Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“PASAR DAN PASAR PERSAINGAN SEMPURNA”

Dosen Pengampu: Khairi Murdy,M.Pd

Disusun Oleh :

Abi Rinata (20306011001)


Nurkholis Fuadi (20306011014)
Wulandari (20306011019)

STKIP AISYIYAH RIAU


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
2022

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, sholawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmatnya, penulis mampu
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi
Pendidikan. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan dan dorongan dari Khairi Murdy,M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Pendidikan, sehingga masalah yang ada
dapat teratasi.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat memenuhi syarat untuk tugas
mata kuliah Ekonomi Pendidikan dan juga bermanfaat bagi semua pihak yang
telah membacanya. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
wawasan mengenai tugas, Struktur Biaya Pendidikan.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu penulis meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan makalah penulis dimasa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran pembaca.

Pekanbaru, 20 juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Guna memahami secara perinci hal-hal yang terkait dengan biaya
pendidikan perlu mengkaji lebih dahulu tentang struktor biaya
pendidikan. Dengan memahami struktur biaya akhirnya kita dapat
melalkukan analisis biaya pendidikan. Analisis biaya pendidikan akan
berlkaltan dengan biaya tidak tetap, varíabel tetap, biaya langsung,
biaya tidak langsung, biaya total, biaya rata-rata, dan biaya marginal
Langkah selanjutnya yaitu menghitung biaya satuan dan sum
ber-sumber atau pos yang mengakibatkan biaya. Kajjan teralkhir ya
itu melakukan taksiran nilai uang yang digunakan sebagai biaya pen-
didikan. Semua kajian inilah yang dapat menginformasikan tentang
adanya pemborosan atau tidak dalam pelaksanaan pendidikan. Jika
ternyata efisiensi dalam pengelolaan dapat dicapal, maka kebijakan
ntuk menaikkan biaya pendidikan sangatlah wajar
1.2. Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan biaya pendidikan?
b) Apa saja komponen - komponen biaya pendidkan?
c) Bahaimana cara mengukur biaya pendidikan
1.3. Tujuan

untuk memberikan kemudahan, memberikan informasi pada para pengambil


keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan sekolah,
guna mencapai efektivitas atau pun efisiensi pengolahan dana pendidikan serta
peningkatan mutu pendidikan.

 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pentingnya Mengetahui tentang Biaya

Penting bagi seorang pimpinan untuk dapat menanggapi dan


menjawab hal yang terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan dalam
penggunaan sumber daya pendidikan. Kita ambilkan contoh
sederhana, di mana ada dua orang guru di suatu sekolah yang sama, dan mereka
memperoleh gaji yang sama. Pertanyaan sederhana yang terkait dengan mereka
berdua adalah apakah mereka diberikan ke sempatan untuk mengikuti pelatihan
yang sama dari sekolah? Apa kah mereka membutuhkan peralatan kelas yang
sama untuk memikul tanggung jawab mengajarnya? Apakah biaya yang satu lebih
mahal karena mereka satu sama lain berbeda kehadirannya?

Simkins (2000) dalam Glover & Revacic, berpendapat bahwa efektivitas dalam
pengalokasian sumber daya dapat diterima jika pengambil keputusan mengetahui
secara jelas berapa besaran biaya nyata untuk masing-masing elemen: tenaga
pengajar, biaya bangun an, dan materi pembelajaran. Kondisi tersebut sangat perlu
karena beberapa hal:

1. Sumber daya pemerintah untuk pendidikan sangat terbatas se hingga sangat


penting dalam penggunaannya. Pemahaman ten tang biaya memungkinkan
membandingkan dan menyeleksi dari beberapa alternatif untuk mencapai tujuan
yang paling efisien.
2. Apabila pendapatan diperoleh dari penjualan jasa pendidikan,
maka hal tersebut menjadi sangat esensial untuk mengetahui
apa yang harus diubah agar dapat terbiayai.
3. Apabila arah dari pimpinan lembaga pada pembelian barang dan jasa, maka
sekolah dan perguruan tinggi butuh informasi yang lengkap tentang seluruh biaya
dari sumber daya yang mereka beli dan gunakan
4. Monitoring yang tersentralisasi terhadap pimpinan suatu lem baga
menyebabkan sekolah dan perguruan tinggi memerhatikan dengan saksama dalam
pembelanjaanya untuk menjamin agar uang tersebut bernilai tinggi.

5. Keterbukaan dan pertanggungjawaban: Kuantitas seluruh biaya dalam


penggunaan sumber daya, dan itu mungkin menjelaskan efek yang timbul karena
pembiayaan tersebut serta menaksir pengeluaran yang terkait dengan nilai uang.

Bagaimanapun juga tujuan dari keberadaan suatu lembaga, ha rus dapat


menggunakan analisis biaya (di antaranya menggunakan estimasi biaya) termasuk
sekolah atau perguruan tinggi yang terkait dengan pengambilan keputusan dalam
penggunaan sumber daya di masa yang akan datang. Dalam hal ini perlu
menggunakan informa si biaya nyata di masa lalu, pengawasan terhadap
pengeluaran pada pos yang telah direncanakan serta mengevaluasi pengeluaran
yang lalu atas nilai uang. Berne dan Stiefel (1995) menunjukkan bahwa melihat
ke depan atau mengoreksi diri tentang penetapan hubungan fungsi produksi antara
masukan dalam pendidikan dan pencapaian keluaran yang berupa perilaku
lulusan. Hal ini merupakan Informasi terhadap pimpinan tentang hubungan antara
penambahan alokasi sumber daya ke sekolah atau program dan tambahan yang
harus di capai. Seperti halnya dalam analisis, juga butuh informasi yang mem
bandingkan efektivitas biaya dalam membuat model pengeluaran agar lebih
efektif atau kurang efektif daripada yang lain. Penggunaan data dapat digunakan
untuk melihat fokus pada sumber daya yang dapat digunakan dalam penyelesaian
program.

2.1.1. Biaya-Biaya Lain

Sumber daya tidak selalu sukar diperoleh, sering kali suatu lem baga mempunyai
sumber daya yang sangat berlimpah. Ketika sumber daya terbatas, kita harus
melakukan pemilihan program yang bagus untuk ditawarkan agar memperoleh
biaya. Biaya yang diperuntukkan untuk membuat sesuatu tidak selamanya dapat
kita lakukan. Peng alokasian biaya untuk pos lain-lain dengan pemanfaatan
sejumlah sumber daya dapat menggagalkan dalam memperoleh keuntungan di
masa depan. Lebih-lebih, jika tidak didasarkan pada pemilihan al ternatif terbaik
dalam penggunaan sumber daya tersebut. Jika tidak ada ketegasan penggunaan
keuangan pada pos yang jelas (seperti pos lain-lain) dalam pendidikan, maka
lembaga pendidikan dapat meng gunakan banyak staf yang mereka inginkan,
melakukan tindakan membangun dengan bebas, dan menggunakan banyak
peralatan un tuk memenuhi kebutuhan pengajaran, dan mereka tidak memerhati
kan tentang biaya.

Biaya pendidikan menurut Dedi Supriadi, merupakan salah satu komponen


instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan (di sekolah). Biaya dalam penger tian ini memiliki cakupan yang luas,
yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan, baik dalam bentuk uang ataupun barang dan tenaga (yang dapat
dihargai dengan uang). Nanang Fattah menambahkan biaya dalam pendidikan me
liputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya
langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelajaran, keperluan
pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa seperti pembelian alat-alat
pembelajaran, penyediaan sarana biaya transportasi, gaji guru, baik yang
dikeluarkan pemerintah, orang tua ataupun siswa sendiri. Adapun biaya tidak
langsung berupa keuntungan yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya
kesem patan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa se lama
belajar, contohnya, uang jajan siswa, pembelian peralatan seko lah tas, dan buku
tulis).

Prinsip dalam evaluasi terhadap penggunaan dana adalah peng alokasian biaya.
Dalam analisis ekonomi, nilai sumber daya diukur dari alternatif yang
dikorbankan dalam pemanfaatan sumber daya guna mencapai tujuan yang
terpenting. Pengalokasian biaya untuk membangun gedung sekolah baru
kemungkinan kurang berman faat jika dibandingkan dengan membangun rumah
sakit daerah atau membangun bangunan baru di provinsi untuk digunakan
masyarakat umum. Di tingkat daerah, kurikulum muatan lokal mungkin dipenga
ruhi oleh kesamaam prinsip.
Setengah dari biaya untuk membayar gaji guru yaitu sejumlah gaji yang dapat
digunakan untuk membiayai satu atau beberapa al ternatif sebagai biaya
pendidikan. Seperti halnya di United Kingdom, pemerintah pusat mengeluarkan
sejumlah biaya untuk melatih staf dalam mengalkulasi jam dan membaca menulis
yang terkait dengan jam pada tingkat sekolah dasar. Pengalokasian dana untuk
pelatihan tersebut mungkin lebih menguntungkan jika digunakan untuk ke
pentingan lain yang lebih bermanfaat bagi pengembangan kreativitas siswa.
Waktu guru dalam mengajar perlu juga dianalisis dan diban dingkan dengan jika
tidak mengajar karena mengikuti pelatihan yang kurang banyak manfaatnya,
karena berapa pun waktu yang digunak an guru untuk mengajar atau tidak
mengajar tetap dihargai dengan gaji.

Sebagai ilustrasi adanya kontroversi yang ada di masyarakat In donesia di sini


dicuplikkan sebuah tulisan di Google yang terkait de nefisiensi di sekolah yang
berhubungan dengan kinerja guru (jam ngan kerja guru dan pendapatan guru).

GURU/DOSEN PNS: GAJI FULLTIMER KERJA PART-TIMER Salah satu


masalah terbesar dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia
adalah masalah profesionalisme guru. Statistik tentang kelayakan guru mengajar
sangat mencemaskan.. Dari kualifikasinya saja sebagian besar guru-guru kita tidak
layak mengajar. Itulah sebabnya pemerintah berusaha keras untuk me ningkatkan
kualifikasi mengajar mereka dengan anggaran pendi dikan 20% tersebut.

Tetapi itu baru sebagian dari masalah. Ada masalah yang juga sama besarnya
tetapi belum pernah dipikirkan solusinya secara sungguh-sungguh, praktik guru
yang digaji fulltimer tetapi bekerja parttimer. Selagi pandangan umum
menyatakan bahwa profesi guru atau dosen adalah profesi yang paling sedikit
penghargaan nya dan paling kecil gajinya, banyak fakta yang menunjukkan bahwa
jika dihitung-hitung sebenarnya guru di Indonesia justru dibayar terlalu tinggi
karena jam kerjanya yang terlalu sedikit. Tak percaya?

Cobalah masuk ke sekolah-sekolah publik kita dan tanyakan bera pa hari seorang
guru bekerja dan Anda akan menemui kenyataan bahwa guru tidak datang ke
sekolah setiap hari sebagaimana pro fesi lain. Mereka hanya datang jika ada jam
mengajar dan itu dapat berarti kadang-kadang hanya dau atau tiga hari dalam
seminggu. Kalau pun mereka datang mereka juga tidak "fulltime" mulai jam 8
sampai jam 4 sore seperti profesi lain, melainkan hanya pada saat mengajar saja.
Dan itu dapat berarti beberapa jam saja. Saya punya teman guru yang kebetulan
jam mengajarnya hanya

sedikit, 12 jam seminggu (ada yang lebih sedikit dari itu). Jangan berpikiran
bahwa 12 jam itu 12 x 60 menit, tidak. 12 jam tersebut adalah 12 jam pelajaran
dan 1 JP adalah 45 atau 40 menit saja. Jadi kalau 12 JP sama dengan 12 X % jam
= 8 jam. Dan ia benar benar hanya datang ketika ada jam mengajar saja yang
sudah di atur agar dapat cukup dua hari saja dalam semingu. Selebihnya ia
menjadi "rutin" dengan mengajar di mana-mana..

Jadi meski resminya ia adalah guru PNS di sekolah di mana ia di tugaskan tetapi
ia justru lebih banyak di luar sekolah pada jam-jam kerja. Enak kan! Ia adalah
guru tetap yang "tidak tetap"! Guru yang dibayar oleh negara sebagai pekerja
penuh waktu yang bekerja hanya paruh waktu. Tetapi ia tidak sendirian. Saudara
saya yang menjadi dosen di PTN ternyata lebih banyak nongkrong di rumah
ketimbang di kampusnya. Alasannya sama, ia hanya wajib datang pada saat tugas
mengajarnya yang ternyata hanya dua hari dalam seminggu.

Berdasarkan pemantauan saya ke berbagai daerah, praktik datang hanya pada jam
mengajar ini ternyata merupakan praktik yang umum di mana-mana. Tak ada satu
pun sekolah menengah yang saya kunjungi menerapkan jam kerja 40 jam
seminggu sebagaima na yang diamanatkan dalam peraturan jam kerja PNS.
Alasannya? Karena sudah merupakan "konvensi". Praktik tersebut di-legal-kan
karena alasan gaji guru/dosen kecil sehingga guru dan dosen "ber hak" dan diberi
kesempatan oleh pemerintah untuk "moonlighting" alias nyambi. Dan ini praktik
yang dilakukan secara "nasional" lho! Rasa-rasanya hanya di Indonesia guru PNS
diperbolehkan untuk "moonlighting". Tak ada praktik semacam ini terjadi di
berbagai negara lain yang pernah saya kunjungi. Setiap guru sekolah hanya
mengabdi pada satu sekolah secara penuh waktu. Berapa gaji te man saya sebagai
PNS? Ia bilang bahwa gajinya sebagai PNS itu ke cil dan ia hanya terima sekitar 2
juta sebulan. Tetapi kalau melihat kecilnya jam kerjanya maka sebetulnya gaji 2
juta tersebut terlalu tinggi. Seorang guru baru di Malaysia memperoleh gaji sekitar
4,5 juta jika kita kurskan ke rupiah. Para guru yang saya beri tahu se lalu
berkomentar bahwa gaji guru Malaysia jauh lebih tinggi dari pada mereka. Tetapi
ada fakta lain yang tidak mereka ketahui. Para guru di Malaysia harus bekerja 40
jam seminggu. Benar-benar 40 jam seminggu mulai jam 8 pagi sampai dengan
jam 4 sore. Persis seperti karyawan perusahaan lainnya. Jadi kalau dibandingkan
se benarnya gaji guru di Indonesia jauh lebih tinggi ketimbang gaji guru di
Malaysia. Gajinya memang tidak sampai 1/2 dari gaji guru Malaysia tetapi jam
kerjanya hanya 1/5. Hanya kepala sekolah atau pejabat struktural kampus yang
datang setiap hari. Lainnya menikmati praktik "gaji fulltimer kerja parttimer" ini.
Enak kan! Guru-guru di Malaysia dan Singapura yang saya beri tahu tentang
praktik "moonlighting" di Indonesia ini merasa heran dan tak habis pikir
bagaimana praktik semacam ini dapat dilakukan dalam skala nasional. Kalau
Anda mengira mereka akan berkomentar: "Enak ya guru di Indonesia karena jam
kerjanya sedikit". Anda akan kecewa karena komentar mereka justru "Bagaimana
sekolah nak berkualiti bila cik gu tak turun setiap hari? Siapa yang urus tu budak-
budak?" demikian komentarnya.

Guru yang paling banyak jam kerjanya ternyata adalah guru SD. Mereka harus
datang setiap hari karena sebagian besar dari mere ka adalah guru kelas (meski di
banyak sekolah sudah mulai mener apkan guru bidang studi sehingga praktik
"moonlighting" ini juga sudah masuk ke guru SD juga).

Dengan menjadi guru kelas mereka tidak mungkin tidak hadir tiap

hari. "Siapa yang urus tu budak-budak?". Meski demikian jam kerja guru SD yang
paling maksimal pun sebenarnya masih di bawah ketentuan kewajibannya. Rata-
rata jam belajar SD hanya 5-6 jam sehari dan pada hari Jum'at lebih sedikit lagi.
Para guru juga mendapat "cuti" atau liburan yang jauh lebih banyak ketimbang
PNS atau karyawan swasta lainnya. Dalam bulan puasa seperti ini libur sekolah
dapat mencapai 40 hari! Itu belum lagi libur semester dan kenaikan kelas. Setiap
kali siswa libur mereka juga libur. Kan sekolah tutup! Paling juga ada kerja piket
beberapa hari.
Tetapi bukankah tugas guru bukan hanya mengajar? Guru kan juga membuat
persiapan, memeriksa pekerjaan rumah siswa, membuat laporan, ikut MGMP,
dll..... Itu semua harus dihitung dong! Alasan yang bagus. Sayang sekali bahwa
praktik itu cuma teori saja. Sangat jarang ada guru yang membuat persiapan meng
ajar dan hanya guru-guru di sekolah swasta yang bagus saja yang menekankan
pentingnya persiapan bagi guru sebelum masuk kelas. Guru-guru di sekolah
publik kita rata-rata tidak membuat persiapan, tidak memberikan tugas PR secara
rutin (sehingga ti dak ada yang perlu diperiksa kan?), tidak membuat laporan
secara rutin, dan juga tidak mengikuti kegiatan MGMP secara rutin ("lha wong
kegiatannya sendiri nggak ada kok dan yang ada cuma kow-kongkow!"). kong

Seorang teman yang mengajar di sekolah swasta prestisius der gan gaji yang
cukup ternyata masih tertarik untuk menjadi guru PNS. Apa alasannya?
Banyaknya waktu luang yang dimiliki oleh guru PNS! Dengan waktu luang
tersebut ia merasa yakin dapat melakukan lebih banyak bagi perkembangan
profesinya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pendidikan di luar sekolah. Ini ide
alisme dalam bentuk lain memang tetapi ini menunjukkan bahwa dengan menjadi
guru PNS, walaupun gajinya lebih rendah, jam kerjanya lebih sedikit dan tuntutan
profesionalismenya sangat rendah. Meski semua guru yang saya kenal mengakui
adanya praktik ini dan tahu bahwa ini sebenarnya bertentangan dengan peraturan
kepegawaian di mana mereka wajib bekerja di sekolah selama 40 jam/minggu,
mereka tetap merasa bahwa praktik terse but adalah wajar karena gaji guru itu
kecil dan mereka tidak dapat hidup dengan hanya mengajar di satu sekolah. Lagi
pula kalau mereka tidak mengajar di sekolah swasta, maka akan tidak akan ada
guru yang dapat mengajar di sekolah swasta tersebut karena kurangnya guru di
daerah. Selalu ada alasan kuat untuk melaku kan praktik tersebut. Apa yang
hendak Anda katakan untuk meng hentikan praktik ini jika alasan yang diberikan
adalah alasan perut dan demi "kemanusiaan"? Tak ada kepala daerah, apalagi
kepala sekolah, yang berani bersikap tegas dalam hal ini karena ia akan dianggap
tidak berprikemanusiaan alias "raja tega" terhadap guru yang terlanjut dianggap
bergaji rendah dan "tidak manusiawi". Situasi ini tampaknya benar-benar
dimanfaatkan oleh para guru untuk kepentingan pribadi mereka, meski sebenarnya
mereka juga paham bahwa kondisi seperti inilah yang sebenarnya membuat
kualitas pendidikan di negara kita semakin lama semakin merosot dibandingkan
dengan negara-negara tetangga. Kita mengalahkan sebuah kepentingan nasional,
kepentingan bangsa dan negara.

demi kepentingan perut yang tidak jelas argumentasinya. Sam poerna Foundation
yang memiliki program peningkatan kualitas sekolah di berbagai daerah
menghadapi kesulitan dengan praktik "guru tetap dengan jam kerja tidak tetap"
ini. Bagaimana mung kin kita dapat menjadikan sebuah sekolah menjadi sebuah
sekolah yang berkualitas dan setara dengan sekolah-sekolah berkualitas di negara-
negara lain jika gurunya saja tidak dapat berkomitmen untuk benar-benar
mencurahkan waktu dan kompetensinya ke pada sekolah di mana ia mengajar?
Adapun dengan mengerahkan semua waktu dan kapasitas kita untuk benar-benar
berdedikasi ke sekolah kita mengajar saja belum tentu kita dapat bersaing de ngan
sekolah di negara lain yang sudah maju, apalagi dengan pola kerja yang "part
timer" seperti itu. Bahkan banyak guru enggan menyisihkan waktunya untuk
kursus atau pelatihan gratis demi peningkatan profesionalisme mereka. Pola pikir
bekerja sesedikit mungkin untuk honor sebesar mungkin telah menjadi virus yang
berbahaya pada guru-guru kita. Para kepala daerah dan kepala sekolah pun
tampaknya tidak berdaya dengan praktik yang telah berlangsung lama ini. Di
Malaysia dan Singapura, semua peker jaan tambahan di luar tugas mengajar tidak
memberikan privilege bagi guru untuk pulang ke rumah dan mengerjakannya di
rumah. Guru harus tetap berada di sekolah dan melakukan itu semua di sekolah.
Jadi tidak boleh pulang lebih awal dengan alasan "lebih nyaman membuat
persiapan di rumah, soalnya dapat disambi ma sak dan mengerjakan tugas rumah
tangga lain". Umpamanya guru harus tetap berada di sekolah sampai jam kerja
habis dan kalau mau mengerjakan tugas sekolah secara ekstra di rumahnya, si
lakan. Guru bekerja secara penuh waktu di sekolah dan menger jakan tugas-
tugasnya di sekolah. Mau membuat lesson plan di seko lah, mengoreksi PR siswa
ya di sekolah, membuat portofolio ya di sekolah. Pokoknya tidak ada alasan untuk
pulang ke rumah lebih awal dari ketentuan jam kerja dengan alasan mengerjakan
tugas sekolah "It's unprofessional', kata mereka. Memang profesional isme itulah
yang tidak kita miliki di dunia pendidikan dan mem buat kualitas pendidikan kita
menjadi terus merosot dari tahun ke tahun. (Nilai UNAS yang naik dari tahun ke
tahun tolong jan gan dipakai sebagai patokan dalam menilai profesionalisme guru.

Kagak ade hubungannye.") Dan itulah yang sedang diusahakan dengan dibuatnya
UU Guru dan Dosen. Suatu tantangan yang san gat berat mengingat para guru
justru tidak paham dengan tujuan dan tuntutan dari UU tersebut dan mengira
bahwa tunjangan dan kesejahteraan bagi guru otomatis akan mereka peroleh
begitu per syaratan formal seperti yang tertera dalam UU tesebut dapat mer eka
penuhi. Bagaimana dengan profesionalisme? Mudah-mudahan jawabannya bukan
"Kagak ade hubungannye"

Balikpapan, 20 Oktober 2006, Satria Dharma. Pandangan Satria Dharma di atas


dapat dijadikan rujukan dalam pembenahan pelaksanaan pendidikan agar efisiensi
pembiayaan ter capai. Hal yang perlu didiskusikan adalah ketidaksamaan fasilita
yang ada di sekolah antardaerah yang dibandingkan. Dengan demik an, tuntutan
kinerja dan alokasi biaya, hendaknya benar-benar dalam kondisi yang standar.
Membandingkan sesuatu tanpa ada langka menstandarkan kompenen yang ada
akan memberi gambaran yang kurang tepat. Dalam hal penggunaan dana lain-lain
untuk kegiatan yang terkait dengan guru, kepala sekolah dan guru hendaknya
meng gunakan perkiraan profesionalannya dalam memutuskan penggu naan
sumber daya dari berbagai alternatif aktivitas sekolah (lembag pendidikan).

2.1.2. Dana Cadangan

Dana cadangan menurut Rosenbaum dan Lamort, 1999, adalah biaya yang
dialokasikan untuk mengatasi beberapa kesempatan yang menguntungkan (seperti
menggali tambang sebelum memperole inti emas) di mana dana tersebut tidak
dapat digunakan untuk me nutup kembali terhadap apa yang sudah digali. Mereka
tidak akan mendapatkan kembali sejak digunakan, sampai mereka dapat me jual
apa yang telah diperolehnya.

Konsep ini juga dapat diterapkan di sekolah di mana mereka mempunyai


cadangan dana yang dapat digunakan secara jujur. Se perti membuat instalasi
laboratorium bahasa yang modern di sekolah yang merupakan bagian dari
program nasional di United King dom dengan dana cadangan sekolah sejak tahun
1970 hingga 1980. Pendekatan pengajaran akan berlangsung sebentar sampai
sekolah memperoleh peningkatan dana untuk melakukan adaptasi dengan
teknologi baru, beberapa laboratorium lain juga dibangun dengan menjalankan
pola seperti ini.

2.1.3. Tipe Biaya

Biaya disadari sebagai sesuatu yang tidak tepat dan selalu sub jektif, lebih-lebih
jika dampak dari suatu kegiatan hanya disajikan/ Buraikan/diterangkan secara
umum. Anggaran (budget) disadari leb ih tepat, sebagaimana batasan dari konsep
biaya yaitu memberi nilai sang atas sumber daya yang dibutuhkan.

Pengeluaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1 Current cost/recurrent cost


adalah sesuatu pengeluaran yang bersifat rutin dan kita jumpai tahun demi tahun
contohnya: gaji guru, pembelian alat-alat tulis, dan pembelian barang tahan lama
seperti bangunan.

2. Direct cost adalah pengeluaran yang ditujukan untuk membia yai aktivitas
khusus, seperti biaya untuk mendukung berjalan nya pelatihan, termasuk staf,
guru, dan peralatan yang berbeda dengan pembiayaan tidak langsung yang
mendukung jalannya sekolah, tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan
akti vitas pembelajaran. Biaya ini termasuk pengeluaran untuk pera watan gedung,
biaya pengelolaan dan administrasi, service dan perpustakaan.

3. Variable cost adalah biaya yang dapat naik turun tergantung dari aktivitas
sekolah atau perguruan tinggi, tergantung dari banyaknya siswa yang harus
dilayani, biaya ini berbeda dengan fixed cost yang besarannya tidak tergantung
dari jumlah siswa seperti gedung, administrasi, dan jasa bimbingan.

4. Total cost adalah penjumlahan dari seluruh komponen biaya yang dikeluarkan
sekolah dalam operasionalnya. Berdasar biaya total ini dapat dicari biaya per
siswa dalam sekolah tersebut yaitu den gan membagi seluruh biaya dengan jumlah
siswa yang dilayani Jika mungkin dihitung biaya rata-rata per anak di setiap kelas
dalam kurun waktu tertentu..
Sering terjadi kesalahpahaman berkenaan dengan pengertian d rect cost dan
variable cost, seperti halnya dengan istilah fixed cost dan indirect cost, sebenarnya
istilah tersebut berbeda. Variabel dan fized cost merupakan istilah di bidang
ekonomi, sedangkan direct dan in direct cost ada pada konsep akuntansi.
Perbedaan ini akan lebih jelas jika kita perhatikan ilustrasi di bawah ini.

Sebuah sekolah mempunyai kelas yang siswanya sebanyak 25 anak. Pengeluaran


langsungnya (direct cost) adalah waktu tambahan yang dilakukan guru serta
materi pembelajaran per siswa, selama kita dapat secara langsung mengeluarkan
biaya tambahan ke siswa. Kita sadari bahwa 25 anak tentu akan menggunakan
perpustakaan dan melibatkan petugas perpustakaan untuk meluangkan waktu
melayani mereka. Buku yang tersedia digunakan sebanyak mungkin, tetapi kita
tidak dapat mengkalkulasi dan tidak dapat mengetahui dengan tepat dan benar
beban biayanya. Dalam konsep akuntasi bia ya tersebut tergolong sebagai indirect
cost (variable cost) karena ada pendistribusian biaya tambahan untuk kegiatan
siswa. Dalam hal ini membutuhkan beberapa pengukuran yang terkait dengan
jumlah ak tivitas dan jumlah keluaran. Di sekolah, jumlah anak yang dilayani atau
jumlah mata pelajaran dan jam belajar guna menyelesaikan pe kerjaan rumah
perlu diinventarisasi. Demikian pula yang terkait de ngan biaya tidak langsung per
siswa di perpustakaan atau jam per mata pelajaran harus masuk dalam
perhitungan.

Biaya tetap juga masuk sebagai biaya tidak langsung untuk setiap unit keluaran, di
bidang sekolah yaitu siswa. Biaya tetap seperti gaji kepala sekolah, yang tidak
berubah dengan masuknya ke 25 siswa di sekolah tersebut. Jumlah siswa yang 25
itu pun akan ikut membagi biaya manejemen di sekolah tersebut.

Levin dan McEwan, 2001 menyatakan bahwa beberapa biaya mungkin


disembunyikan, contohnya nilai yang diberikan dalam peng gunaan gedung, biaya
perawatan peralatan, kesemuanya itu mungkin menyimpang atau diselewengkan
untuk beberapa tahun. Jika unit tersebut dianalisis kemungkinan akan terkumpul
potret lembaga tersebut secara keseluruhan. Kondisi tersebut sangat penting
sebagai penggabungan pengeluaran faktor eksternal.
Mereka menawarkan Ingredients method yang peduli hanya pada intervensi biaya
pendidikan yang meliputi: Personal (gaji termasuk di dalamnya biaya dan waktu
kerja).

Pelatihan personal. Fasilitas.

d. Peralatan dan material.

Masukan lain seperti transportasi dan seragam sekolah. Dalam perhitungan biaya
keseluruhan dimungkinkan ditemukan secara tepat setiap komponen, seperti jam
mengajar per guru, kemu dian ditetapkan biayanya atau harga per komponen atau
unit.

2.1.4. Komponen Pembentuk Biaya Pendidikan di Indonesia

Selama digelar aksi mahasiswa menolak draf pengesahan UU BHP, sering kali
mahasiswa menyuarakan tentang mahalnya biaya pendidikan. Biaya Operasional
Pendidikan (BOP) di dalam UU BHP dituding akan menyebabkan biaya
pendidikan di Indonesia menjadi semakin mahal. BOP merupakan salah satu dari
sekian banyak kom ponen yang membentuk biaya pendidikan secara keseluruhan.
Suatu kebijakan yang berorientasi pada pendidikan murah sesungguhnya tidak
hanya sekadar berfokus pada BOP, akan tetapi memerhatikan pula komponen-
komponen lain yang membentuk biaya pendidikan.

Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manu sia yang hasilnya
dapat digunakan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan
datang. Berbeda dengan pengertian investasi fisik yang hasil atau manfaatnya
dapat langsung diketahui atau diterima. Investasi sumber daya manusia seperti
pendidikan ti dak segera atau mendapatkan hasilnya selama proses investasi tadi
sedang berlangsung. Pengertian investasi itu sendiri adalah bentuk lain dari
pembelanjaan atau pengeluaran untuk pembentukan r dal/kapital di masa depan.
Selama proses pendidikan sedang ber. mo langsung, maka itu berarti pengeluaran
akan selalu lebih besar diban dingkan dengan manfaat (benefit). Besarnya
pembelanjaan disebut juga sebagai besarnya biaya pendidikan. Komponen-
komponen yang membentuk biaya pendidikan di Indonesia :

1. Biaya Operasional Pendidikan (BOP) BOP adalah biaya yang dikeluarkan oleh
anak didik untuk me

menuhi tuntutan biaya penyelenggaraan pendidikan di institusi pen didikan. Di


tingkat perguruan tinggi, BOP terdiri atas biaya Sumbang. an Pembinaan
Pendidikan (SPP) dan biaya uang pangkal. SPP terdiri atas SPP Tetap yang
besarnya ditetapkan per semester dan SPP Varia bel yang besarnya ditentukan
berdasarkan banyaknya SKS (di seba gian perguruan tinggi). Untuk uang pangkal
hanya dibayarkan ketika pertama kali masuk ke perguruan tinggi. Dari ketiga
komponen BOP ini, uang pangkal adalah biaya yang paling banyak nilai
nominalnya (bukan diakumulasikan) dibandingkan SPP (tetap ataupun variabel).
Sekalipun hanya dibayarkan sekali (ada juga yang dapat dicicil), pada beberapa
fakultas sering kali uang pangkal masih lebih besar jika dibandingkan total nilai
akumulasi SPP Tetap ataupun SPP Variabel

Sejak diberlakukannya BHMN atau setidaknya sejak tahun 2004, hampir semua
perguruan tinggi menarik SPP di atas Rp 1 juta per semester. Jika diasumsikan
anak didik mengambil keseluruhan SKS sebanyak 24 SKS, maka nilai totalnya
dapat mencapai di atas Rp 1 juta per semester. Jika dibandingkan dengan periode
sebelum tahun 2000, inflasi biaya pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan
setelah tahun 2004 termasuk cukup tinggi, yaitu mencapai di atas 100%. Biaya
penyelenggaraan pendidikan untuk PTN mulai lebih mahal daripada rata-rata
biaya penyelenggaraan pendidikan di PTS. Komponen BOP saat ini masih
menjadi satu-satunya komponen pendidikan yang paling mahal di mana rata-rata
per tahun (2 semester) dapat mencapai di atas Rp 2 juta.

2. Biaya Hidup (Living Cost)

Pada umumnya, perguruan tinggi yang dipilih oleh anak didik adalah perguruan
tinggi yang tidak berada di daerah di mana anak didik tinggal. Jika demikian,
maka komponen biaya hidup akan se makin bertambah. Mereka (anak didik) yang
kebetulan tinggal satu kota dengan perguruan tinggi memiliki komponen biaya
hidup (living cost) yang jauh lebih rendah. Sekalipun demikian, apabila biaya pen
didikan diartikan sebagai suatu investasi, maka keseluruhan kompo nen-
komponen pokoknya harus tetap diperhitungkan. Adapun yang termasuk ke dalam
komponen biaya hidup adalah biaya tempat ting gal atau kos, biaya makan, biaya
transportasi, biaya untuk telekomu nikasi, dan biaya untuk keperluan hiburan.

Tingkat inflasi secara umum terhadap komponen-komponen biaya hidup di


Indonesia termasuk cukup tinggi terutama untuk permintaan di bidang pendidikan.
Untuk ukuran Yogyakarta, biaya untuk penginapan (indekos) rata-rata per tahun
sudah mencapai di atas Rp 1 juta (terhitung hasil pemantauan tahun 2005). Biaya
yang dikeluarkan untuk sekali makan sudah mencapai di atas Rp 3.000 se hingga
apabila dikalkulasikan dalam satu tahun menjadi di atas Rp 5 juta. Biaya
transportasi juga terus meningkat seiring dengan pen ingkatan harga BBM di
dalam negeri. Jika dimisalkan rata-rata satu hari dibutuhkan anggaran transpor
sebesar Rp 5.000, maka besarnya total biaya transpor untuk satu tahun mencapai
sekitar Rp 1,8 juta. Hasil temuan riset yang pernah dilakukan oleh UPN
Yogyakarta pada pertengahan tahun 2008 lalu menyebutkan jika rata-rata pengelu
aran biaya untuk telekomunikasi mahasiswa dapat mencapai di atas Rp 300 ribu
per bulan sehingga total rata-rata biaya telekomunikasi selama satu tahun adalah
Rp 3,6 juta. Di sini kita buat permisalan saja anggaran telekomunikasi hanya Rp 2
juta per tahun. Jika tidak diperhitungkan biaya-biaya untuk hiburan, maka total
besarnya komponen biaya hidup di Yogyakarta adalah Rp 9,8 juta per tahun
(perhitungan minimum dan dibulatkan terendah). Jika kita meng gunakan
perhitungan secara riil, maka biaya hidup rata-rata yang sesungguhnya dapat
mencapai antara Rp 15-20 juta per tahun atau bahkan lebih. Angka biaya hidup
(living cost) menempati peringkat kedua besarnya biaya pendidikan di Indonesia.

3. Biaya Pendukung Studi

Komponen biaya yang termasuk ke dalam biaya pendukung studi meliputi biaya
pembelian alat tulis, buku tulis/catatan, modul, foto kopi, dan biaya untuk
pembelian buku. Untuk alat tulis, sekalipun angka inflasinya mencapai di atas
50%, akan tetapi alat tulis memi liki durabilitas yang tinggi atau tahan lama dalam
pemakaian. Kebu tuhan mahasiswa untuk alat tulis relatif bervariasi tergantung
dari orientasinya terhadap studi secara individu. Jika menggunakan data hasil
survei biaya hidup mahasiswa tahun 2008, maka rata-rata pe ngeluaran untuk alat
tulis (termasuk fotokopi dan print) berkisar an tara Rp 300-500 ribu per semester.

Mengenai biaya pembelian buku juga relatif untuk setiap ma hasiswa tergantung
ketersediaan buku di masing-masing fakultas Idealnya, seorang mahasiswa harus
memiliki sendiri buku pegangan wajib studi. Permasalahannya, hampir sebagian
besar buku pegangan yang disarankan oleh pengajar (dosen) adalah buku
pegangan yang bukan berasal dari Indonesia atau yang ditulis oleh penulis asing.
Jika menggunakan buku asli yang masih ditulis dalam bahasa asing, maka harga
rata-rata buku tersebut mencapai di atas Rp 100 ribu. Untuk buku yang ditulis
oleh penulis lokal, maka harga rata-rata buku terse but mencapai di atas Rp 50
ribu. Banyaknya buku dan jenis buku yang dibeli adalah relatif dan tergantung
dari orientasi dari masing-mas ing mahasiswa. Idealnya, selama masa kuliah
setidaknya memiliki 5 hingga 10 buku pegangan wajib. Untuk per tahun
setidaknya seorang. mahasiswa membutuhkan sekitar 3-5 buku pegangan per
semester. Oleh karena itu, dengan menganggap setiap mahasiswa memiliki ori
entasi yang sama, maka besarnya pengeluaran minimal untuk pembe lian buku
berkisar antara Rp 400-600 ribu per semester. Biaya-biaya ini masih belum
memadai karena untuk ukuran setelah tahun 2005, kebutuhan mahasiswa sudah
mulal meningkat pada kebutuhan akses internet. Sekalipun beberapa perguruan
tinggi menyediakan hotspot ataupun internet gratis, akan tetapi tidak beroperasi
24 jam. Untuk sementara ini, biaya akses internet dapat dikesampingkan dahulu
karena masih terbuka kemungkinan mahasiswa mengakses internet tanpa biaya.

4. Biaya Pendukung Studi Tambahan

Setiap anak didik memiliki kebutuhan yang relatif beragam, ter gantung dari
kebiasaan, kemampuan ekonomi (sumber dana), dan gaya hidup. Berdasarkan
survei kebutuhan hidup mahasiswa tahun 2008, pendukung studi yang sering
dipilih oleh mahasiswa adalah komputer personal (PC), telepon seluler (ponsel),
dan kendaraan bermotor. Beberapa di antaranya juga memilih perangkat tambahan
seperti perangkat audio, televisi, dan console box sebagai perangkat untuk
hiburan.
Untuk taraf pendidikan modern seperti sekarang ini, setidaknya komputer
personal (PC) sudah dianggap sebagai kebutuhan wajib. Hampir semua tugas dan
materi kuliah sudah mewajibkan anak didik memanfaatkan fasilitas komputer
sebagai perangkat pendukung stu di. Harga perangkat PC standar mencapai antara
Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. Perangkat PC termasuk perangkat yang memiliki daya
tahan (durabilitas) cukup tinggi untuk pemakaian normal sehingga dapat.
digunakan hingga anak didik menyelesaikan studi.

Di Indonesia, ponsel sudah menjadi kebutuhan pokok masyara kat untuk


berkomunikasi jarak jauh. Pada umumnya, hampir dapat dipastikan jika semua
mahasiswa baru sekarang ini sudah meleng kapi diri dengan ponsel. Sekalipun
perangkat ponsel termasuk per angkat elektronik yang memiliki daya tahan
(durabilitas) tinggi, akan tetapi sering kali ditemukan seorang mahasiswa berganti
ponsel hingga lebih dari dua kali untuk satu masa studi. Dengan menggu nakan
ponsel, ini berarti si pemilik pun harus mengeluarkan anggar an ekstra untuk
mendapatkan layanan dari provider. Jika dimisalkan pemakaian minimum per
bulan sekitar Rp 50 ribu, maka untuk satu semester dibutuhkan sekitar Rp 300
ribu. Pada kenyataannya, sering kali ditemukan pemakaian untuk satu semester
mencapai di atas Rp 500 ribu.

Di beberapa daerah di Indonesia, kebutuhan akan kendaraan bermotor terutama


kendaraan bermotor roda dua. Manfaat dengan memiliki kendaraan bermotor
selain memudahkan mobilisasi indi vidu, juga akan sedikit lebih menghemat
pengeluaran untuk portasi. Dengan memiliki kendaraan bermotor, si pemilik pun
harus mengeluarkan dana ekstra untuk keperluan perawatan dan penggan tían
suku cadang. Besarnya relatif untuk masing-masing jenis atau pun merek
kendaraan bermotor. Sekalipun kendaraan bermotor juga termasuk barang yang
relatif tahan lama, akan tetapi sering ditemu kan beberapa mahasiswa berganti
merek kendaraan bermotor lebih dari 1 kali untuk satu masa studi. Harga rata-rata
kendaraan bermo tor berkisar antara Rp 13 juta hingga Rp 19 juta. trans

Perangkat kebutuhan lain yang masuk ke dalam kategori kebutuhan akan sarana
hiburan relatif beragam. Pada umumnya, ma hasiswa akan lebih memilih
perangkat audio, televisi, dan console box (PlayStation). Rata-rata harga per unit
dari perangkat hiburan berva riasi dapat di atas Rp 500 ribu atau bahkan lebih dari
Rp 1 juta. Maha siswa cenderung jarang untuk berganti merek/produk untuk
perang kat hiburan. Namun pola berganti merek sangat ditentukan pula oleh
kemampuan ekonomi dari pihak yang membiayai anak didik.

2.1.5. Biaya Rata-rata dan Biaya Marginal

Biaya rata-rata adalah seluruh biaya yang dikeluarkan sekolah atau perguruan
tinggi dibagi dengan seluruh orang yang dilayaninya. Suatu ketika biaya total
dibagi dengan jam pelayanan atau jumlah mata pelajaran atau mata kuliah atau
keluaran (lulusan). Berbagai macam tujuan untuk mengetahui besaran biaya yang
telah ditanam kan oleh daerah pada pengembangan setiap warganya, namun
semua itu dapat digunakan untuk mengukur biaya marginal.

Mengingat beberapa biaya sudah tetap keberadaannya, seperti biaya manajemen


sekolah dan biaya bangunan, maka biaya rata-rata akan sangat tergantung pada
peningkatan kemampuan jumlah siswa di wilayah tersebut. Biaya rata-rata yang
stabil akan memberi petun juk adanya pertambahan jumlah siswa yang konstan,
dapat jadi jur lah yang lulus biasa bertambah sebanyak pertambahan jumlah siswa
yang masuk.

Biaya rata-rata dapat sama dengan biaya marginal ketika biaya rata-rata mencapai
tingkat minimum. Jika hal ini terjadi pada suatu lembaga pendidikan, maka ada
tanda bahwa lembaga tersebut telah mencapai efisiensi yang tinggi. Atau dengan
kata lain, seluruh sumber daya telah digunakan seoptimal mungkin, sehingga tidak
terdapat pemborosan sumber daya. Ada kemungkinan sekolah kecil akan lebih
rendah biaya rata-ratanya jika dibandingkan dengan sekolah besar, karena mereka
tidak mengeluarkan biaya tambahan seperti transpor tasi dan fasilitas lain yang
dapat menyerap biaya yang cukup tinggi.

Biaya marginal guna mendidik banyak siswa merupakan suatu hal penting untuk
diperhatikan, khususnya di saat mau mengambil keputusan untuk
mengembangkan sekolah atau tidak. Kebanyakan sekolah ataupun perguruan
tinggi yang mempunyai kurva biaya mar ginalnya berjenjang seperti tangga. Jika
kelas yang ada tidak diisi dengan siswa atau mahasiswa secara penuh, dan mereka
tidak butuh tambahan guru atau dosen, maka biaya marginal akan rendah. Apa
bila kelas telah penuh dan siswa atau mahasiswa membutuhkan kelas lain dan
diperlukan tambahan guru atau dosen, maka biaya margi nalnya akan naik seperti
kenaikan jenjang tangga.

2.1.6. Analisis Biaya Manfaat (Cost Benefit Analysis)

Analisis biaya manfaat merupakan metodologi yang banyak di gunakan dalam


melakukan analisis investasi pendidikan. Metode ini dapat membantu para
pengambil keputusan dalam menentukan pilihan di antara alternatif alokasi
sumber-sumber daya pendidikan yang terbatas, tetapi memberikan keuntungan
yang tinggi. Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal penting,
yang perl dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan ( tal
cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan di tingkat sekolah
merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari
pemerintah, orang tua, dan masyarakat y dikeluarkan untuk menyelenggarakan
pendidikan dalam satu tahun yang, pelajaran. Biaya satuan per murid merupakan
ukuran yang meng gambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan sekolah
secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan. Oleh
karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah murid pada
masing-masing sekolah, maka ukuran biaya satuan d anggap standar dan dapat
dibandingkan antara sekolah yang sat dan sekolah yang lainnya. Analisis
mengenai biaya satuan dalam kait annya dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya dapat di lakukan dengan menggunakan sekolah sebagai unit
analisis. Dengan menganalisis biaya satuan, memungkinkan kita untuk
mengetahui efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber di sekolah, keuntungan
dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah
untuk pendidikan. Di samping itu, juga dapat menjadi penilaian bagaimana
alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem pendidikan
(Pratama, 2007).
2.1.7. Mengukur Biaya Pendidikan

Dalam menentukan biaya satuan terdapat dua pendekatan, yaitu:

pendekatan makro dan pendekatan mikro. Pendekatan makro merupakan analisis


secara total dalam suatu negara, sehingga hasil nya merupakan perbandingan
biaya pendidikan antarnegara. Faktor utama yang menentukan perhitungan biaya
satuan dalam sistem pendidikan adalah kebijakan dalam pengalokasian anggaran
pendidikan di setiap negara. Satuan biaya pendidikan di setiap negara sangat
bervariasi, yang disebabkan oleh perbedaan cara penyeleng garaan pendidikan,
cara pandang pengambil kebijakan serta ma

syarakat terhadap sistem pendidikan. Untuk membandingkan biaya pendidikan


pada tiap jenjang di tiap negara, teknik yang dilakukan adalah dengan
membandingkan biaya operasional pendidikan dan sumber keuangannya, yang
dapat dilihat dari persentase GNP dari tiap negara. Negara yang mempunyai
perhatian terhadap kepenting an pendidikan dalam usaha untuk mencapai
pemerataan kemakmur an (kesejahteraan) rakyat tentu akan membuat penetapan
anggaran pendidikan tinggi daripada anggara yang lain (USA 60%, Indonesia
baru 20%).

Pendekatan mikro akan menganalisis biaya pendidikan ber dasarkan pengeluaran


total (total cost) dan jumlah biaya satuan (unit cost) menurut jenis dan tingkat
pendidikan. Biaya total merupakan gabungan-gabungan biaya per komponen
input pendidikan di tiap sekolah. Adapun satuan biaya pendidikan merupakan
biaya rata-ra ta yang dikeluarkan untuk melaksanakan pendidikan di sekolah per
murid per tahun anggaran. Satuan biaya ini merupakan fungsi dari besarnya
pengeluaran sekolah serta banyaknya murid sekolah. De ngan demikian, satuan
biaya ini dapat diketahui dengan jalan mem bagi seluruh jumlah pengeluaran
sekolah setiap tahun dengan jumlah murid sekolah pada tahun yang bersangkutan.
Perhitungan satuan biaya pendidikan dapat menggunakan formula sebagai berikut:

Sb (s,t) = f [K (s,t): M (s,t)]


Keterangan:

Sb: satuan biaya murid per tahun K jumlah seluruh pengeluaran.

M: jumlah murid

S: sekolah tertentu

T: tahun tertentu

Selain itu biaya pendidikan menurut Nanang Fattah tidak hanya berorientasi pada
uang saja, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempat an (opportunity cost) yang
sering juga disebut income forgone (potensi pendapatan bagi seorang siswa
selama ia mengikuti pelajaran, atau menyelesaikan studi). Yang dapat dihitung
dengan formula berikut:

CL+K

Keterangan:

C: biaya pendidikan

L: biaya langsung dan biaya tak langsung

K: jumlah rata-rata penghasilan tamatan.

Tujuan Analisis Manfaat Biaya

Setelah memahami bentuk biaya ataupun cara perhitungan nya, dan setelah sedikit
dibahas di atas, tujuan dari analisis biaya yaitu untuk memberikan kemudahan,
memberikan informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan
langkah/cara dalam pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas atau
pun efisiensi pengolahan dana pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan.
Secara khusus, analisis manfaat biaya pendidikan bagi pemerintah menjadi acuan
untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga sebagai dasar
untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Adapun bagi masyarakat, analisis manfaat biaya pendidikan ini berguna
sebagai dasar/pijakan dalam melakukan "investasi" di dunia pendidikan.

Hal ini dirasakan penting untuk diketahui dan dipelajari, karena menu rut sebagian
masyarakat pendidikan hanya menghabis-habiskan uang tanpa ada
jaminan/prospek peningkatan hidup yang jelas di masa yang akan datang.

Hasil penelitian yang dilakukan Sismanto, 2006 menunjukkan bahwa; (1) ada
pengaruh yang signifikan besarnya biaya yang dike luarkan oleh siswa/orang tua
untuk membiayai pengadaan kompo nen-komponen masukan pendidikan (biaya
tetap dan biaya tidak tetap) terhadap prestasi siswa di Madrasah Ibtidaiyah
Jenderal Sudirman Malang yang ditunjukkan dengan persamaan regresi Y-
56.365+2.784X1+3.461X2, dan (2) ada pengaruh yang signifi kan besarnya biaya
yang dikeluarkan oleh sekolah untuk membiayai pengadaan komponen-komponen
masukan pendidikan (kesejahtera an finansial dan kesejahteraan non finansial)
terhadap profesional isme guru di Madrasah Ibtidaiyah Jenderal Sudirman Malang
yang ditunjukkan dengan persamaan regresi. Y-0,751+0,414X3 +0,332X4.
Temuan ini menunjukkan adanya pertanggungjawaban yang cu

kup baik dari pengelola, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan orang tua
murid. Penelitian ini dilakukan pada sekolah swasta, kini perlu dipertanyakan
adalah bagaimana keadaan di sekolah negeri? Analisis biaya sekolah memang
perlu dilakukan di mana saja agar tingkat efisiensi pelaksanaan pendidikan dapat
tercapai.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen instrumen tal (instrumental


input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya
dalam pengertian ini memiliki cakup an yang luas, yakni semua jenis pengeluaran
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang
ataupun ba rang dan tenaga (yang dapat dihargai dengan uang). Biaya dalam pen
didikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect
cost).

Prinsip dalam evaluasi terhadap penggunaan dana adalah peng alokasian biaya.
Dalam analisis ekonomi, nilai sumber daya diukur dari alternatif yang
dikorbankan dalam pemanfaatan sumber daya guna mencapai tujuan yang
terpenting.

Penggunaan dana lain-lain untuk kegiatan yang terkait dengan guru, kepala
sekolah dan guru hendaknya menggunakan perkiraan profesionalannya dalam
memutuskan penggunaan sumber daya dari berbagai alternatif aktivitas sekolah
(lembaga pendidikan).

Dana cadangan adalah biaya yang dialokasikan untuk mengatasi beberapa


kesepakatan yang menguntungkan (seperti menggali tam bang sebelum
memperoleh inti emas) di mana dana tersebut tidak dapat digunakan untuk
menutup kembali terhadap apa yang sudah digali.

Current cost/recurrent cost adalah sesuatu pengeluaran yang ber sifat rutin dan
kita jumpai tahun demi tahun contohnya: gaji guru, pembelian alat-alat tulis,
pembelian barang tahan lama seperti ba ngunan; Direct cost adalah pengeluaran
yang ditujukan untuk mem biayai aktivitas khusus, seperti biaya untuk
mendukung berjalannya pelatihan, termasuk staf, guru dan peralatan, yang
berbeda dengan pembiayaan tidak langsung yang mendukung jalannya sekolah,
teta pi tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas pembelajar an. Biaya
ini termasuk pengeluaran untuk perawatan gedung, biaya pengelolaan dan
administrasi, servis dan perpustakaan; Variable cor adalah biaya yang dapat naik
turun tergantung dari aktivitas sekolah atau perguruan tinggi, tergantung dari
banyaknya siswa yang harus dilayani, biaya ini berbeda dengan fixed cost yang
besarannya tidak tergantung dari jumlah siswa seperti gedung, administrasi, dan
jasa bimbingan; Total cost adalah penjumlahan dari seluruh komponen biaya yang
dikeluarkan sekolah dalam operasionalnya. Berdasar bia ya total ini dapat dicari
biaya per siswa dalam sekolah tersebut yaitu dengan membagi seluruh biaya
dengan jumlah siswa yang dilayani. Jika mungkin dihitung biaya rata-rata per
anak di setiap kelas dalam kurun waktu tertentu.

Investasi sumber daya manusia seperti pendidikan tidak segera atau mendapatkan
hasilnya selama proses investasi tadi sedang ber langsung. Pengertian investasi itu
sendiri adalah bentuk lain dari pembelanjaan atau pengeluaran untuk
pembentukan modal/kapital di masa depan. Selama proses pendidikan sedang
berlangsung, maka itu berarti pengeluaran akan selalu lebih besar dibandingkan
dengan manfaat (benefit). Besarnya pembelanjaan disebut juga sebagai be sarnya
biaya pendidikan.

Komponen pembentuk biaya pendidikan di Indonesia semakin mahal dan


bervariasi antarwilayah dan kepentingan mahasiswa, ser ta status tinggal
mahasiswa. Komponen tersebut meliputi: Biaya ope rasional pendidikan; Biaya
hidup; Biaya pendukung studi; dan Biaya pendukung studi tambahan.

Biaya rata-rata dapat sama dengan biaya marginal ketika biaya rata-rata mencapai
tingkat minimum.

Jika hal ini terjadi pada suatu lembaga pendidikan, maka ada tanda bahwa
lembaga tersebut telah mencapai efisiensi yang tinggi. Atau dengan kata lain,
seluruh sum ber daya telah digunakan seoptimal mungkin, sehingga tidak terda
pat pemborosan sumber daya.

Tujuan dari analisis biaya adalah untuk memberikan kemudah an, memberikan
informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam
pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas ataupun efisiensi
pengolahan dana pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus,
analisis manfaat biaya pendidikan bagi pemerintah menjadi acuan untuk
menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga sebagai dasar untuk
meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Adapun bagi masyarakat, analisis manfaat biaya pendidi kan ini berguna sebagai
dasar/pijakan dalam melakukan "investasi" di dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai