masyarakat dapat dikelompokan kedalam :
 Masyarakat pra-informasional

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 84


 Masyarakat informasional
Masyarakat pra informasional adalah masyarakat yang belum melihat informasi sebagai
sumberdaya yang penting serta pengaruhnya dalam kehidupan tidak begitu menonjol, sedangkan
masyarakat informasional adalah masyarakat yang telah menyadari pentingnya informasi sebagai
sesuatu yang berpengaruh besar dalam kehidupan.
Adapun perbedaan kedua kelompok tersebut menurut Sondang P Siagian adalah :

Pra-Informasional Informasional
 Dasar ilmiah Kekakuan paradigma Kemampuan menggabung yg kreatif

 Jumlah Infor
Langka Melimpah
Masi
 Pertambah-
Linier Eksponensial
an informasi

 Kecepatan
Lambat/Stabil Cepat/Berubah-ubah
dan isi
 Cara penyam
Mono Media Multi Media
paian
 Unit penang-
Individu Mesin/bantuan mesin
anan info
 Kerangka ni-
Monistis Pluralistis
lai tafsiran
 Hubungan
Seorang ke Banyak orang Banyak orang pada seorang
informasi

 Orientasi
Masa lalu Masa depan
waktu

Karakteristik/Ciri-ciri SIM
1. Bersifat total/menyeluruh, mencakup :
 dilihat dari bentuknya
a. formal – informal
b. manual – komputerisasi
 dilihat dari bidangnya
a. sistem informasi proyek
b. sistem informasi perkantoran
c. sistem informasi forcasting
d. sistem informasi penopang keputusan
2. Bersifat terkoordinasi :
keseluruhan cakupan SIM dilaksanakan dilaksanakan secara terstruktur,
terdepartemen tasi tapi harus terkoordinasi secara terpusat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 85


Initially, the term TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP was viewed as a PERSONAL QUALITY, an
ability to inspire employees to look beyond self-interest and focus on organizational goals. The concept has evolved
over time; now it is often viewed as a broad STRATEGY that has been described as "facilitative."
ERIC Digests

SI
SI

PIHA
PIHA
PROSE KK
S MAN
SI MAN
SI AJEM
AJEM
EN
EN
SI
SI

3. SIM terintegrasi secara rasional


Sub-sub sistem dikoordinasikan menuju tercapainya integrasi secara rasional. Logis, efektif
dan efisien
4. SIM mentransformasikan data menjadi informasi dengan berbagai cara
5. SIM meningkatkan Produktivitas
6. SIM sesuai dengan sifat dan gaya manajer (personil) yang akan menggunakannya sehingga
terhindar dari kesenjangan
7. SIM menggunakan kriteria mutu yang telah ditetapkan serta relevansi.
8. SIM memiliki sub sistem informasi

SISI
PIHA
PIHA
KK
MAN
PROSE MAN
SISI S
AJEM
AJEM
EN
SISI EN

Konsep dasar Informasi


o Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi
penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang. Data
(bahan baku informasi) adalah kelompok teratur simbol-simbol yang mewakili kuantitas,
tindakan, benda, dan sebagainya (Gordon B. Davis)
o Informasi yaitu semua data yang mempunyai arti bagi pihak pemakai, sedangkan data
adalah sebuah fakta tertentu
(Winardi)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 86


o Informasi adalah data (data terdiri dari fakta-fakta dan angka-angka) yang telah
diproses, atau data yang memiliki arti. (McLeod)
o Dalam Sistem informasi, informasi memperkaya penyajian, mempunyai nilai kejutan,
atau mengungkap sesuatu yang penerimanya tidak tahu atau tidak tersangka. Dalam dunia
yang tidak menentu, informasi menggurangi ketidak pastian, terutama dalam
mempertimbangkan pilihan-pilihan dalam pembuatan keputusan, bila tidak ada pilihan
atau keputusan, informasi menjadi tidak diperlukan atau kurang dibuatuhkan.
o Ciri/sifat-sifat informasi
 benar – salah (berhubungan dengan realitas)
 baru
 tambahan
 korektif
 penegas
o syarat informasi (dalam konteks manajemen)
 cepat (dilihat dari segi waktu)
 tepat/akurat (dilihat dalam hubungannya dengan realitas)
 lengkap (ddilihat dari cakupan)
 relevan (dilihat dari konteks kebutuhan)
o Klasifikasi informasi
 Informasi untuk manajeman dan informasi pertanggungjawaban
 Informasi proses dan informasi proyek
 Informasi historis dan informasi masa datang
 Informasi intern dan informasi ekstern
 Informasi identifikasi dan informasi relasi
Pendekatan dalam mempelajari SIM
1. Pendekatan Teknis. pendekatan yang menekankan pada model normatif, bersifat
matematis serta mengacu pada kecakapan teknologi secara fisik dan formal dari suatu
sistem informasi
2. Pendekatan Prilaku. pendekatan yang lebih menekankan pada pengaruh sistem informasi
terhadap individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat.
3. Pendekatan Gabungan. pendekatan yang mencoba mempelajari sistem informasi dengan
menggabungkan kedua pendekatan tersebut di atas yakni model normatif dan model
sosial/fungsional
Faktor –faktor yang mempengaruhi penataan SIM
1. Hirarki dalam struktur organisasi
1. Hirarki adalah pelapisan atau tingkatan yang menyebabkan adanya rantai komando yang
mengatur hubungan atasan-bawahan
2. Dalam hirarki tercakup pembagian wewenang dan span of control
2. Iklim Organisasi (Organizational Climate): an overall feeling that is conveyed by the
physical layout, the way participant interact, and the way members of the organization
conduct themselves with costumer or the outsiders (Fred Luthans)
3. Klasifikasi pembagian wewenang dalam manajemen
 Centralized management
 Decentralized management
 Collegial management
 Joint management
 Collaborative/collective management
4. Ciri-ciri dalam arus informasi
 Centralized management
 Informasi yang ditampung sangat banyak
 Informasi harus selalu disampaikan pada manajemen puncak
 Bisa menimbulkan information overload
 Decentralized management

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 87


 Informasi arusnya sangat tersebar karena ada delegasi dalam pembuatan
keputusan
 Arus informasi tidak terlalu padat
 Manajemen puncak mengendalikan organisasi melalui ringkasan informasi
 Coordinative management
 Informasi tersebar sesuai wewenangnya
 Manajer senior dan yunior sama-sama memiliki informasi penting bagi
pengambilan keputusan
 Sistem informasi rumit karena harus dibuat agar jangan sampai tumpang
tindih (ovelapping)
 Struktur organisasi biasanya matriks
5. Gaya Manajemen : yaitu bagaimana para manajer memanfaatkan waktunya dalam menangani
organisasi dalam bidang :
 Menangani pekerjaan
 Melaksanakan human relation
 Supervisi
 Reward ang punishment
 Gaya manajemen sangat dipengaruhi oleh :
 Mutu pemikiran
 Sikap dasar
 Pengalaman
 Sifat pengolahan informasi
 Kecerdasan emosi
Empat unsur kualitas pemikiran manusia
Preseptif

Sistematis Intuitif

Reseptif

Ciri-cirinya :
a. Intuitif :
 Trial and error dalam menguji berbagai bentuk pemecahan masalah
 Tiodak menganggap penting pemrosesan data menjadi informasi
b. Sistematis
 Menstrukturkan masalah secara tepat untuk pemecahan masalah
 data-data diolah dan dianalisa dengan cermat tersusun dan logis
c. Preseptif
 Memusatkan perhatian pada hubungan antara unsur suatu data yang diperoleh
 Cepat menguji data rincian untuk memadukan dengan data-data bidang lain
d. Reseptif
 Memerlukan informasi rinci dan cenderung tenggelam pada rincian tanpa
mengaitkan dengan data dari bidang lain
 cenderung melihat permasalahan secara parsial tidak integral
Peran-Peran Manajerial Dari Mintzberg
1. Interpersonal roles :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 88


 Figurehead : Manajer melaksanakan tugas-tugas seremonial
 Leader : Manajer memelihara unit dengan mempekerjakan dan melatih staf serta
menyediakan motivasi dan dorongan
 Laison : Manajer melakukan hubungan dengan orang-orang di luar organisasi dengan
tujuan menyelesaikan masalah bisnis
2. Informational roles :
 Monitor : Manajer secara tetap mencari informasi mengenai kinerja unit (organisasi)
 Disseminator : Manajer meneruskan informasi yang berharga kepada orang di dalam
unitnya
 Spokesperson : Manajer meneruskan informasi yang berharga kep[ada orang-orang diluar
unitnya—pimpinan dan orang-orang dilingkungannya
3. Decisional roles :
 Entrepreneur : Manajer membuat perbaikan-perbaikan yang cukup permanen pada unit,
seperti mengubah struktur organisasi
 Disturbance Handler : Manajer bereaksi pada kejadian-kejadian tidak terduga, seperti
devaluasi dollar dsb.
 Resources Allocator : Manajer mengendalikan pengeluaran unitnya, menentukan unit
bawahan mana yang mendapat sumber daya
 Negotiator : manajer menengahi perselisihan baik di dalam unitnya maupun antara unit
dan lingkungannya
Kebutuhan dan sumber Informasi (IRM)
 Kegiatan Organisasi
 Top Manager/Management
- memerlukan informasi terpadu
- menentukan dalam menentukan SIM yang dipakai
 Middle Manager terbagi dua yaitu
 Upper Middle Manager
- sangat terlibat dalam penataan SIM
 Specialist/Professional
- penyeliaan Staf semi profesional
 Lower Manager
- Supervisi personil operasi
- keterlibatan dalam SisInfo cukup besar
- bisa menjadi anggota SisInfo tertentu
 Personil operasi
- keterlibatan yang terbatas pada SisInfo
- melakukan transaksi/kegiatan kemudian diproses oleh SisInfo
Sumber daya informasi menurut Raymond McLeod terdiri dari :
o Perangkat keras komputer
o Perangkat lunak komputer
o Para spesialis informasi
o Pemakai
o Fasilitas
o Database
o Informasi
Mutu informasi
Mutu suatu informasi yang disampaikan akan bervariasi, ini terjaddi karena ada bias/kesalahan
yang diseababkan oleh :
o Metode pengukuran dan pengumpulan data yang salah
o Tidak mengikuti prosedur pengolahan yang benar
o Data hilang atau tidak di olah
o Kesalahan mencatat atau mengoreksi data
o File historis/induk yang salah atau keliru memilih file historis
o Kesalahan dalam prosedur pengolahan misalnya kesalahan program komputer

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 89


o Kesalahan yang disengaja
Cara mengatasi hal tersebut antara lain adalah :
o Pengendalian intern
o Audit intern dan ekstern
o Menambahkan batas kepercayaan pada data
 Database
Database (pangkalan data/basis data) merupakan serangkaian file data yang tersusun dan
saling berkaitan secara logis yang disediakan/dipelihara untuk kepentingan SIM. Menurut George
M Scott Database adalah sistem file komputer yang menggunakan cara pengorganisasian file
tertentu Pengelolaan/penataan guna memudahkan penggunaan pangkalan data disebut manajemen
database. Dengan demikian suatu database merupakan kumpulan file yang dapat dipergunakan
dalam suatu Sistem Informasi guna menunjang/membantu aktivitas suatu organisasi. Database
adalah pusat dimana berbagai data yang diperlukan dapat diakses untuk dapat diolah menjadi suatu
informasi. Di dalamnya tersusun urutan-urutan data dari elemen data paling rendah sampai ke
yang tertinggi. Secara tradisional hirarki data terdiri dari: (1) elemen data, (2) catatan, dan (3) File.
Elemen-elemen data kemudian dicatat dan kumpulan catatan pada tahap berikutnya dibentuk
menjadi suatu file. Dalam suatu sistem yang menggunakan komputer pengorganisasian data terdiri
dari bit, byte, fields, records, files dan Database . Bit adalah adalah unit terkecil data yang
ditangani komputer, sekelompok bit disebut byte yang mewakili suatau karakter tunggal dapat
berbentuk huruf, angka atau simbol lain, sekelompok karakter yang dimasukan pada suatu kata
yang lengkap (seperti nama) disebut field, dan sekelompok field yang berhubungan (seperti nama
tempat tanggal lahir, alamat) disebut record, sekelompok rekord yang sama jenisnya disebut file
Goal dan Objective dari sebuah database
Pada dasarnya SIM tidak dapat berjalan tanpa adanya suatu Database, karena dengan
Database ini maka pengolahan data menjadi informasi dapat dilakukan dengan cepat, efektif dan
efisien, dengan demikian Database bertujuan untuk :
1. Memudahkan pengaksesan data untuk diolah menjadi informasi
2. Menghindari data redundancy
3. Mempercepat pembaruan masing-masing record secara serempak
4. Memperbaiki manajemen dan mempertinggi efektivitas kinerja organisasi
Model pengorganisasian File/Data
Model hirarki. Merupakan model pangkalan data yang mengorganisasikan data/file
dalam suatu strruktur yang berbentuk pohon. Satu rekord dibagi dalam segmen-segmen dalam
suatu hubungan parent - child. Dalam tiap rekord unsur data ditata dalam penggalan-penggalan
rekord. Setiap rekord akan nampak mempunyai suatu segmen puncak yang disebut Root . Model
Jaringan (Network). Model ini menggambarkan data secara logis dalam beberapa hubungan,
dalam hal ini parent dapat mempunyai beberapa anak dan anak dapat mempunyai beberapa parent
(lebih dari satu). model relational (hubungan).model yang menunjukan bahwa semua data dalam
pangkalan data nampak seperti tabel dua dimensi namun informasi di dalamnya lebih dari satu file
yang dapat dikombinasikan.
Konsep dasar sistem
Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerja sama
untuk mencapai tujuan. Menurut Gordon Davis sistem bisa bersifat abstrak maupun fisik. Sistem
abstrak adalah suatu susunan teratur gagasan atau konsepsi yang saling tergantung, sedsangkan
sistem fisik adalah sistem yang dapat diamati dan bersifat konkrit. Model umum sebuah sistem
adalah masukan, pengolah, dan keluaran baik yang sifatnya tunggal maupun jamak. Disamping itu
sistem dapat juga bersifat tertutup (sistem tertutup) dan bersifat terbuka (sistem terbuka). Sistem
tertutup adalah sistem yanga dalam proses kegiatannya tidak berhubungan dengan sistem-sistem
diluarnya, sedangakan sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dengan sistem-sistem lain
dalam melakukan proses kegiatannya dalam bentuk impor input dari sistem diluarnya dan
mengekspor output ke luar sistem.

INPUT SISTEM OUTPUT


MASUKAN KELUARAN

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 90


(Model Sistem sederhana)

INPUT OUTPUT

SISTEM
INPUT OUTPUT

INPUT OUTPUT
(Model sistem dengan banyak input dan output)

dilihat dari sudut kepastiannya sistem dapat dikelompokan ke dalam sistem diterministik dan
sistem probabilistik. Sistem diterminisstik adalah sistem yang beroperasi dalam cara yang dapat
diramalkan. Interaksi diantara sub-sub sistem dapat diketahui dengan pasti, sebagai contoh adalah
program komputer yang dapat beroperasi dengan tepat sesuai dengan rangkaian instuksinya.
Sistem Probabilistik adalah sistem dimana dalam beroperasinya meampunyai kemungkinan-
kemungkinan hasil, dan terkadang mengandung unsur kemungkinan kesalahan
Factoring Sistem
Konsep sebuah sistem menuntut manusia untuk melihatnya sebagai suatu keseluruhan,
namun karena keseluruhan itu terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi, maka dalam
menganalisanya kadang diperlukan langkah pengunsuran (factoring) yaitu suatu upaya memerinci
sistem menjadi sub-sub sistem, sehingga unsur-unsur dan interface-nya dapat dianalisa dengan
cermat, apalagi bila suatu sub sistem terdiri dari sub-sub sistem yang lebih kecil lagi, bila
digambarkan nampak sebagai berikut :
Karakteristik sistem
Suatu sistem berbeda dengan sistem lainnya atas dasar karakteristiknya yang berbeda-
beda. Adapun karakteristik sistem yang dapat membedakan (yang menyebabkan suatu perbedaan)
suatu sistem dari sistem lainnya adalah :
 Boundary . adalah batasan yang menggambarkan sesuatu yang berada dalam suatu
sistem dan sesuatu yang berada diluarnya/lingkungan eksternal suatu sistem
 Environment. Segala sesuatu yang berada di luar sistem yang dapat berpengaruh pada
asumsi, kendala, dan input suatu sistem.
 Input. Sumberdaya dari lingkungan yang dipergunakan dan dimanipulasi oleh sistem
 Output. Sumberdaya yang disediakan oleh sistem untuk lingkungan suatu sistem.
 Component. Unsur-unsur sistem (proses/sub-sub sistem) yang mentransformasikan
input menjadi output
 Interface. Tempat atau situasi dimana sub-sub sistem atau sistem dan lingkungannya
berinteraksi
 Storage. Tempat yang dipergunakan suatu sistem untuk menyimpan materi, energi
dan informasi baik sementara maupun permanen/tetap.

SISTEM

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 91


SUB SISTEM A SUB SISTEM B SUB SISTEM C

B1 B3 C2
A1 A2 B2
C1

A21 A22 C11 C12

Pengembangan sistem
Sustu sistem yang akan diterapkan dalam suatu organisasi biasanya akan melalui tahapan-
tahapan sebagai berikut :
o Analisis sistem
o Perancangan/desain sistem
o Implementasi sistem
o Manajemen sistem
o Evaluasi sistem
Analisis sistem
Dalam menerapkan sistem informasi terlebih dahulu perlu dilakukan analisis sistem, hal
ini dimaksudkan agar sistem benar-benar aplikabel dalam suatu kerangka organisasi tertentu.
Analisis sistem merupakan suatu upaya untuk mencari secara spesifik hal-hal yang dibutuhkan
dalam suatu sistem baik oleh pemakai sistem maupun ruang lingkup pekearjaan sistem. Dalam
melakukan analisis sistem seorang analis sistem harus melakukan penelitian secara umum
sebelum melakukan analisis secara terinci.
Rasional analisis sistem
Terdapat beberapa pertimbangan kenapa diperlukan analisis sistem dalam suatu
organisasi pertimbangan tersebut antara lain :
1. Problem solving. Sistem yang ada/sedang berjalan tidak dapat berfungsi dengan baik (tidak
efektif dan efisien) sehingga perlu diperbaiki
2. New regulation. Adanya aturan baru baik dalam masalah keuangan maupun Sumberdaya
lainnya akan menuntut suatu perubahan tertentu dalam mekanisme organisasi termasuk dalam
sistem informasi
3. New policy. Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pimpinan puncak akan berakibat pada
perlunya upaya-upaya penyesuaian dalam pengelolaan sistim informasi, sehingga sistem yang
ada perlu dikaji dan dianalisis kembali
4. New technology. Penggunaan teknologi baru akan berimplikasi pada perubahan dalam
penataan dan pengelolaan serta mekanisme organisasi, sehingga diperlukan penyesuaian
sesuai dengan tuntutan penggunaan teknologi baru tersebut, untuk itu penerapannya
memerlukan anaisis sistem yang cermat.
5. System improvement. Terkadang akibat perubahan lingkungan eksternal yang sangat cepat
berakibat pada kesulitan sistem internal beradaptasi, untuk itu perlu dilakukakan upaya
perbaikan sistem, yang sebelumnya sudah tentu diperlukan analisis atas sistem yang
ada/sistem yang sedang berjalan
Menentukan luas analisis sistem
Analisis sistem merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan
pertanyaan (sebagai pedoman umum)
1. apa yang harus dicakup dalam suatu sistem (termasuk sistem yang baru) secara umum

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 92


2. informasi apa yang diperlukan
3. siapa yang memerlukan informasi, dimana dan dalam bentuk apa
4. dari mana dan dalam bentuk apa informasi yang dikumpulkan
5. bagaimana data/informasi tersebut dikumpulkan
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dapat membantu dalam menentukan luas analisis sistem,
disamping sudah tentu ketersediaan dana dalam pelaksanaan analisis sistem tersebut. Dalam upaya
tersebut diperlukan langkah-langkah pengumpulan fakta dengan kerangka kerja melalui kegiatan :
1. analisis tingkat keputusan. Mencari informasi pada tingkatan pimpinan yang berperan sbagai
decision maker
2. analisis arus informasi. Mencari informasi guna mengidentifikasi informasi apa yang
dibutuhkan, oleh siapa, dan darimana informasi itu diperoleh serta perangkat keras apa yang
dipergunakan
3. analisis Input-Output. Mengidentifikasi input-output dari suatu bagian serta organisasi secara
keseluruhan
dalam upaya tersebut proses identifikasi dapat dilakukan melalui kegiatan wawancara. 2.
observasi. 3. penggunaan angket/studi dokumentasi
Desain sistem
Desain (design) merupakan upaya untuk menggambarkan, merencanakan, pembuatan
sketsa atau penyusunan elemen-elemen menjadi sutu kesatuan yang utuh. Desain sistem berarti
memadukan sistem sebagai suatu keseluruhan. Dalam melakukan desain sistem, analis sistem
harus sudah mengetahui paling tidak tiga hal yaitu :
1. keluaran/output
2. masukan/input
3. file-file yang dibutuhkan
dalam tahap permulaan langkah penentuan desain konseptual (sering dipadankan dengan
feasibility design/gross design/high level design) sangat penting, mengingat hal ini akan sangat
berpengaruh pada arah dan kejelasan sistem informasi manajemen yang akan digunakan. Adapun
input untuk desain konseptual adalah :
1. rumusan singkat mengenai kebutuhan informasi manajemen
2. seperangkat sasaran manajemen untuk SIM
adapun tugas-tugas pokok dalam melaksanakan desain konseptual menurut Murdick et.al adalah :
 mendefinisikan masalah secara terinci
 menyaring sasaran manajemen untuk menetapkan sasaran sistem
 menetapkan kedala sistem
 menentukan kebutuhan dan sumber informasi
 mengembangkan desain-desain alternatif dan memilih salah satunya
 mendokumentasikan desain sistem konseptual
Mendefinisikan masalah bermakna bahwa sebelum melakukan pendesaian sistem maka
analisis sistem perlu menalami masalah-maslah yang dihadapi oleh suatu sistem yang sudah ada
atau oleh bidang kerja organisasi yang akan disusun rancangan sistemnya. Hal ini dimaksudkan
agar nantinya sistem yang diterapkan dapat dengan tepat menjawab/memecahkan masalah yang
dihadapi oleh organisasi/atau masalah yang mungkin dihadapi. Setelah dapat mengidentifikasi
permasalahan yang ada, maka dapat diketahui sasaran manajemen yang ingin dicapai, dan apabila
sasaran tersebut cukup bervariasi dan beragam, maka analis sistem harus berupaya menyaring
sasaran utama yang dapat mencakup/memenuhi sasaran lainnya, hal ini tidak sederhana sehingga
perlu pengkajian dan diskusi dengan para akhli serta pihak intern organisasi, agar penyaringan
sasaran tepat
Menetapkan kendala sistem dimaksudkan agar bila sistem telah diterapkan kendala-
kendala tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan, atau apabila dikenakan pada sistem
yang ada, diharapkan agar sistem baru yang diterapkan dapat terhindar dari kendala-kendala
tersebut. Kendala dapat terjadi dalam unsur hardware maupun software atau bahkan keduanya,
disamping kendala SDM. Langkah berikutnya adalah menentukan informasi apa yang dibutuhkan,
ini tergantung kepada siapa yang membutuhkan, top manajemen berbeda kebutuhan informasinya
dengan middle manajemen ataupun karyawan operasional baik dalam keluasannya maupun
lingkupnya. Sesudah itu tentukan dari mana informasi itu dapat/harus diperoleh apakah murni dari

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 93


pihak intern organisasi atau harus melibatkan unsur di luar organisasi. Apabila langkah-langkah
tersebut sudah dilakukan maka perlu dirumuskan/dikembangkan desain sistem yang mungkin
diterapkan, oleh karena itu perlu dikemukakan alternatif-alternatif sistem agar memungkinkan
dilakukan pemilihan sistem yang paling aplikabel. Langkah ini penting dan akan sangat
bermanfaat guna mempelajari kelibihan dan kekurangan masing-masing desain sistem, sesudah iru
kalau mungkin memadukannya untuk meminimalisir/menghilangkan kekurangan-kekurangannya.
Implementasi sistem
Desain sistem yang sudah dipilih baik itu untuk mengisi sistem baru maupun mengganti
sistem yang lama dalam penerapannya perlu dilakukan secara hati-hati, hal ini berkaitan dengan
kemungkinan terjasinya kendala yang sipatnya praktis yang belum terpikirkan dalam model desain
yang dipilih. Terdapat beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam implementasi sistem
antara lain :
 Tahapan uji coba
 Tahapan evaluasi
 Tahapan perbaikan/revisi
 Tahapan penerapan sistem
Tahapan uji coba merupakan tahapan penerapan sistem dengan suatu pengawasan yang
cermat pada tiap-tiap sub sistem, tahapan ini pada dasarnya merupakan implementasi sistem yang
sebenarnya dalam kondisi yang sebenarnya juga, sehingga apa yang terjadi pada tahapan ini itulah
yang akan terjadi dalam penerapan sistem selanjutnya. Seorang analis sistem dalam tahapan ini
paling tidak melakukan dua hal penting yaitu
 Mencatat masalah/kejadian penting yang merupakan suatu penyimpangan dari yang
seharusnya
 Melakukan langkah koreksi/perbaikan darurat agar uji coba dapat terlaksana sampai
selesai sesuai yang direncanakan
 Menghentikan uji coba apabila terjadi penyimpangan yang sangat fatal apalagi jika
membahayakan
Apabila desain sistem yang dibuat dimaksudkan untuk mengganti sistem yang sudah ada
maka uji coba perlu dilakukan secara bersama-sama, cara ini akan sangat bermanfaat karena dapat
sekaligus membuat suatu perbandingan antara sistem yang akan menjadi pengganti dengan sistem
yang akan digantikannya, meskipun desain sistem baru mengacu pada upaya peningkatan kinerja
sistem yang sudah ada sehingga secara umum sudah diketahui masalah-masalah yang dihadapinya
sebagai hasil analisis sistem sebelum desain sistem baru dibuat.
Tahapan evaluasi merupakan tahapan yang bisa dilakukan selama uji coba berlangsung
atau sesudah uji coba selesai, namun evaluasi secara menyeluruh biasanya dilakukan sesudah uji
coba tuntas. Apabila hasil evaluasi menunjukan masih banyak masalah maka langkah revisi harus
dilakukan baik itu revisi partial maupun revisi total, dengan acuan utamanya efektivitas dan
efisiensi sistem, sesudah tahapan-tahapan tersebut selesai barulah sistem tersebut dilaksanakan
sepenuhnya.

Gambar bagan langkah implementasi sistem

1. pencatatan
DESAIN SISTEM masalah

2..perbaikan
langsung
UJI COBA SISTEM

EVALUASI SISTEM

TIDAK

REVISI SISTEM

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 94


OK

PENERAPAN SISTEM

Metode penerapan sistem


Menurut Murdick and Ross setelah disain sistem selesai dibuat, dalam penerapanya terdapat empat
metode yang bisa digunakan yaitu :
1. terapkan pada suatu organisasi yang baru dibentuk
2. ganti sistem lama dengan sistem baru
3. gantikan operasi sistim lama dengan yang baru secara bertahap pada sub-sub sistemnya
4. terapkan sistem lama dengan yang baru secara paralel sambil dilakukan pengalihan secara
bertahap
sementara itu menurut McLeod proses penggantian sistem lama dengan sistem baru (cutover)
dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut :
1. Pilot (percontohan). Penerapan secara penuh sistem baru pada suatu cabang organisasi
2. immediate (serentak). Penerapan sistem baru secara penuh dan serentak pada organisasi
3. phased (bertahap). Penerapan sistem baru diterapkan bagian per bagian dalam suatu
organisasi
4. Parallel (berbarengan). Sistem lama dijalankan secara bersama-sama dengan sistem baru
sampai sistem baru diperiksa secara menyeluruh serta siap menggantikan sistem lama secara
penuh.
Tugas-tugas penerapan sistem (Murdick and Ross)
 Merencanakan kegiatan penerapan
 Mencari tempat dan membuat layout untuk peralatan
 Menyususn organisasi personalia untuk penerapan
 Menyiapkan prosedur-prosedur untuk pemasangan atau instalasi
 Menyiapkan program latihan pegawai yang akan menjalankan tugas
 Menyiapkan perangkat lunak dan perangkat keras yang diperlukan
 Menyusun file-file serta membuat formulir-formulir yang diperlukan
 Uji coba keseluruhan sistem serta menyelesaikan peralihan sistem lama ke baru
 Mendokumentasikan sistem
 Mengevaluasi sistem
 Menyediakan pemeliharaan sistem.
Manajemen sistem
Dalam suatu organisasi, tanggungjawab manajemen sesudah implementasi sistem
berjalan dalam operasional keseharian adalah mengelola sistem untuk mencapai produktivitas
optimal. Kegiatan manajemen yang penting dalam kaitan ini adalah
o Monitoring pelaksanaan sistem
o Memelihara sistem agar tetap berjalan sesuai tujuan
Monitoring merupakan aktivitas pemantauan yang dilakukan secara kontinyu, langkah ini
dimaksudkan untuk melihat bagaimana suatu sistem (terutama sistem yang baru) berjalan,
sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat dilakukan koreksi secara langsung. Penyimpangan
yang terjadi mungkin bukan pada suatu sistem secara keseluruhan (bila desainnya sudah baik) tapi
pada tataran operasional baik karena kelemahan Sumber Daya Manusia, maupun pada perangkat
sistem lainnya baik unsur hardware maupun software. Disampaing upaya memonitor sistem, upaya
memelihara sistem agar sesuai dengan tujuan penggunaannya juga merupakan aspek penting
lainnya dalam mengelola sebuah sistem. Langkah pemeliharaan menuntut adanya akhli yang
menguasai bagaimana beroperasinya sebuah sistem, hal ini dimaksudkan agar pemeliharaan benar-
benar fokus pada sistem secara keseluruhan, meskipun penganalisisannya bisa dilakukan dengan
metode factoring sistem. Apabila dalam suatu organisasi tidak terdapat akhli sistem/analis sistem,
maka sebaiknya dilakukan audit sistem secara periodik dengan interval waktu sesuai pertimbangan
kebutuhan dan dana yang tersedia, karena memanfaatkan tenaga akhli biasanya memerlukan dana
cukup besar. Adapun tipe-tipe audit antara lain :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 95


1. Post-implementation Audit. Yaitu audit yang dilakukan sesudah sistem dilaksanakan
sepenuhnya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah yang terjadi sesungguhnya sesuai
dengan apa yang diperkirakan/diproyeksikan dalam tahap pengembangan /perancangan, oleh
karena itu analis sistem yang terlibat dalam desain dan implementasi sistem tidak melakukan
audit ini, melainkan sebaiknya menggunakan jasa konsultan lain agar hasilnya bisa obyektif
2. Routine-operation Audit. Yaitu audit yang dilakukan oleh pengawas yang sudah ditunjuk oleh
sistem itu sendiri. Dalam sistem yang tidak terlalu besar, audit ini biasanya dilakukan oleh
analis atau programer pemelihara.
3. Financial Audit. Yaitu periksaan yang berkaitan dengan laporan keuangan organisasi, untuk
kemudian memberikan opini tentang kewajaran dan kesesuaian dengan dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang umum.
4. System Audit. Yaitu suatu pemeriksaan terhadap sistem secara keseluruhan, biasanya
mencakup unsur-unsur :
a. Desain dan logika sistem
b. Logika pemrograman, sistem operasi dan komputer
c. Desain konfigurasi komputer
d. Operasi komputer
e. Sistem backup
f. Keamanan dan prosedur pengawasan
g. dokumentasi
secara umum prinsisp dasar dalam pemeriksaan sistem adalah unsur kelengkapan dan
efektivitas pengawasan dalam pelaksaan sistem yang beroperasi dalam suatu organisasi.
Evaluasi Sistem
Evaluasi sistem merupakan langkah penting bagi kontinuitas suatu organisasi, mengingat
perubahan yang sangat cepat baik dalam dimensi internal maupun eksternal. Perubahan-perubahan
yang terjadi perlu diadaptasi dengan tepat, dan untuk itu suatu sistem perlu dievaluasi dalam kaitan
lingkungan organisasi yang lebih luas.
Menurut Phi Delta Kappa “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and
providing useful information for judging decision alternatives. Dengan mengacu pada pengertian
evaluasi sebagaimana dikemukakan dimuka, dapat ditarik beberapa esensi dari evaluasi yaitu
bahwa evaluasi merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan guna memberikan penjelasan
terhadap obyek yang dievaluasi, upaya menjelaskan dilakukan dengan pemerolehan data-data
tentang obyek evaluasi dengan mengacu pada kriteria/indikator obyek yang telah ditentukan. Data-
data yang diperoleh kemudian diolah sehingga dapat menjadi suatu informasi yang berguna dalam
pembuatan keputusan. Keputusan-keputusan dalam kenyataannya banyak sekali kemungkinan-
kemungkinannya, oleh karena itu apa yang dilakukan oleh aktivitas evaluasi dapat membantu
mempertajam pemilihan keputusan yang akan diambil. Menurut Prof Abin Syamsuddin dalam
tulisannya Penilaian Program Pendidikan mengemukakan bahwa seyogyanya penilaian program
pendidikan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
i. Berorientasi pada tujuan
ii. Bersifat komprehensif
iii. Menggunakan berbagai pendekatan
iv. Serasi dan berkesinambungan
v. Berfungsi ganda (untuk berbagai keperluan)
vi. Berorientasi pada kriteria keberhasilan
dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut nampak jelas bahwa evaluasi perlu dilakukan secara
cermat agar dapat diperoleh suatu informasi yang tepat, akurat dan bermanfaat bagi suatu
perbaikan pelaksanaan program/sistem atau penggantian sistem/program yang lebih
memungkinkan guna mencapai tingkat efektivitas yang tinggi, hal ini juga berarti posisi evaluasi
sangat penting dalam suatu sistem. Dilihat dari tingkat kepentingannya evaluasi dapat
dikelompokan ke dalam evaluasi imperatif yakni evaluasi yang dapat menyatakan pentingnya
implementasi dan operasional sistem baru,dan evaluasi desireable yaitu evaluasi berkaitan dengan
unsur-unsur yang dibutuhkan dalam suatu sistem akan tetapi tidak mendesak.
Terdapat beberapa model dalam evaluasi sistem yaitu :
 I-P-O (Input-Proses-Output)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 96


 I-P-O-I (Input-Proses-Output-Impact)
 C-I-P-O-I (Context-Input-Proses-Output-Impact)
 3P (Program-Process-Product)
model-model tersebut pada dasarnya dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan evaluasi yang telah ditentukan, yang penting evaluasi yang dilakukan harus mengarah pada
upaya perbaikan dalam kinerja organisasi dalam hal efektivitas dan efisiensi atau produktivitas
organisasi, terlebih-lebih bagi suatu organisasi bisnis.
 Tujuan evaluasi
Pada dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk menilai bagaimana pelaksanaan suatu
program baik itu dalam penerapan sistem baru maupun melihat efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan sistem yang sudah berjalan. Dengan langkah ini pimpinan suatu organisasi akan dapat
menentukan langkah-langkah yang diperlukan agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Disamping itu dalam kaitannya denga delegasi wewenang evaluasi juga dapat digunakan
untuk melihat bagaimana akuntabilitas para pegawai dalam mengimplementasikan suatu sistem
atau program/kebijakan yang telah digariskan, disamping itu evaluasi juga dapat menjadi sarana
untuk memonitor seluruh kegiatan organisasi dengan maksud untuk melakukan perbaikan yang
diperlukan.
Adapun alasan-alasan melakukan evaluasi (program) dalam suatu organisasi menurut
Emil J. Posavac dalam bukunya Program evaluation: Methods and case studies (1992) adalah :
1. fulfillment of accreditation requirement
2. accounting for fund
3. answering requests for information
4. choosing among possible program
5. assisting staff in program developement and improvement
6. learning about unintended effects of programs
PRODUKTIVITAS PENDIDIKAN
Pengertian Produktivitas
Konsep produktivitas berkembang semula dalam konsep ilmu ekonomi dan pertama kali
dikemukakan oleh seorang ekonomi Prancis Quesnay tahun 1766. Oleh karena itu konsep
produktivitas selalu dikaitkan dengan ekonomi atau industri. Prinsip yang digunakan dalam
bidang ini adalah bagaimana mencapai hasil yang sebanyak-banyaknya dengan menggunakan
sumber daya yang sekecil-kecilnya. Banyak konsep produktivitas yang hanya mengacu pada
aspek keluaran (produktivitas fisik). Quesnay menyatakan bahwa pengertian produktivitas
senantiasa dikaitkan dengan nilai ekonomis suatu kegiatan, yakni bagaimana mencapai hasil yang
sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya dan dana sekecil mungkin (E. Mulyasa,
2002). Selain ini (Whitmore, 1979:2. dalam Sedarmayanti, 2001)mengutarakan sebagai berikut :
Producvity is a measure of the use of the resorce of an organization and is usualy
expressed as a ratio of the output obtained by the use resources to the amount of resources
employed.
Jadi Whitmore memandang bahwa produktivitas sebagai suatu ukuran atas penggunaan sumber
daya dalam suatu organisasi yang biasanya dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai
dengan sumber daya yang digunakan.
Who is making a tangible and significant contribution in his chose filed, Who is
imaginative , perceftive and inovative in his approach to life Problem and to
accomplishement on his own goals (creativity), and who is At the same time both
resposible in his relationship with other (leadership). (J.H. Gilmore, 1974)
Dalam hal ini Gilmore mengaitkan produktivitas dengan kreativitas. Orang produktive
adalah juga orang kreatif. Dalam hal ini mempersoalkan antara ratio infut dengan output, tapi
penekanan kontribusinya yang positif dari diri seseorang terhadap lingkungan kerja dimana orang
itu berada. Dengan adanya tindakan-tindakan yang konstruktif, imaginatif dari seorang individu
dalam sebuah organisasi diharapkan produktivitas organisasi tersebut meningkat. Sedangkan
Menurut Formulasi National Productivity Board (NPB) Singapore, produkitvitas adalah sikap
mental (Attitude Of Mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan.
sementara itu menurut Alan Thomas (1974) “The central concept of productivity, or the

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 97


relationship between the outcomes of educationand the human and material resources which
education consumes”.
Dengan memperhatikan pengertian-pengertian produktivitas bahwa produktivitas ada
yang hanya ditujukan kepada produksi atau ekonomi melalui perbandingan antara masukan dan
keluaran. Namun ada pula yang menyatakan bahwa produktivitas diartikan bermacam-macam
seperti produktivitas lebih bersifat manusiawi, yaitu tidak hanya ditunjukan pada produksi atau
ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan aspek manusiawinya. Hal ini sebagaimana diungkapkan
oleh Mulyono bahwa studi produktivitas itu tidak hanya mencakup aspek ekonomi, melainkan
berkaitan dengan aspek-aspek non ekonomi. seperti menajemen dan organisasi masalah mutu
kerja, mutu kehidupan, perlindungan dan keselamatan kerja, insentif dan lain sebagainya. Pada
dasarnya produktivitas adalah kaitan antara luaran dan sebagian keseluruhan masukan terkait
diukur dalam bentuk nyata atau volume fisik. Telah dinyatakan bahwa produktivitas adalah
interaksi terpadu antara tiga faktor yang mendasar, yaitu : Investasi-Manajemen-Tenaga Kerja.
Berkaitan dengan hal itu, tenaga kerjalah yang lazim dijadikan faktor pengukur
produktivitas. Oleh karena itu, akhir-akhir ini produktivitas tenaga kerja menjadi pusat perhatian
dari setiap organisasi. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas merupakan
ukuran sampai sejauhmana sumber-sumber daya disertakan dan dipadukan dalam organisasi dan
digunakan untuk mencapai seperangkat hasil yang dapat berbentuk barang atau jasa .Demikian
pula pendapat yang dikemukakan oleh Dewan Prduktivitas bahwa produktivitas adalah sikap
mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemari dan
hari esok lebih baik dari hari ini (Husen Umar,2001)
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas merupakan ukuran sampai
sejauhmana sumber-sumber daya disertakan dan dipadukan dalam organisasi dan digunakan untuk
mencapai seperangkat hasil yang dapat berbentuk barang atau jasa. Dalam berbagai referensi
terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktifitas, yang dapat kita kelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio dari pada apa yang
dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dri pada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari
ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial, yakni:
infestasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan tenaga
kerja.
Pengertian-pengertian produktivitas di atas tampak menyiratkan produktivitas secara total
atau secara keseluruhan, artinya keluaran yang dihasilkan diperoleh dari keseluruhan masukan
yang ada dalam organisasi. Masukan tersebut lazim disebut sebagai faktor produksi. Keluaran
yang dihasilkan dicapai dari masukan yang melakukan proses kegiatan, yang bentuknya dapat
berupa barang atau jasa. Sedangkan, masukan atau faktor produksi dapat berupa tenaga kerja,
modal, bahan-bahan, teknologi dan manajemen. Salah satu masukan seperti tenaga kerja, dapat
menghasilkan keluaran yang dikenal dengan produktivitas individu atau juga dapat disebut
produktivitas parsial.
Menurut Prokopenko (Joseph Prokopenko. 1987. Productivity Management, A practical
Handbook. Geneva: International Labour Organzation, p. 3) “productivity is relationship between
the output generated by a production or service system and the input provided to create this
output”. Maksudnya bahwa produktivitas adalah hubungan antara keluaran yang dihasilkan oleh
sistem produksi atau jasa dengan masukan yang digunakan untuk menghasilkan keluaran,
sedangkan menurut Greenberg yang dikutip oleh Sinungan produktivitas merupakan perbandingan
antara jumlah keluaran pada waktu tertentu dengan masukan pada waktu tertentu, dan Ravianto
(J. Ravianto. 1990. Produktivitas dan Manajemen. Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha dan
Produktivitas, p. 23.)mengatakan bahwa produktivitas dapat juga diartikan sebagai perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan, Ditambahkan pula
bahwa menurut McClark produktivitas terkait antara keluaran dengan masukan sumber daya yang
dioperasikan(Richard N. McClark. 1997. Productivity Empowering of the Peoples. American

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 98


Journal, The Journal Educational Research ( Washington, DC) v 89 Jan/Feb 1996, p. 163-71.),
Dengan demikian produktivitas berintikan tiga unsur, yaitu; masukan, keluaran, dan waktu.
Masukan dapat pula berbentuk sumber daya modal, tenaga dan keterampilan, Yang lebih
dikenal dengan 5M (man, money, material, machine and method), sedangkan keluaran dapat
berupa hasil kerja, produk barang, jasa (layanan keagamaan) dan lain sebagainya, sedang waktu
adalah batasan periode tertentu yang digunakan yang ada hubungannya antara masukan, proses
dan keluaran, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Hal ini sesuai dengan pemikiran
Nasution bahwa setiap bentuk masukan bila dikuantifikasikan dapat digunakan sebagai faktor
penyebut (pembagi) pada rasio produktivitas, atas dasar rumusan tersebut orang dapat berbicara
tentang produktivitas, lahan, modal, tenaga kerja atau subkategori dari masing-masing faktor
produksi atau jasa
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas merupakan
perbandingan antara keseluruhan hasil keluaran dari sistem produksi atau jasa yang dihasilkan
dengan keseluruhan sumber daya masukan dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian
terdapat tiga faktor penting yang terkait dalam produktivitas, yaitu: masukan, keluaran dan periode
waktu tertentu. Ketiga faktor tersebut terintegrasi dalam menciptakan output atau keluaran yang
berbentuk produk barang maupun jasa, termasuk jasa pelayanan terhadap masyarakat Sehubungan
dengan ketiga faktor tersebut, produktivitas dalam penghayatannya perlu dicermati secara
mendalam bahwa produktivitas tidak dapat dipandang bagian perbagian, sepotong-sepotong atau
secara apriori, karena konotasi produktivitas yang singkat dan sederhana tersebut terkandung
sesuatu kekuatan yang dapat mempercepat suatu proses tumbuh dan berkembangnya suatu bangsa
(William T. Thomasson. 1998. Organizatinal Productivity. Education American Journal. 0278-
6165 v 71 Iss: date 04 July 1998, p. 210-12.). Jadi produktivitas memiliki arti yang sangat penting
bagi kepentingan individu, kelompok, lembaga, organisasi, masyarakat maupun negara. Apakah
produktivitas inheren dengan kemakmuran ? tergantung dari sudut pandang bagaimana
memaknakan produktivitas dalam kaitannya dengan kepentingan, dan secara khusus produktivitas
tergantung dari produk dan jasa dengan relevansinya. Dengan demikian jelas bahwa produktivitas
tidak dapat dilihat dan diukur secara terpisah dengan kepentingan, termasuk dalam pengelolaan
organisasi. Produktivitas sendiri merupakan bagian dari suatu persoalan dan isu penting dalam
suatu kehidupan organisasi, bagi banyak orang kata produktivitas masih diasosiasikan hanya
dengan suatu sistem produksi yang berkaitan dengan pabrikan yang mengukur produktivitas
tenaga kerjanya untuk menghasilkan suatu produk tertentu, tetapi dalam perkembangannya
produktivitas telah berubah dan berorientasi lebih luas pada kemakmuran masyarakat, oleh sebab
itu produktivitas menjadi prioritas yang pertama bagi setiap negara dan organisasi-organisasi
didalamnya, untuk mencapai derajat kemakmuran masyarakat.
Pada dasarnya produktivitas mencakup sikap mental patriotik yang memandang hari depan
secara optimis dengan berakar pada keyakinan diri bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari
hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Seperti yang dikatakan oleh Sekretaris
Jendral Asosiasi Pusat Produktivitas Nasional Eropa, Hubert, bahwa apakah kita melihat dunia
yang baru, yaitu sebuah dunia baru yang menantang atau sekedar mengembangkan suatu dunia
produktivitas saja ? Tidak disangsikan lagi selain menantang juga mengembangkan produktivitas.
Oleh sebab itu apapun pada prinsipnya produktivitas harus bersifat meningkatkan aktivitas dalam
diri individu maupun dalam organisasi, tetapi produktivitas tidak hanya meningkatkan kegiatan
semata tetapi harus pula dengan konsep kerja yang berdasarkan suatu standard yang telah
ditetapkan. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Prokopenko bahwa peningkatan produktivitas
tidak hanya melakukan pekerjaan yang lebih baik, tetapi yang lebih penting adalah melakukan
pekerjaan yang benar dengan baik. Pemikiran ini juga didukung oleh pendapat Hampton, bahwa
produktivitas harus dapat diukur melalui efektivitas penggunaan sumber daya untuk menghasilkan
barang atau jasa. Dengan kata lain produktivitas tidak bisa diukur hanya dengan melihat kuantitas,
tetapi lebih dititik beratkan kepada seberapa efektif nilai cost yang digunakan untuk menghasilkan
produk tersebut. Mengapa demikian? karena dengan cost yang efektif akan memperkecil masukan,
atau paling tidak akan menghasilkan keluaran yang sama.
Konsep dasar pengembangan produktivitas kerja
Konsep produktivitas tidak lahir begitu saja tetapi melalui proses dan pemikiran para pakar
manajemen dan asosiasi yang kompeten di bidang produk dan jasa. Konsep produktivitas pada

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 99


awalnya dikemukakan oleh hasil konsensus dari Piagam Produktivitas Oslo, yang memandang
produktivitas :
(1) sebagai konsep universal yang menyediakan banyak barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan banyak orang dengan menggunakan sumber daya yang
seminimal mungkin,
(2) didasarkan pada pendekatan multi-disiplin yang secara efektif merumuskan tujuan,
rencana pengembangan, pelaksanaan yang produktif yang berkualitas dengan
menggunakan sumber daya yang efisien,
(3) secara terpadu melibatkan semua usaha manusia dengan menggunakan
keterampilan, modal, teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber daya
lainnya untuk perbaikan mutu kehidupan bagi seluruh manusia melalui pendekatan
konsep produktivitas secara menyeluruh,
(4) penyesuaian dengan kondisi di setiap negara, potensi dan segala kekurangannya
serta harapan-harapan yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan dalam jangka
pendek dan panjang dalam kesamaan pelaksanaan, pendidikan, pelayanan
masyarakat dan komunikasi,
(5) mengandung filosofi dan sikap yang didasarkan pada motivasi untuk berusaha mencapai
mutu kehidupan yang lebih baik dan bukan sekedar ilmu, teknologi, dan teknik
manajemen saja.(R. KH. Gilmore. 1997. Productivity in the Sociology Dimention.
Russians Education and Society v 41 no10 Oct 1999, p. 48-63.
Kelima konsep dasar produktivitas tersebut sebagai landasan pengembangan agar menjadi
standard ukuran dan penilaian dalam mencapai produktivitas yang optimal.
Pengertian Produktivitas Pegawai/individu
Peningkatan produktivitas sangat ditentukan oleh berbagai faktor produksi. Namun, dari
sekian banyak faktor produksi , sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses
peningkatan produktivitas, karena alat produksi dan teknologi pada hakikatnya adalah hasil karya
manusia. Berkaitan dengan ini Sinungan mengemukakan bahwa produktivitas adalah interaksi
terpadu antaara tiga faktor yang mendasar yaitu investasi, manajemen, tenaga kerja. Hal ini dapat
dimaklumi, karena (1) besarnya biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja sebagai bagian biaya
yang terbesar untuk mengadakan produksi atau jasa, (2) masukan sumber daya manusia lebih
mudah dihitung daripada masukan pada faktor lain, dan (3) kemajuan teknologi yang
mempermudah cara menghasilkan barang dan jasa berasal dan berkembang dari faktor tenaga
kerja. Berkaitan dengan hal itu, tenaga kerjalah yang lazim dijadikan faktor pengukur
produktivitas. Oleh karena itu, akhir-akhir ini produktivitas tenaga kerja menjadi pusat perhatian
dari setiap organisasi. Produktivitas kerja pegawai negeri, khususnya pegawai negeri yang bekerja
di Lingkungan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Kabupaten Kuningan belum banyak
dikaji secara ilmiah. Namun demikian, pengertian produktivitas tenaga kerja telah banyak
diungkapkan oleh para pakar, terutama produktivitas tenaga kerja di lingkungan perusahaan
ataupun industri.
Produktivitas sebenarnya tidak hanya sekedar ilmu, teknologi, dan teknik-teknik
manajemen, tetapi juga mengandung filosofi dan sikap yang didasarkan pada kemauan yang kuat
untuk secara terus-menerus berusaha mencapai mutu kehidupan yang lebih baik. Produktivitas
mempunyai pengertian lebih luas dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan teknik manajemen
yaitu sebagai suatu filosopi dan sikap mental yang timbul dari motivasi yang kuat dari masyarakat,
yang secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kehidupan. Jadi, dalam konteks ini
esensi pengertian produktivitas kerja adalah sikap mental dan cara pandang tentang hari esok. Cara
kerja ini harus lebih baik dari pada cara kerja kemarin, dan hasil yang capai besok harus lebih
banyak atau lebih bermutu dari pada hasil hari ini. Dengan demikian, manusia berproduksi adalah
manusia yang mempunyai sikap mental dan cara pandang selalu berorentasi pada tiga dimensi
waktu, yakni dengan pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan
hari esok harus lebih baik dari pada hari ini.
Senada dengan itu, Kusrriyanto mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah
perbandingan antara hasil yang capai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Peran serta
tenaga kerja di sini adalah pengarahan sumber daya secara efektif dan efesien. Perbandingan
tersebut selalu berubah- ubah dari waktu ke waktu, karena dipengaruhi berbagi faktor seperti:

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 100


tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, motivasi, etika kerja dan tingkat penghasilan. Hal
tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut; bila seorang tenaga kerja pada bulan yang lalu dan
sekarang menghasilkan 20 unit tetapi dengan kualitas yang lebih baik, hal ini dapat dikatakan
meningkat, apalagi kalau hasil yang dicapai oleh seorang tenaga lebih banyak dan kualitasnya
lebih meningkat.Hal ini menunjukkan produktivitas kerja Mengingat produktivitas menyangkut
sikap mental dan tindakan nyata, maka untuk meningkatkan produktivitas kerja para pegawai atau
karyawan, kepada mereka perlu ditanamkan sikap serta kemauan untuk memperbaiki dan
meningkatkan cara-cara kerja dari waktu ke waktu. pegawai yag memiliki sikap tersebut biasanya
terdorong untuk menjadi dinamis, kreatif, inovatif, serta terbuka terhadap ide-ide baru dan
perubahan-perubahan. Hal ini merupakan tantangan dan sekaligus merupakan tanggung jawab
bagi manajemen untuk meningkatkan produktivitas individu yang pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas organisasi.
Produktivitas tenaga kerja merupakan hal yang sangat menarik, sebab mengukur hasil
tenaga kerja manusia dengan segala masalah-masalah yang bervariasi khususnya pada kasus-kasus
di negara-negera berkembang atau pada semua organisasi selama periode antara perubahan-
perubahan besar pada formasi modal.
Menurut pendapat Balai Produktivitas Daerah ada enam faktor utama yang menentukan
produktivitas tenaga kerja, yaitu (Husein umar, 2001, Riset Sumber Daya manusia Dalam
Organisasi) :
1. Sikap kerja;
2. Tingkat ketrampilan hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan;
3. manajemen produktivitas ;
4. efisiensi tenaga kerja ;
5. kewiraswastaan.
Beberapa negara maupun organisasi kerja atau perusahaan akhir-akhir ini telah terjadi
kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Pada tingkat sektoral dan nasional, pengukuran
produktivitas menunjukan kegunaannya dalam
membantu mengevaluasi penampilan perencanaan, kebijakan pendapatan, upah dan harga melalui
identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan, membandingkan sektor-sektor
ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkat
pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi, mengetahui perdagangan internasional terhadap
perkembangan ekonomi dan lain sebagainya. Sedangkan pada tingkat organisasi kerja atau
perusahaan, pengukuran produktivitas kerja terutama digunakan untuk menganalisa dan
mendorong efektivitas dan efesiensi produksi. Dengan produktivitas kerja yang tinggi, proses
semakin efesien sehinga lebih banyak barang dan jasa yang dapat dihasilkan dengan biaya satuan
yang lebih murah dan mutu yang baik. Hal ini merupakan kunci mampu bersaing di pasar global.
Pengukuran produktivitas
Pada masa lalu pengukuran produktivitas diperlukan untuk meningkatkan utuh kehidupan
suatu masyarakat. Sekarang ini, terutama bagi negara–negara maju, peningkatan produktivitas
lebih ditunjukkan untuk peningkatan mutu kehidupan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi.
Dalam jangka panjang peningkatan produktivitas akan memperluas tenaga kerja, menaikan produk
domestik bruto, meningkatkan teknologi, mutu kehidupan, sehingga martabat bangsa akan
meningkat, dan kesemuanya itu untuk menunjang ketahanan nasional. Peningkatan produktivitas
tidak akan terjadi begitu saja tanpa pra-kondisi terus-menerus baik dari pemerintah, pengusaha,
karyawan/pegawai serta masyarakat pada umumnya. Pra-kondisi yang maksud adalah tersedianya
sumber daya manusia yang otensial serta berwatak produktif.
Pengukuran produktivitas merupakan langkah pertama dari empat siklus produktivitas,
yaitu: 1) pengukuran produktivitas, 2) evaluasi produktivitas, 3)perencanaan produktivitas, 4)
peningkatan produktivitas. Sedangkan peningkatan dalam suatu organisasi menurut Kussriyanto
pada dasarnya dapat dilihat dalam empat bentuk yaitu: (1) jumlah produksi yang sama dicapai
dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, (2) jumlah produksi yang lebih banyak
dicapai dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, (3) jumlah repoduksi yang lebih
banyak dicapai dengan menggunakan sumber daya yang sama, (4) jumlah produksi yang jauh
lebih besar diperoleh dengan tambahan sumber daya yang relatif lebih kecil.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 101


Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa indikator pokok peningkatan produktivitas
itu merupakan tingkat masukan (input) terpadu dengan unit hasil keluara (output) yang dapat
berupa barang atau jasa. Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa konsep
produktivitas dapat diterapkan dalam berbagai kondisi atau dimensi dengan tolak ukur masing-
masimg. Dimensi yang maksud adalah: (1) dimensi nasional atau produktivitas makro, (2) dimensi
organisasi atau produktivitas total, (3) dimensi produksi atau produktivitas sektor, (4) tingkat
nasional. Tiap tingkat ini mempunyai ruang lingkup pengukuran dan tujuan sendiri-sendiri.
Menurut Mali ada lima cara untuk mengukur produktivitas suatu organisasi, yaitu: (1)
rasio produktivitas, (2) total faktor, (3) dimensi industri atau total sektor, (4) dimensi faktor
produksi atau sering disebut produktivitas parsial. Dengan demikian pengukuan produktivitas
dapat dilakukan mulai dari tingkat kecil sampai ke tingkat yang besar, yakni: a) tingkat faktor
produksi, b) tingkat perusahaan, c)tingkat industri dan d) tingkat nasional. Tiap tingkat ini
mempunyai ruang lingkup pengukuran dan tujuan sendiri-sendiri.
Menurut Mali, ada lima cara untuk mengukur produktivitas suatu organisasi, yaitu: 1)
rasio produktivitas, (2) total faktor, (3) manajeman berdasarkan sasaran (MBS), (4) daftar periksa
indikator, (5) tingkat audit. Lma teknik pengukuran ini biasanya digunakan dalam bidang industri
atau ekonomi. Oleh karena itu, pengukuran produktivitas pegawainegeri tidak mengunkan salah
satu teknik di atas, karena tidak menekankan pada perbandingan antar masukan dan keluaran,
tetapi berdasarkan pada indikator yang dikembangkan dan diimidifikasi sesuatu dengan penyerta
produktivitas kerja dan kriteria tenaga kerja yang efektif. Namuan demikian untuk membedakan
produktivitas kerja pegawai negeri dengan pengukuran produktivitas sektor lain, kelima teknik
pengukuran tersebut akan disajikan secara secara garis besar sebagai berikut:
1). Pengukuran dengan Ratio Produktivitas
Pengukuran ini dilakukan dengan cara membandingkan dua variabel penting dalam
besaran pembanding. Perbandingan tersebut dapat berupa keluaran bersih dengan jumlah
masukan, misalnya jumlah tenaga kerja, jam kerja, fasilitas yang gunakan dan sumber-sumber lain
untuk mendpatkan hasil yang tepat, pengukurun V dapat dilakukan lima kategori yag merupakan
satu kesatuan sehingga dapat mempermudah penajaman untuk malakukan perbandingan dan
analisis, yitu:
a). Indeks keseluruhan dihitung berdasarkan perbandingan antar hasil keluaran (output) dan
masukan (input).
b). Sasaran, yakni pengukur prestasi karyawan atau bagian dengan membandingkan hasil nyata
yang diperoleh dengan sasaran awal yang diharapkan organisasi,
c). Biaya, dihitung atas ratio untuk kerja dengan biaya.
d). Standar kerja, dihitung atas rasio antar hasil kerja dan sumber daya dengan kualifikasi
tertentu.
e). Standar waktu, dihitung dengan perbandingan antara hasil kerja dengan waktu tertentu.
2). Pengukuran Produktivitas Total Faktor
konsep ini berdasarkan pemikiran bahwa produktivitas dapat di ukur dengan
perbandingan hasil yang capai dengan saluran masukan yang dipergunakan. Masukan tersebut
dapat berupa tenaga kerja, kapital dan energi. Keluaran dapat dihutungkan dengan berapa atau
keseluruhan masukan, tergantung tujuan. Keluaran ini biasanya dinyatakan dengan hasil yang
peroleh dan nilai dalam bentuk uang. Demikian pula keseluruhan masukan harus dinyatakan
dengan harga standar pada periode dasar. Nilai masukan seperti tenaga kerja langsung dn tenaga
kerja tidak langsung, dan pendapatan pegawai. Perbandingan ini berguna jika melakukan
perubahan yang mungkin terjadi pada negara. Imbalan yang berikan, persediaan dan masukan
lainnya, untuk mengambarkan produktivitas yang terjadi pada waktu sama yang akan datang.
3). Pengukuran dengan Manajemen Berdasarkan Sasaran
Manajeman berdasarkan sasaran merupakan proses pengukuran yang mengutamakan
kekuatan untuk mengenali kemungkinan untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi dalam
pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan keluaran. Manajemen Berdasarkan Sasaran
merencanakan hasil yang akan dicapai dimasa yang akan datang dengan melibatkan seluruh
anggota organisasi mulai jadi pimpinan sampai bawah bidang tanggung jawab masing-masing.
Ada enam langkah yang disarankan dalam bentuk Manajemen Berdasarkan Sasaran, yaitu :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 102


a. Menentukan bidang yang potensial untuk meningkatkan produktivitas. Hal ini ditunjukan
untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan organisasi.bidang ini mencakup
tanggung jawab, persoalan, operasi, tradisi dan kesempatan.
b. Menentukan tingkat kualifikas produksi yang diinginkan. Tujuannya untuk mengetahui sejauh
mana hasil guna dan pendaya gunaan sumber-sumber sebelum dan sesudah indeks
produktivitas ditetapkan.
c. Menentukan sasaran produktivitas terukur. Sasaran ditetapkan sesuai dengan sumber daya
yang tersedia. Jadwal yang realistis dan desain sesuai dengan tenaga yang tersedia. Jadwal
yang realistis dan desain sesuai dengan organisasi. Pertangungjawaban diidentifikasi dengan
manajeman puncak terutama dikoordinasikan dengan kelompok-kelompok lain.
d. Mengembangkan rencana untuk mencapai sasaran, mencakup perincian waktu yang
dibutuhkan, dan tindakan-tindakan alternatif yang perlu dikembangkan apabila menemukan
masalah.
e. Mengendalikan kemajuan dengan ukuran dalam mencapai sasaran. Halini mencakup seluruh
kegiatan atau tugas sesuai dengan bidang dan jadwalnya, serta kedudukan dalam usaha untuk
mencapai.
f. Evaluasi produktivitas yang dicapai untuk menilai sejauh mana hasil itu dicapai alat ini sangat
berguna dan sebagai dasar untuk menetapkan sasaran berikutnya.
(4). Pengukuran dengan daftar periksa.
Daftar ini berisikan tindakan atau kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh karyawan.
Cara ini merupakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa segala hal yang dibutuhkan dalam
tugas itu telah dipertimbangkan secara matang. Indeks ini dihitung dengan rumus. Dalam
pengukuran tersebut dilakukan analisis situasi secara tepat dengan maksud agar indikator-indikator
yang akan diukur dapat mencakup keseluruhan penilaian secara kuantitatif.
(5). Pengukuran dengan audit
Tehnik ini merupakan suatu proses yang mencatat dan mengevaluasi kegiatan organisasi
untuk mengetahui apakah unit-unit fungsional, program, dan organisasi telah menggunakan
sumber-sumber secara efektif dan efisien dalam mencapai sasaran. Apabila sasaran tidak tercapai,
maka disarankan untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kelemahan dan
kekurangan dalam sistem tersebut. Langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah (a) menentukan
tujuan, (b) menetapkan standar yang akan digunakan sebagai ukuran, (c) mengukur produktivitas
dan membandingkan dengan standar, (d) melakukan koreksi terhadap perbedaan yang berarti, dan
(e) menyusun hasil yang dicapai dalam laporan tertulis.
Sesuai dengan kerangka berpikir tentang produktivitas kerja, maka tolak ukurnya dilihat
dari kinerja pegawai dalam wujud pelayanan dan penyelesaian tugas, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif dalam satuan waktu tertentu. Selanjutnya untuk melihat sejauhmana
produktivitas kerja pegawai diperlukan penjelasan tentang dimensi, indikator, unsur yang
menyatakan produktivitas kerja pegawai. Dimensi produktivitas menyangkut masukan, proses, dan
keluaran. Masukan merujuk kepada pelaku produktivitas atau pegawai, proses merujuk kepada
cara pencapaian produktifitas, dan keluaran berkaitan dengan hasil yang dicapai. Unsur
produktivitas merujuk kepada wujud penyelesaian tugas-tugas secara kuantitatif dan kualitatif.
Sedangkan indikator-indikator produktivitas kerja pegawai dikembangkan dan dimodifikasi dari
pemikiran tentang individu yang produktif.
Dalam organisasi kerja biasanya digunakan suatu metode yang memenuhi syarat untuk
melaksanakan berbagai kegiatan. Penggunaan metode kerja yang tepat sesuai dengan kondisi dan
sifat-sifat pekerjaan pada setiap organisasi dapat meningkatkan produktivitas kerja organisasi
tersebut. Metode yang tepat merupakan cara yang harus ditempuh oleh setiap anggota organisasi
sehubungan dengan kegiatan organisasi telah dijabarkan kedalam tugas-tugas yang menjadi
wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing.
Nawawi (Hadari Nawawi dan Martini Nawawi, 1990, Administrasi Personel untuk
Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta, Haji Masagung, hal. 109) mengemukakan bahwa
indikator terhadap produktivitas kerja salah satu diantaranya adalah penggunaan metode atau cara
kerja yang tepat.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, indikator yang digunakan untuk mengukur
produktivitas kerja pegawai dapat dirumuskan sebagai berikut :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 103


1) Kualitas kerja, yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah dipenuhi berbagai
persyaratan dan spesifikasi serta harapan.
2) Kuantitas kerja, yaitu suatu ukuran yang menyatakan berapa banyak hasil kerja atau
optimalisasi pelaksanaan pekerjaan.
3) Efektifitas kerja, yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target telah dicapai.
4) Efisiensi kerja, suatu kerja yang membandingkan rencana penggunaan sumber-sumber denga
realisasi penggunaannya.
5) Metode kerja, suatu ukuran yang menggambarkan keadaan mengenai metode kerja yang
digunakan saerta upaya untuk melakukan perbaikan.
6) Kemampuan kerjasama, suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan kerjasama dengan
pegawai lain dalam suatu kelompok kerja.
Produktivitas Pendidikan
Denganmengacu pada pengertian produktivitas sebagaimana dikemukakan diatas khususnya
pendapat Alan Thomas, maka produktivitas pendidikan dapat dimaknai sebagai suatu
perbandingan antara apa yang dihasilkan oleh pendidikan dengan apa sumberdaya yang
dipergunakannya. Pandangan ini mengindikasikan bahwa pendidikan mempunyai atau erperan
seagai suatu aktivitas produksi. Dalam hubungan ini Alan Thomas mengemukakan tiga fungsi
produksi dalam bidang pendidikan yaitu :
1. The Administrator’s Production Function
2. The Psychologist’s Production Function
3. The Economist’s Production Function
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan, salah satu hal yang penting adalah
peningkatan proses pembelajaran, dimana kurikulum merupakan unsur penting dalam penciptaan
tersebut. Untuk itu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat dipandang sebagai upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui kualitas proses Pembelajaran agar peserta didik dapat
memiliki kompetensi tertentu yang sangat bermanfaar bagi kehidupan masyarakat, baik secara
individual maupun sosial
Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai kikulum yang menekankan pada
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Kurikulum itu sendiri dapat diartikan sebagai ..
All of organized course, activities, and experiences which pupils have under direction of school,
wether in the classroom or not (Romine 1945), sementara itu Oemar Hamalik (1995:16-18)
mengemukakan beberapa tafsiran tentang kurikulum yaitu :
 Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran
 Kurikulum sebagai rencana pembelajaran
 Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Secara teoritis kurikulum sering dipahami berbeda-beda, meski dalam prakteknya cenderung
mempunyai rujukan yang sama, apalagi bagi guru yang sudah terbiasa
melaksanakan aktivitas pembelajaran. Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003
kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari pengertian ini nampak bahwa
dalam konsep kurikulum terkandung hal-hal sebagai berikut yakni :
 Tujuan
 Isi dan bahan pelajaran
 Metoda/cara yang digunakan
dimana hal-hal tersebut terangkum dalam suatu rencana/pedoman pelaksanaan pembelajaran, oleh
karena itu setiap kegiatan pembelajaran harus mengacu pada unsur-unsur yang tercakup dalam
kurikulum. Dengan mengingat hal tersebut maka dalam KBK dasar dari kurikulumnya mesti
mengacu pada kompetensi, lalu apa yang dimaksud dengan kompetensi?, berikut akan
dikemukakan beberapa pengertian tentang kompetensi guna lebih memahami makna dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Menurut Ashan dalam E. Mulyasa (2003) Competency is a knowlwdge, skills, and abilities
or capabilities than a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 104


she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotoric behaviour.
Smentara itu Gordon (E.Mulyasa, 2003) mengemukakan enam aspek yang terkandung dalam
konsep kompetensi yaitu : Knowledge, Understanding, Skill, Value, Attitude, interest. Sementara
itu Pusat Kurikulum dan Balitbang Depdiknas (2002) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjada kompeten,
dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan dasar pemahaman tentang kurikum dan kompetensi, maka dapat dengan mudah
nenahami apa yang dimaksud dengan KBK, namun demikian untuk lebih tepat perlu dikemukakan
definisi istilah dari KBK sebagaimana diungkapkan oleh Pusat Kurikulum , Balitbang Depdiknas
(2002) yaitu: KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah
Komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pada dasarnya KBK merupakan kerangka inti yang memiliki komponen-komponen dalam
suatu siklus (Pusat Kurikulum , Balitbang Depdiknas, 2002) yang terdiri dari :
 Kurikulum dan hasil belajar, memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik
yang perlu dicapai
 Penilaian berbasis kelas, memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan
yang lebih akurat dan konsisten
 Kegiatan belajar mengajar, memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran dan
pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan paedagogis
dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistis
 Pengelolaan kurikulum berbasis Sekolah, memuat pola pemberdayaan tenaga kependidikan
dan sumberdaya lain untuk mengembangkan mutu hasil belajar
Siklus tersebut bila digambarkan nampak sebagai berikut

Penilaian
Berbasis Kelas

Kurikulum dan Kegiatan Belajar


Hasil Belajar KBK Mengajar

Pengelolaan
Kurikulum Berbasis
Sekolah

Dengan melihat siklus di atas nampak sekali bahwa evaluasi merupakan komponen penting yang
tidak terlepas dari KBK, sudah barang tentu di dalamnya mempunyai karakteristik khas, namun
secara umum penilaian dalam KBK merujuk pada tujuan dan fungsi yang sama dengan penilaian
pendidikan/pembelajaran secara umum.
Ciri-ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi
Di dalam kurikulum sebelumnya (kurikulum 1994) tujuannya lebih diarahkan pada upaya
memberitahu guru tentang apa yang harus diajarkan (Content), sedangkan dalam KBK lebih
menekankan pada apa yang harus dilakukan siswa sebagai hasil belajarnya. Dengan demikian
KBK memberitahu guru tentang kompetensi-kompetensi apa yang harus dikembangkan oleh
siswa, melalui proses pembelajaran.
Adapun ciri-ciri KBK adalah :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 105


 Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun
klasikal
 Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi
 Sumber belajar bukan hanya guru, tapi juga sumber belajar yang lainnya yang
memenuhi unsur edukatif
 Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi (Pusat Kurikulum , Balitbang Depdiknas, 2002)
Pengertian Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Menurut Pusat Kurikulum , Balitbang Depdiknas Penilaian berbasis kelas adalah penilaian
yang dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar mengajar, PBK dilakukan dengan
pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja
(performance), dan test tertulis (paper and pen). Dengan demikian PBK merupakan suatu bentuk
evaluasi yang terpadu atas aktivitas pembelajaran siswa, tidak hanya hasil akhir dari suatu aktivitas
pembelajaran, tapi juga bagaimana siswa/peserta didik berpartisipasi dalam proses pembelajaran
tersebut, sehingga Guru dapat menilai kompetensi siswa berdasarkan seluruh aktivitas
pembelajaran yang diikutinya.
Dalam upaya untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa, PBK dapat berbentuk : Test
tertulis dengan lebih banyak bentuk uraian, Test Penampilan untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam melakukan sesuatu, Penugasan dan Hasil karya untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam mengintegrasikan pengetahuan yang telah diperoleh melalui pembuatan laporan dan
karya tulis, dan Portofolio yang merupakan kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan siswa
yang menggambarkan pengalaman belajar siswa, sebagai bahan bagi guru untuk melakukan
penilaian.
Dengan pemahaman yang demikian, PBK merupakan penilaian yang utuh dan otentik atas
aktivitas pembelajaran siswa, sehingga dapat juga disebut penilaian otentik yang oleh Direktorat
Tenaga Kependidikan Depdiknas (2003) diartikan sebahgai proses pengumpulan informasi oleh
guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui
berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukan secara tepat
bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan
dicapai. Adapun prinsip- prinsip penilaian otentik adalah :
 Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran (a
part of instruction)
 Penilaian harus m,encerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah
dunia sekolah (school work-kind of problems).
 Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
 Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran
(kognitif, afektif, dan sensori motorik)
2. Penilaian Kelas (PK)
Dengan melihat makna PBK maupun Penilaian Otentik, nampak bahwa penilaian proses atau
penilaian kelas menjadi penting, ini berarti penilaian tidak hanya mengacu pada hasil
pembelajaran. Adapun tujuan penilaian di kelas (penilaian kelas) menurut Chittenden (Direktorat
Tenaga Kependidikan Depdiknas, 2003) adalah :
 Keeping-track, menelusuri agar proses pembelajaran sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan
 Checking-Up, mengecek kelemahan yang dialami siswa dalam proses Pembelajaran
 Finding–out, mencari hal-hal yang menyebabkan kelemahan dalam proses pembelajaran
 Summing–up, menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh kompetensi yang
ditetapkan
3. Prinsip-prinsip Penilaian Berbasis Kelas/Penilaian Kelas
 Valid (informasinya akurat tentang hasil dan proses belajar)
 Reliable (ajeg, konsisten)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 106


 Mendidik (mendorong siswa semangat belajar)
 Berorientasi pada kompetensi (menggambarkan pencapaian kompetensi)
 Adil (tidak membedakan latar belakang siswa)
 Terbuka (kriteria penilaian jelas dan terbuka bagi semua pihak)
 Berkesinambungan (terencana, bertahap dan terus menerus)
 Menyeluruh (seluruh dimensi/ranah terukur dan dinilai)
 Bermakna (mempunyai arti dan berguna untuk ditindak lanjuti)
4. Macam-macam penilaian dalam Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
 Penilaian Kognitif (Cognitive assesment/written test) Merupakan penilaian yang dimaksudkan
untuk mengetahui kompetensi kognitif peserta didik. Tes ini biasanya dilakukan secara tertulis
dimana peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan dalam bentuk tertulis, baik berupa
tulisan, memberi tanda, menggambar dan sebagainya
 Penilaian Sikap dalam pembelajaran (Classroom based assesment). Adalah penilaian yang
berdasarkan sikap peserta didik dalam proses pembelajaran, penilaian ini pada dasarnya
mengacu pada ranah afektif.
 Penilaian Kinerja (performance assesment) Adalah penilaian yang mendasarkan pada
kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan kompetensinya dalam bidang
pemahaman , pengaplikasian, dan ketrampilan pada berbagai konteks sesuai dengan tugas dan
atau situasi yang telah ditetapkan oleh Guru/pendidik.
 Penilaian portofolio (Portfolio assesment). Adalah penilaian yang mendasarkan pada
kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan siswa yang menggambarkan pengalaman belajar
siswa.
 Penilaian projek (project assesment). Adalah penilaian yang mendasarkan pada suatu proyek
yaitu tugas yang harus diselesaikan dalam periode waktu tertentu, dimana tugas tersebut
mencakup kegiatan pengumpulan data, pengorganisasian data serta penyajian data sesuai
dengan masalah yang ditugaskan kepada peserta didik
 Penilaian hasil kerja (Product assesment). Adalah penilaian terhadap ketrampilan siswa dalam
membuat suatu produk benda serta kualitasnya. Dalam penilaian produk terdapat dua unsur
yang perlu diperhatikan yaitu 1) penilaian tentang pemilihan dan cara penggunaan alat serta
prosedur kerja yang dilakukan peserta didik, dan 2) penilaian tentang kualitas teknis serta
estetis dari hasil kerja peserta didik.
Hal-hal yang harus dinilai dalam Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Dalam KBK domain-domain yang dijadikan acuan dalam kegiatan
pendidikan nampaknya masih tetap sama seperte sebelumnya yaitu mengacu pada
taksonomi Bloom, yang terdiri dari domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Adapun rincian untuk tiap domain adalah sebagai berikut
KOGNITIF AFEKTIF PSIKOMOTOR
pengetahuan, Penerimaan Responsi
pemahaman, Pemberian respons Kesiapan
penerapan, Penilaian Respon terbimbing
Analisa, Pengorganisasian Mekanisme
Sintesa Karakterisasi Respon yang kompleks
evaluasi Adaptasi
organisasi
Kewajiban Guru dalam Penilaian Berbasis Kelas/Penilaian Kelas
 Memandang penilaian sebagai bagian integral dari kegiatan belajar mengajar
 Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat proses penilaian sebagai kegiatan
refleksi
 Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pengajaran untuk menyediakan
berbagai jenis informasi tentang hasil belajar siswa
 Mengakomodasi kebutuhan khusus siswa
 Mengembangkan sistem pencatatan yang menyediakan cara yang bervariasi dalam pengamatan
belajar siswa

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 107


 Menggunakan penilaian dalam rangka mengumpulkan informasi untuk membuat keputusan
tentang tingkat pencapaian siswa
1. Verbal Skill (Keterampilan verbal)
HASIL BELAJAR (OUTCOME OF 2. Intelectual Skill(Keterampilan intelektual)
LEARNING) MENURUT GAGNE
(Margaret E Gredler, 1986. Learning and
3. Cognitive Strategy(strategi Pengetahuan)
Instruction, Theory into Practice) 4. Motor Skill (Keterampilan psikomotor)
5. Atitude (sikap)
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi
dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan
KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang
disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan
KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan
berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk
mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan
tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum,
muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang
berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan
pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha
dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional
merupakan keniscayaan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 108


5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan
secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan,
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal
dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah
pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan
dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan
daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang
memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta
akhlak mulia.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kemampuan peserta didik. Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan
martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,
psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan
memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional dan
sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Daerah memiliki potensi,
kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah
memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari.
Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan
yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk
mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan
mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu,
keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
5. Tuntutan dunia kerja. Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya
pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh
sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik
memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan
peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pendidikan perlu mengantisipasi
dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat
berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan
adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual
dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta
akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena
itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa
dan akhlak mulia.
8. Dinamika perkembangan global. Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada
individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas.
Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu
bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa
lain.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 109


9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan diarahkan untuk membangun
karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum
harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional
untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian
keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu
ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
11. Kesetaraan Jender. Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang
berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
12. Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi,
tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.
Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada
tujuan umum pendidikan berikut.
 Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
 Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
 Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI
meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
(3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
(4) Kelompok mata pelajaran estetika
(5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran
sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan
beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan
kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman
pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.
Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai
menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata
pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada
mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan
harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan
lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran
muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau
dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 110


kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar,
dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan
kelompok ilmiah remaja. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama
ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan
pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai
dengan kebutuhan khusus peserta didik. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran.
Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada
mata pelajaran.
Pengaturan Beban Belajar
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK
kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB
kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/
SMK/MAK kategori mandiri.
b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana
tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang
terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara
fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan
menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan
jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai
kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan
tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem
paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran
yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap
muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur
untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan
sebagai berikut.
(1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur
dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
(2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit
kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar
antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan
harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan
rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus
menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh
masing-masing direktorat teknis terkait. Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1),
peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah
setelah:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 111


kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan;
c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan
d. lulus Ujian Nasional.
Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh
direktorat teknis terkait.
Pendidikan Kecakapan Hidup
a Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK dapat
memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan
sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata
pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.
c Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang
bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan
keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa,
teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi
pengembangan kompetensi peserta didik.
b Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis
keunggulan lokal dan global.
c Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata
pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
d Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan
formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
MANAJEMEN STRATEGIK
Perkembangan kajian Manajemen Strategik
Tema utama yang paling dominan dalam awal dekade 50-an ini masih berkisar di
sekitar anggaran dan pengawasan keuangan (Budgeting and Financial Control). Manajemen
perusahaan saat itu menggunakan anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian melalui
sasaran keuangan yang telah ditentukan. Tindakan-tindalan manajerial selanjutnya dilandaskan
pada proyeksi jangka pendek dan berorientasi pada fungsifungsi bisnis, dengan mengasumsikan
lingkungan bisnis yang stabil.
Pada tahun 50-an teori manajemen strategi kemudian berkembang dengan menekankan
kepada integrasi fungsional atau perpaduan fungsi produksi, pemasaran, keuangan dan sumber
daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan perusahaan. Melihat fenomena ini
maka dalam sebuah laporan, Gordon Howell kemudian merekomendasikan bahwa pendidikan
bisnis agar dapat antisipatif terhadap perubahan lingkungan, hendaknya dibuat dalam wujud
yang lebih luas dan dijadikan suatu mata kuliah puncak dalam suatu bidang yang disebut
Business Policy. Mata kuliah ini menitikberatkan pada pengembangan kemampuan dalam
mengindentifikasi, menganalisis dan memecahkan masalah dunia nyata pada suatu bidang bisnis
substantif yang memiliki jar,gkauan luas.
Pada dekade 70-an ini muncul banyak sekali perusahaan konsultan, asosiasi
profesional di berbagai bidang manajemen, serta adanya proliferasi secara intensif jumal-
jurnal di bidang manajemen strategi. Semuanya berusaha membantu dunia usaha untuk
mencari ide-ide baru dalam menghadapi ketidak menentuan lingkungan ehsternal konsep
manajemen strategi yang mengaksentuasikan diri pada perpaduan fungsi manajemen yang
kemudian diformuiasikan dalam perencanaan dan kebijaksanaan strategi perusahaan dinilai
kurang memadai lagi, lcarena dipandang kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan
lingkungan, kemudian pada tahun 80-an istilah kebijakan bisnis diubah menjadi manajemen
stratejik
Definisi Strategi dan Managemen strategi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 112


Strategi disefinisikan sebagai pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan,
kebijakan, dan urutan tindakan utama organisasi ke dalam kesatuan yang kohesif.suatu
perusahaan yang punya strategi yang baik akan menunjukan hal-hal berikut
1. Mempunyai/menentukan arah yang jelas
2. Mengetahui kekuatan dan kelemahan disbanding pesaingnya
3. Mencurahkan sumberdayanya pada proyek-proyek yang menjadi kompetensi utamanya
4. Mengidentifikasi faktor-faktor dalam linfkungan politik dan sosial yang memerlukan
monitoring cermat
5. Menyadari tindakan pesaing yang memerlukan perhatian khusus.
Dalam mengembangkan suatu strategi ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan
pedoman yaitu :
1. Barang dan jasa apa yang kita jual
2. Bagaimana kita akan memproduksi barang dan menyampaikan jasa
3. Siapa yang akan membeli barang dan jasa
4. Berapa akan membiayai operasi
5. Berapa besar resiko yang akan ditanggung
6. Bagaimana melaksanakan strategi
dengan memahami hal di atas, maka managemen strategi dapat didefinisikan sebagai proses
berkelanjutan, berulang dan lintas fungsi yang dimaksudkan untuk menjaga organisasi
secara keseluruhan tepat dan sesuai dengan lingkungannya
Proses Managemen Strategik
1. Analisis Lingkungan
Akibat menggejalanya revolusi informasi dan globalisasi sebagaimana telah
diungkapkan dalam awal bab 1, lingkungan kin! mengalami perubahan yang luar biasa dan
intensitasnya semakin sering serta sukar sekali untuk dimmalkan. Akibatnya, persaingan
menjadi semakin sengit serta permasalahan yang dihadapi perusahaan semaldn hari menjadi
semakin rumit. Untuk itulah, maka sebelum berbagai proses lain dalam manajemen strategi,
analisis mengenai lingkungan perusahaan merupakan hal yang pertama dan niscaya untuk
dilakukan. Yang dimaksudkan dengan analisis di sini adalah penelusuran kondisi eksternal
dan internal yang dihadapi perusahaan sampai kepada pengkalnya. Karena hanya dengan
demikian perusahaan akan dapat mewaspadai dan memahami implikasi-implikasi dari
perubahan untuk kemudian dapat bersaing secara lebih efektif.
Walaupun nampaknya sederhana, analisa lingkungan dalam realitas nya sangatlah
kompleks. Karena bagaimanapun unsur evaluatif terhadap kinerja masa lalu seringkali
menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Akibatnya dalam realitas yang ada, walaupun
lingkungan telah berubah dengan demikian pesatnya dan sangat dramatis sering sekali
"gagasangagasan yang baik" di masa lalu diharvskan untuk menjadi "pedoman Kebijakan"
pada masa kini dan "mandat" yang harus dilaksanakan dan diteruskan untuk hari esok.
Fenoesrena in! tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi manajemen perusahaan yang
berusaha untuk terus kompetitif dalam persaingan. Terdapat tiga tingkatan lingkungan yang
perlu disadari para manager yaitu :
1. lingkungan umum
2. lingkungan operasi
3. lingkungan internal
lingkungan umum adalah lingkungan eksternal organisasi yang punya implikasi bagi manager,
perusahaan dan strategi dalam jangka penjang, adapun komponen-komponen lingkungan
umum adalah :
 ekonomi
 sosial
 politik dan hukum
 teknologi
 etika
lingkungan operasi/lingkungan kompetitif adalah lingkungan eksternal yang mempunyai implikasi
khusus bagi pengelolaan organisasi, komponen utama lingkungan ini adalah :
 pelanggan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 113


 persaingan
 tenaga kerja
 pemasok
 isu-isu global/ internasional
lingkungan internal adalah lingkunagan yang mencakup kekuatan-kekuatan yang berperan dalam
organisasi dan berimplikasi pada kinerja organisasi trsebut, komponen-komponenya mencakup :
 organisasi
 pemasaran
 keuangan
 personel
 produksi
dalam melakukan analisis lingkungan, berbagai data dikumpulkan untuk kemudian dilakukan
analisis, dalam hubungan ini analisis SWOT dapat digunakan untuk dijadikan alat/prosedur
analisis. Disamping itu dalam melakukan analisis lingkungan ada beberapa kriteria keberhasilan
yang dapat dijadikan dasar penilaian proses analisis lingkungan, yaitu :
 terkait secara konseptual dan praktikal dengan kegiatan perencanaan yang
ada/berjalan
 responsif terhadap kebutuhan informasi manajemen puncak
 didukung secara berkesinambungan oleh manajemen puncak
 dilengkapi oleh analis yang terampil dalam kebutuhan strategis
2. Menentukan Dan Menetapkan Arah Organisasi
Menentukan arah organisasi merupakan hal yang sangat penting, ada dua langkah
yang bisa dilakukan yaitu menentukan visi dan menjabarkan visi tersebut menjadi misi. Visi
merupakan gambaran tentang apa yang ingin diwujudkan di masa depan sedangkan misi
merukan alasan kenapa organisasi ada, atau untuk apa organisasi/perusahaan itu ada.
Visi dapat membuat koheren berbagai aktivitas organisasi, sehingga dapat membuat
kinerja organisasi semakin baik serta dapat bersaing dengan para pesaing di pasar. Visi yang
telah ditetapkan kemudian perlu dijabarkan atau diterjemahkan ke dalam misi. Pernyataan
misi umumnya mencakup informasi tema-tema berikut :
1. Produk dan jasa perusahaan
2. Pasar
3. Teknologi
4. Tujuan perusahaan
5. Filosopi perusahaan
6. Jati diri perusahaan
7. Citra publik
Dalam tataran arah yang lebih spesifik, maka organisasi perlu menetapkan tujuan (objective)
organisasi yang dapat diartikan sebagai suatu target yang ingin/akan diupayakan untuk dicapai
oleh organisasi. Terdapat dua tipe tujuan yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka
penjang.
Dalam pencapaian tujuan ini menurut Peter F Drucker, organisasi perlu menetapkan
beberapa tujuan, dan hendaknya mencakupseluruh bidang-bidang penting bagi operasi
perusahaan, terdapat delapan bidang penting yaitu :
1. Posisi pasar
2. Inovasi
3. Produktivitas
4. Sumberdaya
5. Profitabilitas
6. Kinerja dan pengembangan manager
7. Kinerja dan sikap pekerja
8. Tanggungjawab sosial
 Proses menentukan arah organisasi
Dalam menentukan arah organisasi dalam prosesnya ada tiga langkah utama yaitu :
o Melakukan refleksi atas hasil analisis lingkungan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 114


o Mengembangkan visi dan misi yang tepat
o Mengembangkan tujuan organisasi yang tepat
 Mengembangkan tujuan individu
Sesudah organisasi menentukan tujuan organisasi, selanjutnya perlu dilakukan
pengembangan tujuan individu secara spesifik sesuai dengan bidang garapannya, sehingga
pencapaian tujuan individu dalam organisasi akan terarah dan memberi kontribusi bagi
pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.
3. Formulasi Strategi
Setelah menentukan arah perusahaan di masa depan sebagaimana diungkapkan pada
bab sebelumnya, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh manajemen perusahaan adalah
menemukan cara untuk mencapai arah yang telah ditentukan tersebut. Untuk alasan itulah maka
proses manajemen strategi berikutnya adalah melakukan formulasi strategi. Formulasi strategi
merupakan upaya-upaya analitis yang tergantung pada keputusan dan kreativitas eksekutif.
Dalam merumuskan strategi organisasi perlu melihat tingkatan-tingkatan strateginya, dalam
hubungan ini terdapat tiga tingkatan dalam memformulasikan strategi yaitu :
1. Formulasi strategi tingkatan bisnis.
2. Formulasi strategi tingkatan fungsional
3. Formulasi strategi tingkatan korporat
Formulasi strategi tingkatan bisnis merupakan keputusan yang akan berpengaruh bagi
organisasi secara keseluruhan yang bergerak dalam suatu industri. Formulasi strategi dalam
tingkatan ini perlu memperhatikan struktur industri dan posisionang kompetisis. Menurut Porter
analisis industri akan memberikan alat yang kuat dalam menentukan strategi, dan ada lima
kekuatan yang dapat mempengaruhi suatu bisnis secara keseluruhan yaitu :
1. Ancaman pendatang baru
2. Kekuatan bargaining para pemasok
3. Kekuatan bargaining para pembeli
4. Ancaman produk substitusi
5. Persaingan diantara kompetitor yang ada
Dalam merumuskan strategi, hal-hal tersebut perlu dianalisis secara tepat. Dalam
hubungan ini Porter mengemukakan tiga strategi umum yang dapat dijadikan dasar dalam
formulasi strategi yaitu :
1. Kepemimpinan harga menyeluruh
2. Diferensiasi
3. Fokus
strategi yang pertama dapat dilakukan melalui penekanan pada efisiensi aktivitas bisnis,
strate4gi diferensiasi dilakukan melalui pembuatan dan pemasaran produk yang umik,
sedangkan strategi fokus dilakukan melalui segmentasi pasar pada satu atau dua kelompok
konsumen atau pembeli.
Formulasi strategi tingkat fungsional, adalah keputusan strategi pada tataran fungsi, dan
ini harus sesuai dengan strategi pada tataran bisnis, dalam hubungan ini terdapat fungsi-fungsi
yang perlu diformulasikan strateginya yaitu dalam bidang-bidang berikut :
1. Strategi teknologi, penelitian dan pengembangan
2. Strategi operasi
3. Strategi keuangan
4. Strategi pemasaran
5. Strategi SDM
Formulasi strategi tingkatan Korporat, merupakan keputusan tentang strategi yang akan
diambil dalam tingkatan perusahaan yang dilakukan oleh top management untuk
mengintegrasikan kegiatan berbagai bidang dan fungsi, serta untuk mengembangkan kegiatan
usaha.
4. Implementasi Strategi
Setelah selesal melakukan formulasi strategi, tahap selanjutnya yang harus diperhatikan oleh
manajemen perusahaan adalah tahap implementasi strategi. Dengan demikian, agar perusahaan
dapat mencapal arah yang diinginkannya secara optimal, perusahaan harus mampu
memformulasikan dan mengimplementasikan strateginya secara efektif. Apabila salah satu tugas

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 115


tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka bukan mustahil hasilnya dapat berupa kegagalan
bagi strategi perusahaan secara keseluruhan.
Tahap pertama dalam implementasi strategi adalah menganalisis perubahan yang
mungkin akan dialami perusahaan akibat dari formulasi strategi yang telah disepakati pada tahap
sebelumnya. Analisis tentang perubahan Ini bertujuan untuk memberikan gagasan yang jelas dan
terperinci mengenai seberapa banyak perusahaan harus berubah agar berhasil dalam
mengimplementasikan strateginya. Perubahan yang dianalisis dalam tahap ini dipandang sebagal
sebuah proses perubahan darl yang sangat sederhana seperti tidak adanya variasi datam strategl
antara yang lampau, saat Ini dan mendatang, sampai kepada perubahan yang sangat kompleks
dalam misl organisasl, yang mempertanyakan kembali esensl perusahaan atau organisasi.
Analisis terhadap ada atau tidaknya perubahan yang harus terjadi pada perusahaan akibat
adanya formulasl strategi biasanya dapat dibagi ke dalam beberapa pola yang memiliki ciri-ciri
tersendiri.
 Strategi stabilitas. Pola Ini terjadi karena adanya pengulangan stmtegi yang sama dengan
stmtegi yang digunalsan dalam periode sebelumnya.
 Perubahan Rutin (Routine Change). Perubahan rutin merupakan perubahan dalam market
appeal yang digunakan oleh perusahaan untuk lebih memikat pelanggan. Perusahaan biasanya
merubah appeal dari iklannya, rnemperbaharui dan menyesuaikan kemasan, menggunakan
taktik harga yang berbeda-beda, dan mungkin saja merubah distributor atau metode
distribusinya.
 Perubahan Terbatas (Limited Change). Perubahan ini disebabkan karena adanya penawaran
produk baru kepada pelanggan baru dalam golongan produk umum yang sama.
 Perubahan Radikal (Redical Change). Merupakan suatu reorganisasi besar-besaran dalam
perusahaan. Jenis perubahan lni biasa dilakukan pada saat terjadi merger dan akuisisi, tetapi
masih berada di dalam industri yang sama.
 Organizational Redirection. Melibatkan merger dan akuisasi peru.sahaan yang berasal darl
industri yang sama sekali berbeda.
Menganalisis dan mengelola struktur Organisasi
Analisis kedua dalam implementasi strategi adalah analisis mengenai struktur
organisasi. Untuk analisis ini, setidaknya ada dua jenis dasarstruktur organisasi yang perlu
mendapat perhatian. Pertama, adalah struktur organisasi yang formal (formal organizational
structure) yaitu struktur organisasi yang mewakili hubungan antara sumber daya yang
dirancang oleh pihak manajemen dan biasanya disampaikan dalam bentuk bagan. Kedua,
adalah struktur organisasi yang tidak formal (informal organizational structure) yaitu struktur
organisasi yang mewakili hubungan sosial berdasarkan persahabatan atau kepentingan
bersama di antara anggota-anggota organisasi.
Dalam realitas yang ada, terdapat beberapa jenis struktur organisasi yang biasa
digunaltan yaitu:
o Struktur Organisasi Sederhana (Simple Organizatlon Structure). Struktur organisasi
sederhana ini adalah struktur organisasi yanghanya memiliki dua tingkatan yaitu pemilik
dan pekerja.
o Struktur Organisasi Fungsional (Functional Organizational Structure). Dalam struktur
organisasi fungsional ini, setiap manajer bertanggungjawab terhadap salah satu dari
berbagai fungsi yang ada di dalam perusahaan, di mana fungsi-fungsi tersebut secara
kolektif dilibatkan dalam pencapaian tujuan perusahaan atau dalam implementasi
stmtegi..
o Struktur Organisasi Divisional (Divisional Organizational Structure). Sebagai perusahaan
yang mengakuIsisi dan mengembangkari produk-produk baru dalam industri dan pasar
yang berbeda, struktur perusahaan berubah biasanya menjadi suatu struktur organisasi
yang terdiri dari berbagal devisi.
o Struktur SBU (Strategic Business Unit Structure). Pada saat struktur organisasl divisional
menjadi sulit diterapkan karena CEO memilikl terlalu banyak divisl yang harus diatur secara
efektif, perusahaan harus mengatur kembali struktur organisasinya dalam bentuk strategic
business unit atau strategic groups.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 116


