Anda di halaman 1dari 182

MODUL MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM

2021
BAB 1

Konsep Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan

A. Konsep Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan


Dalam konsep pembiayaan, sedikitnyaada tiga pertanyaan yang terkait di
dalamnya. Seperti dikemukaan oleh Thomas John (1985:20) yaiti bagaimana uang
diperoleh untuk membiayai lembaga pendidikan, dari mana sumbernya, dan untuk apa/
siapa dibelanjakan. Oleh karena hal itumerupakan administrasi/manajemen bisnis lembaga
pendidikan. Selanjutnya beliau menjelaskan tiga hal penting, yaitu ilmu ekonomi yang
terkait dengan alokasi dan pembiayaan yang terkait dengan distribusi, tetapi yang ketiga
terkait dengan manajemen yang didalamnya mencangkup fungsi dari komponen
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Dengan demikian, ada perbedaan penekanan
antara ekonomi Pendidikan dan pembiayaan pendidikan.
Ekonomi Pendidikan terkait dengan alokasi sumber-sumber untuk
penyelenggaraan Pendidikan dan investasi human capital. Seperti dikemukaan oleh M.
Woodhall (1987: 1) bahwa konsep human capital merupakan inti dari banyak penelitian
tentang ekonomi penddidikan. Dalam ilmu ekonomi dibedakan antara investasi dan
konsumsi. Seluruh biaya dapat digolongkan ke dalam investasi atau konsumsi yang batas-
batasnya hamper sulit dipisahkan. Konsumsi merujuk pada pembelian dan pemanfaatan
barang dan jasa yang manfaatnya terasa seketika. Sementara investasi merujuk pada
pemilik aset yang menghasilkan manfaat dalam waktu yang lama. Bila pembelian makanan
dapat dikelompokan sebagai jenis konsumsi, sementara pembiayaan untuk Gedung dan
perlengkapannya yang memberikan manfaat dalam jangka lama dimasukkan kedalam jenis
investasi. Stok aset untuk mengasilkan manfaat dimasa datang maka disebut capital/modal.
Teori-teori ekonomi yang tradisional tentang modal dan investasi lebih banyak
menekankan pada investasi fisik seperti gedung, pabrik, dan mesin yang menghasilkan
pendapatan (income) dalam bentuk produksi barang dan jasa,sedangkan investasi dalam
human capital merupakan jenis investasi yang baru berkembang setelah dimunculkan oleh
Theodore Schultz tahun 1961 dan 1971. Sumber daya material tidak akan berfungsi tanpa
peran sumber daya manusia seperti dikemukakan oleh Harbison dalam (John L Roe, dkk
1983:36) bahwa “Capital and material resources are passive factors of production which
can be activated by the catalyst of human resources.”
Selanjutnya menurut M. Woodhall (1987:21), konsep human capital merujuk pada
fakta bahwa manusia menginvestasikan dirinya melalui Pendidikan dan pelatuhan.
Pendidikan merupakan proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan, keterampilan,
pikiran, katakter melalui Pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan dimasyarakat kamus
Webster 1962 dalam E. Chon (1979). Pendidikan formal atau di sekolah yang dimaksud
sebenarnya tidak terbatas pada pendidikan/sekolah formal, tetapi mencakup pendidikan
nonformal atau luar sekolah. Kuliah merupajan proses sekolah pada jenjang pendidikan
tinggi.
Untuk mengukur manfaat pendidikan dapat digunakan beberapa pendekatan, yait:
(1) pendekatan analisi hubungan (relationship analysis approach), 2) pendekatan residual
(Residual approach), 3) manfaat (cost-benefits approach) (John L. Roe dkk, 1983: 37-45,
E. Chon, 1979: 37).
Adekuasi ketersediaan sumber pendidikan dapat diukur dari persentase GNP untuk
pendidikan sebagai contoh anggaran 20% dari APBN (Government’s budget) dianggap
cukup. Efisiensi terkait dengan otonomi dan manajemen. Ada dua cara untuk mengukur
efiensi pendidikan, yaitu cost-effectiveness. Sedangkan pemerataan terkait dengan susunan
pemerintah baik yang sentralisasi, desentalisasi, atau bauran dari kedua system tersebut
untuk membiayai pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi.
Pembiayaan pendidikan yang menekankan pada distrinusi sumber-sumber agar
pendidikan mencapai hasil yang telah ditetapkan. Menurut C.Benson (dalam George
Psacharopoulos: 1987:423), ada tiga kriteria yang digunakan untuk menilai system
pembiayaan pendidikan yaitu: (1) adekuasi (kecukupan) ketersediaan sumber daya untuk
layananpendidikan, (2) efisiensi dalam distribusi sumber pendidikan, dan (3) pemerataan
dalam distribusi sumber-sumber pendidikan.

B. Konsep Biaya Pendidikan


Konsep biaya dalam bahasa Inggris biasa digunakan istilah cost, financial,
expenditure. Biaya menurut para akuntan dalam Usry dan Hammer (1991:23) adalah
sebagai “cost as an exchange, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit. Cost sinonim
dengan expense meskipun expense digunakan untuk mengukur pengeluaran (outflow)
barang atau jasa yang disandingkan dengan pendapatan untuk mengukur pendapatan.

… the decrease in net assets as a result of the use of economic services in the
relation of revenies of the imposition of taxes by government units. Expense is
measured by the amount of the decrease in assets or increase in liabilities related
to the production and delivery of goods and the rendering of services… expense
in its broadest sense include all expired cost which are deductible from revenues
(Usry dan Hammer; 1991:23).

Apabila istilah biaya (cost) digunakan secara spesifik dapat dimodifikasi dengan
gambaran seperti biaya langsung (direct cost), biaya utama (prime cost), biaya penukaran
(conversion cost), biaya tidak langsung (indirect cost), biaya tetap (fixed cost), biaya
pengubah (variable cost), biaya terawasi (controllable cost), biaya produl (product cost),
biaya periode (period cost), biaya gabungan (joint cost), dan biaya baku (standard cost).
Setiap modifikasi memiliki implikasi pada atribut dalam mengukur biaya. Apabila biaya
ini dikaitkan dengan sejumlah biaya unit, kegiatan atau fenomena yang dibuat untuk
mengakumulasi dan mengukur biaya disebut objek biaya. Selanjutnya ada biaya
transibilitas dalam objek biaya yang bercirikan biaya langsung (directcost) dan biaya tidak
langsung (indirect cost).

C. Karakteristik Sistem Pembiayaan Pendidikan


Pendidikan di hamper semua negara disediakan baik oleh sektor swasta maupun
pemerintah. Distribusi kesempatan mengenyam pendidikan terhadap berbagai kelompok
populasi memiliki konsekuensi sosial yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
distribusi pendapatan. Sistem pembayaan pendidikan lebih kompleks dan untuk
menilainyaterdapat tiga kriteriautama berkenaan dengan sistem pembiayaan pendidikan,
yaitu:

 Apakah pembiayaan jasa pendidikan ini cukup memuaskan para


steakeholder pendidikan?
Pengukuran berdasarkan presentase anggaran pemerintah terhadap PDB
sering kali dianggap tidak cukup memuaskan karena tidak menghitung
sektor pendidikan swasta dan pendapatan pendidikan di tingkat local.
Akhirnya diperoleh cara pengukuran yang dianggap cukup memuaskan
yakni dengan 1) menghitung proporsi kelompok usia yang mendaftar di
pendidikan dasar, 2) menghitung proporsi wanita vs pria yang sekolah, 3
)proporsi kelompok usia yang mendaftar di pendidikan menengah, dan 4)
tingkat penduduk dewasa yang tidak buta huruf.
 Apakah pendistribusian alokasi dari sumber daya pendidikan yang
bersumber dari pemerintah sudah cukup efisien?
Untuk menilai hal itu terdapat kedua 2 kriteria untuk mengukur efisien atau
tidak efisien dari sebuah institusi pendidikan dalam menjalankan fungsinya
ditinjau dari 1) cost-benefit, 2) cost-effectiveness.
 Apakah pendistribusian alokasi dari sumber daya pendidikan ini cukup
adil?
Beberapa pendekatan yang dapat dilakuka untuk mengatasi masalah
keadilan dalam pembiayaan pendidikan, antara lain pemerintah pusat
membayar hamper seluruh biaya untuk pendidikan menengah ke atas secara
langsung kepada institusi masing-masing (di Eropa dan kebanykan negara
berkembang ). Sedangkan dana pemerintah diberikan dalam bentuk
grant/loans yang diberikan kepada para mahasiswa berdasarkan
besarnyapendapatn orang tua (di Amerika).

Terdapat beragam komponen dalam biaya pendidikan. Umumnya orang


menghitung hanya dari biaya nyata (real cost) atau biasa disebut money cost, seperti
capital cost/durable asset dan recurrent cost/ biaya operasional. Sedangkan biaya peluang
atau opportunity cost sebagai biaya yang harus dibayar misalnya kenapa memilih studi
daripada bekerja tidak pernah di hitung.
Penghitungan biaya pendidikan meliputi antara lain total cost yang mencakup fixed
cost dan variable cost, unit cost per program studi atau per siswa/ mahsiswa , average
cost, dan marginal cost. Masing-masing jenis biaya tersebut mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda.
Biaya pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain besar kecilnya sebuah
institusi pendidikan, jumlah siswa, tingkat gaji guru atau dosen yang disebabkan oleh
bidang keahlian atau tingkat pendidikan, ratio siswa berbanding/dosen kualifikasi dosen,
tingkan pertumbuhan penduduk (khususnya di negara berkembang), perubahan kebijakan
dari penggajian/pendapatan (revenue theory of cost )
Dalam menghitung biaya pendidikan ini, faktor input dan output dari pendidikan
serta proses yang ada didalamnya yang dikaitkan dengan program pengurangan biaya dan
peningkatan efesisiensi dapat dihitung menggunakan Teknik (cost analysis) : 1 )
productivity measurement atau analisis cost-effectiviness atau 2) analisis cost-benefit. Hasil
perhitungan biaya pendidikan dapat mengevaluasi apakah investasi tersebut
menguntungkan atau tidak baik untuk individu tersebut (private rate of return) ataupun
untuk masyarakat secara luas (social rate of return ).
Isu lain berkaitan dengan biaya pendidikan ini adalah perbedaan pengeluaran
anggaran dibidang pendidikan di Negara maju dengan negara berkembang, perbedaan
biaya sekolah baik di Institusi pendidikan Negeri maupun Swasta. Selain itu juga
perbedaan biaya untuk pendidikan termasuk investasi pendidikan terkait dengan program
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sistem biaya pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber daya
tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasikan sekolah. Sistem biaya
pendidikan sangat bervariasi tergnatung dari kondisi masing-masing negara seperti
kondisis geograafis, tingkat pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi
sekolah. sementara itu terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui
sesuai tidaknya sistem dengan kondisi negara. Untuk menegetahui apakah sistem tersebut
memuaskan, dapat dilakukan dengan cara : 1) menghitung berbagai proporsi dari kelompok
usia, jenis kelamin, tingkat buta huruf; 2) distribusi alokasi sumber daya pendidikan secara
efisien dan adil sebagai kewajiban pemerintah pusat mensubsidi sektor pendidikan
dibandingkan dengan sektopr lainnya.
Setiap putusan dalam masalah pembiayaan sekolah akan memengaruhi bagaimana
sumber daya diperoleh dan di alokasikan. Oleh karena itu, perlu dilihat siapa yang akan di
didik dan seberapa banyak biasa pendidikan dapat disediakan, bagaimana mereka akan
dididik, siapa yang akan membayar biaya pendidikan. Demikian pula sistem pemerintahan
seperti apa yang palling sesuai untuk mendukung sistem biaya pendidikan. Tanggung
jawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan termasuk untuk pendidikan kejuruan dan
bantuan terhadap murid. Hal itu perlu dilihat dari faktor kebutuhan dan ketersediaan
pendidikan, tanggung jawab oran tua dalam menyekolahkan vs social benefit secara luas,
pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan.
Menurut Levin (1987), pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapat dan
sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah
diberbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Pembiayaan
sekolah ini berkaitan dengan bidang politik pendidikan dan program pembiayaan
pemerintahsera administrasi sekolah. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam
pembiayaan sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost.
Dalam pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik untuk
pembiayaan semua sekolah karena tiap sekolah berubah.
Setiap kebijakan dalam pembiayaan sekolah akan memengaruhi bagaimana sumber
daya diperoleh dan dialokasikan. Dengan mengkaji berbagai peraturan dan kebijakan yang
berbeda-beda disektor pendidikan, kita bisa melihat konsekuensinya terhadap pembiayaan
pendidikan, yakni:
 Keputusan tentang siapa yang akan mendidik dan seberapa banyak jasa pendidikan
dapat disediakan.
 Keputusan tentang bagaimana mereka akan dididik
 Keputusan tentang siapa yang akan membayar biaya pendidikan.
 Keputusan tentang sistem pemerintahan seperti apa yang paling sesuai untuk
mendukung pembiayaan sekolah.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas, ada dua hal pokok yang harus duijawab,
yakni: 1) bagaimana sumber daya akan diperoleh, 2) bagaimana sumber daya akan
dialokasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan/tipe sekolah/kondisi daerah yang
berbeda, terdapat dua kriteria untuk menganalisis setiap hal tersebut, yakni, 1) efisiensi
yang terkait dengan keberadaan sumber daya yang dapat memaksimalkan kesejahtraan
masyarakat dan 2) keadilan yang terkait dengan benefits dan costs yang seimbang.

Menurut J. Wiseman (1987), terdapat tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat
apakah pemerintahan terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan:

 Kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat


dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam
sumber daya manusia/human capital.
 Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih
penyekolahan anaknya ke pendidikan oyang akan berdampak pada social benefit
secara keseluruhan.
 Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan.

Dalam hal pendidikan kejujuran dan industri, M. Woodhall (1987) menjelaskan bahwa
dimasa lalu pembiayaan pendidikan jenis ini di tanggung oleh perusahaan. Perusahaan
memberi subsisdi kepada para pekerjanya sendiri. Sekarang peran pemerintah semakin
besar dalam pembiayaan ini. Hal itu disebabkan adanya kepentingan ekonomi. Artinya,
kebijakan manpower diharapkan dapat meningkatkan kepentingan untuk membagi biaya
dan manfaat dari pendidikan dengan adil.

D. Analisis biaya pendidikan


Terdapat berbagai tipe analisis biaya yang relevan untuk diterapkan dalam bidang
pendidikan, antara lain : cost-benefit analysis, study the determinants of educational cost,
study economies of scale/ dalam aplikasi teknologi pendidikan baru, dan studi analisis
biaya pembangun sekolah. Kegunaan cost analysis dalam perencanaan pendidikan adalah
untuk :

 Menguji oconomic feasibility dari satu rencana ekspansi, proposal, atau target.
 Memprediksi tingkat biaya pendidikan dimasa datang.
 Memperkirakan biaya berbagai kebijakan dan reformasi atau inovasi pendidikan.
 Membangun keuntungan berbagai alternatif proyek.
 Meningkatkan efesiensi utilisasi sumber daya.

Cost analysis ini penting dipelajari oleh perencana pendidikan karena semakin
tiingginya tekanan dari para pengambil kebijakan dalam hal pengurangan biaya dan
peningkatan efesiensi. Dalam hal pembiayaan pendidikan ini, Fattah (2001)
menjelaskan bahwa biaya yang rendah berpengaruh terhadap kualitas pendidikan
Sekolah Dasar dalam proses belajar-mengajar serta kuaitas outcomes yang dihasilkan.
Artinya ada korelasi yang posotif antara besarnya biaya pendidikan terhadap peningktan
mutu pendidikan di sekolah dasar. Oleh karena itu, perencanaan pendidikan harus
menggunakan sebaik mungkin sumber daya yang tersedia, mengawasi penggunaan
sumber daya yang ada terhadap permintaan atas sumber daya tersebut, dan mendukung
setiap argument dengan analisis kuantitatif dengan menggunkan cost analysis ini .
BAB II

JENIS JENIS BIAYA PENDIDIKAN

A. BIAYA UANG VS BIAYA OPORTUNITIS


Input dari pendidikan dapat diukur dalam bentuk uang, dan dapat juga diukur dari
seluruh sumber daya riil yang digunakan dalam proses pendidikan (waktu
guru/dosen,waktu murid, waktu staf, buku material, peralatan, gedung). Meskipun tidak
dapat diukur secara langsung dengan uang, tetapi sumber daya ini memiliki nilai karena
dapat digunakan di bidang lainnya, sehingga dinamakan “oportunity costs”.
Konsep opportunity costs lebih luas dari pada konsep money cost/expenditure, karena
tidak hanya mencakup uang saja, tetapi pada sumber daya rill yang direpresentasika
dengan pengeluaran uang walaupun tidak dibeli/dijual, seperti:
• nilai waktu guru/dosen yang dapat disamakan dengan sejumlah gaji.
• waktu siswa masuk sekolah yang dapat disamakan apabila dia mendapatka pekerjaan.
• sukarelawan yang tidak di bayar tapi memiliki alternatif penggunaan yang lain sehingga
memiliki economic value dan opportunity cost.
• nilai tanah atau bahan mentah hasil hibah.
Opportunity cost dari pendidikan dapat diukur sebagai biaya kepada individu (private
cost), seperti biaya pendidikan, buku, peralatan, dan biaya kepada masyarakat (social cost)
seperti biaya gaji guru dana staf, buku, peralatan, bahan mentah, gedung.
Kebanyakan analisis biaya pendidikan dikonsentrasikan pada pengeluaran uang dari
pada opportunity cost padahal keduanya sama pentingnya. Beberapa tipe analisis biaya,
seperti cost benefit analysis menggunakan biaya opportunitas daripada biaya uang.
B. BIAYA MODAL VS BIAYA OPERASIONAL/RUTIN
Biaya operasional meliputi semua pengeluaran pada barang-barang konsumtif
seperti buku, stationery, bahan bakar, dan jasa lainnya yang dapat membawa benerfit dalam
jangka menengah atau pendek.
Capital cost atai expenditure meliputi pembelian durable assets seperti gedung atau
perlengkapan yang di harapkan memberikan keuntungan untuk jangka panjang. Pembelian
barang barang capital/modal ini dapat dikatakan hasilkan pengurangan biaya karena
membandingkan bangunan bangunan yang msebagai suatu investasi.
Baik cuttent maupun capital expenditure dapat diukur secara aktual atau current prices
atau dalam tingkat harga yang konstan/constant purchasinf power. Analisis biaya ini
sebagai "elemental cost analysis" sukses di aplikasikan pada pendidikan yang
mengenggunakan material berbeda, teknik penbangunan gedung baru.

C. BIAYA RATA RATA (AC) DAN BIAYA MARGINAL (MC)


Analisis biaya berkaitab dengan total biaya pendidikan atau dengan unit cost (biaya
per murid). Ada dua cara untuk menghitung unit cost yaitu sebagai berikut.

• biaya rata eata per murid, yaitu biaya keseluruhan dibagi jumlah murid yanh mendaftar
disuatu sekolah/suatu level.

• biaya rata rata per lulusan adalah biaya total keseluruhan dibagi jumlah lulusan.

Untuk menunjukan hubungan antara biaya biaya dengan output atau skala
operasiomal suatu usaha dan melihat keterkaitan dengan biaya total (TC), biaya rata rata
(AC) dan biaya marginal (MC) adalah dengan memperhatikam fungsi biaya.

Perhitungan tiap tiap fungsi biaya dilakukam sebagai berikut. Biaya total (TC) per
tahun adalah biaya tetap (FC) ditambah biaya variabel (VC, tergantung jumlah murid).

Sedangkan biaya rata rata (AC) adalah TC dibagi dengaj jumlah output. Maka, AC
akan rendah bila jumlah siswa tinggi.

Biaya marginal (MC) adalah tambahan biaya yang terjadi karena ada penambahan
unit cost/murid yang mendaftar.

Hubungan antara AC dan MC bervariasi antar berbagai instituso dan tergantung


dari bentuk cost function, yakni yang berkaitan antara cost dan size. Ada tiga kemungkinan
di mana AC dan MC mungkin berubah (naik, turun, atau tetap) sebagai hasil kenaikan
murid yang mendaftar, tergantung dari:

• berapa FC, dan VC terkait dengan jumlah siswa.

• apakah semua sumber daya dapat secara penuh digunakan atau apakah ada kapasitas yang
tidak digunakan, yang berarti jumlah siswa dapat meningkat tanpa perlu menambah FC
• proporsi FC dan VC akan menentukan hubungan antar MC dan AC.

Ada tiga macam bentuk AC dan MC yaitu sebagai berikut.

• constants return to scale (AC=MC, dimana AC sama, tidak tergantung jumlah unit).

• economic of scale (average cost menurun akibat jumlag unit ditambah, sehingga
MC<AC).

• diseconomies of scale/decreasing return to scale (MC>AC, sehingga AC meningkat bila


jumlah unit bertambah).

Walaupun perhitungan MC di sektor pendidikan sulit diukur secara tepat, juga


kompleksitas kaitan antara ukuran dan biaya, konsep konsep AC dan MC serta FC dan VC
sangat penting dalam menganalisis biaya.

D. BIAYA PRIVAT VS BIAYA SOSIAL PENDIDIKAN


Perbedaan antara biaya privat dan biaya sosial ditentukan oleh besarnya subsidi
pemerintah terhadap pendidikan, seperti dibeberapa negara dimana pendidikan dasar dan
menengah diberikan gratis sehingga direct private cost atau yang juga disebut biaya
personal hanya terbatas untuk membeli buku, seragam, dan transportasi. Kalau jenis
pendidikan tersebut bersifat wajib, maka tidak ada private opportunity cost dalam bentuk
pendapatan yang hilang karena melanjutkan pendidikan palig hanya dari biaya pajak yang
dikarenakan pemerintah secara implisit. Hal ini umumnya tidak berlaku untuk
postcompulsory education dimana earning dan output forgone menjadi faktor penting yang
dipertimbangkan pemerintah bila akan mengubah kebijakan minimum school leaving age.
E. JOIN COSTS PENDIDIKAN
Konsep ini muncul untuk menilai implikasi dari berbagai produk yang dihasilkan
oleh pendidikan (seperti cognitive dan noncognitive outputs) atau oleh pendidikan tinggi
(teaching dan research). Karena sulit diukur single unit cost untuk single output/product.
Contoh : beberapa input menghasilkan dua atau lebih output, seperti misalnya bangunan
bangunan sekolah, administrasi pusat, perpustakaan perpustakaan, dan lain lain.
F. PENDEKATAN KECUKUPAN (ADEQUACY APPROACH)
Pengukuran biaya pendidikan sering kali menitikberatkan pada ketersediaan dana
yang ada tetapi secara bersamaan sering kali mengabaikan adanya standar minimal untuk
melakukan pelayanan pendidikan. Konsep pendekatan kecukupan menjadi penting karena
memasukan berbagai standar kualitas dalam pehitungan pembiayaan pendidikan. Sehingga
berdasarkan berbagai tingkat kualitas pelayanan pendidikan tersebut dapat ditunjukan
adanya variasi biaya pendidikan yang cukup ideal untuk mencapai standar kualitas
tersebut. Analisis kecukupan biaya pendidikan ini telah digunakan di beberapa negara
bagian Amerika Serikat untuk mengalokasikan dana pendidikan.
Perhitungan biaya pendidikan berdasarkan pendekatan kecukupan ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya:

• Besar kecilnya sebuah institusi pendidikan.

• jumlah siswa.

• tingkat gaji guru(karena bidang pendidikan dianggap sebagai highly lobpur intensive).

• rasio siswa dibandingkan jumlah guru.

• kualifikasi guru

• tingkat pertumbuhan populasi penduduk (khususnya dinegara berkembang).

• perubahan dari pendapatan (revenue theory of cost).

G. KONSEP PRODUKSI : KAITAN ANTARA INPUT DAN OUTPUT DALAM


PENDIDIKAN
Konsep produksi di bidang pendidikan sebenarnya tidak berbeda dengab konsep
produksi di perusahaan manufaktur. Hanya perbedaan dari a set of inpits (seperti waktu
siswa dan pengajar, buku, jasa dari capital asset seperti bangunan sekolah) dan a set of
outputs (seperti kemampuan kognitif, sosialisasi, ilmu baru). Trasnpormasi input menjadi
output ini jelas bukan tanpa biaya, baik dari sisi pengeluaran dalam bentuk uang (monetary
expenditerus) maupun kesempatan yang dikorbankan agar transformasi ini terjadi padahal
dapat dipakai untuk alternatif penggunaan yang lain (opportunity cost: seperti pendapatan
yang seharusnya diperoleh bila siswa tidak melanjutkan pendidikan tinggu dan biaya modal
dari durable assets).
BAB III

ESTIMASI DAN ANALISIS BIAYA SATUAN PENDIDIKAN

Biaya pendidikan membuktikan dasar empiris untuk memahami karakteristik pembiayaan


dari sistem pendidikan dan lembaganya. Dengan analisis biaya satuan memungkinkan untuk
mendokumentasikan efisiensi penggunaan sumber sumber dilembaga pendidikan, proditabilitas
investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran publik dibidang pendidikan. Analisis juga
diperlukan untuk menimbang kebijakan alternatif untuk memperbaiki cara kerja sistem pendidikan
(Mingat dan Tan, 1988:25). Selanjutnya mereka menjelaskan dua pendekatan yang bisa digunakan
dalam estimasi biaya satuan, yaitu pendekatan yang menggunakan perspektif makro dan perspektif
mikro. Perspektif makro menghitung biaya satuan pendidikan secara sgregat dengan cara
menghitung pengeluaran pendidikan dari seluruh sumber dan kemudiam menbagi hasilnya dengan
seluruh siswa. Sementara perspektif mikro, barang dan jasa untuk siswa yang diuraikan menjadi
item item yang dapat dihitung secara bebas seperti kesejahteraan, waktu mengajar guru, dan bahan
bahan ajar. Dalam praktiknya kedua pendekatan itu dapat digunakan untuk estimasi biaya satuan.
Meski data mentah sering tidak dipercayai atau kurang lengkap, tetapi penggunaan kedua
pendekatan tersebut secara konsisten dapat meningkatkan kepercayaaan kedua pendekatan
tersebut.

A. ESTIMASI BIAYA SATUAN MENURUT PERSPEKTIF MIKRO

Gagasan utama pendekatan mikro ini adalah bahwa biaya satuan menggambarkan biaya
komposit (kombinasi) dari berbagai input pendidikan yang beragam. Biaya ini terkait dengan cara
penyelenggaraan pendidikan. Untuk menentukan hubungan seluruh biaya dan biaya komposit,
dimulai dengan mengenal formula sebagai berikut.

(1) E = TS + NTS + PM +SS

Keterangan :

E = Seluruh pengeluaran pada jenjang pendidikan.

TS = gaji guru (dosen)


NTS = gaji tenaga administratif

PM= bahan bahan ajar/pendidikan : ATK, bahan lab, media belajar, bahan habis pakai

SS= biaya kegiatan ekstra

N = enrolemen/siswa yang terdaftar.

(2a) E/N = UC=TS/N+NTS/N+PM/N+SS/N

UC=biaya satuan jumlah gaji guru dapat dituliskan dengan cara jumlah guru (NT) dan rata-
rata gaji guru (AS). Sedangkan seluruh pengeluaran untuk peserta didik dapat inci menjadi
komponen uang (SM) untuk bendaharawan beasiswa dan lain-lain dan komponen (SK) untuk
makanan asrama transportasi dan lain-lain sehingga persamaan menjadi seperti berikut.

(2b) UC=(NT X AS)/N+NTS/N+PM/N+(SM+SK)/N

Pada bagian kamu menggambarkan hubungan dengan ukuran kelas (CS) yang sama dengan
N/C, di mana C adalah total jumlah kelas yang ada di lembaga. Sedangkan rata-rata SKS pendidik
per minggu (TH) dan rata-rata belajar peserta didik per minggu (SH).

(3a) (NTXAS)/N=AS/(N/NT)

=AS/ [(N/NT)X(C/C)X(SH/TH)X(TH/SH)]

=AS/ [(N/C)X(CXSH)/(NTXTH)X(TH/SH)

Sedangkan jumlah belajar siswa per minggu(CxTH) harus sama dengan jam mengajar guru
(NTxTH) sehingga persamaannya menjadi seperti berikut.

(3b) (NT X AS)/N = (AS/CS)X (SH/TH)

(3b) (NT X AS)/N = (AS/CS)X (SH/TH)


Formula untuk hubungan mutu input dan output

Qo = f (Qi, S, T, O)

B. STUKTUR BIAYA PENDIDIKAN

Struktur biaya pendidikan terdiri dari a) biasa satuan pendidikan b) biaya personal dan c)
biaya penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan dari biaya-biaya tersebut dapat
diuraikan dalam paparan berikut.

Biaya satuan pendidikan meliputi:

1. biaya investasi yang meliputi


a. biaya investasi lahan pendidikan
b. biaya investasi selain lahan pendidikan
2. biaya operasi yang meliputi
a. biaya personalia
b. biaya non personalia
3. beasiswa
4. beasiswa prestasi
5. bantuan biaya pendidikan

Biaya penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan meliputi

1. biaya investasi yang meliputi


a. biaya investasi lahan pendidikan
b. biaya investasi selain lahan pendidikan
2. biaya operasi yang meliputi
a. biaya personalia
b. biaya non personalia
Biaya personalia pegawai meliputi
1. biaya personalia satuan pendidikan yang terdiri dari
a. gaji pokok
b. tunjangan yang melekat pada gaji
c. tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan
d. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen
e. tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen
f. tunjangan profesi bagi guru dan dosen
g. tunjangan khusus bagi guru dan dosen
h. maslahat tambahan bagi guru dan dosen
i. tunjangan kehormatan bagi dosen yang meliputi jabatan Profesor guru besar
2. biaya personalia penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan yang terdiri dari
:
a. gaji pokok
b. . tunjangan yang melekat pada gaji
c. tunjangan struktural bagi pejabat struktural
d. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional

Biaya non personalia bukan pegawai meliputi:

biaya bukan pegawai terdiri dari

1. alat tulis sekolah (ATS) bahan dan alat habis pakai


2. rapat-rapat
3. transportasi atau perjalanan dinas
4. Penilaian
5. Daya dan jasa.
Pemeliharaan sarana dan prasarana
Pendukung pembinaan siswa
Asumsi-asumsi dalam penentuan standar biaya satuan di sekolah:
1. Bentuk satuan pendidikan.
2. Jumlah siswa.
3. Jumlah guru.
4. Jumlah tenaga pendidikan.
5. Biaya pegawai.
6. Biaya bukan pegawai.
Biaya ini diberikan berdasarkan asumsi kebutuhan setahun yang meliputi:

1. Pembinaan siswa
a. Pramuka.
b. Kesenian.
c. Olahraga.
d. Bahasa asing.
e. Lomba/Promosi Kompetisi Siswa (LKS/PKS).
f. Palang Merah Remaja (PMR).
g. PORJAR dan PSR (Pekan Seni Remaja).
h. Kegiatan kerohanian.
i. Peringatan Hari Besar Nasional.
j. Widyawisata anak.
2. Penyelenggaraan pembelajaran
a. ATS, bahan dan alat habis pakai teori.
b. ATS, bahan dan alat habis pakai praktek.
c. Pemeliharaan dan Perbaikan Ringan
1) Pemeliharaan gedung (ruang Kelas, laboratorium, dan lain-lain).
2) Pemeliharaan peralatan dan perabotan sekolah.
3) Perbaikan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain).
4) Perbaikan peralatan dan perabotan sekolah.
3. Penyelenggaraan non pembelajaran
a. ATS, bahan dan alat habis pakai.
b. Pemeliharaan dan perbaikan ringan
1) Pemeliharaan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain).
2) Pemeliharan peralatan dan perabotan sekolah.
3) Berbaikan gedung (ruang kelas, laboratorium , dan lain-lain).
4) Berbaikan peralatan dan perabotan sekolah.
4. Daya dan jasa
a. Listrik.
b. Telepon
5. Pengelolaan
a. Perjalanan dinas
b. Rapat-rapat
c. Evaluasi
d. Dan lainnya.

C. Penerapan Konsep Modal dalam Biaya Satuan Pendidikan

Konsep model penentuan biaya Madrasah diniyah Awaliyah (MDA) dapat digambarkan dalam
model Fishbode atau model tulang ikan dari Ishikawa. Penentuan biaya MDA dikelompokkan
menjadi 8 komponen. Gambar dari model tersebut dapat dilihat pada halaman berikutnya.

manajemen praktikum fasilitas belajar personel sekolah


mengajar (buku, media (gaji, tunjangan)
sekolah alat)

Kebutuhan
total biaya
satuan
pendidikan

bahan pemeliharan dan


penunjang perbaikan sarana penunjang daya ujian-ujian
belajar akademil dan jasa sekolah

Kebutuhan total biaya satuan madrasah terdidi dari delapan komponen biaya. Komponen tersebut
dapat dikelompokkan menjadi gaji guru dan nongaji guru, bahan ajar. Komponen gaji mencakup
gaji dan tunjangan personal sekolah, komponen biaya nongaji guru mencakup manajemen sekolah,
fasilitas belajar, pemeliharaan dan perbaikan, penunjang daya dan jasa, ujian-ujian sekolah.
Pengelompokkan komponen biaya tersebut diambil sebagai komponen minimal.

Asumsi model penentuan biaya satuan sebagai berikut.

1. Pengeluaran kebutuhan pokok per siswa per tahun.


2. Pengeluaran untuk guru per tahun berdasarkan rasio guru-guru.
3. Pengeluaran untuk buku teks per siswa per tahun dengan rasio buku siswa.
4. Pengeluaran untuk bahan dan alat pelajaran habis pakai untuk praktikum per siswa per
tahun.
5. Pengeluaran untuk pemeliharaan seluruh sarana akademik (gedung) per siswa per tahun.
6. Pengeluaran untuk manajemen sekolah, yaitu Kepala Sekolah.
7. Pengeluaran untuk ujian sekolah untuk pembelian bahan, alat tulis sekolah, dan transportasi
guru.
8. Pengeluaran untuk daya dan jasa.
9. Pengeluaran untuk penunjang per tahun.

Untuk menghitung besaran satuan biaya berdasarkan penyelenggaraan KBM dihitung berdasarkan
Learning Activity Based Cost (LABC) dengan gambar berikut.

D. Standar Biaya Satuan menurut Jenjang Pendidikan.


Berikut adalah standar biaya satuan menurut jenjang pendidikan.
1. Biaya Satuan Sekolah Dasar (SD)

Secara umum biaya satuan SD cenderung sama dengan biaya satuan SD hasil studi Bank Dunia,
baik dari sisi komponen biaya yang dibutuhkan maupun biaya satuan untuk masing-masing
komponen tersebut. Dengan demikian, kami akan menyajikan standar biaya satuan SD dengan
asumsi satu SD terdiri dari 6 rombel (rombongan belajar) dalam tabel berikut.

Tabel-1: Standar biay Satuan Operasional Nonpersonalia SD/MI untuk 6 rombel

Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 73.861.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 12.310.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 440.000

2. Biaya Satuan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Hasil studi biaya satuan SMP memiliki perbedaan yang signifikan dengan hasil studi biaya satuan
SMP dari Bank Dunia. Perbedaan yang mencolok terdapat pada jumlah siswa per rombel, dan total
jumlah siswa per sekolah, serta komponen bahan dan alat habis pakai untuk kegiatan praktikum,
baik praktikum IPA, IPS, Komputer, bahasa, dan keterampilan. Tabel berikut berisi deskripsi
standar satuan biaya SMP/MTs.
Tabel-2: Standar biaya Satuan Operasional Nonpersonalia SMP/MTs untuk 3 rombel

Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 76.643.520
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 25.547.840
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 793.370

3. Biaya Satuan Sekolah Menengah Atas (SMA)


Suatu biaya operasional nonpersonalia dikelompokkan menjadi biaya umum dan biaya berdasarkan
jurusan (speifikasi). Biaya umum (general) merupakan satuan biaya rata-rata untuk semua jurusan,
di sini tanpa ada pemisahan jurusan.sedangkan biaya berdasarkan jurusan, dibedakan berdasakarkan
jurusan yang ada di SMA, seperti IPA, IPS dan Bahasa dengan asumsi bahwa SMA/MA memiliki
3 rombongan belajar dengan hanya memiliki satu jurusan. Berikut deskripsi stndar biaa satuan untuk
masing-masing jurusan.
Tabel-3: Standar biaya Satuan Operasioal Nonpersonalia SMA/MA untuk 3 Rombel

Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 174.112.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 58.037.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 1.814.000

Tabel-4: Standar biaya Satuan Operasional Nonpersonalia SMA/MA untuk 3 rombel (jurusan
IPA)

Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 103.668.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 34.556.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 1.079.875

Tabel-5: Standar biaya Satuan Operasional Nonpersonalia SMA/MA untuk 3 rombel (jurusan IPS)

Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 100.816.800
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 33.605.600
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 1.050.175

Tabel-6: Standar biaya Satuan Operasional Nonpersonalia SMA/MA untuk 3 rombel (jurusan
Bahasa)

Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 96.416.800
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 32.138.933
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 1.004.342
BAB IV

Model Analisis Biaya Manfaat Pendidikan

Konsepnya biaya pendidikan sifatnya lebih kompleks dari mnfaat karena komponen biaya
terdiri dari berbagai bentuk syifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk rupiah tetapi juga
berbentuk biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut “earning
forgone”,yaitu potensi penghasilan seorang lulusan yang tidak diterima karena melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Biaya kesempatan pada jenjang pendidikan S1 adalah rata-
rata penghasilan lulusan SMU yang tidak terima karena melanjutkan pendidikan ke S1. Dengan
demikian, jika biaya langsung pendidikan di S1 disebut Cd (S1) dan biaya kesempatan yang lebih
hilang karena melanjutkan pendidikan S1 di sebut Y (SMU), maka total biaya pendidikan S1
adalah gabungan antara seluruh biaya yag langsung dibayarkan untuk bersekolah S1 di tambah
dengan jumlah seluruh biaya yang langsung dibayarkan untuk bersekolah S1 ditambah dengan
jumlah rata-rata penghailan tamatan SMU selama bersekolah S1 (earning forgone) dan di
simulasikan:

C (S1) = Cd (S1) + Y (SMU)

Keterangan:

C (S1) = Biaya total pendidikan S1

Cd (S1) = Biaya langsung pendidikan S1

Y (SMU)= Biaya rata-rata penghasilan tamatan SMU selama bersekolah S1 (earning forgone)

Untuk memperoleh nilai sekarang dari biaya pendidikan maka perlu dikorelasi dengan faktor
penambahan (r) biaya yang dikeluarkan pada masa lalu. Jika pendidikan S1 ditembuh dalam masa
4 tahun (t=4) maka nilai sekarang dari biaya pendidikan S1 di formulasikan:

t = 0 C(S1)t t = 0 Cd(S1)t − Y(SMU)


∑ ∑
t = 4 (1 + r)t t = 4 (1 + r)t

Keterangan:

C (S1) = Biaya total pendidikan S1

Cd (S1) = Biaya langsung pendidikan S1


Y (SMU) = Jumlah rata-rata penghasilan tamatan SMU selama bersekolah S1 (earning forrgone)

t = Masa pendidikan S1

r = Rate of Return to Education

berikut ini adalah beberapa model yang bisa di gunakan dalam menganalisis biaya dihubungkan
dengan manfaat (benefit) pendidikan.

A. Model Rate of Return

Nilai r ini merupakan nilai diskonto untuk manfaat masa depan dan nilai penambah untuk biaya
yang telah dikeluarkan di masa lalu. Nilai r pertama-tama digunakan untuk menghitung nilai
sekarang dari biaya c (0). Selanjutnya nilai r ini disimulasikan didalam rumus nilai sekarang
manfaat pendidikan B (0) sehingga mencapai nilai (r) tertentu yang dapat menyamakan B (0)
dengan C (0).

B. Model Analisis Biaya dan Manfaat Investasi Pendidikan

Analisis Biaya-Manfaat Investasi pendidikan adalah metodologi yang akan digunakan untuk
mengukur apakah pendidikan merupakan investasi yang menguntungkan atau tidak. Caranya yaitu
dengan membandingkan seberapa besar manfaat pendidikan (pada suatu jenjang pendidikan)
relatif terhadap biaya yang dikeluarkan. Analisis ini secara visual digambarkan seperti gambar
berikut.

