FAKULTAS TARBIYAH
2021
BAB 1
… the decrease in net assets as a result of the use of economic services in the
relation of revenies of the imposition of taxes by government units. Expense is
measured by the amount of the decrease in assets or increase in liabilities related
to the production and delivery of goods and the rendering of services… expense
in its broadest sense include all expired cost which are deductible from revenues
(Usry dan Hammer; 1991:23).
Apabila istilah biaya (cost) digunakan secara spesifik dapat dimodifikasi dengan
gambaran seperti biaya langsung (direct cost), biaya utama (prime cost), biaya penukaran
(conversion cost), biaya tidak langsung (indirect cost), biaya tetap (fixed cost), biaya
pengubah (variable cost), biaya terawasi (controllable cost), biaya produl (product cost),
biaya periode (period cost), biaya gabungan (joint cost), dan biaya baku (standard cost).
Setiap modifikasi memiliki implikasi pada atribut dalam mengukur biaya. Apabila biaya
ini dikaitkan dengan sejumlah biaya unit, kegiatan atau fenomena yang dibuat untuk
mengakumulasi dan mengukur biaya disebut objek biaya. Selanjutnya ada biaya
transibilitas dalam objek biaya yang bercirikan biaya langsung (directcost) dan biaya tidak
langsung (indirect cost).
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas, ada dua hal pokok yang harus duijawab,
yakni: 1) bagaimana sumber daya akan diperoleh, 2) bagaimana sumber daya akan
dialokasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan/tipe sekolah/kondisi daerah yang
berbeda, terdapat dua kriteria untuk menganalisis setiap hal tersebut, yakni, 1) efisiensi
yang terkait dengan keberadaan sumber daya yang dapat memaksimalkan kesejahtraan
masyarakat dan 2) keadilan yang terkait dengan benefits dan costs yang seimbang.
Menurut J. Wiseman (1987), terdapat tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat
apakah pemerintahan terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan:
Dalam hal pendidikan kejujuran dan industri, M. Woodhall (1987) menjelaskan bahwa
dimasa lalu pembiayaan pendidikan jenis ini di tanggung oleh perusahaan. Perusahaan
memberi subsisdi kepada para pekerjanya sendiri. Sekarang peran pemerintah semakin
besar dalam pembiayaan ini. Hal itu disebabkan adanya kepentingan ekonomi. Artinya,
kebijakan manpower diharapkan dapat meningkatkan kepentingan untuk membagi biaya
dan manfaat dari pendidikan dengan adil.
Menguji oconomic feasibility dari satu rencana ekspansi, proposal, atau target.
Memprediksi tingkat biaya pendidikan dimasa datang.
Memperkirakan biaya berbagai kebijakan dan reformasi atau inovasi pendidikan.
Membangun keuntungan berbagai alternatif proyek.
Meningkatkan efesiensi utilisasi sumber daya.
Cost analysis ini penting dipelajari oleh perencana pendidikan karena semakin
tiingginya tekanan dari para pengambil kebijakan dalam hal pengurangan biaya dan
peningkatan efesiensi. Dalam hal pembiayaan pendidikan ini, Fattah (2001)
menjelaskan bahwa biaya yang rendah berpengaruh terhadap kualitas pendidikan
Sekolah Dasar dalam proses belajar-mengajar serta kuaitas outcomes yang dihasilkan.
Artinya ada korelasi yang posotif antara besarnya biaya pendidikan terhadap peningktan
mutu pendidikan di sekolah dasar. Oleh karena itu, perencanaan pendidikan harus
menggunakan sebaik mungkin sumber daya yang tersedia, mengawasi penggunaan
sumber daya yang ada terhadap permintaan atas sumber daya tersebut, dan mendukung
setiap argument dengan analisis kuantitatif dengan menggunkan cost analysis ini .
BAB II
• biaya rata eata per murid, yaitu biaya keseluruhan dibagi jumlah murid yanh mendaftar
disuatu sekolah/suatu level.
• biaya rata rata per lulusan adalah biaya total keseluruhan dibagi jumlah lulusan.
Untuk menunjukan hubungan antara biaya biaya dengan output atau skala
operasiomal suatu usaha dan melihat keterkaitan dengan biaya total (TC), biaya rata rata
(AC) dan biaya marginal (MC) adalah dengan memperhatikam fungsi biaya.
Perhitungan tiap tiap fungsi biaya dilakukam sebagai berikut. Biaya total (TC) per
tahun adalah biaya tetap (FC) ditambah biaya variabel (VC, tergantung jumlah murid).
Sedangkan biaya rata rata (AC) adalah TC dibagi dengaj jumlah output. Maka, AC
akan rendah bila jumlah siswa tinggi.
Biaya marginal (MC) adalah tambahan biaya yang terjadi karena ada penambahan
unit cost/murid yang mendaftar.
• apakah semua sumber daya dapat secara penuh digunakan atau apakah ada kapasitas yang
tidak digunakan, yang berarti jumlah siswa dapat meningkat tanpa perlu menambah FC
• proporsi FC dan VC akan menentukan hubungan antar MC dan AC.
• constants return to scale (AC=MC, dimana AC sama, tidak tergantung jumlah unit).
• economic of scale (average cost menurun akibat jumlag unit ditambah, sehingga
MC<AC).
• jumlah siswa.
• tingkat gaji guru(karena bidang pendidikan dianggap sebagai highly lobpur intensive).
• kualifikasi guru
Gagasan utama pendekatan mikro ini adalah bahwa biaya satuan menggambarkan biaya
komposit (kombinasi) dari berbagai input pendidikan yang beragam. Biaya ini terkait dengan cara
penyelenggaraan pendidikan. Untuk menentukan hubungan seluruh biaya dan biaya komposit,
dimulai dengan mengenal formula sebagai berikut.
Keterangan :
PM= bahan bahan ajar/pendidikan : ATK, bahan lab, media belajar, bahan habis pakai
UC=biaya satuan jumlah gaji guru dapat dituliskan dengan cara jumlah guru (NT) dan rata-
rata gaji guru (AS). Sedangkan seluruh pengeluaran untuk peserta didik dapat inci menjadi
komponen uang (SM) untuk bendaharawan beasiswa dan lain-lain dan komponen (SK) untuk
makanan asrama transportasi dan lain-lain sehingga persamaan menjadi seperti berikut.
Pada bagian kamu menggambarkan hubungan dengan ukuran kelas (CS) yang sama dengan
N/C, di mana C adalah total jumlah kelas yang ada di lembaga. Sedangkan rata-rata SKS pendidik
per minggu (TH) dan rata-rata belajar peserta didik per minggu (SH).
(3a) (NTXAS)/N=AS/(N/NT)
=AS/ [(N/NT)X(C/C)X(SH/TH)X(TH/SH)]
=AS/ [(N/C)X(CXSH)/(NTXTH)X(TH/SH)
Sedangkan jumlah belajar siswa per minggu(CxTH) harus sama dengan jam mengajar guru
(NTxTH) sehingga persamaannya menjadi seperti berikut.
Qo = f (Qi, S, T, O)
Struktur biaya pendidikan terdiri dari a) biasa satuan pendidikan b) biaya personal dan c)
biaya penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan dari biaya-biaya tersebut dapat
diuraikan dalam paparan berikut.
1. Pembinaan siswa
a. Pramuka.
b. Kesenian.
c. Olahraga.
d. Bahasa asing.
e. Lomba/Promosi Kompetisi Siswa (LKS/PKS).
f. Palang Merah Remaja (PMR).
g. PORJAR dan PSR (Pekan Seni Remaja).
h. Kegiatan kerohanian.
i. Peringatan Hari Besar Nasional.
j. Widyawisata anak.
2. Penyelenggaraan pembelajaran
a. ATS, bahan dan alat habis pakai teori.
b. ATS, bahan dan alat habis pakai praktek.
c. Pemeliharaan dan Perbaikan Ringan
1) Pemeliharaan gedung (ruang Kelas, laboratorium, dan lain-lain).
2) Pemeliharaan peralatan dan perabotan sekolah.
3) Perbaikan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain).
4) Perbaikan peralatan dan perabotan sekolah.
3. Penyelenggaraan non pembelajaran
a. ATS, bahan dan alat habis pakai.
b. Pemeliharaan dan perbaikan ringan
1) Pemeliharaan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain).
2) Pemeliharan peralatan dan perabotan sekolah.
3) Berbaikan gedung (ruang kelas, laboratorium , dan lain-lain).
4) Berbaikan peralatan dan perabotan sekolah.
4. Daya dan jasa
a. Listrik.
b. Telepon
5. Pengelolaan
a. Perjalanan dinas
b. Rapat-rapat
c. Evaluasi
d. Dan lainnya.
Konsep model penentuan biaya Madrasah diniyah Awaliyah (MDA) dapat digambarkan dalam
model Fishbode atau model tulang ikan dari Ishikawa. Penentuan biaya MDA dikelompokkan
menjadi 8 komponen. Gambar dari model tersebut dapat dilihat pada halaman berikutnya.
Kebutuhan
total biaya
satuan
pendidikan
Kebutuhan total biaya satuan madrasah terdidi dari delapan komponen biaya. Komponen tersebut
dapat dikelompokkan menjadi gaji guru dan nongaji guru, bahan ajar. Komponen gaji mencakup
gaji dan tunjangan personal sekolah, komponen biaya nongaji guru mencakup manajemen sekolah,
fasilitas belajar, pemeliharaan dan perbaikan, penunjang daya dan jasa, ujian-ujian sekolah.
Pengelompokkan komponen biaya tersebut diambil sebagai komponen minimal.
Untuk menghitung besaran satuan biaya berdasarkan penyelenggaraan KBM dihitung berdasarkan
Learning Activity Based Cost (LABC) dengan gambar berikut.
Secara umum biaya satuan SD cenderung sama dengan biaya satuan SD hasil studi Bank Dunia,
baik dari sisi komponen biaya yang dibutuhkan maupun biaya satuan untuk masing-masing
komponen tersebut. Dengan demikian, kami akan menyajikan standar biaya satuan SD dengan
asumsi satu SD terdiri dari 6 rombel (rombongan belajar) dalam tabel berikut.
Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 73.861.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 12.310.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 440.000
Hasil studi biaya satuan SMP memiliki perbedaan yang signifikan dengan hasil studi biaya satuan
SMP dari Bank Dunia. Perbedaan yang mencolok terdapat pada jumlah siswa per rombel, dan total
jumlah siswa per sekolah, serta komponen bahan dan alat habis pakai untuk kegiatan praktikum,
baik praktikum IPA, IPS, Komputer, bahasa, dan keterampilan. Tabel berikut berisi deskripsi
standar satuan biaya SMP/MTs.
Tabel-2: Standar biaya Satuan Operasional Nonpersonalia SMP/MTs untuk 3 rombel
Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 76.643.520
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 25.547.840
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 793.370
Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 174.112.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 58.037.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 1.814.000
Tabel-4: Standar biaya Satuan Operasional Nonpersonalia SMA/MA untuk 3 rombel (jurusan
IPA)
Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 103.668.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 34.556.000
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 1.079.875
Tabel-5: Standar biaya Satuan Operasional Nonpersonalia SMA/MA untuk 3 rombel (jurusan IPS)
Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 100.816.800
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 33.605.600
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 1.050.175
Tabel-6: Standar biaya Satuan Operasional Nonpersonalia SMA/MA untuk 3 rombel (jurusan
Bahasa)
Deskripsi Jumlah(Rp)
Standar Biaya Operasioanal Nonpersonalia per satuan pendidikan 96.416.800
Biaya Operasional Nonpersonalia per rombel 32.138.933
Biaya Operasional Nonpersonalia per peserta didik 1.004.342
BAB IV
Konsepnya biaya pendidikan sifatnya lebih kompleks dari mnfaat karena komponen biaya
terdiri dari berbagai bentuk syifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk rupiah tetapi juga
berbentuk biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut “earning
forgone”,yaitu potensi penghasilan seorang lulusan yang tidak diterima karena melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Biaya kesempatan pada jenjang pendidikan S1 adalah rata-
rata penghasilan lulusan SMU yang tidak terima karena melanjutkan pendidikan ke S1. Dengan
demikian, jika biaya langsung pendidikan di S1 disebut Cd (S1) dan biaya kesempatan yang lebih
hilang karena melanjutkan pendidikan S1 di sebut Y (SMU), maka total biaya pendidikan S1
adalah gabungan antara seluruh biaya yag langsung dibayarkan untuk bersekolah S1 di tambah
dengan jumlah seluruh biaya yang langsung dibayarkan untuk bersekolah S1 ditambah dengan
jumlah rata-rata penghailan tamatan SMU selama bersekolah S1 (earning forgone) dan di
simulasikan:
Keterangan:
Y (SMU)= Biaya rata-rata penghasilan tamatan SMU selama bersekolah S1 (earning forgone)
Untuk memperoleh nilai sekarang dari biaya pendidikan maka perlu dikorelasi dengan faktor
penambahan (r) biaya yang dikeluarkan pada masa lalu. Jika pendidikan S1 ditembuh dalam masa
4 tahun (t=4) maka nilai sekarang dari biaya pendidikan S1 di formulasikan:
Keterangan:
t = Masa pendidikan S1
berikut ini adalah beberapa model yang bisa di gunakan dalam menganalisis biaya dihubungkan
dengan manfaat (benefit) pendidikan.
Nilai r ini merupakan nilai diskonto untuk manfaat masa depan dan nilai penambah untuk biaya
yang telah dikeluarkan di masa lalu. Nilai r pertama-tama digunakan untuk menghitung nilai
sekarang dari biaya c (0). Selanjutnya nilai r ini disimulasikan didalam rumus nilai sekarang
manfaat pendidikan B (0) sehingga mencapai nilai (r) tertentu yang dapat menyamakan B (0)
dengan C (0).
Analisis Biaya-Manfaat Investasi pendidikan adalah metodologi yang akan digunakan untuk
mengukur apakah pendidikan merupakan investasi yang menguntungkan atau tidak. Caranya yaitu
dengan membandingkan seberapa besar manfaat pendidikan (pada suatu jenjang pendidikan)
relatif terhadap biaya yang dikeluarkan. Analisis ini secara visual digambarkan seperti gambar
berikut.
Earning SMP
Forgone
SMP } Benefit
SD
Age
SD
∑ Cost = ∑ Benefit
∑ Produktivitas
SMP ∑ Earning
Cost
Cost
Model analisis ini menggunakan asumsi bahwa pasar tenaga kerja bersifat kompetitif penuh
sehingga penghasilan yang diperoleh seorang lulusan pendidikan merupakan indikator penting dari
produktivitas (pengetahuan, keterampilan, dan keahlian) yang dimiliki oleh lulusan yang
bersangkutan.
C. Model Konvensional
Model ini didasari oleh pengembangan teori Human Capital. Asumsi model ini adalah bahwa
pendapatan yang diobservasi berbeda pada setiap pekerja menurut umur, tingkat
pendidikan/lamanya tahun dalam pendidikan. Analisis biaya dan manfaat pendidikan berdasarkan
model konvesional dirumuskan:
Yf = Earning Forgone
I = Umur
T = Lama pendidikan
Model koreksi konvensional berasumsi bahwa pendapatan yang diobservasi berbeda pada setiap
pekerja menurut umur, tingkat pendidikan/lamanya tahun dalam pendidikan, dan faktor lainnya
(sepert jumlah jam kerja, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, status kawin). Model koreksi
konvensional adalah model konvensional yang telah dikoreksi dengan memasukkan alpha (α)
koefisien sebagai proporsi pengaruh pendidikan terhadap pendapatan/gaji. Adapun rumusnya
sebagai berikut.
Keterangan
Yf = Earning Forgone
I = Umur
T = Lama pendidikan
1. lebih baik dari persamaan model konvensional karena sudah ada koreksi dari alpha
koefisien.
2. Hasil estimasi rate of return to education menjadi tidak biasa karena telah memasukkan
pengaruh dari faktor-faktor lainnya terhadap pendapat/gaji.
Kelemahan dari model konvensional adalah sebagai berikut.
Pendapatan/gaji merupakan fungsi dari umur, pendidikan dan faktor lainnya (jumlah jam
kerja, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pendidikan umum/kejujuran) tetapi tidak melihat
klasifikasi jabatan seseorang (manajer, professional, ahli dan pekerja kasar), padahal
keahlian/skill berdasarkan jaabatan pekerja sangat memengaruhi pendapatan/gaji.
E. Model Dinamik
Berbeda dengan human capital theory, maka job competition theory memandang bahwa
produktivitas seseorang juga merupakan manifestasi dari jabatan atau pekerjaannya, bukan
semata-mata karena unsur- unsure yang melekat pada individu yang bersangkutan. Jabatan
atau pekerjaan yang memerlukan keahlian lebih tinggi secara umum akan cenderung
produktif dibandingkan jabatan/pekerjaan yang tidak terlalu menuntut keahlian.
Berdasarkan job competition theory ini selanjutnya dikembangkan model dinamik di mana
pendapatan/gaji diformulasikan sebagai :
Ln Y=a2+b2 +c2 pendidikan + ∑ di jabatan + ∑ ej Faktor lainnya + error
Model dinamik berasumsi bahwa pendapatan yang diobservasi berbeda pada setiap
pekerja menurut umur. Tingkat pemdidikan/lamanya tahun dalam pendidikan, klasifikasi
jabatan (tenaga kasar, tenaga professional dan manajer) dan faktor lainnya (jumlah jam
kerja, jenis kelamin, tempat tinggal, status perkawinan, latar belakang ekonomi keluarga).
Adapun rurmus model ini adalah sebagai berikut.
Keterangan
Cd = biaya pendidikan langsung
Yf = Earning Forgone
Ya = Penghasilan/Gaji pekerja dengan tingkat pendidikan yang diamati
Yb = Penghasilan/Gaji pekerja dengan tingkat pendidikan pembanding
I = Umur
T = Lama pendidikan
M = Usia produksi pekerja
r = Rate of Return to Education
a1 = Proporsi pengaruh pendidikan dari model pendapatan Y= f (umur, pendidikan, faktor
lainnya) terhadap pengaruh pendidikan dari model pendapatan Y= f (umur,
pendidikan).
Coombs H. Philip and Hallak Jacques ( 1972 ) dalam bukunya Managing Educational Coat
merumuskan lima elemen penting sebuah sistem pendidikan, Yaitu: 1) Tujuan (Objectives), 2)
Keluaran (Outputs), 3) Manfaat (Benefits), 4) Proses internal/PBM (internal process), dan 5)
Masukan (Inputs), yang dapat digambarkan sebagai berikut dengan penjelasan dari masing-
masing elemen tersebut.
Objectives
INPUT
Benefit
Learner Output
PROCESS
Teacher
Technology
Content
Equipment
Material
Quality control
Gambar 5.1
A. Tujuan (Objectives)
Ada sejumlah tujuan-tujuan yang biasanya bersaing satu sama lainnya dan diperlukan
prioritas. Tujuan-tujuan ini merentang dari tujuan-tujuan yang lebih umum dan lebih
banyak dari sebuah sistem sebagai keseluruhan seperti menghasilkan warga negara yang
baik, membentuk pemimpin yang terdidik secara bebas, dan mendukung program
pembangunan nasional hingga pada tujuan-tujuan yang lebih spesifik (khusus) yang
berhubungan dengan subsistem, seperti penguasaan pembagian, perkalian dan decimal,
belajar prinsip-prinsip dasar Ilmu fisika, mengembangkan keahlian memperbaiki
kendaraan dan mengembangkan kecakapan bahasa asing.
B. Keluaran (Outputs)
Keluaran yang termasuk di dalamnya seliruh hasil belajar, keterampilan, pandangan, sikap,
cara berpikir seluruh sikap dan kecakapan yang dikembangkan yang para peserta didik
peroleh dari sistem pendidikan. dengan kata lain, output ini merupakan nilai tambah
(valueadded) bagi peserta didik karena kesiapan/keterbukaannya terhadap proses
pendidikan tertentu.
C. Manfaat (Benefits)
Tujuan utama dari suatu sistem pendidikan tidak sesederhana menghasilkan output
pendidikan jangka pendek dan nilai tambah (added value) seperti digambarkan diatas,
tetapi menghasilkan benefit (manfaat) jangka panjang dari output tadi. Bentuk-bentuk
benefit bentuknya berbeda, baik benefit ekonomik dan non ekonomik, benefit individual
dan benefit sosial. Sebagai contoh seorang yang terdidik akan mendapat benefit individual
dengan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, pendaapatan yang lebih tinggi.
Masyarakat (sosial) akan mendapat benefit dari orang itu dengan meningkatnya
produktivitas kerja yang tinggi dan menyediakan calon pemimpin di tiap level.
E. Masukan-Masukan (Inputs)
Input ini terdiri dari berbagai sumber daya dan komponen-komponen yang
dibutuhkan agar proses berfungsi. Input ini dimulai dari peserta didik dan guru, juga bahan-
bahan pelajaran, sarana fisik, perlengkapan dan pasokan yang lainnya. Jumlah, mutu, dan
combinasi dari input yang diperlukan tergantung tidak saja pada jumlah peserta didik yang
harus dilayani dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Input-input ini merupakan sistem
biaya yang berbentuk fisik maupun financial (moneter).
Sementara Depdiknas (2000) merumuskan input pendidikan adalah segala sesuatu
yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses berupa sumber daya
dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses.
Input-input itu berbentuk input berbentuk sumber daya manusia, input sumber daya lainnya
(nonmanusia), Input perangkat, dan input harapan.
1. Input sumber daya manusia, meliputi:
a. Kepala sekolah
b. Guru
c. Konselor
d. Karyawan
e. Peserta didik
2. Input sumber daya nonmanusia, meliputi:
a. Peralatan pendidikan
b. Perlengkapan belajar
c. uang-anggaran pendidikan
d. bahan pembelajaran dan sebgainya
3. Input perangkat, meliputi:
a. struktu rorganisasi sekolah
b. peraturan perundang-undangan pendidikan
c. deskripsi tugas kelembagaan.
d. rencana pendidikan
e. program pendidikan
f. kurikulum pendidikan
4. Input harapan-harapan, meliputi:
a. visi
b. misi
c. tujuan
d. strategi
e. sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah
kesiapan input sangat diperlukan agar proses berlangsung dengan baik. Dengan kata lain,
input merupakan prasyarat bagi berlangsungnya proses. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu
input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi kesiapan input, makin tinggi mutu
input tersebut.
Senada dengan pendapat rumusan depdiknas tentang input pendidikan adalah pendapat
Umedi (1999) yang menyatakan bahwa dalam proses pendidikan yang bermutu terlihat
berbagai input yaitu seperti berikut:
1. Bahan ajar (Kognitif, afektif dan psikomotor).
2. Metodologi (bervariasi sesuai dengan kemampuan guru).
3. Sarana sekolah.
4. Dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya, serta.
5. Penciptaan suasana yang kondusif.
Selain itu, ada ahli yang membedakan input (masukan) ini menjadi: 1) raw input yaitu peserta
didik, 2) Instrumental input, yaitu perlengkapan sarana perabot, bahan ajar, dan media
pendidikan, 3) environmental input, yaitu input lingkungan pendidikan termasuk sarana
prasarana pendidikan dan pendidik itu sendiri semua input tersebut sangat menetukan
keberhasilan pendidikan.
Berdasarkan kajian jenis-jenis input (masukan) tersebut sudah sepatutnya manajemen
sekolah memberikan perhatian terhadap input yang dibutuhkan dan menentukan keberhasilan
dari pendidikan.
Bab VI
Efisiensi Pendidikan
A. Konsep Efisiensi Pendidikan
Istilah efiseinsi menggambarkan hubungan antara input dan output atau antara masukan
dan keluaran. Suatu sistem yang efesien ditunjukan oelh keluaran yang baik untuk sumber-
sumber (resource input). Efesiensi pendidikan, intinya memiliki kaitan antara pendayagunaan
sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi.
Esiensi biaya pendidikan hanya akan ditentukan oleh ketepatan didalam mendayagunakan
anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang
dapat memacu mencapaian prestasi belajar siswa. Untuk mengetahui efisiensi biaya pendidikan
digunakan metode anlisis keefektifan biaya (cost effectiveness) yang memperhitungkan
besarnya konstribusi setiap masukan pendidikan terhadap efektifitas pencapaian tujuan
pendidikan atau prestasi belajar.
B. Jenis-jenis Efisiensi
Upaya analisis efesiensi pembiayaan pendidikan dapat di kelompokan menjadi dua
jenis,yaitu efesiensi internal dan efesiensi eksternal.
1. Efisiensi Internal
Suatu sistem pendidikan di nilai memiliki efesiensi internel jika dapat
menghasilkan output yang di harapkan dengan biaya minimum. Dapat pul di nyatakan
bahwa dengan input tertenu dapat memaksimalkan output yang di harapkan. Output acap
kali di ukur dengan indikator-indikator seperti angka kohrort, yaitu proporsi yaitu prosisi
siswa yang dapat bertahan sampai akhir putaran pendidikan, pengethuan keilmuan,
keterampilan, ketaatan kepada norma-norma perilaku sosial. Karena alasan ini, persoalan-
persoalan mutu pendidikan biasanya di bahas dengan memperhatikan efisiensi internal dari
sistem pendidikan.
Untuk menilai efisiensi internal spat dilakukan dengan cara membandikan antara
seleksi di dalam putaran-putaran ( cycles) pendidikan dan seleksi di antara putaran. Tinggi
nya angka retensi di dalam utaran-putaran pendidikan merukan indikator yang di perlukan
untuk mengetahui efisiensi internal. Efisiensi dalam pendidikan memiliki kaitan yang erat
dengan konsep manajemen ilmiah yang di pelajari oleh John F. Bobbit (1972). Menurut
Bobbit, pertambahan jumlah enrolmentyang demikian pesat akan berpengaruh terhadap
pemanfaatan sumber-sumber daya pendidikan. jika terjadi pengulangan (repeatation) dan
putus sekolah (drop out), pengelolaan sekolah tidak efisien.
Oleh karena itu, upaya yang di lakukan adalah sebagai berikut.
a. menurun biaya operasional.
b. memberikan biaya prioritas anggaran terhadap komponen-komponen input langsung
berkaitan dengan proses belajar mengajar.
c. meningkatkan kapasitas pemakaian ruang kelas, dan fasilitas belajar.
d. meningkatkan kualitas PBM.
e. menigkakan motifasi kerja guru.
f. memperbaiki rasio guru dan murid.
Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi internal
1. Rata-Rata Lama Belajar (Average Study Time)
Contoh
3+4+5
3 = 4 tahun
Jadi, rata-rata lama waktu belajar seorang lulusan ialah 4 tahun. Artinya,
setahun lebih lama dari waktu ideal belajar di SLTP. Oleh karena itu, semakin
besar rata-rata belajar, waktu semakin tidak efisien
3. Efisiensi Eksternal
Istilah efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefeit
analysis. cost benefeit analysisyaitu rasio antara keuntungan finansial sebagai hasil
pendidikan (biasanya diukur dengan penghasilan) dengan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk pendidikan.
Efisiensi eksternal dihubungkan dengan situasi makro, yaitu pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan sosial sebagai dampak dari hasil pendidikan. Pada
tingkat makro bahwa individu yang berpendidikan lebih baik dan cenderung
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dan Kesehatan yang lebih baik.
Pertanyaannya sampai tingkat mana keuntungan-keuntungan baik (rate of
return) dari pengeluaran biaya untuk pendidikan dibandingkan dengan keuntungan
baik jika dana tersebut dikeluarkan dalam investasi lain. Sebagai contoh, jika
pemerintah daerah (dinas diknas kab/kota) memiliki dana 10 milyar rupiah, untuk
apakah dana itu dipergunakan? Jawabannya sangat tergantung pada kegiatan
manakah yang memberikan keuntungan balik (rate of return) yang lebih besar.
Untuk itu, perlu dihitung rate of return terhadap pengeluaran biaya investasi
pendidikan dibandingkan investasi lain.
2. Nilai guna suatu keterampilan hanya merupakan salah satu dimensi yang harus
diperhitungkan. Karena itu, investasi dalam pendidikan diperlukan untuk
merespons kebutuhan ekonomi tenaga kerja menurut jenis pendidika. Investasi
merupakan pengorbanan sejumlah nilai tertentu saat ini untuk memperoleh nilai
(pengembalian) mendatang yang tentunya dengan harapan lebih besar dari nilai
saat ini.
Analisis tingkat balik dari suatu investasi (return on investment) sangat berharga
untuk menentukan suatu keputusan investasi. Untuk menentukan keputusan apakah
suatu program pendidikan yang telah dibiayai itu memberikan tingkat balik dpaat
dihitung dengan menggunakan formulasi berikut.
Net profit merupakan keuntungan bersih dari suatu kegiatan usaha yang diperoleh
dari pendapatan kotor setelah dikurangi pajak dan biaya-biaya operasional. Sedangkan
total aset merupakan biaya investasi keseluruhan yang dikorbankan untuk membiayai
suatu kegiatan. Apabila ROI rata-rata sepanjang masa kegiatan atau proyek diperoleh
lebih rendah dari tingkat balik yang dibutuhkan berarti investasi tersebut tidak layak.
ROI yang lebih rendah dari rate of return akan tercermin dari hasil nersih saat ini atau
net present value (NPV) yang negative atau internal rate of return (IRR). Dalam
perhitungan NPV dan IRR yang digunakan adalah net profit+depresiasi.
Net profit value adalah rasio nilai yang akan datang (future value/FV) terhadap
tingkat keuntungan. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut.
PV = FV
(1+R)t
Keterangan:
r = tingkat keuntungan
t = waktu (tahun) dalam periode tertentu.
Bagaimana peran biaya dalam pendidikan? Biaya memiliki peran dan faktor
penting dalam menyelenggarakan pendidikan, tetapi biaya bukan syarat utama untuk
menghasilkan keunggulan pendidikan. Hal tersebut dapat kita lihat dari Jones H. Thomas
(1985); “finance is a necessary but not sufficient condition for education excellence. It is
recognized too that finance is one of several perspective that are essential in understanding
and analyzing education”.
Sumber pembiayaan untuk sekolah terutama sekolah negeri berasal dari pemerintah
yang umumnya terdiri dari dana rutin, yaitu gaji serta biaya operasional sekolah dan
perawatan fasilitas (OPF), serta dana yang berasal dari masyarakat, baik yang berasal dari
orang tua siswa, dan sumbangan dari masyarakat luas/dunia usaha.
Perlu diingat bahwa dana sangat terkait dengan kepercayaan. Oleh karena itu, bila
sekolah ingin mendapatkan dukungan dana dari masyarakat, maka program yang di buat
oleh sekolah harus menarik, bagus dan berjalan dengan baik serta bermanfaat luas. Dengan
kata lain, sekolah harus mampu mengemas program dan meyakinkan pemilik dana
(Depdiknas, 2000:95)
Untuk memperoleh dukungan dana dari donator sekolah, maka program pimpinan
sekolah dapat melakukan:
2. Meminta saran atau pendapat calon donator tentang program yang diajukan dalam
proposal.
3. Berikan penjelasan yang meyakinkan bahwa banyak manfaat dari program yang
diajukan.
4. Yakinkan bahwa sekolah yang diberi bantuan dapat dipercaya, sehingga jika diberi
bantuan akan menggunakan bantuan tersebut sebaik-baiknya.
Sumber-sumber keuangan sekolah dapat bersumber dari orang tua, pmerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta, dunia usaha, dan alumni. Sumber-sumber dana untuk sekolah
dapat digambarkan sebagaimana dirumuskan oleh Nanang Fattah (2004: 143) sebagai
berikut.
Pemerinta
h Pusat
Swasta
Sumber
Daya
Sekolah Kelompok
Masyaraka
t
Alumni &
Lain-lain
Pemerinta
h Daerah
Gambar 7.1
Untuk pengelolaan dan penggunaan dana oleh sekolah, sekolah dapat melakukan
pengelolaan dan penggunaan dana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sekolah dapat
melakukan sistem akuntansi biaya yang baku dalam pengelola dana sekolah. Sekolah dikatakan
sebagai organisasi nirlaba (nonprofit) karena sekolah menyediakan jasa-jasa yang diinginkan
secara sosial tanpa mengharapkan keuntungan, sebagaimana dikemukakan oleh Henke Emerson
O, (1988:4) sebagai berikut.
Sama halnya dengan pengelolaan keuangan dunia usaha , maka pengelolaan keuangan sekolah
dapat menganut prinsip-prinsip yang lazim dimulai dari budgeting, accounting, dan auditing.
Pelaksanaan akuntabilitas keuangan sekolah memerlukan kepercayaan dari masyarakat, dikelola
secara transparan atau terbuka sehingga mudah di akses oleh yang membutuhkan datanya. Setelah
budgeting kemudian akuntansi biaya dalam sekolah karena dengan sistem akuntansi biaya ini
dapat menyajikan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sekolah.“it is impossible, however, to
understand fully the result of the economic activities of enterprice without accounting data”
(Henke Emerson O., 1988:6).
Setelah para donator memberikan bantuan yang diinginkan oleh sekolah, maka
seklah perlu mengelola dana tersebut dengan terbuka dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Sekolah dapat membuat sistem akuntansi yang transparan dan akuntabel. Hal ini
akan meningkatkan kepercayaan donator terhadap sekolah. Berikut ini hal-hal yang bisa
dilakukan oleh sekolah dalam pengelolaan dana sekolah, seperti dijelaskan oleh depdiknas
(2000:97-99) sebagai berikut.
3. Hindari kesan bahwa sekolah sekedar menghabiskan dana. Misalnya, bila suatu anggaran
kegiatan dianggarkan 200.000,- tetapi realisasinya habis 150.000,- maka dana tersebut
harus dihemat.
4. Pengeluaran dana hanya dapat dilakukan oleh yang berwenang sesuai dengan aturan yang
berlaku.
5. Pemasukan dan pengeluaran uang harus tercatat secara tertib dan disertai bukti-bukti
tertulis sesuai dengan aturan yang berlaku.
6. Bukti pengeluaran tersebut harus siap untuk dioeriksa setiap saat. Artinya, siap
dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berwenang. Hindari transaksi tanpa pencatatan
yang lengkap.
7. Administrasi keuangan harus dilakukan secara terbuka. Artinya, semua pihak yang terkait
dapat melihat laporan keuangan tersebut.
Menurut Ngalim Purwanto (dalam Supriono dan Ahmad Sapari, (2001:15) ada tiga jenis
hubungan sekolah dengan masyarakatyang bisa dikembangkan, yaitu: a ) hubungan edukatif, b)
hubungan kultural, dan c) hubungan institusional.
Sementara pendapatan lain tentang bentuk keterlibatan orang tua dan masyarakat dan
kegiatan dan program sekolah dapat berupa : (a) buah pikiran/ide, (b) tenaga, (c)
keahlian/keterampilan, (d) harta benda. Dengan beberapa prasyarat : (1) adanya senasib dan
sepenanggungan. Bahwa maju mundurnya sekolah berarti maju mundurnya masyarakat,
(2)keterikatan terhadap tujuan, bahwa tujuan Pendidikan di sekoalah adalah tujuan masyarakat di
mana sekolah itu berada ; (3) adanya perkarsawan, diperlukan kepemimpinan baik dari pihak
masyarakat maupun dari professional yang dapat menimbulkan motivasi untuk berkerja sama; (4)
adanya iklim atau suasana yang baik, hubungan antar anggota masyarakat yang penuh toleransi,
tenggang rasa, harga menghargai, tidak ada curiga mencurigai, iri hati, dan sebagainya
(Ratnawulan dan Sutarsih, 2003).
Manfaat yang dapat dipetik dari keterlibatan otang tua dalam kegiatan prgaram sekoalh
mencakup manfaat bagi siswa sebagai peserta didik, orang tua, dan sekolah sendiri. Berdasasarkan
hasil penelitian di Diklat Manitoba, Amerika Serikat tahun 1994 diperinci manfaat sebagai beikut.
1. Meningkatkan rasa kepuasan, harga diri, dan percaya diri orang tua.
2. Munculnya gagasan baru untuk menolong anaknya belajar sebagai hasil dari bekerja di
lingkungan sekolah.
3. Menambah pengetahuan tentang perkembangan anak.
4. Memperkuat jaringan kerja sosial.
5. Memperluas kesempatan untuk terlibat dengan masyarakat dan jaringan kerja lainya.
6. Meningkatkan pengawasan terhadap lingkunganya.
7. Hubungan yang baik dengan sekolah.
Kerja sama antara sekolah dan masyarakat merupakan salah satu langka penting dalam
penerapan MBS. Tanpa adanya kerja sama antara sekolah dan masyarakat dalam bentuk
jaringan kerja (networking), maka tidak mungkin menuju sekolah yang bermutu baik. Ada
berbagai cara dan media yang dapat digunakan untuk menjalin kerja sama sekolah dengan
masyarakat agar hubungan terus bertahan. Menurut Feasol Muslim dkk. (dalam Supriono dan
Ahmad Sapari 2001:19) yaitu sebagai berikut.
1. Berkirim surat
2. Bersilahturahmi/pertemuan.
3. Terlibat dalam kegiatan.
4. Dating berkunjung kerumah siswa.
5. Bertelepon.
6. Menghargai rapat.
7. Mengikuti kegiatan sekolah dam megadakan pameran.
Bab VIII
Alokasi Sumber-Sumber
Pendidikan dan Penganggaran
Sumber-sumber yang langka dan terbatas perlu dialokasikan dan didistribusikan sesuai
dengan kebutuhan Pendidikan. Dlam konsep ekonomi, sumber-sumber daya yang digunakan
untuk menghasilkan satu produk (tangible dan intangible) itu sangat terbatas atau langka
(scarcity)dan perlu adnaya efisiensi. Di antara berbagai alokasi biya dalam pembangunan, maka
pembiayaan Pendidikan sudah selayaknya mendapatkan prioritas dari pemerintah baik dari
tingakat eksekutif maupun legislative. Pemerintah harus memiliki visi Pendidikan karna untuk
kemjuan pembangunan perlu didukung oleh sumber daya manusia yang handal dengan tersedianya
tenaga-tenaga terdidik (educated man) pada berbagai level manajemen pemerintah di pusat,
pemerintah daerah provinsi, dan kabupaten/kota sampai tingkat kecamatan.
Selanjutnya, dalam area otonomi daerah dan desentralisasi manjemen Pendidikan yang
sedang dilaksankan dapat kita lihat peran pemerintah daerah dalam membangun Pendidikan di
daerah. Seharusnya pemerintaah dengan potensi sumber daya yang dimilikinya dapat memberi
perhatian dan peningkatan alokasi dan anggaran biaya dari APBD untuk pembiayaan Pendidikan.
Dewasa ini telah Nampak daerah yang sumber daya alam dan PAD didaerahnya memadai
atau kaya sudah ada upaya pemerintah daerahnya memindai atau kaya sudah ada upaya pemerintah
daerahnya untuk memperbesar aloksi dan anggaran Pendidikan sebagai contoh provinsi Riau,
Kalimantan tengah, dan jawa timur. Kemajuan ini perlu diikuti oleh provinsi lainya bila mereka
ingin maju dan berbeda dari daerah-daerah lain di Indonesia.
A. Konsep Alokasi dan Penganggaran Pendidikan
Dengan adanya keterbatasan sumber-sumber daya dalam ekonomi Pendidikan
diperlukan usaha-usaha yang sistematis dan komprehensif dalam pembiayaan Pendidikan,
salah satu kegiatan pentinya adalah pengalokasian dan merencanakan anggaran
(budgeting). Perencanaan anggaran akan mengalami kendala-kendala yang akan
memengaruhi efektivitasnya. “Di antara kendala-kendala perencanaan itu adalah kendala
politik, kendala ekonomi, dan kendala waktu”. (Banghart dan Trull, 1973).
Tanggung jawab utama dari pemerintah adlah menciptakan dan menjalankan
system Pendidikan yang produktif. Implikasinya bahwa sumber-sumber yang akan
ditetapkan untuk mencapai secara penuh tujuan-tujuan dari system. Selain itu, pemerintah
harus mengawasi jalanya system dengan cara menggunakan informasi dari kinerja system
Pendidikan tersebut. Sitem merupakan seperangkat komponen atau bagian dan saling
berhubungan. Manusia membuat system sebagai alat komponen yang saling berhubungan
(orang Gedung, buku-buku, dan perlengkapan) dan dibangun dengan tujuan untuk
membawa perubahan pada perilaku kliennya (peserta didik).
System yang terbuka menerima pengaruh dari lingkungan (environment) dan
mengembalikan produknya baikatau kurang baik kepada lingkungan. Artinya, limgkungan
menyediakan input dan menerima output dari system. Bila input dan output-nya dapat
diindentifikasi dan diukur maka akan menjadi informasi penting bagi system.
Menurut Allan Thomas J. (1971;11), dalam kaitan system Pendidikan dengan
fungsi produksinya (production funcation) dijelaskan bahwa lita jangan dibingungkan oleh
berbagai konsep yang digunakan untuk menggambarkan sumber-sumber di antara system
Pendidikan dan dilingkungannya. Misalnya analisis cost-benefit dan analisis input-output
yang sering digunskan sama (sinonim) dan keduanya dibingungkan dengan analisis cost
effectiveness. Berdasarkan konsep yang telah diyakini, konsep-konsep tadi berkaitan
dengan program penganggaran (seperti PPBS/SP4). Selanjutnya, untuk produksi
Pendidikan atau fungsi produksi menjadi dasar untuk menganalisis hubungan input-output
tadi.
Dalam fungsi produksi, output dirumuskan sebagai sejumlah layanan tertentu,
output juga memperhatikan dimensi waktu seperti than belajar siswa, jam pelajaran siswa
agar biaya yang digunakan dapat dipilah-pilah sesuai dengan propopsinya. Hal yang
termasuk ke dalam input adalah barang-barang yang dibeli dan personel yang diperkejakan
dalam layanan Pendidikan, di antara input-input yang signifikan untuk system pendidilan
adalah ruang belajar, perlengkapan, buku-buku, bahan ajar, dan jam mengajar guru dan
personel lainya. Input-input ini dibeli dengan uang. Oleh karena iu, data biaya yang akurat
akan menjadi sangat penting untuk melakukan riset tentang problem-problem
administrative dari Pendidikan.
Fungsi produksi dari para ahli psikolog (PF2), kalau output-nya adlah perubahan
perilaku siswa dalam siswa dengan bertambahnya pengetahuan dan penerimaan norma-
norma, atau bertambahnya kemampuan lainnya maka, outcome ini menjadi ranah (domin)
dari para psikolog yang mungkin saja sedikit banyak mereka antusias terhadap jenis input
yang digunakan dalam kajianya.
Input-input dari PF2 dalah jam mengajar guru dan personel lainya, ruang belajar,
buku-buku, perlengkapan, dan bahan ajar lainnya. Selain itu input PF 2 adalah jam belajar
siswa. Jumlah jam belajar yang digunakan siswa untuk belajar yang menjadi factor penentu
prestasi/hasil belajarnya. Hal yang sama pentingnya adlah karakteristik siswa seperti sikap,
perhatian, dan motivasinya yang mempengaruhi output Pendidikan.
B. Konsep Penganggaran
Penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran
(budget).anggaran sebagai rencana operasionala yang dalam satuan uang menjadi pedoman
dalam pelaksanaan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. Pada dasarnya
penyusunan anggaran merupakan negosiasi atau perundingan antara puncak pimpinan
dengan pimpinan di bawahnya dalam menentukan besarnya alokasi biaya suatu
penganggaran (Nanang Fattah, 2000;47). Dengan demikian, antara alokasi dan
penganggaran adalah satu paket yang tidak dipisahkan dalam konsep dan aplikasinya.
C. Karakteristik dan Fungsi Penganggaran
Anggaran memiliki dua sisi penerimaan dan pengeluaran. Sisi penerimaan
menggambarkan besarnya biaya yang diterima oleh lembaga yang dapat dibedakan dari
dana pemerintah, masyarakat, orang tua, dan sumber-sumber lain.
Anggaran di samping sebagai alat untuk perencanaan dan pengendalian, juga
merupakan alat bantu bagi manajemen dalam memosisikan suatu lembaga (Nanang Fattah
2000;49). Oleh karena itu, anggaran memiliki manfaat sebagai berikut.
1. Sebagai alat penaksir.
2. Sebagai alat otorisasi pengeluaran dana
3. Sebagai alat efisiensi
Menurut Alan Thomas J (1971;123, terdapat empat jnis budget yang bisa diaodpsi, yaitu;
Anggaran butir per butir (line item budget) merupakan bentuk anggaran yang paling
simple dan banyak digunakan. Setiap pengeluaran dikelompokan berdasarkan kategori-
kategori, misalkan gaji, upah, honor menjadi satu kategori atau satu nomor atau butir.
Anggaran program (program budget system) adlah bentuk anggaran yang
dirancang untuk mengidentifikasi biaya setiap program. Perhitungan anggaran didasarkan
pada perhitungan dari masing-masing jenis program.
Anggaran didasarkan hasil (perfrome budget) adalah bentuk anggaran yang
menekankan hasil (performance) dan bukan pada keterperincian dari suatu alokasi
anggaran. Pekerjaan akhir dalam satu program dipecah dalam bentuk beban kerja dan unit
hasil yang dapat dukur. Hasil pengukuran dipergunakan untuk menghitung masukan dana
dan tenaga yang dipergunakan untuk mencapai suatu program.
System perencanaan penyusun program dan penganggaran (planning programming
budgeting system/PPBS atau SP4) adalah sebuah kerangka kerja dalam perencanaan
dengan mengorganisasikan informasi dan menganalisisnya secara sistematis. Dalam
bentuk ini, setiap program dinyatakan dengan jelas, baik jangka pendek maupun jangka
Panjang. Semua tenyang biaya, keuntungan, kelayakan suatu program disajikan secara
lengkap sehingga mengambil keputusan dapat menentukan pilihan program yang dianggap
paling menguntungkan.
F. Anggaran sebagai Alat Alokasi
Berikut ini adalah pendapat dari Thomas Alan (1971; 118-120) tentang anggaran
sebagai alat alokasi. Menurut konsepnya, anggaran adalah suatu instrument yang dibuat
untuk mengfasilitasi perencanaan.
Dengan anggaran ini menyediakan format untuk alokasi keputusan yang dapat di
formulasikan dan di implementasikan dengan adanya anggaran dapat di lihat hambatan
hambatan karena adanya keterbatasan sumber daya yang tersedia. Karena adanya kendala
sumber daya, maka oerlu di identifikasi item tertentu dari pengeluaran dan penggolongan
pengeluaran untuk mempermudah analisis.
Anggaran juga menyediakan konteks bagi proses perencanaan atau seperangkat
kegiatan yang berdasarkan jenis manusianya dan dapat di terapkan dalam memilih alat alat
yang di gunakan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Selanjutnya, anggaran
menjadi dokumen yang merangkum keputusan keputusan yang rencana. Dalam hal ini
anggaran bertindak sebagai alat untuk menjamin kehati hatian dan kejujuran dalam
mengurus dana public. Anggaran merupakan dokumen public yang busa saja di pelajari
oleh orang di luar system. Audit formal terhadap budget merupakan perbandingan antara
budget pengeluaran riil/actual dengan konsep anggaran dalam dokumen.
Menurut budget yang rasional atau di sebut juga paradigm rasional , karaktristik
budget dalam system persekolahan dapat di lihat sebagai berikut.
1. Dalam menyusun anggaran yang rasional maka tujuan dan sasaran secara spesifik lebih
jelas.
2. Dalam model rasional, input-input dipilih dan di kombinasikan dengan cara
memaksimalkan pencapian tujuan. Prosedur ilmiah seperti system analisis dengan adanya
analisis input-output dan hubungan cos benefit di gunakan sebagai alat dalam
pengembangan prosedur yang di buat untuk meningkatkan produktifitas sisitem
pendidikan.
3. Dalam ananlisis rasional, sejumlah alternatif di ketahui dan di bandingkan sebelum
keputusan di buat untuk melaksanakan prosedur yang ada.
4. Dalam model yang rasional, sisitem informasi yang di gunakan sebagai dasar untuk
perbaikan pembuatan keputusan.
5. Model rasional meliputi sebuah penilaian terhadap hasil pelaksanaan anggaran yang ada.
Model rasional lebih menekankan pada perencanaan jangka panjang.
Dalam konteks pembiayaan pendidikan (financing education) di Indonesia menurut
hasil tim peneliti dari Asian Development Bank (1998:30) sumber pembiayaan berasal
dari lembaga/ department yang betperan penting yaitu departemen pendidikan,
Departemen dalam negri, Departemen agama, Departemen keuangan dan Bappenas.
Pembiaan pendidikan tersebut dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu anggaran rutin
seperti yang tertuang dalam DIK dan anggaran pembangunan seperti yang tertuang dalam
DIP. Meskipun anggaran rutin lebih besar daripada anggaran pembangunan, sebagian
besar anggaran rutin menyangkut gaji guru dan personel pendidikan lainnya. Semua
anggaran tersebut di susun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selanjutnya dalam konteks kelembagaan (mikro), setiap sekolah menyusun
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang setelah di revisi dan
mendapat persetujuan atau pengesahan dari Dewan/Komite Sekolah akan menjadi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) yang akan berlaku dalam setahun
anggaran.
G. Alokasi Sumber-Sumber pada Tiap Jenjang Pendidikan
Alokasi sumber-sumber daya yang langka merupakan masalah ekonomi yang
mendasar yang di hadapi oleh semua pemerintah. Pilihan di antara sejumlah alternatif
investasi tergantung pada tujuan dari masyarakat dan hubungan antara biaya dengan
potensi keuntungan dari investasi. Salah satu tujuanya adalah efisiensi ekonomi dengan
harapan investasi menghasilkan peningkatan pendapatan nasional, “one objective is
economic efficiency-having the investments generate a future increase efficiency-having
the investments generate a future increase in national income” (Minggat Alain, dan Tan
Jee Peng, 1988:103).
Dalam upaya menilai prioritas investasi pendidikan , kita harus memikirkan atau
jenis pendidikan manakah yang pertumbuhannya lebih cepat atau yang lambat. Namun
yang penting bagi kita adalah bagaimana memaksimalkan efisiensi dalam pengalokasian
sumber sumber yang langka. Oleh karena itu, investasi perlu di nilai dengan batasan
batasan hasil yang nampaknya di pengarui oleh struktur-struktur biaya pendidikan dan
produktivitas dari tenaga kerja di pasar kerja. Jenis analaisis ini menjadi penting untuk
menganalisis sektor pendidikan karena di Negara berkembang investasi merupakan suatu
yang penting untuk sumber daya pendidikan. Setelah modal manusia di pandang sebagai
input penting dalam proses produksi, maka menemukan prioritas investasi yang cocok
dalam pendidikan dan pelatihan menjadi penting bagi pertumbuhan ekonomi Negara.
Hal ini penting kita bahas untuk mengetahui metode dalam penilaian alternatif
alokasi sumber daya untuk jenis dan jenjang pendidikan yang berbeda. Focus utamanya
mengidentifikasi jenjang dan jenis pendidkan yang lebih sesuai dengan pertumbuhan
ekonomi.
Dua pendekatan yang di gunakan untuk alat analisisnya adalah 1) persyaratan
tenaga kerja, dan 2)menilai Cost- Benefit atau rate of return.
Pendekatan persyaratan tenaga kerja merupakan suatu proyeksi tenaga kerja dan
kebutuhan pelatihan, biasanya lima atau duapuluh tahun kedepan. Proyeksi biasanya di
dasarkan pada:
1. Perkiraan kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang
2. Perbandingan internasional terhadap tenaga kerja dan struktur pendidikan di suatu
Negara pada berbagai tingkat.
3. Rasio tenaga kerja dengan jumlah penduduk
4. Ekstrapolasi rasio input dengan output
Metode rate of return di dasarkan pada syarat-syarat pasar tenaga kerja dan
penilaian cost-benefit untuk mengidentifikasi prioritas. Sebagai contoh bila untuk
menghasilkan suatu jenis lulusan, maka analisis di tujukan untuk menilai apakah biaya
pendidikan tertutupi dengan besarnya keuntungan dalam menghasilkan mereka. Bila
keuntungannya lebih besar maka efisiensi pendidikan tercapai. Inilah yang dapat kita
kelompokkan ke dalam efisiensi eksternal.
Dengan pendekatan rate of retun, maka biaya dan keuntungan (manfaat) dinilai
sama pentingnya dalam prioritas investasi. Peningkatan biaya untuk jenis pendidikan
dianggap baik bila keuntungan (manfaat) menjadi lebih besar. Sebaliknya peningkatan
yang di dasarkan pada pendapatan yang tinggi atau manfaat akan di dukung hanya bila unit
cost (biaya satuan) relavan dan cukup rendah. Pendekatan ini sebagai pendekatan analisis
cost-benefit atau analisis rate of return karena perhitungannya pada rate of return dari
investasi yang telah di berikan.
Gambar 9.1
Komponen Pokok dalam Sistem Pendidikan
Penerapan pendekatan system dalam pendidikan. Dalam konsepsi tentang
akuntabilitas paling sedikit ada empat komponen yang perlu di perhatikan, yaitu tujuan,
kegiatan, penilaian, dan umpan balik. Tujuan dalam setiap usaha pendidikan harus dapat
di rumuskan dengan jelas sehingga dapat di ketahui dengan tepat misalnya perubahan
prilaku pada anak didik. . kegiatan yang di lakukan mengarah pada pencapaian tujuan.
Penilaian bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan telah tercapai, dan berapa besar
biaya yang telah di keluarkan. Sedangkan umpan balik di lakukan agar dapat di lakukan
penyempurnaan baik pada tujuan, maupun proses kegiatan dan sumber. Keempat
komponen akuntabilitas tersebut merupakan suatu kesatuan dari suatu pendekatan system.
Lima syarat ini di kemukakan oleh Barbee David E, dan Bouck Aubrey J., (1974: XV-
XVII) sebagai berikut:
Lima syarat tersebut adalah : 1) di ketahuinya tujuan dan sasaran-sasaran yang akan di
capai oleh sekolah, 2) sekolah memiliki cara cara dan sarana untuk mengukur
ketercapaiannya tujuannya (dan sasaran sasarannya ), 3) sekolah memiliki sebuah
metode yang dapat mengantar kan pada model belajar sisiwa yang berkelanjutan, 4)
sekolah memiliki sisitem akuntansi biaya dan sisitem distribusi sumber-sumber yang
bisa mengukur hubungan biaya dan sumber sumber pada hasil dimana sekolah
melakukan produksi pendidikan, 5) sekolah memiliki prosedur untuk mengubah dan
menyesuaikan program programnya berdasarkan data baik yang berhubungan
ketercapaian outcome atau hasil pendidikan.
Apabila kita kaji kelima syarat tersebut dan kita pilah-pilah maka dapat kita
bedakan agar sekolah itu akuntabel maka sekolah harus : 1) memiliki tujuan, 2)
memiliki metode pengukuran, 3) memiliki metode pengajaran, 4)bmemiliki system
akuntansi biaya, dan 5) memiliki kemampuan adaptasi terhadap program-program yang
di buatnya.
Di lain pihak H. Mc. Ahsan dan Nanang Fattah dan Moh. Ali (2003:3:29)
menyebutkan bahwa akuntabilitas dalam bidang pendidikan menyangkut: 1) Program
dan manajemen personalian yang mengarah pada tujuan, 2) Penekana manajemen yang
efektif dan efisien , 3) Pengembangan program, pengembangan personalia,
peningkatan hubungan masyarakat, dan kegiatan-kegiatan manajemen.
Akuntabilitas dalam pasar dimulai dengan adanya harapan klien bahwa penyedia
jasa akan menawarkan produk dan jasa yang sesuai kegunaan dan bermutu bila
digunakan.Pilihan klien dilakukan sesuai mekanisme akuntabilitis,klien dapat
mengenal kebutuhan nya sesuai dengan jasa atau produk selanjutnya memilih
alternative didasarkan faktor mutu dan kenyamanannya.Dalam
pendidikan,akuntabilitas pasar bererti bahwa orang orang tua memilih sekolah anak-
anaknya tanpa memperhatikan wilayah/rayon (dalam chubb & moe,1990:Henig
1994) kalau ada pilihan terhadap sekolah diluar wilayah ini ,hal ini didasarkan pada
kinerja sekolah,lulusannya,guru-gurunya,para administrator,dan tenaga
pendidikannya.Orang tua sebagai klien ridak saja memilih kan sekolah bagi anak-
anaknya,tetaoi juga memilihara hubungan dengan rasakan.Bagaimana sekolah dapat
memiliki daya tarik bagi orang tua,karena secara teoritis sekolah dapat memberikan
kepuasan kepada orang tua siswa melalui program-program dan layanan yang
bermutu bagi mereka.
Kinerja Pendidikan
Kriteria efektif
Kriteria efektif Kriteria efektif
Harmoni dan Visi Iklim
Sumber Keuangan Fasilitas sehat Tingkat motivasi Prestasi akademik Siswa
Fisik Kesiapan Siswa Organisasi sekolah dan belajar Kepuasan Kerja
Kemampuan Guru Sumber
kelas Mulu kurikulum Tingkat ketidakhadiran
Teknologi Dukungan
Mutu pembelajaran Waktu Angka putus sekolah
orang tua Kebijakan dan
Standar belajar Mutu Mutu kerja
kepemimpinan
Selanjutnya Ronald Edmond dakam Hoy dan Miskel (2001:300) menyebutkan lima kunci
sekolah efektif seperti berikut
Langkah-langkah tersebut: (1) Membuat standar belajar yang jelas, (2) identifikasi
strategi pendidikan bagi seluruh siswa agar memenuhi standar, (3) Memadukan untuk
seluruh sumber daya, kebijakan dalam melaksanakan strategi, (4) meneliti hasil, (5)
Pemanfaatan data untuk mengatur peraikan berkelanjutan dan seluruh sistem di sekolah
bertanggung jawab untuk prestasi siswa.
Apabila dihubungan antara akuntabilitas dengan kinerja sekolah, hal ini dapat dilihat
pada kasus di Negara bagian Alabama. Di Negara bagian tersebut masa;ah akuntabilitas
di sekolah negeri menjadi isu penting nasional. “These accountability laws and proposal
focus onstudent performance, and particularly on test scores”. Fokus utama dalam
akuntabilitas sekolah adalah peningkatan ilia ujian siswa. Setelah data tentang skor nilai
ujian dari masing-masing sekolah, selanjutnya dianalisis ole kantor Dinas Pendidikan.
Dari sana dapat diketahui peringkat perolehan skor dari maisng-masing sekolah.
Informasi tersebut sangat bermanfaat bagi para orang tua untuk mengetahui peringkat
sekolah yang terbaik dalam perolehan skor nilai ujian di sekolah.
Hasil penelitian PARCA di Alabama sangat menarik karena sekolah yang peresentasi
siswa miskinnya tinggi cenderung nilai skornya rendah menurut Test Prestasi Stanford
atau Standford Achievement Test (SAT).
Dengan kata lain, sekolah yang bermutu itu memiliki karakteristik: 1) Kepemimpinan
kepala sekolah yang kuat dan mantap, 2) Lingkungan yang kondusif untuk belajar, 3)
Perbaikan akademik, dan 4) Struktur dan intensitas jam belajar di sekolah.
Jadi menurut beberapa pengertian di ata, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan
kas atau nilai ekuivalen kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan
barang atau jasa yang diharapkan guna memberikan manfaat, yaitu peningkatan laba.
Educational
Resources
Educational Cost
Object (Product,
Services)
Gambar 11.2
Gambar 11.3
Keyakinan dasar ABC System
dengan volume atau bauran produk/layanan yang dihasilkan dan dimanfaatkan secara bersama
oleh berbagai jenis produk/ Jayanan yang berbeda. Aktivitas ini memberikan keuntungan bagi
organisasi sampai tingkat tertentu, tetapi tidak memberikan keuntungan untuk satu spesifik
produk/layanan (Lima, 2011).
"The activity cost analysis provides managers with useful information about labour and
other recources, including consumption for products, consumers and supplying channels, leading
to the management and control of the overheads present in the company" (Francesca, 2004:5).
Menurut Blocher (2011:212), manfaat utama perhitungan biaya berdasarkan aktivitas yang
telah dialami banyak perusahaan di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Pengukuran profitabilitas yang lebih baik ABC menyajikan biaya produksi yang lebih
akurat dan informatif, mengarah pada pengukuran profitabilitas produk dan pelanggan
yang lebih akurat serta keputusan strategis yang diinformasikan secara lebih baik mengenai
penetapan harga, lini produk, dan segmen pasar.
b. Pengambilan keputusan yang lebih baik ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat
mengenai biaya yang dipicu oleh aktivitas, membantu manajer untuk meningkatkan nilai
produk dan proses dengan membuat keputusan yang lebih baik mengenai desain produk,
keputusan yang lebih baik mengenai dukungan bagi pelanggan, serta mendorong proyek-
proyek yang meningkatkan nilai.
d. Estimasi biaya meningkatkan biaya produk yang mengarah pada estimasi biaya pesanan
yang lebih baik untuk keputusan penetapan harga.
Nurhayati (2004) menyatakan bahwa ada beberapa manfaat activity based costing bagi
perusahaan, yaitu sebagai berikut.
Suatu pengkajian sistem biaya activity based costing dapat meyakinkan perusahaan untuk
mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan mutu sambil secara simultan berfokus pada pengurangan biaya yang
memungkinkan.
b. Perusahaan berada dalam posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar.
Activity based costing mendatangkan ketepatan untuk menghitung harga pokok produk
sehingga mampu menetapkan harga jual yang tepat sesuai dengan tingkat laba yang
diharapkan.
c. Activity based costing bermanfaat untuk mendatangkan perbaikan yang
berkesinambungan.
Pada metode konvensional banyak biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Metode
activity based costing dengan analisis biaya dan aktivitas yang menimbulkan biaya tersebut
mendatangkan peningkatan akan transparansi biaya.
Adi (2005) juga menyatakan manfaat dari activity based costing sebagai berikut.
a. Alokasi biaya overhead berdasarkan aktivitas berimplikasi pada pengukuran biaya produk
yang akurat. Pemanfaatan activity based costing mengurangi kemungkinan terlalu
bervariasinya selisih biaya produk dibandingkan dengan yang dianggarkan.
c. Keunggulan lain activity based costing adalah kemampuannya untuk membantu produksi
secara tepat waktu. Produk dianggap mengonsumsi aktivitas, dari deteksi yang dilakukan
dimungkinkan adanya temuan aktivitas yang sesungguhnya tidak bernilai tambah.
a. Alokasi. Tidak semua biaya memiliki penggerak biaya konsumsi sumber daya atau
aktivitas yang tepat. Beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau
produk berdasarkan ukuran volume, sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas
yang dapat menyebabkan biaya tersebut.
b. Mengabaikan biaya. Biaya produk atau jasa yang diidentifikasi sistem ABC cenderung
tidak mencakup seluruh biaya yang berhubungan dengan produk atau jasa tersebut. Biaya
produk atau jasa biasanya termasuk biaya untuk aktivitas pemasaran, pengiklanan,
penelitian dan pengembangan, dan rekayasa produk meski sebagian dari biaya-biaya ini
dapat ditelusuri ke suatu produk atau jasa. Biaya produk tidak termasuk biaya-biaya ini
karena prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk pelaporan keuangan mengharuskan
biaya-biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periodik.
c. Mahal dan menghabiskan waktu. Sistem ABC tidak murah dan membutuhkan banyak
waktu untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Untuk perusahaan dan organisasi yang telah
menggunakan sistem perhitungan biaya tradisional berdasarkan volume, pelaksanaan suatu
sistem baru ABC cenderung sangat mahal. Biasanya, diperlukan waktu setahun atau lebih
untuk mengembangkan dan melaksanakan ABC dengan sukses.
Menurut Yoanes Dicky dan Riki Martusa (2011), ada beberapa kelemahan dari sistem
ABC, yaitu sebagai berikut.
a. Biaya yang dikeluarkan untuk menghitung biaya dengan Activity Based Costing (ABC)
System lebih mahal dibandingkan biaya untuk menghitung biaya secara tradisional.
b. Belum banyak orang yang mampu untuk mendesain Activity Based Costing (ABC) System
(terutama di Indonesia) baik internal maupun eksternal perusahaan.
c. Sulit untuk menemukan orang yang dapat memelihara Activity Based Costing (ABC)
System di sebuah perusahaan. Sulit untuk mendesain Activity Based Costing (ABC)
System yang optimal (seimbang antara cost of errors made from inaccurate with the cost
measurement).
d. Semakin rinci Activity Based Costing (ABC) System dan semakin banyak kelompok biaya
yang dibentuk, maka semakin banyak alokasi yang dibutuhkan untuk menghitung biaya
aktivitas untuk setiap kelompok biaya. Ini dapat menyebabkan kesalahan identifikasi biaya
untuk kelompok biaya berdasarkan aktivitas yang berbeda.
Menurut Hilton (2009), Tahap awal implementasi Activity Based Costing (ABC)
harus dilakukan beberapa aktivitas sebagai berikut.
1. Aktivitas tingkat unit dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas tingkat unit
bersifat proposional dengan jumlah unit yang diproduksi.
2. Aktivitas tingkat batch dilakukan untuk setiap batch diproses tanpa memperhatikan tingkat
unit yang ada dalam batch tersebut.
3. Aktivitas tingkat produk, yaitu berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan
tanpa memperhatikan berapa batch atau berapa unit yang diproduksi atau dijual.
4. Aktivitas yang berkaitan dengan fasilitas tanpa membedakan pelayanan terhadap para
pelanggan, barang apa yang diproduksi, berapa batch yang dijalankan atau berapa unit yang
dibuat.
Selanjutnya tahapan yang kedua membebankan biaya ke biaya aktivitas. Sebagian besar
biaya overhead diklasifikasikan dalam akuntansi dasar perusahaan berdasarkan departemen di
mana biaya tersebut terjadi. Dalam beberapa kasus, beberapa atau semua biaya dapat ditelusuri
secara langsung ke salah satu pul biaya aktivitas dalam sistem ABC.
Garrison dan Noreen (2000:297) menyatakan ada beberapa tahapan yang harus
dilalui dalam rangka penerapan activity based costing. Beberapa tahapan tersebut terdiri
dari:
Mengidentifikasikan, mendefinisikan, serta mengelompokkan aktivitas
Pada langkah ini ditelusuri sejauh mana aktivitas berkaitan dengan objek biaya yang ada
agar dapat membebankan biaya ke kelompok biaya aktivitas. Langkah ini sangat berperan
untuk melakukan alokasi biaya yang tepat.
Sebagian besar biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi dasar perusahaan
berdasarkan departemen di mana biaya tersebut terjadi. Semua biaya tersebut dapat
ditelusuri ke salah satu kelompok biaya aktivitas dalam sistem activity based costing.
Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biava overhead ke biaya produk
konsumen (biaya pendidikan) dihitung dengan membagi biaya dengan total aktivitas dalam
setiap kelompok biaya aktivitas.
Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran
aktivitas.
Pada tahap ini biaya dibebankan sebesar tarif aktivitas dikalikan dengan ukuran aktivitas
yang dilakukan. Hal ini memberikan cerminan tentang besar biaya overhead yang
dialokasikan sesuai dengan aktivitas yang dilakukan.
Penyusunan laporan manajemen adalah langkah yang terakhir di mana pada tahap ini
disajikan perhitungan biaya akhir guna menjadi panduan dalam rangka menetapkan biaya
pendidikan.
Menurut Stephanie (2008:5) "steps in development of an ABC system there are four steps
to implementing ABC: 1) Identify activities, 2) Assign resource cost to activities, 3) Identify
outputs, 4) Assign activity costs to outputs."
a. Membantu mengidentifikasi ketidakefisienan yang terjadi dalam proses produksi, baik per
departemen, per produk, ataupun per aktivitas.
b. Membantu pengambilan keputusan dengan lebih baik karena perhitungan biaya atas suatu
objek biaya menjadi lebih akurat.
c. Membantu mengendalikan biaya (terutama biaya overhead pabrik) kepada level individual
dan level departemen.
Sebagaimana disebutkan, sistem ini harus dapat memberikan respons yang cepat dalam
mengatasi dinamika yang terjadi, khususnya pasar. Perusahaan harus mengambil
keputusan secara cepat untuk menarik produk, mengevaluasi dan merevaluasi harga
produk, memperbaiki fungsi dan bentuk, melakukan diversifikasi ataupun melakukan
keputusan strategis lain. Dukungan teknologi (informasi) yang memadai akan mendorong
perusahaan untuk segera mengambil keputusan yang relevan dan tepat waktu dalam
merespons dinamika yang terjadi dalam dunia bisnis, terkhusus dalam menghadapi
persaingan (Nair, 2002). Akses terhadap teknologi merupakan kunci sukses dalam
memenangkan persaingan.
Kerja Tim
Implementasi ABC tidak hanya melibatkan bagian akuntansi saja, tetapi juga bagian lain
(Partdge dan Perren:1998; Fridman dan Lyne: 1995). Dengan kata lain, implementasi ABC
sebenarnya berpotensi untuk menimbulkan konflik horizontal, mengingat adanva
kemungkinan setiap karyawan yang terlibat lebih mengutamakan kepentingan dan tujuan
bagian masing-masing. Kerja tim merupakan variabel yang penting dalam pengambilan
keputusan untuk mengimplentasi ABC (Morakul dan Wu: 2001). Dalam konteks ini dapat
dilihat bahwa jenis dan fungsi dalam struktur organisasi memegang peranan penting dalam
pengimplementasian sistem. Persoalan tugas dan delegasi wewenang menjadi hal yang
penting dalam pembentukan dan peningkatan kerja sama tim guna menunjang efektivitas
sistem. Faktor penting lain yang dapat menumbuhkan semangat kerja kolektif tersebut
adalah bagaimana budaya organisasi yang dikembangkan dan bagaimana proses
komunikasi intra/interpersonal terjalin dalam perusahaan.
Sebuah sistem akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan mekanisme kontrol dan
pengukuran kinerja yang memadai. Manajemen harus mempunyai seperangkat pengukuran
yang jelas untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas pelaksanaan sistem (mengukur
aktivitas-aktivitas) dan menilai kinerja (profitabilitas). Pengendalian perusahaan tidak
hanya terfokus pada output tetapi juga pada proses. Baik proses maupun output (yang
tercermin dalam kinerja) tersebut akan dievaluasi dengan mengacu pade rencana strategis
yang disepakati. Sebagai sistem yang integras ABC hendaknya tidak hanya
memprioritaskan aspek finansia tetapi juga aspek nonfinansial (Dolinsky dan Vollman:
1991). Untuk itu diperlukan juga seperangkat pengukuran untuk menilai efektivitas
maupun efisiensi aspek nonfinansial ini (Contoh aspek nonfinansial: loyalitas pelanggan,
mutu produk, ketepatan waktu pemasaran produk, dedikasi karyawan dan sebagainya).
Diharapkan juga, dalam perusahaan tercipta mekanisme saling kontrol antarbagian.
Hubungan antara rencana strategis dan pengukuran kinerja dijelaskan dalam Gambar 11.4.
Kualitan, pengiriman,
Menentukan faktor sukses Menentukan pengukuran
kinerja dan sintem pemborosan , dan waktu
Menertukan hubungan mekanisme pelaporan siklus
antara aktivitas program pengukuran. Penyimpangan terhudap
dan organisasional
target (jumlah, unit,
persentase, dan sebagainya)
Sumber Amos et al 1997
Berikut pada Tabel 11.1 merupakan resume hasil penelitian terdahulu yang
dipandang relevan dengan penelitian.
BAB XII
PENDAHULUAN
Ditengah iklim persaingan yang semakin tinggi diantara Lembaga pendididkan, khususnya
perguruan tinggi dalam hal kinerja yang pada intinya berorientasi pada pencapaian world class
university (WCU), bagi masing-masing institusi untuk semakin memperbaiki prses-proses
internalnya dalam penyelenggaraan Pendidikan.
Dalam tataran idealnya, pencapaian WCU memerlukan proses yang panjang dan
berjenjang , mulai dari excellent Research-based Teching University, Research University,
Regional Class University, sampai menuju Word Class University. Seyoginya hal ini didasari oleh
segenap civitas akademika suatu perguruan tinggi agar memiliki orientasi dan komitmen yang
sama dan jelas dalam hal pencapaian masing-masing tahapan tersebut. Suatu Grand Design mutlak
diperlukan agar proses dimaksud dapat dipahami dan dilaksanakan secara optimal mulai dari
tingkatan strategis ( pimpinan ) sampai ke tingkat operasional.
Fenomena umum ini pun disadari oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai
salah satu dari 7 perguruan tinggi negeri yang berada dalam proses transformasi dari BHMN
menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan pemerintah saat ini. Lebih jelasnya sebagaimana
didasarkan peraturan preside republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2012. Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) berubah dari Badan Hukum Milik Negara (BHMN) Menjadi Perguruan Tinggi
yang diselenggarakan oleh pemerintah, dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum ( BLU ).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai perancangan biaya
standar Pendidikan berbasis activity-based costing yang dilaksanakan di UPI menunjukan hasil
bahwa perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan utama yang dijalankan di
lingkungan UPI sangat bervariasi berdasarkan masing-masing fakultas yang ada dilingkungan
UPI. Komponen biaya yang dihitung dalam menentukan biaya kegiatan utama yang dijalankan
dilingkungan UPI, yang berdasarkan metode Activity Based Costing ( ABC) Yaitu mengjitung
biaya dari berbagai aktivitas utama yang terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung yang
dikeluarkan oleh para mahasiswa disetiap fakultas,jurusan,program studi yang ada dilingkungan
UPI
Penerapan metode ABC yang digunakan untuk menentukan biaya dari kegiatan utuma
yang dijalankan di lingkungan UPI membutuhkan juga peran serta dari pimpinan dan pengelola
dari universitas baik dari tingkat pusat sampai ke tingkat bawah di lingkungan fakultas,jurusan,dan
program studi yang ada dilingkungan UPI.kesadaran untuk menerapkan metode ABC ini tidak
akan berjalan dengan baik jika tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai komponen biaya
apa saja yang timbul dalam menjalankan kegiatan utama di lingkungan UPI.
Setiap orang yang ada ditingkat pusat dan ditingkat bawah pada fakultas,jurusan,dan
program studi di lingkungan UPI harus memahami apa dan bagaimana cara untuk menerapkan
metode ABC tersebut dengan baiksehingga dapat ditentukan besarnya biaya Pendidikan yang
harus ditanggung oleh mahasiswa di lingkungan UPI dan juga memberikan gambaran biaya
langsung dan tidak langsung yang harus di keluarkan dari berbagai kegiatan utama untuk
menentukan kebijakan biaya kuliah serta subsidi yag harus di keluarkan oleh pihak UPI terhadapa
biaya yang di keluarkan oleh mahasiswa.
Persoalannya mengacu pada beberapa data hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
mutu/kualitas pelayanan di UPI dan juga data- data yang berkaitan dengan lamanya masa studi
atau dikenal pula dengan istilah Angka Efisiensi Edukasi (AEE),secara umum penyelenggaraan
Pendidikan di UPI harus lebih dioptimalkan lagi.Data hasil penelitian menunjukan masih terdapat
beberapa unsur seperti bimbingan akademik,sumber daya pendukung dan pelayanan administrasi
masih perlu ditingkatkan lagi karena masih berada dibawah apa yang diharapkan oleh mahasiswa
sebagai stokeholder utama UPI.
Demikian pula dengan lamanya masa studi yang berkaitan pula dengan Angka Efisiensi
Edukasi (AEE) di UPI,secara umum sebetulnya UPI masih berada pada rentang ideal,walaupun
terdapat beberapa fakultas yang AEE-nya masih tergolong rendah.Bila dikaji lebih jauh,maka
perhitungan AEE ini berimplikasi pada pembiayaan Pendidikan di suatu Lembaga
Pendidikan.Hasil penelitian disertasi C.Furqon (2010) menunjukan bahwa di UPI pun terjadi
pemborosan akibat keterlambatan masa studi mahasiswa yang berkaitan dengan biaya kesempatan
yang hilang (opportunity cost).untuk di UPI,dengan asumsi unit cost per mahasiswa pada tahun
2010 sebesar Rp.11.250.000,-(ditaksir dengan menggunakan future value),dan jumlah mahasiswa
sekitar 30 ribu orang,bila diasumsikan 10% dari seluruh mahasiswa UPI masa studinya terlambat
satu tahun (3000 orang),maka biaya yang hilang per tahunnya akan berkisar sebesar 3000 x
Rp.11.250.000,- = kurang lebih 33 milyar rupiah.Gamabaran ini tentunya harus dirinci dengan
data yang lebih akurat.Namun demikian hal tersebut menunjukkan betapa AEE dalam hal ini masa
studi berkaitan erat dengan efisiensi pada suatu Lembaga Pendidikan.
‘’System Activity Based Costing (ABC system) merupakan suatu kalkulasi biaya setiap
aktivitas dan mengalokasikan biaya ke objek biaya seperti produk barang atau jasa berdasarkan
aktivitas yang dibutuhkan untuk memproduksinya” (Horngren, Datar dan Foster, 2005:170). ABC
system adalah konsep akuntansi yang mampu mengurangi kelemahan dari akuntansi biaya
tradisional karena ABC system tidak hanya memandang biaya sebagai sesuatu yang harus
dialokasikan, tetapi juga harus memahami apa saja aktivitas-aktivitas yang menjadi penyebab dari
timbulnya biaya. ABC system akan menunjukan bagaimana sumber daya dikeluarkan dengan
menelusuri aktivitras-aktivitas yang dilakukan dalam menghasilkan produk.
Narayanan dan Sarkar (1999) berpendapat bahwa implementasi system ABC akan
memberikan gambaran operasional secara lebih detail demikian juga dengan kinerja dan efisiensi
penggunaan sumber daya lebih dapat diukur. Sedangkan menurut Dunia dan Abdullah (2012:328),
manfaat penerapan system Activity-Based Costing, yaitu: 1) Membantu mengidentifikasi
ketidakefisienan yang terjadi dalam proses produksi, baik per departemen, per produk atau per
aktivitas. 2) Membantu pengambilan keputusan dengan lebih baik karena perhitungan biaya atas
suatu objek biaya menjadi lebih akurat. 3) Membantu mengendalikan biaya (terutama biaya
overhead pabrik) kepada level individual dan level departemental.
Dari apa yang telah dikemukakan sebelumnya, dapatlah dikatakan bahwa sebagaai
perguruan tinggi, UPI dituntut untuk memperbaiki berbagai proses internalnya, meningkatkan
efisiensi, dan berbagai hal lainnya. Oleh karena itu, UPI perlu mengetahui dengan jelas berbagai
aktivitas utama dan pendukung dalam penyelenggaraan pendidikannya. Satu hal yang tidak dapat
dipungkiri adalah bahwa pengelolaan keuangan merupakan hal yang krusial dalam mewujudkan
pelayanan Pendidikan yang berkualitas. Adanya proses transparansi, penerapan akuntabilitas dan
Good University Governance sangat esensial dalam upaya pembenahan peneglolaan keuangan
yang menjadi urat nadi dalam manajemen Pendidikan tinggi.
UPI perlu mengoptimalkan keadaan tersebut dengan melakukan suatukajian atau penelitian
dengan menerapkan system pengelolaan keuangan perguruan tinggi berbasis aktivitas dengan
metode Activity Based Costing (ABC). Penggunaan metode ABC diharapkan akan dapat
mengukur secara lebih rinci aktivitas-aktivitas utama dan pendukung dalam penyelenggaraan
Pendidikan tinggi, biaya per aktivitas,factor-faktor pendorong biaya, dan rata-rata biaya
Pendidikan sehingga diharapkan akan membantu proses peningkatan mutu Pendidikan dengan
proporsi dan alokasi yang Pendidikan dengan proporsi dan alokasi yang lebih sesuai bagi berbagai
aktivias dalam penyelenggaraan Pendidikan di UPI. Demikian pula dari kajian yang dilakukan,
diharapkan dapat dilakukan penerapan model awal perancangan standar biaya pendidikan berbasis
ABC dalam meningkatkan mutu Pendidikan di UPI. Oleh karena itu, maka penelitian yang akan
dilakukan ini adalah mengenai Penerapan Biaya Pendidikan Berbasis Activity-Based Costing
Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Perguruan Tinggi (Studi Kasus di Universitas
Pendidikan Indonesia).
D. Urgensi Penelitian
Tuntutan untuk meningkatkan mutu Pendidikan bagi Perguruan Tinggi (PT),Termasuk
UPI sudah merupakan keharusan saat ini,antara lain dengan meningkatkan kinerja dari berbagai
proses internalnya.Oleh karena itulah, UPI harus memiliki data yang lengkap,akurat,mengenai
aktivitas utama dan pendukung dalam penyelenggaraan pendidikannya, karena akan
berimplikasi pada pembiayaan Pendidikan yang menyertainya. Salah satu tool yang
diasumsikan paling tepat dalam membantu identifikasi berbagai aktivitas dan mengukur
besaran biaya per aktivitas,sehingga dapat ditentukan standar biaya Pendidikan untuk suatu
satuan Pendidikan adalah dengan metode Activity-Based costing.Metode ABC ini dapat
membantu UPI sebagai penyelenggara Pendidikan dalam memperbaiki mutu pengkajian
system biaya yang lebih efisien,lengkap, dan akurat.Selain itu, penggunaan atau penerapan
metode ABC juga dapat mendatangkan perbaikan yang berkesinambungan melalui analisis
aktivitas serta yang paling penting yaitu berkaitan dengan peningkatan transparansi biaya
Pendidikan. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadikan nilai tambahan bagi UPI yang saat
ini sedang bertransformasi dari BHMN menjadi BLU, dan dalam jangka panjangnya
berorientasi pada pencapaian word class university. Selain itu, kajian ini juga dapat memberikan
kerangka acuan bagi penyelenggaraan Pendidikan tinggi, khususnya dalam pengelolaan
keuangannya dalam bentuk penerapan model standar biaya Pendidikan berbasis ABC dalam
meningkatkan mutu Pendidikan di UPI. Model ini pun direncanakan akan terus mengalami
penyempurnaan dengan kajian lebih lanjut dengan penelitian pada tahun kedua dan ketiga,
sebagaimana disampaikan dalam road map penelitian ini.
ROAD MAP PENELITIAN
Ideal ABC
A Desain
Pemetaan Desain Uji Coba Diseminas Dampak
GAP Analisis Model Model Model
Masalah i
Awal Akhir
A A
A A A
Data Evaluasi
Analisis
A Kondisi a A
real A
Analisis
A Data
a a
a Aa a a
Hasil Penelitian a Hasil Penelitian Hasil Penelitian Tahun
Tahun I III
Tahun II
a a
a
Output Tahun
-Seminar HasilI: -Seminar Hasil Penelitian - Seminar hasil penelitian
a
-Rincian aktivitas Pendidikan: utama dan - Artikel dalam jurnal ilmiah - Artikel dalam jurnal ilmiah
pendukung a
Jurnal ilmiah terakreditas terakreditasi
-Standar biaya peraktivitas
- HAK
-Standar biaya Pendidikan ( Unit Cost)
-Model awal
BAB XIII
Tujuan dan Manfaat Penelitian
A. Tujuan Studi
Secara umum tujuan dari studi ini adalah memperkuat model pembiayaan Pendidikan
tinggi yang memenuhi pilar keterjangkauan bagi seluruh masyarakat dengan
memperhatikan potensi masyarakat dan standar mutu nasional. Adapun secara khusus studi
kebijakan pembiayaan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui gambaran pengetahuan akan model pembiayaan yang efektif untuk
menghitung aktivitas utama dan pendukung dalam penyelengaraan pndidikan di
UPI.
2. Mengetahui sejauh mana kesiapan para pengambil kebijakan dalam penerapan
model pembiayaan Pendidikan di UPI.
3. Menganalisis dampak penerapan model ABC pada Universitas Pendidikan
Indonesia menurut cluster disiplin keilmuan berdasarkan fakultas UPI.
4. Mengetahui factor-faktor apa saja yang mendukung penerapan metode ABC di
UPI.
5. Mengetahui factor-faktor apa saja yang menghambat penerapan metode ABC di
UPI.
B. Manfaat yang Diharapkan
Keberhasilan dari pelaksanaan studi ini dapat diukur dari keefektifan model
pembiayaan yang digunakan serta kecakapan dan pengetahuan yang cukup dimiliki oleh
para pimpinan di UPI alam menerapkan model LABC pada setiap cluster dan disiplin ilmu
pada masing-masing fakultas UPI.
Tahapan-tahapan kegiatan studi ini mencakup :
Tahap I :Potret tentang tipologi pembiayaan di UPI.
Tahap II :Proses penerapan model LABC sebagai perhitungan pembiayaan baru di
UPI.
Tahap III :Evaluasi penerapan model LABC di UPI.
Tahap IV :Analisis factor-faktor pendukung dan penghambat penerapan metode
LABC di UPI.
C. Format LABC Model di Pendidikan Tinggi
Contoh
Perhitungan Unit Cost (UC)
Unit Cost (UC) = Biaya Langsung (BL) + Biaya Tak Langsung (BTL)
1. Biaya Langsung (BL) adalah nilai dari sumber daya yang digunakan untuk
melaksanakan aktivitas inti.
2. Biaya Tidak Langsung (BTL) adlah nilai dari sumber daya yang digunakan untuk
melakukan aktivitas manajerial, baik di tinkat fakultas maupun universitas.
Biaya Langsung (BL)
1. BL terdiri dari biaya tenaga kerja langsung (gaji dan honor dosen); bahan habis pakai
pembelajaran; sarana dan prasarana pemebelajaran langsung.
2. BL dihitung berdasrkan aktivitas langsung per mahasiswa di tiap semester.
Biaya Tidak Langsung (BTL)
1. BTL terdiri dari biaya sumber daya manusia manajerial dan nondosen. Sarana dan
prasarana nonpembelajaran; pemeliharaan; serta kegiataan pengembangan institusi
(Penelitian, Penmas, Kemahasiswaan, Pengembangan program).
2. BTL fakultas yang disebarkan ke “unit cost”. Sesuai dengan mahasiswa total di
fakultas.
3. BTL universitas perlu dihitung dan dibebankan ke program oemdidikan
sarjana/diploma.
BTL Gedung
Daftar data Gedung di luar Gedung pembelajaran
A. Gedung di Kantor Pusat
BTL Sarana
Semua sarana di luar lab dan ruang kelas. Tutorial termasuk computer dan buku di ruang
baca.
Sarana yang tidak berhubungan lansung dengan mahasiswa.
A. Kantor Pusat
B. Fakultas
BTL Gaji
Gaji dan Tunjangan Tidak Terikat Pengajaran
A. Kantor pos
BTL BHP
A. Kantor Pusat
No Nama BHP Jumlah Satuan Harga/Rp Total
Amplop Putih Cabinet
1 no.104 120 dus 8.525 1.023.000
2 Bak Stempel 50 buah 3.218 160.900
3 Box File 200 buah 9.900 1.980.000
4 Buku Note 2500 buah 2.750 6.875.000
DST
BTL UMUM
Tabel Biaya Umum (Listrik, Telepon, PDAM)
BTL Pemeliharaan
Biaya Pemeliharaan Lain Per Tahun
Rekap BTL
Biaya Pelayaran Supporting dan Manajemen
Rekap BTL
Data Jumlah Mahasiswa
Fakultas A Jumlah %
Diploma 50
Sarjana 1.500 75%
Profesi 100
Spesialis 100
S2 150
S3 100
2.000
PRODUK
Nama Produk Pendidikan Pada Prodi (A) di Fakultas (A)
Upacara : Penerimaan
di Fakultas PP S 4
Pengenalan
Kehidupan Kuliah/Ceramah*
Kampus Kenal Kampus PP S 6
Diskusi* Kenal
Kampus PP S 10
Pembibingan Penelitian
Skripsi Skripsi UA P 10
Penelitian Skripsi UA P 30
Rate SDM
Biaya SDM Langsung
HONOR
Jenis Kegiatan Tarif Hr per Gaji PNS JML JML JUMLAH RATE
Jam + Hr per STAFF HONOR/Gaji MHS HR PER
Jam PER MHS
KELAS
Kuliah per jam tatap
muka 100,000 120,780 1 120,780 150 805
Tutorial per jam tatap
muka 100,000 120,780 1 120,780 10 12,078
Pratikum/Lab Activity
per jam tatap muka 100,000 120,780 1 241,559 10 24,156
Pembimbing Utama
Akademik per
mahasiswa sampai
dengan selesai 100,000 1,097,422 1 1,097,422 1 1,097,422
BL Gedung
Gedung Khusus Untuk Proses Pembelajaran (Kuliah, Tutorial, Praktikum)
Nama Ruang
No
Pemebelajaran
HARGA PER M2
Kapasitas Ruang
Harga Beli (IIC)
LUAS LANTAI
A GEDUNG
Ruang Lab
1 Pratikum 149 3,000,000 447,000,000 20 20,350,000 1,056 21,165 80 263
2 Ruang Kuliah 153 3,000,000 459,000,000 20 22,950,000 576 39,844 120 332
REKAPITULASI Rate per jam
Gedung Kuliah
Gedung Tutorial
Gedung Lab
Gedung Lab Computer
BL Sarana Kuliah
Sarana Kuliah Berhubungan Langsung
Sarana Ruang Kuliah
No Nama/Jenis Barang Jumlah Satuan Harga Per unit Harga Beli (IIC)Masa Hidup Biaya Depresiasi
1 LCD 1 BUAH 6.500.000 6.500.000 3 2.166.667
2 KOMPUTER 1 UNIT 6.000.000 6.000.000 3 2.000.000
3 LAYAR 1 BUAH 1.500.000 1.500.000 3 500.000
4 MIKROPHONE/WIRELESS 1 BUAH 2.000.000 2.000.000 3 666.667
5 MEJA PRAKTIKUM 16 BUAH 1.000.000 16.000.000 3 5.333.333
6 FLIPCHART/WHITE BOARD 1 BUAH 1.200.000 1.200.000 3 400.000
7 JAM DINDING 1 BUAH 100.000 100.000 3 33.333
8 KURSI KULIAH LAB 80 BUAH 350.000 28.000.000 3 9.333.333
Jumlah Biaya Depresiasi 20.433.333
Jumlah jam efektif per tahun 1.250
Biaya Depresiasi per JAM 16.347
Kapasitas Ruang 40
Rate biaya sarana per mhs per jam di Rk.Kuliah 409
BL Sarana Praktikum
No Nama/Jenis BarangJumlah Satuan Harga Satuan Harga Beli (IIC)Masa Hidup (L)Biaya Depresiasi
1 barang 1 15 Buah 5.000 75.000 3 25.000
2 barang 2 15 Buah 5.500 82.500 3 27.500
3 barang 3 15 Buah 3.500 52.500 3 17.500
6 barang4 15 Buah 500.000 7.500.000 3 2.500.000
7 dst…….. 15 Buah 5.000.000 75.000.000 3 25.000.000
Jumlah Biaya Depresiasi 27.570.000
Jumlah jam efektif per tahun 1.250
Biaya Depresiasi per JAM 22.056
Kapasitas Ruang 45
Rate biaya sarana per mhs per jam di Rk.Kuliah 490
Sarana Praktikum Pada Lab
BHP Kuliah
Biaya Rata-Rata Per Kali Kuliah & Tutorial/Minggu
No Nama Bahan Kuliah Kebutuhan Satuan Harga Satuan Harga Bahan per kegiatan (Rp)
1 Bolpoint 1 buah 756 756
2 Baterai AZ 4 buah 3.590 14.360
3 Carter 1 buah 8.800 8.800
4 Kertas HVS 10 lembar 65 650
5 Kertas Flipchart 24 gulung 1.760 42.240
6 Map Plastik Snalhekter 1 buah 2.420 2.420
7 Magnetik white board 4 buah 3.360 13.440
8 Pensil 1 buah 2.094 2.094
9 Perpurator 1 buah 5.544 5.544
10 Spidol 62 Buah 4.200 260.400
11 Solatif Kertas 1 Rol 4.400 4.400
Jumlah biaya per 1 kali kegiatan kuliah 355.104
Jumlah MHS per 1 kali kegiatan kuliah 300
BL BHP Praktikum
Praktikum Lab : …………………..
Materi : ……………………
Bahan habis pakai
Rekap BL
KLASIFIKASI AKTIVITAS
Distribusi Biaya Sekunder ke primer
KATEGORI AKTIVITAS
WAKTU (JAM)
TARIF
NO AKTIVITAS SDM BHP SARANA GEDUNG TOTAL
SDM
TOTAL
RATE BTL PER
URAIAN SMT 1 SMT 2 SMT 3 SMT 4 SMT 5 SMT 6 SMT 7 SMT 8
AKTIVITAS
BIAYA
#REF! #REF! #REF! #REF! #REF! #REF! _ _
LANGSUNG
Aktivitas BTL:
Aktivitas 1 P1
Aktivitas 2 P2
Aktivitas 3 P5
Aktivitas 4 P6
Aktivitas 5 P7
Aktivitas 6 P8
Aktivitas 7 P9
Aktivitas 8 P10
Aktivitas 9 P11
Aktivitas 10 P12
Aktivitas 11 P13
Aktivitas 12 P14
Aktivitas 13 P15
Aktivitas 14 P16
Aktivitas 15 P17 _
Aktivitas 16 P18 _
#REF! P21 _
Penggunaan atau
pelaksanaan metode
Activity Based Costing ini
rumit atau sulit dijalankan.
Masih banyak hal yang
Faktor Aktivtias kurang dipahami dari Oridinal
Penghambat Utama metode Activity Based
Costing.
Belum terintegrasinya
sistem akuntansi dan
keuangan yang
terkomputerisasi.
Tidak semua biaya
memiliki penggerak biaya
konsumsi sumber daya
atau aktivitas yang tepat.
Biaya produk jasa yang
diidentifikasi metode
Activity Based Costing
cenderung tidak
mencakup seluruh biaya
yang berhubungan dengan
Aktivitas produk atau jasa tersebut. Oridinal
Pendukung Pelaksanaan metode
Activity Baes Costing
cukup besar.
Mekanisme pengontrolan
metode Activity Based
Costing sulit dilakukan
mengingat belum ada
standar operasional serta
ketentuan-ketentuan
penentu efisiensi biaya
yang pasti.
C. Pengumpulan Data
Subjek dari penelitian ini adalah para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PS II) yang ada di
lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia. Di dalam proses penelitian untuk pengumpulan data
maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
Kuesioner diberikan kepada responden dengan cara mengajukan pertanyaan yang secara logis
berhubungan dengan masalah penelitian dan bersifat pertanyaan tertutup yang menyangkut
pendapat para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PD II) mengenai biaya langsung dan tidak
langsung pada aktivitas utama dan aktivitas pendukung di fakultas serta adanya faktor yang timbul
dari masing-masing aktivitas baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.
Wawancara yaitu melakukan wawancara langsung dengan responden guna mendapatkan
keterangan dan data yang dibutuhkan serta berkaitan dengan masalah penelitian.
D. Pengolahan Dan Analisi Data
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini bersifat deskriptif dan verifikatif. Melalui jenis penelitian
deskriptif maka dapat diperoleh deskripsi mengenai bagaimana keefektifan penerapan model ABC
yang dilakukan di fakultas dan apa hambatan yang timbul dari masing-masing aktivitas utama di
fakultas baik yang bersifat biaya langsung dan biaya tidak langsung berdasarkan metode activity
based costing.
Berdasarkan jenis penelitian di atas, yaitu deskriptif yang dilaksanakan melalui pengumpulan
data di lapangan, maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif survey dan explanatory
survey. Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Oleh karena itu,
metode pengembangan yang digunakan adalah cross-sectional cross-sectional yang bersifat
tunggal yaitu salah satu rancangan riset yang terdiri dari pengumpulan informasi mengenai sampel
tertentu dari elemen populasi hanya satu kali.
BL Sarana Kuliah
Sarana Kuliah Berhubungan Langsung
Sarana Ruang Kuliah
No Nama/Jenis Barang Jumlah Satuan Harga Per unit Harga Beli (IIC)Masa Hidup Biaya Depresiasi
1 LCD 1 BUAH 6.500.000 6.500.000 3 2.166.667
2 KOMPUTER 1 UNIT 6.000.000 6.000.000 3 2.000.000
3 LAYAR 1 BUAH 1.500.000 1.500.000 3 500.000
4 MIKROPHONE/WIRELESS 1 BUAH 2.000.000 2.000.000 3 666.667
5 MEJA PRAKTIKUM 16 BUAH 1.000.000 16.000.000 3 5.333.333
6 FLIPCHART/WHITE BOARD 1 BUAH 1.200.000 1.200.000 3 400.000
7 JAM DINDING 1 BUAH 100.000 100.000 3 33.333
8 KURSI KULIAH LAB 80 BUAH 350.000 28.000.000 3 9.333.333
Jumlah Biaya Depresiasi 20.433.333
Jumlah jam efektif per tahun 1.250
Biaya Depresiasi per JAM 16.347
Kapasitas Ruang 40
Rate biaya sarana per mhs per jam di Rk.Kuliah 409
BL Sarana Praktikum
No Nama/Jenis BarangJumlah Satuan Harga Satuan Harga Beli (IIC)Masa Hidup (L)Biaya Depresiasi
1 barang 1 15 Buah 5.000 75.000 3 25.000
2 barang 2 15 Buah 5.500 82.500 3 27.500
3 barang 3 15 Buah 3.500 52.500 3 17.500
6 barang4 15 Buah 500.000 7.500.000 3 2.500.000
7 dst…….. 15 Buah 5.000.000 75.000.000 3 25.000.000
Jumlah Biaya Depresiasi 27.570.000
Jumlah jam efektif per tahun 1.250
Biaya Depresiasi per JAM 22.056
Kapasitas Ruang 45
Rate biaya sarana per mhs per jam di Rk.Kuliah 490
Sarana Praktikum Pada Lab
BHP Kuliah
Biaya Rata-Rata Per Kali Kuliah & Tutorial/Minggu
No Nama Bahan Kuliah Kebutuhan Satuan Harga Satuan Harga Bahan per kegiatan (Rp)
1 Bolpoint 1 buah 756 756
2 Baterai AZ 4 Buah 3.590 14.360
3 Carter 1 Buah 8.800 8.800
4 Kertas HVS 10 Lembar 65 650
5 Kertas Flipchart 24 Gulung 1.760 42.240
6 Map Plastik Snalhekter 1 Buah 2.420 2.420
7 Magnetik white board 4 Buah 3.360 13.440
8 Pensil 1 Buah 2.094 2.094
9 Perpurator 1 Buah 5.544 5.544
10 Spidol 62 Buah 4.200 260.400
11 Solatif Kertas 1 Rol 4.400 4.400
Jumlah biaya per 1 kali kegiatan kuliah 355.104
Jumlah MHS per 1 kali kegiatan kuliah 300
BL BHP Praktikum
Praktikum Lab : …………………..
Materi : ……………………
Bahan habis pakai
Rekap BL
KLASIFIKASI AKTIVITAS
Distribusi Biaya Sekunder ke primer
KATEGORI AKTIVITAS
WAKTU (JAM)
TARIF
NO AKTIVITAS SDM BHP SARANA GEDUNG TOTAL
SDM
TOTAL
RATE BTL PER
URAIAN SMT 1 SMT 2 SMT 3 SMT 4 SMT 5 SMT 6 SMT 7 SMT 8
AKTIVITAS
BIAYA
LANGSUNG
Aktivitas BTL:
Aktivitas 1 P1
Aktivitas 2 P2
Aktivitas 3 P5
Aktivitas 4 P6
Aktivitas 5 P7
Aktivitas 6 P8
Aktivitas 7 P9
Aktivitas 8 P10
Aktivitas 9 P11
Aktivitas 10 P12
Aktivitas 11 P13
Aktivitas 12 P14
Aktivitas 13 P15
Aktivitas 14 P16
Aktivitas 15 P17 _
Aktivitas 16 P18 _
#REF! P21 _
C. Pengumpulan Data
Subjek dari penelitian ini adalah para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PS II) yang ada
di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia. Di dalam proses penelitian untuk pengumpulan
data maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
Kuesioner diberikan kepada responden dengan cara mengajukan pertanyaan yang secara
logis berhubungan dengan masalah penelitian dan bersifat pertanyaan tertutup yang menyangkut
pendapat para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PD II) mengenai biaya langsung dan tidak
langsung pada aktivitas utama dan aktivitas pendukung di fakultas serta adanya faktor yang timbul
dari masing-masing aktivitas baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.
Wawancara yaitu melakukan wawancara langsung dengan responden guna mendapatkan
keterangan dan data yang dibutuhkan serta berkaitan dengan masalah penelitian.
D. Pengolahan Dan Analisi Data
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini bersifat deskriptif dan verifikatif. Melalui jenis
penelitian deskriptif maka dapat diperoleh deskripsi mengenai bagaimana keefektifan penerapan
model ABC yang dilakukan di fakultas dan apa hambatan yang timbul dari masing-masing
aktivitas utama di fakultas baik yang bersifat biaya langsung dan biaya tidak langsung berdasarkan
metode activity based costing.
Berdasarkan jenis penelitian di atas, yaitu deskriptif yang dilaksanakan melalui
pengumpulan data di lapangan, maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif survey
dan explanatory survey. Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Oleh
karena itu, metode pengembangan yang digunakan adalah cross-sectional cross-sectional yang
bersifat tunggal yaitu salah satu rancangan riset yang terdiri dari pengumpulan informasi
mengenai sampel tertentu dari elemen populasi hanya satu kali.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan criteria purposive
sampling, yaitu memilih sampel secara titik acak di mana didasarkan pada pertimbangan tertentu
yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal (Arikunto, 2008). Sampel dalam
penelitian ini adalah para pimpinan setiap fakultas (Dekan dan PD II) yang ada di lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia. Pertimbangan dalam pemilihan sampel tersebut karena Dekan
dan PD II merupakan pimpinan di Universitas Pendidikan Indonesia tingkat Fakultas yang
memiliki wewenang sebagai penentu kebijakan dan memiliki akses mengenai anggaran kegiatan
perkuliahan.
Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Editing, yaitu pemeriksaan kuesioner yang telah terkumpul kembali setelah dibagikan
kepada responden. Dalam praktiknya mungkin terdapat kesalahan dalam pengisian
kuesioner oleh responden, maka langkah ini meliputi mengecek kelengkapan pengisian
instrumen secara menyeluruh.
2) Skoring, yaitu pemberian skor atau kode untuk setiap opsi dari item instrumen
berdasarkan ketentuan yang ada. Skala pengukuran yang digunakan dalam setiap
pertanyaan adalah skala likert lima poin di mana untuk jawaban positif diberi bobot 5-
4-3-2-1 dan sebaliknya untuk jawaban negatif diberi bobot 1-2-3-4-5.
Pilihan Jawaban Bobot Pertanyaan
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Kurang Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
3) Tabulating, yaitu merekap data hasil skoring ke dalam bentuk tabel rekapitulasi secara
lengkap untuk seluruh item kuesioner. Berikut tabel rekapitulasi yang dimaksud.
Skor Item Total
1 2 3 ... N
1
2
...
N
Total
4) Tahap uji coba instrumen, penulis menggunakan dua tahap pengujian yaitu uji validitas dan
reliabilitas guna mengetahui kelayakan kuesioner yang disebarkan kepada responden.
5) Analisis deskriptif, digunakan untuk menggambarkan skor variabel X dan kedudukannya
guna menjawab tujuan penelitian yang bersifat deskriptif. Analisis ini dilakukan melalui
tinjauan kontinum dan perbandingan rata-rata data sampel.
b. Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan (Sunjoyo, dkk, 2013). Uji reliabilitas dilakukan untuk
mengukur konsistensi data dari instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur konsep.
Untuk melihat tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan uji statistik
Cronbach Alpha (α) pada program SPSS. Secara matematis, Arikunto (2010) menyatakan
formula Cronbach Alpha sebagai berikut.
K ∑𝜎𝑏2
𝑟11 = (K−1) (1 − ) (Arikunto,2010)
𝜎𝑡2
Dimana:
r11 = Reliabilitas instrumen
2
∑𝜎𝑏 = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
b. Kebijakan Anggaran
Proses dan prosedur penyusunan anggaran dan implementasi anggaran di PT/LPTK
dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.
1) Penyusunan rancangan alokasi kebutuhan anggaran.
2) Pengajuan kebutuhan anggaran yang dilakukan setiap PT/LPTK ke DIKTI.
3) Pembahasan anggaran yang melihat unsur PT/LPTK, Dikti, dan Dirjen Anggaran.
4) Keputusan alokasi sesuai pagu (top down).
5) Realisasi dan pemanfaatan.
6) Pengawasan.
7) Pertanggungjawaban dan Laporan.
8) Pemeriksaan atau audit.
9) Evaluasi Kinerja (implementasi anggaran).
Proses dan Prosedur dalam penentuan plafon anggaran untuk setiap PT/LPTK setiap
tahunnya dilakukan dengan pendekatan Buttorn Uo dan Top Down, yaitu mempertemukan usulan
kebutuhan dari setiap PT atau unit organisasi dengan alokasi dana yang tersedia atau pagu yang
ada di dikti. Karena itu sering kali terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan dana yang
dialokasikan. Ketidakcukupan anggaran antara kebutuhan sebagaimana yang diusulkan dengan
pagu yang tersedia membawa implikasi terhadap pencapaian tujuan dan harapan setiap PT.
Kebijakan yang menjadi prioritas adalah peningkatan mutu dan daya saing PT/LPTK
dalam merespons peluang dan tantangan global terkendala oleh berbagai hal yang disebabkan oleh
keterbatasan anggaran LPTK. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain sebagai berikut.
1) Kemampuan profesional yang terbatas dalam pengelolaan PT yang menjadikan penentuan
alokasi biaya pendidikan yang berbasis pada learning needs, activity based costing dan
pengelolaan dana secara efisien masih belum mampu diimplementasikan secara tepat.
2) Kurang tepat dalam pengalokasian sesuai dengan prioritas atau aktivitas utama baik
komponen biaya maupun besarnya, sehingga pencapaian tujuan LPTK yang sifatnya inti
(core) amat terbatas. Hal itu ditandai oleh masih banyak alokasi untuk belanja unsur atau
aktivitas pendukung
3) Masih terdapat pergeseran alokasi dari aktivitas utama pada aktivitsa pendukung sehingga
berkurangnya proporsi alokasi untuk kegiatan utama.
4) Fokus pengembangan terhadap aspek-aspek strategis, terutama alokasi biaya riset-riset
strategis, yang sifatnya inovatif dan produktif masih sangat terbatas sehingga return yang
dihasilkan tidak optimal dan tidak sesuai dengan prinsip investasi yang diberikan kepada
pendidikan.
5) Kekeliruan mind set dari policy maker dan policy executor dan jajarannya dalam penentuan
alokasi anggaran untuk penyelenggaraan LPTK yang belum berubah yang disebabkan
keterbatasan kemampuan dalam management capacity SDM menjadikan alokasi anggaran
pendidikan untuk LPTK tidak menjadi prioritas atau utama.
6) Ketidaksesuaian model pengalokasian anggaran yang masih menggunakan model line item
budget dan ketatnya jenis-jenis anggaran untuk diimplementasikan sehingga tidak selalu
sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
7) Prinsip efisiensi, hemat, tepat sasaran, menghindari kebocoran tidak relevan lagi karena
kesulitan seiap satuan pendidikan atau program studi sebagai unit akademik dasar untuk
mengimplementasikan kebijakan itu sesuai dengan aktivitas-aktivitas utama yang menjadi
prioritas.
Implementasi kebijakan anggaran yang tifaj konsisten dengan kebijakan PT/LPTK yang
telah ditetapkan menjadi permasalahan yang dihadapi oleh setiap PT/LPTK. Substansi kebijakan
yang menjadi prioritas dan berimplikasi terhadap alokasi dan manajemen pembiayaan PT, yaitu
sebagai berikut.
1) Peningkatan mutu dengan segala unsurnya.
2) Pengembangan keilmuan.
3) Penguatan kapasitas manajemen kelembagaan.
4) Peningkatan kualitas dosen di berbagai bidang studi.
5) Pengembangan riset-riset strategis, produktif, inovatif.
6) Pembinaan dan pengembangan kemahasiswaan.
7) Peningkatan kinerja tenaga administrasi, laboran, teknisi sumber belajar.
5. kekeliruan mind set dari policy maker dan policy executor dan jajarannya dalam penentuan
alokasi anggaran untuk penyelenggaran LPTK yang belum berubah yang disebabkan keterbatasan
kemampuan dalam management capacity SDM menjadikan alokasi anggaran Pendidikan untuk
LPTK tidak menjadi prioritas atau utama.
6. ketidaksesuaian model line item budget dan ketatnya jenis- jenis anggaran untuk
diimplementasikan sehingga tidak selalu sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
7. prinsip efisiensi, hemat, tepat sasaran, dan menghindari kebocoran tidak relevan lagi karena
kesulitan setiap satuan Pendidikan atau program studisebagai unit akademik dasar untuk
mengimplementasikan kebijakan itu sesuai dengan aktivitas- aktivitas utama yang menjadi
prioritas.
Implementasi kebijakan anggaran yang tidak konsisten dengan kebijakan PT/LPTK yang
telah ditetapkan menjadi permasalahan yang dihadapi oleh setiap PT/LPTK. Substansi kebijakan
yang menjadi priritas dan berimplikasi terhadap alokasi dan manajemen pembiayaan PT, yaitu
sebagai berikut:
1. Peningkatan mutu dengan segala unsurnya.
2. Pengenbangan keilmuan
3. Penguatan kapasitas manajemen kelembagaan.
4. Peningkatan kualitas dosen di beerbagai bidang studi.
5. Pengembangan riset- riset strategis , produktif dan inovatif.
6. Pembinaan dan pengembangan kemahasiswaan.
7. Peningkatan kinerja tenaga administrasi, laporan, teknisi sumber belajar.
Berdasarkan tabel 16.23 menunjukan bahwa dari 12 responden 83,33% (10 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya metode Activity Based Costing dapat mengukur besaran biaya per
Aktivitas dalam rangka penentuan standar biaya pendidikan. Sementara sisanya 16,67% (12
responden) menjawab sangat setuju.
Tabel 16.24
Dengan metode Activity Based Costing akan ada peningkatan transparansi biaya pendidikan
Berdasarkan tabel 16.25 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden) menjawab
sangat setuju berkaitan dengan adanya metode Activity Based Costing dapat mengidentifikasi
variabel cost dalam kegiatan utama perkuliahan. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab
sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.26
Dengan metode Activity Based Costing dapat mengukur/menghitung variabel cost dalam kegiatan
utama perkuliahan
Berdasarkan tabel 16.26 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden) menjawab
sangat setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengukur atau
menghitung variabel cost dalam kegiatan utama perkuliahan. Sementara sisanya 25% (3
responden) menjawab sangat setuju.
Tabel 16.27
Dengan metode activity based costing dapat mengidentifikasi fixed cost dalam kegiatan utama
perkuliahan
Berdasarkan tabel 16.27 menunjukkan bahwa dari 12 responden 75% (9 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengidentifikasi fixed cost
dalam kegiatan utama perkuliahan. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab sangat setuju dan
sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.28
Dengan metode activity based costing dapat mengukur atau menghitung fixed cost dalam kegiatan
utama perkuliahan
Berdasarkan tabel 16.28 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 75% (9 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat mengukur/menghitung fixed
cost dalam kegiatan utama perkuliahan. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab sangat setuju
dan sisanya 8,33% (1 responden)
menjawab kurang setuju.
6. Gambaran umum faktor pendukung pada aktivitas pendukung
Dengan adanya penggunaan metode activity based costing (ABC) di dalam pengelolaan dan
penetapan standar biaya pendidikan berbasis aktivitas, responden menyatakan beberapa kelebihan
yang didapat dengan menggunakan metode ilmiah seperti adanya perbaikan mutu sistem
pengkajian biaya secara lebih efisien, lengkap dan akurat. Selain itu penggunaan metode activity
based costing (ABC) menurut responden akan berimbas pada pengurangan biaya karena dapat
mengelola aktivitas lebih baik (dapat pula memperbaiki aktivitas-aktivitas yang dirasa kurang
bernilai tambah atau efisien), serta penggunaan metode activity base costing (ABC) ini menurut
responden dapat pula menghasilkan perkiraan standar biaya perkuliahan cara tepat tetapi tetap
sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku. Metode Activity based costing (ABC)
membuat para responden dapat mengidentifikasi dan mengukur variabel cost dan fixed cost dalam
kegiatan/aktivitas pendukung perkuliahan.
Sebagian besar responden mengatakan bahwa responden dapat menentukan biaya joint cost yang
timbul dari kegiatan manajemen di fakultas masing-masing yang digunakan untuk mendukung
kegiatan perkuliahan. Untuk biaya operasi nonpersonalia yang timbul di setiap fakultas di
lingkungan universitas pendidikan Indonesia sendiri, sebagian responden menyatakan bahwa
terdapat perhitungan akan alokasi biaya alat tulis perkuliahan, biaya alat dan bahan habis pakai,
biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, lokasi daya dan jasa, biaya transportasi/perjalanan dinas,
alokasi biaya konsumsi dan pelaporan, sedangkan untuk perhitungan alokasi biaya asuransi hanya
sebagian kecil saja responden yang memperhitungkan alokasi untuk biaya tersebut.
Guna mengetahui lebih jelas mengenai gambaran faktor pendukung pada aktivitas pendukung
dapat dilihat melalui analisis tanggapan responden berikut.
Tabel 16.29
Dengan metode activity based costing dapat memperbaiki mutu sistem pengkajian biaya secara
lebih efisien, lengkap dan akurat
Berdasarkan tabel 16.29 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 66,67% (8 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya metode activity based costing dapat memperbaiki mutu sistem
pengkajian biaya. Sementara 25% (3 responden) menjawab sangat setuju dan sisanya 8,33% (1
responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.30
Dengan metode activity based costing segala aktivitas yang terjadi lebih terkontrol dengan baik
dan berimbas pada pengurangan biaya.
Berdasarkan tabel 16.30 tunjukkan bahwa dari 12 responden,75% (9 responden) menjawab setuju
berkaitan dengan adanya metode activity based costing segala aktivitas yang terjadi lebih terkelola
dengan baik dan berimbas pada pengurangan biaya. Sementara 16,67% (2 responden) menjawab
sangat setuju dan sisanya 8,33% (1 responden) menjawab kurang setuju.
Tabel 16.31
Dengan metode activity based costing akan mampu menghasilkan perkiraan standar biaya
perkuliahan dengan tepat dan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku
Berdasarkan tabel 16.31 menunjukkan bahwa dari 12 responden, 66,67% (8 responden) menjawab
setuju berkaitan dengan adanya
Metode activity Based Costing akan mampu menghasilkan perkiraan standar biaya perkuliahan
dengan tepat dan sesuai dengan kebijakan dan perturan yang berlaku. Sementara 16,67% (2
responden) menjawab sangat dan sisanya 16,67% (2 responden) menjawab kurang kurang setuju.
Tabel 16.32
Dengan metode Activity Based Costing dapatmelakukan perbaikan padaaktivitas yang kurang
bernilai tambah atau kurang efisien.
Tinggi = ST x JB x JR
=5 x 44 x 12 = 2640
Rendah = SR x JB x JR
= 1 x 44 x 12 x = 528
Selanjutnya untuk mencari kategori kontinum sedang dapat dihitung dengan menghitung
selisih skor tertinggi dengan skor terendah kemudian hasilnya dibagi tiga, yaitu:
A = 2640 - 528 : 3
=2112 : 3
= 704
Maka batas kriterianya adalah sebagai berikut:
Rendah = 528 + 704 = 1232
Sedang = 1232 + 704 = 1936
Tinggi = 1936 + 704 = 2640
Dari hasil perhitungan tersebut maka diperoleh nilai variable x (activity based costing)
sebesar 1997, selanjutnya hasil kuesioner tersebut ditunjukkan pada daerah kontinum. Daerah
kontinum activity based costing terletak pada daerah tinggi, yaitu antara interval 1936-2640. Oleh
Karena itu, para pimpinan tingkat fakultas di universitas pendidikan Indonesia telah optimal dalam
melakukan penerapan metode activity based costing guna meningkatkan mutu pendidikan.
D. Tanggapan Responden
Sebagian besar responden menyatakan bahwa terdapat beberapa kendala yang dihadapi
untuk memenuhi kebutuhan akademik, di antaranya terkait dengan kekurangan SDM yang relevan
dengan kompetinsi yang dibutuhkan, pengadaan untuk kegiatan akademik masih dari dua sumber,
universitas dan fakultas, peralatan multimedia terbatas (belum bias memenuhi kegiatan akademik
ketika kegiatan akademik yang bersamaan tidak bias dihindari), keterbatasan dana serta adanya
kebutuhan pemenuhan sarana praktikum dan penelitian.
Kendala lainnya meliputi belum ada keseragaman harga atas barang dan aktivitas yang
mendetail (belum ada kebijakan yang mengikat atas keseragaman tersebut), aktivitas yang
direncanakan sering berubah dan perubahannya tidak cukup dilindungi atau di back up aturan
hokum, cost component praktikum masih kecil untuk prodi keteknikan serta rasio alat praktik
dengan mahasiswa masih tinggi.
Adapun upaya yang telah dilakukan oleh sebagian besar responden untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut, di antaranya dengan mengkader SDM yang ada, koordinasi dengan dir.
Akademik agar beberapa pengadaan tidak tumpang tindih, kerjasama antar prodi sehingga dari
semua prodi yang ada bisa dimanfaatkan secara bertahap terus berupaya untuk bisa terpenuhinya
sarana yang ada dengan memprogramkannya pada RKAT fakultas maupun prodi, berusaha
mendapatkan dana tambahan di luar RKAT serta berusaha memperbesar anggaran dengan
menentukan jumlah mahasiswa yang pas untuk rombongan belajar.
Sedangkan upaya lainnya yang telah dilakukan adalah dengan mengadakan dialog atau
diskusi dengan para pengguna dana dan rekanan, menggunakan tenaga honorer, pension lembaga
lain, mengenalkan kebijakan yang bervariabel, mengandalkan dengan adanya pendamping dari
petugas keungan, mengusulkan adanya akuntan untuk setiap unit kerja keungan serta mengajukan
pemenuhan sarana praktikum dan penelitian melalui APBNP.
Selain hasil tersebut, terkait dengan peningkatan mutu pendidikan di universitas
pendidikan Indonesia sebagian besar responden menyatakan bahwa terdapat beberapa biaya
komponen yang menjadi prioritas untuk menentukan peningkatan mutu pendidikan khuusnya di
universitas pendidikan Indonesia, di antaranya gaji dosen dan karyawan, peningkatan kompetensi
dosen dab staf, biaya pelatihan, seminar dan konferensi, menyangkut pengadaan dan pemeliharaan,
pemenuhan sarana multimedia untuk kelancaran pelaksanaan kuliah teori dan praktik termasuk
peralatan laboratorium secara bertahap dengan terkooridinasi internal maupun universitas,
penyelanggaraan praktikum yang berkualitas serta penguasaan sarana pembelajaran di kelas.
Sedangkan biaya komponen laiinnya yang menjadi prioritas untuk peningkatan mutu
pendidikan Indonesia, diantaranya biaya publikasi, biaya penelitian dan pengabdian pada
masyarakat, penciptaan kultur akademik berstandar internasional, kelengkapan sarana
laboratorium, pelajaran yang lebih konstektual dan teknologis, praktikum pembelajaran di
lapangan yang benar-benar terkendali, penelitian yang benar-benar bermanfaat untuk
menyelesaikan masalah, tenaga ilmiah dan forum ilmiah yang dilakukan baik local, nasional, dan
internasional serta pengabdian dosen atas keilmuan dan metodologi inovatif dalam memecahkan
masalah di lapangan.
E. Hasil forum group discussion (FGD)
Berdasarkan focus group discussion (FGD) yang dilakukan pada hari rabu tanggal 17
september 2014 yang diikuti oleh 15 peserta yang terdiri dari 4 orang dekan, 5 orang pembantu
dekan dan 6 orang mahasiswa, diperoleh hasil diskusi sebagai berikut.
Terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan activity basrd costing system
universitas pendidikan Indonesia. Kendala ini terlihat dari hasil survey perbandingan biaya
perkuliahan antara LPTK dan non-LPTK. Kendala utamanya adalah terdapat perbedaan metode
dan pendekatan dalam menentukan biaya perkuliahan masih berdasarkan budgeting based bukan
activity based. Budgeting based costing merupakan pendekatan dan metode yang digunakan untuk
menentukan biaya perkuliahan berdasarkan anggaran yang telah tersedia. Sedangkan activity
based costing merupakan pendekatan dan metode yang digunakan untuk menentukan biaya
perkuliahan berdasarkan biaya berdasarkan segala aktivitas yang telah dijalankan. Sehingga
dengan adanya perbedaan tersebut semakin menjelaskan bahwa penentuan biaya perkuliahan yang
berdasarkan pendekatan dan metode budgeting based costing hanya menentukan biaya
perkukuliahan berdasarkan anggaran yang ada maka segala aktivitas perkuliahan yang dijalankan
akan disesuaikan dengan anggaran yang ada. Sedangkan jika penentuan biaya perkuliahan akan
disesuaikan dengan segala aktivitas perkuliahan sehingga nantinya akan berdampak pada
terpenuhinya segala fasilitas yang dapat mendukung aktivitas perkuliahan. Dengan begitu, proses
perkuliahan dapat berjalan dengan lancer sehingga peningkatan mutu pendidikan akan lebih
mudah tercapai
Adanya perbedaan biaya perkuliahan antara.LPTK dan non-LPTK ini tidak terlepas dari
adanya kebijakan pemerintah yang di tujukan untuk seluruh LPTK yang ada yaitu berkaitan
dengan PTNBH. Kebijajakan berkaitan dengan peraturan bahwa segala operasoinal yang terjadi
dalam LPTK telah di tentukan dananya dari pemerintah pusat sehingga segala aktivitas yang ada
harus disesuaikan dengan anggaran yang telah tersedia. Hal inilah yang menjadikan biaya
perkuliahan LPTK tidak sesuai dengan standar mutu biaya perkuliahan sehingga biaya perkuliahan
LPTK tergolong rendah dibandingkan dengan biaya perkuliahan non-LPTK. Hal ini juga akan
berdampak pada output yang dihasilkan.
Output yang dihasilkan LPTK dan non-LPTK terlihat jelas berbeda terutama berkaitan
dengan kompetensi yang dihasilakan. Kompetensi LPTK tergolong jauh di bawah kompetensi
non-LPTK. Hal ini tidak terlepas dari perbedaan standar biaya perkuliahan. Kompetensi non-
LPTK yang tergolong tinggi dikarenakan adanya standar biaya perkuliahan yang tinggi pula
dimana perhitungan biaya perkuliahan disesuaikan dengan segala aktivitas yang dijalankan.
Sehingga fasilitas yang tersedia lebih lengkap dan dapat menunjang perkuliahan. Sedangkan
kompetensi LPTK berada dibawah non-LPTK. Hal ini jelas terjadi karena standar biaya
perkuliahan LPTK yang lebih rendah sehingga fasilitas yang tersedia pun kurang dapat menunjang
aktivitas perkuliahan karena disesuaikan dengan anggaran yang ada.
Kompetensi yang berbeda antara LPTK dan non-LPTK membuat perbedaan tersebut
semakin terlihat karena kompetensi merupakan dasar dari terciptanya standar mutu untuk
pendidikan. Dapat dikatakan bahwa LPTK memiliki standar mutu pendidikan yang berbeda jauh
dibawah non-LPTK. Selain itu, terdapat pula perbedaan berkaitan dengan kegiatan internal yanga
ada pada LPTK dan non-LPTK. Adanya perbedaan kebijakan tersebut membuat managemen
system yang ada di LPTK dan non-LPTK berbeda.
Sebaiknya, untuk menentukan biaya perkuliahan terlebih dahulu memprediksi dan
menentukan kebutuhan lulusan/ output. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang dicapai lebih jelas
dan terarah. Dengan mengetahui terlebih dahulu mengenai kebutuhan dari segala aktivitas
perkuliahan maka perhitungan biaya perkuliahan dilakukan berdasarkan aktivitas yang ada
sehingga denga adanya standar biaya berdasarkan biaya aktivitas maka fasilitas yang tersedia dapat
lebih menunjang untuk segala aktivitas yang dijalankan mahasiswa. Hal ini akan berdampak pada
kompetensi yang dihasilakan menjadi lebihn baik sehingga terjadi peningkatan standar mutu
pendidikan.
Untuk survey perbandingan biaya perkuliahan seharusnya dibandingkan antara sesame
perguruan tinggi LPTK karena kebutuhan serta kebijakan dapat lebih menunjang untuk segala
aktivitas yang dijalankan mahasiswa. Hal ini akan berdampak pada kompetensi yang dihasilakan
menjadi lebihn baik sehingga terjadi peningkatan standar mutu pendidikan.
Untuk survey perbandingan biaya perkuliahan seharusnya dibandingkan antara sesame
perguruan tinggi LPTK karena kebutuhan serta kebijakan yang dijalankan tidak jauh berbeda.
Kebijakan standar yang diterapkan lebih baik memperhitungkan pula standar biaya daerah atau
yang dikenal dengan indeks kemahalan konsumen. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan standar
biaya setiap daerah sehingga dapat mempengaruhi perhitungan biaya perkuliahan karena
disesuaikan juga dengan IKK yang ada disetiap daerah.
Selain itu juga perlu adanya pengembangan SDM agar tercipta SDM yang berkualitas baik
dari tingkat pengambil kebijakan maupun pelaksana. Di samping itu perlu adanya pembiayaan
baik pembinaan fasilitas, tenaga kependidikan maupun pembinaan keahlian untuk menentukan
biaya perkuliahan.
Bab XVI
Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “penerapan biaya
pendidikan berbasis activity based costing dalam meningkatkan mutu pendidikan di
perguruan tinggi (studi kasus di universitas pendidikan Indonesia),” maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
Berdasarkan hasil kajian terhadap hasil penelitian tentang implementasi kebijakan
anggaran di lingkungan LPTK berdasarkan analisis kesesuaian model anggara yang
digunakan, kecukupak biaya dengan kebutuhan belajar (lerning needs), ketepatan alokasi
sesuai dengan program prioritas, dan dampak terhadap pencapaian standar, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Model ABC secara konsisten belum diaplikasikan dalam pembuatan kebijakan alokasi
anggaran PT/APKT, tetapi masih menggunakan system line item bugded. Ketataan
dalam item-item anggara tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
2. Prinsip efisiensi, hemat, tepat sasaran, dan menghindari kebocoran masih belum dapat
dilaksanakan sesuai harapan karena masih banyak hambatan atau kesulitan setiap
satuan pendidikan di LPTK melakukan anggaran sesuai dengan yang tersedia.
3. Prinsip bottom up and top down yang dilakukan setiap tahun dalam proses pembuatan
anggaran lebih dominan ditentukan oleh top down berdasarkan plafon anggaran yang
tersedia dibandingakan dengan pemenuhan kebutuhan setiap unit akademik.
4. Implementasi kebijakan biaya LPTK yang berorientasi pada pemenuhan learning needs
dan aktivitas utama (akademik) menurut kecukupan anggaran sesuai dengan standar
biaya satuan yang dibutuhkan masing-masing karakteristik bidang studi, sementara itu
pemenuhannya masih jauh dari kebutuhan.
5. Alokasi anggaran yang memadai sesuai dengan standar kebutuhan setiap bidang studi
memberi peluang bagi setiap prodi untuk meningkatkan mutu dan daya saing.
Pemenuhan standar-standar mutu nasional (7 standar BAN PT) maupun standar mutu
internasional (ISO) terutama dalam menghasilkan jurnal-jurnal penelitian yang
masing-masing sangat rendah.
6. Manajemen PT/LPTK yang professional, perubahan mindset pembuat kebijakan
anggaran sangat penting agar mampu membawa perubahan yang memungkinkan setiap
LPTK berkembang dengan cepan dan berdaya saing.
7. Ketidakakuratan, kurang tepat dalam alokasi aktivitas utama atau program prioritas
dan pergeseran alokasi dari aktivitas utama kepada aktivitas pendukung menjadikan
biaya core amat terbatas.
8. Return (educational product) yang dihasilkan dari investasi biaya yang cukup besar
(educational enterprise) belum dapat dicapai secara optimal. Hal ini masih terkendala
oleh policy maker, policy executor dan jajarannya, dan kapasitas manajemen yang
masih terbatas minset danm kemampuan profesionalnya pada para pengelola DIKTI
dan LPTK.
B. Implikasi hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai “penerapan biaya
pendidikan berbasis activity-based coting dalam meningkatkan mutu pendidikan di
perguruan tinggi (studi kasus di universitas Indonesia),” maka diajukan beberapa saran
sebagai berikut.
1. Sebaiknya dalam menerapkan biaya pendidikan terlebih dahulu melakukan pendidikan
terlebih dahulu melakukan pendekatan di mana melihat dari segi asumsi biaya
(kebijakan dalam anggaran) dan segi management system (kebijakan dalam system
manajemen) sehingga dapat tercapainya standar mutu pendidikan yang lebih baik
2. Adanya perhitungan mengenai standar biaya daerah atau yang lebih dikenal dengan
indeks kemahalan konsumen (IKK) sehingga standar biaya perkuliahan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan setiap daerah.
3. Adanya kebijakan yang mendukung penerapan biaya pendidikan berbasis activity
based costing.
4. Adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) sehingga terciptanya SDM yang
berkualitas beik dari tingkat pengambil kebijakan maupun pelaksana.
C. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti merekomendasikan beberapa hal
penting yang relevan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya perbaikan mutu
dan pengembangan konsep dan prinsip kabijakan, antar lain sebagai berikut.
1. Alokasi anggaran akan lebih evektif bila terfokus pada aktivitas utama ketimbang
aktivitas penduduk dalam kondisi anggara yang msih terbatas. Dalam kaitan itu
perubahan mindset pembuat kebijakan ditingkat pusat dalam memahami system ABC
dan karakteristik LPTK sangat dibutuhkan.
2. Penerapan model ABC akan lebih mendukung oleh kesadaran politik pendidikan,
komitmen, dan sosialisasi konsep dan strategi system ABC dari pusat sampai ke tingkat
bawah atau unit akademik dasar/ program studi.
3. Memberikan kepercayaan penuh atau otonomi kepada setiap program studi
dilingkungan LPTK dalam mengmbangkan aspek-aspek utama yang menjadi
prioritasnya, memahami kebutuhan belajar dosen dan mahasiswa sesuai bidang
studinya.
4. Diperlukan perubahan yang sangat signifikan dalam upaya pemenuhan standar biaya
yang menjadikan setiap program studi di LPTK lebih bermutu, efisien, produktif, dan
inovatif.
5. Focus pengembangan terhadap keseluruhan aspek strategi, terutama riset dan learning
needs harus diserahkan secara penuh kepada setiap program studi hingga terjadi
akselerasi pengembangan yang lebih cepat.
Daftar Pustaka
Achievement Standards Branch, Standards Departement Ministry Of Education. 2002. Standard-
Based Assesment Within A StandardBased Education System. British Columbia, Canada .
Anwar, Idochi M. 2003. Administrasi Pendidikan dan manajemen Biaya pendidikan, teori, konsep
dan Isu. Alfabeta, Bandung .
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta .
Becker Gary, S. 1993. Human Capital, (third edition). Chicago: University of Chicago Press .
Bloom Benjamin S. 1982. Human Characteristics and School Leaming. New York: McGraw-Hill
Co .
BPS. 2005. Analisis Biaya dan Manfaat Investasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta .
BSNP. 2006. Naskah akademik Pembiayaan Pendidikan. Jakarta .
Chaube S.P dan Chaube A. 1993. Comparative Education. New Delhi: Vikas Publishing House
PVT Ltd .
Choirul Fuad Yusuf dkk. 2006. Inovasi Pendidikan Agama dan Keagamaan. Puslibang Pendidikan
Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama .
Coombs dan Hallak. 1972. Managing Educational Cost. London: Oxford University Press.
Depdikbud. 1983. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Jakarta: Buku II A Dasar
Ilmu Pendidikan, Dirjen Dikti, Proyek PiPT.)1999( Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(cetakan kesepuluh). Jakarta: Balai Pustaka .
Depdiknas, Biro Keuangan Sekjen. 2001. Laporan Hasil Penelitian Penyusunan Biaya Satuan
Pendidikan SD, SLTP, SMU dan SMk Negeri .
Depdiknas. 2002. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Laporan Buku, Makalah, skripsi, Tesis dan
Disertasi. UPI, Bandung. —, 2002. Instruksi Menteri Pendidikan Nasional RI No
1/U/2002 tentang Pelaksanaan akuntabilitas Kinerja di Lingkungan Depdiknas. Jakarta:
Biro hukum dan organisasi .
Fattah, Nanang. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Rosda . 2004. Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani
Ouraisy .
Fattah, Nanang dan Ali, Mohammad. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas
Terbuka .
Henke Emerson O. 1988. Introduction to Nonprofit Organization Accounting (third Edition).
Boston: PWS-Kent Publishing Co.
Hoy, K. Wayne dan Miskel Cecil G. 2001. Educational Administration, Theory, Research, and
Practice. Singapore: McGraw-Hill.
Jeniffer Fager & Cori Brewster. 1999. Parent Partners: Using Parents to enhance education.
Alaska Amerika Serikat: Northwest Regional Educational Laboratory.
Jones Thomas H. 1985. Introduction to School Finance, Technique and Social Policy. New York:
MacMillan Publisching Co.
Kajian MDA tersedia dalam www.radarbanten.com, www.ppk.lipi.go.id, dan
www.pemkomedan.go.id
Kaplan Robert S, dan Norton David P. 2001. The Strategy Focused Organization, How Balanced
Scorecard Companies Thrive in The New Business Environment. Boston: Harvard
Business School Press.
Krajewski Robert, Martin dan Walden John c. 1983. The Elementar/ School Principalship,
Leadership for the 1980s. New York: Hott, Reinehart and Winston
Levin M. Henry dan Schultze G. Hans. 1983. Financing Recurrent Education, Strategies for
Increasing Employment, Job Opportunities and Productivity. Beverly Hill: Sage
Publication .
Lembaga Administrasi Negara. 1999. Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. Jakarta .
Mingat dan Tan. 1988. Analytical Tools For Sector Works in Education, Altimore and London:
A world Bank Publication, John Hopkins University Press .
Morhman Susan Alberts dan Wohlsteter Priscila. 1994. School-Based Management, Organizing
for High performance. San Fransisco: Jossey Bass Publisher .
Mulyasa , E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung:
Rosda .
Murgatroyd dan Morgan. 1992. Total Quality Management and The School. Buckingham-
Philadelpia: Open University Press .
Oxford Advanced Learner's Dictionary. 1994. Oxford university Press .
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan .
Psacharopoulus, George, (Eds). 1987. Economic of Education Research and studies. New York:
Pergamon Press .
Randall at.all. 1992. Managing Quality, The Premier for Middle Managers. New York: Addison
-Wesley Pub Co .
Ratnawulan, Nani dan Sutarsih, Cicih. 2003. Pengelolaan Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
Pengelolaan Pendidikan, Bandung. UPI Press .
Report of Joint Legislatif Audit and Review Commission. 2004. Review Of Factors and Practices
Associated with School Performance in virginia. Senate document No 8, Commonwealth
Of Virginia Richmond .
Sidi, Indra Jati. 2001. Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas paradigma Baru Pendidikan.
Jakarta. Logos-Paramadina .
Siegel, Dorothy. 2003. Performance-Driven Budgeting: The Example of New York city’s School.
ERIC Digest .
Supriadi, Dedi. 2002. Pemerintah seharusnya malu pada Orang tua siswa., tersedia dalam Pikiran
Rakyat Cyber Media
Suryadi, Ace. 1999. Pendidikan Investasi SDM dan Pembangunan: Isu ,Teori, dan Aplikasi.
Jakarta. Balai Pustaka.
Tilaar, H.A.R. 2001. Manajemen Pendidikan Nasional, (cetakan kelima). Bandung. Rosda karya.
Thomas Alan J. 1971. The Productive School, A System Analysis Approach to Educational
Administration. New York. John Wiley & Sons, Inc,
Turney at.all. 1992. The School Manager, Educational Management Roles and Task. Australia.
Allen dan Unwin.
UndangUndang Dasar 1945 dan Perubahannya, (tanpa tahun), Penabur Ilmu, tanpa kota.
Unesco. 1972. A Statistical Study of Wastage at School. Paris-Genewa .IBI.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta .
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Bahnub, Brent. 2010. Activity Based Management For Financial. Hoboken ,New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc.
Blocher, Stout, Cokins. 2011. Manajemen Biaya (Penekanan strategis).edisi 5. buku 1. Jakarta
Selatan: Salemba Empat.
Dunia, Firdaus Ahmad., dan Abdullah, Wasilah. 2012. Akuntansi Biaya .Edisi Kedua. Jakarta:
Salemba Empat.
Firdaus, Ahmad. 2012. Akuntansi Biaya. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat .
Friedman, AL dan SR Lyne. 1995. Activity Based Techniques: The Real Consequenses. London:
Chatered of Institute Management Accountant.
Garrison, R.H., dan Eric W.N. 2000. Akuntansi Manajerial. Terjemahan .Jakarta: Salemba
Empat.
Harnanto dan Zulkifli. 2003. Manajemen Biaya. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Hilton, Ronald W. 2009 Managerial Accounting: Creating Value in a Dynamic Business
Environment. Eighth Edition. New York :McGraw-Hill International Edition.
Horngren, Datar dan Foster. 2005. Akuntansi Biaya: Penekanan Manajerial Jilid 1. Jakarta: PT.
Indeks Kelompok Gramedia.
Mulyadi. 2003. Activity Based Costing (Sistem Informasi Biaya Untuk Pengurangan Biaya).
Edisi 6. Yogyakarta: UPP AMP YKPN .
Mulyadi.2006. Akutansi Biaya. Jakarta:STIE YKPN.
Nair, Mohan. 2002. Sistem informasi berbasis aktivitas. Jakarta: Salemba Empat.
Naranayan, VG dan Ratna Sarkar. 19991. The Impact of activity Based
Costing on Managerial Decisions at Insteel Industries-A Field
Study. Boston: Harvad Bussines School.
Patridge, Mike dan Perren Lew. 1998. AN Integrated Framework for
Activity Base Decision Making. London: Management Decision.
Hal: 580-590.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta.
Sunjoyo. Et al. 2013. Aplikasi SPSS untuk SMART Riset. Bandung:
Alfabeta.
Supriyono, R. 2000, Akuntansi Biayah. Yogyakarta: STIE YKPN.
Hasil Penelitian:
Adi, Priyo Hari. 2005. Implementasi Activity Based Costing Terhadap
Kinerja Perushaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE UKSW
(terakreditasi), http://priyohari.files.wordprees.com/2009/06/
Implementasiabcterhadapkinerja1.pdf.
Adinagoro, Novan Setya, Suhadak dan Devi Farah Azizah. 2012.
Penerapan Activity Based Costing (ABC System) Untuk
Penetapan Harga Pokok Produksi Secara Akurat. Jurnal Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang. http://administrasibisnis.
studentjournal.ub.ac.id/index.php/jab/article/view/162/254 162-
649-1-PB.pdf
Ali Hanpiah Muhi, Membangun Good Governance Pada Perguruan
Tinggi di Indonesia. http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp.content/
Uploads/2011/04/MEMB.GOOD.GOV.PADA . PT .pdf.
Agung R Fattah. 2011. Survei Good Unuversity Governance (GUG) YPT
GROUP “Konsep, dan hasil survey Implementasi nilai-nilai GUG
Di YPT Group”. http://www.scribd.com./doc/72223546/penelitian-
Agung-R-Survei-GUG-YPT-Group
Amos, Tracey, Cynthia Paolillo dan Denise Josep.1997. Enhancing CFO,
GMRA dan GPRA implementation with Activity Based Management.
Government Accountants Journal, Arlington. Hal: 28 – 34.
Cox. Kelline S. et al. 1998. Activity-Based Costing and Higher
Education – Can it Work? http://www,kansasstateuniversity.info/
Pa/researchinfo/papers/deptchair.pdf.
Dhania Anggraini Putri. 2011. Analisis Pemggunaan Metode Activity
Based Costing Sebagai Alternatif Dalam Menentukan Tarif SPP
SMP-SMA Pada YPI Nasima Semarang.
Dicky, Yoanes dan Riki Martusa. 2011. Penerapan Analisis Activity
Based Costing (ABC) Syistem Dalam Perhitungan Profibilitas
Produk. Jurnal Akuntansi. Volume 3 No. 1 Mei 2011 Hal 69 – 89.
http://repository.maranantha.edu/1967/1/Penerapan%20Activity%
Based%20%Costing%20(ABC)%20System%20dalam%20
Perjhitungan%20Provibilitas%20Produk.pdf
Dolinsky, LR dan Voliman, TE. 1991. Transaction Based Overhead
Consoderation for Product Design. Journal of Cost Management.
Endri, SE.MA. Best Practice Good Corporate Governance Dalam
Meningkatkan sinergi dan Kinerja Stakeholder. http://www.
Bunghatta.ac.id/artikel/134/.html
Fadila. Sri. 2009. Activity Based Costing (ABC) Sebagai Pendekatan
Baru untuk menghitung Analisis Standar Belanja (ASB) Dalam
Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) . Juenal
Telaah dan Riset Akuntansi, Vol. 2 No 1 Januari 2009 Hal 54-78.
Francesca, Bartolaci. 2004. Activity Based Costing in the Supply Chain
Logistics activies cost analysis, Italy : Universita Degli Studi di
Marcerata. Di unduh pada tanggal 27 Februari 2014/ 19.55
Furqon, C , 2010. Efektifitas System Informasi Akademik Di Perguruan
Tinggi (Studi Deskriptif Analisis Tentang System Informasi
Akademik Di Universitas Pendidikan Indonesia). Desertasi Program
Studi Administrasi Pendidikan Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia.
Ismail, Noor Azizi, 2010. Activity-Based Management in Higher Edication:
Can it work? . Faculty of Accountancy. University of Malaysia.
www.emeraldinsight.com/1065-0741,htm
Kunami. 2007. Pelaksanaan Good Corporate Governance, http://
Djajendra.blog.co.uk/ 2007/11/04/bekerja_dengan_kultur_good_
Corporate_gov”3242469.
Lima. Carlos Manuel Ferreira. 2012. The Applicability of the Principles of ActivityBased Costing
System in a Higher Education Institution pt. Faculdade de Economia do Porto Economics
and Management Research Projects: An International Journal — ISSN: 2184-0309 Open
Access International Journals Publisher, webapps.fep.up.pt/ oaij/index.php/EMRP.../12
Morakul, Supitcha dan Fredrick Wu. 2001. Cultural Influences on The Implementation in
Thailand's Environment. Journal of Managerial Psychology. Bradford. Hal : 142-154
Nurhayati. 2004. Perbandingan Sistem Biaya Tradisional Dengan Sistem Biaya ABC. Program
Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Rahmaji, Danang. 2013. Penerapan Analisis Activity Based Costing System Untuk Menentukan
Harga Pokok Produksi PT Celebes Mina Pratama. Jurnal EMBA. Vol. 1 No 3 September
2013 Hal 63-73.
Reich, F and A. Abraham. 2006. Activity Based Costing and Activity Data Collection: A Case
Study in The Higher Education Sector, in Proceeding of the 18" Asian Pacific Conference
on International Accounting Issues. Maui, Hawaii. 15-18 October 2006.
Stephanie, Edwards. 2008. Activity Base Costing. United Kingdom : The Chartered Institute of
Management Acoountants. www, IMA: lobal.com di unduh pada tanggal 27 Februari
2014/ 20.55.
Sutanto, Levina. 2012. Peran Activity Based Costing Untuk Menetapkan Harga Pokok Produk
yang Akurat. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi. Vol 1 No. 3 Mei 2012.
http://download.portalgaruda, org/article.php?article-113928&val-5211
Syakhroza, Akhmad. 2003. Theory of Good Corporate Governance. Majalah Usahawan
Indonesia. No. 08, Vol XXXII, pp 19-25.
Internet dan lain-lain
Peraturan Presiden RI Nomor 43 Tahun 2012
Sudayat, Ridwan Iskandar, 2009. Pengertian Biaya. http://ridwaniskandar, files.word«ress.com
2009 05 31. Diakses tanggal 23 Agustus 2014,
Glosarium
Anggaran berdasarkan hasil: bentuk anggaran yang menekankan hasil (performance) dan bukan
pada keterperincian dari suatu alokasi anggaran.
Anggaran butir per butir: bentuk anggaran yang paling simpel dan banyak digunakan. Setiap
pengeluaran dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori, misalnya gaji, upah, honor
menjadi satu kategori atau satu nomor atau butir.
Anggaran program: bentuk anggaran yang dirancang untuk mengidentifikasi biaya setiap
program.
Anggaran: suatu intrumen yang dibuat untuk memfasilitasi perencanaan.
Biaya umum (general): satuan biaya rata-rata untuk semua jurusan, di sini tanpa ada pemisahaan
jurusan.
cost benefit analysis: rasio antara keuntungan finansial sebagai hasil pendidikan (biasanya diukur
dengan penghasilan) dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan.
earning forgone: potensi penghasilan seorang lulusan yang tidak diterima karena melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
investasi: pengorbanan sejumlah nilai tertentu saat ini untuk memperoleh nilai (pengembalian)
mendatang yang tentunya dengan harapan lebih besar dari nilai saat ini.
Investasi: pengorbanan sejumlah nilai tertentu saat Ini untuk memperoleh nilai (pengembalian)
Kebijakan keuangan: adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah dalam menentukan sumber
daya keuangan yang diperoleh dan cara mengalokasikannya. mendatang yang tentunya
dengan harapan lebih besar dari nilai saat ini,
Net profit: keuntungan bersih dari suatu kegiatan usaha yang diperoleh dari pemdapatan kotor
setelah dikurangi pajak dan biaya operasional.
Net profit: keuntungan bersih dari suatu kegiatan usaha yang diperoleh dari pendapatan kotor
setelah dikurangi pajak dan biayabiaya operasional.
Penganggaran: kegiatan atau proses penyusunan anggaran (budget).
Private rate of return: perbandingan keuntungan pendidikan kepada individu dengan biaya
pendidikan dari individu yang bersangkutan.
Sistem pembiayaan pendidikan: proses di mana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan
untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah.
Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran (Planning Programming
Budgeting System/PPBS atau SP4): sebuah kerangka kerja dalam perencanaan dengan
mengorganisasikan informasi dan menganalisisnya secara sistematis.
Social rate of return: perbandingan keuntungan pendidikan kepada masyarakat dengan biaya
pendidikan dari masyarakat.
Total aset: biaya investas! keseluruhan yang dikorbankan untuk membiayai suatu kegiatan.