o Struktur Organisasi matrik. Digunakan untuk memudahkan pengembangan dan
pelaksanaan berbagaI program atau proyek. Tiap departemen dikepalai oleh vice
president yang memiliki fungcional resposibility bagi seluruh proyek. Sedangkan tiap
project managers memiliki project resposibility untuk penyelesaian dan implementasi
stmtegi.
o Struktur organisasi jaringan
 Menganalisis dan mengelola budaya Organisasi
Organisasi dari suatu perusahaan yang didisain untuk mengimplementasikan suatu
strategi sesungguhnya jauh lebih kompleks dari hanya sekedar format strukdur organisasi
yang dipresentasikan dalam sebuah bagan.
Hal lain yang perlu sekali mendapat perhatian manajemen dalam proses implementasi
strategi ini adalah budaya perusahaan. Budaya perusahaan merupakan komponen yang
menyebabkan mengapa suatu strategi dapat diimplementasikan pada suatu perusahaan,
sementara strategi tersebut gagal untuk diimplementasikan pada perusahaan yang lain dengan
kondisi yang relatif sama.
 Memilih pendekatan implementasi
Di alam memilih pendekatan implementasi perlu didasarkan pada penilaian tentang
perubahan, struktur dan budaya organisasi. Menurut Brodwin dan Bourgeois ada lima
pendekatan dalam melaksanakan strategi yaitu :
o Pendekatan komander. Manager berkonsentrasi pada formulasi strategi dengan menerapkan
analisis dan logika yang ketat, baik sendirian ataupun dengan membentuk tim guna
melaksanakan strategi secara optimal, melalui instruksi untuk melaksanakannya.
o Pendekatan perubahan organisasi. Manager memusatkan pada masalah bagaimana anggota
organisasi melaksanakan strategi, dalam hubungan ini manager berperan sebagai arsitek
yang merancang sistem administratif agar peleksanaan strategi berjalan efektif.
o Pendekatan kolaboratif. Manager mengajak tim untuk melakukan curah pendapat dalam
malaksanakan strategi.
o Pendekatan kultural. Perluasan dari pendekatan kolaboratif dengan melibatkan level
organisasi bawah/rendah.
o Pendekatan krescif. Dalam pendekatan ini manager menyampaikan secara berbarengan
perumusan dan implementasi strategi, serta mendorong pegawai agar melaksanakan strategi
dengan baik.
 Menilai keterampilan manager dalam implementasi strategi.
Tahap ini adalah mengevaluasi keterampilan manager dalam melaksanakan strategi,
menurut Thomas V. Bonoma, implementasi strategi yang berhasil memerlukan keterampilan
sebagai berikut :
o Keterampilan berinteraksi
o Keterampilan alokasi
o Keterampilan monitoring
o Keterampilan mengorganisir
5. Pengendalian Strategi
Setelah suatu strategi diimplementasikan, tahap berikutnya dalam proses manajemen
strategi adalah tahap pengendalian strategi. Secam umum, pengendalian serlng didefinislkan
sebagai tindakan untuk membuat sesuatu terjadi sesual dengan apa yang telah dlrencanahn
sebelumnya. Dalam pengendalian ini manajemen harus memiliki pemahaman yang jelas
mengenai hasil yang diinginkan. Dalam realitas yang ada, manajemen blasanya melakukan
tindakan pengendalian dengan mergikutl tiga langkah umum berikut lni:
o Mengukur kinerja perusahaan.
o Membandingkan hasil kinerja perusahaan terhadap tujuan dan standar yang ada.
o Melakukan tindakan perbaikan yang perlu
Selanjutnya dalam pengendalian perusahaan yang lebih speslfik, harus berdasarkan ketiga
langkah umum di atas, namun tetap dirancang untuk memenuhi permintaan jenis pengendalian

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 117


spesifik tertentu yang digunakan. Misalnya pengendallan produksi, persedlaan dan pengendalian
mutu.
Informasi untuk pengendalian strategi
Pengendalian strategi yang sukses memerlukan informasi yang valid dan riliabel
berkaitan dengan ukuran kinerja organisasi. Untuk keperluan tersebut organisasi memerlukan
sistem formal dalam mengumpulkan informasi yang valid dan dapat dipercaya. Oleh karena itu
manager puncak perlu secara cermat melihat kondisi yang ada serta melakukan penataan agar
strategi yang telah ditetapkan dapat berjalan optimal dan dapat mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Ada dua sistem yang penting yaitu :
 Sistem Informasi Management. sistem yang dibantu oleh komputer yang dapat membantu
manager dalam pembuatan keputusan. Dalam SIM, kepentingan informasi berbeda-beda
sesuai dengan tingkatan managemennya, top manager memerlukan informasi strategis,
middle manager memerlukan informasi berkaitan dengan implementasi strategi, sedang
supervisory/lower manager memerlukan informasi kegiatan operasi sehari-hari
 Sistem pendukung keputusan management. Sistem ini terkadang disebut juga sebagai sistem
informasi eksekutif. Yang merupakan suatu seperangkat alat bantu pembuat keputusan yang
salingtergantung yang dapat menolong manager membuat keputusan pada masalah-masalah
yang tidak terstruktur, elemen utama dalam sistem ini adalah komputer
Pada dasarnya management strategi merupakan tanggungjawab manager puncak, meskipun hal
itu tidak berarti bahwa manager pada tingkatan di bawahnya bisa mengabaikan pada strategi
yang telah ditetapkan, oleh karena itu manager puncak mesti memahami pengendalian strategi,
serta mengetahui bagaimana bertindak dalam proses pengendalian/pengawasan strategi. Faktor
penting dalam memelihara kesuksesan pengendalian atau pengawasan strategi, adalah bahwa
manager puncak mesti memahami empat variabel organisasi yang saling berhubungan satu
sama lain yaitu:
 Struktur organisasi
 Sistem imbalan
 Sistem informasi
 Sistem nilai atau budaya organisasi.
untuk memelihara momentum strategi yang telah dicapai serta mengembangkan strategi baru,
manager puncak harus menjamin hal-hal berikut :
 Sistem imbalan dapat menumbuhkan dorongan prilaku yang tepat dalam organisasi
 Struktur organisasi berkontribusi pada pencapaian tujuan strategi
 Nilai dan norma yang membentuk budaya organisasi bersifat konsisten dengan tuuan
perusahaan
 Sistem pendukun informasi yang diperlukan untuk melihat kinerja tepat sasaran.
Managemen Strategi Dalam Konteks Internasional
Belakangan ini banyak bisnis yang bergerak lintas negara, oleh karena itu isu-isu
internasional sangat penting dan akan menentukan kesuksesan upaya memformulasikan dan
mengimplementasikan strategi
 Managemen Internasional
Managemen internasional menggambarkan aktivitas managemen lintas negara, dalam
hubungan ini organisasi berupaya melaksanakan misinya dengan melakukan kegiatan bisnis di
negara asing. Dalam konteks internasional organisasi perlu memahami isu-isu internasional
yang penting, ini berarti dalam menentukan strategi pihak managemen mesti melakukan secara
cermat analisis lingkungan di negara tempat kegiatan bisnisnya. Dalam melakukan analisis
lingkungan masalah-masalah internasional yang perlu diperhatikan adalah :
o Lingkungan kelembagaan yang membatasi para pesaing
o Aturan yang mengatur tindakan para pesaing.
o Sumber-sumber apa yang tersedia untuk meminimalisisr kerusakan akibat tindakan pesaing
o Kebijakan pemerintah yang memperkuat pesaing
o Bagaimana perusahaan mempengaruhi kebijakan pemerintah

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 118


o Pasar dan kesempatan baru yang muncul sebagai penghalang bagi perdagangan
internasional
Perkembangan secara internasional dalam bisnis menunjukan kecenderungan yang terus
meningkat, selain itu kecenderungan lahirnya ketentuan internasional dan blok-blok ekonomi
harus mendapat perhatian dalam managemen internasional. Beberapa organisasi lintas
negara/internasional dalam bidang ekonomi adalah :
o GAAT
o NAFTA
o EU
o APEC
 Kebijakan Industri
Kebijakan industri adalah kebijakan pemerintah yang dirancang untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, dalam arti luas kebijakan ini mencakup kebijakan makroekonomi,
managemen perburuhan, pendidikan dan infra struktur, teknologi produksi, dan pola-pola
budaya. kebijakan industri mempunyai dampak pada hal-haal berikut :
 Spurring cuting-edge technology
 Difusi teknologi baru
 Menciptakan infrastruktur baru
 Meningkatkan perdagangan bebas
 Investasi dalam teknologi baru.
 Managemen strategi dalam lingkup internasional
Pada dasarnya managemen strategi dalam konteks internasional tidak berbeda, namun
lebih kompleks mengingat lingkup dan situasinya yang berbeda. Analisis lingkungan dalam
managemen strategi secara internasional (perusahaan multinasional) lebih kompleks karena
perubahan dalam tiga kekuatan (Charles J. Fombrun) yaitu :
 Infrastruktur dunia
 Struktur sosial dunia
 Superstruktur dunia
Menurut Michael Porter terdapat banyak kekuatan trend perubahan yang mempengaruhi
lingkungan organisasi multinasional yaitu :
 Beberapa perbedaan antar negara
 Kebijakan industri yang makin agresif
 Proteksi atas aset-aset khusus yang makin jelas
 Pasar yang tumbuh makin besar
 Persaingan dari negara-negara berkembang
Dalam konteks internasionalpun proses managemen selanjutnya diikuti, setelah analisis
lingkungan kemudian organisasi menentukan orah organisasi, merumuskan strategi,
mengimplementasikan strategi, dan mengandalikan/ mengawasi pelaksanaan strategi tersebut
dalam operasinya.
Managemen Strategi Dan Tqm
Managemen kuailitas total merupakan managemen yang menjadikan kualitas menjadi
tanggungjawab semua pegawai. Perkembangan TQM ini tidak terlepas dari tiga Guru kualitas
yaitu Edwarg Deming, Joseph M, Juran, dan Philip B. Crosby.
Dalam hubungan ini Edward Deming mengemukakan 14 poin bagi managemen yaitu
Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
 Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima
 Berhenti tergantung pada inspeksi missal
 Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
 Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
 Melembagakan metode pelatihan kerja modern
 Menghilangkan rintangan antar departemen
 Hilangkan ketakutan
 Hilangkan/kurang tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
 Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 119


 Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
 Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat melaksanakan ke 13 poin di
atas.
Sementara itu Juran mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan untuk digunakan, dan
melihatnya dalam lima cara yaitu :
 Kualitas desain (quality of design)
 Kualitas kesesuaian (quality of conformance)
 Ketersediaan (availability)
 Keamanan (safety)
 Guna praktis (field use)
Sumbangan Juran lainnya bagi TQM adalah konsep biaya kualitas, yang terdiri dari empat
kategori yaitu :
 Biaya kegagalan internal
 Biaya kegagalan eksternal
 Biaya penilaian
 Biaya pencegahan
Guru lainnya dalam TQM adalah Crosby, pada dasarnya ide Crosby banyak
meminjam dari pendapat Juran dan Deming, hanya Crosby lebih menitikberatkan pada
program kualitas seperti managemen waktu dan perhatian, tidak hanya bersifat kuantitatif
dalam bentuk keuangan, semboyan dari Crosby adalah Kualitas itu bebas
Dalam suatu organisasi apabila telah melaksanakan TQM dengan berhasil, maka akan
berkembang empat cirri yaitu :
 Pelanggan akan sangat loyal
 Organisasi dapat merespon pada masalah, kebutuhan dan kesembpatan dengan kelambatan
minimal.
 Iklim organisasi mendukung dan mendorong kerja team dan membuat pekerjaan
memuaskan, memotivasi dan bermakna bagi pekerja
 Dalam organisasi akan tumbuh etika perbaikan terus menerus
Karakteristik Organisasi TQM
Ada beberapa cirri organisasi yang menerapkan Managemen Kualitas total yaitu :
 Definisi kualitas didasarkan pada pelanggan
 Kepemimpinan kualitas yang kuat
 Perbaikan terus menerus
 Berdadar fakta, data, dan analisis
 Partisipasi pegawai
Dalam perkembangan nya, banyak lahir berbagai metode untuk memperbaiki kualitas yang
dikemukakan oleh para akhli dengan menerapkan standar-standar kualitas seperti ISO 9000
yang terdiri dari lima perangkat dokumen, dimana yang paling umum digunakan sebagai
standar adalah :
 ISO 9001. terdiri/berisi standar untuk organisasi berbasis enginer atau yang berorientasi
kontruksi yang merancang, mengembangkan, menghaslkan, menginstal, dan produk jasa
 ISO 9002. berisi standar yang secara khusus relevan dengan proses kimia dan industri lain
yang berhubungan.
 ISO 9003. berhubungan dengan took-toko kecil dan divisi-divisi dalam organisasi
(contohnya leboratorium)
 ISO 9000 dan ISO 9004. berisi standar khusus bagi aplikasi industri khusus/spesifik.
TQM dalam proses Managemen Strategi
TQM dapat diaplikasikan dalam kerangka managemen strategi, dalam hal ini proses
managemen strategi dapat diterapkan dalam kontek TQM. Dalam analisis lingkungan
dilakukan analisis internal dan eksternal yang dapat mempengarui kinerja organisasi. Dalam
hal berkaitan dengan pelanggan, dibedakan antara pelenggan internal dan pelanggan eksternal.
Dalam TQM pelanggan eksternal digambarkan sebagai kumpulan dari beberapa dimensi
kepuasan, organisasi perlu mengidentifikasi aktivitas-aktivitas internal khusus yang
menyumbang pada kepuasan pelanggan. Selain itu organisasi juga perlu memberi kepuasan
pada pelanggan internal.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 120


Dalam hal menentukan arah organisasi manager perlu berorientasi pada perbaikan
yang berfokus pada pelanggan secara terus menerus, dalam hal perumusan strategi pelanggan
perlu mendapat perhatian disamping pesaing serta pemasok. Sementara itu berkaitan dengan
implementasi strategi, TQM mempengaruhi pelaksanaan strategi dan budaya dalam mencapai
tujuan strategis. Dalam hal pengendalian strategi, manager perlu patokan yang dapat
mengukur kinerja organisasi serta menyediakan patok baku (benchmark) untuk kepentingan
audit strategi.
Managemen Strategi : Dimensi Sosial Dan Etis
Dalam pemahaman klasik tugas organisasi bisnis adalah memberikan keuntungan
yang bersar bagi para pemilik, sedang tanggung jawab social dianggap mengganggu hubungan
ekonomi dasar, dan akan merugikan. Sementara dalam pandangan belakangan ini, sebaliknya
memandang bahwa organisasi punya tanggungjawab pada masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Disamping iru organisasipun
perlu memperhatikan etika, meskipun hal ini bermasalah dalam hal menentukan sesuatu itu
sesuai etika atau tidak, sehingga sulit menjadi sesuatu yang bersifat universal.
Menurut Gene Lazniac mengusulkan lima standar etik yaitu :
 The Golden Rule. Bertindaklah sesuai dengan tindakan yang anda inginkan dari orang lain
terhadap anda.
 The Utilitarian Principle. Bertindaklah dengan suatu cara yang dapat memberikan manfaat
terbesar bagi banyak orang.
 Kant’s categorical imperative. Bertindaklah dengan suatu cara tindakan yang mengacu
pada hukum universal prilaku
 The Professional Etic. Bertindaklah sesuatu yang patus menurut para professional yang
tak punya kepentingan.
 The TV test. Apakah saya merasa senang menjelaskan pada pemirsa TV kenapa saya
melakukan ini.
Banyak manager belakangan ini yang telah menerima ide bahwa tanggung jawab social
perusahaan merupakan bagian integral bagi suatu strategi perusahaan secara keseluruhan.
Managemen Strategi Dan Kegiatan Operasi
Salah satu fungsi kritis dalam suatu organisasi bisnis adalah fungsi operasi atau
fungsi produksi yakni aktivitas menghasilkan barang dan atau menyediakan jasa. Fungsi ini
merupakan fungsi primer dalam organisasi bisnis sehingga perlu mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh, disamping fungsi kritis lainnya yaitu pemasaran dan
pembelanjaan/pembiayaan.
Fungsi-fungsi tersebut saling berinteraksi dan saling ketergantungan, dalam
perspektif managemen strategi, tiap-tiap fungsi tersebut memerlukan strategi yang berbeda.
Secara umum, untuk dapat berhasil di pasar, perusahaan dapat berkompetisi dengan basis tiga
fungsi kritis tersebut melalui tiga ciri barang dan jasa yaitu :
 Kualitas
 Harga
 ketersediaan
dengan demikian fungsi operasi merupakan unsure vital dalam strategi, karena fungsi-fungsi
tersebut mempunyai nilai yang besar sebagai alat untuk berkompetisi dalam strategi
perusahaan. Menurut Steven Wheelwright merekomendasikan agar perusahaan yang
menghasilkan barang menentukan prioritas relative pada empat karakteristik kinerja yang
terdiri dari :
 efisiensi biaya
 kualitas
 keterpercayaan
 fleksibillitas
Managemen Strategi Dan Fungsi Pembelanjaan
Dalam managemen strategi masalah pembiayaan merupakan hal yang penting, untuk
itu langkah pertama dalam menganalisis kondisi keuangan organisasi adalah dengan
melakukan analisis ratio.dalam hubungan ini ratio-ratio yang diperlukan adalah:
 Analisis Ratio keuangan, mencakup :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 121


 Ratio likuiditas yang terdiri dari :
o Current ratio
o Quick ratio
 Ratio aktivitas yang terdiri dari :
o Perputaran persediaan
o Penggunaan asset total
 Ratio keuntungan yang terdiri dari :
o Profit margin atas penjualan
o Return on investment
Di samping ratio-ratio tersebut, juga diperlukan upaya perbandingan/ratio perbandingan, baik
antar waktu dalam perusahaan maupun dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis
atau dengan rata-rata industri.
 Analisis pulang pokok/break even
Dengan rumus :
BEP = FC (Fixed Cost)
1 -- VC

FC = Biaya tetap
S = Volume penjualan
VC = biaya variabel (Variable Cost)
 Analisis nilai sekarang bersih
Dengan rumus :

Hasil/Proceed
n
r = tingkat bunga; (1 + r)
n = lamanya waktu investasi
Managemen Strategi Dan Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran mempunyai peranan penting dalam managemen strategi, fungsi
pemasaran merupakan fsilitator pertukaran antara suatu organisasi yang memproduksi dengan
pembeli atau pengguna. Dalam hubungan ini jelas diperlukan suatu strategi pemasaran agar
pelaksanaan fungsi ini akan berjalan efektif.
Langkah pertama dalam mempersiapkan strategi pemasaran adalah dengan
melakukan analisis hubungan konsumen/produk. Segmentasi pasar dalam kaitan ini menjadi
penting, dengan segmentasi pasar, maka pemilahan pasar dapat dilakukan dengan berdasarkan
pengelompokan konsumen yang akan dilayani. Segmentasi pasar yang cukup efektif bias
berdasarkan aspek demografi, seperti jenis kelamin atau usia, disamping dasar segmentasi
lainnya seperti Income dan gaya hidup.
Dalam pemasaran di kenal istilam bauran pemasaran yang terdiri dari kombinasi
unsure-unsur berikut yakni :
 Produk
 Harga
 Promosi
 Saluran distribusi
Posisi produk akan mempengaruhi bagaimana produk itu dipasarkan, strategi harga
dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, pendekatan dalam promosi umumnya menggunakan
iklan/advertensi, promosi penjualan maupun penjualan secara personal.
Dalam melaksanakan strategi pemasaran, hal yang penting adalah menjaga rencana
penjadwalan cukup fleksibel untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.strategi
pemasaran perlu dikontrol , dan dalam melakukan pengontrolan itu diperlukan pengukuran
akan hasil suatu strategi, sehingga dapat ditentukan apakah tujuannya tercapai atau tidak,
disamping itu pengontrolan dapat dijadikan dasar apakah perlu dilakukan perubahan atas
strategi yang dijalankan untuk diperbaikai agar berhasil .
MANAJEMEN PENGETAHUAN ( menurut Christina Evans, Managing for knowledge. 2003)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 122


Kehidupan di jaman informasi dimana pengetahuan dipandang sebagai aset bisnis
strategis memerlukan upaya pengelolaan pengetahuan agar dapat mendorong bagi perkembangan
bisnis. Aset pengetahuan mencakup :
 Aset struktural
 Merek
 Hubungan dengan pelanggan
 Hak paten
 Produk
 Proses operasi
 Aset manusia yang mencakup :
o Pengalaman pegawai
o Keterampilan pegawai
o Hubungan personal
Pengetahuan telah menjadi aset bisnis utama didorong oleh perubahan-perubahan dalam bidang
teknologi dan dalam bisnis global. Perubahan ini telah menjadikan orientasi manajemen SDM
yang menitik beratkan pada tangible asset bergeser pada perhatian yang lebih menitik beratkan
pada intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa comparative advantage yang berbasis
Sumberdaya Alam dalam bisnis bergeser pada competitive advantage yang berbasis kualitas SDM,
dan dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang sangat penting dalam
pengelolaan/manajemen SDM.
Pengetahuan, menurut Davenport merupakan perpaduan yang cair dari pengalaman, nilai,
informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan kerangka berfikir untuk menilai dan
memadukan pengalaman dan informasi baru. Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari
informasi, informasi jadi pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembandingan,
konsekwensi, penghubungan, dan perbincangan. Pengetahuan dapat dibagi ke dalam empat jenis
yaitu a). pengetahuan tentang sesuatu; b) pengetahuan tentang mengerjakan sesuatu,; c).
pengetahuan menjadi diri sendiri; dan d). pengetahuan tentang cara bekerja dengan orang lain.
Sedang tingkatan pengetahuan dapat dibagi tiga yaitu : 1) mengetahui bagaimana melaksanakan;
2). Mengetahuai bagaimana memperbaiki; dan 3). Mengetahui bagaimana mengintegrasikan.
Dengan pemahaman pengetahuan seperti itu, maka manajemen pengetahuan dapat
didefinisikan sebagai berikut : “proses menterjemahkan pelajaran yang dipelajari, yang ada
dalam diri/pikiran seseorang menjadi informasi yang dapat digunakan setiap orang” . Dalam
konteks ini profesional SDM memandang manajemen pengetahuan sebagai menjamin
penngetahuan yang diperoleh dikembangkan bersama dengan orang lain dalam organisasi.
Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki organisasi secara penuh tersedia melalui penyediaan
lingkungan yang tepat, budaya, struktur dan proses guna memotivasi dan mendorong sharing
pengetahuan pada setiap tingkat dalam organisasi. Jadi thema utama dari manajemden
pengetahuan adalah sebagai berikut :
o Pembelajaran
o Pengembangan/sharing
o Penempatan orang di tempat yang tepat dan waktu yang tepat
o Pembuatan keputusan yang efektif
o Kreativitas
o Membuat pekerjaan jadi lebih mudah
o Mendorong tumbuhnya bisnis baru dan nilai bisnis
Adapun tahapan perkembangan manajemen pengetahuan dalam organisasi adalah sebagai berikut :
o Knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing
informasi)
o Knowledge-aware (sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, adabeberapa
proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi)
o Knowledge-enabled (memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar,
isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 123


o Knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-
isu pada tahap sebelumnya teratasi)
o Knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai
pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi
dalam budaya)
Bagi organisasi yang ingin menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasinya perlu
menyadari pertama, bahwa pengetahuan ada pada orang dan bukan pada sistem, meskipun sistem
punya data dan informasi yang dapat membantu proses pengetahuan. Kedua, penciptaan
pengetahuan merupakan proses sosial, tercipta melalui interaksi antara individu-individu dalam
kehidupan sehari-hari mereka.
Perubahan Peran SDM dari Operasiona ke Strategik
Uuntuk menjadikan manajemen pengetahuan menjadi bagian dari organisasi, diperlukan
pergeseran peran dari manajemen dengan orientasi SDM yang operasional/tradisional menjadi
orientasi SDM yang strategis. Adapun perbedaan antara yang tradisional (manajemen
personalia) dengan Manajemen SDM adalah sebagai berikut :
Karakteristik perang manajemen Karakteristik perang manajemen Sumberdaya
personel/tradisional Manusia (SDM)

o Reaktif o Proaktif
o Advokasi pegawai o Parner bisnis
o Unit kerja/task force o Fokus pada tugas dan pemberdayaan
o Fokus pada isu operasional o Fokus pada isu strategis
o Isu kualitatif o Isu kuantitatif
o Stabilitas o Perubahan konstan
o Solusi taktis o Solusi startegis
o Integritas fungsi o Multi fungsi
o Orang sebagai beban/biaya o Orang sebagai aset

Dalam mengimplementasi Manajemen pengetahuan, diperlukan SDM yang tidak hanya


kompeten, tapi juga dapat menunjukan/mendemonstrasikan sikap sebagai berikut (Ulrich, 2000) :
o Mentransformasikan pengetahuan ke dalam tindakan
o Membuat pilihan berdasar informasi tentang bagaimana berinvestasi dalam praktek SDM
untuk menjamin hasil bisnis
o Berhubungan dengan rekan profesi SDM dan manajer garis dengan penuh keyakinan bahwa
dia punya sesuatu yang bernilai untuk ditawarkan
o Menunjukan keyakinan, kepastian, pengambilan resiko, dan berorientasi tindakan
Cetak biru membangun Budaya berpusat pada pengetahuan
Organisasi perlu terus mengembangkan manajemen pengetahuan sampai dapat mencapai tahapan
terakhir yaitu knowledge-centric organization. Dalam kondisi ini organisasi mampu menciptakan
pengetahuan (knowledge-creating organization) yang mempunyai prinsip-prinsip (Charles
Leadbeater) sebagai berikur :
o Cellular - punya struktur organisasi yang adaptif tidak kaku
o Self-managing - individu dan tim mengelola diri untuk membukan inovasi dan kreativitas.
o Entrepreneurial - kewirausahaan yang mendorong pada kemampuan individu dalam
memanfaatkan peluang bagi pertumbuhan dan perubahan
o Equitable membership and reward - mengembangkan sistem reward yang adil yang dapat
menumbuhkan rasa keanggotaan
o Deep knowledge reservoirs - punya kapabilitas dengan fokus pada keakhlian spesialist
ketimbang generalist
o The holostic company - memanfaatkan aset pengetahuan yang berada di luar struktur
organisasinya

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 124


o Collaborative leadership - berorientasi pada kerjasama untuk mengarahkan,
menginformasikan nilai dan mendorong memberdayakan yang lain dalam mengelola bisnis
Uraian di atas pada dasarnya menggambarkan tentang komponen-komponen kunci dari
budaya yang berpusat pada pengetahuan, dimana di dalamnya mesti ada nilai-nilai yang jelas,
prilaku pengetahuan, tempat kerja yang menumbuhkan energi, mendorong kreativitas untuk terus
berkembang, serta mendukung kerjasama dan mengakui dan menghargai perbedaan. Dan semua
ini bisa nyambung dalam kepemimpinan fasilitatif (fasilitative leadership) yang mampu
mendorong, memampukan, dan mendukung penciptaan dan sharing pengetahuan dalam organisasi.
Membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan
Sampai dengan tahun 1980-an, organisasi dikeloa dengan menggunakan prinsip
manajemen ilmiah dari Taylor, dimana struktur organisasi bersifat kaku dan sangat
mempertahankan jalur komando, manajer bekerja untuk mengontrol bawahan agar bekerja dengan
benar dan tepat waktu sesuai yang direncanakan, pimpinan puncak sangat berkuasa dan pemisahan
antara atasan dan bawahan sangat tegas. Kondisi ini jelas tidak dapat dipertahankan dalam
organisasi dewasa ini yang menuntut fleksibilitas dan kemampuan merespon perubahan dengan
cepat. Untuk itu diperlukan perubahan dalam mengelola organisasi agar manajemen pengetahuan
dapat berjalan dengan efektif.
Dalam organisasi yang berbasis pengetahuan, fleksibilitas merupakan hal yang penting,
untuk dapat merespon dengan cepat perubahan yang terus menerus terjadi, oleh karena itu
organisasi perlu memberi otonomi agar dapat mendorong lahirnya inovasi. Organisasi yang
demikian menurut Bhrami (1996) memerlukan karakteristik sebagai berikut :
o Multiple centers (banyak pusat)
o Diverse structure (struktur yang beragam)
o Multiple alliance (aliansi jamak)
o Cosmopolitant mindsets (pola fikir kosmopolitan)
o Emphasis on flexibility (menekankan fleksibilitas)
Pada saat pengetahuan menjadi asit binis utama, maka diperlukan adanya pegawai yang khusus
menangani masalah ini, Chief Knowledge Officers (CKO) yang bertugas mengembangkan
hubungan dengan infrastruktur, proses, dan budaya dari managemen pengetahuan dalam
organisasi, dengan rincian tanggungjawab sebagai berikut :
o Mengidentifikasi dan memprioritaskan perubahan yang perlu dibuat untuk
mendorong/meningkatkan informasi dan pengetahuan organisasi
o Melaksanakan proses, infrastruktur dan prosedur organisasi guna memampukan terbangunnya
dan digunakannya secara efektif basis pengetahuan perusahaan.
o Mendorong/memberdayakan seluruh staf berpartisipasi dalam membangun, menggunakan dan
melindungi basis pengetahuan organisasi
o Mengidentifikasi dan mengintegrasikan pelayanan lain yang mendukung bagi sistem
managemen pengetahuan organisasi.
Karena dalam manajemen pengetahuan sangat diperlukan kecepatan dalammengakses informasi,
maka diperlukan juga pegawai yang khusus menangani masalah informasi ini. Dalam organisasi
yang berpusat pada pengetahuan, setiap individu dalam organisasi perlu terus belajar dan sharing
pengetahuan tersebut dengan individu lain dalam organisasi, karena semua lapisan dalam
organisasi mempunyai peran penting dalam mengembangkan basis pengetahuan organisasi. Hal itu
perlu disadari mengingat banyak pemimpin bisnis yang percaya bahwa dalam era persaingan
ekonomi global, mereka perlu punya kemampuan mengkapitalisasi atas dasar skala ekonomi,
sumberdaya dan bakat yang tersedia dalam perusahaan sekaligus mengembangkan organisasi
yangbersifat fleksibel dan otonom. Satu hal yang penting dalam upaya tersebut adalah menjamin
bahwa setiap orang dalam organisasi memainkan perannya dalam mengembangkan, sharing, dan
menggunakan pengetahuan.
 Peran SDM dalam membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan
Sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam membangun budaya yeng
berpusat pada pengetahuan (knowledge-centric culture), dalam hubungan ini yang pelu diperankan
oleh SDM untuk menambah nilai adalah sebagai berikut (Linda Holbeche) :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 125


o Fokus pada pembentukan struktur yang tepat
o Mengembangkan kepemimpinan fasilitatif
o Membangun infrastruktut teknologi informasi
o Membina hubungan dengan pemasok.
Bidang lain yang dapat memberi pengaruh besar adalah memampukan budaya pengetahuan, serta
dapat menjadi katalis perubahan budaya, disamping itu SDM hendaknya membenatu membangun
infrastruktur yang dapat diterapkan dan memerlukan ketrampilan, ini dapat dilakukan dalam
konteks perlu adanya struktur dan desain organisasi, karir dan struktur karir, manajemen kinerja,
mengembangkan fokus belajar bagi organisasi, dan perencanaan suksesi.
Dengan demikian SDM mempunyai peran penting dalam mendorong perkembangan
organisasi menuju organisasi yang berpusat pada pengetahuan, melalui pembentukan budaya
organisasi yang mendukung pembangunan dan sharing pengetahuan. Secara spesifik SDM dapat
menambah nilai dengan mengambangkan program kesadaran akan pengetahuan, baik sebagai
aktivitas terpisah atau dengan mengintegrasikannya dengan program pengembangan organisasi
yang ada, dalam hubungan ini perlu dikomunikasikan tentang bagaimana organisasi membangun
kapabilitas manajemen pengetahuannya, menjamin kepemimpinan yang tepat dan menerima
dukungan pengembangan, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan dukungan untuk membangun
budaya yang mendorong pembelajaran terus menerus.
 Meninjau kembali belajar dalam Ekonomi pengetahuan
Dalam era ekonomi global dewasa ini tak ada satupun kepastian, karena kepastian itu
adalah perubahan, tanpa kemampuan untuk belajar terus menerus, maka SDM akan selalu
ketinggalan, dalam kondisi yang demikian, program pelatihan pegawai menurut Reg Revans
(1998) tidak dapat mengembangkan pegawai dalam lingkungan yang berubah sangat cepat, oleh
karena itu diperlukan juga program pengembangan bukan hanya pelatihan, pengembangan berbeda
dengan pelatihan, pengembangan mencakup :
o Motivasi diri dan pemikiran orang tentang dirinya
o Pendekatannya lebih holistik, dengan memperhatikan seluruh/segala situasi
o Melihat kebutuhan jangka panjang
o Tak ada jawaban benar ataupun salah.
Sementara pelatihan mencakup :
o Lebih spesifik dan berhubungan dengan kebutuhan belajar sekarang
o Menghasilkan perluasan akan kemampuan yang ada
o Dilakukan untuk anda dan kepada anda (kurang terarah pada yang dilatih)
Oleh karena itu dalam pengembangan SDM diperlukan pendekatan yang integral yang berfokus
pada praktek serta mencari pengungkit untuk mendukung belajar. Dalam hal ini diperlukan
pembelajaran dalam praktek kehidupan sehari-hari, dan untuk mendorong pembelajaran tersebut
ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan yaitu :
o Pertemuan tim
o Pertemuan dan perbincangan informal
o Kerja tim lintas sektoral
o Melalui siklus manajemen proyek
o Komunitas pelaksana
o Mengikuti kegiatan di ruang fisik yang didalamnya terjadi belajar
o memfasilitasi belajar melalui pemikiran informal dan ruang pembelajaran
o membangun lingkungan belajar untuk memfasilitasi eksperimen dan bermain
o membangun budaya mentoring
Untuk mendapat kesuksesan dalam bisnis perusahaan menyadari akan perlunya organisasi
yang responsif dan fleksibel namun tetap dapat berkelanjutan, dan hal ini jelas memerlukan
perubahan budaya. Dalam hal ini ada lima hal penting yang strategis untuk perubahan yaitu :
o modal pemikiran - kemampuan menerapkan ide secara bebas dalam perusahaan
o mindset - kemampuan menangani hal rumit, dan dapat bertindak dalam ketidakpastian

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 126


o diversity - pendekatan dilakukan dengan bervariasi dengan perspektif yang bervariasi pula
o budaya mentoring - kualitas kemembantuan dalam hubungan antar orang dalam perusahaan
o akuntabilitas bersama - punya penekanan yang tepat pada pengawasan seraya memberi
kebebasan orang bereksperimen dalam mengembangkan dengan berkonsultasi pada fihak lain
dalam hal belajar, perusahaan, organisasi perlu juga belajar dari fihak/organisasi/perusahaan lain
misalnya melalui benchmarking, atau belajar langsung dari spesialis organisasi lain.
Semua itu pada dasarnya merupakan upaya untuk menjadikan organisasi dapat belajar
untuk kepentingan pengembangan organisasi usahanya, memang upaya pencarian dalam
menciptakan ruang belajar baru makin meningkat, demikian juga upaya memaksimumkan
kesempatan belajar dalam praktek kehidupan sehari-hari. Semua itu merupakan langkah penting
dalam mengembangkan manajemen pengetahuan dalam manajemen SDM, dan hal tersebut akan
membantu membangun dan mengembangkannya melalui kesiapan untuk terjadinya perubahan
budaya, yakni budaya yang berpusat pada pengetahuan.
Memahami motivasi belajar diantara pekerja pengetahuan
Penjelasan sebelumnya lebih menekankan pada aspek organisasi dari belajar, belajar juga
mempunyai dimensi personal yang berkaitan dengan motivasi. Terdapat dua pendorong belajar
bagi profesional independen yaitu :
o Kebutuhan belajar yang diidentifikasi sendiri - belajar yang didasarkan pada kebutuhan
sendiri seperti untuk karir pribadinya
o Kebutuhan belajar yang diidentifikasi oleh orang lain - belajar untuk memenuhi kualifikasi
formal berkaitan dengan pekerjaan tertentu
Dalam melakukan pembelajaran profesional SDM mengelola belajarnya melalui beberapa
pendekatan yang umumnya bersifat informal yaitu :
o Belajar dengan dan dari profesional lain melalui pekerjaan spesifik tertentu.
o Belajar melalui observasi dari pekerjaan profesional lain
o Belajar dengan dan dari profesional lain melalui jejaring kerja
o Belajar melalui kegiatan menghasilkan pengetahuan eksplisit
o Belajar melalui proyek atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan
o Belajar melalui refleksi kritis
Dimensi motivasi dalam belajar memegang peran penting karena hal itu dapat menjadi pendorong
untuk belajar, sementara caranya belajar akan ditentukan oleh pilihan yang dirasa paling tepat
sesuai dengan keinginan SDM itu sendiri.
Bekerja dan belajar dalam komunitas praktek
Dalam era perubahan yang cepat dewasa ini, belajar harus lebih cepat dari perubahan
yang terjadi termasuk dari belajarnya pesaing, untuk itu diperlukan suatu komunitas praktek yang
memberikan kemungkinan belajar terjadi tanpa henti dan dengan kecepatan yang memadai.
Komunitas praktek umumnya berada dalam tempat kerja, dimana mereka mengembangkan dan
membentuk sendiri praktek-praktek. Menurut Wenger dalam bukunya Communities of Practice,
menyatakan bahwa komunitas praktek merupakan individu-individu yang berada dalam
lingkungan yang sama, punya asumsi atas pekerjaan yang sama, dan mereka mengembangkan
praktek bersama dalam cara bekerja dan mengerjakan sesuatu. Keterlibatan dalam komunitas
praktek berarti bertindak dan berpengetahuan atau tahu dan bertindak
Komunitas praktek menurut Wenger mempunyai tiga karakteristik yaitu : keterlibatan
timbal bail, kegiatan bersama, dan punya repertoir/kebiasaan yang didukung secara bersama.
Dalam memperkenalkan, memfasilitasi dan mendukung komunitas praktek, ada beberapa
pertimbangan penting yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut :
o Menilai dan mempersiapkan kondisi
o Mengidentifikasi jenis dan jumlah komunitas yang sudah ada.
o Jenis kegiatan membangun pengetahuan apa yang telah dilakukan
o Bagaimana komunitas berjalan, seberapa baik jalannya, dan bagaimana SDM dapat membantu
o Sadari masalah polotik berkaitan dengan komunitas
o Capai komitmen untuk anggota tim untuk ikut dalam aktivitas komunitas

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 127


o Yakinkan ada sponsor senior dalam komunitas
o Usulkan berbagai inovasi bagi komunitas praktek
o Fasilitator, pemimpin dan pendukung komunitas
o Koordinasi/administrator
o Anggota komunitas
o Asosiasi komunitas
o Fasilitator untuk membantu komunitas untuk tetap fokus dalam belajar
o Menyediakan anggaran yang diperlukan
Semua itu akan membantu dalam membangun komunitas pembelajar dalam rangka manajemen
pengetahuan, sehingga dapat berkembang terus dalam konteks lingkungan ekonomi global yang
berubah cepat, jika tidak terjadi pembelajaran yang kontinue, maka organisasi akan selalu
ketinggalan dan akan gagal dalam mengikuti arus persaingan yang ketat dalam bisnis global.
Membangun Kredibilitas dan Kapabilitas KM SDM
Salah satu hal yang penting dalam membangun dan mengembangkan manajemen
pengetahuan adalah perlunya menjamin bahwa mengelola pengetahuan menjadi bagian integral
dari kehidupan organisasi sehari-hari. Beberapa Manajer SDM yang diwawancari tentang SDM
menyatakan perlunya mewujudkan beberapa hal mendasar yaitu :
o Mulailah dengan rekrutmen gaya lama yang baik. Fokuskan pada pengetahuan yang dia miliki
o Yakinkan bahwa mereka berada sama/terbuka dengan orang lain yang berada dalam organisasi
o Fokus pada pembentukan ketrampilan yang diperlukan orang untuk dikerjakan dengan baik
o Yakinkan bahwa orang punya akses pada informasi dasar yang diperlukan untuk pekerjaannya
o Ciptakan kesempatan secara fisik untuk bekerja dekat dengan bagian berbeda dalam
organisasi, sehingga mereka dapat berinteraksi dan belajar lebih banyak tentang pekerjaan
organisasi secara keseluruhan.
o Komunikasikan apa yang dilakukan SDM dalam membantu organisasi mengembangkan basis
pengetahuannya
o Yakinkan bahwa SDM sudah diketahui
o Bekerjalah dalam kemitraan dengan kolega bisnis anda, seperti dengan bagian teknologi
informasi, pembiayaan, dan pemasaran.
Dalam upaya mengaitkan (link) antara manajemen pengetahuan dengan praktek SDM, dapat
dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut yaitu :
o Kerangka kompetensi
o Rekrutmen dan seleksi
o Induksi
o Manajemen kinerja
o Imbalan dan pengakuan
o Manajemen sumberdaya
o Lingkungan belajar
o Pelatihan dan pengembangan
o Manajemen karir
o Retensi
upaya mengaitkan tersebut, memerlukan jaminan bahwa semuanya dipandang sama penting, dan
jangan sampai terjadi perubahan praktek dalam satu bidang berdampak negatif bagi bidang SDM
lainnya.
Ketahui apa yang kita tahu
Dengan menggunakan istilah tacit dan eksplisit, Nonaka dan Takeuchi (1995),
mengidentifikasi empat transisi pengetahuan yaitu :
o Tacit ke tacit melalui sosialisasi dalam bentuk percakapan, observasi dan sejenisnya
o Tacit ke eksplisit melalui kodifikasi atau eksternalisasi pengetahuan yang dimiliki secara
pribadi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 128


o Eksplisit ke eksplisit melalui kombinasi bentuk pengetahuan yang dikodifikasikan
o Eksplisit ke tacit melalui internalisasi dokumen oleh agen manusia
Penjelasan di atas menggambarkan bahwa tindakan mengetahui manusia merupakan masalah yang
kompleks, dan untuk memahami hal ini ada tiga aturan atau penafsiran tentang praktek manajemen
pengetahuan yaitu :
o Pengetahuan hanya dapat diperoleh secara sukarela
o Kita selalu mengetahui lebih dari yang kita katakan dan kita akan selalu mengatakan lebih
daripada yang dapat kita tuliskan
o Kita hanya mengetahui apa yang kita tahu ketika kita memerlukan untuk mengetahuinya.
Memang diakui bahwa bahasa pengetahuan amat penting baik untuk penemuan maupun
penggunaan, disamping konteks dimana kita mengetahui sesuatu. Dalam hal ini bahasa pertanyaan
punya peran dalam menyediakan konteks tambahan dan mendorong cara berfikir yang masuk akal
atas masalah yang ditanyakan. Pertanyaan ASHEN dimaksudkan untuk mencapai hal tersebut,
namun perlu ditegaskan bahwa ASHEN berkaitan dengan cara melihat sesuatu dari perspektif yang
berbeda untuk menjelaskan respon, dan bukan model pengkategorian dimana pengetahuan
merupakan artefak atau heuristik, tapi sebagai alat untuk menjelaskan respons. ASHEN itu sendiri
berarti sebagai berikut :
o Artefact, Art - hasil seni dan pekerjaan manusia
o Skill - keahlian, kemampuan praktis, fasilitas dalam mengerjakan sesuatu
o Heuristic - upaya menemukan
o Experience - Observasi aktual atau pengenalan praktis dengan fakta atau kejadian,
pengetahuan yang dihasilkan dari hal tersebut
o Natural Talent - yang ada dalam alam, bukan tiruan, apa adanya. Talent - bakat khusus,
kemampuan mental.
Istilah ASHEN tersebut dapat digunakan untuk melihat keseimbangan antara pengetahuan tacit
dengan pengetahuan eksplisit, pengetahuan tacit merupakan bidang besar dalam tataran Natural
Talent, sedang Pengetahuan eksplisit bagian besarnya terdapat dalam tataran Artefact.
Pengetahuan berbeda dari proses dia merupakan proses evolusi. Penciptaan peta
pengetahuan akan selalu menghasilkan pengetahuan yang rentan. Pemetaan pengetahuan adalah
menciptakan serangkaian lensa untuk memperoleh strategi pengetahuan organisasi, lensa
utamanya adalah :
o Pemetaan objek pengetahuan dalam hubungannya dengan kegiatan utama organisasi
o Pandangan komunitas dan struktur yang memiliki atau menciptakan pengetahuan, baik formal
maupun informal
o Pemahaman akan arus pengetahuan dan ketergantungan informasi antara komunitas dan
struktur
Membangun Alat Manajemen Pengetahuan
Agar SDM dapat memainkan peran strategis dalam membangun budaya yang berpusat
pada pengetahuan, maka salah satu hal yang penting adalah menggunakan dan menerapkan alat-
alat yang tepat. Beberapa alat-alat dasar itu adalah sebagai berikut :
o Siklus konsultansi - dengan langkah-langkah : Memperoleh entri, melakukan kontrak,
mengumpulkan data, menganalisis data, menumbuhkan opsi perencanaan untuk perubahan,
dan melaksanakannya.
o Siklus perubahan - terdiri dari : reluktansi, kesadaran, minat, uji coba mental, praktek dalam
kehidupan nyata, pelaksanaan, komitmen, dan integrasi
o Cara-cara berfikir dalam situasi menantang - menggunakan enam topi berfikir dari De Bono
o Pertanyaan-pertanyaan untuk memfasilitasi belajar transformatif melalui teknik bertanya
divergensi untuk menumbuhkan kesadaran, memunculkan pilihan, membuat hubungan baru,
dan mendorong berfikir bebas
Adapun alat-alat untuk membuka dialog adalah :
o Model belajar yang dikelola sendiri

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 129


o Inkuiri apresiatif - seni tentang hal yang tidak mungkin. Menurut Cooperrider (1998)
perubahan yang sukses memerlukan : kebaruan, kesinambungan, dan transisi.
Alat-alat untuk memfasilitasi sharing pengetahuan tacit yaitu :
o Review sesudah kegiatan
o Review pembelajaran sesudah proyek berakhir
o Bercerita
Alat-alat untuk mengidentifikasi sumberdaya pengetahuan kunci dan para pemainnya adalah
melalui Analisis jejaring sosial
Menggunakan teknologi secara bijak
Meskipun diakui bahwa teknologi berperan penting dalam mengelola pengetahuan,
namun hal itu bukanlah suatu solusi total. Menurut Rob Van der Spek dan Jan Kingma (1999)
strategi organisasi dalam mengelola pengetahuan hendaknya mencakup/memperhatikan dua
bidang yaitu :
o Eksploitasi dan aplikasi pengetahuan yang ada, dan
o Menciptakan pengetahuan baru, termasuk membangun kapabilitas menciptakan pengetahuan
baru yang lebih cepat dibanding masa lalu
Oleh karena itu penggunaan teknologi bukanlah segalanya, penggunaan teknologi perlu dilakukan
secara hati-hati dan bijaksana. Ada beberapa tip penting untuk para praktisi berkaitan dengan
penggunaan teknologi yaitu :
o Fahami nilai informasi yang dimiliki
o Jadilah pengelola yang lebih baik dalam mengelola informasi
o Sederhanakanlah
o Perlakukan mengelola pengetahuan sebagai tugas yang dapat dialihkan, oleh karenanya
diperlukan alokasi waktu
o Sediakan alat-alat dasar dan latihlah orang cara menggunakannya
o Kaji kemungkinan mengadaptasi sistem yang ada untuk menyediakan pengetahuan tepat
waktu pada saatnya
o Yakinlah bahwa sistem manajemen pengetahuan merupakan kebutuhan nyata
o Cobakan sistem baru pada kelompok kecil yang representatif sebelum menerapkannya lebih
luas
o Belajarlah dari kesalahan orang lain
o Yakinlah bahwa sistem manajemen pengetahuan berinteraksi dengan sistem yang ada
Dalam konteks tersebut penggunaan teknologi harus diarahkan pada upaya untuk menghubungkan
orang-orang dalam organisasi agar kinerja organisasi makin efektif, untuk itu pilihan teknologi
harus mengacu pada kepentingan tersebut.
Meningkatkan aset intelektual dalam organisasi menjadi konsern strategi kunci bagi
banyak pemimpin bisnis, dan akan menjadi salah satu prioritas berkaitan dengan SDM. Kebutuhan
akan pengelolaan pengetahuan telah punya dampak langsung bagi beberapa jenis bisnis. Namun
demikian mengelola pengetahuan telah berkembang menjadi agenda yang lebih tinggi, organisasi
publik pun ddidorong untuk berorentasi kinerja dalam menjalankan organisasinya dengan
pendekatan yang lebih berfokus pada pelanggan. Dalam kontek perkembangan organisasi SDM
dapat membantu organisasi mengembangkan dan mempertahankan aset pengetahuannya melalui :
o Membantu organisasi mencapai kejelasan berkaitan dengan budaya yang berorientasi
pengetahuan
o Fokus pada apa yang benar-benar dibutuhkan untuk berubah/dirubah
o SDM perlu mereview peranannya dan tanggungjawabnya berkaitan dengan pembangunan
budaya yang berpusat pada pengetahuan
o Membantu organisasi meninjau kembali asumsi tentang belajar dan bagaimana memfasilitasi
belajar dalam bisnes berbasis pengetahuan
o SDM perlu mengkaji ulang praktek intinya untuk menjamin hal itu terkait dengan pendekatan
manajemen pengetahuan organisasi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 130


o SDM perlu mengkaji ulang kompetensi yang dimilikinya untuk menjamin telah cukup
dikembangkan guna melengkapi mereka dengan peran dan tanggungjawab baru dalam era
pengetahuan
Akhirnya SDM perlu mengembangkan inat, pemahaman dan keakhlian dalam menerapkan
peralatan temasuk yang bersifat teknologi untuk membantu mereka mencapai tujuan manajemen
pengetahuan strategis organisasi. Ini berarti bahwa SDM perlu melakukan investasi untuk
perkembangan dirinya sendiri, dan kini waktunya telah tiba bagi SDM untuk menunjukan
kapabilitas dan memerankan model prilaku yang dibutuhkan untuk survive dalam ekonomi
pengetahuan.
INOVASI PENDIDIKAN
Pengertian Inovasi
Inovasi adalah an idea, practice or object thatperceived as new by an individual or other unit of
adoption. Menurut Prof. Azis Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi
baru, inovasi merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa ide,
proses dan produk dalam berbagai bidang. Contoh bidangnya adalah : Managerial, Teknologi, dan
Kurikulum
 Menurut Miles karakteristik inovasi adalah
o Deliberate
o Novel
o Specific
o Direction to goal attaintment
 Aspek pokok yang mempengaruhi inovasi adalah :
o Struktur
o Prosedur
o Personal
 The essence of Educational Innovation

Educational Innovation

Gagasan Methods/Management Technology

Improvement Quality of Education Solving Edu. Problem

dengan melihat bagan tersebut, dapatlah dipahami bahwa inovasi pendidikan dapat berbentuk
gagasan, metode , dan teknologi. Gagasan pada dasarnya dapat menjadikan sesuatu yang baru
dalam pelaksanaan pendidikan, baik itu bersifat penambahan maupun perbaikan terhadap ektivitas
pendidikan yang terjadi. Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan,
meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah
yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan. Dengan demikian metode baru atau cara baru dalam
melaksanakan metode yang ada seperti dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya
meningkatkan efektivitas pembelajaran. Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu
diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur
supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan
pendidikan.
Inovasi Dalam Pendidikan
 Praktisi Pendidikan dapat dikelompokan ke dalam :
1. Administrator terdiri dari :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 131


a. Principal
b. Superintendent
2. Teacher
 Dalam hal penerimaan atau sikap terhadap perubahan dua kelompok ini mempunyai
pandangan dan sikap yang tidak selalu sama, karena peran yang dimainkan dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan berbeda dan lingkungan kerja yang sering dijalani masing-
masing juga berbeda
 Menurut Ernest R House, dalam pendidikan Administrator (Kepala dan Pengawas lebih
mudah menerima inovasi disbanding guru karena :
1. Sosial interaction inhibit diffusion across professional boundaries
2. Teacher remain isolated in classroom which does not enhance the diffusion of new idea
within the profession
3. Never adopt innovation as a whole, only bits and pieces
4. Passive adopter
 Dalam konteks Indonesia, inovasi pendidikan umumnya merupakan suatu gerakan yang
bersifat top down,dalam arti inisiatif dalam melakukan inovasi selalu dating dari pihak
pemerintah
Proses Inovasi
Proses Inovasi berkaitan dengan bagaimana suatu inovasi itu terjadi, di sini ada unsure
keputusan yang mendasarinya, oleh karena itu proses inovasi dapat dimaknai sebagai proses
keputusan Inovasi (Innovation decision Process). Menurut Everett M Rogers proses keputusan
inovasi adalah the process through which abn individual (or other decision making unit) passes
from first knowledge of an innovation,to forming an attitude toward the innovation, to a decision
to adopt or reject, to implementation of the new ide, and to confirmation of this decision
Adapun model keputusan inovasi adalah :

.
KNOWLEDGE

PERSUASION

DECISION

IMPLEMENTATION

CONFIRMATION

Prinsip-prinsip Komunikasi dalam proses inovasi


1. Mass media lebih penting/efektif pada tahap Knowledge
2. Komunikasi interpersonal lebih penting/efektif pada tahap Persuasion
3. Mass media lebih penting/efektif untuk adopter pemula
Atribut Dan Sumber-Sumber Inovasi
 Terdapat lima atribut inovasi :
1. Relative Advantage
2. Compatibility
3. Complexity
4. Trialibility
5. Observability
1. Kondisi dimana inovasi dipandang lebih baik dari ide sebelumnya,yang nampak dari
keuntungan ekonomis, pemberian status, atau cara lainnya

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 132


2. Keadaan dimana suatu inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman
masa lalu, dan kebutuhan potensil adopter, atau inovasi itu dipandang sesuai dengan : 1) Socio
cultural value and belief; 2) Previously introduces idea; 3) Clients needs for innovation
3. Keadaan dimana inivasi dipandang secara relative sulit difahami dan digunakan. Keadaan ini
berpengaruh negatif terhadap tingkat adopsi.
4. Keadaan dimana suatu inovasi dapat diuji secara terbatas, kondisi ini berhubungan positif
dengan tingkat adopsi.
5. Keadaan dimana hasil suatu inovasi dapat dilihat orang lain. Kondisi ini berhubungan secara
positif dengan tingkat adopsi
 Disamping hal tersebut di atas tingkat adopsi juga dipengaruhi oleh :
1. Tipe keputusaninovasi (optional, kolektif, otoritas)
2. Communication (Saluran komunikasi)
3. Nature of Sosial system ( Norma, tingkat hubungan sosial)
4. Extent of Change agents (upaya promosi)

Keinovatifan dan Kategori Penerima Inovasi


Keinovatifan (Innovativeness) adalah the degree to which an individual or other onit of adoption
is relativelyearlier in adopting new ideas than other member of a system (Everett M Roger)
 Kategori Adopter :
1. Innovator
2. Early adopter
3. Early majority
4. Late majority
5. Laggards
 Ciri-cirinya :
1. Innovator :
o Very eager to try new ideas
o Desire the hazardous, the rash, thedaring, risky
o Kosmopolitan
2. Early adopter
o Lokalist
o Has the greater degree of opinion leader (berperan to decrease uncertainty about new
idea by adopting it)
3. Early Majority
o Deliberate before adopting a new idea
o Follow with deliberate willingness in adopting innovation, seldom lead
4. Late majority
o Adopt after average number of sosial system
o Approach innovation with skeptical
5. Laggards
o Reference to the past, including in decision making
o Traditional
o Suspicious to innovation and change agent
Keutamaan Kontak Personal Dalam Inovasi Pendidikan
Kontak personal mempunyai kedudukan yang penting dalam difusi atau komunikasi
inovasi, menurut Ernest R House Kontak personal is essential to the propagation of innovation.
Menurut Torsten Hagerstrand difusi inovasi terjadi dalam cara yang teratur dengan
melalui tiga tahapan yaitu :
1. Initial agglomeration (local concentration of acceptance of innovation)
2. Secondary agglomeration (innovation disseminated radially from initial
agglomeration).
3. Saturation (growth ceased, innovation had finished diffusing)
 Macam-macam kontak
1. Indirect contact. Suffice to spread simple, well structured, routine information

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 133


2. Direct (face to face) contact. Much more effective where there is element of
uncertainty or when results are unpredictable.
 Menurut Thelen ada tiga tahap dalam difusi Pendidikan yaitu :
1. Enthusiasm
2. Vulgarization/spread
3. Institutionalization
Jenis Inovasi
 Dilihat dari pemerannya inovasi dapat dibagi dua yaitu :
1. Household innovation
2. Entrepeneurial innovation
 Inovasi entrepreneur adalah inovasi yang mempunyai akibat langsung bagi orang lain
diluar adopter nya.
 Inovasi Rumah tangga (household) merupakan inovasi individu, seperti inovasi guru di
kelas, dan bisaanya tersebar dari individu ke individu.
 Di masyarakat pedesaan yang masih bersifat homogin masalah jarak menjadi faktor yang
dapat merintangi difusi inovasi
 Dalam masyarakat kota, status sosial menjadi rintangan yang lebih signifikan daripada
jarak.
Menurut Pederson (1970) terdapat empat proses (sub proses) dalam model untuk menjelaskan
keteraturan difusi yaitu
1. Exposure to the innovation
2. A general willingness to adopt innovation
3. The economic and technical feasibility of an innovation, and
4. The presence of a potential entrepreneur

Proses Pengambilan Keputusan Inovasi


 Proses keputusan Inovasi (Innovation decision Process). Menurut Everett M Rogers proses
keputusan inovasi adalah the process through which and individual (or other decision making
unit) passes from first knowledge of an innovation,to forming an attitude toward the
innovation, to a decision to adopt or reject, to implementation of the new ide, and to
confirmation of this decision
 Pembuatan keputusan inovasi dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor individu maupun
faktor lingkungan, sehingga dalam kenyataannya tidak mudah, ini berarti bahwa diperlukan
upaya untuk menanamkan pemahaman akan pentingnya inovasi
 Pemahaman yang baik akan membantu memudahkan pembentukan sikap positif terhadap
inovasi, sehingga dengan sikap tersebut akan menjadikan keputusan mengadopsi manjadi
lebih mudah.
Adapun model keputusan inovasi adalah :

KNOWLEDGE
.

PERSUASION

DECISION

IMPLEMENTATION

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 134


CONFIRMATION

Elemen-Elemen Difusi
Terdapat beberapa elemen penting dalam suatu proses difusi yaitu :
 Innovation
 Communication channel
 Time
 Sosial system (E.M. Rogers. 1983:10)
Difusi pada dasarnya merupakan suatu komunikasi khas berkaitan dengan inovasi, oleh
karena itu difusi secara inheren mencakup unsur inovasi itu sendiri dengan berbagai
karakteristiknya. Dalam proses komunikasi tersebut unsur saluran komunikasi memegang peranan
penting sebagai sarana pertukaran informasi, bentuk saluran yang dipergunakan dalam suatu difusi
akan berpengaruh terhadap efektivitas difusi itu sendiri.
Proses komunikasi inovasi bukan suatu yang gampang bila dikaitkan dengan tingkat
adopsinya, ini akan memerlukan waktu, bahkan komunikasinya itu sendiri sulit dilakukan
serempak untuk setiap daerah tempat adopter potensial berada. Hal ini akan sangat terasa bila
suatu daerah mempunyai sebaran geografis yang luas dan tersebar, sehingga unsur waktu menjadi
penting untuk diperhatikan dalam proses difusi.
Karena difusi terjadi dalam suatu masyarakat yang mempunyai sistem sosial tertentu,
maka dimensi sosial masyarakat akan berpengaruh juga pada tingkat penyebaran inovasi. Sistem
sosial yang beragam cenderung punya sikap yang berbeda dalam memandang inovasi, oleh karena
itu jika suatu inovasi ingin sukses dikomunikasikan pada masyarakat, maka pemahaman sistem
sosial yang berlaku perlu diperhatikan.
Kesulitan Yang Sulit Dihindari Guru Dalam Inovasi Pendidikan
Dalam menyikapi inovasi pendidikan guru mempunyai kekhasan tersendiri dibanding
dengan SDM pendidikan lainnya seperti petugas administrasi atau birokrat pendidikan. Menurut
Ernest R House (1974:12) praktisi pendidikan dapat dibagi dalam dua kelompok yakni
Administrator dan guru, dimana administrator cenderung lebih cepat menerima inovasi
dibandingkan dengan guru, lebih lanjut beliau menyatakan ”Teachers, however remain isolated in
classroom within school, which does not enhance the diffusion of new ideas within the profession.
In term s of epidemiology, if a teacher were infected with an innovation, it would be difficult for
him to pass it on except to teachers in his school who would, in turn, be isolated from other
profession. (Ernest R House. 1974:13)
Dengan memahami kutipan di atas nampak bahwa penyebaran inovasi melaui guru akan
lambat mengingat sulitnya penyebaran lintas profesi. Selain itu dalam memandang dan menerima
inovasi, guru nampaknya mengalami kesulitan mengingat pelaksanaan tugas yang cenderung rutin
serta sering berupa pengulangan proses yang menjadikan sikap statis dan sulit berubah disamping
hal-hal lain yang nampaknya masih kurang mendorong inovasi seperti :
 Tidak adanya reward bagi guru yang inovatif
 Fasilitas dan anggaran sekolah yang terbatas dalam mendukung dan mendorong guru
berinovasi
 Keinovativan belum menjadi ukuran dalam menilai kinerja guru, sehingga dianggap
bersifat sukarela, tidak dianggap suatu yang perlu bagi peningkatan kualitas
pembelajaran.
Inovasi Dalam Organisasi
 Proses inovasi dalam organisasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan seseorang mulai
dari mengenal inovasi sampai menerapkannya
 Dampak inovasi bagi organisasi

ORGANISASI

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 135


Prestis rendah Prestis tinggi Inovasi dipengaruhi

Meniru Inovasi Desain, Kegunaan, dan


Implikasi
 Sikap Organisasi terhadap inovasi :
o Diambil yang menguntungkan
o Dibatasi oleh sumber yang terbatas
 Faktor-faktor yang berpengaruh pada kepekaan inovasi dalamorganisasi :
o Ukuran dan struktur organisasi
o Kompleksitas dan formalitas organisasi
o Fleksibilitas organisasi
o Human relation
o Karakteristik pimpinan
o Faktor eksternal organisasi
 Tipe pengambilan keputusan inovasi dalam organisasi
o Keputusan otoritas
o Keputusan kolektif
Konsekwensi-Konsekwensi Inovasi
 Konsekwensi langsung dari inovasi adalam perubahan, dengan inovasi masyarakat akan
belajar hal baru dan dengan itu maka pola kerja dan pola hubungan sosial pun akan
mengalami perubahan.
 Menurut E.M Rogers terdapat beberapa klasifikasi akibat/konsekwensi dari inovasi yaitu :
o Desirable versus undesirable consequences (Konsekwensi yang diinginkan versus
konsekwensi tak diinginkan)
o Direct versus indirect consequences (konsekwensi langsung vs tidak langsung)
o Anticipated versus unanticipated consequences ( konsekwensi terantisipasi versus
konsekwensi tang terantisapasi)
 Konsekwensi yang diinginkan adalah efek fungsional dari suatu inovasi bagi individu maupun
sistem sosial. Sedang konsekwensi yang tidak diinginkan merupakan efek fungsional inovasi
bagi individu maupun sistem soaial.
 Konsekwensi langsung adalah perubahan-perubahan pada individu maupun sistem sosial yang
terjadi sebagai respon segere atas inovasi. Sedangkan konsekwensi tidak langsung merupakan
perubahan yang terjadi pada individu atau sitem sosial sebagai akibat dari konsekwensi
langsung.
 Konsekwensi yang terantisipasi adalah perubahan-perubahan akibat inovasi yang diketahui
dan diharapkan oleh anggota-anggota dari suatu sistem sosial. Sedang konsekwensi yang tak
terantisipasi adalah perubahan-perubahan yang terjadi akibat inovasi yang tidak diketahui
sebelumnya serta tidak diharapkan oleh suatu sistem sosial
Ekonomi Politik Inovasi
 Inovasi merupakan suatu hal yang penting dalam modernisasi dan bagi pembangunan
ekonomi masyarakat
 Transformasi pendidikan menjadi modern menurut Travers punya keuntungan-keuntungan
yaitu :
o Membuat pendidikan makin efisien dan produktif, sehingga mengurangi biaya dalam
proses pendidikan
o Melatih siswa untuk menjalankan dan hidup dalam suatu masyarakat industri yang terus
berkembang
 Fungsi inovasi dalam masyarakat industri modern adalah untuk meningkatkan produktivitas,
karena inovasi merupakan darah kehidupan dalam suatu masyarakat industri.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 136


 Pembangunan ekonomi yang terjadi menuntut orang untuk terus belajar sesuatu yang baru,
karena tidak mungkin hanya mengandalkan pada kemampuan yang sudah dimiliki
sebelumnya
 Dalam konteks nasional pengembangan inovasi sangat tergantung pada kebijakan dan
keinginan politik pemerintah, mengingat inovasi bisa membawa perubahan yang signifikan
bagi perkembangn politik suatu bangsa, terutama kaitannya dengan keterbukaan informasi,
yang dapat berpengaruh pada pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam bernegara.
 Penyebaran inovasi dan aplikasinya akan menmbuhkan sikap keinovatifan masyarakat,
dengan demikian sikap yang terbuka untuk selalu menerapkan hal buru akan sangat membantu
dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan
Moralitas Inovasi
 Dalam pemahaman abstrak inovasi selalu bersifat baik, namun dalam pelaksanaannya bisa
menimbulkan hal-hal yang secara moral tidak adil, sebagaimana diungkapkan oleh Ernest R.
House (1974 : 303) ”one of the feature of the modern system is that those who must most
forcefully bear the burden of perpetual innovation receive the fewest tangible reward from the
process, while those higher in the vertical division of labor benefit most.
 Dalam konteks tersebut, maka nilai keadilan dalam penerapan inovasi perlu mendapat
perhatian, hal ini agar inovasi tidak menjadikan situasi ssosial timpang yang akan berakibat
pada terjadinya hambatan difusi inovasi.
 Dalam penerapan inovasi, aspek nilai-nilai budaya setempat perlu dikaji dan difahami dengan
cermat guna menghindari inovasi yang tidak atau kurang sesuai dengan nilai moral
masyarakat setempat. Apabila nilai setempat tidak difahami maka kemungkinan beasar
inovasi tidak akan dapat dilaksanakan dan bahkan akan menimulkan resistensi dari sistem
ssosial.
 Dalam aspek pendidikan, masalah kemanusian mesti menjadi konsern utama dalam
pengembangan inovasi, meskipun tuntutan ekonomi makin kuat, oleh karena itu meskipun
inovasi penting dalam pembangunan ekonomi, namun aspek kemanusiaan tidak boleh menjadi
korban. Menurut Ernest R. House (1974 : 303) “…education primarily pursue its own
humanistic values, eventhough it is subject to some economic criteria. To abandon humanistic
values would be an immoral act for education itself.
Inovasi Dalam Berbagai Bidang Pendidikan
 Dalam bidang pendidikan telah banyak inovasi yang dicoba diaplikasikan dalam tataran
proses pendidikan, di Indonesia ada beberapa inovasi pendidikan yang dicoba dilaksanakan
melalui kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Berikut ini beberapa contoh :
o Manajemen Berbasis Sekolah
o Kurikulum berbasis kompetensi
o Life skill
o Broad base education
o Accelerated learning
o Muatan lokal
 Sementara itu dalam menyikapi perkembangan teknologi, banyak sekolah yang menerapkan
atau menggunakan hasil perkembangan treknologi dalam memperbaiki proses pembelajaran,
seperti penggunaan media dengan basis teknologi.
 Disamping hal tersebut, dalam bidang pengelolaan sistem informasi pendidikan di sekolah,
banyak yang sudah menerapkan teknologi modern dalam memudahkan penataan informasi,
sehingga diharapkan kegiatan pendidikan dapat meningkat kualitasnya, di samping tidak
ketinggalan dengan perkembangan pesat dalam kehidupan masyarakat.
 Untuk itu pimpinan sekolah perlu memahami inovasi dan pentingnya inovasi serta mampu
menciptakan situasi kondusif bagi perkembangan inovasi ke depan, sehingga guru dapat
terdorong untuk berinovasi demi memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia
 Dalam proses keputusan inovasi terdapat beberapa Prinsip Komunikasi dalam proses inovasi
1. Mass media lebih penting/efektif pada tahap Knowledge. Ini berarti bahwa pada tataran
pengetahuan informasi melalui media masa sangat penting dan efektif, oleh karena itu

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 137


apabila suatu inovasi baru merupakan suatu yang perlu diketahui, maka proses sosialisasi
menggunakan media masa perlu dilakukan
2. Komunikasi interpersonal lebih penting/efektif pada tahap Persuasion. Ini berarti bahwa
pada tahap persuasi diperlukan penjelasan yang lebih rinci dan dapat dipahami, ole karena
itu bentuk komunikasi interpersonal menjadi cara yang efektif dalam melakukan persuasi
3. Mass media lebih penting/efektif untuk adopter pemula. Bagi adopter awal jelas
diperlukan pengetahuan awal yang cukup berkaitan dengan inovasi sehingga penggunaan
media masa penting mengingat juga jangkauan yang luas sehingga dapat mempengaruhi
banyak orang yang diharapkan dapat mengadopsi inovasi.
 Dalam dunia pendidikan secara teoritis punya kemungkinan pembuatan keputusan inovasi
dapat lebih cepat, akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian, bahkan cenderung kurang
mengapresiasi inovasi dan lebih suka melakukan kegiatan seperti yang bisaa dilakukan. Untuk
itu diperlukan langkah tepat guna mendorong perubahan kea rah sikap yang lebih positif
terhadap inovasi.
METODOLOGI PENELITIAN
Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas
pendekatan/desain penelitian apa yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar penelitian
tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan kokoh dilihat dari sudut metodologi penelitian,
disamping pemahaman hasil penelitian yang akan lebih proporsional apabila pembaca
mengetahui pendekatan yang diterapkan.
Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan
mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian yang akan diterapkan. Tidak semua obyek
dan masalah penelitian bisa didekati dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman
pendekatan lain yang berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti tidak pas atau
kurang sempurna dengan satu pendekatan maka pendekatan lain dapat digunakan, atau bahkan
mungkin menggabungkannya.
Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut paradigma penelitian
yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Dari segi
peristilahan para akhli nampak menggunakan istilah atau penamaan yang berbeda-beda meskipun
mengacu pada hal yang sama, untuk itu guna menghindari kekaburan dalam memahami kedua
pendekatan ini, berikut akan dikemukakan penamaan yang dipakai para akhli dalam penyebutan
kedua istilah tersebut seperti terlihat dalam tabel 1 berikut ini :
Quantitative and Qualitative Research : Alternative Labels
Quantitative Qualitative Authors
Rasionallistic Naturalistic Guba &Lincoln (1982)
Inquiry from the Outside Inquiry from the inside Evered & Louis (1981)
functionalist Interpretative Burrel & Morgan (1979)
Positivist Constructivist Guba (1990)
Positivist Naturalistic-ethnographic Hoshmand (1989)
Sumber : Julia Brannen (Ed): 1992 : 58)
Sementara itu Noeng Muhadjir (1994 : 12) mengemukakan beberapa nama yang
dipergunakan para ahli tentang metodologi penelitian kualitatif yaitu: grounded research,
ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau
holistik . perbedaan tersebut dimungkinkan karena perbedaan titik tekan dalam melihat
permasalahan serta latar brlakang disiplin ilmunya, istilah grounded research lebih berkembang
dilingkungan sosiologi dengan tokohnya Strauss dan Glaser (untuk di Indonesia istilah ini
diperkenalkan/dipopulerkan oleh Stuart A. Schleigel dari Universitas California yang pernah
menjadi tenaga ahli pada Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu soaial Banda Aceh pada tahun
1970-an), ethnometodologi lebih berkembang di lingkungan antropologi dan ditunjang antara lain
oleh Bogdan , interaksi simbolik lebih berpengaruh di pantai barat Amerika Serikat dikembangkan
oleh Blumer, Paradigma naturalistik dikembangkan antara lain oleh Guba yang pada awalnya
memperoleh pendidikan dalam fisika, matematika dan penelitian kuantitatif.
Secara lebih rinci Patton (1990 : 88) mengemukakan-penamaan- macam-macam
penelitian kualitatif (Qualitative inquiry) berdasarkan tradisi teoritisnya yang diuraikan dalam
bentuk tabel sebagai berikut :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 138


variety in qualitative Inquiry : Theoritical traditions
No Perspektif Akar Ilmu Pertanyaan Utama
1 Ethnography Anthropology Apa kebudayaan masyarakat ini ?
Apa struktur dan esensi pengalaman atas
2 Phenomenology Philosophy
gejala-gejala ini bagi masyarakat tersebut?
Apa pengalaman saya mengenai gejala-gejala
ini dan apa pengalaman essensial bagi yang
3 Heuristics Psikologi Humanistik
lain yang juga mengalami gejala ini secara
intens ?
Bagaimana orang memahami kegiatan sehari-
4 Ethnomethodology Sosiology hari mereka sehingga berprilaku dengan cara
yang dapat diterima secara sosial ?
Apa simbul dan pemahaman umum yang telah
Symbolic
5 Psikologi sosial muncul dan memberikan makna bagi interaksi
interactionism
sosial masyarakat

Bagaimana orang-orang mencapai tujuan


Echological
6 Psikologi lingkungan mereka melalui prilaku tertentu dalam
Psychology
lingkungan yang tertentu ?
Bagaimana dan kenapa sistem ini berfungsi
7 System theory interdisipliner
secara keseluruhan ?
Chaos theory:
Fisika teoritis : ilmu- Apa yang mendasari keteraturan gejala-gejala
8 non -linier
ilmu alam yang tak teratur jika ada ?
dynamics
Apa kondisi-kondisi yang melahirkan prilaku
Teologi, filsafat, kritik
9 Hermeneutics atau produk yang dihasilkan yang
sastra
memungkinkan penafsiran makna ?
Orientaional, Ideologi, ekonomi Bagimana perspektif ideologi seseorang
10
qualitative politik berujud dalam suatu gejala ?

Dalam perkembangannya, belakangan ini nampaknya istilah penelitian kualitatif telah


menjadi istilah yang dominan dan baku, meskipun mengacu pada istilah yang berbeda dengan
pemberian karakteristik yang berbeda pula, namun bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat
saling melengkapi/memperluas dalam suatu bingkai metodologi penelitian kualitatif.
Oleh karena itu dalam wacana metodologi penelitian, umumnya diakui terdapat dua
paradigma utama dalam metodologi penelitian yakni paradigma positivist (penelitian kuantitatif)
dan paradigma naturalistik (penelitian kualitatif), ada ahli yang memposisikannya secara
diametral, namun ada juga yang mencoba menggabungkannya baik dalam makna integratif
maupun bersifat komplementer, namun apapun kontroversi yang terjadi kedua jenis penelitian
tersebut memiliki perbedaan-perbedaan baik dalam tataran filosofis/teoritis maupun dalam tataran
praktis pelaksanaan penelitian, dan justru dengan perbedaan tersebut akan nampak kelebihan dan
kekurangan masing-masing, sehingga seorang peneliti akan dapat lebih mudah memilih metode
yang akan diterapkan apakah metode kuantitatif atau metode kualitatif dengan memperhatikan
obyek penelitian/masalah yang akan diteliti serta mengacu pada tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.
Meskipun dalam tataran praktis perbedaan antara keduanya seperti nampak sederhana dan
hanya bersifat teknis, namun secara esensial keduanya mempunyai landasan
epistemologis/filosofis yang sangat berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan
penelitian yang mewakili paham positivisme, sementara itu penelitian kualitatif merupakan
pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis). Untuk lebih memahami
landasan filosofis kedua paham tersebut, berikut ini akan diuraiakan secara ringkas kedua aliran
faham tersebut.
Positivisme

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 139


Positivisme merupakan aliran filsafat yang dinisbahkan/ bersumber dari pemikiran
Auguste Comte seorang folosof yang lahir di Montpellier Perancis pada tahun 1798, ia seorang
yang sangat miskin, hidupnya banyak mengandalkan sumbangan dari murid dan teman-temannya
antara lain dari folosof inggeris John Stuart Mill (juga seorang akhli ekonomi), ia meninggal pada
tahun 1857. meskipun demikian pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan
dalam tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive (Kursus filsafat positif) dan
Systeme de Politique Positive (Sistem politik positif).
Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga
tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan
Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif
Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada tingkatan ini manusia belum bisa
memahami hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian dialam semesta
merupakan akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan yang dapat
dilakukan adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai bencana. Tahapan ini terdiri
dari tiga tahapan lagi yang berevolusi yakni dari tahap animisme, tahap politeisme, sampai dengan
tahap monoteisme.
Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada dasarnya tingkatan ini merupakan suatu
variasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan kekuatan-
kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini manusia mulai
menemukan keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan bencana dapat dicegah
dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak bala/bencana.
Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan ini manusia sudah menemukan
pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada tahapan pertama manusia selalu
dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam semesta, pada tahap kedua manusia mencoba
mempengaruhi kekuatan yang mengatur alam semesta, maka pada tahapan positif manusia lebih
percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan bekal itu manusia mampu
menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang
mengetahui dengan obyek yang diketahui) alam serta memanfaatkannya untuk kepentingan
manusia, tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan
pada ilmu pengetahuan.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan sepertti dikemukakan di atas nampak bahwa
istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga (tahapan positif/pengetahuan positif) dari
pemikiran Comte. Tahapan positif merupakan tahapan tertinggi, ini berarti dua tahapan
sebelumnya merupakan tahapan yang rendah dan primitif, oleh karena itu filsafat Positivisme
merupakan filsafat yang anti metafisik, hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu
yang bukan fakta atau gejala (fenomin) tidak mempunyai arti, oleh karena itu yang penting dan
punya arti hanya satu yaitu mengetahui (fakta/gejala) agar siap bertindak (savoir pour prevoir).
Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi beserta hubungan-
hubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat meramalkan apa yang akan terjadi, Comte
menyebut hubungan-hubungan tersebut dengan konsep-konsep dan hukum-hukum yang bersifat
positif dalam arti berguna untuk diketahui karena benar-benar nyata bukan bersifat spekulasi
seperti dalam metafisika.
Fenomenologi
Edmund Husserl adalah filosof yang mengmbangkan metode Fenomenologi, dia lahir di
Prostejov Cekoslowakia dan mengajar di berbagai Universitas besar Eropa, meninggal pada tahun
1938 di Freiburg. Hasil pemikirannya dapat diselamatkan dari kaum Nazi, dengan membawa
seluruh buku dan tulisannya ke Universitas Leuven Belgia, sehingga kemudian dapat
dikembangkan lebih lanjut oleh murid-muridnya. Diantara tulisan-tulisan pentangnya adalah :
Logische Untersuchungen (Penyeliddikan-penyelidikan Logis) dan Ideen zu einer reinen
Phanomenologie und Phanomenologischen Philosophie (gagasan-gagasan untuk suatu
fenomenologi murni dan filsafat fenomenologi)
Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl, bahwa kita harus
kembali kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst), obyek-obyek harus diberikan
kesempatan untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala
(Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataan melainkan asal

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 140


kenyataan, dia menolak bipolarisasi antara kesadaran dan alam, antara subyek dan obyek,
kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran.
Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan), artinya kesadaran
tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran timbul perlu diandaikan
tiga hal yaitu : ada subyek, ada obyek, dan subyek yang terbuka terhadap obyek-obyek. Kesadaran
tidak bersifat pasif karena menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu, kesadaran merupakan
suatu tindakan, terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dan obyek kesadaran, namun yang ada
hanyalah kesadaran sedang obyek kesadaran pada dasarnya diciptakan oleh kesadaran.
Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, Husserl berpandapat bahwa untuk menangkap
hakekat obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang
mengganggu dalam mencapai wessenchau yaitu: Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu
yang subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara.
Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber
lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada Reduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh tradisi
pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus, untuk sementara, dilupakan,
kalau reduksi-reduksi ini berhasil, maka gejala-gejala akan memperlihaaaatkan dirinya
sendiri/dapat menjadi fenomin
Perbandingan tataran Filosofis
Kedua aliran filsafat tersebut terus berkembang dengan dukungan prngikut-pengikutnya,
yang dalam wacana metodologi penelitian telah mendorong lahirnya paradigma penelitian
kuantitatif (positivisme) dan paradigma penelitian kualitatif (fenomenologi). Kedua paradigma
pendekatan penelitian tersebut nampak sekali mempunyai asumsi/aksioma dasar filosofis dan
paradigma berbeda yang menurut Lincoln dan Guba perbedaan tersebut terletak dalam
asumsi/aksioma tentang kenyataan, hubungan pencari tahu dengan tahu (yang diketahui),
generalisasi, kausalitas, dan masalah nilai, untuk lebih rincinya dapat dilihat dalam tabel berikut :
Dalam pandangan positivisme dari sudut ontologi meyakini bahwa realitas merupakan
suatu yang tunggal dan dapat dipecah-pecah untuk dipelajari/dipahami secara bebas, obyek yang
diteliti bisa dieliminasikan dari obyek-obyek lainnya, sedangkan dalam pandangan fenomenologi
kenyataan itu merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek harus dilihat dalam suatu konteks
natural tidak dalam bentuk yang terfragmentasi.
Dari sudut epistemologi, positivisme mensyaratkan adanya dualisme antara subyek
peneliti dengan obyek yang ditelitinya, pemilahan ini dimaksudkan agar dapat diperoleh hasil yang
obyektif, sementara itu dalam pandangan Fenomenologis subyek dan obyek tidak dapat dipisahkan
dan aktif bersama dalam memahami berbagai gejala. Dari sudut aksiologi, positivisme
mensyaratkan agar penelitian itu bebas nilai agar dicapai obyektivitas konsep-konsep dan hukum-
hukum sehingga tingkat keberlakuannya bebas tempat dan waktu, sedangkan dalam pandangan
fenomenologi penelitian itu terikat oleh nilai sehinggan hasil suatu penelitian harus dilihat sesuai
konteks.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan perbandingan antara paradigma
positivisme dan paradigma alamiah (fenomenologi) dengan mengacu pada pendapat Lincoln dan
Guba, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :
Perbedaan Aksioma Paradigma Positivisme dan Alamiah
Paradigma
No Aksioma Tentang Paradigma Alamiah/Kualitatif
Positivisme
Kenyataan adalah tunggal, Kenyataan adalah
1 Hakikat kenyatan nyata dan fragmentaris ganda,dibentuk, dan me-rupakan
keutuhan
Pencari tahu dengan yang tahu Pencari tahu dengan yang tahu
Hubungan pencari
2 adalah bebas, jadi ada dualisme aktif bersama, jadi tidak dapat
tahu dan yang tahu
dipisahkan
Generalisasi atas dasar bebas- Hanya waktu dan konteks yang
Kemungkinan waktu dan bebas-konteks mengikat hipotesis kerja
3
Generalisasi (pernyataan nomotetik) (pernyataan idiografis) yang
dimungkinkan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 141


Paradigma
No Aksioma Tentang Paradigma Alamiah/Kualitatif
Positivisme
Terdapat penyebab sebenarnya Setiap keutuhan berada dalam
Kemungkinan yang secara temporer terhadap, keadaan mempe-ngaruhi secara
4 hubungan sebab atau secara simultan terhadap bersama-sama sehingga sukar
akibat akibatnya mem-bedakan mana sebab dan
mana akibat

5 Peranan nilai Inkuirinya bebas nilai Inkuirinya terikat nilai


(Sumber : Lexy J. Moleong : 2000 : 31)
Perbandingan tataran Metodologis
Memahami landasan filosofis penelitian kualitatif dalam perbandingannya dengan
penelitian kuantitatif merupakan hal yang penting sebagai dasar bagi pemahaman yang tepat
terhadap penelitian kualitatif, namun demikian bagi seorang peneliti penguasaan dalam tingkatan
operasional lebih diperlukan lagi agar dalam pelaksanaan penelitian tidak terjadi kerancuan
metodologis, dan penelitian benar-benar dilaksanakan dalam suatu bingkai pendekatan yang jelas
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam tataran metodologis perbedaan landasan filosofis terrefleksikan dalam perbedaan
metode penelitian, dimana positivisme dimanifestasikan dalam metode penelitian kuantitatif
sedangkan fenomenologi dimanifestasikan dalam metode penelitian kualitatif. Kedua pendekatan
ini sering diposisikan secara diametral, meskipun belakangan ini terdapat upaya untuk
menggabungkannya baik dalam bentuk paralelisasi maupun kombinasi, adapun perbedaan antara
metode kuantitatif dengan kualitatif adalah sebagai berikut :
Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif
No Metode Kuantitatif Metode Kualitatif
1 Menggunakan hiopotesis yang ditentukan Hipotesis dikembangkan sejalan dengan
sejak awal penelitian penelitian/saat penelitian
2 Definisi yang jelas dinyatakan sejak awal Definisi sesuai konteks atau saat penelitian
berlangsung
3 Reduksi data menjadi angka-angka Deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau
pernyataan
4 Lebih memperhatikan reliabilitas skor yang Lebih suka menganggap cukup dengan
diperoleh melalui instrumen penelitian reliabilitas penyimpulan
5 Penilaian validitas menggunakan berbagai Penilaian validitas melalui pengecekan
prosedur dengan mengandalkan hitungan silang atas sumber informasi
statistik
6 Mengunakan deskripsi prosedur yang jelas Menggunakan deskripsi prosedur secara
(terinci) naratif
7 sampling random Sampling purposive
8 Desain/kontrol statistik atas variabel Menggunakan analisis logis dalam
eksternal mengontrol variabel ekstern
9 Menggunakan desain khusus untuk Mengandalkan peneliti dalam mengontrol
mengontrol bias prosedur bias
10 Menyimpulkan hasil menggunakan statistik Menyimpulkan hasil secara naratif/kata-
kata
11 Memecah gejala-gejala menjadi bagian- Gejala-gejala yang terjadi dilihat dalam
bagian untuk dianalisis perspektif keseluruhan
12 Memanipulasi aspek, situasi atau kondisi Tidak merusak gejala-gejala yang terjadi
dalam mempelajari gejala yang kompleks secara alamiah /membiarkan keadaan
aslinya
(diadaptasi dari Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen. 1993 : 380)
Pengertian dan Ciri-ciri Penelitian kualitatif

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 142


Penelitian kualitatif atau naturalistic inquiry adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku
yang dapat diamati, demikianlah pendapat Bogdan dan Guba, sementara itu Kirk dam Miller
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Fraenkel
dan Wallen menyatakan bahwa penelitian yang mengkaji kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau
material disebut penelitian kualitatif, dengan penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh dalam
menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu kegiatan atau situasi tertentu.
Bila diperhatikan, definisi di atas nampaknya hanya menggambarkan sebagian kecil dari
suatu konsep penelitian kualitatif yang kompleks dan berdimensi banyak, oleh karena itu untuk
pemahaman yang lebih utuh mengenai penelitian kulitatif, maka pengetahuan tentang apa ciri-
ciri (karakteristik) penelitian kualitatif akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan padu
tentang penelitian kualitatif. Untuk itu berikut ini akan dikemukakan berbagai ciri penelitian
kualitatif.
Ciri- ciri pokok Penelitian Kualitatif
1 Naturalistic inquiry Mempelajari situasi dunia nyata secara alamiah, tidak melakukan
manipulasi,; terbuka pada apapun yang timbul.
2 Inductive analysis Mendalami rincian dan kekhasan data guna menemukan
kategori, dimensi, dan kesaling hubungan.
3 Holistic perspective Seluruh gejala yang dipelajari dipahami sebagai sistem yang
kompleks lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagiannya.
4 Qualitative data Deskripsi terinci, kajian/inkuiri dilakukan secara mendalam.

5 Personal contact and Peneliti punya hubungan langsung dan bergaul erat dengan
insight orang-orang, situasi dan gejala yang sedang dipelajari.
6 Dynamic systems Memperhatikan proses; menganggap perubahan bersifat konstan
dan terus berlangsung baik secara individu maupun budaya
secara keseluruhan
7 Unique case orientation Menganggap setiap kasus bersifat khusus dan khas
8 Context Sensitivity Menempatkan temuan dalam konteks sosial, historis dan waktu
9 Emphatic Netrality Penelitian dilakukan secara netral agar obyektif tapi bersifat
empati
10 design flexibility Desain penelitiannya bersifat fleksibel, terbuka beradaptasi
sesuai perubahan yang terjadi (tidak bersifat kaku)
(Sumber : Patton : 1990 :40-41)
Setelah mensintesiskan pendapat Bogdan & Biklen dengan pendapat Lincoln & Guba,
Moleong mengemukakan sebelas karakteristik penelitian kualitatif yaitu :
1. Latar alamiah (penelitian dilakukan pada situasi alamiah dalam suatu keutuhan)
2. Manusia sebagai alat (Manusia/peneliti merupakan alat pengumpulan data yang
utama)
3. Metode kualitatif (metode yang digunakan adalah metode kualitatif)
4. Anslisa data secara induktif (mengacu pada temuan lapangan)
5. Teori dari dasar/grounded theory (menuju pada arah penyusunan teori berdasarkan
data)
6. Deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-
angka)
7. Lebih mementingkan proses daripada hasil
8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus (perlunya batas penelitian atas dasar fokus
yang timbul sebagai masalajh dalam penelitian)
9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data (punya versi lain tentang validitas,
reliabilitas dan obyektivitas)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 143


10. Desain yang bersifat sementara (desain penelitian terus berkembang sesuai dengan
kenyataan lapangan)
11. Hasil penelitiaan dirundingkan dan disepakati bersama (hassil penelitian
dirundingkan dan disepakati bersama antar peneliti dengan sumber data)
sementara itu menurut Nasution ciri-ciri metode kualitatif adalah :
1. Sumber data adalah situasi yang wajar atau natural settting Peneliti sebagai
instrumen penelitian
2. Sangat deskriptif
3. Mementingkan proses maupun produk
4. Mencari makna
5. Mengutamakan data langsung
6. Triangulasi (pengecekan data/informasi dari sumber lain)
7. Menonjolkan rincian kontekstual
8. Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti
9. Mengutamakan perspektif emik (menurut pandangan responden)
10. Verifikasi (menggunakan kasus yang bertentangan untuk memperoleh hasil yang
lebih dipercaya)
11. Sampling yang purposive
12. Menggunakan audit trial (melacak laporan/informasi sesuai dengan data yang
terkumpul)
13. Partisipsi tanpa mengganggu
14. Mengadakan analisis sejak awal penelitian
15. Data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata atau gambar ketimbang
16. Desain penelitian tampil dalam proses penelitian
Dengan memperhatikan karakteristik penelitian kualitatif yang dikemukakan para ahli
sebagaimana dikemukakan di atas, nampaknya lebih bersifat saling melengkapi dan menambah,
karakteristik yang dikemukakan oleh Patton lebih bersipat umum yang merupakan ciri-ciri dasar,
rumusan Moleong sudah menambahkan hal-hal yang bersipat operasional penelitian, terlebih lagi
karakteristik yang dikemukakan oleh Nasution. Dengan variasi semacam ini maka akan lebih
mempermudah/memperjelas pemahaman tentang penelitian kualitatif
a. Inkuiri naturalistik
Desain penelitian kualitatif bersifat alamiah dimana peneliti tidak berusaha
memanipulasi setting penelitian, kondisi/situasi obyek yang diteliti benar-benar merupakan
kejadian, komunitas, interaksi yang terjadi secara alamiah, hal ini dikarenakan metode kualitatif
berusaha memahami fenomena-fenomena dalam kejadian alami yang wajar. Menurut Guba inkuiri
naturalistik merupakan pendekatan yang berorientasi pada penemuan yang meminimalisir
manipulasi peneliti atas obyek penelitian/studi
b. Analisis induktif
Metode kualitatif terutama berorientasi pada upaya eksplorasi, penemuan dengan
menggunakan logika induktif . analisis induktif bermakna analisis yang dimulai dengan
melakukan observasi spesifik menuju terbentuknya pola umum. Peneliti kualitatif berusaha
memahami berbagai hubungan antar dimensi/variabel yang muncul dari data-data yang ditemukan
tanpa terlebih dahulu membuat hipotesis sebagaimana umum dilakukan dalam penelitian
kuantitatif.
c. Perspektif menyeluruh
Metode kualitatif berusaha memahami fenomena sebagai suatu keseluruhan yang padu
dan total. Peneliti kualitatif memandang bahwa keseluruhan itu merupakan suatu sistem yang
kompleks tidak sekedar penjumlahan bagian-bagiannya. Pendeskripsian serta pemahaman atas
lingkungan sosial (atau lingkungan dalam konteks lainnya) seseorang (informan) merupakan hal
yaang sangat penting bagi pemahaman yang menyeluruh atas apa yang diteliti.

d. Data kualitatif
Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif yang
mendeskripsikan setting penelitian baik situasi maupun informan/responden yang umumnya

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 144


berbentuk narasi baik melalui perantaran lisan seperti ucapan/penjelasan responden, dokumen
pribadi, catatan lapangan. Berbeda dengan penelitian kuantitatif dimana data yang dikumpulkan
merupakan hasil pengukuran atas variabel-variabel yang telah dioperasionalkan (umumnya
brbrntuk angka-angka)
e. Kontak personal
Metode kualitatif mensyaratkan perlunya kontak personal secara langsung antara peneliti
dengan orang-orang dan lingkungan yang sedang diteliti. Perlunya kontak langsung secara
personal adalah guna memahami secara personal realitas yang terjadi dalam kehidupan wajar
sehari-hari, sehingga peneliti dapat mengerti dan memahami bagaimana orang-orang mengalami,
memahami dan menghayati realitas yang terjadi.
f. Sistem yang dinamis
Setting penelitian merupakan sesuatu yang dinamis, dan selalu berubah baik secara
individual maupun budaya secara keseluruhan. Perhatian utama peneliti kualitatif adalah
menggambarkan dan memahami proses dinamika yang terjadi, karena fenomena-fenomena yang
terjadi saling berkaitan dan saling mempengaruhi secara dinamis dalam suatu sistem yang
menyeluruh.
g. Berorientasi pada kasus yang khas
Kedalaman metode kualitatif secara tipikal bermula dari kasus-kasus kecil yang menarik
sesuai dengan tujuan penelitian. Pentingnya studi kasus ini terutama bila seseorang memerlukan
pemahaman atas orang-orang yang istimewa, masalah-masalah khas atau situasi-situasi yang unik
secara lebih mendalam.
h. Sensitif pada konteks
Temuan-temuan dalam penelitian kualitatif selalu ditempatkan sesuai dengan konteksnya,
baik konteks sosial, konteks historis, maupun konteks waktu, ini berarti bahwa suatu temuan akan
banyak bermakna atau akan memberikan makna yang lebih mendalam bila dilihat dalam
konteksnya sendiri-sendiri, oleh karena itu peneliti harus peka dalam memahami konteks suatu
temuan penelitian.
i. Netralitas yang empati
Obyektivitas yang sempurna adalah tidak mungkin, subyektivitas murni akan merusak
keterpercayaan, untuk itu dalam penelitian kualitatif seorang penelity diharapkan bersifat netral
tapi empati, kenetralan merupakan upaya untuk menjaga obyektivitas, sedangkan sikap empati
perlu ada mengingat peneliti kualitatif melakukan kontak personal secara langsung dengan
sumber-sumber data (informan)
j. Desain yang lentur
Desain penelitian dalam metode kualitatif tdak bersifat kaku, dia biasa mengadaptasi
perubahan sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam kegiatan penelitian, oleh Karena itu
dalam penelitian kualitatif desain secara parsial bisa muncul pada saat penelitian sedang
berlangsung.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 145

Anda mungkin juga menyukai