Earning SMP
Forgone
SMP } Benefit

SD

Age

SD

∑ Cost = ∑ Benefit

∑ Produktivitas

SMP ∑ Earning

Cost
Cost
Model analisis ini menggunakan asumsi bahwa pasar tenaga kerja bersifat kompetitif penuh
sehingga penghasilan yang diperoleh seorang lulusan pendidikan merupakan indikator penting dari
produktivitas (pengetahuan, keterampilan, dan keahlian) yang dimiliki oleh lulusan yang
bersangkutan.
C. Model Konvensional

Model ini didasari oleh pengembangan teori Human Capital. Asumsi model ini adalah bahwa
pendapatan yang diobservasi berbeda pada setiap pekerja menurut umur, tingkat
pendidikan/lamanya tahun dalam pendidikan. Analisis biaya dan manfaat pendidikan berdasarkan
model konvesional dirumuskan:

T 𝐶𝑑𝑖 + 𝑌𝑓𝑖 𝑀𝑌𝑎𝑖 − 𝑌𝑏𝑖


∑ 𝑡−𝑖
= ∑
(1 + 𝑟) (1 + 𝑟)𝑖−𝑡
i=t 𝑖=𝑇

Cd = biaya pendidikan langsung

Yf = Earning Forgone

Ya = Penghasilan/gaji pekerja dengan tingkat pendidikan yang diamati

Yb = Penghasilan/gaji pekerja dengan tingkat pendidikan pembanding

I = Umur

T = Lama pendidikan

M = Usia produksi pekerja

r = Rate of Return to Education

Kelemahan dari model konvensional adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan/gaji dipengaruhi pendidikan dan umur, padahal pendapatan/gaji banak


dipengaruhi faktor lainnya seperti jumlah jam kerja, jenis kelamin, daerah tempat tinggal,
status kawin, keahlian, latihan kerja, dan lain sebagainya.
2. Hasil dari estimasi rate of return cenderung bias ke atas karena tidak memperhitungkan
pengaruh faktor-faktor lainnya.
D. Model Koreksi Konvensional

Model koreksi konvensional berasumsi bahwa pendapatan yang diobservasi berbeda pada setiap
pekerja menurut umur, tingkat pendidikan/lamanya tahun dalam pendidikan, dan faktor lainnya
(sepert jumlah jam kerja, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, status kawin). Model koreksi
konvensional adalah model konvensional yang telah dikoreksi dengan memasukkan alpha (α)
koefisien sebagai proporsi pengaruh pendidikan terhadap pendapatan/gaji. Adapun rumusnya
sebagai berikut.

T 𝐶𝑑𝑖 + 𝑌𝑓𝑖 𝑀𝑌𝑎𝑖 − 𝑌𝑏𝑖


∑ = 𝛼 ∑[ ]
(1 + 𝑟)𝑡−𝑖 (1 + 𝑟)𝑖−𝑡
i=t 𝑖=𝑇

Keterangan

Cd = Biaya pendidikan langsung

Yf = Earning Forgone

Ya = Penghasilan/gaji pekerja dengan tingkat pendidikan yang diamati

Yb = Penghasilan/gaji pekerja dengan tingkat pendidikan pembanding

I = Umur

T = Lama pendidikan

M = Usia produksi pekerja

r = Rate of Return to Education

a = Proporsi pengaruh pendidikan dari modal pendapatan Y= f (umur pendidikan, faktor


lainnya) terhadap pengaruh pendidikan dari model pendapatan Y= f (umur, pendidikan).

Kelebihan dari model koreksi konvensional adalah sebagai berikut.

1. lebih baik dari persamaan model konvensional karena sudah ada koreksi dari alpha
koefisien.
2. Hasil estimasi rate of return to education menjadi tidak biasa karena telah memasukkan
pengaruh dari faktor-faktor lainnya terhadap pendapat/gaji.
Kelemahan dari model konvensional adalah sebagai berikut.
 Pendapatan/gaji merupakan fungsi dari umur, pendidikan dan faktor lainnya (jumlah jam
kerja, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pendidikan umum/kejujuran) tetapi tidak melihat
klasifikasi jabatan seseorang (manajer, professional, ahli dan pekerja kasar), padahal
keahlian/skill berdasarkan jaabatan pekerja sangat memengaruhi pendapatan/gaji.

E. Model Dinamik
Berbeda dengan human capital theory, maka job competition theory memandang bahwa
produktivitas seseorang juga merupakan manifestasi dari jabatan atau pekerjaannya, bukan
semata-mata karena unsur- unsure yang melekat pada individu yang bersangkutan. Jabatan
atau pekerjaan yang memerlukan keahlian lebih tinggi secara umum akan cenderung
produktif dibandingkan jabatan/pekerjaan yang tidak terlalu menuntut keahlian.
Berdasarkan job competition theory ini selanjutnya dikembangkan model dinamik di mana
pendapatan/gaji diformulasikan sebagai :
Ln Y=a2+b2 +c2 pendidikan + ∑ di jabatan + ∑ ej Faktor lainnya + error

Model dinamik berasumsi bahwa pendapatan yang diobservasi berbeda pada setiap
pekerja menurut umur. Tingkat pemdidikan/lamanya tahun dalam pendidikan, klasifikasi
jabatan (tenaga kasar, tenaga professional dan manajer) dan faktor lainnya (jumlah jam
kerja, jenis kelamin, tempat tinggal, status perkawinan, latar belakang ekonomi keluarga).
Adapun rurmus model ini adalah sebagai berikut.

T Cdi + 𝑌𝑓𝑖 𝑀 𝑌𝑎𝑖 − 𝑌𝑏𝑖


∑ 𝑡−1
= 𝑎1 ∑ [ ]
(1 + 𝑟) (1 + 𝑟)𝑖−𝑡
𝑖=𝑡 𝑖=𝑇

Keterangan
Cd = biaya pendidikan langsung
Yf = Earning Forgone
Ya = Penghasilan/Gaji pekerja dengan tingkat pendidikan yang diamati
Yb = Penghasilan/Gaji pekerja dengan tingkat pendidikan pembanding
I = Umur
T = Lama pendidikan
M = Usia produksi pekerja
r = Rate of Return to Education
a1 = Proporsi pengaruh pendidikan dari model pendapatan Y= f (umur, pendidikan, faktor
lainnya) terhadap pengaruh pendidikan dari model pendapatan Y= f (umur,
pendidikan).

Kelebihan dari persamaan model ini adalah sebagai berikut.


1. Lebih baik dari model-model sebelumnya karena selain sudah ada koreksi dari alpha
koefisien, model dinamik ini juga menggunakan accupation dummy variable ke dalam
fungsi jabatan.
2. Model ini dalam mengestimasi rate of return to education lebih dinamis sesuai dengan
kondisi pasar tenaga kerja.
Bab V
Unsur Sistem Pendidikan

Coombs H. Philip and Hallak Jacques ( 1972 ) dalam bukunya Managing Educational Coat
merumuskan lima elemen penting sebuah sistem pendidikan, Yaitu: 1) Tujuan (Objectives), 2)
Keluaran (Outputs), 3) Manfaat (Benefits), 4) Proses internal/PBM (internal process), dan 5)
Masukan (Inputs), yang dapat digambarkan sebagai berikut dengan penjelasan dari masing-
masing elemen tersebut.

Objectives

INPUT
Benefit
Learner Output
PROCESS
Teacher
Technology
Content
Equipment
Material

Quality control
Gambar 5.1

Gambar kerangka konsep tentang sistem pendidikan

(diadaptasi dari Coombs dan Hallak)

A. Tujuan (Objectives)
Ada sejumlah tujuan-tujuan yang biasanya bersaing satu sama lainnya dan diperlukan
prioritas. Tujuan-tujuan ini merentang dari tujuan-tujuan yang lebih umum dan lebih
banyak dari sebuah sistem sebagai keseluruhan seperti menghasilkan warga negara yang
baik, membentuk pemimpin yang terdidik secara bebas, dan mendukung program
pembangunan nasional hingga pada tujuan-tujuan yang lebih spesifik (khusus) yang
berhubungan dengan subsistem, seperti penguasaan pembagian, perkalian dan decimal,
belajar prinsip-prinsip dasar Ilmu fisika, mengembangkan keahlian memperbaiki
kendaraan dan mengembangkan kecakapan bahasa asing.

B. Keluaran (Outputs)
Keluaran yang termasuk di dalamnya seliruh hasil belajar, keterampilan, pandangan, sikap,
cara berpikir seluruh sikap dan kecakapan yang dikembangkan yang para peserta didik
peroleh dari sistem pendidikan. dengan kata lain, output ini merupakan nilai tambah
(valueadded) bagi peserta didik karena kesiapan/keterbukaannya terhadap proses
pendidikan tertentu.

C. Manfaat (Benefits)
Tujuan utama dari suatu sistem pendidikan tidak sesederhana menghasilkan output
pendidikan jangka pendek dan nilai tambah (added value) seperti digambarkan diatas,
tetapi menghasilkan benefit (manfaat) jangka panjang dari output tadi. Bentuk-bentuk
benefit bentuknya berbeda, baik benefit ekonomik dan non ekonomik, benefit individual
dan benefit sosial. Sebagai contoh seorang yang terdidik akan mendapat benefit individual
dengan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, pendaapatan yang lebih tinggi.
Masyarakat (sosial) akan mendapat benefit dari orang itu dengan meningkatnya
produktivitas kerja yang tinggi dan menyediakan calon pemimpin di tiap level.

D. Proses (Internal Process)


Untuk menghasilkan output dan benefit jangka panjang, sebuah sistem pendidikan
harus menyesuaikan fungsi kerjanya. Sebuah sistem harus memiliki metode dan teknologi
pendidikan (pedagogical methods and technologies), sebuah organisasi/lembaga, struktur,
dan pola logistik, pengendalian mutu produk dan menilai kinerjanya sendiri. Hak yang
tidak kalah pentingnya dalam proses ini adalah kurikulum dan guru sebagai pelaksana.

E. Masukan-Masukan (Inputs)
Input ini terdiri dari berbagai sumber daya dan komponen-komponen yang
dibutuhkan agar proses berfungsi. Input ini dimulai dari peserta didik dan guru, juga bahan-
bahan pelajaran, sarana fisik, perlengkapan dan pasokan yang lainnya. Jumlah, mutu, dan
combinasi dari input yang diperlukan tergantung tidak saja pada jumlah peserta didik yang
harus dilayani dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Input-input ini merupakan sistem
biaya yang berbentuk fisik maupun financial (moneter).
Sementara Depdiknas (2000) merumuskan input pendidikan adalah segala sesuatu
yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses berupa sumber daya
dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses.
Input-input itu berbentuk input berbentuk sumber daya manusia, input sumber daya lainnya
(nonmanusia), Input perangkat, dan input harapan.
1. Input sumber daya manusia, meliputi:
a. Kepala sekolah
b. Guru
c. Konselor
d. Karyawan
e. Peserta didik
2. Input sumber daya nonmanusia, meliputi:
a. Peralatan pendidikan
b. Perlengkapan belajar
c. uang-anggaran pendidikan
d. bahan pembelajaran dan sebgainya
3. Input perangkat, meliputi:
a. struktu rorganisasi sekolah
b. peraturan perundang-undangan pendidikan
c. deskripsi tugas kelembagaan.
d. rencana pendidikan
e. program pendidikan
f. kurikulum pendidikan
4. Input harapan-harapan, meliputi:
a. visi
b. misi
c. tujuan
d. strategi
e. sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah

kesiapan input sangat diperlukan agar proses berlangsung dengan baik. Dengan kata lain,
input merupakan prasyarat bagi berlangsungnya proses. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu
input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi kesiapan input, makin tinggi mutu
input tersebut.
Senada dengan pendapat rumusan depdiknas tentang input pendidikan adalah pendapat
Umedi (1999) yang menyatakan bahwa dalam proses pendidikan yang bermutu terlihat
berbagai input yaitu seperti berikut:
1. Bahan ajar (Kognitif, afektif dan psikomotor).
2. Metodologi (bervariasi sesuai dengan kemampuan guru).
3. Sarana sekolah.
4. Dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya, serta.
5. Penciptaan suasana yang kondusif.

Selain itu, ada ahli yang membedakan input (masukan) ini menjadi: 1) raw input yaitu peserta
didik, 2) Instrumental input, yaitu perlengkapan sarana perabot, bahan ajar, dan media
pendidikan, 3) environmental input, yaitu input lingkungan pendidikan termasuk sarana
prasarana pendidikan dan pendidik itu sendiri semua input tersebut sangat menetukan
keberhasilan pendidikan.
Berdasarkan kajian jenis-jenis input (masukan) tersebut sudah sepatutnya manajemen
sekolah memberikan perhatian terhadap input yang dibutuhkan dan menentukan keberhasilan
dari pendidikan.
Bab VI
Efisiensi Pendidikan
A. Konsep Efisiensi Pendidikan
Istilah efiseinsi menggambarkan hubungan antara input dan output atau antara masukan
dan keluaran. Suatu sistem yang efesien ditunjukan oelh keluaran yang baik untuk sumber-
sumber (resource input). Efesiensi pendidikan, intinya memiliki kaitan antara pendayagunaan
sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi.
Esiensi biaya pendidikan hanya akan ditentukan oleh ketepatan didalam mendayagunakan
anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang
dapat memacu mencapaian prestasi belajar siswa. Untuk mengetahui efisiensi biaya pendidikan
digunakan metode anlisis keefektifan biaya (cost effectiveness) yang memperhitungkan
besarnya konstribusi setiap masukan pendidikan terhadap efektifitas pencapaian tujuan
pendidikan atau prestasi belajar.

B. Jenis-jenis Efisiensi
Upaya analisis efesiensi pembiayaan pendidikan dapat di kelompokan menjadi dua
jenis,yaitu efesiensi internal dan efesiensi eksternal.

1. Efisiensi Internal
Suatu sistem pendidikan di nilai memiliki efesiensi internel jika dapat
menghasilkan output yang di harapkan dengan biaya minimum. Dapat pul di nyatakan
bahwa dengan input tertenu dapat memaksimalkan output yang di harapkan. Output acap
kali di ukur dengan indikator-indikator seperti angka kohrort, yaitu proporsi yaitu prosisi
siswa yang dapat bertahan sampai akhir putaran pendidikan, pengethuan keilmuan,
keterampilan, ketaatan kepada norma-norma perilaku sosial. Karena alasan ini, persoalan-
persoalan mutu pendidikan biasanya di bahas dengan memperhatikan efisiensi internal dari
sistem pendidikan.
Untuk menilai efisiensi internal spat dilakukan dengan cara membandikan antara
seleksi di dalam putaran-putaran ( cycles) pendidikan dan seleksi di antara putaran. Tinggi
nya angka retensi di dalam utaran-putaran pendidikan merukan indikator yang di perlukan
untuk mengetahui efisiensi internal. Efisiensi dalam pendidikan memiliki kaitan yang erat
dengan konsep manajemen ilmiah yang di pelajari oleh John F. Bobbit (1972). Menurut
Bobbit, pertambahan jumlah enrolmentyang demikian pesat akan berpengaruh terhadap
pemanfaatan sumber-sumber daya pendidikan. jika terjadi pengulangan (repeatation) dan
putus sekolah (drop out), pengelolaan sekolah tidak efisien.
Oleh karena itu, upaya yang di lakukan adalah sebagai berikut.
a. menurun biaya operasional.
b. memberikan biaya prioritas anggaran terhadap komponen-komponen input langsung
berkaitan dengan proses belajar mengajar.
c. meningkatkan kapasitas pemakaian ruang kelas, dan fasilitas belajar.
d. meningkatkan kualitas PBM.
e. menigkakan motifasi kerja guru.
f. memperbaiki rasio guru dan murid.

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi internal
1. Rata-Rata Lama Belajar (Average Study Time)

Untuk mengetahui berapa lama lulusan menggunakan waktu belajar dapat


dilakukan dengan metode mencari statistic kohort (kelompok belajar). Untuk ini
dihitung dengan cara menjumlahkam waktu yang dihabiskan lulusan dalam satu
kohort dibandingkan dengan jumlah lulusan dalam kohort tersebut.

Contoh

Jika di suatu SMP hanya terdapat tiga orang lulusan, masing-masing


menghabiskan waktu 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun, maka lama belajar rata-rata
adalah:

3+4+5

3 = 4 tahun
Jadi, rata-rata lama waktu belajar seorang lulusan ialah 4 tahun. Artinya,
setahun lebih lama dari waktu ideal belajar di SLTP. Oleh karena itu, semakin
besar rata-rata belajar, waktu semakin tidak efisien

2. Input Output Ratio

Input-Ouput Ratio adalah perbandingan antara murid yang lulus dengan


murid yang masuk awal dengan memperhatikan waktu yang seharusnya
ditentukan untuk lulus. Artinya di sini dibandingkan tingkat masukan dengan
tingkat kekeluaran.

Pada umumnya semakin miskin suatu negara semakin rendah proporsi


siswa tingkat 1 dalam mencapai akhir putaran pendidikan, terutama di
pendidikan dasar. Namun, masih terdapat variasi dalam seluruh pola. Misalnya,
di China dan India masih memiliki persamaan tingkat per kapita GNP. Namun,
angka retensi kohort di China sebesar 68% sedangkan India hanya 37%. Pola ini
menunjukkan bahwa angka retensi kohort yang rendah bukan merupakan hasil
yang tidak terelakkan bagi neraga neraga miskin. Namun, perlu diperhatikan
bahwa angka retensi kohort yang rendah di negera-negara miskin antara lain
disebabkan oleh tidak cukupnya sumber-sumber yang dimiliki oleh siswa.

Studi yang dilakukan oleh Nanang Fattah (1998) di SD Kabupaten Bandung


menunjukkan bahwa angka retensi kohortdi wilayah perkotaan lebih besar
dibandingkan dengan sekolah di wilayah pedesaan. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan kemampuan sosial ekonomi orang tua di antara wilayah kota dan desa.
SD di wilayah kota mempunyai fasilitas dan dana yang relative lebih baik di
bandingkan dengan SD di desa.

Terdapat kecenderungan bahwa pada masyarakat maju atau masyarakat


daerah perkotaan, faktor latar belakang sosial ekonomi keluarga memberikan
pengaruh yang berarti terhadap efisiensi pendidikan.

3. Efisiensi Eksternal
Istilah efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefeit
analysis. cost benefeit analysisyaitu rasio antara keuntungan finansial sebagai hasil
pendidikan (biasanya diukur dengan penghasilan) dengan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk pendidikan.
Efisiensi eksternal dihubungkan dengan situasi makro, yaitu pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan sosial sebagai dampak dari hasil pendidikan. Pada
tingkat makro bahwa individu yang berpendidikan lebih baik dan cenderung
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dan Kesehatan yang lebih baik.
Pertanyaannya sampai tingkat mana keuntungan-keuntungan baik (rate of
return) dari pengeluaran biaya untuk pendidikan dibandingkan dengan keuntungan
baik jika dana tersebut dikeluarkan dalam investasi lain. Sebagai contoh, jika
pemerintah daerah (dinas diknas kab/kota) memiliki dana 10 milyar rupiah, untuk
apakah dana itu dipergunakan? Jawabannya sangat tergantung pada kegiatan
manakah yang memberikan keuntungan balik (rate of return) yang lebih besar.
Untuk itu, perlu dihitung rate of return terhadap pengeluaran biaya investasi
pendidikan dibandingkan investasi lain.

Analisi efisiensi eksternal berguna untuk menentukan kebijakan dalam


pengalokasian biaya pendidikan atau distribusi anggaran kepada seluruh sub-sub sektor
pendidikan. Efisiensi eksternal juga merupakan pengukuran sosial terhadap lulusan atay
hasil pendidikan. Misalnya seorang lulusan STM tidak memperoleh pekerjaan atau
sebagai tenaga kerja disuatu lembaga atau masyarakat dan angka sekolah tercapai tujuan
institusional dalam GBPP, dalam analisis ini dibandingkan lulusan STM dengan SMU
dalam perolehan gaji.

Manfaat investasi pendidikan lebih banyak diperoleh dari pembentukan


keterampilan. Dalam mempertimbangkan investasi tersebut ada dua hal penting, yaitu
sebagai berikut.

1. Investasi hendaknya menghasilkan keterampilan yang memiliki nilai ekonomi.

2. Nilai guna suatu keterampilan hanya merupakan salah satu dimensi yang harus
diperhitungkan. Karena itu, investasi dalam pendidikan diperlukan untuk
merespons kebutuhan ekonomi tenaga kerja menurut jenis pendidika. Investasi
merupakan pengorbanan sejumlah nilai tertentu saat ini untuk memperoleh nilai
(pengembalian) mendatang yang tentunya dengan harapan lebih besar dari nilai
saat ini.

Analisis tingkat balik dari suatu investasi (return on investment) sangat berharga
untuk menentukan suatu keputusan investasi. Untuk menentukan keputusan apakah
suatu program pendidikan yang telah dibiayai itu memberikan tingkat balik dpaat
dihitung dengan menggunakan formulasi berikut.

ROI = Net profit

Total asset x 100%

Net profit merupakan keuntungan bersih dari suatu kegiatan usaha yang diperoleh
dari pendapatan kotor setelah dikurangi pajak dan biaya-biaya operasional. Sedangkan
total aset merupakan biaya investasi keseluruhan yang dikorbankan untuk membiayai
suatu kegiatan. Apabila ROI rata-rata sepanjang masa kegiatan atau proyek diperoleh
lebih rendah dari tingkat balik yang dibutuhkan berarti investasi tersebut tidak layak.
ROI yang lebih rendah dari rate of return akan tercermin dari hasil nersih saat ini atau
net present value (NPV) yang negative atau internal rate of return (IRR). Dalam
perhitungan NPV dan IRR yang digunakan adalah net profit+depresiasi.

Net profit value adalah rasio nilai yang akan datang (future value/FV) terhadap
tingkat keuntungan. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut.

PV = FV

(1+R)t

Keterangan:

PV = Pada than 1 program

r = tingkat keuntungan
t = waktu (tahun) dalam periode tertentu.

Dalam menganalisis efisiensi eksternal, tentunya pendidikan dapat dibedakan


dalam dua jenis, yaitu:

1. Keuntungan perorangan (private rate of return).

2. Keuntungan masyarakat (social rate retusn).

Private of return, yaitu perbandingan keutungan pendidikan kepada


individu dengan biaya pendidikan dari individu yang bersangkutan, social rate
return, yaitu perbandingan keuntungan pendidikan kepada masyarakat dengan
biaya pendidikan dari masyarakat.
Bab VII

Penggalian Sumber Daya dalam Pendidikan

A. Pendidikan Sebagai Investasi


Investasi pendidikan merupakan alternatif investasi yang menguntungkan bagi
suatu bangsa. Telah ditemukan secara konsisten dari berbagai penelitian di sejumlah negara
bahwa investasi SDM melalui pendidikan memiliki dampak paling besar terhadap
kemajuan negara-neraga industry. Hal ini dapat dilihat dari tingakt balik (rate of return)
(Ace Suryadi, 1999:248). Sebagai komponen dari barang dan jasa umum (public goods)
karakteristik investasi pendidikan pada dasarnya tidak berbeda dengan investasi pada
infrastruktur umum lainnya. Sebuah temuan menunjukkan bahwa keuntungan ekonomi
dari investasi pendidikan rate of return-nya ternyata lebih tinggi daripada investasi fisik
dengan perbandingan rata-rata 15,3% dan 9,1%. Ini menunjukkan bahwa investasi di
bidang pendidikan sangat menguntungkan baik secara sosial maupun ekonomi, (Bappeda
jabar, 2002).
Mengingat pentingnya investasi SDM melalui pendidikan sehingga bamyak pihak
seperti pemerintah, masyarakat umum dan keluarga, dan individu masyarakat merasa
berkepentingan untuk melakukan investasi pendidikan. Karena dengan pendidikan,
individu dan masyarakat akan tertata dengan baik sehingga ketertiban, keamanan, dan
kesejahteraan individu dan masyarakat akan terwujud. Dalam masyarakat modern,
investasi pendidikan semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan bahkan suatu keharusan
agar dapat mewujudkan kehidupan pribadi dan masyarakat yang lebih di masa depan.

SDM dianggap bernilai jika kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan, yang


dimiliki sesuai dengan kebutuhan hidup dan sektor pembangunan yang memberikan
keuntungan, baik kepada individu maupun kepada masyarakat (F.Harbison C, Meyers,
1964 dalam Nanang Fattah).

Investasi pendidikan oleh pemerintah mencakup pembangunan dan pemeliharaan


gedung-gedung sekolah, ruang kelas, penyediaan peralatan sekolah, pembayaran gaji guru,
dan lainnya. Pembangunan sektor pendidikan oleh pemerintah masih dianggap sebagai
pelayanan umum yang cenderung bukan bersifat profit center sehingga wajarlah jika
sampai saat ini anggaran pemerintah untuk pendidikan masih relative rendah dibandingkan
anggaran pendidikan negara lain (Ace Suryadi, 1999:190-191)

Bagaimana peran biaya dalam pendidikan? Biaya memiliki peran dan faktor
penting dalam menyelenggarakan pendidikan, tetapi biaya bukan syarat utama untuk
menghasilkan keunggulan pendidikan. Hal tersebut dapat kita lihat dari Jones H. Thomas
(1985); “finance is a necessary but not sufficient condition for education excellence. It is
recognized too that finance is one of several perspective that are essential in understanding
and analyzing education”.

B. Sumber-Sumber dan Penggunaan Biaya Pendidikan

Sumber pembiayaan untuk sekolah terutama sekolah negeri berasal dari pemerintah
yang umumnya terdiri dari dana rutin, yaitu gaji serta biaya operasional sekolah dan
perawatan fasilitas (OPF), serta dana yang berasal dari masyarakat, baik yang berasal dari
orang tua siswa, dan sumbangan dari masyarakat luas/dunia usaha.

Perlu diingat bahwa dana sangat terkait dengan kepercayaan. Oleh karena itu, bila
sekolah ingin mendapatkan dukungan dana dari masyarakat, maka program yang di buat
oleh sekolah harus menarik, bagus dan berjalan dengan baik serta bermanfaat luas. Dengan
kata lain, sekolah harus mampu mengemas program dan meyakinkan pemilik dana
(Depdiknas, 2000:95)

Untuk memperoleh dukungan dana dari donator sekolah, maka program pimpinan
sekolah dapat melakukan:

1. Pendekatan terhadap calon donator.

2. Meminta saran atau pendapat calon donator tentang program yang diajukan dalam
proposal.

3. Berikan penjelasan yang meyakinkan bahwa banyak manfaat dari program yang
diajukan.
4. Yakinkan bahwa sekolah yang diberi bantuan dapat dipercaya, sehingga jika diberi
bantuan akan menggunakan bantuan tersebut sebaik-baiknya.

Sumber-sumber keuangan sekolah dapat bersumber dari orang tua, pmerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta, dunia usaha, dan alumni. Sumber-sumber dana untuk sekolah
dapat digambarkan sebagaimana dirumuskan oleh Nanang Fattah (2004: 143) sebagai
berikut.

Dunia Orang tua


usaha/industr
i

Pemerinta
h Pusat
Swasta
Sumber
Daya
Sekolah Kelompok
Masyaraka
t
Alumni &
Lain-lain
Pemerinta
h Daerah

Gambar 7.1

Sumber-Sumber Dana Untuk Pendidikan

Untuk pengelolaan dan penggunaan dana oleh sekolah, sekolah dapat melakukan
pengelolaan dan penggunaan dana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sekolah dapat
melakukan sistem akuntansi biaya yang baku dalam pengelola dana sekolah. Sekolah dikatakan
sebagai organisasi nirlaba (nonprofit) karena sekolah menyediakan jasa-jasa yang diinginkan
secara sosial tanpa mengharapkan keuntungan, sebagaimana dikemukakan oleh Henke Emerson
O, (1988:4) sebagai berikut.

The operating objectives of such nonprofit organizations is to provide socially desirable


services without the intention of realizing a profit. Nonprofit organizations have no
ownership shares that can be sold or traded by individuals and any excess of revenuesover
expenses or expenditures is used to enlarge the service copability of the organization. They
are financed at least partially, by taxes and/or contributions based some measure of ability
to pay, and some or all of their services are distributed on basis of need rather effective
demand for them.

Sama halnya dengan pengelolaan keuangan dunia usaha , maka pengelolaan keuangan sekolah
dapat menganut prinsip-prinsip yang lazim dimulai dari budgeting, accounting, dan auditing.
Pelaksanaan akuntabilitas keuangan sekolah memerlukan kepercayaan dari masyarakat, dikelola
secara transparan atau terbuka sehingga mudah di akses oleh yang membutuhkan datanya. Setelah
budgeting kemudian akuntansi biaya dalam sekolah karena dengan sistem akuntansi biaya ini
dapat menyajikan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sekolah.“it is impossible, however, to
understand fully the result of the economic activities of enterprice without accounting data”
(Henke Emerson O., 1988:6).

C. Kiat Sekolah dalam Penggalian dan Pengelolaan Sumber Dana


Terbatasnya dana pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan menuntut
sekolah berupaya melakukan penggalian dana untuk kelangsungan hidup sekolah. Upaya
tersebut terkait dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan.
Apabila sekolah ingin mendapatkan dana dari BP3/Komite sekolah ataupun dari
masyarakat, maka sekolah harus memiliki program yang bagus hingga mereka yang
diminta dukungan dapat memberikan dukungan didasari oleh keyakinan terhadap
keterlaksanaan dan keberhasilan dari program yang di buat sekolah. Dengan kata lain,
sekolah harus mampu mengemas program dan meyakinkan pemilik dana. Sekolah dapat
membuat proposal kegiatan, mengidentifikasi siapa orang atau lembaga yang dapat diminta
bantuan/sponsor, jelaskan kepada donator/calon donatus tentang manfaat/keuntungan bagi
sekolah dengan program yang akan di laksanakan sekolah, misalnya tentang laboratorium
computer di sekolah.

Setelah para donator memberikan bantuan yang diinginkan oleh sekolah, maka
seklah perlu mengelola dana tersebut dengan terbuka dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Sekolah dapat membuat sistem akuntansi yang transparan dan akuntabel. Hal ini
akan meningkatkan kepercayaan donator terhadap sekolah. Berikut ini hal-hal yang bisa
dilakukan oleh sekolah dalam pengelolaan dana sekolah, seperti dijelaskan oleh depdiknas
(2000:97-99) sebagai berikut.

1. Penggunaan anggaran harus benar-benar sesuai dengan yang direncanakan. Setiap


penyimpangan dari anggaran harus disertai alasan yang jelas dan meminta persetujuan
kepada pihak yang berwenang sebelum dilaksanakan.

2. Penggunaan anggaran harus seefisien mungkin dan hindari terjadinya kecurigaan


“penaikan harga” pembelian atau pengadaan barang

3. Hindari kesan bahwa sekolah sekedar menghabiskan dana. Misalnya, bila suatu anggaran
kegiatan dianggarkan 200.000,- tetapi realisasinya habis 150.000,- maka dana tersebut
harus dihemat.

4. Pengeluaran dana hanya dapat dilakukan oleh yang berwenang sesuai dengan aturan yang
berlaku.

5. Pemasukan dan pengeluaran uang harus tercatat secara tertib dan disertai bukti-bukti
tertulis sesuai dengan aturan yang berlaku.

6. Bukti pengeluaran tersebut harus siap untuk dioeriksa setiap saat. Artinya, siap
dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berwenang. Hindari transaksi tanpa pencatatan
yang lengkap.

7. Administrasi keuangan harus dilakukan secara terbuka. Artinya, semua pihak yang terkait
dapat melihat laporan keuangan tersebut.

D. Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam Pendidikan.


Peran serta masyarakat dan pemerintah daerah dalam bidang pendidikan memiliki posisi
yang penting dan strategis. Hal tersebut di akui secara resmi dalam undang-undang atau
peraturan setingkat Menteri atau peraturan daerah. Menurut undang-undang sistem pendidikan
Nomor 20 tahun 2003 dalam bagian ketiga dan empat tentang hak dan kewajiban masyarakat
dan pemerintah daerah sebagaimana tercantum dalam pasal 8, 9, 10 dan 11.

Dalam pasal 6 ayat 6 menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan dengan


memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan”.

Dalam pasal 46 ayat 1 menyatakan bahwa “pendanaan pendidikan menjadi


tanggung jawab Bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.”

Dalam penelitian Dedi dkk. (2001) RAPBS yang ada di sekolah-sekolah


menonjolkan peranan pemerintah dalam pembiayaan pendidikan. Untuk tingkat SD,
pembiayaannya rata-rata mencapai 83%, SLTP 81% , SMU 87%. Dan SMK 79%. Padahal
kenyataannya peran pemerintah dalam pembiayaan pendidikan hanya mencapai 19-30%
saja. Sebagian besar pembiayaan antara 68-80% ditanggung oleh keluarga murid, sisahnya
1-4% berasal dari masyarakat selain orang tua murid. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa Sebagian besar biaya pendidikan di tanggung oleh orang tua bukan pemerintah.

Peran serta masyarakat menjadi penting dalan pelaksanaan anajemen erbasis


Sekolah (MBS). Berdasarkan hal tersebut, maka upaya menggalang peran serta masyarakat
bagi terlaksananya Perlu diusahakan, di samping terlaksananya aspek aspek lain dalam
penyelenggaraan MBS.

1. Hanya dalam menggunakan jasa pelayanan yang tersedia, misalnya


memasukkan anak ke sekolah.
2. Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga.
3. Peran serta dalam bentuk keikutsertaan, yang berarti menerima secara pasif
apa yang telah diputuskan oleh pihak lain. Misalnya BP3 (dewan/komite
sekolah)memutuskan orang tua membayar iuran bagi setiap anak sekolah,
dan orang tua menerima keputusan ini dengan mematuhinya.
4. Peran serta melalui adanya konsultasi mengenai hal-hal tertentu. Misalnya
tentang program sekolah dan Pendidikan anak-anak mereka.
5. Keterlibatan dalam memberikan layanan tertentu biasanya sebagai mitra
pihak lain. Misalnya penyuluhan tentang gizi bagi anak sekolah.
6. Keterlibatan sebagai pelaksana kegiatan yang telah didelegasikan. Misalnya
penyuluhan pada masyarakat tentang pentingnya Pendidikan, dan
sebagainya.
7. Peran serta kebenaranya dalam pengambilan keputusan pada berbagai
jenjang. Misanya mereka terlibat dalam membicarakan dan mengambil
keputusan tentang program dan kegiatan sekolah berikut pendanaanya.

Menurut Ngalim Purwanto (dalam Supriono dan Ahmad Sapari, (2001:15) ada tiga jenis
hubungan sekolah dengan masyarakatyang bisa dikembangkan, yaitu: a ) hubungan edukatif, b)
hubungan kultural, dan c) hubungan institusional.

Sementara pendapatan lain tentang bentuk keterlibatan orang tua dan masyarakat dan
kegiatan dan program sekolah dapat berupa : (a) buah pikiran/ide, (b) tenaga, (c)
keahlian/keterampilan, (d) harta benda. Dengan beberapa prasyarat : (1) adanya senasib dan
sepenanggungan. Bahwa maju mundurnya sekolah berarti maju mundurnya masyarakat,
(2)keterikatan terhadap tujuan, bahwa tujuan Pendidikan di sekoalah adalah tujuan masyarakat di
mana sekolah itu berada ; (3) adanya perkarsawan, diperlukan kepemimpinan baik dari pihak
masyarakat maupun dari professional yang dapat menimbulkan motivasi untuk berkerja sama; (4)
adanya iklim atau suasana yang baik, hubungan antar anggota masyarakat yang penuh toleransi,
tenggang rasa, harga menghargai, tidak ada curiga mencurigai, iri hati, dan sebagainya
(Ratnawulan dan Sutarsih, 2003).

Manfaat yang dapat dipetik dari keterlibatan otang tua dalam kegiatan prgaram sekoalh
mencakup manfaat bagi siswa sebagai peserta didik, orang tua, dan sekolah sendiri. Berdasasarkan
hasil penelitian di Diklat Manitoba, Amerika Serikat tahun 1994 diperinci manfaat sebagai beikut.

Manfaat bagi siswa termasuk :


1. Memperbaiki hasil akademik (improved academic performance)
2. Memperbaiki perilaku siswa di sekolah (improved school behavior)
3. Meningkatkan motivasi belajar (greater academic motivation)
4. Menurunkan angka putus sekolah (lower dropoust rates)

Manfaat bagi orang tua termasuk :

1. Meningkatkan rasa kepuasan, harga diri, dan percaya diri orang tua.
2. Munculnya gagasan baru untuk menolong anaknya belajar sebagai hasil dari bekerja di
lingkungan sekolah.
3. Menambah pengetahuan tentang perkembangan anak.
4. Memperkuat jaringan kerja sosial.
5. Memperluas kesempatan untuk terlibat dengan masyarakat dan jaringan kerja lainya.
6. Meningkatkan pengawasan terhadap lingkunganya.
7. Hubungan yang baik dengan sekolah.

Manfaat bagi guru dan sekolah, termasuk :


1. Sekolah berpengalman lebih baik dengan orang tua dan hubungan masyarakat seperti
andanya dukungan dan penghargaan dari masyarakat.
2. Sekolah dapat memfasilitasi guru-gurunya dengan lingkungan kerja yang lebuh baik.
3. Sekolah menerima bantuan dari luar untuk melaksanakan program-program harianya, dari
bantuan tutorial hingga usaha peningkatan dana sekolah.
4. Sekolah dapat menghemat dana dengan meningkatkan kertelibatan orang tua.

Kerja sama antara sekolah dan masyarakat merupakan salah satu langka penting dalam
penerapan MBS. Tanpa adanya kerja sama antara sekolah dan masyarakat dalam bentuk
jaringan kerja (networking), maka tidak mungkin menuju sekolah yang bermutu baik. Ada
berbagai cara dan media yang dapat digunakan untuk menjalin kerja sama sekolah dengan
masyarakat agar hubungan terus bertahan. Menurut Feasol Muslim dkk. (dalam Supriono dan
Ahmad Sapari 2001:19) yaitu sebagai berikut.

1. Berkirim surat
2. Bersilahturahmi/pertemuan.
3. Terlibat dalam kegiatan.
4. Dating berkunjung kerumah siswa.
5. Bertelepon.
6. Menghargai rapat.
7. Mengikuti kegiatan sekolah dam megadakan pameran.
Bab VIII
Alokasi Sumber-Sumber
Pendidikan dan Penganggaran

Sumber-sumber yang langka dan terbatas perlu dialokasikan dan didistribusikan sesuai
dengan kebutuhan Pendidikan. Dlam konsep ekonomi, sumber-sumber daya yang digunakan
untuk menghasilkan satu produk (tangible dan intangible) itu sangat terbatas atau langka
(scarcity)dan perlu adnaya efisiensi. Di antara berbagai alokasi biya dalam pembangunan, maka
pembiayaan Pendidikan sudah selayaknya mendapatkan prioritas dari pemerintah baik dari
tingakat eksekutif maupun legislative. Pemerintah harus memiliki visi Pendidikan karna untuk
kemjuan pembangunan perlu didukung oleh sumber daya manusia yang handal dengan tersedianya
tenaga-tenaga terdidik (educated man) pada berbagai level manajemen pemerintah di pusat,
pemerintah daerah provinsi, dan kabupaten/kota sampai tingkat kecamatan.
Selanjutnya, dalam area otonomi daerah dan desentralisasi manjemen Pendidikan yang
sedang dilaksankan dapat kita lihat peran pemerintah daerah dalam membangun Pendidikan di
daerah. Seharusnya pemerintaah dengan potensi sumber daya yang dimilikinya dapat memberi
perhatian dan peningkatan alokasi dan anggaran biaya dari APBD untuk pembiayaan Pendidikan.
Dewasa ini telah Nampak daerah yang sumber daya alam dan PAD didaerahnya memadai
atau kaya sudah ada upaya pemerintah daerahnya memindai atau kaya sudah ada upaya pemerintah
daerahnya untuk memperbesar aloksi dan anggaran Pendidikan sebagai contoh provinsi Riau,
Kalimantan tengah, dan jawa timur. Kemajuan ini perlu diikuti oleh provinsi lainya bila mereka
ingin maju dan berbeda dari daerah-daerah lain di Indonesia.
A. Konsep Alokasi dan Penganggaran Pendidikan
Dengan adanya keterbatasan sumber-sumber daya dalam ekonomi Pendidikan
diperlukan usaha-usaha yang sistematis dan komprehensif dalam pembiayaan Pendidikan,
salah satu kegiatan pentinya adalah pengalokasian dan merencanakan anggaran
(budgeting). Perencanaan anggaran akan mengalami kendala-kendala yang akan
memengaruhi efektivitasnya. “Di antara kendala-kendala perencanaan itu adalah kendala
politik, kendala ekonomi, dan kendala waktu”. (Banghart dan Trull, 1973).
Tanggung jawab utama dari pemerintah adlah menciptakan dan menjalankan
system Pendidikan yang produktif. Implikasinya bahwa sumber-sumber yang akan
ditetapkan untuk mencapai secara penuh tujuan-tujuan dari system. Selain itu, pemerintah
harus mengawasi jalanya system dengan cara menggunakan informasi dari kinerja system
Pendidikan tersebut. Sitem merupakan seperangkat komponen atau bagian dan saling
berhubungan. Manusia membuat system sebagai alat komponen yang saling berhubungan
(orang Gedung, buku-buku, dan perlengkapan) dan dibangun dengan tujuan untuk
membawa perubahan pada perilaku kliennya (peserta didik).
System yang terbuka menerima pengaruh dari lingkungan (environment) dan
mengembalikan produknya baikatau kurang baik kepada lingkungan. Artinya, limgkungan
menyediakan input dan menerima output dari system. Bila input dan output-nya dapat
diindentifikasi dan diukur maka akan menjadi informasi penting bagi system.
Menurut Allan Thomas J. (1971;11), dalam kaitan system Pendidikan dengan
fungsi produksinya (production funcation) dijelaskan bahwa lita jangan dibingungkan oleh
berbagai konsep yang digunakan untuk menggambarkan sumber-sumber di antara system
Pendidikan dan dilingkungannya. Misalnya analisis cost-benefit dan analisis input-output
yang sering digunskan sama (sinonim) dan keduanya dibingungkan dengan analisis cost
effectiveness. Berdasarkan konsep yang telah diyakini, konsep-konsep tadi berkaitan
dengan program penganggaran (seperti PPBS/SP4). Selanjutnya, untuk produksi
Pendidikan atau fungsi produksi menjadi dasar untuk menganalisis hubungan input-output
tadi.
Dalam fungsi produksi, output dirumuskan sebagai sejumlah layanan tertentu,
output juga memperhatikan dimensi waktu seperti than belajar siswa, jam pelajaran siswa
agar biaya yang digunakan dapat dipilah-pilah sesuai dengan propopsinya. Hal yang
termasuk ke dalam input adalah barang-barang yang dibeli dan personel yang diperkejakan
dalam layanan Pendidikan, di antara input-input yang signifikan untuk system pendidilan
adalah ruang belajar, perlengkapan, buku-buku, bahan ajar, dan jam mengajar guru dan
personel lainya. Input-input ini dibeli dengan uang. Oleh karena iu, data biaya yang akurat
akan menjadi sangat penting untuk melakukan riset tentang problem-problem
administrative dari Pendidikan.
Fungsi produksi dari para ahli psikolog (PF2), kalau output-nya adlah perubahan
perilaku siswa dalam siswa dengan bertambahnya pengetahuan dan penerimaan norma-
norma, atau bertambahnya kemampuan lainnya maka, outcome ini menjadi ranah (domin)
dari para psikolog yang mungkin saja sedikit banyak mereka antusias terhadap jenis input
yang digunakan dalam kajianya.
Input-input dari PF2 dalah jam mengajar guru dan personel lainya, ruang belajar,
buku-buku, perlengkapan, dan bahan ajar lainnya. Selain itu input PF 2 adalah jam belajar
siswa. Jumlah jam belajar yang digunakan siswa untuk belajar yang menjadi factor penentu
prestasi/hasil belajarnya. Hal yang sama pentingnya adlah karakteristik siswa seperti sikap,
perhatian, dan motivasinya yang mempengaruhi output Pendidikan.
B. Konsep Penganggaran
Penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran
(budget).anggaran sebagai rencana operasionala yang dalam satuan uang menjadi pedoman
dalam pelaksanaan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. Pada dasarnya
penyusunan anggaran merupakan negosiasi atau perundingan antara puncak pimpinan
dengan pimpinan di bawahnya dalam menentukan besarnya alokasi biaya suatu
penganggaran (Nanang Fattah, 2000;47). Dengan demikian, antara alokasi dan
penganggaran adalah satu paket yang tidak dipisahkan dalam konsep dan aplikasinya.
C. Karakteristik dan Fungsi Penganggaran
Anggaran memiliki dua sisi penerimaan dan pengeluaran. Sisi penerimaan
menggambarkan besarnya biaya yang diterima oleh lembaga yang dapat dibedakan dari
dana pemerintah, masyarakat, orang tua, dan sumber-sumber lain.
Anggaran di samping sebagai alat untuk perencanaan dan pengendalian, juga
merupakan alat bantu bagi manajemen dalam memosisikan suatu lembaga (Nanang Fattah
2000;49). Oleh karena itu, anggaran memiliki manfaat sebagai berikut.
1. Sebagai alat penaksir.
2. Sebagai alat otorisasi pengeluaran dana
3. Sebagai alat efisiensi

D. Prinsip-prinsip dan Prosedur Penganggaran


Anggaran yang terbaik mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut ;
1. Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam system manajemen
dan organisasi.
2. Adanya system akuntansi yang memadai dalam melaksankan anggaran.
3. Adanya penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi.
4. Adanya dukungan dari pelaksana mulai tingkat atas sampai tingkat bawah (Nanang Fattah,
2000; 49-50).

