B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka berikut adalah rumusan
masalah dalam penulisan makalah.
1. Apa pengertian biaya pendidikan?
2. Apa pengertian dari cost benefit analysis dalam pendidikan?
3. Apa tujuan dari cost benefit analysis dalam pendidikan?
4. Bagaimana cara mengukur biaya dan manfaat pendidikan?
5. Bagaimana rate of return on investment dalam pendidikan?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penulisan makalah adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari biaya pendidikan
2. Untuk mengetahui pengertian dari cost benefit analysis dalam pendidikan.
3. Untuk mengetahui tujuan dari cost benefit analysis dalam pendidikan.
4. Untuk mengetahui cara mengukur biaya dan manfaat pendidikan.
5. Untuk mengetahui rate of return on investment dalam pendidikan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Biaya Pendidikan
Konsep biaya dalam bahasa Inggris biasa menggunakan istilah cost, financial,
expenditure. Biaya menurut Usry dan Hammer dalam Akdon (2017:5) adalah sebagai cost as
an exchange, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit. Cost bersinonim
dengan expense yang digunakan untuk mengukur pengeluaran (outflow) barang atau jasa
yang disandingkan dengan pendapatan untuk mengukur pendapatan. Secara bahasa, biaya
(cost) dapat diartikan sebagai pengeluaran, sedangkan dalam istilah ekonomi,
biaya/pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya. Pengertian biaya dalam
ekonomi adalah pengorbanan-pengorbanan yang dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan
secara rasional, melekat pada proses produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak
demikian, maka pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai pemborosan.
Pendidikan oleh Wahono (2001:2) secara lugas dikatakan bahwa sebenarnya adalah
wahana atau alat saja. Sebagai alat, pendidikan diabdikan kepada sebuah atau beberapa
tujuan. Dalam tujuan terkandung visi dan misi. Disinilah terjadi medan perebutan pengaruh
dari berbagai kekuatan lengkap dengan ideologinya (O’neil, 2002:4). Kekuatan dan ideologi
ini terjelma dalam sistem ekonomi pendidikan. Sistem ekonomi pendidikan ini berkaitan
dengan sistem pembiayaan pendidikan. Sistem pembiayaan pendidikan yang terwujud dalam
alokasi komponen pembiayaan pendidikan idealnya mencerminkan visi dan misi lembaga
pendidikan.
Menurut Supriadi (2003), biaya pendidikan merupakan salah satu komponen
instrumental (instrumental-input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di
sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis
pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang
maupun barang dan tenaga. Sedangkan menurut Triwiyanto dan Nurabadi (2015:26),
pembiayaan pendidikan merupakan salah satu variabel yang menyumbang tercapainya tujuan
pendidikan. Salah satu tujuan pendidikan dalam mengelola variabel biaya pendidikan yaitu
pengelolaan variabel tersebut secara efektif dan efisien untuk menghasilkan output yang
tinggi.
Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung (Fattah,
2002). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan
pengajaran dan kegiatan belajar siswa. Kebanyakan biaya langsung berasal dari sistem
persekolahan seperti SPP dan sumbangan orang tua atau biaya yang dikeluarkan langsung
oleh siswa untuk membeli perlengkapan guna menunjang proses pelaksanaan pendidikan.
Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang dalam bentuk kesempatan
yang hilang dan dikorbankan oleh siswa selama belajar.
Sejalan dengan pendapat Fattah, Akdon (2017:5) juga mengemukakan bahwasannya
biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung
(indirect cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran,
sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemeintah, orang tua,
maupun siswa itu sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang
(earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang
dikorbankan oleh siswa selama belajar.
Menurut Supriadi (2003:4) biaya terbagi menjadi dua yaitu biaya pribadi (private
cost) dan biaya sosial (social cost). Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk
pendidikan atau dikenal juga pengeluaran rumah tangga (household expenditure). Biaya
sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan, baik melalui sekolah
maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan untuk
membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah pada dasarnya termasuk
biaya sosial.
Sifat biaya pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu biaya yang
bersifat budgetair dan biaya yang bersifat non budgetair. Biaya budgetair adalah biaya
pendidikan yang dibelanjakan sekolah sebagai suatu lembaga. Sedangkan biaya non
budgetair adalah biaya yang bersumber dari orang tua/ keluarga siswa untuk menunjang
proses pembelajaran di sekolah.
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan antara satu dengan
yang lainnya, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang
diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur.
Pada sekolah dasar negeri umumnya memiliki sumber-sumber anggaran pendapatan dari
pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, orang tua siswa, dan sumber
lainnya. Anggaran pengeluaran adalah dana yang dibelanjakan setiap tahun untuk
kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Anggaran belanja sekolah ditentukan oleh
komponen-komponen yang jumlah dan proporsinya bervariasi pada setiap daerah. Serta dari
waktu ke waktu berdasarkan pendekatan unsur biaya (ingredient approach), pengeluaran
sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa item pengeluaran, antara lain sebagai berikut.
1. pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran
2. pengeluaran untuk tata usaha sekolah
3. pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah
4. kesejahteraan pegawai
5. administrasi
6. pembinaan teknis educative, dan
7. pendataan.
Perhitungan biaya dalam pendidikan akan ditentukan oleh unsur-unsur tersebut yang
didasarkan pula pada perhitungan biaya nyata (the real cost) sesuai dengan kegiatan menurut
jenis dan volumenya. Dalam konsep pembiayaan pendidikan dasar ada dua hal penting yang
harus dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya
satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan di tingkat sekolah merupakan aggregate biaya
pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat
yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya
satuan per siswa merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar dana yang
dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif untuk kepentingan siswa dalam menempuh
pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah siswa
pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standar dan dapat
dibandingkan antara sekolah satu dengan sekolah lainnya. Analisis mengenai biaya satuan
dalam kaitannya dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan efisiensi dalam
penggunaan sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan
pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Di samping itu, juga
dapat menilai bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem
pendidikan. (Mingat Tan dalam Fattah, 2006)
B. Pengertian Cost Benefit Analysis Dalam Pendidikan
Analisis biaya manfaat merupakan metodologi yang banyak digunakan dalam
melakukan analisis investasi pendidikan. Metode ini dapat membantu para pengambil
keputusan dalam menentukan pilihan diantara alternatif alokasi sumber-sumber pendidikan
yang terbatas tetapi memberikan keuntungan yang tinggi (Aryanto,
2009). Analisis manfaat biaya bersandar pada rasionalitas ekonomi yang memperhitungkan
sisi efisiensi. Dengan perkataan lain, suatu pilihan akan dilaksanakan manakala manfaat yang
ditimbulkan lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan, dan sebaliknya berdasarkan teknik ini,
suatu pilihan akan dihindari manakala manfaat yang dihasilkan tidak sebanding (lebih
kecil) dengan biaya yang dikeluarkan.
Apabila dihubungkan dengan teknik ABM dalam lapangan pendidikan, maka kita
akan berhadapan dengan ’nilai manfaat’ yang terkait dengan pembangunan manusia yang
tidak mudah dinilai dengan ukuran uang. Dengan perkataan lain, suatu proyek pendidikan
yang berorientasi sepenuhnya kepada pembangunan karakter manusia akan mendapatkan
nilai manfaat yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pengukuran efisiensi (menimbang besaran
biaya terhadap manfaat) akan berhadapan dengan nilai manfaat (investasi sumber daya
insani) yang seolah tanpa batas.
Dalam penerapannya di lapangan pendidikan, ABM dapat secara tajam
menghitung cost (biaya). Biaya pendidikan menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi, merupakan
salah satu komponen instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang
luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan,
baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan uang).
Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji
atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per
siswa). Biaya satuan ditingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat
sekolah baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikerluarkan
untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satu tahun pelajaran.
Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang
yang dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh
pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah murid
pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standard dan dapat
dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya.
Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis.
Dengan menganalisis biaya satuan, memungkinkan kita untuk mengetahui efisiensi dalam
penggunaan sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan
pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Disamping itu, juga dapat
menjadi penilaian bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan
sistem pendidikan.
Komponen biaya pendidikan meliputi:
1. Peningkatan KBM
2. Pembinaan tenaga kependidikan
3. Pengadaan alat-alat belajar
4. Pengadaan bahan pelajaran
5. Sarana kelas
6. Sarana sekolah
7. Pembinaan siswa
8. Pengelolaan sekolah
9. Pemeliharaan dan penggantian sarana dan prasarana pendidikan
10. Biaya pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pelaporan.
11. Peningkatan mutu pada semua jenis dan jenjang pendidikan;
12. Peningkatan kemampuan dalam menguasai iptek.
13. Peningkatan pembinaan kegiatan siswa
14. Rumah tangga sekolah
15. Kesejahteraan
16. Perawatan
17. Pengadaan alat-alat belajar
18. Pembinaan tenaga kependidikan
19. Pengadaan bahan pelajaran.
Penelitian mengenai variabel biaya pendidikan dengan komponen tujuan pendidikan
telah dilakukan oleh beberapa ahli, salah satu penelitian itu berusaha mengaitkan beberapa
variabel biaya pendidikan dengan mutu pendidikan (Fattah, 2002:45). Hasil penelitian lain
menyatakan bahwa upaya meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan di
daerah pedesaan menunjukkan upaya pemborosan yang tinggi sehingga menurunkan tingkat
efisiensi pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (Behrmean & Birdsall dalam Triwiyanto dan
Nurabadi, 2015:26). Sebaliknya hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa upaya
meningkatkan pemerataan kesempatan akan pendidikan di Sekolah Dasar telah memberikan
“rate of return” yang cukup tinggi (Foster, 1980; Corney et al, 1982). Studi yang dilakukan
Budiono dan Mc Mahon (1992) membuktikan bahwa upaya meningkatkan pemerataan
kesempatan akan pendidikan di Sekolah Dasar dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas di
Indonesia telah juga berhasil meningkatkan tingkat efisiensi sistem pendidikan di sekolah.
Perbedaan hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan betapa komponen biaya pendidikan
memiliki elastisitas pengelolaan yang berdampak pada tercapainya tujuan pendidikan.
Studi Psacharopoulus oleh Teguh (dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:26)
mengenai pembiayaan pendidikan memaparkan hal yang amat mengagetkan, dimana di NSB
(Negara Sedang Berkembang) rata-rata biaya seorang mahasiswa setara dengan 88 kali biaya
seorang siswa SD. Kenyataan ini berbeda dengan di negara maju seperti Amerika Serikat,
Inggris, dan Selandia Baru yang perbandingannya mencapai 17,6. Sayangnya, tinginya biaya
pendidikan tinggi di NSB tidak diikuti secara proporsional pendapatan yang diperoleh dari
seorang lulusan perguruan tinggi. Kondisi tersebut menjadikan cermin bagi PT di Indonesia
untuk terus meningkatkan efisiensi pendidikannya.
Penelitian-penelitian mengenai variabel biaya pendidikan tidak sekedar mencakup
hal-hal di atas, melainkan penelitian terhadap dampak sosial-ekonomi pendidikan. Salah satu
penelitian yang menggunakan analisis organisasi dilakukan oleh Ruwiyanto (1994:56) yaitu
pengaruh faktor-faktor dinamika organisasi lembaga pendidikan karya terhadap manfaat
sosial-ekonomi warga belajar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dinamika
organisasi pendidikan akan membawa pengaruh terhadap warga belajar. Selain itu, penelitian
ini juga menyimpulkan bahwa upaya memperbaiki manajemen untuk efisiensi biaya
pendidikan akan membawa dampak pengentasan masyarakat miskin sekaligus usaha ini akan
membawa pada usaha ke arah pemerataan pendidikan.
Percepatan dan pemerataan penyediaan pendidikan formal secara kuantitatif kerap
diartikan sebagai kunci kesuksesan pembangunan ekonomi, mitos seperti inilah yang
berkembang selama ini. Kecenderungan lain yang muncul di NSB, termasuk di Indonesia,
antara lain pendidikan lebih dinilai sebagai status sosial ketimbang produktivitas. Todaro
(dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:27) menyatakan masyarakat, termasuk pasar tenaga
kerja, cenderung mengharapkan ijazah pendidikan lebih tinggi. Kecenderungan ini yang
mendorong meningkatnya permintaan akan jenjang pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan,
termasuk PT, karena kondisi tersebut dapat mengoptimalkan kualitas outputnya dengan
meningkatkan efisiensi pendidikan.
Keterkaitan pendidikan faktor-faktor lain diluar pendidikan juga menjadi kajian
beberapa ahli. Ccombs dan Ahmed (1980:5) menjadikan pendidikan nonformal sebagai unit
analisisnya terhadap pemerataan pendidikan. Perhitungan politik ekonomi di perguruan tinggi
yang dilakukan oleh Wahono (2001:1). Wahono memperlihatkan analisis cermat mengenai
pendidikan dari sudut ekonomi politik. Sementara itu, kajian efisiensi pendidikan yang
dilakukan untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat efisiensi menjadi kajian yang juga
memperkaya bidang kajian ini (Nurhadi, 1988). Penelitian dengan dilakukan Fattah (2002),
fokus penelitiannya pada level pendidikan SD. Hasil penelitiannya menunjukkan pola
hubungan yang signifikan diantara variabel-variabel yang diukur.
Psacharopoulos dan Patrinos (dalam Triwiyanto dan Nurabadi, 2015:27) menemukan
investasi pendidikan tinggi di Indonesia tahun 1986 memiliki nilai manfat sosial sebesar 5%.
Nilai ini lebih rendah ketimbang manfaat sosial dari pendidikan menengah yang mencapai
11%. Sayangnya studi ini tidak mengungkapkan manfaat individu yang diperoleh. Manfaat
sosial ini tentunya berbeda-beda tiap PT, dengan mengetahui hal tersebut dapat dilakukan
strategi lebih terencana untuk mengoptimalkan output yang menjelaskan banyak mengungkap
persoalan-persoalan pembiayaan pendidikan di Indonesia.
Studi-studi di atas memperlihatkan bahwa penelitian mengenai ekonomi,
efisiensi, dan efektifitas pendidikan (audit manajemen) belum banyak dilakukan, apa lagi
dengan unit analisisnya perguruan tinggi. Penelitian-penelitian tersebut belum menjadikan
perguruan tinggi sebagai bahan kajian yang menarik. Penelitian yang ada baru menjadikan
tingkat SD sampai SMA sebagai unit analisisnya, sementara di PT belum banyak dilakukan.
Perguruan tinggi dengan karakter khususnya memiliki kemungkinan pola hubungan berbeda
antara variabel biaya dengan mutu produknya.
ROI =
Misalnya diketahui bahwa total manfaat dari Proyek Pengembangan Sistem Informasi
Manajemen Program Pasca Sarjana UM adalah:
Manfaat tahun ke 1 = Rp. 346.000.000,-
Manfaat tahun ke 2 = Rp. 440.000.000,-
Manfaat tahun ke 3 = Rp. 565.000.000,-
Manfaattahunke 4 = Rp. 627.500.000,-+
Total Manfaat = Rp. 1.978.500.000,-
Sedang total biaya yang dikeluarkan adalah:
Biaya tahun ke 0 = Rp. 788.500.000,-
Biaya tahun ke 1 = Rp. 61.000.000,-
Biaya tahun ke 2 = Rp. 67.500.000,-
Biaya tahun ke 3 = Rp. 79.000.000,-
Biaya tahun ke 4 = Rp. 85.250.000,- +
Total Biaya = Rp. 1.081.250.000,-
ROI untuk proyek ini adalah sebesar = (Rp. 1.978.500.000 – Rp. 1.081.250.000,-)/
Rp. 1.081.250.000,-) x 100% = 82,98 % . Apabila suatu proyek investasi mempunyai ROI
lebih besar dari 0 maka proyek tersebut dapat diterima. Pada proyek ini nilai ROI nya
adalah 0,8298 atau 82,98%, ini berarti proyek ini dapat diterima, karena proyek ini akan
memberikan keuntungan sebesar 82,98% dari total biaya investasinya.
A. Kesimpulan
Biaya pendidikan dapat dikatakan memegang peranan penting dalam keberlangsungan
pendidikan. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan
yang bermutu juga tidak terlepas dari perencanaan anggaran yang mantap, alokasi yang tepat
sasaran dan efektif sehingga membuat seluruh komponen lembaga pendidikan tersebut
bersinergi dan memberikan hasil yang optimal dalam pencapaian tujuan. Lembaga
pendidikan dapat dikatakan juga sebagai produsen jasa pendidikan, seperti halnya pada
bidang usaha lainnya menghadapi masalah yang sama, yaitu biaya produksi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa analisis manfaat biaya pendidikan menjadi bahan
perhatian yang penting bagi pemerintah, masyarakat, dan para penyelenggara pendidikan
untuk menentukan langkah progresif dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Analisis biaya manfaat merupakan metodologi yang banyak digunakan dalam
melakukan analisis investasi pendidikan. Tujuan dilakukannyaanalisis manfaat biaya dalam
lapangan pendidikan adalah untuk memberikan kemudahan, memberikan informasi pada para
pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan sekolah,
guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana pendidikan serta peningkatan
mutu pendidikan. Sehingga metode ini dapat membantu para pengambil keputusan dalam
menentukan pilihan diantara alternatif alokasi sumber-sumber pendidikan yang terbatas tetapi
memberikan keuntungan yang tinggi.
Rate of return adalah perbandingan antara biaya yang dihabiskan atau diinvestasikan
untuk pendidikan dengan jumlah pendapatan yang didapatkan setelah menyelesaikan
pendidikan itu selama hidupnya. Hasil analisis rate of return ini akan dijadikan
pertimbangan suatu program pendidikan mampu memberikan manfaat terhadap kehidupan
individu.
B. Saran
Bagi pengambil keputusan di sekolah atau kepala sekolah, penerapan analisis manfaatbiaya dalam
pendidikan dapat digunakan bahan untuk mengevaluasi secara kritis kebijakan-kebijakan pendidikan yang
menyerap dana sangat besar. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemanfaatan yang
dihasilkan dari sejumlah biaya yang sedemikian besar telah dikeluarkan.
Bagi pemerintah, sebaiknya menjadikan analisis manfaat biaya pendidikan sebagai acuannya untuk
menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPB, selain itu juga sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM
dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional.Sedangkan bagi masyarakat, sebaiknya analisis manfaat biaya
pendidikan ini juga dijadikan sebagai dasar/pijakan dalam melakukan investasi di dunia pendidikan.
ANALISIS MANFAAT DAN BIAYA (COST AND BENEFIT
ANALYSIS)
(Oleh:Dr.Bovie Kawulusan., M.Si)
PENDAHULUAN
Analisis biaya dan manfaat (ABM) adalah salah satu teknis yang digunakan
untuk mengevaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar dapat digunakan secara efisien.
ABM merupakan alat bantu untuk membuat keputusan, dengan mempertimbangkan sejauhmana
sumberdaya yang digunakan (sebagai biaya) dapat memberikan hasil-hasil yang diinginkan (manfaat)
secara optimal. ABM digunakan manakala hal efisiensi secara akurat dan rasional menjadi
pertimbangan utama.
Roy Simbel (2003) berpendapat bahwa ABM adalah salah satu instrumen yang dapat
digunakan untuk pengABMilan keputusan cepat[1]. Menurutnya dalam mengABMil keputusan, yang
digunakan sebagai petunjuk adalah biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang bisa
dipetik. ABM dilakukan dengan tetap mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan. ABM bertujuan
memilih alternatif yang menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dengan manfaat yang
paling besar serta risiko yang paling dapat dikendalikan.
Teknis ABM dapat diterapkan dalam berbagai bidang pengambilan keputusan, utamanya
dalam rangka membuat evaluasi program atau proyek untuk kepentingan publik, seperti misalnya
pembangunan infrastruktur, yang seringkali menimbulkan biaya dan manfaat yang berdampak pada
kepentingan sosial. Tentu saja lapangan pendidikan juga dapat menggunakan pendekatan ini,
terutama ketika pertimbangan efisiensi menjadi begitu diperhitungkan.
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Analisis Manfaat-Biaya
Beberapa pengertian dan definisi dapat Cost and Benefit Analysis antara lain:
a. An approach to policy recommendation that permits analyst to compare and advocate policies
by quatifying their total monetary cost and benefits[2].
b. A process by which you weigh expected costs against expected benefits to determine the
best (or most profitable) course of action[3]
d. A technique designed to determine the feasibility of a project or plan by quantifying its costs
and benefits[5]
Dari berbagai definisi di atas dapatlah ditarik suatu pemahaman bahwa analisa biaya manfaat
adalah suatu cara untuk menhitung (dalam besaran nilai uang) sejauhmana biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mewujudkan suatu proyek tertentu memberikan hasil manfaat, sehingga dapat
dijadikan bahan pertimbangan untuk dipilih atau tidak dalam suatu pengABMilan keputusan.
Adapun pengertian tentang Cost (biaya) dan Benefits (Manfaat), dapat dijelaskan sebagai
berikut[6]:
Benefits à are the sum of the maximum amounts that people would be
willingness to pay to gain outcomes that they view as desirable
Costs à are the sum of the maximum amounts that people would be
willing to pay to avoid outcomes that they view as undesirable
ABM adalah salah satu teknik yang relatif mudah dilakukan, karena secara sederhana
pengABMilan keputusan dilakukan berdasarkan perhitungan ”untung-rugi” yang dinilai dengan satuan
uang (IDR, US$). Bahkan termasuk yang “intangible” pun diperhitungkan secara harganya secara
rasional dengan satuan uang. Keputusan diABMil apabila “untung”, atau manfaatnya lebih tinggi
ketimbang biayanya.
Dalam melakukan analisis manfaat-biaya yang harus diperhatikan adalah melakukan hal-hal
berikut: (i) Identifying relevant impacts, Melakukan identifikasi hal-hal mana yang relevan terkena
dampak dari kebijakan. Misal: keluasan wilayah, orang-orang/pihak-pihak. Pihak-pihak mana yang
paling berkepentingan dengan Kebijakan, (ii) Monetizing impacts, Mengukur sejauhmana biaya-
biaya yang dikeluarkan memberikan kompensasi yang wajar dengan hasil yang diperolehnya.
(iia) Valuing inputs: Mengukur sejauhmana biaya-biaya yang dikeluarkan memberikan kompensasi
yang wajar dengan hasil yang diperolehnya. (iib) Valuing Outcomes; menilai sejauhmana hasil yang
didapatkan melalui pendekatan opportunity cost atau survey willingness to pay. (iic) Oportunity
cost: Pemilihan sejumlah sumberdaya yang paling efisien, yang diukur melalui penilaian sejauhmana
sumberdaya itu telah mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk digunakan untuk menghasilkan hal
lain, (iii) Discounting for time and Risk, Menghitung perkiraan nilai hari ini dari biaya dan manfaat
yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Faktor diskonto didasarkan pada asumsi bahwa
nilai uang pada masa yang akan datang pada arus biaya dan manfaat tidak sama pada setiap
tahunnya. (iv) Choosing Among Polices, Memilih kebijakan yang mendatangkan manfaat (net
benefits) yang paling memenuhi criteria yang ditetapkan
1. Biaya dan manfaat di dalam vs di luar . Mempersoalkan apakah biaya atau manfaat yang
dikeluarkan adalah bersifat internal atau eksternal untuk suatu jenis kelompok sasaran atau wilayah
hukum. Biaya dan manfaat internal ini disebut internalitas, sedangkan yang di luar atau eksternal
disebut eksternalitas. Apa yang menjadi biaya atau manfaat di dalam (internalitas) pada suatu
kasus dapat menjadi di luar (eksternalitas) pada kasus lain. Perbedaan ini tergantung pada bagaimana
analis menggABMarkan batasan kelompok sasaran dan wilayah hukumnya. Jika batasannya
masyarakat secara keseluruhan, maka tidak akan ada eksternalitas. Akan tetapi jika batasannya
adalah wilayah hukum tertentu akan terdapat internalitas maupun eksternalitas. Contoh: program
pembangunan perumahan apartemen (rumah susun) di DKI akan menimbulkan biaya-manfaat bagi
wilayah hukum DKI, dan akan menimbulkan externalitas bagi penduduk yang terkena ‘manfaat’
ataupun “korban” di wilayah luar DKI, misalnya: berkurangnya orang-orang yang mengontrak/kost di
wilayah mereka, atau berkurangnya wilayah kumuh yang ada di wilayah mereka .
2. Biaya dan Manfaat yang diukur secara langsung dan tidak langsung . Mempersoalkan
apakah biaya atau manfaat adalah nyata (tangible) atau tidak nyata (intangible). Ukuran
Nyata adalah biaya dan manfaat yang secara langsung dapat diukur dengan harga pasar yang
sebenarnya dari barang dan pelayanan, sementara yang tidak nyata adalah biaya dan manfaat
yang secara tidak langsung diukur dengan cara menafsirkan nilai sebenarnya dari barang itu
dengan patokan harga pasar. Ketika berhubungan dengan yang tidak nyata seperti harga
udara bersih, analis kemungkinan membuat harga bayangan dengan membuat keputusan
subyektif tentang nilai dolar dari biaya maupun manfaat.
3. Biaya dan manfaat primer dan sekunder. Mempersoalkan apakah biaya atau manfaat itu
dihasilkan secara "langsung" atau "tidak langsung" oleh suatu program, Biaya atau manfaat primer
adalah suatu biaya atau manfaat yang dihubungkan dengan sasaran program yang paling bernilai,
sedangkan biaya atau manfaat sekunder berkaitan dengan sasaran yang kurang bernilai. Sebagai
contoh, program sertifikasi guru. Manfaat langsungnya adalah, dihasilkannya 2000 guru bersertifikat
setiap tahun, dengan biaya 2M rupiah. Manfaat sekundernya: Peningkatan motivasi pengembangan
diri guru, dan dampak biaya sekundernya: berkurangnya sekian ratus jam mengajar akibat proses
sertifikasi yang ketat.
4. Efisiensi bersih vs. manfaat redistributional . Mempersoalkan apakah kombinasi biaya dan
manfaat membuat kenaikan dalam agreqat pendapatan atau hanya menghasilkan
pergeseran pendapatan atau sumberdaya di antara berbagai kelompok yang berbcda. Manfaat
efisiensi bersih adalah manfaat yang mencerminkan kenaikan "riil" dari pendapatan bersih (total
biaya dikurangi total manfaat), sementara manfaat redistribusional adalah manfaat berupa
pergeseran yang bersifat semu berupa pendapatan oleh suatu kelompok dengan konsekuensi
pengorbanan (pendapatan yang hilang) dari kelompok lain tanpa menghasilkan peningkatan efisiensi
bersih. Perubahan pada contoh pertama disebut sebagai manfaat riil atau pada contoh kedua
disebut manfaat semu. Sebagai contoh, program pemugaran lingkungan kumuh kemungkinan
menghasilkan $1 juta manfaat efisieasi bersih. Jika pemugaran lingkungan kumuh juga
meningkatkan pendapatan toko-toko grosir kecil di sekitarnya —dan menurunkan penjualan di toko
yang mempunyai jarak labih jauh dari apartemen yang baru dibangun— manfaat dan biaya dari
pendapatan yang diperoleh dan yang hilang adalah semu. Mereka saling meniadakan tanpa
menghasilkan perubahan dalam manfaatl efisiensi bersih.
Pt = P0 (1 + i)t . . . . . . .
dengan :
Pt : nilai uang di masa
datang
P0 : nilai uang sekarang
i : tingkat diskonto, t : tahun
Nilai uang yang akan diterima beberapa tahun yang akan datang nilainya tidak sama dengan
apabila uang tersebut diterima saat ini. Nilai uang sekarang dapat dihitung dengan menggunakan
konsep nilai uang sekarang (merupakan kebalikan dari Persamaan 1) seperti di bawah ini.
P0 = Pt / (1 + i)t . . . . . . ,
dimana:
ROI untuk proyek ini adalah sebesar = (Rp. 1.978.500.000 – Rp. 1.081.250.000,-)/ Rp.
1.081.250.000,-) x 100% = 82,98 % . Apabila suatu proyek investasi mempunyai ROI lebih besar
dari 0 maka proyek tersebut dapat diterima. Pada proyek ini nilai ROI nya adalah 0,8298 atau
82,98%, ini berarti proyek ini dapat diterima, karena proyek ini akan memberikan keuntungan
sebesar 82,98% dari total biaya investasinya.
Pada metode NPV tingkat bunga yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan
pada metode IRR, kita justru akan menghitung tingkat bunga tersebut. Tingkat bunga yang akan
dihitung ini merupakan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari tiap-tiap cash
inflow yang didiskontokan dengan tingkat bunga tersebut sama besarnya dengan nilai sekarang
dari initial cash outflow atau nilai proyek. Dengan kata lain tingkat bunga ini adalah merupakan
tingkat bunga persis investasi bernilai impas, yaitu tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.
Dengan mengetahui tingkat bunga impas ini, maka dapat dibandingkan dengan tingkat
bunga pengembalian atau rate of return yang diinginkan, jika lebih besar berarti investasi
menguntungkan dan bila sebaliknya investasi tidak menguntungkan. Misalnya IRR yang dihasilkan
oleh sebuah proyek adalah 25% yang berarti proyek ini akan menghasilkan keuntungan dengan
tingkat bunga 25%. Bila rate of return yang diinginkan adalah 20%, maka proyek dapat diterima
kelayakannya.
PEMBAHASAN
3.1. Analisis Manfaat-Biaya Dalam Pendidikan
Analisis Manfaat-Biaya bersandar pada rasionalitas ekonomi, yang memperhitungkan sisi
efisiensi. Dengan perkataan lain, suatu pilihan akan dilaksanakan manakala manfaat yang
ditimbulkan lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan, dan sebaliknya berdasarkan teknik ini, suatu
pilihan akan dihindari manakala manfaat yang dihasilkan tidak sebanding (lebih kecil) dengan biaya
yang dikeluarkan. Biasanya ABM cocok diterapkan pada proyek-proyek pembangunan insfrastruktur
untuk kepentingan publik, misalnya pembangunan jalan tol, pembangunan waduk/dam,
pembangunan pasar modern.
Bila kita letakkan teknik ABM dalam lapangan pendidikan, maka kita akan berhadapan
dengan ’nilai manfaat” yang terkait dengan pembangunan manusia yang tidak mudah dinilai dengan
ukuran uang. Atau dengan perkataan lain, suatu proyek pendidikan yang berorientasi sepenuhnya
kepada pembangunan karakter manusia akan mendapatkan nilai manfaat yang sangat tinggi. Oleh
karena itu, pengukuran efisiensi (menimbang besaran biaya terhadap manfaat) akan berhadapan
dengan nilai manfaat (investasi sumber daya insani) yang seolah tanpa batas.
Dalam penerapannya di lapangan pendidikan, ABM dapat secara tajam menghitung cost
(biaya). Biaya pendidikan menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi, merupakan salah satu komponen
instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di
sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan
tenaga (yang dapat dihargakan uang). Nanang Fattah (2004) menABMahkan biaya dalam pendidikan
meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost).
Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan
pengajaran dan kegiatan belajar siswa seperti pembelian alat-alat pembelajaran, penyediaan sarana
pembelajaran, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan pemerintah, orang tua maupun
siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning
forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa
selama belajar, contohnya, uang jajan siswa, pembelian peralatan sekolah (pulpen, tas, buku tulis,dll).
Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau
dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa). Biaya
satuan ditingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat sekolah baik yang
bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikerluarkan untuk menyelenggarakan
pendidikan dalam satu tahun pelajaran.
Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggABMarkan seberapa besar uang yang
dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan, oleh
karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah murid pada masing-masing
sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standard dan dapat dibandingkan antara sekolah yang
satu dengan yang lainnya.
Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan
menganalisis biaya satuan, memungkinkan kita untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan
sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran
masyarakat, pemerintah untuk pendidikan, disamping itu, juga dapat menjadi penilaian bagaimana
alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem pendidikan.
3.2. Mengukur Biaya Pendidikan.
Nanang Fattah (2004) menjelaskan bahwa di dalam menentukan biaya satuan terdapat dua
pendekatan, yaitu:
Pendekatan makro. Faktor utama yang menentukan perhitungan biaya satuan dalam sistem
pendidikan adalah kebijakan dalam pengalokasian anggaran pendidikan disetiap negara. Satuan
biaya pendidikan disetiap negara sangat bervariasi, yang disebabkan oleh perbedaan cara
penyelenggaraan pendidikan. Untuk membandingkan biaya pendidikan pada tiap jenjang ditiap
negara, teknik yang dilakukan adalah dengan membandingkan biaya operasional pendidikan dan
sumber keuangannya, yang bisa dilihat dari persentase GNP dari tiap negara.
Pendekatan mikro. Pendekatan ini menganalisis biaya pendidikan berdasarkan pengeluaran
total (total cost) dan jumlah biaya satuan (unit cost) menurut jenis dan tingkat pendidikan. Biaya total
merupakan gabungan-gabungan biaya per komponen input pendidikan di tiap sekolah. Satuan biaya
pendidikan merupakan biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk melaksanakan pendidikan di sekolah
per murid per tahun anggaran. Satuan biaya ini merupakan fungsi dari besarnya pengeluaran sekolah
serta banyaknya murid sekolah. Dengan demikian, satuan biaya ini dapat diketahui dengan jalan
membagi seluruh jumlah pengeluaran sekolah setiap tahun dengan jumlah murid sekolah pada tahun
yang bersangkutan. Perhtitungan satuan biaya pendidikan dapat menggunakan formula sebagai
berikut:
Sb (s,t) = f [K (s,t) : M (s,t)] , di mana:
Sb : satuan biaya murid per tahun
K : jumlah seluruh pengeluaran.
M : jumlah murid
s : sekolah tertentu,
t : tahun tertentu
Selain itu biaya pendidikan menurut Nanang Fattah tidak hanya berorientasi pada uang saja,
tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan (oppurtunity cost) yang sering juga disebut income
forgone (potensi pendapatan bagi seorang siswa selama ia mengikuti pelajaran, atau menyelesaikan
studi), yang dapat dihitung dengan formula berikut:
C = L + K, di mana:
C : biaya pendidikan
L : biaya langsung dan biaya tak langsung
K : jumlah rata-rata penghasilan tamatan
3.3. Mengukur Manfaat Pendidikan
Mengukur manfaat pendidikan tidak dapat dengan mudah dinilai dengan besaran uang, karena
kemanfaatan pendidikan sangat bersifat sosial, yaitu bermuara kepada ketercapaian karakter dan
atau kompetensi tertentu yang melekat di peserta didik. Nanag Fattah menyebutkan ada empat
kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan, yaitu:
1. dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi,
2. dapat tidaknya memperoleh pekerjaan
3. besarnya penghasilan yang diterima
4. sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya dan politik.
Nanang Fattah lebih lanjut mengatakan bahwa untuk mengukur keuntungan pendidikan
menurut ukuran ekonomi adalah dengan cara membandingkan antara biaya yang dikeluarkan sejalan
dengan lamanya pendidikan yang ditempuh dibandingkan dengan pola penghasilan seumur hidup,
yang berpola: agak rendah di usia muda, meningkat pada usia berikutnya, dan menurun pada usia
lanjut, lihat tabel di bawah ini:
Sumber: Nanang Fattah (2004:29)
Tujuan Analisis Manfaat Biaya dalam lapangan pendidikan adalah untuk memberikan
kemudahan, memberikan informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara
dalam pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana
pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, analisis manfaat biaya pendidikan
bagi pemerintah menjadi acuan untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga
sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sedangkan bagi masyarakat, analisis manfaat biaya pendidikan ini berguna sebagai
dasar/pijakan dalam melakukan ”investasi” di dunia pendidikan. Hal ini dirasakan penting untuk
diketahui dan dipelajari, karena menurut sebagian masyarakat pendidikan hanya menghabis-
habiskan uang tanpa ada jaminan/prospek peningkatan hidup yang jelas dimasa yang akan datang.
Penerapan analisis manfaat-biaya dalam pendidikan dapat digunakan untuk mengevaluasi
secara kritis kebijakan-kebijakan pendidikan yang menyerap dana sangat besar. Hal ini perlu
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemanfaatan yang dihasilkan dari sejumlah biaya yang
sedemkian besar telah dikeluarkan. Misalnya dalam kasus kebijakan UN, anggaran yang diusulkan
oleh pemerintah sebesar Rp 754 Milyar, yang terdiri dari Anggaran untuk UN tingkat SD dalam
RAPBN 2008 sebesar Rp 500 miliar untuk sekitar lima juta murid.
Adapun untuk pelaksanaan UN tingkat SMP sederajat dialokasikan Rp 150 miliar dan di level
SMA sederajat direncanakan sebesar Rp 104 miliar.[7]. Meskipun banyak pihak menganggap bahwa
penyelenggaraan UN ini merupakan suatu kebijakan yang mubazir [8] UN ini, namun pemerintah
menganggap bahwa manfaat dari UN sangat besar (strategis) bila dibandingkan dengan pilihan tidak
melaksanakan UN. Argumentasi pemerintah ini sesunggunya dapat di kritisi dengan melakukan
analisis Biaya Manfaat melalui pendekatan Opportunity Cost. Berapa besar kerugian yang
ditimbulkan dengan hilangnya kesempatan bagi pemerintah dengan biaya sebesar itu bila dipakai
untuk menjalankan kebijakan lain, misalnya pembangunan dan perbaikan gedung SD ?.
Secara sederhana dapat dibandingkan manfaat yang didapatkan dengan pelaksanaan UAN,
dengan manfaat apabila dana sebsar itu digunakan untuk menyediakan dan atau memperbaiki
sarana dan prasarana sekolah, terutama yang berada di pelosok desa. Dengan analisis manfaat-
biaya ini, diharapkan semua debat dan kontrovesri maslah UN dapat di ’selesaikan’ secara rasional,
bukan emosional ataupun politik.
PENUTUP
Analisia biaya dan manfaat sangat bermanfaat untuk memandu pengambil kebijakan apabila
ukuran yang diperhitungkan adalah berapa besar tingkat efisiensi yang ditimbulkan, dengan
perkataan lain, analisa biaya-manfaat ini sangat memperhitungkan untung rugi melalui ukuran nilai
uang, oleh karenanya memerlukan kecermatan dan tingkat berfikir yang sangat rasional.
Daftar Pustaka
Dunn, William (1981). “Public Policy Analysis. An Introduction”. Engelwood Cliffs:Prentice Hall
Dunn, William N. (1999, Terjemahan). “Pengantar Analisis Kebijakan Publik.” Yogyakarta: Gadjahmada
University Press
Agus Sugiyono, Makalah (2001) .“Analisis Manfaat dan Biaya Sosial Ekonomi Publik”. Program
Pascasarjana-FE Universitas Gadjah Mada, Ygy.