Sedangkan prosedur penyususan anggaran adalah sebgai berikut ;

1. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama periode anggaran.


2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, jasa, dan barang’
3. Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang sebab anggaran pada dasarnya merupakan
pernyataan finensial.
4. Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang telah disetujui dan dipergunakan
oleh instensi tertentu.
5. Menyusun usulan anggaran untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang.
6. Melakukan revisi, usulan anggaran.
7. Pengesahan anggaran, (Nanang Fattah, 2000; 50).

E. Bentuk-Bentuk Desain Anggaran


Bentuk desain anggaran yang dianut oleh sekolah sedikitnya ada empat bentuk.
Menurut Nanang Fattah (2000; 53), bentuk-bentuk desain anggaran adalah sebagai berikut
:
1) Anggaran butir per butir (line item Budget).
2) Anggaran program (program budget system).
3) anggaran berdasarkan hasil (performance budget).
4) System penyusunan program dan penganggaran (planning programming Budgeting
system/PPBS atau SP4).

Menurut Alan Thomas J (1971;123, terdapat empat jnis budget yang bisa diaodpsi, yaitu;

1) Budgeting by line time,


2) Budgeting by organizational unit,
3) Budgeting by fuctional category, dan
4) Budgeting by program ot performance,
Apabila kita lihat dan dibandingkan keempat jenis budget yang dikemukakan oleh
keduaa ahli tadi adlah sama.

Anggaran butir per butir (line item budget) merupakan bentuk anggaran yang paling
simple dan banyak digunakan. Setiap pengeluaran dikelompokan berdasarkan kategori-
kategori, misalkan gaji, upah, honor menjadi satu kategori atau satu nomor atau butir.
Anggaran program (program budget system) adlah bentuk anggaran yang
dirancang untuk mengidentifikasi biaya setiap program. Perhitungan anggaran didasarkan
pada perhitungan dari masing-masing jenis program.
Anggaran didasarkan hasil (perfrome budget) adalah bentuk anggaran yang
menekankan hasil (performance) dan bukan pada keterperincian dari suatu alokasi
anggaran. Pekerjaan akhir dalam satu program dipecah dalam bentuk beban kerja dan unit
hasil yang dapat dukur. Hasil pengukuran dipergunakan untuk menghitung masukan dana
dan tenaga yang dipergunakan untuk mencapai suatu program.
System perencanaan penyusun program dan penganggaran (planning programming
budgeting system/PPBS atau SP4) adalah sebuah kerangka kerja dalam perencanaan
dengan mengorganisasikan informasi dan menganalisisnya secara sistematis. Dalam
bentuk ini, setiap program dinyatakan dengan jelas, baik jangka pendek maupun jangka
Panjang. Semua tenyang biaya, keuntungan, kelayakan suatu program disajikan secara
lengkap sehingga mengambil keputusan dapat menentukan pilihan program yang dianggap
paling menguntungkan.
F. Anggaran sebagai Alat Alokasi
Berikut ini adalah pendapat dari Thomas Alan (1971; 118-120) tentang anggaran
sebagai alat alokasi. Menurut konsepnya, anggaran adalah suatu instrument yang dibuat
untuk mengfasilitasi perencanaan.
Dengan anggaran ini menyediakan format untuk alokasi keputusan yang dapat di
formulasikan dan di implementasikan dengan adanya anggaran dapat di lihat hambatan
hambatan karena adanya keterbatasan sumber daya yang tersedia. Karena adanya kendala
sumber daya, maka oerlu di identifikasi item tertentu dari pengeluaran dan penggolongan
pengeluaran untuk mempermudah analisis.
Anggaran juga menyediakan konteks bagi proses perencanaan atau seperangkat
kegiatan yang berdasarkan jenis manusianya dan dapat di terapkan dalam memilih alat alat
yang di gunakan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Selanjutnya, anggaran
menjadi dokumen yang merangkum keputusan keputusan yang rencana. Dalam hal ini
anggaran bertindak sebagai alat untuk menjamin kehati hatian dan kejujuran dalam
mengurus dana public. Anggaran merupakan dokumen public yang busa saja di pelajari
oleh orang di luar system. Audit formal terhadap budget merupakan perbandingan antara
budget pengeluaran riil/actual dengan konsep anggaran dalam dokumen.
Menurut budget yang rasional atau di sebut juga paradigm rasional , karaktristik
budget dalam system persekolahan dapat di lihat sebagai berikut.
1. Dalam menyusun anggaran yang rasional maka tujuan dan sasaran secara spesifik lebih
jelas.
2. Dalam model rasional, input-input dipilih dan di kombinasikan dengan cara
memaksimalkan pencapian tujuan. Prosedur ilmiah seperti system analisis dengan adanya
analisis input-output dan hubungan cos benefit di gunakan sebagai alat dalam
pengembangan prosedur yang di buat untuk meningkatkan produktifitas sisitem
pendidikan.
3. Dalam ananlisis rasional, sejumlah alternatif di ketahui dan di bandingkan sebelum
keputusan di buat untuk melaksanakan prosedur yang ada.
4. Dalam model yang rasional, sisitem informasi yang di gunakan sebagai dasar untuk
perbaikan pembuatan keputusan.
5. Model rasional meliputi sebuah penilaian terhadap hasil pelaksanaan anggaran yang ada.
Model rasional lebih menekankan pada perencanaan jangka panjang.
Dalam konteks pembiayaan pendidikan (financing education) di Indonesia menurut
hasil tim peneliti dari Asian Development Bank (1998:30) sumber pembiayaan berasal
dari lembaga/ department yang betperan penting yaitu departemen pendidikan,
Departemen dalam negri, Departemen agama, Departemen keuangan dan Bappenas.
Pembiaan pendidikan tersebut dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu anggaran rutin
seperti yang tertuang dalam DIK dan anggaran pembangunan seperti yang tertuang dalam
DIP. Meskipun anggaran rutin lebih besar daripada anggaran pembangunan, sebagian
besar anggaran rutin menyangkut gaji guru dan personel pendidikan lainnya. Semua
anggaran tersebut di susun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selanjutnya dalam konteks kelembagaan (mikro), setiap sekolah menyusun
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang setelah di revisi dan
mendapat persetujuan atau pengesahan dari Dewan/Komite Sekolah akan menjadi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) yang akan berlaku dalam setahun
anggaran.
G. Alokasi Sumber-Sumber pada Tiap Jenjang Pendidikan
Alokasi sumber-sumber daya yang langka merupakan masalah ekonomi yang
mendasar yang di hadapi oleh semua pemerintah. Pilihan di antara sejumlah alternatif
investasi tergantung pada tujuan dari masyarakat dan hubungan antara biaya dengan
potensi keuntungan dari investasi. Salah satu tujuanya adalah efisiensi ekonomi dengan
harapan investasi menghasilkan peningkatan pendapatan nasional, “one objective is
economic efficiency-having the investments generate a future increase efficiency-having
the investments generate a future increase in national income” (Minggat Alain, dan Tan
Jee Peng, 1988:103).
Dalam upaya menilai prioritas investasi pendidikan , kita harus memikirkan atau
jenis pendidikan manakah yang pertumbuhannya lebih cepat atau yang lambat. Namun
yang penting bagi kita adalah bagaimana memaksimalkan efisiensi dalam pengalokasian
sumber sumber yang langka. Oleh karena itu, investasi perlu di nilai dengan batasan
batasan hasil yang nampaknya di pengarui oleh struktur-struktur biaya pendidikan dan
produktivitas dari tenaga kerja di pasar kerja. Jenis analaisis ini menjadi penting untuk
menganalisis sektor pendidikan karena di Negara berkembang investasi merupakan suatu
yang penting untuk sumber daya pendidikan. Setelah modal manusia di pandang sebagai
input penting dalam proses produksi, maka menemukan prioritas investasi yang cocok
dalam pendidikan dan pelatihan menjadi penting bagi pertumbuhan ekonomi Negara.
Hal ini penting kita bahas untuk mengetahui metode dalam penilaian alternatif
alokasi sumber daya untuk jenis dan jenjang pendidikan yang berbeda. Focus utamanya
mengidentifikasi jenjang dan jenis pendidkan yang lebih sesuai dengan pertumbuhan
ekonomi.
Dua pendekatan yang di gunakan untuk alat analisisnya adalah 1) persyaratan
tenaga kerja, dan 2)menilai Cost- Benefit atau rate of return.
Pendekatan persyaratan tenaga kerja merupakan suatu proyeksi tenaga kerja dan
kebutuhan pelatihan, biasanya lima atau duapuluh tahun kedepan. Proyeksi biasanya di
dasarkan pada:
1. Perkiraan kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang
2. Perbandingan internasional terhadap tenaga kerja dan struktur pendidikan di suatu
Negara pada berbagai tingkat.
3. Rasio tenaga kerja dengan jumlah penduduk
4. Ekstrapolasi rasio input dengan output

Rasio input-output lebih sering di gunakan, kecuali untuk proyeksi kebutuhan


tenaga guru dan tenaga kesehatan yang lebih di dasarkan pada rasio tenaga kerja dengan
jumlah penduduk.

Metode rate of return di dasarkan pada syarat-syarat pasar tenaga kerja dan
penilaian cost-benefit untuk mengidentifikasi prioritas. Sebagai contoh bila untuk
menghasilkan suatu jenis lulusan, maka analisis di tujukan untuk menilai apakah biaya
pendidikan tertutupi dengan besarnya keuntungan dalam menghasilkan mereka. Bila
keuntungannya lebih besar maka efisiensi pendidikan tercapai. Inilah yang dapat kita
kelompokkan ke dalam efisiensi eksternal.

Dengan pendekatan rate of retun, maka biaya dan keuntungan (manfaat) dinilai
sama pentingnya dalam prioritas investasi. Peningkatan biaya untuk jenis pendidikan
dianggap baik bila keuntungan (manfaat) menjadi lebih besar. Sebaliknya peningkatan
yang di dasarkan pada pendapatan yang tinggi atau manfaat akan di dukung hanya bila unit
cost (biaya satuan) relavan dan cukup rendah. Pendekatan ini sebagai pendekatan analisis
cost-benefit atau analisis rate of return karena perhitungannya pada rate of return dari
investasi yang telah di berikan.

H. Asumsi –Asumsi yang Perlu Diperhatikan


Asumsi- asumsi yang di bahas berkaitan dengan fungsi produksi pendidikan seperti
yang di kemukakan oleh Allan Thomas J.(1971) yaitu sebagai berikut:
1. Asumsi bahwa kinerja (hasil)itu dapat di ukur.
2. Asumsi bahwa prosedur pengukuran yang di kembangkan oleh ahli psikologi berfungsi
dalam bidang pendidikan.
3. Keberadaan fungsi produksi berhubungan dengan output (inkremen kinerja) dengan input
(waktu siswa, waktu guru, perlengkapan bahan dan buku, dan ruang kelas).
4. Semua hal di anggap sama bila ada penambahan pada variable X1 dan atau variable X2
maka akan berdampak pada penambahan incremental P1.
Bab IX
Akuntabilitas dalam Pendidikan
A. Konsep Akuntabilitas Pendidikan
Konsep akuntabilitas pendidikan berkembang dari pendapat bahwa siapapun yang
di serahi tugas mendidik harus dapat mempertanggungjawabkan tugasnya itu (Depdikbud
1983:76). Sementara Neave G. (1987:70) merumuskan bahwa “Accountability is a
processwhich involves the duty both of individual and the organization of which they are
part to render periodically accounts for tasks performed, to a body having both the power
and outhority to modify that performed subsequently, perhaps by use of sanction or
reward.”
Artinya akuntabilitas merupakan proses yang melibatkan tugas individual maupun
organisasi sebagai bagian suatu badan yang secara berkala harus
mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya kepada atasannya yang berwenang atas
perbuatannya baik di beri sanksi ataupun penghargaan.
Hal tersebut dapat di pahami bahwa baik individu atau organisasi harus
mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya kepada atasannya yang berwenang atas
perbuatannya baik di beri sanksi ataupun penghargaan.
Hal tersebut dapat di pahami bahwa baik individu atau organisasi baik individu atau
organisasi harus mempertanggungjawabkan tugas tugas pekerjaannya kepada atasannya
dan implikasi dari hal tersebut adalah individu atau organisasi tersebut di beri sanksi atau
di beri penghargaan. Pendapat senada di kemukakan oleh dewan pendidikan Negara
bagian Idaho (2002) yang mengatakan bahwa “Accountability refers to the systematic
collection, analysis and use of information to hold schools , educators, and others
responsible for the performance of student and the educational system”.
Berdasarkan kedua konsep tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam
pelaksanaan akuntabilitas sekolah semua pihak terlibat dalam kegiatan di sekolah perlu
senantiasa bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja atau prestasi siswanya. jadi
yang di pertanggungjawabkan adalah prestasi belajar siswa karena memang sekolah di
tuntut untuk memberikan layanan akademik kepada siswa dan layanan tersebut berikut
hasilnya yang bermutu.
Sekolah yang secara formal memiliki tugas penyelenggaraan pendidikan dan guru
yang melakukan pendidikan di dalamnya sebagai bagian dari system pendidikan yang
lebih luas. Kajian terhadap sekolah sebagai system pendidikan yang menggambarkan
bahwa sekolah sebagai entitas di dalamnya memiliki komponen komponen yang saling
berhubungan (ineterrelated) dan saling ketergantungan (interdependency) dalam
mencapai tujuan pendidikan. Ilustrasi tentang system tersebut dapat di gambarkan sebagai
berikut:

MASUKAN PROSES PENDIDIKAN


sumber HASIL
1. Tujuan pendidikan
ss 2. Siswa pendidikan
3. Pengelolaan
4. Struktur dan jadwal
5. Isi
6. Guru
7. Alat bantu belajar
8. Kemudahan
(fasilitas)
9. Teknologi
10. Pengawasan mutu
11. Penelitian
12. biaya

Gambar 9.1
Komponen Pokok dalam Sistem Pendidikan
Penerapan pendekatan system dalam pendidikan. Dalam konsepsi tentang
akuntabilitas paling sedikit ada empat komponen yang perlu di perhatikan, yaitu tujuan,
kegiatan, penilaian, dan umpan balik. Tujuan dalam setiap usaha pendidikan harus dapat
di rumuskan dengan jelas sehingga dapat di ketahui dengan tepat misalnya perubahan
prilaku pada anak didik. . kegiatan yang di lakukan mengarah pada pencapaian tujuan.
Penilaian bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan telah tercapai, dan berapa besar
biaya yang telah di keluarkan. Sedangkan umpan balik di lakukan agar dapat di lakukan
penyempurnaan baik pada tujuan, maupun proses kegiatan dan sumber. Keempat
komponen akuntabilitas tersebut merupakan suatu kesatuan dari suatu pendekatan system.

Adapun ukuran pendidikan yang akuntabel adalah sebagai berikut:

1. Tujuan jelas dan dapat di jabarkan menjadi tujuan tujuan khusus


2. Kegiatannya dapat di awasi agar selalu dapat mengarah pada pencapaian tujuan
3. Hasilnya efektif karena tujuan tercapai.
4. Peroses pencapaian hasil itu efisien dengan mengingat sumber-sumber yang
tersedia
5. Menjalankan mekanisme umpan balik untuk penyempurnaan.
6. Lima syarat akuntabilitas.

Lima syarat ini di kemukakan oleh Barbee David E, dan Bouck Aubrey J., (1974: XV-
XVII) sebagai berikut:

1. The goals and objectives of school are known


2. The school has the way and means for measuring the attaintment of its goals (and
objectives).
3. The school has a system that can deliver on a continuing basis a learning –
charactristics profileon each of its student.
4. The school has a counting system and resources-distribution system that relate cost
and resources to outcomes that the school is producing.
5. The school has for making modification in its program based upon data concerning
the attainment or monattainment of outcomes.

Lima syarat tersebut adalah : 1) di ketahuinya tujuan dan sasaran-sasaran yang akan di
capai oleh sekolah, 2) sekolah memiliki cara cara dan sarana untuk mengukur
ketercapaiannya tujuannya (dan sasaran sasarannya ), 3) sekolah memiliki sebuah
metode yang dapat mengantar kan pada model belajar sisiwa yang berkelanjutan, 4)
sekolah memiliki sisitem akuntansi biaya dan sisitem distribusi sumber-sumber yang
bisa mengukur hubungan biaya dan sumber sumber pada hasil dimana sekolah
melakukan produksi pendidikan, 5) sekolah memiliki prosedur untuk mengubah dan
menyesuaikan program programnya berdasarkan data baik yang berhubungan
ketercapaian outcome atau hasil pendidikan.

Apabila kita kaji kelima syarat tersebut dan kita pilah-pilah maka dapat kita
bedakan agar sekolah itu akuntabel maka sekolah harus : 1) memiliki tujuan, 2)
memiliki metode pengukuran, 3) memiliki metode pengajaran, 4)bmemiliki system
akuntansi biaya, dan 5) memiliki kemampuan adaptasi terhadap program-program yang
di buatnya.

Pertanyaan yang berhubungan degan persyaratan pertama adalah: 1) Apakah


tujuan-tujuan tersebut dibuat secara tertulis, 2) Apakah tujuan-tujuan tersebut telah
dijabarkan kepada sasaran-sasaran seperti misalnya: dapat membaca kamus dengan
memahami 90% dari 300 kata per menitnya, mampu megetik 35 kata per menit, dengan
lima kesalahan saja pada menit praktik pertama, dapat memainkan sedikitnya 5 jenis
olahraga, dan lain-lain, 3) Memiliki kriteria pengukuran untuk setiap sasaran yang telah
ditetapkan.

Petanyaan yang berkaitan dengan persyaratan kedua adalah: 1) Apakah instrumen


sebagai alat ukurnya telah dibuat dan dilaksanakan untuk mengukur pencapaian tujuan,
2) Apakah instrumen tersebut telah diklasifikasikan berdasarkan jenjang kelas, 3)
Apakah instrumen tersebut dibuat untuk seluruh mata pelajaran.
Pertanyaan yang berkaitan dengan persyaratan ketiga adalah: 1) Apakah sekolah
memiliki instrumen yang diperlukan untuk menilai kemampuan membaca, menulis,
mendengar, dan berbicara untuk siswa? Dan apakah instrumen tersebut masih dipakai
hingga sekarang? 2) Apakah sekolah memiliki prosedur untuk mengetahui sifat-sifat
motifasional dari siswanya? 3) Apakah tersedia prosedur untuk mengukur gaya belajar
tiap siswanya? Apakah penilaiannya dibuat secara berkala? 4) Apakah ketiga informasi
tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengajaran oleh guru? 5)
Apakah guru telah memanfaatkan informasi untuk membuat konsep mengajar bagi
siswanya?

Pertanyaan yang berkaitan dengan persyaratan keempat adalah: 1) Apakah sekolah


memiliki sistem akuntansi biaya dan sistem distribusi sumber-sumber daya yang
berhubungan dengan outcome atau hasil belajar sebagaimana sekolah dihasilkan? 2)
Apakah sistem tersebut masih berfungsi?

Pertanyaan yang berkaitan dengan persyaratan kelima adalah: 1) Apakah sekolah


memiliki prosedur untuk perubahan dalam sistemnya yang didasarkan pada data dan
informasi untuk ketercapaian dan ketidaktercapaian dari hasilnya? 2) Apakah prosedur
tersebut digunakan untuk mengubah bahkan melakukan penyesuaian program? 3)
Apakah sumber-sumber yang dialokasikan dan direlokasikan didasarkan pada
ketercapaian tujuan dan sasaran?

Akuntanbilitas dalam pendidikan berkaitan dengan akuntansi biaya yang berkaitan


erat dengan produksi pendidikan dan produksi pendidikan di sini adalah siswa yang
belajar. Sebagaiman dsebutkan oleh Barbee E. David dan Bouck J. Audrey (1974:XIV)
bahwa : “Accountability is coming to mean an accounting of cost as they relate to the
product produced. In education this product is learned student’ jadi, akuntabilitas
berkaitan dengan akuntansi biaya yang kemudian dihubungkan dengan pembuatan
suatu produk. Produk dalam pendidikan adalah siswa yang terpelajar.

Di lain pihak H. Mc. Ahsan dan Nanang Fattah dan Moh. Ali (2003:3:29)
menyebutkan bahwa akuntabilitas dalam bidang pendidikan menyangkut: 1) Program
dan manajemen personalian yang mengarah pada tujuan, 2) Penekana manajemen yang
efektif dan efisien , 3) Pengembangan program, pengembangan personalia,
peningkatan hubungan masyarakat, dan kegiatan-kegiatan manajemen.

Selanjutnya ialah bagaimana bentuk dari manifestasi akuntabilitas. Scorvis D.


Anderson yang dikutip Made Pidarta (dalam Fattah Nanang, 2004:71) menyebutkan
lima bagian penting, yaitu: 1) Mengontrak performan yaitu menentukan kriteria yang
disepakati bersama dan tidak boleh menyimpang dari kriteria tersebut dalam
pelaksanaannya, 2) Memiliki kunci pembentukan arah dalam bentuk biaya dan usaha
performan yang dikontrak. Artinya, dengan biaya tertentu tercapai tujuan secara efektif
dan memuaskan, 3) Unsur pemeriksaan oleh orang bebas dan tidak terlibat dalam
kegiatan intenal, sepeti orang tua siswa, masyarakat, atau pemerintah, 4) Memiliki
jaaminan melalui kriteria dan ukuran tertentu, 5) Pemberian insentif sebagai
penghargaan untuk meningkatkan motivasi dan peningkatan performa.

B. Jenis-Jenis Akuntabilitas Pendidikan


Jenis-jenis qkuntabilitas yang dapat dipaparkan disini dirangkum dari beberapa
pendapat ahli. Misalnya, Dekdikbud (1982:78) merumuskan 3 Jenis akuntabilitas, yaitu
akuntabilitas keberhasilan, akuntabilitas profesional, dan akuntabilitas sistem. Sementara
itu Asosiasi Peneliti Pendidikan Amerika (American Educational Research Association)
dalam Murphy dan Louis (1999:467-471) merumuskan 6 Jenis akuntabilitas yaitu:
Bureauctratic, legal, professional, politik, moral dan market. Rumusan lain tentang Jenis
akuntabilitas ini dikemukakan oleh Neave G. (1987:72) ". . . The issue of accountability
in education of concern which hitherto has been limited to those involved with the
technical, managerial, and administrative aspect of education,. . ."
Jadi, akuntabilitas yang dapat kita perhatikan adalah akuntabilitas keberhasilan,
profesional, sistem, birokratis, legal, profesional, politik, moral, pasar, dan akuntabilitas
teknis, manajerial dan administratif.
Uraian terperinci dari masing-masing rumusan akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Akuntabilitas Keberhasilan
Akuntabilitas keberhasilan dimulai dengan penetapan tujuan-tujuan yang
spesifik. Dalam hal ini usaha pendidikan diarahkan untuk menutup jurang antara
keadaan awal siswa dengan keadaan akhir yang diharapkan. Jenis akuntabilitas
ini menilai keberhasilan pengajaran dengan secara langsung mengukur keadaan
siswa. Agar akuntabilitas jenis ini dapat berjalan diperlukan:
a. Kejelasan tugas-tugas yang harus dipelajari.
b. Alat atau cara untuk melakukan pengukuran dan penilaian secara objektif
c. Diterapkan suatu rentangan atau range keberhasilan.

Bila dalam pelaksanaannya ternyata siswa tidak belajar maka akuntabilitas


keberhasilan tidak dapat diterapkan.Dalam keadaan ini,penilaian secara langsung
dipusatkan pada sistem,personel,metode,perlengkapan,dan sebagainya.penilaian
terhadap berbagai hal itusemuanya ditunjukkkan agar siswa mau belajar yang
hasilnya akan timbul dan dinilai dalam rangka penerapan akuntabilitas
keberhasilan.

2. Akuntabilitas teknis (Technical Accountability)


Jenis akuntabilitas ini mengacu pada sampai berapa jauh standar praktis
tentang sikap,keterampilan,dan teknik-teknik yang telah teruji secara sahih dan
terandalkan dipakai dalam mencapai hasil setinggi-tinnginya.Penerapan jenis
akuntabilitas ini perlu memperhatikan latihan dan pengalaman edukatif yang
pernah ditempuh dan dimiliki guru.Selain itu akuntabilitas ini berkaitan dengan
akuntabilitas keberhasilan mengingat bahwa dengan keahlian professional guru
yang bekerja mengusahakan keberhasilan siswa.
3. Akuntabilitas Sistem (System Accountability)
Secara keseluruhan sistem pendidikan hendaklah akuntabel dalm
mewujudkan janji-janjinya kepada masyrakat sebagai imbalan dari berbagai
kemudahan (fasilitas) yang telah diberikan oleh masyarakat.dalam menjalankan
akuntabilitas yang menyangkut dirinya sendiri itu suatu sistem harus mampu
mengukur pencapaian siswa,serta menghubungkan hasil pengukurannya itu
dengan tujuan,harapan masyarakat,sumber-sumber yang telah tersedia dan
dimanfaatkan,dan dengan cara-cara keahlian professional yang telah
digunakan.Di samping itu sistem hendaknya juga mampu menyebarluaskan
penemuan-penemuan dan analisisnya kepada orang tua,guru,pembayar pajak,dan
warga Negara lainnya.
4. Akuntabilitas Birokrasi ( Bureaucratic Accountability)
Akuntabilitas biokrasi menjamin bahwa pilihan-pilihan dan keputusan oleh
pemimpin organisasi memandu pekerjaan personel seluruh orgabisasi.Hal ini
berdasarkan hubungan anatara atasan dan bawahan dan dilaksanakan pengawasan
berdasarkan jenjang struktur organisasi,standar prosedur pelaksanaan,dan adanya
hukumana dan ganjaran (dalam gortnerm Mahler,& Nicloson,1989,Romzek &
Dubnick).Contoh dari akuntabilitas birokrasi ini adalah adanya pengawasan yang
tinggi terhadap personel yang diharapkan dapat melaksanakan tugas-tugas dengan
akuntabel menurut aturan dan prosedur yang telah diterapkan.jenis akuntabilitas
ini biasanya digunakan dalam adminitrasi Negara.
Dalam bidang pendidikan,jenis akuntabilitas birokrasi dilakukan oleh
departemen pendidikan Negara bagian dan kebupaten/kota dengan aturan dan
regulasinya agar sekolah berjalan dengan standar yang telah diterapkan (dalam
daring,Hammod 7 Ascher,1991).Standar tersebut seperti pemelihan buku
teks,ruang lingkup dan urutan kurikulum .Tugas-tugas belajar siswa,dan nilai-
nilai,dalam sistem birokrasi,sekolah merupakan bagaian dari organisasi yang
lebih besar,yang diatur secara hierarki dan bertujuan mendididk peserta didik
melalui peogram-progaram yang baku (standar).

5. Akuntabitas Hukum (Legal Accountability)


Seperti halnya birokrasi,akuntability hukum menyangkut penguatan aturan-
aturan dan tingkat pengawasan yang tinggi terhadap sekolah,pengawasan dalam
konteks hukum ini berasal dari lembaga diluar sekolah,dimana sekolah harus
mempertanggung jawabkan pekerjaan-pekerjaannya.Harapannya adalah bahwa
individu dan sekilah melaksanakan tugas kewajiban sesuai dengan
perjanjian.Dalam hal ini legistaltif ditingkat Negara bagian atau kalau ditingkat
kita provinsi menetapkan peraturan-peraturan dan mengawasi pelaksanaanta
ditingakt dinas pendidikan kabupaten/kota.Meski sekilah memiliki otonimi,tetap
secara hukum wajib melaksanakan tugas-tugas yang telah ditetapkan agar dapat
memenuhi standar yang telah diterapkan.
6. Akuntabilitas Profesional ( Professional Accountability)
Sistem oprasional menjamin bahwa layanan-layanan yang diberikan oleh
sekolah kepada peserta didik bukan didasarkan rutinitas,tetapi dilakukan secara
professional berdasarkan pola kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan mereka
sebagai klien.Akuntabilitas professional hanya akan berjaaln dalam
organisasi,dimana hubungan antara kepala sekolah dengan agen-agen lain
seumpama hubungan orang baisa dengan ahli/pakar.Dengan asumsi bahwa
seorang pakar memeiliki pengetahuan dan keahlian khusus.
Dalam konteks pendidikan,akuntabilitas professional berate bahwa
admnitrator dan guru-guru memeiliki pengetahuan khusus,memiliki sertifikat,dan
memegang standar profesi ( dalam darling-Hammond & Acher,1991).Dengan
profesionalisme itu mereka bekerja dengan berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan siswa,atas nama siswa,manajer-manajer pendidikan,kepala-kepala
sekolah,director program pengawas,guru bertanggung jawab pada hasil.dalam
konteks professional sekolah-sekolah menjadi perusahaan yang berorientasi pada
klien yang menggunakan pengetahuan dan keahliannya untuk memenuhi
kebutuhan siswa.
7. Akuntabilitas Politik ( Political Accountability)
Akuntabilitas politik menyangkut harapan-harapan konstituen terhadap
wakil rakyat yang telah dipilih dan mereka janjikan.Isu-isu yang berkembang
tetang oajak,multibudaya,Mainstrem,kreativitas,dan pendidik desks.Kelompok-
kolompok itu menekan wakil-wakilnya agar melaksanakan sesuatu dengan
benar,para konstituen (raktat) menuntut wakil-wakilnya akuntabeldengan
member dukungan atau menarik dekungan terhadap mereka bila perlu.
8. Akuntabitas Moral ( Moral Accountability)
Akuntabilitas moral berasal dari kewajiban-kewajiban perorangan atau
merasa pentingnya terhadap tugas-tugas yang diembannya,dengan kata lain
akuntabilitas moral dilakukan oleh orang karena kesadaran dan kesetiannya
terhadap pekerjaan yang didasarkan pada prinsip dan norma yang dianggap
penting (dalam wagner,1989),pekerjaan ini menjadi penggilan hidup bukan beban
pekerjaan.dari keenam jenis akuntabilitas,akuntabilitas professional dan norma ini
perlu dikembangkan oleh orang-orang yang ada didalam organisasi.
9. Akuntabilitas Pasar ( Market Accountability)

Akuntabilitas dalam pasar dimulai dengan adanya harapan klien bahwa penyedia
jasa akan menawarkan produk dan jasa yang sesuai kegunaan dan bermutu bila
digunakan.Pilihan klien dilakukan sesuai mekanisme akuntabilitis,klien dapat
mengenal kebutuhan nya sesuai dengan jasa atau produk selanjutnya memilih
alternative didasarkan faktor mutu dan kenyamanannya.Dalam
pendidikan,akuntabilitas pasar bererti bahwa orang orang tua memilih sekolah anak-
anaknya tanpa memperhatikan wilayah/rayon (dalam chubb & moe,1990:Henig
1994) kalau ada pilihan terhadap sekolah diluar wilayah ini ,hal ini didasarkan pada
kinerja sekolah,lulusannya,guru-gurunya,para administrator,dan tenaga
pendidikannya.Orang tua sebagai klien ridak saja memilih kan sekolah bagi anak-
anaknya,tetaoi juga memilihara hubungan dengan rasakan.Bagaimana sekolah dapat
memiliki daya tarik bagi orang tua,karena secara teoritis sekolah dapat memberikan
kepuasan kepada orang tua siswa melalui program-program dan layanan yang
bermutu bagi mereka.

C. Kendala dalam pelaksanaan Akuntabilitas pendidikan.


Menurut depdikbud (1983:77) pelaksanaan konsep akuntabilitas dalam bidang
pendidika tidak mudah dan akan menghadapi kendala yang berasal dari pihak internal
maupun eksternal sekolah.Yaitu peserta didik,guru pendidik ,administrator
pendidkan,lembaga pendidikan ,tenaga kependidikan dan masyarakat orang tua siswa dan
masyrakat.Masing-masing pihak mempunyai kepentingan sendidri-sendiri yang tidak
mungkin sejalan dan kesulitan yang terkait dengan pihak yang berkepentingan.
Yang mungkin menolak tujuan dan kegiatan yang ditetapkan untuk diikutinya
karena merasa bertentangan dengan keinginannya. Guru-guru (pendidik) sebagai pihak
yang paling banyak mendapat sorotan mungkin berkeberatan karena mereka dituntut
kegiatan amal persiapan yang banyak mengubah cara atau gaya yang telah dikuasai atau
menjadi kebiasaannya, serta merasa mencampuri, diawasi, dan dinilai kegiatan
keahliannya.
Seorang administrator pendidikan (kepala sekolah, pengawas, kepala dinas
pendidikan) konsep akunstabilitas dapat merupakan ancaman karena akan mencampuri
dan dapat mengubah hal-hal yang selama ini sudah baku atau dianggap baku (standar),
misalnya buku teks, rancangan atau desain ruangan kelas baku, biaya, dan lain-lain.
Lembaga pendidikan dan tenaga pendidikan sering kali merasa dipersimpangan jalan,
antara lain karena disatu pihak dituntut untuk menghasilkan kelulusan keluaran dan
bermutu, tapi dilain pihak sukar memperoleh calon siswa atau mahasiswa yang diinginkan.
Kepentingan masyarakat dan pemerintah kadang-kadang juga tidak sejalan karena
untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan biaya yang besar sementara itu karena
kemampuan terbatas, diharapkan keikutsertaan masyarakat yang lebih besar. Masyarakat
dipihak lain menginginkan mutu pendidikan yang tinggi tapi dengan pembiyaan yang
lebih rendah karena itu, perlu ditentukan keseimbangan antara dua kepentingan tersebut
karena sumber-sumber yang diperlukan dan ada tidak selamanya mudah dan dimanfaatkan
untuk keperluan pendidikan. Begitu pula dengan tujuan pendidikan, tujuan yang
dirumuskan oleh pemerintah secara nasional dan seragam sehingga masyarakat
menganggap bahwa kondisi dan kepentingan setempat kurang diperhatikan.

D. Pelanggaran dalam akuntansi pendidikan.


Konsep akuntabilitas pada dasarnya tidak menghedaki adanya penyimpangan-
penyimpangan,baik yang disengaja atau tidak disengaja.jika penyimapngan ini terjadi si
pelaku dapat dituntut berdasarkan peraturan yang berlaku,suatu tindakan dapat dianggap
penyimpanan apabila dapat mengakibatkan kerugian bagi kepentingan orang lain atau
umum baik secara moril maupun meteril,Berdasarkan kajian A.Ridwan Halim (dalam
dikbud 1983:79-80) terdapat 13 kelompok utama penyimpanan yang terjadi dalam
pendidikan dan disebut tindak pidana pendidikan yaitu sebagai berikut :
1. Penekanan atau pengencetan yang dilakukan oleh penjaga kepada siswanya
belakang komersial atau sentiment,
2. Penekanan tertentu dari pengajar kepada siswanya agar siswanya itu memenuhi
kemauan pengajar,les,jual diklat,dan upeti.
3. Perlakuan-perlakuan tidak wajar tidak beralasan yang dilakukan oleh pengajar
terhadap siswanya baik secara badaniah maupun rohaniah/mental seperti tindakan
kasar,penghinaan dan penggertaan.
4. Pelaksaan pengajaran dengan memberi isi dan metode yang bermutu rendah yang
sebenarnya hampir tidak ada manfaatnya bagi siswa, bahkan membahayakan
mereka: malas, pikiran picik/sempit, dan tidak menguasai meteri pelajaran.
5. Pencurian, pemalsuan atau pembajakan karya ilmiah orang lain dalam bentuk
apapun, baik sebagian atau seluruhnya.
6. Penipuan atau pengakuan palsu dari dari seorang mengenai jabatan atau/hasil
karya tertentu dengan maksud agar dipercaya orang lain sehingga memperoleh
sesuatu yang sebenarnya bukan haknya.
7. Pencemaran nama baik dan wibawa suatu lembaga pendidikan formal melalui
berbagai perbuatan tidak layak yang dilakukan dengan melibatkan orang dalam
lembaga itu, baik pengajar, siswa maupun karyawan.
8. Berbagai macam pembocoran rahasia yang merusak objektivitas nilai serta mutu
pendidikan dan pengajaran, misalnya pembocoran ujian.
9. Penyalahgunaan jabatan yang dalam bentuk dan manifestasinya merugikan
kepentingan umum dan merusak kewibawaan lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
10. Penyelewengan dan penyalahgunaan beasiswa, misalnya beasiswa itu diberikan
kepada orang yang tidak berhak atau dipergunakan secara tidak semestinya.
11. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari nilai-nilai
kesopanan, kesusilaaan, hukum, dan ketertiban umum.
12. Berbagai macam tindakan pengacuan terhadap sistuasi dan kondisi yang normal
untuk penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, misalkan pemboikotan
belajar/mogok belajar, mogok mengajar tanpa alasan-alasan yang dibenarkan,
perkelahian dalam sekolah/antar sekolah, pengacuan/pengacaman terhadap
keamanan diri para penyelenggara pendidikan dan pengajaran serta keamanan diri
pihak siswa.
13. Tindakan-tindakan pengacaman, pemojokan, pemitnahan, penghalang-halangan
dan sejenisnya terhadap pihak yang sungguh-sungguh ingin
mengusut/membongkar/menindak tiap pelaku tindak pidana pendidikan.
BAB X

Kinerja Pendidikan

A. Peranan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam Peningkatan Kinerja Pendidika


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan alternatif manajemen sekolah
sebagai bentuk dari desentralisasi pendidikan dengan memberikan otonomi yang luas
kepada sekolah untuk mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai priotas
kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Pastisipasi masyarakat
dituntut agar lebih memahami pendidikan. Oleh karena it, sekolah dituntut memiliki
tanggung jawab yang tinggi, baik kepada orang tua, masyarakat, maupun pemerintah,
(Mulyasa 2002, Nanang fattah 2003).
Dengan adanya otonomi sekolah, sekolah dapat lebih diberdayakan menurut
Mulyasa (2002:13), Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar
disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat. MBS
sebagai sarana peningkatan efesiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.
Sementara pendapat Nanang Fattah (2003:19) menyatakan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) secara konsepsional akan membawa dampak terhadap
peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan
kesempatan, dan pencapaian tujuan.
Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang
ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh
melalui partisipasi orang tua, kelenturan dalam pengelolaan sekolah, peningkatan,
peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal
lain yang dapat menumbuh kembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan
tampak pada terserapnya anak usia sekolah untuk mengenyam pendidikan di sekolah. Bagi
yang tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah.
MBS memberi peluang bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk
melakukan inovasi dan inprovisasi disekolah yang yang berkaitan dengan kurikulum,
pembelajaran, manajerial, dan sebagainya, yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas, dan
profesionalisme. Pelibatan dalam dewan/komite sekolah mendorong sekolah untuk
terbuka, demokratis, dan bertanggung jawab.
MBS sebagai konsep desentralisasi pendidikan dilatarbelakangi sedikitnya oleh
tiga alasan sebagaimana dikemukakan oleh Udin Sa’ud dan Asep Suryana (2003:244-245)
sebagai berikut
1. Pengkajian konsep MBS terutama yang menyangkut kekuatan desentralisasi,
kekuasaan atau kewenangan di tingkat sekolah.
2. Penelitian tentang program MBS berkenaan dengan desentralisasi kekuasaan dan
program peningkatan partisipasi local stakeholders.
3. Strategi MBS harus lebih menekankan kepada elemen manajemen partisipatif.
Selanjutnya Edward B. Fiske (1996) dalam (Udin Saud Asep Suryana 2003,
Nanang Fattah, 2003) menggambarkan paradigma konsep Strategi MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah) sebagai berikut.
B. Efektifitas dan Mutu Pendidikan
Sekolah sebagai sebuah sistem terbuka merukpakan lembaga yang memberikan
layanan pendidikan belajar-mengajar. Sekolah menjadi tempat belajar bagi siswanya dan
menjadi lembaga pembelajaran bagi semua pihak di sekolah. Hoy dan Miskel (2001:32)
merumuskan bahwa “School are service organization that are commited to teaching and
learning. The ultimate goal of the school is student learning. In fact, its very existence s
based on such activity. School more than any other kind of organization should be learning
organization ”
Selanjutnya bagaimana sekolah memberikan layanan pendidikan yang bermutu
bagi kliennya. Tokoh-tokoh gerakan TQM/MMT seperti W. Edward Deming (1986),
Joseph M Juran (1989), Kaory Ishkawa (1985), J. Richard Hackman dan Ruth Wagemen
(1995) meyakini bahwa tujuan utama organisasi adalah bisa hidup (survive). Maka dengan
hidupnya organisasi dapa terus menguntngkan masyarakat, dan menghasilkan produk dan
jasa bagi klien. Menurut Hoy dan Miskel (2001:309), ada tiga prinsip dan menjadi filosofi
dalam manajemen mutu, yaitu: 1) berorientasi pada klien, (customer or client). 2)
perbaikan berlanjutan (continuous improvement), dan 3) adanya kerja sama kelompok
(teanwork).
Berorientasi pada klien di sekolah adalah memberikan kepuasan untuk kebutuhan
akademik dan emosional peserta didik (siswa). Dengan cara menggunakan teknik seperti
survey, dan focus grup, kepala sekolah dan guru-guru di sekolah mengumpulkan data dan
informasi tentang apa yang dibutuhkan siswa dan menggunakan informasi tersebut untuk
mengubah atau merancang program pembelajaran dan elstrakulikuler di sekolah.
Prebaikan berlanjutan berarti meningkatkan pembelaaran dan proses administrasi
melalui ujian-ujian berkala dengan menggunakan teknik seperti analisis statistic, diagram,
dan lain-lain. Dalam praktiknya kepala sekolah dan guru mengkaji dan merancang
pembelajaran, proses dan program manajemen berikut pemecahan masalahnya.
Kerjasama tim merupakan kolaborasi di antara kepala sekolah dan guru-guru, di
antara siswa dengan staf sekolah dengan menggunakan teknik seperti metode
pengembangan organiasi dan latihan pembenntukan kelmpok. Pada praktiknya kepala
sekolah dan guru merancang suatu kegiatan yang menguntugkan semua pihak dan
membentuk kelompok-kelompok kerja yang prinsipnya sama-sama menguntungkan.
Sekolah sebagai sistem memiliki komponen-komonen seperti input, proses
(transformasi) dan output/outcome. Sekolah sebagai sistem dapa dilakukan efektif apabila
mampu untuk mengambil manfaat dari lingkungan dan mampu mengelola sumber-sumber
yang bernilai dan langka (Yuchman dan Seashore. 1967 dalam Hoy dan Miskel 2001),
Depdikbud (dalam Mulyasa 2002) mengidentifikasikan efektivitas sekolah dalam dua
kelompok, yaitu efektivitas internal dan eksternal. Fektivitas internal merujuk pada
keluaran pendidikan yang tidak diukur dengan moneter, seperti prestasi belajar dan jumlah
lulusan. Sedangkan efektivias eksternal merujuk pada keluaran yang bersifat moneter,
seperti tingkat penghasilan lulusan.
C. Indikator-Indikator dan Kriteria Kinerja Pendidikan
Indikator-ndikator efektivitas dapat berasal dari komponen input (sumber daya
manusia dan biaya), transformasi proses (proses dan struktur internal), dan output (kinerja
outcme).
Menurut Hoy dan Miskel (2001:295-296), outcome kinerja menunjukkan kepada
kuantitas produk dan jasa dari sekolah kepada para peserta didik, para pendidik, dan pihak-
pihak lainnya, termasuk di dalamnya mutu output (hasil), Indikator dari outcome ini adalah
prestasi akademik, kepuasan kerja, sikap peserta didik dan pendidiknya, angka putus
sekolah, kehadiran guru, perhatianstaf sekolah dan tanggapan masyarakat terhadap
efetivitas sekolah. Kriteria proses meruuk pada jumlah dan mutu dan merupakan harmoni
antara proses dan struktur internal yang mengubah input menjadi outcome. Kriteria proses
merujuk pada iklim hubungan antarpersonal yang sehat, tingkat motivasi guru dan siswa
yang tinggi, kepemimpinan kepada sekolah dan guru yang baik, prosedur pengawasan
yang bermutu, mutu pengajaran, penggunaan teknologi pengajaran, dam evaluasi
personel. Kesemuanya ini berhubungan dengan kinerja outcome.
Kriteria input merupakan potensi dan kapasitas awal sekolah untuk mencapai
kinerja efetif. Hal mencakup kendala seperti standard an kebijakan pendidikan, ciri-ciri
sekolah, atau karakteristik dari pertisipan untuk memahami pengaruh sekolah yang efektif.
Contohdari kriteria input ini adalah tingkat kesehatan sekolah, kemampuan siswa,
kecakapan personel di skolah, dukungan orang tua, jumlah da nisi perpustakaan, jumlah
dan mutu teknologi pengaaran dan kondidi fidik fasilitas sekolah.

INPUT PROSES OUTCOME

Kriteria efektif
Kriteria efektif Kriteria efektif
Harmoni dan Visi Iklim
Sumber Keuangan Fasilitas sehat Tingkat motivasi Prestasi akademik Siswa
Fisik Kesiapan Siswa Organisasi sekolah dan belajar Kepuasan Kerja
Kemampuan Guru Sumber
kelas Mulu kurikulum Tingkat ketidakhadiran
Teknologi Dukungan
Mutu pembelajaran Waktu Angka putus sekolah
orang tua Kebijakan dan
Standar belajar Mutu Mutu kerja
kepemimpinan

Selanjutnya Ronald Edmond dakam Hoy dan Miskel (2001:300) menyebutkan lima kunci
sekolah efektif seperti berikut

1. Kepemimpinan yang kuat dari kepala sekolah terutama dalam pembelajaran.


2. Keinginan dari para guru untuk meningkatkan prestasi siswa.
3. Lebih menekankan pada kemampuan dasar (basic skills)
4. Lingkungan yang teratur.
5. Penilaian yang sistematik dan berkala bagi siswa.
Selain mengkaji efektivitas sekoah, diperlukan juga kajian terhadap efesiensi sekolah (telah
diabahas). Efisiensi merupakan aspek yang sangat penting karena sekolah dihadapkan pada
masalah kelangkaan sumber daya dan secara langsung berkaitan dengan kegiatan manajemen.
Kalau efektivitas membandingkan antara rencana dengan tujuan yang dicapai, maka efisien lebih
ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya dengan output.Suatu kegiatan
dikatakan efesien apabila tujuan dapa dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian
sumber daya yang minimal.

D. Pengukuran dan Evaluasi Kinerja


Menurut Depdiknas (2002), pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian atas
keberhasilan/kegagalanpelaksanaa kegiatan/program/kebijaksanaan sesuai dengan
sasaran dan tjuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi lembaga
pemerintah. Pengukuran ini meliputi penetapan indicator kinerja dan penetapan capaian
indicator kinerja.
Penetapan indicator kinerja harus didasarkan pada perkiraan yang realistis dengan
mempertahankan tuuan dan sasaran yang ditetapkan indicator kinerja hendaknya (1)
spesifik dan jelas; (2) dapat diukur secara objektif baik bersifat kuantitatif maupun
kualitatif; (3) dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk mencapai keluaran hasil,
manfaat dan dampak; (4) harus cukp fleksibel dan sensitive terhadap perubahan; dan (5)
efektif yaitu dapat dikumpulkan, diolah. Dan dianalisis datanya secara efisien dan
ekonomis.
E. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pengelolaan Sumber Daya Sekolah
Pada awal tahun 1970=an yang pertama kalinya sekolah-sekolah meerapkan model
Manajemen Bebasis Sekolah (MBS) menunjukkan bahwa sekolah mengalami
keterbatasan dalam perbaikan pembelajaran di sekolah, dan jarang yang diberi otonomi
dalam penganggaran (budgeting) sekolah (Siegel dan Fruchter, 2002 dalam ERIC Digest).
Namun pada awal pertengahan tahun 1980-an seklah diberi keleluasaan untuk
mnerspksn model anggaran berbasis sekolah (school-based budgeting) seperti yang terjad
di Chicago dan Seattle. Dengan keleluasaan ini kepala seolah, guru dan orang tua dapat
memanfaatkan uang di sekolah, sementara kantor dinas pendidikan mengawasi
pengangguran dan tersebut untuk perbaikan prestasi siswa dan kinerja sekolah (Lauber
dan Warden, 1995).
Lain halnya dengan di Negara Kanada, ada sebuah sekolah yang bernama Alberta
di Edmonton yang telah mempraktikan MBS sejak tahun 1976, anggaran sekolah
didasarkan pada rencana sekolah dengan dukungan dri seluruh staf sekolah, siswa, orang
tua, dan masyarakat.
Sejak tahun 1997 sekolah-sekolah di New York dalam hal budget telah menerapkan
model PDB (Performance-Driven Budgeting), di mana inti dari konsep ini adalah bahwa
“decision about resources must be aligned with school-developed instructional-
improvement plans” atau semua pengguna sumber-sumber daya pendidikan pebelajaran
di sekolah. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menerapkan model PBD ini
adalahsebagi berikut.
1. Defining clear standarts for student learning.
2. Identifying educational strategies for all student to meet these standards.
3. Aligning all resources, policies, and practices to carry out these strategies.
4. Tracing results
5. Using the data ti drive continues improvement and holding the entire system
accountable for student performance (Siegel dan Fuchter)

Langkah-langkah tersebut: (1) Membuat standar belajar yang jelas, (2) identifikasi
strategi pendidikan bagi seluruh siswa agar memenuhi standar, (3) Memadukan untuk
seluruh sumber daya, kebijakan dalam melaksanakan strategi, (4) meneliti hasil, (5)
Pemanfaatan data untuk mengatur peraikan berkelanjutan dan seluruh sistem di sekolah
bertanggung jawab untuk prestasi siswa.

Apabila dihubungan antara akuntabilitas dengan kinerja sekolah, hal ini dapat dilihat
pada kasus di Negara bagian Alabama. Di Negara bagian tersebut masa;ah akuntabilitas
di sekolah negeri menjadi isu penting nasional. “These accountability laws and proposal
focus onstudent performance, and particularly on test scores”. Fokus utama dalam
akuntabilitas sekolah adalah peningkatan ilia ujian siswa. Setelah data tentang skor nilai
ujian dari masing-masing sekolah, selanjutnya dianalisis ole kantor Dinas Pendidikan.
Dari sana dapat diketahui peringkat perolehan skor dari maisng-masing sekolah.
Informasi tersebut sangat bermanfaat bagi para orang tua untuk mengetahui peringkat
sekolah yang terbaik dalam perolehan skor nilai ujian di sekolah.

Hasil penelitian PARCA di Alabama sangat menarik karena sekolah yang peresentasi
siswa miskinnya tinggi cenderung nilai skornya rendah menurut Test Prestasi Stanford
atau Standford Achievement Test (SAT).

Sementara di Negara bagian lainnya di Virgina, hasil penelitian tntang faktor-faktor


yang memengaruhi kinerja sekolah yang diukur dengan prestasi akademik dalam bentuk
“Membaca, Menulis, dan Berhitung plus Sains (reading, writing, mathematics and
science) atau istilah yang kita kenal dengan CALISTUNG.

Selanjutnya untuk mengukur kinerja sekolah dilakukan pengukuran Standar Belajar


(Standart of Learning = SOL). Standar belajar dilandasi oleh standar mutu sekolah atau
Standard of Quality (SOQ). Setelah menempuh fase-fase itu sekolah baru memperoleh
Standar Akreditasi (Standard of Accreditation). Sekolah-sekolah yang telah berhasil
dijadikan model untuk dicontoh olrh sekolah-sekolah lainnya. Adapun sekolah-sekolah
yang telah berhasil, mereka telah menerapkan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Strong and stable leadership


2. Environment conducive to learning
3. Academic remedition
4. Structure and intensity of school day

Dengan kata lain, sekolah yang bermutu itu memiliki karakteristik: 1) Kepemimpinan
kepala sekolah yang kuat dan mantap, 2) Lingkungan yang kondusif untuk belajar, 3)
Perbaikan akademik, dan 4) Struktur dan intensitas jam belajar di sekolah.

F. Faktor-Faktor yang Memengagruhi Pendidikan


Faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan pendidikan dalam sebuah Negara
dapat dikelompokkan menjadi faktor, yaitu; Geografis, ekonomi, suku banga, falsafah
(ideologi) yang dianut, bahasa, moral dan agama, (S.P Chaube dan A. Chaube, 1983).
Keadaan geografis memengaruhi budaya, peradaban, dan pendidikan dari bangsa
tersebut. Negara atau daerah agraris akan berbeda dengan daerah industry. Faktor ekonomi
berhubungan dengan sistem pendidikan dalam sebuah negara, apakah ekonomi liberalis
(kapitalis) dan sosialis. Menurut S.P Chaube dan A. Chaube, (1983), faktor ekonomi dapat
enjadi faktor penentu dalam mencapai keberhasilan pendidikan. “The economic security
of the country becomes determining factor oh the type of education that it can afford to
have the condition is poor, education becomes backward in many aspects”
Faktor suku bangsa terkait dengan rasa superioritas sebuah bangsa atas bangsa yang
lainnya, dan warna kulit: hitam, putih atau berwarna. Faktor bahasa terkait dengan budaya
dan peradaban. Bahasa apa yang sering digunakan, bahasa ibu atau bahasa lainnya. Oleh
karena itu, faktor bahasa memiliki peran penting dalam pendidikan suatu bangsa.
Sedangkam faktor falsafah (ideologi) yang dianut suatu bangsa, seperti liberal dan sosialis,
atau alternative lainnya selaim kedua sistem tersebut. Faktor-faktor yang lainnya adalah
faktor sosialisme, humanism, nasionalisme, dan demokrasi. Namun ada faktor lainnya
yang dianggap permanen adalah nilai budaya (values of culture) termasuk di dalamnya
agama dan keyakinan tertentu.
Dalam konteks Indonesia faktor geografis ini memiliki karakteristik tersendiri
sebagai negara kepulauan, baik pulau besar dan kecil dengan eragam suku bangsa, agama,
keyakinan, dan kebudayaan. Selain faktor geografis tersebut, Indonesia memilki jumlah
penduduk yang besar, lebih kuran 225 juta orang. Jumlah tersebut menempati peringkat
keempat selain China, India, dan Amerika Serikat. Tetapi penyebaran penduduk di negara
kita tidak merata. Pulau Jawa termasuk yang terdapat penduduknya. Sementara pulau-
pulau besar lainnya hanya dihuni oleh penduduk dengan jumlah lebih sedikit disbanding
pulau jawa. Faktor geografis menjadi kendala dalam pembangunan pendidikan di
Indonesia (David Clark et.al, 1998)
Berikut adalah permasalahan pendidikan yang dihadapim oleh negara india
sebagimana dikemukakan oleh S.P. Chaube dan A. Chaube, (1983), dan kalau kita lihat
ada persamaan dengan masalah pendidikan yang dihadapi di Indonesia. Adapun masalah-
masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tidak mau diatur oeh aturan yang dibuat oleh negara asing (neglet of education by
the foreign rule)
2. Kendala politis (political problem)
3. Kurangnya pengetahuan praktis dalam menjabarkan kebijakan (lack of practical
knowledge in administrative policies)
4. Kekuranga guru (lack of teacher)
5. Kekurangan biaya (shortage of funds)
6. Pengelolaan pendidikan yang tidak efektif (defective educational administration)
7. Standar pengajaran yang tidak memuaskan (unsatisfactory teaching standards)
8. Kurikulum yang tidak efektif (defective curriculum)
9. Kesulitan untuk membangun gedung seolah (difficulties in constructing school
building)
10. Adanya stagnasi dan pemborosan (Stagnation and wastage)
11. Masalah bahasa (the problem of language)
12. Masalah norma-norma social (the problem of social values)
13. Kondisi gegrafis (geographical conditions)
14. Kemiskinan dan kepedulian terhadap pendidikan (poverty and ignorance)
BAB IX

Konsep Learning Actyvity Based Costing (LABC) di Pendidikan Tinggi

A. Good University Governance


Definisi sederhana Good University Governance dapat diartikan sebagai tata kelola
yang baik yang diterapkan pada tingkat universitas. Pengertian sebenarnya dari Good
University Governance adalah pengembangan dari Good corporate Governance sehingga
Good corporate Governance diartikan menurut Bank Dunia adalah aturan, standard an
organisasi dibidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan
manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta
pertanggungjawabannya kepada investor ( pemegang saham dan kreditur ). Sedangkan
menurut Syahroza (2003) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola
organisasi secara baik dalam melakukan penggelolaan sumberdaya organisasi secara
efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
1. Prinsip-prinsip Good corporate Governance
Organization for Econimic Coorporation and Development ( OECD )
mempromosikan konsep corporate Governance dan mengeluarkan seperangkat
prinsip GCG yang dikembangkan seuniversal mungkin. Prinsip-prinsip yang disusun
bertujuan mengetahui bagaimana caranya manajemen perusahaan ( yaitu para direktur)
bertanggungjawab kepada pemiliknya (yakni emegang saham). Para pengambil
keputusan atas nama perusahaan adalah dapat dipertanggungjawabkan menurut
tingkatan yang berbeda pada pihak lain yang dipengaruhi oleh keputusan tersebut,
termasuk perusahaan itu sendiri, para pemegang saham, kreditur, dan para public
penanam modal.
Good corporate Governance pada perguruan tinggi diperlukan untuk mendorong
terciptanya efisiensi, transparasi, dan konsisten dengan peraturan perundang-
undangan. Penerapan Good corporate Governance perlu didukung oleh tiga pilar
yang saling berhubungan, yaitu Negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia
usaha (termasuk perguruan tinggi) sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai
stakeholders dan pengguna produk/jasa dunia usaha.
Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar (Kunami, 2007
dalam Ali Hanapia) adalah sebagai berikut.
a. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (Consistent law
enforcement).
b. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan Good corporate Governance
sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. Peranan dunia usaha (termasuk
perguruan tinggi) adalah sebagai berikut.
 Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim
yang sehat, efisien dan transparan.
 Besikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuahan dunia usaha
dalam melaksanakan perundang-undangan.
 Mencegah terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
 Meningkatkan kualitas struktur prngelolaan dan pola kerja perusahaan
yang didasarkan pada asas Good corporate Governance secara
berkesinambungan.
 Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi
tentang penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman
dapat dilaksanakan bersama pada waktu kelompok usaha atau sector
ekonomi tertentu.
c. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang
terkena dampak dari keberadaan perusahaan ( stakeholders), menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol social (social control) secara objektif dan
bertanggung jawab.
Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG) telah mengeluarkan Pedoman Good corporate Governance (GCG)
pertama dan disempurnakanpada tahun 2001. Asas Good corporate Governance,
yaitu transparansi (transparency), kemandirian (independence), akuntabiltas (
accountability), pertanggungjawaban ( responsibility), kesetaraan dan kewajaran (
faimess).
B. Biaya
a. Pengertian Biaya
Istilah-istilah dan konsep dalam menghitung biaya digunakan dalam pengertian
yang berbeda-beda, tergantung dari kondisi, tujuan, dan pihak yang akan
menggunakannya. Menurut Sudayat (2009), pengertian dan konsep biaya menurut
beberapa ahli sebagai berikut.
a. Kos (cost) adaah kas tau nilai setara kas yang dikorbankan untuk memperoleh
barang dan jasa yang diharapkan akan membawa manfaat sekarang atau dimasa
depn bagi organisasi ( lihat juga Mulyadi, 2003:4).
b. Biaya (expence) adalah kos sumber daya yang telah atau akan dikorbankan untuk
mewujukan tujuan tertentu ( lihat juga Mulyadi, 2003:4).
c. Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka
memperoleh penghasilan yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan ( lihat
juga Supriyono, 2000:16).
d. Biaya adalah sesuatu yang berkonotasi sebagai pengurang yang harus dikorbankan
untuk memperoleh tujuan akhir, yaitu mendatangkan laba ( lihat juga Harnanto dan
Zulkifli, 2003:14)

Jadi menurut beberapa pengertian di ata, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan
kas atau nilai ekuivalen kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan
barang atau jasa yang diharapkan guna memberikan manfaat, yaitu peningkatan laba.

b. Terjadinya Suatu Biaya


Menurut Mulyadi (2006), tujuan pengorbanan sumber daya adalah untuk
menyediakan produk /jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu dari pelanggan.
Untuk mewujudkan tujuan penyediaan produk/jasa tersebut diperlukan aktivitas,
dan aktivitas ini memgosumsi sumber daya. Dengan demikian, aktivitas merupakan
penyebab langsung terjadinya suatu biaya. Penyediaan produk/jasa merupakan
penyebab suatu aktivitas dilaksanakan. Produk/jasa merupakan sesuatu yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu pelanggan.
Penyebab langsung Penyebab tidak langsung
terjadinya biaya terjadinya biaya

Sumber Aktivitas Produk/ Customer


Daya Jasa

Sumber : Mulyadi 2003:7


Gambar 11.1
Faktor terjadinya suatu biaya
c. Penggolongan Biaya
Menurut Mulyadi (2006), berdasarkan perubahan volume kegiatan biaya digolongkan
menjadi:
a. Biaya tetap (fixed cost)
Adalah biaya yang jumlah totalnya konstan dalam kisaran tertentu perubahan
volume aktiva.
b. Biaya variable (variable cost)
Adalah yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan perubahan volume
kegiatan atau aktivitas.
c. Biaya step variable
Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah dengan jarak waktu tertentu karena
perubahan volume aktivitas.
d. Biaya semi variabel
Adalah biaya yang memiliki unsure perilaku tetap dan variable.
d. Metode Analisis Biaya
a. Simple Distribution
Sesuai dengan namanya, teknik ini sangat sederhana, yaitu
melakukan distribusi biaya-biaya yang dikeluarkan dipusat biaya penunjang
langsung ke berbagai pusat biaya produksi. Distribusi ini dilakukan satu per
satu dari masing-masing pusat biaya penunjang. Tujuan distribusi dari suatu
unit penunjang tertentu adalah unit-unit produksi yang relevan, yaitu yang
secara funfsional yang diketahui mendapat dukungan dari unit-unit
penunjang tertentu tersebut.
Kelebihan dari cara ini adalah kesederhanaanya sehingga mudah
dilakukan. Namun kelemahannya adalah asumsi dukungan fungsional
hanya terjadi antara unit penunjang dan unit produksi. Padahal dalam
praktik kita krtahui bahwa antara sesama unit penunjang bisa terjadi transfer
jasa, misalnya adireksi mengawasi unit dapur, unit dapur memberi makan
kepada direksi dan staf tatausaha dan lain sebagainya.
b. Step Down Method
Untuk mengatasi kelemahan Simple Distribution tersebut,
dikembangkan distribusi anak tangga (Step Down Method). Dalam metode
ini dilakukan distribusi biaya unit penunjang lain dan da unit produksi.
Caranya, distribusi biaya dilakukan secara berturut-turut, dimulai dengan
unit penunjang yang biasanya terbesar. Biaya unit penunjang tersebut
didistribusikan ke unit-unit lain (penunjang dan produksi yang relavan).
Setelah selesai, dilanjutkan dengan distribusi biaya dari unit
penunjang lain yang biasanya nomor dua terbesar. Proses tersebut dilakukan
sampai semua biaya dari unit penunjang habis didistribusikan ke unit
produksi.
Perlu dicatat bahwa dalam metode ini, biaya yang didistribusikan
dari unit penunjang kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya mengandung
dua elemen biaya yaitu asli unit penunjang bersangkutan ditambah biaya
yang diterima dari unit penunjang lain.
Kelebihan metode ini sudah dilakukan distribusi dari unit penunjang
ke unit penunjang lain. Namun, distribusi ini sebetulnya belum sempurna
karena distribusi ini hanya terjadi sepihak. Padahal dalam kenyataannya,
bisa terjadi hubungan tersebut timbale balik. Misalnya, bagian umum
melakukan pemeliharaan alat-alat dapur dan sebaliknya dapur menyuplai
makanan kepada staf bagian umum.
c. Double Distribution Method
Metode ini pada tahap pertama melakukan distribusi biaya yang
dikeluarkan diunit penunjang ke unit penunjang lain dan unit produksi.
Hasilnya, hasil sebagai unit penunjang sudah didistribusikan ke unit
produksi, tetapi sebagian masih berada di unit penunjang yaitu biaya yang
diterima dari unit penunjang lain.
Biaya yang masih berada diunit penunjang ini dalam tahap
selanjutnya didistribusikan ke unit produksi sehingga tidak ada lagi biaya
tersisa di unit penunjang. Karena metode ini dilaukan dua kali distribusi
biaya, maka metode tersebut dinamakan distribusi ganda (Double
Distribution Method).
d. Multiple Distribution
Metode ini, distribusi biaya dilakukan secara lengkap, yaitu anatar sesame
unit penunjang ke unit produksi dan antara sesame unit produksi. Tentunya
distribusi anatar unit tersebut dilakukan kalau memang ada hubungan
fungsional keduanya. Jadi, dapat dikatakan bahwa Multiple Distribution
pada dasarnya adalah Double Distribution plus alokasi antar sesama unit
produksi.
e. Activity Based Costing Method
Metode ini merupakan metode terbaik dari berbagai metode analisis
biaya yang ada, meskipun pelaksanaannya tidak semudah metode yang lain
karena belum semua universitas memiliki sistem akuntansi dan keuangan
yang terkomputerisasi.
C. Activity-Based Management
Aktivity-basedmanagement adalah penggunaan analisis Aktivitas untuk membantu
manajemen membuat berbagai keputusan. Aktivit- basedcosting memperlihatkan
hubungan antara biaya overhead dengan berbagai aktifitas sehingga kita dapat
mengelokasikan dengan baik biaya overhead sedangkan Aktivity-based management
berfokus pada mengelolah berbagai aktivitas untuk mengurangi biaya.
Cost assignment View (LABC)

Educational
Resources

Process view (ABM)

Educational Learning Educational


Business Activities Performance
Process Model Measures

Educational Cost
Object (Product,
Services)

Sumber : Brent Bahnub (2010)

Gambar 11.2

Activity-Based Costing and Activity-Based Management

Baik LABC (Leaming Activity-based costing) dan LABM (Learning Activity-


based management) sama sama berfokus pada peningkatan aktivitas.Berbagai peningkatan
aktivitas ini mengarah pada peningkatan bisnis.Dari berbagai aktivitas yang telah
diidentifikasi ini dapat ditingkatkan dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut.
1. Mengurangi beberapa akivitas.
2. Meningkatkan kalitas pekerjaan melalui penggunaan berbagai teknik peningkatan
kualitas seperti TQM atau Six sigma.
3. Meningkatkan kecapaian dari aktivitas untuk mengurangi unit cost dari berbagai
aktivitas.
4. Mengurangi sumber biaya.
D. Actifity-Based Costing di Perguruan Tinggi
Activity Based Costing (ABC)merupakan metode yang menerapkan konsep-konsep
akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebih
akurat.Namun dari perspektif manajerial,sistem ABC menawarkan lebih dari sekedar
informasi biaya produk yang akurat tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan
kinerjadari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke
objek biaya selain produk, misalnya pelanggan saluran distribusi (Azizi: 2010, Lima 2011,
Reich and Abraham :2006).
Konsep activity based costing ini timbul karena sistem akumulasi biaya tradisional
(traditional costing)yang bias dipakai tidak dapat mencerminkan secara benar besarnya
pemakaian biaya produksi dan biaya sumber daya fisik secara benar.
(Azizi, 2010:2)Sistem akuntansi biaya tradisional dirancang hanya untuk
menyajikan informasi biaya pada tahap operasional yang terbatas dengan:
1. Hanya menggunakan jam kerja langsung (biaya tenaga kerja langsung)sebagai dasar
untuk mengalokasikan biaya overhead dari pusat biaya kepada departemen-
departemen.
2. Hanya lokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan untuk mengalokasikan
biaya oadverheYang sanat berbeda.
3. Cost pool (cost centers)yang terlalu besar dan berisi perangkat yang mempunyai
struktur biaya overhead yang sangat berbeda.
Fokus pertama ABC adalah kegiatan/aktivitas.Mengidentifikasi biaya kegiatan dan
kemudian ke produk merupakan langkah dalam menyusun ABD system. ABC
mengakui hubungan sebab akibat atau hubungan langsung antara biaya pada kegiatan
dan kemudian pada objek biaya.
Ada dua keyakinan yang melandasi ABC system:
1. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas .
2. Penyebab terjadinya biaya (yaitu aktivitas)dapat dikelola.
Titik Pusat ABC System

Sumber Aktivitas Cost


Daya Object
“ Dan penyebab biaya dapat dikelola”
(melalui Activity Based Management)

Gambar 11.3
Keyakinan dasar ABC System

Dalam penerapan dilembaga pendidikan tinggi yang merupakan sebelum organisasi


yang masuk kepada kategori nonprofit atau nirlaba, ABC system menghitung pengeluaran
keuangan berdasarkan kegiatan dan alokasi waktu untuk megerjakan kegiatan tersebut.
Langkah dalam sistem ABC ini adalah dengan menidentifikasi kegiatan yang disesuaikan
dengan misi, tujuan, target, dan lingkup dari perguruan tingginya, serta tipe manajemen
yang diharapkan bisa menggelola kegiatan tersebut. Setelah teridentifikasi kegiatan yang
sesuai, pengalokasian biaya untuk kegiatan dilakukan dengan pendefinisian dari kegiatan
tersebut. Dalam perguruan tinggi didefinisikan sebagai kegiatan pengajaran, kegiatan
penelitian, dan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Umumnya disetiap bidang
kegiatan tersebut digerakkan oleh administrasi sehingga pembiayaan untuk kegiatan
administrasi patut juga diperhitungkan tersendiri sebagai bagian dari kegiatan sebuah
lembaga, sehingga tidak hanya mengalokasikan untuk 3 kegiatan (pengajaran, penelitiann,
dan pengabdian kepada masyarakat), tetapi harus juga mengalokasikan untuk kegiatan
administrasi (Cox, et al 1998).
Setelah terdapat penetapan akan pendefinisian kegiatan, alokasi waktu untuk
masing-masing departemen (fakultas, jurusan, atau prodi) harus bisa disesuaikan dengan
karakteristik dari setiap individu yang terlibat. Pendefinisian kegiatan dan alokasi waktu
kemudian dianalisis pembiayaannya dan juga mengakumulasi sumber-sumber daya yang
dapat menjado cost driver (penggerak biaya) untuk kegiatan tersebut (Aziz, 2010). Dalam
konteks perguruan tinggi cost driver adalah jumlah mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan
tersebut. Dalam menghitung penentuan cost driver adalah dengan melakukan
pengidentifikasian aktivitas pada berbagai tingkat. Pada proses ini aktivitas yang luas
dikelompokkan kedalam empat kategori aktivitas, yaitu sebagai berikut.
1. Aktivitas-aktivitas berlevel unit (unit level activities).
Aktivitas yang dilakukan setiap satu kali unit, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi
oleh jumlah unit yang dihasilkan untuk masing-masing output yang dihasilkan.
2. Aktivitas-aktivitas berlevel batch (batch level activities).
Aktivitas yang dilakukan setiap kali suatu batch pelayanan atau produk yang
dihasilkan, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk/layanan
yang dihasilkan.
3. Aktivitas-aktivitas berlevel produk (product level activities).
Aktivitas yang dilakukan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh
organisasi. Aktivitas ini menggunakan masukan (input) yang bertujuan untuk
mengembangkan dan atau memproduksi produk sebagai output. Biaya dari aktivitas
jenis ini cenderung meningkat jumlah produk yang berbeda.
4. Aktivitas-aktivitas berlevel fasilitas (facility level activities).
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan proses produksi secara
keseluruhan. Aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran
produk/layanan yang dihasilkan dan dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis
produk/ layanan yang berbada. Aktivitas ini memberikan keuntungan bagi organisasi
sampai tingkat tertentu, tetapi tidak memberikan keuntungan untuk satu spesifik
produk/layanan (Lima, 20011).

dengan volume atau bauran produk/layanan yang dihasilkan dan dimanfaatkan secara bersama
oleh berbagai jenis produk/ Jayanan yang berbeda. Aktivitas ini memberikan keuntungan bagi
organisasi sampai tingkat tertentu, tetapi tidak memberikan keuntungan untuk satu spesifik
produk/layanan (Lima, 2011).

E. Manfaat dan Keterbatasan Activity Based Costing (ABC) System


1. Manfaat ABC System
Activity Based Costing System (ABC system) secara jelas menunjukkan pengaruh
perbedaan aktivitas dan perubahan produk atau jasa terhadap biaya.

"It supports other management techniques such as continuous improvement, scorecards


and performance management"(Stephanie, 2008:7).

"The activity cost analysis provides managers with useful information about labour and
other recources, including consumption for products, consumers and supplying channels, leading
to the management and control of the overheads present in the company" (Francesca, 2004:5).
Menurut Blocher (2011:212), manfaat utama perhitungan biaya berdasarkan aktivitas yang
telah dialami banyak perusahaan di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Pengukuran profitabilitas yang lebih baik ABC menyajikan biaya produksi yang lebih
akurat dan informatif, mengarah pada pengukuran profitabilitas produk dan pelanggan
yang lebih akurat serta keputusan strategis yang diinformasikan secara lebih baik mengenai
penetapan harga, lini produk, dan segmen pasar.

b. Pengambilan keputusan yang lebih baik ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat
mengenai biaya yang dipicu oleh aktivitas, membantu manajer untuk meningkatkan nilai
produk dan proses dengan membuat keputusan yang lebih baik mengenai desain produk,
keputusan yang lebih baik mengenai dukungan bagi pelanggan, serta mendorong proyek-
proyek yang meningkatkan nilai.

c. Perbaikan proses Sistem ABC menyediakan informasi untuk mengidentifikasi bidang-


bidang di mana perbaikan proses dibutuhkan.

d. Estimasi biaya meningkatkan biaya produk yang mengarah pada estimasi biaya pesanan
yang lebih baik untuk keputusan penetapan harga.

e. Biaya dari kapasitas yang tidak digunakan .

Nurhayati (2004) menyatakan bahwa ada beberapa manfaat activity based costing bagi
perusahaan, yaitu sebagai berikut.

a. Perbaikan terhadap mutu

Suatu pengkajian sistem biaya activity based costing dapat meyakinkan perusahaan untuk
mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan mutu sambil secara simultan berfokus pada pengurangan biaya yang
memungkinkan.

b. Perusahaan berada dalam posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar.

Activity based costing mendatangkan ketepatan untuk menghitung harga pokok produk
sehingga mampu menetapkan harga jual yang tepat sesuai dengan tingkat laba yang
diharapkan.
c. Activity based costing bermanfaat untuk mendatangkan perbaikan yang
berkesinambungan.

Activity based costing bermanfaat mendatangkan perbaikan yang berkesinambungan


(continuous improvement) melalui analisis aktivitas. Activity based costing
memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap aktivitas yang tidak bernilai
tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas
perusahaan.

d. Actívity based costing bermanfaat untuk meningkatkan transparansi biaya.

Pada metode konvensional banyak biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Metode
activity based costing dengan analisis biaya dan aktivitas yang menimbulkan biaya tersebut
mendatangkan peningkatan akan transparansi biaya.

Adi (2005) juga menyatakan manfaat dari activity based costing sebagai berikut.

a. Alokasi biaya overhead berdasarkan aktivitas berimplikasi pada pengukuran biaya produk
yang akurat. Pemanfaatan activity based costing mengurangi kemungkinan terlalu
bervariasinya selisih biaya produk dibandingkan dengan yang dianggarkan.

b. Secara internal pemanfaatan activity based costing mendorong efektivitas pengendalian


internal. Penganggaran biaya produk akan lebih tepat dikarenakan perusahaan mampu
mendeteksi adanya pemborosan sehingga penganggaran yang berlebihan (over budget)
dapat dihindari lebih dini.

c. Keunggulan lain activity based costing adalah kemampuannya untuk membantu produksi
secara tepat waktu. Produk dianggap mengonsumsi aktivitas, dari deteksi yang dilakukan
dimungkinkan adanya temuan aktivitas yang sesungguhnya tidak bernilai tambah.

2. Keterbatasan/Kelemahan ABC System


ABC system meskipun menghasilkan informasi biaya produk yang lebih dapat
diandalkan, ABC system tetaplah merupakan sistem alokasi biaya tingkat pabrik ke
produk. Menurut Firdaus (2012:330), walaupun penerapan sistem ABC memiliki banyak
keuntungan, tetapi penerapan tersebut tidak membuat seluruh biaya akan mudah
dibebankan kepada objek biayanya dengan mudah. Hal ini disebabkan biaya-biaya yang
dikelompokkan dalam sustaining level ketika dialokasikan sering kali juga menggunakan
dasar yang bersifat arbiter.
Selanjutnya, Hilton (2009) menjelaskan keterbatasan dari sistem perhitungan biaya
berdasarkan aktivitas (ABC System), antara lain sebagai berikut.

a. Alokasi. Tidak semua biaya memiliki penggerak biaya konsumsi sumber daya atau
aktivitas yang tepat. Beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau
produk berdasarkan ukuran volume, sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas
yang dapat menyebabkan biaya tersebut.

b. Mengabaikan biaya. Biaya produk atau jasa yang diidentifikasi sistem ABC cenderung
tidak mencakup seluruh biaya yang berhubungan dengan produk atau jasa tersebut. Biaya
produk atau jasa biasanya termasuk biaya untuk aktivitas pemasaran, pengiklanan,
penelitian dan pengembangan, dan rekayasa produk meski sebagian dari biaya-biaya ini
dapat ditelusuri ke suatu produk atau jasa. Biaya produk tidak termasuk biaya-biaya ini
karena prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk pelaporan keuangan mengharuskan
biaya-biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periodik.

c. Mahal dan menghabiskan waktu. Sistem ABC tidak murah dan membutuhkan banyak
waktu untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Untuk perusahaan dan organisasi yang telah
menggunakan sistem perhitungan biaya tradisional berdasarkan volume, pelaksanaan suatu
sistem baru ABC cenderung sangat mahal. Biasanya, diperlukan waktu setahun atau lebih
untuk mengembangkan dan melaksanakan ABC dengan sukses.

Menurut Yoanes Dicky dan Riki Martusa (2011), ada beberapa kelemahan dari sistem
ABC, yaitu sebagai berikut.

a. Biaya yang dikeluarkan untuk menghitung biaya dengan Activity Based Costing (ABC)
System lebih mahal dibandingkan biaya untuk menghitung biaya secara tradisional.

b. Belum banyak orang yang mampu untuk mendesain Activity Based Costing (ABC) System
(terutama di Indonesia) baik internal maupun eksternal perusahaan.

c. Sulit untuk menemukan orang yang dapat memelihara Activity Based Costing (ABC)
System di sebuah perusahaan. Sulit untuk mendesain Activity Based Costing (ABC)
System yang optimal (seimbang antara cost of errors made from inaccurate with the cost
measurement).

d. Semakin rinci Activity Based Costing (ABC) System dan semakin banyak kelompok biaya
yang dibentuk, maka semakin banyak alokasi yang dibutuhkan untuk menghitung biaya
aktivitas untuk setiap kelompok biaya. Ini dapat menyebabkan kesalahan identifikasi biaya
untuk kelompok biaya berdasarkan aktivitas yang berbeda.

F. Syarat Penerapan Activity Based Costing (ÁBC)

Menurut Hilton (2009), Tahap awal implementasi Activity Based Costing (ABC)
harus dilakukan beberapa aktivitas sebagai berikut.

1. Aktivitas tingkat unit dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas tingkat unit
bersifat proposional dengan jumlah unit yang diproduksi.

2. Aktivitas tingkat batch dilakukan untuk setiap batch diproses tanpa memperhatikan tingkat
unit yang ada dalam batch tersebut.

3. Aktivitas tingkat produk, yaitu berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan
tanpa memperhatikan berapa batch atau berapa unit yang diproduksi atau dijual.

4. Aktivitas yang berkaitan dengan fasilitas tanpa membedakan pelayanan terhadap para
pelanggan, barang apa yang diproduksi, berapa batch yang dijalankan atau berapa unit yang
dibuat.

Selanjutnya tahapan yang kedua membebankan biaya ke biaya aktivitas. Sebagian besar
biaya overhead diklasifikasikan dalam akuntansi dasar perusahaan berdasarkan departemen di
mana biaya tersebut terjadi. Dalam beberapa kasus, beberapa atau semua biaya dapat ditelusuri
secara langsung ke salah satu pul biaya aktivitas dalam sistem ABC.

G. Tahapan Penerapan Activity Based Costing (ABC)

Garrison dan Noreen (2000:297) menyatakan ada beberapa tahapan yang harus
dilalui dalam rangka penerapan activity based costing. Beberapa tahapan tersebut terdiri
dari:
 Mengidentifikasikan, mendefinisikan, serta mengelompokkan aktivitas

Langkah utama dalam penerapan activity based costing adalah mengidentifikasikan


aktivitas yang akan menjadi dasar sistem tersebut. Langkah ini sulit, memakan waktu, dan
membutuhkan penyesuaian. Prosedir umum yang dilakukan adalan interview terhadap
semua orang yang terlibat unruk diminta menggambarkan aktivitas yang dilakukan.

 Penelusuran langsung ke aktivitas dan objek biaya

Pada langkah ini ditelusuri sejauh mana aktivitas berkaitan dengan objek biaya yang ada
agar dapat membebankan biaya ke kelompok biaya aktivitas. Langkah ini sangat berperan
untuk melakukan alokasi biaya yang tepat.

 Membebankan biaya ke kelompok biaya aktivitas

Sebagian besar biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi dasar perusahaan
berdasarkan departemen di mana biaya tersebut terjadi. Semua biaya tersebut dapat
ditelusuri ke salah satu kelompok biaya aktivitas dalam sistem activity based costing.

 Menghitung tarif aktivitas

Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biava overhead ke biaya produk
konsumen (biaya pendidikan) dihitung dengan membagi biaya dengan total aktivitas dalam
setiap kelompok biaya aktivitas.

 Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran
aktivitas.

Pada tahap ini biaya dibebankan sebesar tarif aktivitas dikalikan dengan ukuran aktivitas
yang dilakukan. Hal ini memberikan cerminan tentang besar biaya overhead yang
dialokasikan sesuai dengan aktivitas yang dilakukan.

 Penyusunan laporan manajemen

Penyusunan laporan manajemen adalah langkah yang terakhir di mana pada tahap ini
disajikan perhitungan biaya akhir guna menjadi panduan dalam rangka menetapkan biaya
pendidikan.
Menurut Stephanie (2008:5) "steps in development of an ABC system there are four steps
to implementing ABC: 1) Identify activities, 2) Assign resource cost to activities, 3) Identify
outputs, 4) Assign activity costs to outputs."

Menurut Blocher (2011:207), mengembangkan system perhitungan biaya berdasarkan


aktivitas membutuhkan tiga tahap: (a) mengidentifikasi biaya sumber daya dan aktivitas, (b)
membebankan biaya sumber daya ke aktivitas, serta (c) membebankan biaya aktivitas ke objek
biaya.

H. Manfaat Penerapan Activity Based Costing (ABC)

System Manfaat penerapan sistem Activity-Based Costing menurut dunia dan


Abdullah (2012:328) adalah sebagai berikut.

a. Membantu mengidentifikasi ketidakefisienan yang terjadi dalam proses produksi, baik per
departemen, per produk, ataupun per aktivitas.

b. Membantu pengambilan keputusan dengan lebih baik karena perhitungan biaya atas suatu
objek biaya menjadi lebih akurat.

c. Membantu mengendalikan biaya (terutama biaya overhead pabrik) kepada level individual
dan level departemen.

I. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Sistem


Berbagai faktor perlu dipertimbangkan agar implementasi ABC dapat berjalan
secara efektif dan efisien. Nair (2002) menyebutkan paling tidak terdapat tiga faktor
penting yang harus dipertimbangkan, yaitu teknologi (informasi), orang-orang (tim), dan
proses (mekanisme) kontrol.

 Dukungan Teknologi (Informasi)

Sebagaimana disebutkan, sistem ini harus dapat memberikan respons yang cepat dalam
mengatasi dinamika yang terjadi, khususnya pasar. Perusahaan harus mengambil
keputusan secara cepat untuk menarik produk, mengevaluasi dan merevaluasi harga
produk, memperbaiki fungsi dan bentuk, melakukan diversifikasi ataupun melakukan
keputusan strategis lain. Dukungan teknologi (informasi) yang memadai akan mendorong
perusahaan untuk segera mengambil keputusan yang relevan dan tepat waktu dalam
merespons dinamika yang terjadi dalam dunia bisnis, terkhusus dalam menghadapi
persaingan (Nair, 2002). Akses terhadap teknologi merupakan kunci sukses dalam
memenangkan persaingan.

 Kerja Tim

Implementasi ABC tidak hanya melibatkan bagian akuntansi saja, tetapi juga bagian lain
(Partdge dan Perren:1998; Fridman dan Lyne: 1995). Dengan kata lain, implementasi ABC
sebenarnya berpotensi untuk menimbulkan konflik horizontal, mengingat adanva
kemungkinan setiap karyawan yang terlibat lebih mengutamakan kepentingan dan tujuan
bagian masing-masing. Kerja tim merupakan variabel yang penting dalam pengambilan
keputusan untuk mengimplentasi ABC (Morakul dan Wu: 2001). Dalam konteks ini dapat
dilihat bahwa jenis dan fungsi dalam struktur organisasi memegang peranan penting dalam
pengimplementasian sistem. Persoalan tugas dan delegasi wewenang menjadi hal yang
penting dalam pembentukan dan peningkatan kerja sama tim guna menunjang efektivitas
sistem. Faktor penting lain yang dapat menumbuhkan semangat kerja kolektif tersebut
adalah bagaimana budaya organisasi yang dikembangkan dan bagaimana proses
komunikasi intra/interpersonal terjalin dalam perusahaan.

 Mekanisme Kontrol dan Pengukuran Kinerja yang Tepat

Sebuah sistem akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan mekanisme kontrol dan
pengukuran kinerja yang memadai. Manajemen harus mempunyai seperangkat pengukuran
yang jelas untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas pelaksanaan sistem (mengukur
aktivitas-aktivitas) dan menilai kinerja (profitabilitas). Pengendalian perusahaan tidak
hanya terfokus pada output tetapi juga pada proses. Baik proses maupun output (yang
tercermin dalam kinerja) tersebut akan dievaluasi dengan mengacu pade rencana strategis
yang disepakati. Sebagai sistem yang integras ABC hendaknya tidak hanya
memprioritaskan aspek finansia tetapi juga aspek nonfinansial (Dolinsky dan Vollman:
1991). Untuk itu diperlukan juga seperangkat pengukuran untuk menilai efektivitas
maupun efisiensi aspek nonfinansial ini (Contoh aspek nonfinansial: loyalitas pelanggan,
mutu produk, ketepatan waktu pemasaran produk, dedikasi karyawan dan sebagainya).
Diharapkan juga, dalam perusahaan tercipta mekanisme saling kontrol antarbagian.
Hubungan antara rencana strategis dan pengukuran kinerja dijelaskan dalam Gambar 11.4.

RENCANA RENCANA RENCANA


STRATEGIS STRATEGIS STRATEGIS

 Menenukan tujuan,  Menentukan kriteria  Kepuasan pelanggan,


sasaran dan kebijakan efesiensi dan efektivitas fleksibilitas dan
strategis outcome. produktifitas.

  Kualitan, pengiriman,
 Menentukan faktor sukses Menentukan pengukuran
kinerja dan sintem pemborosan , dan waktu
 Menertukan hubungan mekanisme pelaporan siklus
antara aktivitas program pengukuran.  Penyimpangan terhudap
dan organisasional
target (jumlah, unit,
persentase, dan sebagainya)
Sumber Amos et al 1997

Gambar 11.4 Metode Pengukuran kinerja dengan menggunakan ABC

J. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Berikut pada Tabel 11.1 merupakan resume hasil penelitian terdahulu yang
dipandang relevan dengan penelitian.

No. Nama Judul Variabel


1 Dhania Anggraini Analisis Penggunaan Metode Activity Tarif SPP SMP-SMA
Putri Based Costing Sebagai Alternatif Dalam
Menentukan Tarif SPP SMP-SMA Pada
YPI Nasima Semarang
2 Agung R Fattah SURVEY GOOD UNIVERSITY Kebijakan perguruan
GOVERNANCE (GUG) YPT GROUP tinggi
"Konsep, dan hasil survey implementasi
nilai-nilai GUG di YPT Group"
3 Endri, SE.MA Best Practice Good Corporate Governance Kebijakan
Dalam Meningkatkan Sinergi dan Kinerja Stakeholder
Stakeholder
4 Novan Setya A. Penerapan Analisis Activity Based Costing Penetapan HPP PR.
dkk (ABC System) Untuk Penetapan Harga Cemara Mas
Pokok Produksi Secara Akurat.
5 Sri Fadilah Activity Based Costing (ABC) Sebagai Kebijakan
Pendekatan Baru Untuk Menghitung Penyusunan
Analisis Standar Belanja (ASB) Dalam Anggaran
Penyusunan Angaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD)
6 Danang Rahmaji Penerapan Analisis Activity Based Costing Penentuan HPP
System Untuk Menentukan Harga Pokok
Produksi PT Celebes Mina Pratama

7 Priyo Hari Adi Implementasi Activity Based Costing Peningkatan Kinerja


Terhadap Kinerja Perusahaan Perusahaan
8 Levina Susanto Peran Activity Based Costing Untuk Penentuan HPP
Menetapkan Harga Pokok Produk yang
Akurat
9 Yoanes Dicky, dan Penerapan Analisis Activity Based Costing Perhitungan
Riki Martusa (ABC) dan Riki Martusa System Dalam Profitabilitas Produk
Perhitungan Profitabilitas Produk
BAGIAN DUA
APLIKASI MODEL PEMBIAYAAN BERBASIS AKTIVITAS PEMBELAJARAN

BAB XII
PENDAHULUAN
Ditengah iklim persaingan yang semakin tinggi diantara Lembaga pendididkan, khususnya
perguruan tinggi dalam hal kinerja yang pada intinya berorientasi pada pencapaian world class
university (WCU), bagi masing-masing institusi untuk semakin memperbaiki prses-proses
internalnya dalam penyelenggaraan Pendidikan.
Dalam tataran idealnya, pencapaian WCU memerlukan proses yang panjang dan
berjenjang , mulai dari excellent Research-based Teching University, Research University,
Regional Class University, sampai menuju Word Class University. Seyoginya hal ini didasari oleh
segenap civitas akademika suatu perguruan tinggi agar memiliki orientasi dan komitmen yang
sama dan jelas dalam hal pencapaian masing-masing tahapan tersebut. Suatu Grand Design mutlak
diperlukan agar proses dimaksud dapat dipahami dan dilaksanakan secara optimal mulai dari
tingkatan strategis ( pimpinan ) sampai ke tingkat operasional.
Fenomena umum ini pun disadari oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai
salah satu dari 7 perguruan tinggi negeri yang berada dalam proses transformasi dari BHMN
menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan pemerintah saat ini. Lebih jelasnya sebagaimana
didasarkan peraturan preside republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2012. Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) berubah dari Badan Hukum Milik Negara (BHMN) Menjadi Perguruan Tinggi
yang diselenggarakan oleh pemerintah, dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum ( BLU ).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai perancangan biaya
standar Pendidikan berbasis activity-based costing yang dilaksanakan di UPI menunjukan hasil
bahwa perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan utama yang dijalankan di
lingkungan UPI sangat bervariasi berdasarkan masing-masing fakultas yang ada dilingkungan
UPI. Komponen biaya yang dihitung dalam menentukan biaya kegiatan utama yang dijalankan
dilingkungan UPI, yang berdasarkan metode Activity Based Costing ( ABC) Yaitu mengjitung
biaya dari berbagai aktivitas utama yang terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung yang
dikeluarkan oleh para mahasiswa disetiap fakultas,jurusan,program studi yang ada dilingkungan
UPI
Penerapan metode ABC yang digunakan untuk menentukan biaya dari kegiatan utuma
yang dijalankan di lingkungan UPI membutuhkan juga peran serta dari pimpinan dan pengelola
dari universitas baik dari tingkat pusat sampai ke tingkat bawah di lingkungan fakultas,jurusan,dan
program studi yang ada dilingkungan UPI.kesadaran untuk menerapkan metode ABC ini tidak
akan berjalan dengan baik jika tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai komponen biaya
apa saja yang timbul dalam menjalankan kegiatan utama di lingkungan UPI.
Setiap orang yang ada ditingkat pusat dan ditingkat bawah pada fakultas,jurusan,dan
program studi di lingkungan UPI harus memahami apa dan bagaimana cara untuk menerapkan
metode ABC tersebut dengan baiksehingga dapat ditentukan besarnya biaya Pendidikan yang
harus ditanggung oleh mahasiswa di lingkungan UPI dan juga memberikan gambaran biaya
langsung dan tidak langsung yang harus di keluarkan dari berbagai kegiatan utama untuk
menentukan kebijakan biaya kuliah serta subsidi yag harus di keluarkan oleh pihak UPI terhadapa
biaya yang di keluarkan oleh mahasiswa.
Persoalannya mengacu pada beberapa data hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
mutu/kualitas pelayanan di UPI dan juga data- data yang berkaitan dengan lamanya masa studi
atau dikenal pula dengan istilah Angka Efisiensi Edukasi (AEE),secara umum penyelenggaraan
Pendidikan di UPI harus lebih dioptimalkan lagi.Data hasil penelitian menunjukan masih terdapat
beberapa unsur seperti bimbingan akademik,sumber daya pendukung dan pelayanan administrasi
masih perlu ditingkatkan lagi karena masih berada dibawah apa yang diharapkan oleh mahasiswa
sebagai stokeholder utama UPI.
Demikian pula dengan lamanya masa studi yang berkaitan pula dengan Angka Efisiensi
Edukasi (AEE) di UPI,secara umum sebetulnya UPI masih berada pada rentang ideal,walaupun
terdapat beberapa fakultas yang AEE-nya masih tergolong rendah.Bila dikaji lebih jauh,maka
perhitungan AEE ini berimplikasi pada pembiayaan Pendidikan di suatu Lembaga
Pendidikan.Hasil penelitian disertasi C.Furqon (2010) menunjukan bahwa di UPI pun terjadi
pemborosan akibat keterlambatan masa studi mahasiswa yang berkaitan dengan biaya kesempatan
yang hilang (opportunity cost).untuk di UPI,dengan asumsi unit cost per mahasiswa pada tahun
2010 sebesar Rp.11.250.000,-(ditaksir dengan menggunakan future value),dan jumlah mahasiswa
sekitar 30 ribu orang,bila diasumsikan 10% dari seluruh mahasiswa UPI masa studinya terlambat
satu tahun (3000 orang),maka biaya yang hilang per tahunnya akan berkisar sebesar 3000 x
Rp.11.250.000,- = kurang lebih 33 milyar rupiah.Gamabaran ini tentunya harus dirinci dengan
data yang lebih akurat.Namun demikian hal tersebut menunjukkan betapa AEE dalam hal ini masa
studi berkaitan erat dengan efisiensi pada suatu Lembaga Pendidikan.
‘’System Activity Based Costing (ABC system) merupakan suatu kalkulasi biaya setiap
aktivitas dan mengalokasikan biaya ke objek biaya seperti produk barang atau jasa berdasarkan
aktivitas yang dibutuhkan untuk memproduksinya” (Horngren, Datar dan Foster, 2005:170). ABC
system adalah konsep akuntansi yang mampu mengurangi kelemahan dari akuntansi biaya
tradisional karena ABC system tidak hanya memandang biaya sebagai sesuatu yang harus
dialokasikan, tetapi juga harus memahami apa saja aktivitas-aktivitas yang menjadi penyebab dari
timbulnya biaya. ABC system akan menunjukan bagaimana sumber daya dikeluarkan dengan
menelusuri aktivitras-aktivitas yang dilakukan dalam menghasilkan produk.
Narayanan dan Sarkar (1999) berpendapat bahwa implementasi system ABC akan
memberikan gambaran operasional secara lebih detail demikian juga dengan kinerja dan efisiensi
penggunaan sumber daya lebih dapat diukur. Sedangkan menurut Dunia dan Abdullah (2012:328),
manfaat penerapan system Activity-Based Costing, yaitu: 1) Membantu mengidentifikasi
ketidakefisienan yang terjadi dalam proses produksi, baik per departemen, per produk atau per
aktivitas. 2) Membantu pengambilan keputusan dengan lebih baik karena perhitungan biaya atas
suatu objek biaya menjadi lebih akurat. 3) Membantu mengendalikan biaya (terutama biaya
overhead pabrik) kepada level individual dan level departemental.
Dari apa yang telah dikemukakan sebelumnya, dapatlah dikatakan bahwa sebagaai
perguruan tinggi, UPI dituntut untuk memperbaiki berbagai proses internalnya, meningkatkan
efisiensi, dan berbagai hal lainnya. Oleh karena itu, UPI perlu mengetahui dengan jelas berbagai
aktivitas utama dan pendukung dalam penyelenggaraan pendidikannya. Satu hal yang tidak dapat
dipungkiri adalah bahwa pengelolaan keuangan merupakan hal yang krusial dalam mewujudkan
pelayanan Pendidikan yang berkualitas. Adanya proses transparansi, penerapan akuntabilitas dan
Good University Governance sangat esensial dalam upaya pembenahan peneglolaan keuangan
yang menjadi urat nadi dalam manajemen Pendidikan tinggi.
UPI perlu mengoptimalkan keadaan tersebut dengan melakukan suatukajian atau penelitian
dengan menerapkan system pengelolaan keuangan perguruan tinggi berbasis aktivitas dengan
metode Activity Based Costing (ABC). Penggunaan metode ABC diharapkan akan dapat
mengukur secara lebih rinci aktivitas-aktivitas utama dan pendukung dalam penyelenggaraan
Pendidikan tinggi, biaya per aktivitas,factor-faktor pendorong biaya, dan rata-rata biaya
Pendidikan sehingga diharapkan akan membantu proses peningkatan mutu Pendidikan dengan
proporsi dan alokasi yang Pendidikan dengan proporsi dan alokasi yang lebih sesuai bagi berbagai
aktivias dalam penyelenggaraan Pendidikan di UPI. Demikian pula dari kajian yang dilakukan,
diharapkan dapat dilakukan penerapan model awal perancangan standar biaya pendidikan berbasis
ABC dalam meningkatkan mutu Pendidikan di UPI. Oleh karena itu, maka penelitian yang akan
dilakukan ini adalah mengenai Penerapan Biaya Pendidikan Berbasis Activity-Based Costing
Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Perguruan Tinggi (Studi Kasus di Universitas
Pendidikan Indonesia).

A. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Berdasarkan pada apa yang telah diuraikan sebelumnya,maka rumusan masalah yang dapat
diidentifikasikan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengetahuan mengenai aktivitas utama dan pendukung dalam
penyelenggaraan Pendidikan di perguruan tinggi.
2. Bagaimana penerapan standar biaya dari aktivitas utama dan pendukung dalam
penyelenggaraan pendidian diperguruan tinggi.
3. Bagaimana penerapan standar biaya Pendidikan dalam penyelenggaraan pendididkan
diperguruan tinggi tersebut.
4. Bagaimana penerapan model awal perancangan standar biaya Pendidikan berbasis
activity Based costing dalam dalam meningkatkan mutu Pendidikan di UPI
B. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari kajian ini untuk mengetahui kesiapan dan keefektifan penerapan
standar biaya Pendidikan Berbasis Activity Based costing dalam meningkatkan mutu
Pendidikan di perguruan tinggi,sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan gambaran pengetahuan aktivitas utama dan pendukung dalam
penyelenggaraan Pendidikan di perguruan tinggi.
2. Mendapatkan gambaran kesiapan penerapan standar biaya dari aktivitas utama dan
pendukung dalam penyelenggaraan Pendidikan di peerguruan tinggi tersebut.
3. Mendapatkan gambaran pengetahuan dan keefektifan standar biaya Pendidikan dalam
penyelenggaraan Pendidikan di perguruan tinggi
4. Mendapatkan gambaran penerapan dan pengetahuan akan faktor pendukung standar
biaya Pendidikan berbasis Activity Based Costing dalam meningkatkan mutu
Pendidikan di UPI.
C. Hasil Penelitian yang Dijanjikan
Hasil penelitian yang dijanjikan dari kajian yang dilakukan yaitu:
1. Dihasilkannya penetapan standar biaya Pendidikan berbasis activity Based costing
yang efektif dan mengetahui faktor pendudkung dan penghambat apa saja yang muncul
dalam penerapan dan universitas Pendidikan Indonesia.
2. Dihasilkannya Artikel ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah terakreditasi.

D. Urgensi Penelitian
Tuntutan untuk meningkatkan mutu Pendidikan bagi Perguruan Tinggi (PT),Termasuk
UPI sudah merupakan keharusan saat ini,antara lain dengan meningkatkan kinerja dari berbagai
proses internalnya.Oleh karena itulah, UPI harus memiliki data yang lengkap,akurat,mengenai
aktivitas utama dan pendukung dalam penyelenggaraan pendidikannya, karena akan
berimplikasi pada pembiayaan Pendidikan yang menyertainya. Salah satu tool yang
diasumsikan paling tepat dalam membantu identifikasi berbagai aktivitas dan mengukur
besaran biaya per aktivitas,sehingga dapat ditentukan standar biaya Pendidikan untuk suatu
satuan Pendidikan adalah dengan metode Activity-Based costing.Metode ABC ini dapat
membantu UPI sebagai penyelenggara Pendidikan dalam memperbaiki mutu pengkajian
system biaya yang lebih efisien,lengkap, dan akurat.Selain itu, penggunaan atau penerapan
metode ABC juga dapat mendatangkan perbaikan yang berkesinambungan melalui analisis
aktivitas serta yang paling penting yaitu berkaitan dengan peningkatan transparansi biaya
Pendidikan. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadikan nilai tambahan bagi UPI yang saat
ini sedang bertransformasi dari BHMN menjadi BLU, dan dalam jangka panjangnya
berorientasi pada pencapaian word class university. Selain itu, kajian ini juga dapat memberikan
kerangka acuan bagi penyelenggaraan Pendidikan tinggi, khususnya dalam pengelolaan
keuangannya dalam bentuk penerapan model standar biaya Pendidikan berbasis ABC dalam
meningkatkan mutu Pendidikan di UPI. Model ini pun direncanakan akan terus mengalami
penyempurnaan dengan kajian lebih lanjut dengan penelitian pada tahun kedua dan ketiga,
sebagaimana disampaikan dalam road map penelitian ini.
ROAD MAP PENELITIAN

(2012) (2013) (2014)


Tahun 1 Tahun II Tahun II
Tahun III
Perancangan Standar Biaya Uji coba di PTN di Bandung Studi tentang Model ABC
dalam
Pendidikan Berbasis ABC kaitannya dengan penentuan
kebijakan
Di UPI mutu Pendidikan tinggi.

Ideal ABC

A Desain
Pemetaan Desain Uji Coba Diseminas Dampak
GAP Analisis Model Model Model
Masalah i
Awal Akhir
A A
A A A
Data Evaluasi
Analisis
A Kondisi a A
real A
Analisis
A Data
a a
a Aa a a
Hasil Penelitian a Hasil Penelitian Hasil Penelitian Tahun
Tahun I III
Tahun II
a a
a
Output Tahun
-Seminar HasilI: -Seminar Hasil Penelitian - Seminar hasil penelitian
a
-Rincian aktivitas Pendidikan: utama dan - Artikel dalam jurnal ilmiah - Artikel dalam jurnal ilmiah
pendukung a
Jurnal ilmiah terakreditas terakreditasi
-Standar biaya peraktivitas
- HAK
-Standar biaya Pendidikan ( Unit Cost)

-Model awal
BAB XIII
Tujuan dan Manfaat Penelitian
A. Tujuan Studi
Secara umum tujuan dari studi ini adalah memperkuat model pembiayaan Pendidikan
tinggi yang memenuhi pilar keterjangkauan bagi seluruh masyarakat dengan
memperhatikan potensi masyarakat dan standar mutu nasional. Adapun secara khusus studi
kebijakan pembiayaan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui gambaran pengetahuan akan model pembiayaan yang efektif untuk
menghitung aktivitas utama dan pendukung dalam penyelengaraan pndidikan di
UPI.
2. Mengetahui sejauh mana kesiapan para pengambil kebijakan dalam penerapan
model pembiayaan Pendidikan di UPI.
3. Menganalisis dampak penerapan model ABC pada Universitas Pendidikan
Indonesia menurut cluster disiplin keilmuan berdasarkan fakultas UPI.
4. Mengetahui factor-faktor apa saja yang mendukung penerapan metode ABC di
UPI.
5. Mengetahui factor-faktor apa saja yang menghambat penerapan metode ABC di
UPI.
B. Manfaat yang Diharapkan
Keberhasilan dari pelaksanaan studi ini dapat diukur dari keefektifan model
pembiayaan yang digunakan serta kecakapan dan pengetahuan yang cukup dimiliki oleh
para pimpinan di UPI alam menerapkan model LABC pada setiap cluster dan disiplin ilmu
pada masing-masing fakultas UPI.
Tahapan-tahapan kegiatan studi ini mencakup :
Tahap I :Potret tentang tipologi pembiayaan di UPI.
Tahap II :Proses penerapan model LABC sebagai perhitungan pembiayaan baru di
UPI.
Tahap III :Evaluasi penerapan model LABC di UPI.
Tahap IV :Analisis factor-faktor pendukung dan penghambat penerapan metode
LABC di UPI.
C. Format LABC Model di Pendidikan Tinggi
Contoh
Perhitungan Unit Cost (UC)
Unit Cost (UC) = Biaya Langsung (BL) + Biaya Tak Langsung (BTL)
1. Biaya Langsung (BL) adalah nilai dari sumber daya yang digunakan untuk
melaksanakan aktivitas inti.
2. Biaya Tidak Langsung (BTL) adlah nilai dari sumber daya yang digunakan untuk
melakukan aktivitas manajerial, baik di tinkat fakultas maupun universitas.
Biaya Langsung (BL)
1. BL terdiri dari biaya tenaga kerja langsung (gaji dan honor dosen); bahan habis pakai
pembelajaran; sarana dan prasarana pemebelajaran langsung.
2. BL dihitung berdasrkan aktivitas langsung per mahasiswa di tiap semester.
Biaya Tidak Langsung (BTL)
1. BTL terdiri dari biaya sumber daya manusia manajerial dan nondosen. Sarana dan
prasarana nonpembelajaran; pemeliharaan; serta kegiataan pengembangan institusi
(Penelitian, Penmas, Kemahasiswaan, Pengembangan program).
2. BTL fakultas yang disebarkan ke “unit cost”. Sesuai dengan mahasiswa total di
fakultas.
3. BTL universitas perlu dihitung dan dibebankan ke program oemdidikan
sarjana/diploma.
BTL Gedung
Daftar data Gedung di luar Gedung pembelajaran
A. Gedung di Kantor Pusat

Luas Masa Biaya


Nama Ruang Harga per Harga Beli
No Lantai Hidup Depresiasi
Nonpembelajaran m2 (IIC) (C*D)
(m2) (L) (E/F)
(C) (D) (E) (F)
1 Ruang ADM 56 3.000.000 168.000.000 20 8.400.000
2 Ruang Rektor 42 3.000.000 126.000.000 20 6.300.000
3 Ruang Biro 29 3.000.000 87.000.000 20 4.350.000
4 Ruang Rapat 212 3.000.000 636.000.000 20 31.800.000
N DST… 3.000.000 576.000.000 20 28.800.000
79.650.000
Total BTL Gedung Kantor Pusat 79.650.000
B. Gedung di Fakultas

Luas Masa Biaya


Nama Ruang Harga per Harga Beli
No Lantai Hidup Depresiasi
Nonpembelajaran m2 (IIC) (C*D)
(m2) (L) (E/F)
(C) (D) (E) (F)
1 Ruang ADM 56 3.000.000 168.000.000 20 8.400.000
2 Ruang Alat Lab 48 3.000.000 144.000.000 20 7.200.000
Ruang Audio
3 20 3.000.000 60.000.000 20 3.000.000
Room
4 Ruang Dapur 4 3.000.000 12.000.000 20 600.000
5 Ruang Dekan 42 3.000.000 126.000.000 20 63.000.000
Ruang Dosen &
6 29 3.000.000 87.000.000 20 4.350.000
Staff Dosen
7 Musholah 11 3.000.000 33.000.000 20 1.650.000
8 Ruang Rapat 212 3.000.000 636.000.000 20 31.800.000
N DST…. 192 3.000.000 576.000.000 20 28.800.000
92.100.000
Total RTL Gedung
92.100.000
Fakultas

BTL Sarana
Semua sarana di luar lab dan ruang kelas. Tutorial termasuk computer dan buku di ruang
baca.
Sarana yang tidak berhubungan lansung dengan mahasiswa.
A. Kantor Pusat

No Nama/Jenis Jumlah Satuan Tahun Harga Per Harga Masa Biaya


Barang Pembelian Unit Beli (IIC) Hidup Depresiasi
(L)
1 Meja 1/2 Biro 3 Buah 1996 389.000 1.167.000 3 233.400
Kursi Kerja
2 Putar 5 Buah 1996 1.750.000 8.750.000 3 1.750.000
3 Kursi Lipat 1 Buah 1996 72.000 72.000 3 14.400
DST
Kursi Sofa
N (1+1)+Meja 1 Buah 1996 1.350.000 1.350.000 3 270.000
Jumlah Biaya Depresiasi 2.034.000
Total BTL
Sarana 2.034.000

B. Fakultas

No Nama/Jenis Jumlah Satuan Tahun Harga Per Harga Masa Biaya


Barang Pembelian Unit Beli (IIC) Hidup Depresiasi
(L)
1 Meja 1/2 Biro 3 Buah 1996 389.000 1.167.000 3 233.400
Kursi Kerja
2 Putar 5 Buah 1996 1.750.000 8.750.000 3 1.750.000
3 Lemari Besi 3 Buah 1996 725.000 2.175.000 3 435.000
4 Kursi Lipat 1 Buah 1996 72.000 72.000 3 14.400
DST
Jumlah Biaya Depresiasi 2.469.000
Total BTL
Sarana 2.469.000

BTL Gaji
Gaji dan Tunjangan Tidak Terikat Pengajaran
A. Kantor pos

Take Home Tunjang Tunjangan Tunjang TOTAL TOTAL


an an
No Nama
Pay (Slip Umum Struktural Fungsio Satu Bulan Satu Tahun
Gaji) nal
2.577.800. 2.902.600. 34.813.200.
1 Nama 1 00 540.000.00 0 00 00
2.260.400. 185.000. 2.605.000. 31.260.000.
2 Nama 2 00 00 0 0 00 00
2.752.800. 500.000. 3.413.400. 40.960.800.
3 Nama 3 00 0 00 00 00
2.135.900. 185.000. 2.752.200. 33.026.400.
4 Nama 4 00 00 0 0 00 00
1.206.600. 175.000. 1.465.600. 17.587.200.
00 00 0 0 00 00
1.359.500. 175.000. 1.690.900. 20.290.800.
N 00 00 0 0 00 00
Hr
Struktur 16.250.000 16.250.000 195.000.000
al .00 .00 .00
12.473.000 720.000. 16.250.000 500.000. 31.079.700 372.965.400
TOTAL .00 00 .00 00 .00 .00
B. Fakultas

No Nama Take Home Tunjangan Tunjangan Tunjangan TOTAL TOTAL


Pay Umum Struktural Fungsional Satu Bulan Satu Tahun
(Slip Gaji)
1 Nama 1 2.431.100.00 185.000.00 0 0 2.870.400.00 33.444.800.00
2 Nama 2 2.315.900.00 185.000.00 0 0 2.752.200.00 33.026.400.00
3 Nama 3 2.577.800.00 540.000.00 0 2.902.600.00 34.831.200.00
4 Nama 4 2.260.400.00 185.000.00 0 0 2.605.000.00 31.260.000.00
1.206.600.00 175.000.00 0 0 1.465.600.00 17.587.200.00
N 1.359.500.00 175.000.00 0 0 1.690.900.00 20.290.800.00
Hr
Struktural 16.250.000.00 16.250.000.00 195.000.000.00
TOTAL 12.51.300.00 905.000.00 6.790.000.00 30.536.700.00 366.440.400.00

BTL BHP
A. Kantor Pusat
No Nama BHP Jumlah Satuan Harga/Rp Total
Amplop Putih Cabinet
1 no.104 120 dus 8.525 1.023.000
2 Bak Stempel 50 buah 3.218 160.900
3 Box File 200 buah 9.900 1.980.000
4 Buku Note 2500 buah 2.750 6.875.000
DST

Belanja barang keperluan


sehari-hari perkantoran
(DIPA) 53.361.185
Jumlah 63.400.085
B. Fakultas

No Nama BHP Jumlah Satuan Harga/Rp Total


1 Flash Disk 2 GB 100 buah 8.800 880.000
2 Kertas Duplikator 150 Rim 34.650 5.197.500
3 Kertas A3 70 gr 50 Rim 60.500 3.025.000
Tinta Fax LXFP 342
4 Panasonic 5 buah 51.290 256.450
5 Toner Refil 15A 20 buah 121.000 2.420.000
DST
Belanja barang keperluan
sehari-hari perkantoran
(DIPA) 20.000.000
Jumlah 31.778.950

BTL UMUM
Tabel Biaya Umum (Listrik, Telepon, PDAM)

Biaya di Kantor Pusat Biaya di Fakultas


Rekening Rekening Rekening Rekening
No Bulan Internet Total Internet Total
Listrik Telepon Listrik Telepon
1 Januari 2.611.1767 2.611.767 52.353 1.044.707 2.611.767
2 Februari 2.989.091 2.989.091 597.818 1.195.636 2.989.091
3 Maret 2.629.245 2.629.245 525.849 1.051.698 2.629.245
4 April 2.025.037 2.025.037 405.007 810.015 2.025.037
5 Mei 2.819.127 2.819.127 563.825 1.127.651 2.819.127
6 Juni 2.739.375 2.739.375 547.875 1.095.750 2.739.375
7 Juli 2.892.388 2.892.388 578.478 1.156.955 2.892.388
8 Agustus 2.509.048 2.509.048 501.81 1.003.619 2.509.048
9 September .2556.756 .2556.756 511.351 1.022.702 .2556.756
10 Oktober 1.954.896 1.954.896 390.979 781.958 1.954.896
11 November 2.681.213 2.681.213 536.243 1.072.485 2.681.213
12 Desember 1.734.883 1.734.883 346.977 693.953 1.734.883
450.750.883
Total 30.142.826 30.142.826

BTL Pemeliharaan
Biaya Pemeliharaan Lain Per Tahun

No Nama Pemeliharaan Kantor Pusat Fakultas


Pemeliharaan Jasa Rp
1 Kebersihan 1,435,640,316.00 Rp 20,000,000.00
Rp
2 Pemeliharaan Gedung 200,016,126.00 Rp 300,000,000.00
Rp
3 Pemeliharaan Alat dan Sarana 370,408,500.00 Rp 20,000,000.00
Rp
Jumlah 2,006,064,942.00 Rp 340,000,000.00
BTL Kegiatan Lain
Biaya Kegiatan Lain Per Tahun

No Kegiatan Kantor Pusat Fakultas


Belanja Jasa (Sewa Jaringan
1 Telekomunikasi 8,864,857 22,162,142
Pengembangan Staf (ke PLN)
2 184,716,905 461,792,263
Belanja Perjalanan (Perjalanan dinas
3 dalam negeri) 215,189,883 537,974,707
Belanja Pemberian Beasiswa
4 25,084,000 62,710,000
Belanja Wisuda/Dies Natalis
5 1,460,000 3,650,000
Penelitian
6 797,813,112 1,994,532,779
Pengabdian Masyarakat
7 83,012,800 207,532,000
Pengembangan Program Pendidikan
8 626,300,000 1,565,750,000
Kegitan Lain2
9 268,800,000 672,000,000

Total 2,211,241,556 5,528,103,891

Rekap BTL
Biaya Pelayaran Supporting dan Manajemen

No Komponen Biaya Fakultas Kantor Pusat BTL Jenjang Sarjana


A. BIAYA DEPRESIASI

1. Depresiasi Gedung 79,650,000 15,930,000 95,580,000

2. Depresiasi Sarana 2,034,633 406,927 2,441,560

Jumlah A : 81,684,633 16,336,927 98,021,560


B. BIAYA OPERASIONAL
1. Biaya Pegawai 372,956,400 74,591,280 447,547,680
2. Biaya Bahan Habis Pakai
(nonpembelajaran) 63,400,085 12,680,017 76,080,102
3. Biaya Umum
(listrik,air,telepon) 30,142,826 6,028,565 36,171,391

Jumlah B : 466,499,311 93,299,862 559,799,173

C. BIAYA PEMELIHARAAN 2,006,064,942 401,212,988 2,407,277,930

Jumlah C : 2,006,064,942 401,212,988 2,407,277,930

D. BIAYA KEGIATAN LAIN 2,211,241,556 441,148,311 2,653,489,868

Jumlah D : 2,211,241,556 441,148,311 2,653,489,868


JUMLAH TOTAL BTL (A+B+C)
(TC) 4,765,490,443 953,098,089

BTL JENJANG SARJANA yang Didistribusikan 5,718,588,531

Rekap BTL
Data Jumlah Mahasiswa

Data Perguruan Tinggi Jumlah %


FAJUKTAS A 2,000 32.00%
FAJUKTAS B 2,500
FAJUKTAS N 1,750
TOTAL PT 6,250

Fakultas A Jumlah %
Diploma 50
Sarjana 1.500 75%
Profesi 100
Spesialis 100
S2 150
S3 100
2.000
PRODUK
Nama Produk Pendidikan Pada Prodi (A) di Fakultas (A)

No Nama Produk Jumlah MHS


1 Semester I 120
2 Semester II 120
3 Semester III 110
4 Semester IV 110
5 Semester V 90
6 Semester VI 90
7 Semester VII 80
8 Semester VIII 80
800
Daftar Aktivitas Masing-Masing Produk
Total
Produk Klasifikasi Kategori Waktu Waktu
No Blok/Modul/Mk Aktivitas
Pelayanan Aktivitas Aktivitas (Jam) Primer
(Jam)
Registrasi
Penerimaan Mahasiswa Baru Penyerahan Formulir PP S 6

Penerimaan Upacara : Penerimaan


Mahasiswa Baru di Universitas PP S 4

Upacara : Penerimaan
di Fakultas PP S 4
Pengenalan
Kehidupan Kuliah/Ceramah*
Kampus Kenal Kampus PP S 6
Diskusi* Kenal
Kampus PP S 10

Tes Psikologi Ujian Tulis Psikologi PP S 3


Registrasi
Semester 1 Pengisian KRS PP S 21
9 JAM
(KELAS
Kelompok A-B) X 8
1 Semester 1 Kuliah 1 Kuliah smt 1 UA P 72 MINGGU
3 JAM X
2 HARI X
8
Tutorial smt 1 UA P 48 MINGGU
3 JAM X
2 HARI X
8
Lab 1 UA P 24 MINGGU
3 JAM X
2 HARI X
8
dst….. UA P 24 MINGGU
TOEFL Ujian TOEFL UA P 3
2 JAM X
5 HARI X
16
Ekstrakulikuler Kegiatan Mahasiswa FA S 160 MINGGU
Kelompok
2 Semester II Kuliah 2 Kuliah smt 2 UA P 32
Semester Kelompok
3 III Kuliah 3 Kuliah smt 3 UA P 12
Semester Kelompok
4 IV Kuliah 4 Kuliah smt 4 UA P 13
Kelompok
5 Semester V Kuliah 5 Kuliah smt 5 UA P 14
Semester Kelompok
6 VI Kuliah 6 Kuliah smt 6 UA P 15
Semester Kelompok
7 VII Kuliah 7 Kuliah smt 7 UA P 16
Semester Kelompok
8 VIII Kuliah 8 Kuliah smt 8 UA P 17

KKN Kuliah Pembekalan UA P 7


Supervisi UA P 7

Pembibingan Penelitian
Skripsi Skripsi UA P 10

Penelitian Skripsi UA P 30

Ujian Proposal (2Dosen


Penguji) UA P 1
Wisuda Sarjana FA S 4

Rate SDM
Biaya SDM Langsung

Gaji PNS JUMLAH


Total Gaji PNS/BHMN staf pengajar di Fakultas A 751.391.600
Jumlah staf pengajar di Fakultas 226
Rerata gaji PNS staf pengajar perbulan 3.324.742
Jumlah jam efektif per bulan 160
Rate gaji PNS per jam efektif 20.780

HONOR
Jenis Kegiatan Tarif Hr per Gaji PNS JML JML JUMLAH RATE
Jam + Hr per STAFF HONOR/Gaji MHS HR PER
Jam PER MHS
KELAS
Kuliah per jam tatap
muka 100,000 120,780 1 120,780 150 805
Tutorial per jam tatap
muka 100,000 120,780 1 120,780 10 12,078
Pratikum/Lab Activity
per jam tatap muka 100,000 120,780 1 241,559 10 24,156
Pembimbing Utama
Akademik per
mahasiswa sampai
dengan selesai 100,000 1,097,422 1 1,097,422 1 1,097,422

Tim Penguji Proposal 100,000 183,119 1 183,119 1 183,119

Tim Penguji Skripsi 100,000 203,898 1 203,898 1 203,898


Praktik Kerja
Lapangan per jam
tatap muka 100,000 120,780 1 120,780 10 12.078
Pembuatan soal per
soal baru 100,000 120,780 1 120,780 40 3,019
Pengawas ujian per
pengawas 100,000 120,780 1 120,780 40 3,019
Pemeriksaan soal esai
per mahasiswa 100,000 105,195 1 105,195 1 105,195

Ujian Toefl per MHS 100,000 100,000 1 100,000 1 100,000

BL Gedung
Gedung Khusus Untuk Proses Pembelajaran (Kuliah, Tutorial, Praktikum)

Rate biaya gedung per mhs per jam


Jumlah jam efektif per tahun

Biaya Depresiasi per jam


BIAYA DEPRESIASI

Nama Ruang
No
Pemebelajaran
HARGA PER M2

Kapasitas Ruang
Harga Beli (IIC)
LUAS LANTAI

Masa Hidup (L)

A GEDUNG
Ruang Lab
1 Pratikum 149 3,000,000 447,000,000 20 20,350,000 1,056 21,165 80 263

2 Ruang Kuliah 153 3,000,000 459,000,000 20 22,950,000 576 39,844 120 332
REKAPITULASI Rate per jam
Gedung Kuliah
Gedung Tutorial
Gedung Lab
Gedung Lab Computer
BL Sarana Kuliah
Sarana Kuliah Berhubungan Langsung
Sarana Ruang Kuliah

No Nama/Jenis Barang Jumlah Satuan Harga Per unit Harga Beli (IIC)Masa Hidup Biaya Depresiasi
1 LCD 1 BUAH 6.500.000 6.500.000 3 2.166.667
2 KOMPUTER 1 UNIT 6.000.000 6.000.000 3 2.000.000
3 LAYAR 1 BUAH 1.500.000 1.500.000 3 500.000
4 MIKROPHONE/WIRELESS 1 BUAH 2.000.000 2.000.000 3 666.667
5 MEJA PRAKTIKUM 16 BUAH 1.000.000 16.000.000 3 5.333.333
6 FLIPCHART/WHITE BOARD 1 BUAH 1.200.000 1.200.000 3 400.000
7 JAM DINDING 1 BUAH 100.000 100.000 3 33.333
8 KURSI KULIAH LAB 80 BUAH 350.000 28.000.000 3 9.333.333
Jumlah Biaya Depresiasi 20.433.333
Jumlah jam efektif per tahun 1.250
Biaya Depresiasi per JAM 16.347
Kapasitas Ruang 40
Rate biaya sarana per mhs per jam di Rk.Kuliah 409

Rekapitulasi Rate Biaya Sarana Per Mahasiswa


1 Ruang Kuliah 409

BL Sarana Praktikum

No Nama/Jenis BarangJumlah Satuan Harga Satuan Harga Beli (IIC)Masa Hidup (L)Biaya Depresiasi
1 barang 1 15 Buah 5.000 75.000 3 25.000
2 barang 2 15 Buah 5.500 82.500 3 27.500
3 barang 3 15 Buah 3.500 52.500 3 17.500
6 barang4 15 Buah 500.000 7.500.000 3 2.500.000
7 dst…….. 15 Buah 5.000.000 75.000.000 3 25.000.000
Jumlah Biaya Depresiasi 27.570.000
Jumlah jam efektif per tahun 1.250
Biaya Depresiasi per JAM 22.056
Kapasitas Ruang 45
Rate biaya sarana per mhs per jam di Rk.Kuliah 490
Sarana Praktikum Pada Lab
BHP Kuliah
Biaya Rata-Rata Per Kali Kuliah & Tutorial/Minggu

No Nama Bahan Kuliah Kebutuhan Satuan Harga Satuan Harga Bahan per kegiatan (Rp)
1 Bolpoint 1 buah 756 756
2 Baterai AZ 4 buah 3.590 14.360
3 Carter 1 buah 8.800 8.800
4 Kertas HVS 10 lembar 65 650
5 Kertas Flipchart 24 gulung 1.760 42.240
6 Map Plastik Snalhekter 1 buah 2.420 2.420
7 Magnetik white board 4 buah 3.360 13.440
8 Pensil 1 buah 2.094 2.094
9 Perpurator 1 buah 5.544 5.544
10 Spidol 62 Buah 4.200 260.400
11 Solatif Kertas 1 Rol 4.400 4.400
Jumlah biaya per 1 kali kegiatan kuliah 355.104
Jumlah MHS per 1 kali kegiatan kuliah 300

Jumlah biaya bahan per mhs kuliah 1.183.68

BL BHP Praktikum
Praktikum Lab : …………………..
Materi : ……………………
Bahan habis pakai

Nama Bahan Kebutuhan/ Harga Tiap Harga bahan


No Praktikum Gelombang Satuan Kemasan Kemasan Satuan per kegiatan (Rp) Ket
1 Alkohol 96% 15 Lt 40.000 1 liter 600.000
2 Glysrn 6 Ml 14.190 25 ml 3.406
3 Glove Latex 50 Pasang 40.000 50 pasang 40.000
4 Masker 50 Pcs 27.500 50 pcs 27.500 Fix
Jumlah biaya per 1 kali kegiatan
Praktkum 670.906
Jumlah MHS per 1 kali
kegiatan praktikum 50 Orang
Jumlah biaya bahan per mhs per
prakkum 13.418

Rekap BL

KLASIFIKASI AKTIVITAS
Distribusi Biaya Sekunder ke primer

KATEGORI AKTIVITAS

WAKTU (JAM)
TARIF
NO AKTIVITAS SDM BHP SARANA GEDUNG TOTAL
SDM

1 KULIAH SMT 1 UA1 P1 176 805 141.715 208.328

2 KULIAH SMT 2 UA2 P2 177

3 KULIAH SMT 3 UA3 P3 178

4 KULIAH SMT 4 UA4 P4 179

5 KULIAH SMT 5 UA5 P5 180

6 KULIAH SMT 6 UA6 P6 181

7 KULIAH SMT 7 UA7 P7 182

8 KULIAH SMT 8 UA8 P8 183

TOTAL
RATE BTL PER
URAIAN SMT 1 SMT 2 SMT 3 SMT 4 SMT 5 SMT 6 SMT 7 SMT 8
AKTIVITAS
BIAYA
#REF! #REF! #REF! #REF! #REF! #REF! _ _
LANGSUNG
Aktivitas BTL:

Aktivitas 1 P1

Aktivitas 2 P2

Aktivitas 3 P5

Aktivitas 4 P6

Aktivitas 5 P7

Aktivitas 6 P8

Aktivitas 7 P9

Aktivitas 8 P10

Aktivitas 9 P11

Aktivitas 10 P12

Aktivitas 11 P13

Aktivitas 12 P14

Aktivitas 13 P15

Aktivitas 14 P16

Aktivitas 15 P17 _

Aktivitas 16 P18 _

Kuliah smt 8 P19

#REF! P21 _

Ujian Akhir P22 _

TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG


_ _ _ _ _ _ _ _ _
UNIT COST PER SEMESTER

UNIT COST SARJANA _


BAB XIV
Metode Penelitian
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan bulan agustus sampai dengan oktober 2014. Lokasi penelitian
dilakukan pada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung. Adapun objek penelitian
adalah fakultas yang terdapat di Universitas Pendidikan Indonesia.
B. Penyusunan Instrumen
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
yang dikumpulkan bersumber dari responden yang terdiri dari para pemimpin fakultas,jurusan, dan
program studi, serta pimpinan universitas terutama yang berhubungan dengan biaya perkuliahan.
Penelitian yang meliputi data identitas responden, respons responden terhadap masing-masing
aktivitas yang disusun berdasarkan kehiatan utama dari kegiatan di fakultas serta respons
responden terhadap besarnya biaya yang timbul dari masing-masing aktivitas baik yang bersifat
biaya langsung dan biaya tidak langsung sedangkan data-data sekunder yang digunakan di dalam
penelitian ini berkaitan dengan perkembangan penerapan activity based costing di lingkungan
universitas ataupun fakultas di seluruh universitas di Indonesia. Instrumen pengumpulan data yang
digunakan di dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisis pertanyaan yang bersifat tertutup
yang menyangkut pendapat para pemegang jabatan yang ada di lingkungan universitas atau
fakultas di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia mengenai berbagai kegiatan utama di
dalam fakultas serta besarnya biaya yang timbul dari masing-masing aktivitas baik yang bersifat
biaya langsung dan biaya tidak langsung.Kuesioner disusun dan dirancang mengacu pada
oprasionalisasi variabel sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 14.1 Oprasional Variabel

variabel Dimensi Indikator Tingkat pengukuran Skala Pengukuran


Activity Based  Saya mengetahui semua
Costing (x) komponen biaya
Merupakan langsung dalam
metode yang aktivitas utama
menerapkan perkuliahan mahasiswa.
konsep-konsep  Saya mengetahui semua
akuntansi komponen biaya yang
aktivitas untuk timbu dalam kegiatan
menghasilkan utama di lingkungan
perhitungan UPI.
harga pokok  Saya mengetahui
produk yang standar biaya-biaya
lebih akurat. langsung untuk aktivitas
Namun dari Biaya Aktivitas utama perkuliahan.
perspektif Langsung Utama  Saya mengetahui cara Ordinal
manajerial, kalkulasi biaya
sistem ABC menggunakan metofe
menawarkan Activity Based Costing
lebih dari dalam kegiatan utama.
sekedar  Saya mengetahui berapa
informasi biaya rata-rata biaya
produk yang pendidikan untuk
akurat, tetapi kegiatan perkuliahan
juga mahasiswa.
menyediakan  Saya mengetahui ada
informasi biaya kesempatan yang
tentang biaya hilang untuk setiap
dan kinerja dari keterlambatan masa
aktivitas dan studi.
sumber daya  Saya mengetahui
serta dapat
seluruh pembiayaan
menelusuri
serta akumulasi sumber
biaya-biaya daya yang dapat
secara akurat menjadi penggerak
ke objek biaya
biaya dalam aktivitas
selain produk, utama kegiatan
misalnya perkuliahan.
pelanggan dan
saluran
distribusi.
(Azizi : 2010,
Lima : 2011,
Reich and
Abraham :
2006)
 Saya mengetahui semua
komponen biaya
langsung dalam aktivitas
pendukung perkuliahan
mahasiswa.
 Saya mengetahui semua
komponen biaya yang
timbul dalam kegiatan
pendukung di lingkungan
UPI.
 Saya mengetahui standar
Biaya Aktivitas baiay-biaya langsung Oridinal
Langsung Utama untuk aktivitas
pendukung perkuliahan.
 Saya mengetahui cara
kalkulasi biaya
menggunakan metode
Activity Based Costing
dalam kegiatan
pendukung.
 Saya mengetahui
kegunaan dan manfaat
digunakannya metode
Activity Based Costing
dalam kalkulasi biaya
pendukung.
 Saya mengetahui seluruh
pembiayaan serta
akumulasi sumber daya
yang dapat menjadi
penggerak biaya dalam
aktivitas pendukung
kegiatan perkuliahan.
 Saya mengetahui semua
komponen biaya tidak
langsung dalam aktivitas
utama perkuliahan
mahasiswa.
Biaya Aktivtias  Saya mengetahui standar Oridinal
Tidak Utama biaya-biaya tidak
Langsung langsung untuk aktivtias
utama perkuliahan.
 Saya menentukan biaya
kuliah berdasarkan total
biaya dalam kegiatan
utama perkuliahan
mahasiswa.
 Penerapan biaya-biaya
dalam kegiatan
pendukung selama ini
telah efektif dan efisien.

 Saya mengetahui semua


komponen biaya tidak
langsung dalam aktivitas
pendukung perkuliahan
mahasiswa.
Aktivitas  Saya mengetahui standar Oridinal
Pendukung biaya-biaya tidak langsung
untuk aktivitas pendukung
perkuliahan.
 Penerapan biaya-biaya
dalam kegiatan pendukung
selama ini telah efektif dan
efisien.
 Penerapan dan kalkulasi
biaya pendidikan selama
ini kurang efektif dan
efisien.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengidentifikasi berbagai
Faktor Aktivitas aktivitas dalam rangka Oridinal
Pendukung Utama penentuan standar biaya
pendidikan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengukur besaran biaya
per aktivitas dalam rangka
penentuan standar biaya
pendidikan.
 Dengan metode Activity
Based Costing akan ada
peningkatan transparansi
biaya pendidikan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengidentifikasi Variable
Cost dalam kegiatan
utama perkuliahan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengukur/menghitung
Variable Cost dalam
kegiatan utama
perkuliahan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
Aktivitas mengidentifikasi FIxed
Pendukung Cost dalam kegiatan
utama perkuliahan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengukur/menghitung
Fixed Cost dalam kegiatan
utama perkuliahan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
memperbaiki mutu sistem
pengkajian biaya secara
lebih efisien, lengkap dan
akurat.
 Dengan metode Activity
Based Costing segala
aktivitas yang terjadi lebih
terkelola dengan baik dan Oridinal
berimbas pada
pengurangan biaya.
 Dengan metode Activity
Based Costing akan
mampu menghasilkan
perkiraan standar biaya
perkuliahan dengan tepat
dan sesuai dengan
kebijakan dan peraturan
yang berlaku.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
melakukan perbaikan pada
aktivitas yang kurang
bernilai tambah atau
kurang efisien.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengidentifikasi Variable
Cost dalam kegiatan
pendukung perkuliahan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengukur/menghitung
Variable Cost dalam
kegiatan pendukung
perkuliahan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengidentifikasi Fixed
Cost dalam kegiatan
pendukung perkuliahan.
 Dengan metode Activity
Based Costing saya dapat
mengukur/menghitung
Fixed Cost dalam kegiatan
pendukung perkuliahan.

 Penggunaan atau
pelaksanaan metode
Activity Based Costing ini
rumit atau sulit dijalankan.
 Masih banyak hal yang
Faktor Aktivtias kurang dipahami dari Oridinal
Penghambat Utama metode Activity Based
Costing.
 Belum terintegrasinya
sistem akuntansi dan
keuangan yang
terkomputerisasi.
 Tidak semua biaya
memiliki penggerak biaya
konsumsi sumber daya
atau aktivitas yang tepat.
 Biaya produk jasa yang
diidentifikasi metode
Activity Based Costing
cenderung tidak
mencakup seluruh biaya
yang berhubungan dengan
Aktivitas produk atau jasa tersebut. Oridinal
Pendukung  Pelaksanaan metode
Activity Baes Costing
cukup besar.
 Mekanisme pengontrolan
metode Activity Based
Costing sulit dilakukan
mengingat belum ada
standar operasional serta
ketentuan-ketentuan
penentu efisiensi biaya
yang pasti.

C. Pengumpulan Data
Subjek dari penelitian ini adalah para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PS II) yang ada di
lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia. Di dalam proses penelitian untuk pengumpulan data
maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
Kuesioner diberikan kepada responden dengan cara mengajukan pertanyaan yang secara logis
berhubungan dengan masalah penelitian dan bersifat pertanyaan tertutup yang menyangkut
pendapat para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PD II) mengenai biaya langsung dan tidak
langsung pada aktivitas utama dan aktivitas pendukung di fakultas serta adanya faktor yang timbul
dari masing-masing aktivitas baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.
Wawancara yaitu melakukan wawancara langsung dengan responden guna mendapatkan
keterangan dan data yang dibutuhkan serta berkaitan dengan masalah penelitian.
D. Pengolahan Dan Analisi Data
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini bersifat deskriptif dan verifikatif. Melalui jenis penelitian
deskriptif maka dapat diperoleh deskripsi mengenai bagaimana keefektifan penerapan model ABC
yang dilakukan di fakultas dan apa hambatan yang timbul dari masing-masing aktivitas utama di
fakultas baik yang bersifat biaya langsung dan biaya tidak langsung berdasarkan metode activity
based costing.
Berdasarkan jenis penelitian di atas, yaitu deskriptif yang dilaksanakan melalui pengumpulan
data di lapangan, maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif survey dan explanatory
survey. Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Oleh karena itu,
metode pengembangan yang digunakan adalah cross-sectional cross-sectional yang bersifat
tunggal yaitu salah satu rancangan riset yang terdiri dari pengumpulan informasi mengenai sampel
tertentu dari elemen populasi hanya satu kali.

BL Sarana Kuliah
Sarana Kuliah Berhubungan Langsung
Sarana Ruang Kuliah

No Nama/Jenis Barang Jumlah Satuan Harga Per unit Harga Beli (IIC)Masa Hidup Biaya Depresiasi
1 LCD 1 BUAH 6.500.000 6.500.000 3 2.166.667
2 KOMPUTER 1 UNIT 6.000.000 6.000.000 3 2.000.000
3 LAYAR 1 BUAH 1.500.000 1.500.000 3 500.000
4 MIKROPHONE/WIRELESS 1 BUAH 2.000.000 2.000.000 3 666.667
5 MEJA PRAKTIKUM 16 BUAH 1.000.000 16.000.000 3 5.333.333
6 FLIPCHART/WHITE BOARD 1 BUAH 1.200.000 1.200.000 3 400.000
7 JAM DINDING 1 BUAH 100.000 100.000 3 33.333
8 KURSI KULIAH LAB 80 BUAH 350.000 28.000.000 3 9.333.333
Jumlah Biaya Depresiasi 20.433.333
Jumlah jam efektif per tahun 1.250
Biaya Depresiasi per JAM 16.347
Kapasitas Ruang 40
Rate biaya sarana per mhs per jam di Rk.Kuliah 409

Rekapitulasi Rate Biaya Sarana Per Mahasiswa


1 Ruang Kuliah 409

BL Sarana Praktikum

No Nama/Jenis BarangJumlah Satuan Harga Satuan Harga Beli (IIC)Masa Hidup (L)Biaya Depresiasi
1 barang 1 15 Buah 5.000 75.000 3 25.000
2 barang 2 15 Buah 5.500 82.500 3 27.500
3 barang 3 15 Buah 3.500 52.500 3 17.500
6 barang4 15 Buah 500.000 7.500.000 3 2.500.000
7 dst…….. 15 Buah 5.000.000 75.000.000 3 25.000.000
Jumlah Biaya Depresiasi 27.570.000
Jumlah jam efektif per tahun 1.250
Biaya Depresiasi per JAM 22.056
Kapasitas Ruang 45
Rate biaya sarana per mhs per jam di Rk.Kuliah 490
Sarana Praktikum Pada Lab
BHP Kuliah
Biaya Rata-Rata Per Kali Kuliah & Tutorial/Minggu

No Nama Bahan Kuliah Kebutuhan Satuan Harga Satuan Harga Bahan per kegiatan (Rp)
1 Bolpoint 1 buah 756 756
2 Baterai AZ 4 Buah 3.590 14.360
3 Carter 1 Buah 8.800 8.800
4 Kertas HVS 10 Lembar 65 650
5 Kertas Flipchart 24 Gulung 1.760 42.240
6 Map Plastik Snalhekter 1 Buah 2.420 2.420
7 Magnetik white board 4 Buah 3.360 13.440
8 Pensil 1 Buah 2.094 2.094
9 Perpurator 1 Buah 5.544 5.544
10 Spidol 62 Buah 4.200 260.400
11 Solatif Kertas 1 Rol 4.400 4.400
Jumlah biaya per 1 kali kegiatan kuliah 355.104
Jumlah MHS per 1 kali kegiatan kuliah 300

Jumlah biaya bahan per mhs kuliah 1.183.68

BL BHP Praktikum
Praktikum Lab : …………………..
Materi : ……………………
Bahan habis pakai

Nama Bahan Kebutuhan/ Harga Tiap Harga bahan


No Praktikum Gelombang Satuan Kemasan Kemasan Satuan per kegiatan (Rp) Ket
1 Alkohol 96% 15 Lt 40.000 1 Liter 600.000
2 Glysrn 6 Ml 14.190 25 Ml 3.406
3 Glove Latex 50 pasang 40.000 50 pasang 40.000
4 Masker 50 pcs 27.500 50 Pcs 27.500
Fix
Jumlah biaya per 1 kali
kegiatan praktkum 670.906
Jumlah MHS per 1 kali
kegiatan praktikum 50 Orang
Jumlah biaya bahan per
mhs per prakkum 13.418

Rekap BL

KLASIFIKASI AKTIVITAS
Distribusi Biaya Sekunder ke primer

KATEGORI AKTIVITAS

WAKTU (JAM)
TARIF
NO AKTIVITAS SDM BHP SARANA GEDUNG TOTAL
SDM

1 KULIAH SMT 1 UA1 P1 176 805 141.715 208.328

2 KULIAH SMT 2 UA2 P2 177

3 KULIAH SMT 3 UA3 P3 178

4 KULIAH SMT 4 UA4 P4 179

5 KULIAH SMT 5 UA5 P5 180

6 KULIAH SMT 6 UA6 P6 181

7 KULIAH SMT 7 UA7 P7 182

8 KULIAH SMT 8 UA8 P8 183

TOTAL
RATE BTL PER
URAIAN SMT 1 SMT 2 SMT 3 SMT 4 SMT 5 SMT 6 SMT 7 SMT 8
AKTIVITAS
BIAYA
LANGSUNG
Aktivitas BTL:

Aktivitas 1 P1

Aktivitas 2 P2

Aktivitas 3 P5

Aktivitas 4 P6

Aktivitas 5 P7

Aktivitas 6 P8

Aktivitas 7 P9

Aktivitas 8 P10

Aktivitas 9 P11

Aktivitas 10 P12

Aktivitas 11 P13

Aktivitas 12 P14

Aktivitas 13 P15

Aktivitas 14 P16

Aktivitas 15 P17 _

Aktivitas 16 P18 _

Kuliah smt 8 P19

#REF! P21 _

Ujian Akhir P22 _

TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG


_ _ _ _ _ _ _ _ _
UNIT COST PER SEMESTER

UNIT COST SARJANA _

Perhitungan Unit Cost Prodi A Di Fakultas A


BAB XIV
Metode Penelitian
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan bulan agustus sampai dengan oktober 2014. Lokasi penelitian
dilakukan pada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung. Adapun objek penelitian adalah
fakultas yang terdapat di Universitas Pendidikan Indonesia.
B. Penyusunan Instrumen
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang
dikumpulkan bersumber dari responden yang terdiri dari para pemimpin fakultas,jurusan, dan program
studi, serta pimpinan universitas terutama yang berhubungan dengan biaya perkuliahan. Penelitian yang
meliputi data identitas responden, respons responden terhadap masing-masing aktivitas yang disusun
berdasarkan kehiatan utama dari kegiatan di fakultas serta respons responden terhadap besarnya biaya
yang timbul dari masing-masing aktivitas baik yang bersifat biaya langsung dan biaya tidak langsung
sedangkan data-data sekunder yang digunakan di dalam penelitian ini berkaitan dengan perkembangan
penerapan activity based costing di lingkungan universitas ataupun fakultas di seluruh universitas di
Indonesia. Instrumen pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
berisis pertanyaan yang bersifat tertutup yang menyangkut pendapat para pemegang jabatan yang ada di
lingkungan universitas atau fakultas di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia mengenai berbagai
kegiatan utama di dalam fakultas serta besarnya biaya yang timbul dari masing-masing aktivitas baik
yang bersifat biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Kuesioner disusun dan dirancang mengacu pada oprasionalisasi variabel sebagaimana dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 14.1 Oprasional Variabel

Variabel Dimensi Indikator Tingkat pengukuran Skala


Pengukur
an
Activity Based  Saya mengetahui semua komponen
Costing (x) biaya langsung dalam aktivitas
Merupakan utama perkuliahan mahasiswa.
metode yang  Saya mengetahui semua komponen
menerapkan biaya yang timbu dalam kegiatan
konsep-konsep utama di lingkungan UPI.
akuntansi  Saya mengetahui standar biaya-
aktivitas untuk biaya langsung untuk aktivitas
menghasilkan utama perkuliahan.
perhitungan  Saya mengetahui cara kalkulasi
harga pokok biaya menggunakan metofe Activity
produk yang Based Costing dalam kegiatan
lebih akurat. utama.
Namun dari Biaya Langsung Aktivitas  Saya mengetahui berapa rata-rata
perspektif Utama biaya pendidikan untuk kegiatan Ordinal
manajerial, perkuliahan mahasiswa.
sistem ABC  Saya mengetahui ada biaya
menawarkan kesempatan yang hilang untuk
lebih dari setiap keterlambatan masa studi.
sekedar  Saya mengetahui seluruh
informasi biaya pembiayaan serta akumulasi sumber
produk yang daya yang dapat menjadi penggerak
akurat, tetapi
biaya dalam aktivitas utama
juga kegiatan perkuliahan.
menyediakan
informasi
tentang biaya
dan kinerja dari
aktivitas dan
sumber daya
serta dapat
menelusuri
biaya-biaya
secara akurat
ke objek biaya
selain produk,
misalnya
pelanggan dan
saluran
distribusi.
(Azizi : 2010,
Lima : 2011,
Reich and
Abraham :
2006)
 Saya mengetahui semua komponen
biaya langsung dalam aktivitas
pendukung perkuliahan mahasiswa.
 Saya mengetahui semua komponen
biaya yang timbul dalam kegiatan
pendukung di lingkungan UPI.
 Saya mengetahui standar baiay-biaya
langsung untuk aktivitas pendukung
perkuliahan.
 Saya mengetahui cara kalkulasi biaya
menggunakan metode Activity Based
Biaya Langsung Aktivitas Costing dalam kegiatan pendukung. Oridinal
Utama  Saya mengetahui kegunaan dan
manfaat digunakannya metode
Activity Based Costing dalam
kalkulasi biaya pendukung.
 Saya mengetahui seluruh pembiayaan
serta akumulasi sumber daya yang
dapat menjadi penggerak biaya dalam
aktivitas pendukung kegiatan
perkuliahan.
 Saya mengetahui semua komponen
biaya tidak langsung dalam aktivitas
utama perkuliahan mahasiswa.
 Saya mengetahui standar biaya-biaya
tidak langsung untuk aktivtias utama
Biaya Tidak Aktivtias perkuliahan. Oridinal
Langsung Utama  Saya menentukan biaya kuliah
berdasarkan total biaya dalam
kegiatan utama perkuliahan
mahasiswa.
 Penerapan biaya-biaya dalam
kegiatan pendukung selama ini telah
efektif dan efisien.

 Saya mengetahui semua komponen


biaya tidak langsung dalam aktivitas
pendukung perkuliahan mahasiswa.
 Saya mengetahui standar biaya-
biaya tidak langsung untuk aktivitas
Aktivitas pendukung perkuliahan. Oridinal
Pendukung  Penerapan biaya-biaya dalam
kegiatan pendukung selama ini telah
efektif dan efisien.
 Penerapan dan kalkulasi biaya
pendidikan selama ini kurang efektif
dan efisien.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat mengidentifikasi
berbagai aktivitas dalam rangka
penentuan standar biaya pendidikan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat mengukur
besaran biaya per aktivitas dalam
rangka penentuan standar biaya
Faktor Aktivitas pendidikan. Oridinal
Pendukung Utama  Dengan metode Activity Based
Costing akan ada peningkatan
transparansi biaya pendidikan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat mengidentifikasi
Variable Cost dalam kegiatan utama
perkuliahan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat
mengukur/menghitung Variable
Cost dalam kegiatan utama
perkuliahan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat mengidentifikasi
FIxed Cost dalam kegiatan utama
perkuliahan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat
mengukur/menghitung Fixed Cost
dalam kegiatan utama perkuliahan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat memperbaiki
mutu sistem pengkajian biaya secara
lebih efisien, lengkap dan akurat.
 Dengan metode Activity Based
Aktivitas
Costing segala aktivitas yang terjadi
Pendukung
lebih terkelola dengan baik dan
berimbas pada pengurangan biaya.
 Dengan metode Activity Based
Costing akan mampu menghasilkan Oridinal
perkiraan standar biaya perkuliahan
dengan tepat dan sesuai dengan
kebijakan dan peraturan yang
berlaku.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat melakukan
perbaikan pada aktivitas yang kurang
bernilai tambah atau kurang efisien.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat mengidentifikasi
Variable Cost dalam kegiatan
pendukung perkuliahan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat
mengukur/menghitung Variable
Cost dalam kegiatan pendukung
perkuliahan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat mengidentifikasi
Fixed Cost dalam kegiatan
pendukung perkuliahan.
 Dengan metode Activity Based
Costing saya dapat
mengukur/menghitung Fixed Cost
dalam kegiatan pendukung
perkuliahan.
 Penggunaan atau pelaksanaan
metode Activity Based Costing ini
rumit atau sulit dijalankan.
 Masih banyak hal yang kurang
dipahami dari metode Activity Based
Faktor Aktivtias Costing. Oridinal
Penghambat Utama  Belum terintegrasinya sistem
akuntansi dan keuangan yang
terkomputerisasi.
 Tidak semua biaya memiliki
penggerak biaya konsumsi sumber
daya atau aktivitas yang tepat.
 Biaya produk jasa yang
diidentifikasi metode Activity Based
Costing cenderung tidak mencakup
seluruh biaya yang berhubungan
dengan produk atau jasa tersebut.
 Pelaksanaan metode Activity Baes
Aktivitas Costing cukup besar. Oridinal
Pendukung  Mekanisme pengontrolan metode
Activity Based Costing sulit
dilakukan mengingat belum ada
standar operasional serta ketentuan-
ketentuan penentu efisiensi biaya
yang pasti.

C. Pengumpulan Data
Subjek dari penelitian ini adalah para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PS II) yang ada
di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia. Di dalam proses penelitian untuk pengumpulan
data maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
Kuesioner diberikan kepada responden dengan cara mengajukan pertanyaan yang secara
logis berhubungan dengan masalah penelitian dan bersifat pertanyaan tertutup yang menyangkut
pendapat para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PD II) mengenai biaya langsung dan tidak
langsung pada aktivitas utama dan aktivitas pendukung di fakultas serta adanya faktor yang timbul
dari masing-masing aktivitas baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.
Wawancara yaitu melakukan wawancara langsung dengan responden guna mendapatkan
keterangan dan data yang dibutuhkan serta berkaitan dengan masalah penelitian.
D. Pengolahan Dan Analisi Data
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini bersifat deskriptif dan verifikatif. Melalui jenis
penelitian deskriptif maka dapat diperoleh deskripsi mengenai bagaimana keefektifan penerapan
model ABC yang dilakukan di fakultas dan apa hambatan yang timbul dari masing-masing
aktivitas utama di fakultas baik yang bersifat biaya langsung dan biaya tidak langsung berdasarkan
metode activity based costing.
Berdasarkan jenis penelitian di atas, yaitu deskriptif yang dilaksanakan melalui
pengumpulan data di lapangan, maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif survey
dan explanatory survey. Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Oleh
karena itu, metode pengembangan yang digunakan adalah cross-sectional cross-sectional yang
bersifat tunggal yaitu salah satu rancangan riset yang terdiri dari pengumpulan informasi
mengenai sampel tertentu dari elemen populasi hanya satu kali.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan criteria purposive
sampling, yaitu memilih sampel secara titik acak di mana didasarkan pada pertimbangan tertentu
yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal (Arikunto, 2008). Sampel dalam
penelitian ini adalah para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PD II) yang ada di lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia. Pertimbangan dalam pemilihan sampel tersebut karena Dekan
dan PD II merupakan pimpinan di Universitas Pendidikan Indonesia tingkat Fakultas yang
memiliki wewenang sebagai penentu kebijakan dan memiliki akses mengenai anggaran kegiatan
perkuliahan.
Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Editing, yaitu pemeriksaan kuesioner yang telah terkumpul kembali setelah dibagikan
kepada responden. Dalam praktiknya mungkin terdapat kesalahan dalam pengisian
kuesioner oleh responden, maka langkah ini meliputi mengecek kelengkapan pengisian
instrumen secara menyeluruh.
2) Skoring, yaitu pemberian skor atau kode untuk setiap opsi dari item instrumen
berdasarkan ketentuan yang ada. Skala pengukuran yang digunakan dalam setiap
pertanyaan adalah skala likert lima poin di mana untuk jawaban positif diberi bobot 5-
4-3-2-1 dan sebaliknya untuk jawaban negatif diberi bobot 1-2-3-4-5.
Pilihan Jawaban Bobot Pertanyaan
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Kurang Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1

3) Tabulating, yaitu merekap data hasil skoring ke dalam bentuk tabel rekapitulasi secara
lengkap untuk seluruh item kuesioner. Berikut tabel rekapitulasi yang dimaksud.
Skor Item Total
1 2 3 ... N
1
2
...
N
Total

4) Tahap uji coba instrumen, penulis menggunakan dua tahap pengujian yaitu uji validitas dan
reliabilitas guna mengetahui kelayakan kuesioner yang disebarkan kepada responden.
5) Analisis deskriptif, digunakan untuk menggambarkan skor variabel X dan kedudukannya
guna menjawab tujuan penelitian yang bersifat deskriptif. Analisis ini dilakukan melalui
tinjauan kontinum dan perbandingan rata-rata data sampel.

1. Pengujian Validitas dan Reabilitas


Guna mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel diperlukan kualitas data
instrumen yang valid dan reliabel pula. Hasil penelitian yang dikatakan valid apabila terdapat
kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang
diteliti. Kemudian dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data pada waktu yang berbeda.
Maka, dalam suatu penelitian diperlukan suatu uji validitas dan realibilitas dari instrumen yang
digunakan guna mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan (Sugiyono, 2007).
a. Pengujian Validitas
Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat keandalan atau keabsahan
suatu alat ukur (Arikunto, 1995; 63-69 dalam Sunjoyo, dkk, 2013:38). Tingkat validitas yang
tinggi dalam suatu instrumen penelitian akan menghasilkan penjelasan masalah penelitian yang
sesuai dengan keadaan sebenarnya. Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan tingkat
signifikasi 5% dan derajat kebebasan df = n-2. Pada penelitian ini, nilai rhitung diperoleh dengan
bantuan software SPSS Statistic 21.0 for Windows. Instrumen dinyatakan valid apabila:
 Nilai rhitung > rtabel2 maka item pertanyaan valid.
 Nilai rhitung < rtabel2 maka item pertanyaan tidak valid.
Adapun hasil pengujian validitas yang diperoleh tercantum pada tabel berikut:
Hasil Pengujian Validitas X (Activity Based Costing)

Variabel (X) No. rhitung rtabel Keterangan


Activity Based Costing Item
Biaya Langsung Aktivitas Utama 1 0.734 0.576 Valid
2 0.699 0.576 Valid
3 0.747 0.576 Valid
4 0.752 0.576 Valid
5 0.607 0.576 Valid
6 0.798 0.576 Valid
7 0.751 0.576 Valid
Aktivitas Pendukung 1 0.717 0.576 Valid
2 0.797 0.576 Valid
3 0.672 0.576 Valid
4 0941 0.576 Valid
5 0.747 0.576 Valid
6 0.798 0.576 Valid
Biaya Tidak Aktivitas Utama 1 0.941 0.576 Valid
Langsung 2 0.656 0.576 Valid
3 0.711 0.576 Valid
4 0.650 0.576 Valid
Aktivitas Pendukung 1 0.943 0.576 Valid
2 0.752 0.576 Valid
3 0.587 0.576 Valid
Faktor Pendukung Aktivitas Utama 1 0.635 0.576 Valid
2 0.943 0.576 Valid
3 0.788 0.576 Valid
4 0.699 0.576 Valid
5 0.686 0.576 Valid
6 0.720 0.576 Valid
7 0.686 0.576 Valid
8 0.686 0.576 Valid
Aktivitas Pendukung 1 0.645 0.576 Valid
2 0.734 0.576 Valid
3 0.717 0.576 Valid
4 0.807 0.576 Valid
5 0.672 0.576 Valid
6 0.686 0.576 Valid
7 0.711 0.576 Valid
8 0.758 0.576 Valid
Faktor Penghambat Aktivitas Utama 1 0.607 0.576 Valid
2 0. 587 0.576 Valid
3 0.798 0.576 Valid
4 0.807 0.576 Valid
Aktivitas Pendukung 1 0.797 0.576 Valid
2 0.711 0.576 Valid
3 0.699 0.576 Valid
4 0.656 0.576 Valid
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 21.0 for Windows, 2014
Pengujian validitas instrumen dalam peneliyian ini dilakukan terhadap 12 responden
dengan tingkat signifikasi 5% dan derajat kebebasan df = n-2, yaitu 12-2=10. Sehingga diperoleh
nilai rtabel sebesar 0.576. maka setiap item pertanyaan dalam instrumen ini dapat dikatakan valid,
karena rhitung pada setiap item menunjukkan nilai yang lebih besar daripada rtabel (rhitung > rtabel). Hal
ini berarti pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dapat dijadikan alat ukur apa yang hendak
diukur.

b. Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan (Sunjoyo, dkk, 2013). Uji reliabilitas dilakukan untuk
mengukur konsistensi data dari instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur konsep.
Untuk melihat tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan uji statistik
Cronbach Alpha (α) pada program SPSS. Secara matematis, Arikunto (2010) menyatakan
formula Cronbach Alpha sebagai berikut.

K ∑𝜎𝑏2
𝑟11 = (K−1) (1 − ) (Arikunto,2010)
𝜎𝑡2

Dimana:
r11 = Reliabilitas instrumen
2
∑𝜎𝑏 = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

𝜎𝑡2 = Varians total

K = Jumlah varians butir

Adapun keputusan dalam uji reliabilitas ini adalah sebagai berikut.

 Jika rhitung > rtabel2 maka instrumen dinyatakan fleksibel


 jika rhitung < rtabel2 maka instrumen dinyatakan tidak fleksibel

Secara teknis pengujian reliabilitas tersebut dilakukan dengan menggunakan program


SPSS statistic 21.0 for Windows, maka diperoleh hasil seperti yang tercantum berikut.
Hasil Uji Reliabilitas

Variabel rhitung rtabel Keterangan


Activity Based Costing 0.756 0.576 Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 21.0 for Windows, 2014
Berdasarkan Tabel diperoleh hasil uji reliabilitas variabel X menunjukkan bahwa variabel
tersebut dinyatakan reliabel karena nilai rhitung > rtabel.
Bab XV
Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Gambaran tentang hasil penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil studi dokumentasi
aggaran dari berbagai sumber yang diterima oleh setiap program studi, kemudian dialokasikan
untuk aktivitas akademik dan penunjang, dianalisis berdasarkan model ABC, dan akhirnya
diperoleh biaya satuan mahasiswa untuk masing-masing kelompok bidang studi. Dalam sampel
penelitian ini mengambil sampel tiga kelompok bidang studi, yaitu kelompk bidang studi ilmu
sosial, kelompok bidang studi MIPA, dan kelompok bidang studi teknologi. Dalam menentukan
berapa besarnya biaya satuan masing-masing kelompok bidang studi tersebut, di samping
berdasarkan pada dokumen juga berdasarkan pada hasil expert judgement yang terdiri dari dosen
pengampu bidang studi yang relevan, penentu kebijakan anggaran pada tingkat fakultas dan
universitas, dan tim peneliti yang dirumuskan dari hasil Focus Grouo Discussion (FGB). FGD
dimaksudkan untuk memberikan masukan perihal permasalahan, kebijakan, dan faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan biaya satuan.
Hasil penelitian ini berdasarkan beberapa tahapan, yaitu mengidentifikasi komponen-
komponen biaya dari seluruh komponen biaya penyelenggaraan kegiatan akademik dan
nonakademik atau penunjang di semua prodi; melakukan identifikasi seluruh biaya dan
mengklasifikasikan ke dalam dua kelompok biaya, yaitu kelompok biaya utama dan kelompok
biaya penunjang; menghitung biaya per aktivitas; menghitung seluruh biaya masing-masing
kelompok bidang studi; menghitung biaya satuan per mahasiswa masing-masing kelompok bidang
studi.
Aktivitas prodi yang berimplikasi pada biaya dikelompokkan secara garis bedar pada dua
kelompok, yaitu kelompok biaya akademik (kelompok utama) dan kelompok biaya manajemen
(penunjang). Kelompok biaya utama terdiri dari komponen biaya sebagai berikut: a. biaya
perkuliahan teori dan prkatik, c. biaya alat dan perlengkapan praktikum, d. biaya penelitian.
Sedangkan kelompok biaya penunjang terdiri dari a. gaji dosen, b. honor dosen pembimbing dan
penguji, c. manajemen biaya, d. biaya ATK, e. biaya akomodasi, f. biaya penggunaan air dan
listrik, g. biaya administrasi umum, dan honor karyawan.
Berdasarkan hasil perhitungan biaya berdasarkan model ABC fan FGD diperoleh besaran
biaya satuan yang dianggap sebagai Standar Kecukuoan (Adequacy) untuk mendukung
kemampuan mencapai standar kompetensi dan mutu kinerja masing-masing program studi adalah
sebagai berikut.

a. Pemenuhan Standar Kecukupan (Adequacy)


Kelompok Bidang Studi Biaya satuan menurut ABC Biaya satuan menurut Pagu Persentase
A. Ilmu Sosial Rp. 9.000.000,- Rp. 5.000.000
B. MIPA Rp. 13.000.000,- Rp. 5.000.000
C. Teknologi Rp. 19.000.000,- Rp. 5.000.000

Penelitian ini sifatnya Observasional Deskriptif. Observiasional artinya tidak dilakukan


intervensi terhadap subjek penelitian, sedangkan deskriptif artinya penelitian hanya melakukan
deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan disajikan apa adanya dan tidak menganalisis
bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi. Objek penelitian ini adalah seluruh biaya yang
dianggarkan untuk kegiatan penyelenggaraan program studi. Sumber dsns ysng dipergunakan
untuk membiayai kegiatan prodi tersebut bersumber dari APBN, SPP, dan dana masyarakat.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membandingkan perbedaan biaya yang
dibutuhkan berdasarkan standar kecukupan mutu pendidikan di LPTK dengan besarnya UKT yang
telah ditetapkan sebagai pagu dari pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kecukupan biaya satuan mahasiswa LPTK yang disediakan oleh pemerintah signifikan lebih
rendah dari kebutuhan biaya mutu untuk setiap bidang studi.
Tingkat pemenuhan biaya untuk bidang studi ilmu-ilmu oial baru mencapai 50% dari
standar kecukupan biaya mutu. Tingkat pemenuhan standar biaya bidang studi MIPA hanya 30%
lebih rendah bidang studi ilmu sosial dan tingkat pemenuhan bidang studi teknologi 20% jauh
lebih rendah dibanding ilmu sosial. Pengalokasian UKT untuk semua bidang studi di LPTK
cenderung relatif sama besar yaitu Rp. 5.000.000,- per mahasiswa per tahun untuk setiap bidang
studi. Artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara bidang studi teknologi yang memerlukan
biaya jauh lebih besar dibandingkan ilmu-ilmu sosial. Demikian pula untuk bidang studi MIPA
yang memerlukan biaya praktikum untuk pembelian bahan-bahan habis pakai dan habis pakai.

b. Kebijakan Anggaran
Proses dan prosedur penyusunan anggaran dan implementasi anggaran di PT/LPTK
dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.
1) Penyusunan rancangan alokasi kebutuhan anggaran.
2) Pengajuan kebutuhan anggaran yang dilakukan setiap PT/LPTK ke DIKTI.
3) Pembahasan anggaran yang melihat unsur PT/LPTK, Dikti, dan Dirjen Anggaran.
4) Keputusan alokasi sesuai pagu (top down).
5) Realisasi dan pemanfaatan.
6) Pengawasan.
7) Pertanggungjawaban dan Laporan.
8) Pemeriksaan atau audit.
9) Evaluasi Kinerja (implementasi anggaran).

Proses dan Prosedur dalam penentuan plafon anggaran untuk setiap PT/LPTK setiap
tahunnya dilakukan dengan pendekatan Buttorn Uo dan Top Down, yaitu mempertemukan usulan
kebutuhan dari setiap PT atau unit organisasi dengan alokasi dana yang tersedia atau pagu yang
ada di dikti. Karena itu sering kali terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan dana yang
dialokasikan. Ketidakcukupan anggaran antara kebutuhan sebagaimana yang diusulkan dengan
pagu yang tersedia membawa implikasi terhadap pencapaian tujuan dan harapan setiap PT.
Kebijakan yang menjadi prioritas adalah peningkatan mutu dan daya saing PT/LPTK
dalam merespons peluang dan tantangan global terkendala oleh berbagai hal yang disebabkan oleh
keterbatasan anggaran LPTK. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain sebagai berikut.
1) Kemampuan profesional yang terbatas dalam pengelolaan PT yang menjadikan penentuan
alokasi biaya pendidikan yang berbasis pada learning needs, activity based costing dan
pengelolaan dana secara efisien masih belum mampu diimplementasikan secara tepat.
2) Kurang tepat dalam pengalokasian sesuai dengan prioritas atau aktivitas utama baik
komponen biaya maupun besarnya, sehingga pencapaian tujuan LPTK yang sifatnya inti
(core) amat terbatas. Hal itu ditandai oleh masih banyak alokasi untuk belanja unsur atau
aktivitas pendukung
3) Masih terdapat pergeseran alokasi dari aktivitas utama pada aktivitsa pendukung sehingga
berkurangnya proporsi alokasi untuk kegiatan utama.
4) Fokus pengembangan terhadap aspek-aspek strategis, terutama alokasi biaya riset-riset
strategis, yang sifatnya inovatif dan produktif masih sangat terbatas sehingga return yang
dihasilkan tidak optimal dan tidak sesuai dengan prinsip investasi yang diberikan kepada
pendidikan.
5) Kekeliruan mind set dari policy maker dan policy executor dan jajarannya dalam penentuan
alokasi anggaran untuk penyelenggaraan LPTK yang belum berubah yang disebabkan
keterbatasan kemampuan dalam management capacity SDM menjadikan alokasi anggaran
pendidikan untuk LPTK tidak menjadi prioritas atau utama.
6) Ketidaksesuaian model pengalokasian anggaran yang masih menggunakan model line item
budget dan ketatnya jenis-jenis anggaran untuk diimplementasikan sehingga tidak selalu
sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
7) Prinsip efisiensi, hemat, tepat sasaran, menghindari kebocoran tidak relevan lagi karena
kesulitan seiap satuan pendidikan atau program studi sebagai unit akademik dasar untuk
mengimplementasikan kebijakan itu sesuai dengan aktivitas-aktivitas utama yang menjadi
prioritas.

Implementasi kebijakan anggaran yang tifaj konsisten dengan kebijakan PT/LPTK yang
telah ditetapkan menjadi permasalahan yang dihadapi oleh setiap PT/LPTK. Substansi kebijakan
yang menjadi prioritas dan berimplikasi terhadap alokasi dan manajemen pembiayaan PT, yaitu
sebagai berikut.
1) Peningkatan mutu dengan segala unsurnya.
2) Pengembangan keilmuan.
3) Penguatan kapasitas manajemen kelembagaan.
4) Peningkatan kualitas dosen di berbagai bidang studi.
5) Pengembangan riset-riset strategis, produktif, inovatif.
6) Pembinaan dan pengembangan kemahasiswaan.
7) Peningkatan kinerja tenaga administrasi, laboran, teknisi sumber belajar.
5. kekeliruan mind set dari policy maker dan policy executor dan jajarannya dalam penentuan
alokasi anggaran untuk penyelenggaran LPTK yang belum berubah yang disebabkan keterbatasan
kemampuan dalam management capacity SDM menjadikan alokasi anggaran Pendidikan untuk
LPTK tidak menjadi prioritas atau utama.
6. ketidaksesuaian model line item budget dan ketatnya jenis- jenis anggaran untuk
diimplementasikan sehingga tidak selalu sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
7. prinsip efisiensi, hemat, tepat sasaran, dan menghindari kebocoran tidak relevan lagi karena
kesulitan setiap satuan Pendidikan atau program studisebagai unit akademik dasar untuk
mengimplementasikan kebijakan itu sesuai dengan aktivitas- aktivitas utama yang menjadi
prioritas.
Implementasi kebijakan anggaran yang tidak konsisten dengan kebijakan PT/LPTK yang
telah ditetapkan menjadi permasalahan yang dihadapi oleh setiap PT/LPTK. Substansi kebijakan
yang menjadi priritas dan berimplikasi terhadap alokasi dan manajemen pembiayaan PT, yaitu
sebagai berikut:
1. Peningkatan mutu dengan segala unsurnya.
2. Pengenbangan keilmuan
3. Penguatan kapasitas manajemen kelembagaan.
4. Peningkatan kualitas dosen di beerbagai bidang studi.
5. Pengembangan riset- riset strategis , produktif dan inovatif.
6. Pembinaan dan pengembangan kemahasiswaan.
7. Peningkatan kinerja tenaga administrasi, laporan, teknisi sumber belajar.

C. Efektivitas Kebijakan Anggaran (Cost Effectiveness)


Keefektifan biaya dianalisis hubungan antara alokasi biaya yang dipergunakan untuk
menyelenggarakan PT LPTK dengan hasil (output) yang dicapai sesuai standar-standar yang telah
ditetapkan oleh Bahan Akreditasi Nasional (BAN) PT di Indonesia. Kebijakan tentang standar ini
tertuang dalam peraturan Mentri Pendidikan dan kebudayaan No. 49 tahun 2014 tentang standar
nasional Pendidikan tinggi. Berdasarkan kebijakan tesebut terdapat 7 standar yang dijadikan acuan
oleh setiap PT dalam menentukan alokasi standart biaya satuan. Ketujuh standar tersebut, yaitu
sebagai berikut.
Standar 1 : VISI, MISI, TUJUAN, dan SASARAN, SERTA STRATEGI PENCAPAIAN
Pencapaian standar 1 memperoleh skor rata- rata univertas sebesar 3,5 kategori
baik.
Standar 2 : TATA PAMONG, KEPEMIMMPINAN, SISTEM PENGELOLAAN, DAN
PENJAMIN MUTU
Pencapain standar 2 memeperoleh skor rata-rata univertas sebesar 3,5 kategori baik.
Standar 3 : MAHASISWA DAN LULUSAN
Pencapaian standar 3 memperoleh skor rata-rata universitas sebesar 3,2 kategori
kurang
Standar 4 : SUMBER DAYA MANUSIA
Pencapaian standar 4 memperoleh skor rata-rata universitas sebesar 3,4 kategori
baik.
Standar 5 : KURIKULUM, PEMBELAJARAN, DAN SUASANA AKADEMIK
Pencapain standar 5 memperoleh skor 3,5 termasuk kategori baik.
Standar 6 : PEMBIAYAAN, SRANA DAN PRASANA, SERTA SISTEM INFORMASI
Pencapain standar 6 memeproleh skor 3,5 termasuk kategori baik.
Standar 7 : PENELITIAN, PELAYANAN/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT,
DAN KERJASAMA
Pencapaian standar 7 memperoleh skor 2,9 termasuk kategori kurang.
Fokus penelitian ini adalah implementasi kebijakan anggaran LPTK dalam kaitannya
dengan penyampaian standar mutu. Studi ini berdasarkan asumsi bahwa faktor biaya merupakan
faktor yang sangat strategis dalam meningkatkan kemampuan kinerja unit-unit akademik di
lingkungan PT yang akan memicu peningkatan mutu dan daya saing. Di samping itu faktor biaya
atau Standar 6 ini merupakan implikasi dari semua standar. Artinya pencapaian semua standar
sangat ditentukan dari kecukupan standar biaya. Berdasarkan hasil penelitian dan kajian terhadap
Standar 6: (Pembiayaan) secara keseluruhan fakultas atau UPI rata-rata mencapai skor 3.5 atau
pada kategori baik. Berdasarkan indikator keterlibatan program studi dalam perencanaan alokasi
dan target kinerja, ternyata prodi tidak diberi otonomi dalam membuat alokasi tetapi dalam
pengelolaan dana dilibatkan. Berdasarkan tingkat capaian tersebut mempunyai makna bahwa
pendekatan yang dilakukan masih top down. Artinya, alokasi anggaran prodi berdasarkan pagu
yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan dan penentu kebijakan di tingkat universitas. Prodi
tidak diberi kekuasaan untuk membuat kebutuhan alokasi biaya yang akan dikembangkannya
terutama akademik, keilmuan, dan unsur pendukungnya.
Implementasi model ABC masyarakatnya pemberian otonomi yang seluas-luasnya
terhadap pimpinan prodi untuk mengembangkan aktivitas akademik, keilmuan, dan learning
needs dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Alokasi dana yang memenuhi standar
kecukupan berbasis ABC memungkinkan setiap prodi berkembang lebih cepat. Pengadaan bahan
belajar, buku-buku teks, jurnal internasional, akses dan pendayagunaan ICT, digital library yang
dimiliki oleh program studi cenderung masih sangat terbatas dan tidak merata. Peningkatan
kemampuan akademik dosen di berbagai bidang studi masih sangat terbatas, riset dan
pengembangan yang terakreditasi secara nasional dan internasional juga masih sangat terbatas.
Kondisi ini memerlukan perhatian yang serius dari para penentu kebijakan karena menjadikan
hasil akreditasi program studi secara rata-rata (60%) memperoleh B, dan sebagian (40%)
memperoleh A dari berbagai strata, sehingga hasil akreditasi universitas memperoleh B. Upaya-
upaya untuk meningkatkan nilai akreditas universitas, memerlukan dukungan kebijakan dan
komitmen politik dalam peningkatan alokasi dana pendidikan yang terfokus pada kegiatan
akademik sebagai aktivitas utama.
Pencapaian Standar 3: yaitu Mahasiswa dan lulusan memperoleh skor rata-rata 3,2 berada
dalam kategori sedang yang mengambarkan indikator prestasi akademik, pengembangan minat
dan bakat. Standar 3 menggambarkan secara komprehensif tentang masa tunggu kerja pertama,
kesesuaian bidang kerja dengan bidang studi dan posisi kerja pertama serta bagaimana partisipasi
alumni dalam mendukung pengembangan akademik program studi. Pencapaian standar ini
tergolong paling rendah dibandingkan pencapaian standar lain. Artinya standar 3 ini belum
menjadi prioritas tertinggi dalam upaya peningkatan mutu dan daya saing PT/LPTP. Selanjutnya,
pencapaian standar lainya yang tergolong paling rendah yaitu standar 7 yaitu penelitian.
Pencapaian standar 7: yaitu penelitian, pencapaian standar ini masuk kategori kurang (2.9). Artinya
secara umum jumlah artikel ilimiah yang dihasilkan oleh dosen sesuai bidang keahliannya dengan
program studi masih sangat kurang. Tingkat produktivitas dan mutu hasil penelitian, baik
terakreditasi nasional apalagi tingkat internasional masih sangat terbatas. Meskipun peluang
meneliti bagi para dosen sangat terbuka, tetapi ditinjau dari aspek kecukupan biaya riset yang
berskala nasional apalagi internasional peneliti menganggap masih terbatas.
2. Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam mengkaji hasil penelitian ini peneliti menggunakan kriteria untuk menilai kinerja
kebijakan amggaran LPTK dari aspek kecukupan (adequacy) dan aspek keefektifan
(effectiveness). Sedangkan menjadi landasan kebijakan atau regulasi yaitu Undang Undang
Pendidikan Tinggi No.12. Mengacu pada regulasi yaitu Udang-Undang Pendidikan Tinggi no. 12
tahun 2012 pasal 88 tentang Pembiayaan dan Pengalokasian, yaitu: pertama, ayat (1) yang
berbunyi bahwa pemerinatahan menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi
secara periodik dengan mempertimbangkan: a. capaian Standar Nasioonal Pendidikan Tinggi, b.
jenis program studi, dan c. indeks kemahalan wilayah. kedua, ayat (2) Standar satuan biaya
operasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk
mengalokasikan anggaran dalam Anggaran Pendapat dan Belanja Negara PTN. Ketiga, ayat (3)
Standar satuan biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar
oleh PTN untuk menetapkan biaya yang digunakan oleh Mahasiswa.
a. Analisis Kecukupan Biaya
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu atau tahap pertama besaran biaya kuliah tunggal (UKT)
per mahasiswa per tahun di lingkungan LPTK untuk setiap program studi (cluster keilmuwan)
antara bidang ilmu teknologi dan nonteknologi tidak terdapat perpedaan yang signifikan, yaitu
berkisar antara Rp. 4 juta s.d. Rp. 5 juta. Sedangkan berdasarkan Perhitungan Learning Activity
Based Costing (LABC) biaya per mahasiswa untuk bidang studi teknologi mencapai Rp. 13 juta
dan nonteknologi Rp. 9 juta. Artinya, hasil perhitungan dengan pendekatan LABC yang
memebedakan jenis program studi hasilnya jauh lebih tinggi dari biaya yang telah di tetapkan oleh
pemerintah dalam UKT.
Activity based costing (ABC) adalah pendekatan dalam penentuan biaya yang
membebankan biaya biaya kedalam produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang
disebabkan oleh aktivitas. Sumber daya dibebankan ke aktivitas, kemudian aktivitas dibebankan
ke objek biaya. ABC memperkenalkan hubungan sebab akibat antara pemicu biaya (cost driver)
dengan aktivitas. Dalam konteks penentuan alokasi biaya Pendidikan tinggi standar kompetensi
setiap bidang atau jenis keilmuan merupakan penentu besaran kecukupan biaya (adequacy).
Sedangkan penentuan UKT berdasarkan biaya dan pendekatan budget atau anggaran yang tersedia
yang menjadi pagu setiap departemen sebagai yang telah di tetapkan dalam kebijakan pemerintah
yang tertuang pada APBN. Pendekatan APBN itu merupakan pendekatan makro sedangkan
pendekatan ABC lebih bersifat mikro. Pendekatan ABC mempunyai 2 asumsi, yaitu aktivitas yang
menyebabkan biaya dan produk menyebabkan timbulnya permintaan dan aktivitas. Artinya, biaya
ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Dengan demikian, pemahaman yang benar
tentang aktivitas konsep Pendidikan (LPTK) yang menyebabkan timbulnya biaya akan
mempengaruhi penentu kebijakan dalam pengalokasian biaya Pendidikan berbasis pada
karakteristik bidang studi.
Secara sederhana keterkaitan aktivitas Tri Dharma PT dengan sumber daya atau biaya
dapat di gambarkan sebagai berikut.
SUMBER DAYA (BIAYA)………………..AKTIVITAS TRI
DHARMA………………………………..BIDANG STUDI /CLUSTER
(RESOURCES) (AKTIVITIES)
(PRODUCT: Disiplin ilmu dan Pendidikan Displin ilmu )
Pendekatan ABC berangkat dari keyakinan bahwa sumber daya atau biaya yang memadai
dan menyediakan kemampuan atau power untuk melasanakan aktivitas bukan sekedar
menyebabkan timbulnya biaya yang dialokasikan. Dalam kaitan itu penyebab terjadinya biaya
yaitu aktivitas yang harus di Kelola secara professional. Pengolaan secara professional tentunya
harus didukung oleh system informasi manajemen yang baik.
Pendidikan yang bermutu tidak mungkin dapat dicapai tanpa kecukupan biaya sesuai dengan
standar. Investasi yang besar dalam Pendidikan juga tidak serta merta dapat meningkatkan mutu
dan mendongkrak daya saing PT jika tidak dialoksikan dengan tepat sesuai dengan program-
program utama yang menjadi prioritas Pendidikan. Educational enterprise atau investasi yang
besar dari negara akan menghasilkan Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan
(educational product) jika prinsip adekuasi dan keefektifan dalam kebijakan alokasi anggaran
Pendidikan dilaksanakan secara konsisten.

b. Analisis keefektifan biaya


Keefektifan biaya dimaksudkan untuk mengukur dampak biaya sebagai salah satu
sumber daya Pendidikan dalam mencapai tujuan -tujuan Pendidikan pada setiap program
studi.
Analisis keefektifan biaya mengacu pada standar biaya (standar 6) dalam system
audit mutu internal (AMI). Apa yang menjadi indikator dalam AMI untuk standar biaya
terdapat 2 aspek, yaitu sebagai berikut.
1. Keterlibatan program studi dalam perencanaan target kinerja, perencanaan alokasi
pengelolahan dana. Hal itu semua harus tercermin dalam proses pengelolaan dan
pertanggungjawaban secara transparan dan akuntabel.
2. Dana operasional untuk mendukung kegiatan Tri Dharma pwerguiruan tinggi harus
memenuhi kelaykan jumlah kebiayan jumlah dan tepat waktu.
Pencapaian standar biaya berdasarkan hasil AMI 2014 di universitas Pendidikan Indonesia
yang mencapai skor 3,5 dari standar ideal 4,0 menunjukkan harkat dan pengingat yang baik.
Artinya, program studi tidak diberi otoritas dalam menentukan keputusan atas kecukupan yang
termasuk dalam keaktifan- keaktifan PT, meskipun prodi merupakan unit akademik dasar
hanya dilibatkan dalam pengeloaannya. Kondisi ini nmembawa implikasi terhadap pencapaian
hasil akreditasi setiap prodi yaitu dari 137 program studi yang memperoleh nilai A sebanyak
40% (55 prodi), 13 prodi belum menyampaikannya. Artinya, terdapat kecenderungan bahwa
faktor ketidakcukupan biaya membawa implikasi kurang mampu mendorong setiap prodi
untuk lebih meningkatkan mutu kinerjanya. Kesenjangan dalam pemenuhan standar kebutuhan
setiap prodi yang berkisar 50% dari dana yang dapat disediakan pemerintah dan tidak diberi
otoritas dalam membuat kebijakan alokasi pada masing-masing prodi merupakan salah satu
faktor penghambat dalam upaya peningkatan mutu di LPTK (PT).
C. Ikosistensi kebijakan
Berdasarkan hasil FGD diperoleh kesimpulan sementara bahwa belum ada
kebijakan yang jelas bagi setiap PT untuk menerapkan pendekatan ABC dalam menentukan
unit cost per mahasiswa per bidang studi. Sementara itu upayan peingkatan mutu PT dan daya
saing global memerlukan dukungan kebijakan dalam penerapan model LABC ysng disertai
sosialisasi kebijakan dan cara atau metode perhitunganya. Terdapat kecenderungan umum di
lingkungan LPTK belum memahami konsep LABC, bagaimana penerapanya dan apa
manfaatnya bagi setiap LPTK atau PT.
Kebijakan yang berlaku saat ini adalah membuat alokasi dana Pendidikan di PT
menggunkan model line item budget sebgaiman yang terdapat dalam dokumen rincian kertas
satker kementrian DIKTI, line item budget yaitu oenentuan alokasi dana PT menggunakan
nomer atau item anggaran untuk setiap belanja ( honor, barang, bahan, modal) atau pengeluaran
yang sama sekali tidak berbasis pada kinerja prodi di setiap PT. sementara itu dalam model
LABC dikenal adanya cost driver yaitu yang menyebabkan adanya perubahan biaya aktivitas.
Cost driver merupakan faktor yang dapat diukur dan digunakan untuk membebankan biaya
dari satu aktivitas ke aktivitas lain, produk atau jasa. Cost driver ini di LPTK berupa jumlah
mahasiswa per prodi, lama studi, dan jumlah kegiatan pratikum yang sangat bervariasi untuk
setiap bidang studi. Dalam konteks ini tidak mungkin dapat dihitung secara valid jika tidak
melibatkan masing-masing prodi dalam kebijakan alokasi biaya atau unit cost per mahasiswa.
D. Analisis hubungan biaya dan mutu
Penentuan biaya satuan atau unit cost Pendidikan merupakan keputusan penting yang akan
memengaruhi kinerja atau hasil yang diharapkan oleh suatu Lembaga Pendidikan. Analisis
standar biaya (cost standard) yaitu mengkaji keterkaitan antara biaya yang dibutuhkan
(standar) dalam proses belajar (academik) yang terstandardisasi dengan pencapian mutu
(quality) yang juga terstandar. Pendekatan dalam terminologi studi pembiayaan dikenal
dengan pendekatan cost quality relationship. Menurut sistem ABC, biaya Pendidikan secara
garis besar dapat dikategorikan ke dalam kelompok besar yaitu, aktivitas utama dan aktivitass
penunjang. Aktivitas utama yaitu aktivitas Tri Dharma PT yaitu penelitian, pengajaran dan
pengabdian pada masyarakat, sedangkan aktivitas penunjang yaitu biaya yaitu biaya
pengadaan infrastruktur dan manajemen. Dalam konteks ini ABC bermanfaat untuk
mendatangkan perbaikan yang berkesinambungan (continuous quality improvement ) melalui
analisis aktivitas.
Berdasarkan hasil evaluasi AMI secara umum dari tujuh standar yang dinilai rata-rata
diperoleh nilai 3,5 (baik). Meskipun demikian, artinya masih perlu upaya-upaya untuk
mencapai milai tertinggi yaitu 4,0 dan mencapai nilai akreditasi setiap program studi A. kondisi
ini dianggap sebagai adanya kesenjangan dengan apa yang diharapkan (gap) yang cukup besar
karena Sebagian besar prodi masih berkareditasi B dan c.
Kajian terhadap implementasi kebijakan dalam pengalokasian anggaran di lingkungan PT
termasuk untuk LPTK didasarkan atas hasil studi dokumen anggaran pengamatan peneliti
selama ini penentuan alokasi biaya untuk setiap program studi berdasarkan pendekatan top
down policy. Artinya, alokasi biaya untuk setiap program studi sudah ditentukan besarannya
oleh penentu kebijakan pada tingkat pusat dan atau universitas. Sementara itu apa yang
menjadi kebutuhan biaya setiap prodi yang didasarkan pada karaakteristik bidang studi tiidak
dijadikan pertimbangan dalam menentukan besaran alokasi. Keterlibatan unsur pimpinan prodi
dalam membuat kebijakan anggaran dalam menentukan rencana kegiatan dan anggaran
tahunan (RKAT) di LPTK tidak pernah dilibatkan. Para pimpinan program studi menerima
alokasi anggaran atas dasar pagu yang telah di tetapkan.
1. Sementara itu penerapan model activity based costing daalam membuat kebijakan
anggaran membuat kebijakan mensyaratkan adanya keterlibatan setiap unit akademik yang
paling dasar yaitu program studi atau pendekatan bottom up.hal ini di dasarkan atas atas
unsur gag prrodi dianggap paling memahami kebutuhan anggaran atas dasar karakteristik
masing-masing bidang studinya. Besaran biaya pendidikan studi untuk setiap kelompok
bidang studi didasarkan atas standar kompetensi yang ingin dicapai, standar mutu proses
pembelajaran (learning Activity), dan implikasinya pada kebutuhan biaya yang memenuhi
standar kecukupan (cost standar). Para pakar ABC antara lain lima, (2021), blocher,
(2011), franscesca, (2004), mengemukan banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan
menerapkan metode atau model ABCdalam membuat kebijakan alokasi biaya terutama
bagi oganisasi yang menekankan pada produktivitas dan efisiensi seperti perguruan tinggi,
yaitu: 1. Pengambilan keputusan akan lebih akurat mengenai biaya yang dipacu oleh
aktivitas, 2. Membantu pinjaman unit organisasi akademik dasar untuk meningkatkan mutu
proses dan produk atau hasil belajar, 3. Lebih efektif dalam memberikan dukungan
terhadap setiap aktivitas akademik, 4. Mendorong setiap proyek atau unit-unit bisnis
strategis untuk meningkatkan nilai tambah (added value), dan 5. Perbaikan dalam proses
sistem ABC menyediakan informasi untuk mengidentifikasi bidang-bidang (Tri Dharma
PT) yang membutuhkan perbaikan atau peningkatan mutu kinerja. Dalam konteks upaya
peningkatan mutu dan daya saing PT/ LPTK, sistem activity based costing dapat
meyakinkan Lembaga dalam mengambil Langkah yang tepat dan strategis karena
pengurangan biaya atau efisiesi trus dilakukan. Penetapan unit cost mahasiswa secara benar
berbasis aktivitas membuat daya saing PT akan lebih meningkat. Transparansi dan
akuntabilitas PT dapat terus ditingkatkan melalui sistem ABC. Analisis biaya dan aktivitas
akan berdampak terhadap Tindakan atau keputusan untuk mengeliminasi atau perbaikan
terhadap aktivitas yang tidak bernilai. Sementara itu pada metode konvensional seringkali
banyak biaya yang tidak penting dan tidak relevan ditinjaudari fungsi biaya (cost function)
tidak jelas atau terrsembunyi sehingga sulit untuk melakukan Tindakan pengurangan atau
penghapusan biaya.
Sistem ABC menghasilkan informasi biaya pendidikan untuk proses
danhasilpenyelenggaraan PT dapat lebih diandalkan. Namun demikian, sebagai suatu
sistem tidak mudah seluruh biaya dibebankan kepada objek biaya khususnya dalam sistem
pendidikan. Benefit adalah hasil investasi pendidikan bersifat jangka Panjang. Ada yang
sifatnya individu (private benevits) artinya peserta didik sendiri yang memperoleh hasilnya
dan ada yang diterima oleh masyarakat,dunia usaha pemerintah (social benefit). Demikian
pula benefit pendidikan tidak dapat diukur dan dinilai berdasarkan moneter atau dibuat
kalkulasi biaya.
Dalam kaitannya dengan aktifitas pendidikan, tidak setiap aktivitas pendidikan,
tidak setiap aktivitas pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat secara rill
menyebabkan biaya. Artinya tidak semua sumber daya yang diperlukan untuk
penyelenggaraan pendidikan dapat dibuat alokasi biayanya. Terdapat beberapa komponen
biaya yang seharusnya dialokasikan ke departemen atau program studi tidak jelas
produknya atau hasilnya. Artinya, tidak jelas aktivitas tersebut menyebabkan timbulnya
biaya. Biaya produk dan jasa dalam sistem pendidikan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kegiatan perkuliahan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat tidak
dapat diidentifikasikasi seluruhnya. Sementara itu, sistem ABC memerlukan setiap
komponen biaya dirinci secara jelas berdasarkan aktivitas yang berbeda. Artinya
penglolaan biaya .
Tabel 16.23
Dengan metode Activity Based Costing dapat mengukur besaran biaya per aktivitas dalam rangka
penentuan standar biaya pendidikan

Nilai Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 2 16,67 10
4 Setuju 10 83,33 40
3 Kurang setuju 0 0 0
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangatt tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 50

Berdasarkan tabel 16.23 menunjukan bahwa dari 12 responden 83,33% (10 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya metode Activity Based Costing dapat mengukur besaran biaya per
Aktivitas dalam rangka penentuan standar biaya pendidikan. Sementara sisanya 16,67% (12
responden) menjawab sangat setuju.

Tabel 16.24
Dengan metode Activity Based Costing akan ada peningkatan transparansi biaya pendidikan

Nilai Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 4 33,33 20
4 Setuju 8 66,67 33
3 Kurang setuju 0 0 0
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangat tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 52
Berdasarkan tabel 16.24 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 66,67% (8 responden) menjawab
sangat setuju berkaitan dengan adanya metode Activity Based Costing akan ada peningkatan
transparansi biaya pendidikan. Sementara sisanya 33, 33% (4 responden) menjawab sangat setuju.
Tabel 16.25
Dengan metode Activity Based Costing dapat mengidentifikasi variabel cost dalam kegiatan utama
perkuliahan

Nilai Alternatif jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 2 16,67 10
4 7 setuju 9 75 40
3 Kurang setuju 1 8,33 0
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangat tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 50

Berdasarkan tabel 16.25 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden) menjawab
sangat setuju berkaitan dengan adanya metode Activity Based Costing dapat mengidentifikasi
variabel cost dalam kegiatan utama perkuliahan. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab
sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.26
Dengan metode Activity Based Costing dapat mengukur/menghitung variabel cost dalam kegiatan
utama perkuliahan

Nilai Alternatif jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 3 25 15
4 Setuju 9 75 36
3 Kurang setuju 0 0 0
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangat tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 10 51

Berdasarkan tabel 16.26 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden) menjawab
sangat setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengukur atau
menghitung variabel cost dalam kegiatan utama perkuliahan. Sementara sisanya 25% (3
responden) menjawab sangat setuju.
Tabel 16.27
Dengan metode activity based costing dapat mengidentifikasi fixed cost dalam kegiatan utama
perkuliahan

Nilai Alternatif jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 2 16,67 10
4 Setuju 9 75 36
3 Kurang etuju 1 8,33 3
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangat tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 49

Berdasarkan tabel 16.27 menunjukkan bahwa dari 12 responden 75% (9 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengidentifikasi fixed cost
dalam kegiatan utama perkuliahan. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab sangat setuju dan
sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.28
Dengan metode activity based costing dapat mengukur atau menghitung fixed cost dalam kegiatan
utama perkuliahan

Nilai Alternatif jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 2 16,67 10
4 Setuju 9 75 36
3 Kurang setuju 1 8,33 3
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangat tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 49

Berdasarkan tabel 16.28 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengukur/menghitung fixed
cost dalam kegiatan utama perkuliahan. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab sangat setuju
dan sisanya 8,33% (1 responden)
menjawab kurang setuju.
6. Gambaran umum faktor pendukung pada aktivitas pendukung
Dengan adanya penggunaan metode activity based costing (ABC) di dalam pengelolaan dan
penetapan standar biaya pendidikan berbasis aktivitas, responden menyatakan beberapa kelebihan
yang didapat dengan menggunakan metode ilmiah seperti adanya perbaikan mutu sistem
pengkajian biaya secara lebih efisien, lengkap dan akurat. Selain itu penggunaan metode activity
based costing (ABC) menurut responden akan berimbas pada pengurangan biaya karena dapat
mengelola aktivitas lebih baik (dapat pula memperbaiki aktivitas-aktivitas yang dirasa kurang
bernilai tambah atau efisien), serta penggunaan metode activity base costing (ABC) ini menurut
responden dapat pula menghasilkan perkiraan standar biaya perkuliahan cara tepat tetapi tetap
sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku. Metode Activity based costing (ABC)
membuat para responden dapat mengidentifikasi dan mengukur variabel cost dan fixed cost dalam
kegiatan/aktivitas pendukung perkuliahan.
Sebagian besar responden mengatakan bahwa responden dapat menentukan biaya joint cost yang
timbul dari kegiatan manajemen di fakultas masing-masing yang digunakan untuk mendukung
kegiatan perkuliahan. Untuk biaya operasi nonpersonalia yang timbul di setiap fakultas di
lingkungan universitas pendidikan Indonesia sendiri, sebagian responden menyatakan bahwa
terdapat perhitungan akan alokasi biaya alat tulis perkuliahan, biaya alat dan bahan habis pakai,
biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, lokasi daya dan jasa, biaya transportasi/perjalanan dinas,
alokasi biaya konsumsi dan pelaporan, sedangkan untuk perhitungan alokasi biaya asuransi hanya
sebagian kecil saja responden yang memperhitungkan alokasi untuk biaya tersebut.
Guna mengetahui lebih jelas mengenai gambaran faktor pendukung pada aktivitas pendukung
dapat dilihat melalui analisis tanggapan responden berikut.

Tabel 16.29
Dengan metode activity based costing dapat memperbaiki mutu sistem pengkajian biaya secara
lebih efisien, lengkap dan akurat

Nilai Alternatif jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 3 25 15
4 Setuju 8 66,67 32
3 Kurang setuju 1 8,33 3
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangat tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 50

Berdasarkan tabel 16.29 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 66,67% (8 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat memperbaiki mutu sistem
pengkajian biaya. Sementara 25% (3 responden) menjawab sangat setuju dan sisanya 8,33% (1
responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.30
Dengan metode activity based costing segala aktivitas yang terjadi lebih terkontrol dengan baik
dan berimbas pada pengurangan biaya.

Nilai Alternatif jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 2 16,67 10
4 Setuju 9 75 36
3 Kurang setuju 1 8,33 3
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangat tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 49

Berdasarkan tabel 16.30 tunjukkan bahwa dari 12 responden,75% (9 responden) menjawab setuju
berkaitan dengan adanya metode activity based costing segala aktivitas yang terjadi lebih terkelola
dengan baik dan berimbas pada pengurangan biaya. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab
sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.31
Dengan metode activity based costing akan mampu menghasilkan perkiraan standar biaya
perkuliahan dengan tepat dan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku

Nilai Alternatif jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat setuju 2 16,67 32
4 Setuju 8 66,67 10
3 Kurang setuju 2 16,67 0
2 Tidak setuju 0 0 0
1 Sangat tidak setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 48

Berdasarkan tabel 16.31 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 66,67% (8 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya
Metode activity Based Costing akan mampu menghasilkan perkiraan standar biaya perkuliahan
dengan tepat dan sesuai dengan kebijakan dan perturan yang berlaku. Sementara 16,67% (2
responden) menjawab sangat dan sisanya 16,67% (2 responden) menjawab kurang kurang setuju.
Tabel 16.32
Dengan metode Activity Based Costing dapatmelakukan perbaikan padaaktivitas yang kurang
bernilai tambah atau kurang efisien.

Nilai Alternative Jawaban Frekuensi Presentasi Skor


5 Sangat Setuju 3 25 15
4 Setuju 8 66,67 32
3 Kurang Setuju 1 8,33 3
2 Tidak Setuju 0 0 0
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Nilai 12 100 50
Berdasarkan tabel 16.32 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 66,67% (8 responden)
menjawab setuju berkaitan dengan adanya metode Activity Based Costing dapat melakukan
perbaikan pada aktivitas yang kurang bernilai tambah atau kurang efisien. Sementara 25% (3
responden) menjawab sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.33
Dengan metode Activity Based Costing dapat mengindentifikasi Variable Cost dalam kegiatan
pendukung perkuliahan.

Nilai Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 2 16,67 10
4 Setuju 5 41,67 20
3 Kurang Setuju 3 25 9
2 Tidak Setuju 2 16,67 4
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 43
Berdasarkan Tabel 16.33 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 41,67% (5 responden)
menjawab setuju berkaitan dengan adanya metode Activity Based Costing dapat mendintifikasikan
Variable Cost dalam kegiatan pendukung perkuliahan. Sementara 25% (3 responden) menjawab
kurang setuju, 16,67% (2 responden) menjawab kurang setuju dan sisanya 16,67% (2 responden)
menjawab tidak setuju.
Tabel 16.34
Dengan metode activity based costing dapat mengukur atau menghitung variable cost dalam
kegiatan pendukung perkuliahan

Nilai Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 2 16,67 10
4 Setuju 9 75 36
3 Kurang Setuju 1 8,33 3
2 Tidak Setuju 0 0 0
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 49
Berdasarkan tabel 16.34 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden)
menjawab setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengukur/
menghitung variabel cost dalam kegiatan pendukung perkuliahan. Sementara 16, 67% (2
responden) menjawab sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.35
Dengan metode activity based costing dapat mengidentifikasi fixed cost dalam kegiatan
pendukung perkuliahan.

Nilai Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 2 16,67 10
4 Setuju 7 58,33 28
3 Kurang Setuju 3 25 9
2 Tidak Setuju 0 0 0
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 47
Berdasarkan tabel 16.35 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 58,33% (7 responden)
menjawab 7 berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengidentifikasi fixed
cost dalam kegiatan pendukung perkuliahan titik sementara 25% (3 responden) menjawab kurang
setuju dan sisanya 16,67% (2 responden) menjawab sangat setuju.
Tabel 16.36
Dengan metode activity based costing dapat mengukur/menghitung fixed cost dalam kegiatan
pendukung perkuliahan.

Nilai Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 2 16,67 10
4 Setuju 8 66,67 32
3 Kurang Setuju 2 16,67 6
2 Tidak Setuju 0 0 0
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 48
Berdasarkan tabel 16.30 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 66,67% (8 responden)
menjawab 7 berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengukur/menghitung
fixed cost dalam kegiatan pendukung perkuliahan. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab
kurang setuju.
7. Gambaran Umum Faktor Penghambat pada Aktivitas Utama
Penerapan metode activity based costing (ABC) di dalam pelaksanaan di lapangan pada
aktivitas utama perkuliahan menurut sebagian besar responden titik penggunaan metode ini masih
terhalang oleh beberapa faktor penghambat seperti kesulitan menjalankan metode ini karena
kurangnya pemahaman akan metode ABC, belum terintegrasinya sistem akuntansi dan keuangan
yang terkomputerisasi serta berkaitan juga dengan biaya memiliki penggerak
Guna mengetahui lebih jelas mengenai gambaran faktor penghambat pada aktivitas utama
dapat dilihat melalui analisis tanggapan responden berikut
Tabel 16.37
Penggunaan atau pelaksanaan metode activity based costing ini rumit atau sulit dijelaskan.

Nilai Alternatif Jawaban Frekuensi Persentasi Skor


5 Sangat Setuju 0 0 0
4 Setuju 2 16,67 8
3 Kurang Setuju 9 75 27
2 Tidak Setuju 1 8,33 2
1 Santa Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 37
Berdasarkan tabel 16 titik 37 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden)
menjawab kelas 7 berkaitan dengan pernyataan mengenai penggunaan atau pelaksanaan metode
activity based costing rumit atau sulit dijalankan, sementara 16,67% (2 responden) menjawab
setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab tidak setuju.
Tabel 16.38
Masih banyak hal yang kurang dipahami dari metode activity based costing

Nilai Alternative jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 1 8,33 5
4 Setuju 6 50 24
3 Kurang Setuju 4 33,33 12
2 Tidak Setuju 1 8,33 2
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 43
Berdasarkan tabel 16.38 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 50% (6 responden)
menjawab 7 berkaitan dengan pernyataan mengenai masih banyak hal yang kurang dipahami dari
metode activity based costing. Sementara 33,33% (4 responden) menjawab kurang setuju, 8,33%
(1 responden) menjawab sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab tidak setuju.
Tabel 16.39
Belum terintegrasinya sistem akuntasi dan keuangan yang terkomputerisasi

Nilai Alternatif jawaban Frekuensi Persentasi Skor


5 Sangat Setuju 1 8,33 5
4 Setuju 8 66,67 32
3 Kurang Setuju 3 25 9
2 Tidak Setuju 0 0 0
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 46
Bedasarkan tabel 16.39 menunjukkan bahawa dari 12 responden, 66,67% (8 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan pernyataan mengenai bellum terintegrasinya sistem akuntasi dan
keuangan yang terkomputerisasi. Sementara 25% (3 responden) menjawab kurang setuh=ju dan
sisanya 8,33% (1 responden) menjawab sangat setuju.
Tabel 16.40
Tidak semua biaya memiliki penggerak biaya akuntasi biaya konsumsi sumber daya atau aktivitas
yang tepat

Nilai Alternative jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 3 25 15
4 Setuju 8 66,67 32
3 Kurang Setuju 1 8,33 3
2 Tidak Setuju 0 0 0
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 50
Berdasarkan rabel 16.40 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 66,67% (8 responden)
menjawab setuju berkaitan dengan pernyataan mengenai tidak semua biaya memiliki penggerak
biaya komsumsi sumber daya atau aktivitas yang tepat. Sementara 25% (3 responden) menjawab
sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.

8. Gambaran Umum Faktor Penghambat pada Aktivitas Pendukung


Penerapan metode activity basaed costing (ABC) di dalam pelaksanaan dilapangan pada
aktivitas pendukung perkuliahan Menurut sebagian besar responden, penggunaan metode ini
masih terhalang oleh beberapa faktor penghambat, seperti biaya konsumsi dan sumber daya yang
terkadang tidak semua dapat dilakukan, mekanisme kontrol yang terkadang sulit dilakukan untuk
mengingat belum adanya standar operasional serta ketentuan-ketentuan penentu efisiensi biaya
yang pasti..
Guna mengetahui lebih jelas mengenai gambaran faktor penghambat pada aktivitas
pendukung dapat dilihat melalui analisis lapangan responden berikut.
Tabel 16. 41
Biaya produk jasa yang diidentifikasi metode activity based costing cenderung tidak mencakup
seluruh biaya yang berhubungan dengan produk atau jasa berjasa tersebut.

Nilai Alternative jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 1 8,33 5
4 Setuju 4 33,33 16
3 Kurang Setuju 6 50 18
2 Tidak Setuju 1 8,33 2
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 41
Berdasarkan tabel 16.41 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 50% (6 responden)
menjawab kelas 7 berkaitan dengan pernyataan mengenai biaya produk jasa yang diidentifikasi
metode activity based costing cenderung tidak mencakup seluruh biaya yang berhubungan dengan
produk atau jasa tersebut. Sementara 33,33% (4 responden) menjawab setuju, 8,33% (1 respinden)
menjawab sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab tidak setuju.
Tabel 16.42
Metode activity based costing mahal dan membutuhkan banyak waktu

Nilai Alternative jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 0 0 0
4 Setuju 3 25 12
3 Kurang Setuju 9 75 27
2 Tidak Setuju 0 0 0
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 39
Berkaitan tabel 4.4 buah menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden)
menjawab kurang setuju berkaitan dengan pernyataan mengenai pelaksanaan metode activity
based costing mahal dan membutuhkan banyak waktu. Sementara sisanya 25% (3 responden)
menjawab setuju.
Tabel 16.43
Kemungkinan kesalahan dalam identifikasi biaya dengan menggunakan metode activity based
costing cukup besar.
Nilai Alternative jawaban Frekuensi Persentase Skor
5 Sangat Setuju 2 16,67 10
4 Setuju 6 50 24
3 Kurang Setuju 3 25 9
2 Tidak Setuju 1 8,33 2
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 45
Berdasarkan tabel 16.43 Menunjukkan bahwa dari 12 responden, 15% (6 responden)
menjawab 7 berkaitan dengan pernyataan mengenai kemungkinan kesalahan dalam identifikasi
biaya dengan menggunakan metode activity based costing cukup besar. Sementara 25% (3
rsaponden) menjawab kurang setuju 16,67% (2 responden) menjawab sangat setuju dan sisanya
8,33% (1 responden) menjawab Tidak setuju.
Tabel 16.44
Mekanisme pengontrolan metode activity based costing sulit dilakukan mengingat belum ada
standar operasional serta ketentuan-ketentuan penentu efisiensi biaya yang pasti

Nilai Alternative jawaban Frekuensi Persentase Skor


5 Sangat Setuju 1 8,33 5
4 Setuju 6 50 24
3 Kurang Setuju 5 41,67 15
2 Tidak Setuju 0 0 0
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0
Jumlah 12 100 44
Berdasarkan tabel 16 titik 4 4 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 50% (6 reaponden)
menjawab setuju berkaitan dengan pernyataan mengenai mekanisme control activity based costing
sulit dilakukan mengingat belum ada standar operasional serta ketentuan-ketentuan penentu
efisiensi yang titik Sementara 41,67% l( 5 responden) menjawab kelas 7 dan sisanya 8,33% (1
responden) menjawab sangat setuju.

C. Rekapitulasi Hasil Penelitian


Rekapitulasi skor hasil penelitian mengenai tanggapan responden berkaitan dengan
penerapan metode activity based costing di Universitas Pendidikan Indonesia terdiri dari 4 dimensi
dan setiap dimensi terdiri dari dua indikator sehingga terdapat 44 item pertanyaan yang dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 16.45
Rekapitulasi hasil tanggapan responden
Variable (x) No. Perolehan Skor (%) ket
Activity based costing item skor ideal
1 49 60 81,7 Tinggi
2 45 60 75,0 Tinggi
3 47 60 78,3 Tinggi
Biaya utama 4 40 60 66,7 Sedang
5 37 60 61,7 Sedang
6 46 60 76,7 Tinggi
7 40 60 66,7 Sedang
Biaya tanggung Total 304 420 72,4 Tinggi
1 48 60 80,0 Tinggi
2 41 60 68,3 Sedang
3 43 60 71,7 Sedang
Biaya pendukung 4 44 60 73,3 Tinggi
5 47 60 78,3 Tinggi
6 46 60 76,7 Tinggi
Total 269 360 74,7 Tinggi
Subtotal 573 780 73,5 Tinggi
1 44 80 73,3 Tinggi
Aktivitas utama 2 44 60 73,3 Tinggi
3 47 60 78,8 Tinggi
4 44 60 73,3 Tinggi
Biaya tidak langsung Total 179 240 74,6 Tinggi
1 43 60 71,7 Sedang
Biaya pendukung 2 40 60 66,7 Sedang
3 43 60 71,7 Sedang
Total 126 180 70,0 Sedang
Subtotal 305 420 72,6 sedang
1 47 60 78,3 Tinggi
2 43 60 71,7 Sedang
3 50 60 83,3 Tinggi
Analisis utama 4 52 60 86,7 Tinggi
5 49 60 81,7 Tinggi
6 51 60 85,0 Tinggi
7 49 60 81,7 Tinggi
8 49 60 81,7 Tinggi
Total 390 480 81,3 Tinggi
1 50 60 83,3 Tinggi
2 49 60 81,7 Tinggi
3 48 60 80,0 Tinggi
4 50 60 83,3 Tinggi
5 43 60 71,7 Sedang
6 49 60 81,7 Tinggi
7 47 60 78,3 Tinggi
8 48 60 80,0 Tinggi
Total 384 480 80,0 Tinggi
Subtotal 774 960 80,6 Tinggi
1 37 60 61,7 Sedang
2 43 60 71,7 Sedang
3 46 60 76,7 Tinggi
4 50 60 83.3 Tinggi
Total 176 240 68,3 Sedang
1 41 60 65,0 Sedang
2 39 60 75,0 Tinggi
3 45 60 73,3 Tinggi
4 44 60 70,4 Tinggi
Total 169 240 71,9 Sedang
Subtotal 345 480 75,6 Sedang
TOTAL 1997 2640 75,6 Tinggi
Berdasarkan tabel 16.45 di atas dapat diketahui bahwa persentase tertinggi, yaitu berada
pada dimensi faktor pendukung dengan indikator aktivitas utama dengan perolehan sebuah 390
atau sebesar 81,3% dari skor. Artinya, para pimpinan pada tingkat fakultas di Universitas
Pendidikan Indonesia sudah mengetahui faktor-faktor apa apa saja yang mendukung penggunaan
metode activity based costing pada aktivitas utama dalam perhitungan biaya perkuliahan
Berdasarkan hasil pengelolaan rekapitulasi skor kuesioner penelitian secara menyeluruh
diketahui ukuran wilayah ideal dari activity based costing yang disajikan melalui daerah kontinum
variabel. Adapun langkah-langkah dalam menghitung gaya kontinum tersebut dengan menghitung
skor tertinggi,, dan batasan kriterianya yaitu sebagai berikut

Tinggi = ST x JB x JR
=5 x 44 x 12 = 2640
Rendah = SR x JB x JR
= 1 x 44 x 12 x = 528
Selanjutnya untuk mencari kategori kontinum sedang dapat dihitung dengan menghitung
selisih skor tertinggi dengan skor terendah kemudian hasilnya dibagi tiga, yaitu:
A = 2640 - 528 : 3
=2112 : 3
= 704
Maka batas kriterianya adalah sebagai berikut:
Rendah = 528 + 704 = 1232
Sedang = 1232 + 704 = 1936
Tinggi = 1936 + 704 = 2640

Dari hasil perhitungan tersebut maka diperoleh nilai variable x (activity based costing)
sebesar 1997, selanjutnya hasil kuesioner tersebut ditunjukkan pada daerah kontinum. Daerah
kontinum activity based costing terletak pada daerah tinggi, yaitu antara interval 1936-2640. Oleh
Karena itu, para pimpinan tingkat fakultas di universitas pendidikan Indonesia telah optimal dalam
melakukan penerapan metode activity based costing guna meningkatkan mutu pendidikan.
D. Tanggapan Responden
Sebagian besar responden menyatakan bahwa terdapat beberapa kendala yang dihadapi
untuk memenuhi kebutuhan akademik, di antaranya terkait dengan kekurangan SDM yang relevan
dengan kompetinsi yang dibutuhkan, pengadaan untuk kegiatan akademik masih dari dua sumber,
universitas dan fakultas, peralatan multimedia terbatas (belum bias memenuhi kegiatan akademik
ketika kegiatan akademik yang bersamaan tidak bias dihindari), keterbatasan dana serta adanya
kebutuhan pemenuhan sarana praktikum dan penelitian.
Kendala lainnya meliputi belum ada keseragaman harga atas barang dan aktivitas yang
mendetail (belum ada kebijakan yang mengikat atas keseragaman tersebut), aktivitas yang
direncanakan sering berubah dan perubahannya tidak cukup dilindungi atau di back up aturan
hokum, cost component praktikum masih kecil untuk prodi keteknikan serta rasio alat praktik
dengan mahasiswa masih tinggi.
Adapun upaya yang telah dilakukan oleh sebagian besar responden untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut, di antaranya dengan mengkader SDM yang ada, koordinasi dengan dir.
Akademik agar beberapa pengadaan tidak tumpang tindih, kerjasama antar prodi sehingga dari
semua prodi yang ada bisa dimanfaatkan secara bertahap terus berupaya untuk bisa terpenuhinya
sarana yang ada dengan memprogramkannya pada RKAT fakultas maupun prodi, berusaha
mendapatkan dana tambahan di luar RKAT serta berusaha memperbesar anggaran dengan
menentukan jumlah mahasiswa yang pas untuk rombongan belajar.
Sedangkan upaya lainnya yang telah dilakukan adalah dengan mengadakan dialog atau
diskusi dengan para pengguna dana dan rekanan, menggunakan tenaga honorer, pension lembaga
lain, mengenalkan kebijakan yang bervariabel, mengandalkan dengan adanya pendamping dari
petugas keungan, mengusulkan adanya akuntan untuk setiap unit kerja keungan serta mengajukan
pemenuhan sarana praktikum dan penelitian melalui APBNP.
Selain hasil tersebut, terkait dengan peningkatan mutu pendidikan di universitas
pendidikan Indonesia sebagian besar responden menyatakan bahwa terdapat beberapa biaya
komponen yang menjadi prioritas untuk menentukan peningkatan mutu pendidikan khuusnya di
universitas pendidikan Indonesia, di antaranya gaji dosen dan karyawan, peningkatan kompetensi
dosen dab staf, biaya pelatihan, seminar dan konferensi, menyangkut pengadaan dan pemeliharaan,
pemenuhan sarana multimedia untuk kelancaran pelaksanaan kuliah teori dan praktik termasuk
peralatan laboratorium secara bertahap dengan terkooridinasi internal maupun universitas,
penyelanggaraan praktikum yang berkualitas serta penguasaan sarana pembelajaran di kelas.
Sedangkan biaya komponen laiinnya yang menjadi prioritas untuk peningkatan mutu
pendidikan Indonesia, diantaranya biaya publikasi, biaya penelitian dan pengabdian pada
masyarakat, penciptaan kultur akademik berstandar internasional, kelengkapan sarana
laboratorium, pelajaran yang lebih konstektual dan teknologis, praktikum pembelajaran di
lapangan yang benar-benar terkendali, penelitian yang benar-benar bermanfaat untuk
menyelesaikan masalah, tenaga ilmiah dan forum ilmiah yang dilakukan baik local, nasional, dan
internasional serta pengabdian dosen atas keilmuan dan metodologi inovatif dalam memecahkan
masalah di lapangan.
E. Hasil forum group discussion (FGD)
Berdasarkan focus group discussion (FGD) yang dilakukan pada hari rabu tanggal 17
september 2014 yang diikuti oleh 15 peserta yang terdiri dari 4 orang dekan, 5 orang pembantu
dekan dan 6 orang mahasiswa, diperoleh hasil diskusi sebagai berikut.
Terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan activity basrd costing system
universitas pendidikan Indonesia. Kendala ini terlihat dari hasil survey perbandingan biaya
perkuliahan antara LPTK dan non-LPTK. Kendala utamanya adalah terdapat perbedaan metode
dan pendekatan dalam menentukan biaya perkuliahan masih berdasarkan budgeting based bukan
activity based. Budgeting based costing merupakan pendekatan dan metode yang digunakan untuk
menentukan biaya perkuliahan berdasarkan anggaran yang telah tersedia. Sedangkan activity
based costing merupakan pendekatan dan metode yang digunakan untuk menentukan biaya
perkuliahan berdasarkan biaya berdasarkan segala aktivitas yang telah dijalankan. Sehingga
dengan adanya perbedaan tersebut semakin menjelaskan bahwa penentuan biaya perkuliahan yang
berdasarkan pendekatan dan metode budgeting based costing hanya menentukan biaya
perkukuliahan berdasarkan anggaran yang ada maka segala aktivitas perkuliahan yang dijalankan
akan disesuaikan dengan anggaran yang ada. Sedangkan jika penentuan biaya perkuliahan akan
disesuaikan dengan segala aktivitas perkuliahan sehingga nantinya akan berdampak pada
terpenuhinya segala fasilitas yang dapat mendukung aktivitas perkuliahan. Dengan begitu, proses
perkuliahan dapat berjalan dengan lancer sehingga peningkatan mutu pendidikan akan lebih
mudah tercapai
Adanya perbedaan biaya perkuliahan antara.LPTK dan non-LPTK ini tidak terlepas dari
adanya kebijakan pemerintah yang di tujukan untuk seluruh LPTK yang ada yaitu berkaitan
dengan PTNBH. Kebijajakan berkaitan dengan peraturan bahwa segala operasoinal yang terjadi
dalam LPTK telah di tentukan dananya dari pemerintah pusat sehingga segala aktivitas yang ada
harus disesuaikan dengan anggaran yang telah tersedia. Hal inilah yang menjadikan biaya
perkuliahan LPTK tidak sesuai dengan standar mutu biaya perkuliahan sehingga biaya perkuliahan
LPTK tergolong rendah dibandingkan dengan biaya perkuliahan non-LPTK. Hal ini juga akan
berdampak pada output yang dihasilkan.
Output yang dihasilkan LPTK dan non-LPTK terlihat jelas berbeda terutama berkaitan
dengan kompetensi yang dihasilakan. Kompetensi LPTK tergolong jauh di bawah kompetensi
non-LPTK. Hal ini tidak terlepas dari perbedaan standar biaya perkuliahan. Kompetensi non-
LPTK yang tergolong tinggi dikarenakan adanya standar biaya perkuliahan yang tinggi pula
dimana perhitungan biaya perkuliahan disesuaikan dengan segala aktivitas yang dijalankan.
Sehingga fasilitas yang tersedia lebih lengkap dan dapat menunjang perkuliahan. Sedangkan
kompetensi LPTK berada dibawah non-LPTK. Hal ini jelas terjadi karena standar biaya
perkuliahan LPTK yang lebih rendah sehingga fasilitas yang tersedia pun kurang dapat menunjang
aktivitas perkuliahan karena disesuaikan dengan anggaran yang ada.
Kompetensi yang berbeda antara LPTK dan non-LPTK membuat perbedaan tersebut
semakin terlihat karena kompetensi merupakan dasar dari terciptanya standar mutu untuk
pendidikan. Dapat dikatakan bahwa LPTK memiliki standar mutu pendidikan yang berbeda jauh
dibawah non-LPTK. Selain itu, terdapat pula perbedaan berkaitan dengan kegiatan internal yanga
ada pada LPTK dan non-LPTK. Adanya perbedaan kebijakan tersebut membuat managemen
system yang ada di LPTK dan non-LPTK berbeda.
Sebaiknya, untuk menentukan biaya perkuliahan terlebih dahulu memprediksi dan
menentukan kebutuhan lulusan/ output. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang dicapai lebih jelas
dan terarah. Dengan mengetahui terlebih dahulu mengenai kebutuhan dari segala aktivitas
perkuliahan maka perhitungan biaya perkuliahan dilakukan berdasarkan aktivitas yang ada
sehingga denga adanya standar biaya berdasarkan biaya aktivitas maka fasilitas yang tersedia dapat
lebih menunjang untuk segala aktivitas yang dijalankan mahasiswa. Hal ini akan berdampak pada
kompetensi yang dihasilakan menjadi lebihn baik sehingga terjadi peningkatan standar mutu
pendidikan.
Untuk survey perbandingan biaya perkuliahan seharusnya dibandingkan antara sesame
perguruan tinggi LPTK karena kebutuhan serta kebijakan dapat lebih menunjang untuk segala
aktivitas yang dijalankan mahasiswa. Hal ini akan berdampak pada kompetensi yang dihasilakan
menjadi lebihn baik sehingga terjadi peningkatan standar mutu pendidikan.
Untuk survey perbandingan biaya perkuliahan seharusnya dibandingkan antara sesame
perguruan tinggi LPTK karena kebutuhan serta kebijakan yang dijalankan tidak jauh berbeda.
Kebijakan standar yang diterapkan lebih baik memperhitungkan pula standar biaya daerah atau
yang dikenal dengan indeks kemahalan konsumen. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan standar
biaya setiap daerah sehingga dapat mempengaruhi perhitungan biaya perkuliahan karena
disesuaikan juga dengan IKK yang ada disetiap daerah.
Selain itu juga perlu adanya pengembangan SDM agar tercipta SDM yang berkualitas baik
dari tingkat pengambil kebijakan maupun pelaksana. Di samping itu perlu adanya pembiayaan
baik pembinaan fasilitas, tenaga kependidikan maupun pembinaan keahlian untuk menentukan
biaya perkuliahan.
Bab XVI
Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “penerapan biaya
pendidikan berbasis activity based costing dalam meningkatkan mutu pendidikan di
perguruan tinggi (studi kasus di universitas pendidikan Indonesia),” maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
Berdasarkan hasil kajian terhadap hasil penelitian tentang implementasi kebijakan
anggaran di lingkungan LPTK berdasarkan analisis kesesuaian model anggara yang
digunakan, kecukupak biaya dengan kebutuhan belajar (lerning needs), ketepatan alokasi
sesuai dengan program prioritas, dan dampak terhadap pencapaian standar, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Model ABC secara konsisten belum diaplikasikan dalam pembuatan kebijakan alokasi
anggaran PT/APKT, tetapi masih menggunakan system line item bugded. Ketataan
dalam item-item anggara tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
2. Prinsip efisiensi, hemat, tepat sasaran, dan menghindari kebocoran masih belum dapat
dilaksanakan sesuai harapan karena masih banyak hambatan atau kesulitan setiap
satuan pendidikan di LPTK melakukan anggaran sesuai dengan yang tersedia.
3. Prinsip bottom up and top down yang dilakukan setiap tahun dalam proses pembuatan
anggaran lebih dominan ditentukan oleh top down berdasarkan plafon anggaran yang
tersedia dibandingakan dengan pemenuhan kebutuhan setiap unit akademik.
4. Implementasi kebijakan biaya LPTK yang berorientasi pada pemenuhan learning needs
dan aktivitas utama (akademik) menurut kecukupan anggaran sesuai dengan standar
biaya satuan yang dibutuhkan masing-masing karakteristik bidang studi, sementara itu
pemenuhannya masih jauh dari kebutuhan.
5. Alokasi anggaran yang memadai sesuai dengan standar kebutuhan setiap bidang studi
memberi peluang bagi setiap prodi untuk meningkatkan mutu dan daya saing.
Pemenuhan standar-standar mutu nasional (7 standar BAN PT) maupun standar mutu
internasional (ISO) terutama dalam menghasilkan jurnal-jurnal penelitian yang
masing-masing sangat rendah.
6. Manajemen PT/LPTK yang professional, perubahan mindset pembuat kebijakan
anggaran sangat penting agar mampu membawa perubahan yang memungkinkan setiap
LPTK berkembang dengan cepan dan berdaya saing.
7. Ketidakakuratan, kurang tepat dalam alokasi aktivitas utama atau program prioritas
dan pergeseran alokasi dari aktivitas utama kepada aktivitas pendukung menjadikan
biaya core amat terbatas.
8. Return (educational product) yang dihasilkan dari investasi biaya yang cukup besar
(educational enterprise) belum dapat dicapai secara optimal. Hal ini masih terkendala
oleh policy maker, policy executor dan jajarannya, dan kapasitas manajemen yang
masih terbatas minset danm kemampuan profesionalnya pada para pengelola DIKTI
dan LPTK.
B. Implikasi hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai “penerapan biaya
pendidikan berbasis activity-based coting dalam meningkatkan mutu pendidikan di
perguruan tinggi (studi kasus di universitas Indonesia),” maka diajukan beberapa saran
sebagai berikut.
1. Sebaiknya dalam menerapkan biaya pendidikan terlebih dahulu melakukan pendidikan
terlebih dahulu melakukan pendekatan di mana melihat dari segi asumsi biaya
(kebijakan dalam anggaran) dan segi management system (kebijakan dalam system
manajemen) sehingga dapat tercapainya standar mutu pendidikan yang lebih baik
2. Adanya perhitungan mengenai standar biaya daerah atau yang lebih dikenal dengan
indeks kemahalan konsumen (IKK) sehingga standar biaya perkuliahan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan setiap daerah.
3. Adanya kebijakan yang mendukung penerapan biaya pendidikan berbasis activity
based costing.
4. Adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) sehingga terciptanya SDM yang
berkualitas beik dari tingkat pengambil kebijakan maupun pelaksana.
C. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti merekomendasikan beberapa hal
penting yang relevan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya perbaikan mutu
dan pengembangan konsep dan prinsip kabijakan, antar lain sebagai berikut.
1. Alokasi anggaran akan lebih evektif bila terfokus pada aktivitas utama ketimbang
aktivitas penduduk dalam kondisi anggara yang msih terbatas. Dalam kaitan itu
perubahan mindset pembuat kebijakan ditingkat pusat dalam memahami system ABC
dan karakteristik LPTK sangat dibutuhkan.
2. Penerapan model ABC akan lebih mendukung oleh kesadaran politik pendidikan,
komitmen, dan sosialisasi konsep dan strategi system ABC dari pusat sampai ke tingkat
bawah atau unit akademik dasar/ program studi.
3. Memberikan kepercayaan penuh atau otonomi kepada setiap program studi
dilingkungan LPTK dalam mengmbangkan aspek-aspek utama yang menjadi
prioritasnya, memahami kebutuhan belajar dosen dan mahasiswa sesuai bidang
studinya.
4. Diperlukan perubahan yang sangat signifikan dalam upaya pemenuhan standar biaya
yang menjadikan setiap program studi di LPTK lebih bermutu, efisien, produktif, dan
inovatif.
5. Focus pengembangan terhadap keseluruhan aspek strategi, terutama riset dan learning
needs harus diserahkan secara penuh kepada setiap program studi hingga terjadi
akselerasi pengembangan yang lebih cepat.
Daftar Pustaka
Achievement Standards Branch, Standards Departement Ministry Of Education. 2002. Standard-
Based Assesment Within A StandardBased Education System. British Columbia, Canada .
Anwar, Idochi M. 2003. Administrasi Pendidikan dan manajemen Biaya pendidikan, teori, konsep
dan Isu. Alfabeta, Bandung .
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta .
Becker Gary, S. 1993. Human Capital, (third edition). Chicago: University of Chicago Press .
Bloom Benjamin S. 1982. Human Characteristics and School Leaming. New York: McGraw-Hill
Co .
BPS. 2005. Analisis Biaya dan Manfaat Investasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta .
BSNP. 2006. Naskah akademik Pembiayaan Pendidikan. Jakarta .
Chaube S.P dan Chaube A. 1993. Comparative Education. New Delhi: Vikas Publishing House
PVT Ltd .
Choirul Fuad Yusuf dkk. 2006. Inovasi Pendidikan Agama dan Keagamaan. Puslibang Pendidikan
Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama .
Coombs dan Hallak. 1972. Managing Educational Cost. London: Oxford University Press.
Depdikbud. 1983. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Jakarta: Buku II A Dasar
Ilmu Pendidikan, Dirjen Dikti, Proyek PiPT.)1999( Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(cetakan kesepuluh). Jakarta: Balai Pustaka .
Depdiknas, Biro Keuangan Sekjen. 2001. Laporan Hasil Penelitian Penyusunan Biaya Satuan
Pendidikan SD, SLTP, SMU dan SMk Negeri .
Depdiknas. 2002. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Laporan Buku, Makalah, skripsi, Tesis dan
Disertasi. UPI, Bandung. —, 2002. Instruksi Menteri Pendidikan Nasional RI No
1/U/2002 tentang Pelaksanaan akuntabilitas Kinerja di Lingkungan Depdiknas. Jakarta:
Biro hukum dan organisasi .
Fattah, Nanang. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Rosda . 2004. Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani
Ouraisy .
Fattah, Nanang dan Ali, Mohammad. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas
Terbuka .
Henke Emerson O. 1988. Introduction to Nonprofit Organization Accounting (third Edition).
Boston: PWS-Kent Publishing Co.
Hoy, K. Wayne dan Miskel Cecil G. 2001. Educational Administration, Theory, Research, and
Practice. Singapore: McGraw-Hill.
Jeniffer Fager & Cori Brewster. 1999. Parent Partners: Using Parents to enhance education.
Alaska Amerika Serikat: Northwest Regional Educational Laboratory.
Jones Thomas H. 1985. Introduction to School Finance, Technique and Social Policy. New York:
MacMillan Publisching Co.
Kajian MDA tersedia dalam www.radarbanten.com, www.ppk.lipi.go.id, dan
www.pemkomedan.go.id
Kaplan Robert S, dan Norton David P. 2001. The Strategy Focused Organization, How Balanced
Scorecard Companies Thrive in The New Business Environment. Boston: Harvard
Business School Press.
Krajewski Robert, Martin dan Walden John c. 1983. The Elementar/ School Principalship,
Leadership for the 1980s. New York: Hott, Reinehart and Winston
Levin M. Henry dan Schultze G. Hans. 1983. Financing Recurrent Education, Strategies for
Increasing Employment, Job Opportunities and Productivity. Beverly Hill: Sage
Publication .
Lembaga Administrasi Negara. 1999. Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. Jakarta .
Mingat dan Tan. 1988. Analytical Tools For Sector Works in Education, Altimore and London:
A world Bank Publication, John Hopkins University Press .
Morhman Susan Alberts dan Wohlsteter Priscila. 1994. School-Based Management, Organizing
for High performance. San Fransisco: Jossey Bass Publisher .
Mulyasa , E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung:
Rosda .
Murgatroyd dan Morgan. 1992. Total Quality Management and The School. Buckingham-
Philadelpia: Open University Press .
Oxford Advanced Learner's Dictionary. 1994. Oxford university Press .
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan .
Psacharopoulus, George, (Eds). 1987. Economic of Education Research and studies. New York:
Pergamon Press .
Randall at.all. 1992. Managing Quality, The Premier for Middle Managers. New York: Addison
-Wesley Pub Co .
Ratnawulan, Nani dan Sutarsih, Cicih. 2003. Pengelolaan Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
Pengelolaan Pendidikan, Bandung. UPI Press .
Report of Joint Legislatif Audit and Review Commission. 2004. Review Of Factors and Practices
Associated with School Performance in virginia. Senate document No 8, Commonwealth
Of Virginia Richmond .
Sidi, Indra Jati. 2001. Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas paradigma Baru Pendidikan.
Jakarta. Logos-Paramadina .
Siegel, Dorothy. 2003. Performance-Driven Budgeting: The Example of New York city’s School.
ERIC Digest .
Supriadi, Dedi. 2002. Pemerintah seharusnya malu pada Orang tua siswa., tersedia dalam Pikiran
Rakyat Cyber Media
Suryadi, Ace. 1999. Pendidikan Investasi SDM dan Pembangunan: Isu ,Teori, dan Aplikasi.
Jakarta. Balai Pustaka.
Tilaar, H.A.R. 2001. Manajemen Pendidikan Nasional, (cetakan kelima). Bandung. Rosda karya.
Thomas Alan J. 1971. The Productive School, A System Analysis Approach to Educational
Administration. New York. John Wiley & Sons, Inc,
Turney at.all. 1992. The School Manager, Educational Management Roles and Task. Australia.
Allen dan Unwin.
UndangUndang Dasar 1945 dan Perubahannya, (tanpa tahun), Penabur Ilmu, tanpa kota.
Unesco. 1972. A Statistical Study of Wastage at School. Paris-Genewa .IBI.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta .
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Bahnub, Brent. 2010. Activity Based Management For Financial. Hoboken ,New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc.
Blocher, Stout, Cokins. 2011. Manajemen Biaya (Penekanan strategis).edisi 5. buku 1. Jakarta
Selatan: Salemba Empat.
Dunia, Firdaus Ahmad., dan Abdullah, Wasilah. 2012. Akuntansi Biaya .Edisi Kedua. Jakarta:
Salemba Empat.
Firdaus, Ahmad. 2012. Akuntansi Biaya. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat .
Friedman, AL dan SR Lyne. 1995. Activity Based Techniques: The Real Consequenses. London:
Chatered of Institute Management Accountant.
Garrison, R.H., dan Eric W.N. 2000. Akuntansi Manajerial. Terjemahan .Jakarta: Salemba
Empat.
Harnanto dan Zulkifli. 2003. Manajemen Biaya. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Hilton, Ronald W. 2009 Managerial Accounting: Creating Value in a Dynamic Business
Environment. Eighth Edition. New York :McGraw-Hill International Edition.
Horngren, Datar dan Foster. 2005. Akuntansi Biaya: Penekanan Manajerial Jilid 1. Jakarta: PT.
Indeks Kelompok Gramedia.
Mulyadi. 2003. Activity Based Costing (Sistem Informasi Biaya Untuk Pengurangan Biaya).
Edisi 6. Yogyakarta: UPP AMP YKPN .
Mulyadi.2006. Akutansi Biaya. Jakarta:STIE YKPN.
Nair, Mohan. 2002. Sistem informasi berbasis aktivitas. Jakarta: Salemba Empat.
Naranayan, VG dan Ratna Sarkar. 19991. The Impact of activity Based
Costing on Managerial Decisions at Insteel Industries-A Field
Study. Boston: Harvad Bussines School.
Patridge, Mike dan Perren Lew. 1998. AN Integrated Framework for
Activity Base Decision Making. London: Management Decision.
Hal: 580-590.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta.
Sunjoyo. Et al. 2013. Aplikasi SPSS untuk SMART Riset. Bandung:
Alfabeta.
Supriyono, R. 2000, Akuntansi Biayah. Yogyakarta: STIE YKPN.
Hasil Penelitian:
Adi, Priyo Hari. 2005. Implementasi Activity Based Costing Terhadap
Kinerja Perushaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE UKSW
(terakreditasi), http://priyohari.files.wordprees.com/2009/06/
Implementasiabcterhadapkinerja1.pdf.
Adinagoro, Novan Setya, Suhadak dan Devi Farah Azizah. 2012.
Penerapan Activity Based Costing (ABC System) Untuk
Penetapan Harga Pokok Produksi Secara Akurat. Jurnal Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang. http://administrasibisnis.
studentjournal.ub.ac.id/index.php/jab/article/view/162/254 162-
649-1-PB.pdf
Ali Hanpiah Muhi, Membangun Good Governance Pada Perguruan
Tinggi di Indonesia. http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp.content/
Uploads/2011/04/MEMB.GOOD.GOV.PADA . PT .pdf.
Agung R Fattah. 2011. Survei Good Unuversity Governance (GUG) YPT
GROUP “Konsep, dan hasil survey Implementasi nilai-nilai GUG
Di YPT Group”. http://www.scribd.com./doc/72223546/penelitian-
Agung-R-Survei-GUG-YPT-Group
Amos, Tracey, Cynthia Paolillo dan Denise Josep.1997. Enhancing CFO,
GMRA dan GPRA implementation with Activity Based Management.
Government Accountants Journal, Arlington. Hal: 28 – 34.
Cox. Kelline S. et al. 1998. Activity-Based Costing and Higher
Education – Can it Work? http://www,kansasstateuniversity.info/
Pa/researchinfo/papers/deptchair.pdf.
Dhania Anggraini Putri. 2011. Analisis Pemggunaan Metode Activity
Based Costing Sebagai Alternatif Dalam Menentukan Tarif SPP
SMP-SMA Pada YPI Nasima Semarang.
Dicky, Yoanes dan Riki Martusa. 2011. Penerapan Analisis Activity
Based Costing (ABC) Syistem Dalam Perhitungan Profibilitas
Produk. Jurnal Akuntansi. Volume 3 No. 1 Mei 2011 Hal 69 – 89.
http://repository.maranantha.edu/1967/1/Penerapan%20Activity%
Based%20%Costing%20(ABC)%20System%20dalam%20
Perjhitungan%20Provibilitas%20Produk.pdf
Dolinsky, LR dan Voliman, TE. 1991. Transaction Based Overhead
Consoderation for Product Design. Journal of Cost Management.
Endri, SE.MA. Best Practice Good Corporate Governance Dalam
Meningkatkan sinergi dan Kinerja Stakeholder. http://www.
Bunghatta.ac.id/artikel/134/.html
Fadila. Sri. 2009. Activity Based Costing (ABC) Sebagai Pendekatan
Baru untuk menghitung Analisis Standar Belanja (ASB) Dalam
Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) . Juenal
Telaah dan Riset Akuntansi, Vol. 2 No 1 Januari 2009 Hal 54-78.
Francesca, Bartolaci. 2004. Activity Based Costing in the Supply Chain
Logistics activies cost analysis, Italy : Universita Degli Studi di
Marcerata. Di unduh pada tanggal 27 Februari 2014/ 19.55
Furqon, C , 2010. Efektifitas System Informasi Akademik Di Perguruan
Tinggi (Studi Deskriptif Analisis Tentang System Informasi
Akademik Di Universitas Pendidikan Indonesia). Desertasi Program
Studi Administrasi Pendidikan Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia.
Ismail, Noor Azizi, 2010. Activity-Based Management in Higher Edication:
Can it work? . Faculty of Accountancy. University of Malaysia.
www.emeraldinsight.com/1065-0741,htm
Kunami. 2007. Pelaksanaan Good Corporate Governance, http://
Djajendra.blog.co.uk/ 2007/11/04/bekerja_dengan_kultur_good_
Corporate_gov”3242469.
Lima. Carlos Manuel Ferreira. 2012. The Applicability of the Principles of ActivityBased Costing
System in a Higher Education Institution pt. Faculdade de Economia do Porto Economics
and Management Research Projects: An International Journal — ISSN: 2184-0309 Open
Access International Journals Publisher, webapps.fep.up.pt/ oaij/index.php/EMRP.../12
Morakul, Supitcha dan Fredrick Wu. 2001. Cultural Influences on The Implementation in
Thailand's Environment. Journal of Managerial Psychology. Bradford. Hal : 142-154
Nurhayati. 2004. Perbandingan Sistem Biaya Tradisional Dengan Sistem Biaya ABC. Program
Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Rahmaji, Danang. 2013. Penerapan Analisis Activity Based Costing System Untuk Menentukan
Harga Pokok Produksi PT Celebes Mina Pratama. Jurnal EMBA. Vol. 1 No 3 September
2013 Hal 63-73.
Reich, F and A. Abraham. 2006. Activity Based Costing and Activity Data Collection: A Case
Study in The Higher Education Sector, in Proceeding of the 18" Asian Pacific Conference
on International Accounting Issues. Maui, Hawaii. 15-18 October 2006.
Stephanie, Edwards. 2008. Activity Base Costing. United Kingdom : The Chartered Institute of
Management Acoountants. www, IMA: lobal.com di unduh pada tanggal 27 Februari
2014/ 20.55.

Sutanto, Levina. 2012. Peran Activity Based Costing Untuk Menetapkan Harga Pokok Produk
yang Akurat. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi. Vol 1 No. 3 Mei 2012.
http://download.portalgaruda, org/article.php?article-113928&val-5211
Syakhroza, Akhmad. 2003. Theory of Good Corporate Governance. Majalah Usahawan
Indonesia. No. 08, Vol XXXII, pp 19-25.
Internet dan lain-lain
Peraturan Presiden RI Nomor 43 Tahun 2012
Sudayat, Ridwan Iskandar, 2009. Pengertian Biaya. http://ridwaniskandar, files.word«ress.com
2009 05 31. Diakses tanggal 23 Agustus 2014,
Glosarium
Anggaran berdasarkan hasil: bentuk anggaran yang menekankan hasil (performance) dan bukan
pada keterperincian dari suatu alokasi anggaran.
Anggaran butir per butir: bentuk anggaran yang paling simpel dan banyak digunakan. Setiap
pengeluaran dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori, misalnya gaji, upah, honor
menjadi satu kategori atau satu nomor atau butir.
Anggaran program: bentuk anggaran yang dirancang untuk mengidentifikasi biaya setiap
program.
Anggaran: suatu intrumen yang dibuat untuk memfasilitasi perencanaan.
Biaya umum (general): satuan biaya rata-rata untuk semua jurusan, di sini tanpa ada pemisahaan
jurusan.
cost benefit analysis: rasio antara keuntungan finansial sebagai hasil pendidikan (biasanya diukur
dengan penghasilan) dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan.
earning forgone: potensi penghasilan seorang lulusan yang tidak diterima karena melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
investasi: pengorbanan sejumlah nilai tertentu saat ini untuk memperoleh nilai (pengembalian)
mendatang yang tentunya dengan harapan lebih besar dari nilai saat ini.
Investasi: pengorbanan sejumlah nilai tertentu saat Ini untuk memperoleh nilai (pengembalian)
Kebijakan keuangan: adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah dalam menentukan sumber
daya keuangan yang diperoleh dan cara mengalokasikannya. mendatang yang tentunya
dengan harapan lebih besar dari nilai saat ini,
Net profit: keuntungan bersih dari suatu kegiatan usaha yang diperoleh dari pemdapatan kotor
setelah dikurangi pajak dan biaya operasional.
Net profit: keuntungan bersih dari suatu kegiatan usaha yang diperoleh dari pendapatan kotor
setelah dikurangi pajak dan biayabiaya operasional.
Penganggaran: kegiatan atau proses penyusunan anggaran (budget).
Private rate of return: perbandingan keuntungan pendidikan kepada individu dengan biaya
pendidikan dari individu yang bersangkutan.
Sistem pembiayaan pendidikan: proses di mana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan
untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah.
Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran (Planning Programming
Budgeting System/PPBS atau SP4): sebuah kerangka kerja dalam perencanaan dengan
mengorganisasikan informasi dan menganalisisnya secara sistematis.
Social rate of return: perbandingan keuntungan pendidikan kepada masyarakat dengan biaya
pendidikan dari masyarakat.
Total aset: biaya investas! keseluruhan yang dikorbankan untuk membiayai suatu kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai