Anda di halaman 1dari 14

PENGELOLAAN BIAYA PENDIDIKAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pengelolaan Pendidikan

Dosen pengampu : Firman septiadi M.Pd

Disusun Oleh :

Alfan Dwi Setiawan


Farine Shava Kusmita
M. Arly Alkautsyar
Rizki Juliana
M. Rizal Dinar Alfarezi
Candra Rima Yusufi

PROGRAM PENDIDIKAN JASMANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

2019
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat dan Karunia-Nya yang melimpah sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW.

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengelolaaaan Pendidikan. Adapun judul dari makalah ini adalah “Pengelolaan Biaya
Pendidikan”.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, khususnya kepada dosen mata kuliah Pengelolaaaan Pendidikan. Makalah ini masih
jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah di masa yang akan datang.

Sukabumi, 26 oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

2.5.1 Kata Pengantar....................................................................................................................................i

Daftar isi …………………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………...……………………………………………………..

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………....

1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

2.1Konsep Dasar Biaya Pendidikan...........................................................................................................

2.1.1 Konsep Pengalokasian Dana…………………………… ..………………………………….

2.2 Cost Effectiveness ..............................................................................................................................

2.3 Auditing ..............................................................................................................................................

2.3.1 Tanggung jawab


Auditor……………………………………………………………………………………………..

2.3.2 Tindakan tindakan ilegal keungan……………………………………………………………

2.4 Biaya pendidikan ................................................................................................................................

2.4.1 Fungsi dan ujuan pembiayaan pendidikan 2010-2014……………………………………..

2.4.2 Prioritas Pembiayaan Pendidikan…………………………………………………………..

2.5 Pembiyaan Pembangunan Pendidikan ................................................................................................

Rencana Biaya
Pendidikan…………………………………………………………………………………………

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................................

3.2 Saran ...................................................................................................................................................

Daftar pusaka..............................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah faktor penting untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Pendidikan juga merupakan sarana strategis guna peningkatan mutu sumber daya manusia baik dalam
pembangunan suatu bangsa maupun dalam tatanan global. Sumber daya manusia menjadi modal dasar
sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan materi merupakan faktor-faktor
produksi yang hanya dapat diaktifkan oleh sumber daya manusia. Pendidikan menurut Fattah (2012: 14)
menjelaskan bahwa, “pendidikan merupakan rumusan dari sebagai proses pengembangan dari latihan yang
mencakup aspek pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan kepribadian (character), yang
diterapkan dalam suatu bentuk formula (persekolahan) kegiatan pendidikan mencakup proses dalam
menghasilkan (production) dan transfer (distribution) ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh individu atau
organisasi belajar (learning organization)”. Pendidikan berdasarkan definisi diatas mengandung pengertian
yang luas, karena pendidikan terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang terkait satu dengan yang lain.
Pendidikan merupakan suatu sistem yang saling terkait antara unsur-unsur yang lain. Pengajaran,
pengetahuan, peserta didik serta media pengajaran dinamakan unsur-unsur pendidikan. Pendidikan
mempunyai pengertian yang luas dari pada pengajaran karena dalam pendidikan tidak hanya ditekankan
pada aspek intelektual saja tetapi mencakup proses 1 2 pembinaan kepribadian siswa secara menyeluruh.
Untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas dalam dunia pendidikan dibutuhkan proses latihan dan
pengembangan yang mencakup unsur pengetahuan, keterampilan dan kepribadian.

 Tujuan Masalah

Dapat mengetahui konsep pengelolaan pendidikan dan mengetahui jenis – jenis pengelolaan biyaya
pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Biaya Pendidikan

1. Konsep Pengelokasian Dana

Teori hubungan biaya dengan output dikemukakan oleh John,Edgar dan Kern ( Ahmad Junaidi,
2012 : 97). Mereka mengemukakamn bahwa biaya dengan kuantitas derta kualitas pendidikan memiliki
ketertaitan.Dalam sistem sekolah, peningkatan enrollment 10% akan meningkatkan biaya mendekati
proporsi yang sama serta meingkatkan kualitas sebagai konsekuensi biaya,artinya bahwa biaya
memengaruhi kualitas pendidikan,hanya saja dapat juga tidak ada ketertaitan.

Nanang Fatah ( 2006:137) menyatkan pembiayaan pendidikan memberikan kontribusi yang


signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar,bahkan Nanang Fatah lebih jauh
menjelaskan bahwa komponen biaya yang berkorelasi signifikan dengan proses belajar mengajaar adalah
(1) Gaji dan kesejahteraan Indonesia ,(2) Biaya pembinaan guru (3) Pengadaan bahan pelajaran (4)
Pembinaan kesiswaan dan (5) Biasa pengelolaan sekolah.Sedangkan biaya yang tidak memberikan
kontribusi adalah (1) Pengelolaan alat pelajaran (2) Pengadaan sarana kelas , (3) Biaya perawatan ruang
belajar dan (4) Biaya pengadaan sarana sekolah.

“Data on costs ar presented at three levels of aggregation” Mark Bray & R Murray Thomas
(1998:20). Maksudnya bahwa data biaya biaya dapat dipresentasikan pada tiga level kesatuan,yaitu:

a. The overall cost of education in Indonesia,which consists of a combination,Ongkos keseluruhan


pendidikan di Indonesia,secara konsisten sebagai kobinasi dari (a) pengeluaran dana pemerintah dari
anggaran Negara (b) Pembayaran sisea dan kontribusi siswa digunakan untuk belanja sekolah (c)
sumber-sumber lain biaya pendidikan bukan gaji guru, seperti biaya transportasi sisea,pakaina
seragam siswa,perlengkapan buku,alat pelajaran dan semacamnya.
b. The cost of the education system, sistem biaya pendidikan sebagai kombinasi dari dana
pemerintah,bersumber dari sisea dan sumber-sumber lainnya disalurkan di atas kontribusi plus ke
dalam belanja sekolah.
c. Funds spent on the teaching process , dana-dana disalurkan untuk proses pengajaran termasuk
belanja sekolah,gaji,alat alat lainnya dan pelayanan di sekolah SD,SMP dan SMA.

Ada empat kategori yang dijadikan sebagai langkah dalam belanja pendidikan Mark Bray dan
R.Murray Thomas (1998 : 25) sebagai berikut:

a. Total and per student education spending,belanja pendidikan toal per siswa,artinya untuk keseluruhan
dan variasi tipe-tipe pendidikan dan level pendidikan
b. The size of government budgets fpr education ukuran anggaran pendidikan pemerintah, artinya
bagaimana dana ini di alokasikan pada variasi tipe tipe pemndidikan dan level pendidikan.Informasi
ini berguna dalam memvonis ketepatan arus proses anggaran dan alokasi dana.
c. The size of ofter sources of funds for education and the effects of those sources on total and in-school
spending, ukuran sumber-sumber pendanaaan lain untuk pendidikan dan pengaruhnya sumber sumber
ini pada total belanja sekolah, pentingnya informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi jumlah dan
hasil dari sumber sumber mobilisasi.
d. Amount and types of in school spending,jumlah dan tipe-tipe dari belanja sekolah, erfungsi sebagai
indicator hasil dan efisiensi keuangan pendidikan di level sekolah.
SIswa yang di bantu biaya pendidikannya adalah dari Negara,sebagaimana dalam konsep yang di
kemukakan oleh Muhammad Fakry Gaffar dan tim dosen Adpen (2010:10) menyatakan bahwa
educational benefit (keuangan pendidikan) mencakup sebagai berikut : (1) Educational benefit adalah
hasil investmen in-education jangka panjang, (2) benefit ada yang bersifat private artinya diterima
oleh peserta ddik sendiri,dan ada pula yang bersifat kemasyrakatan artinya masyarakat banyak juga
menirima hasil pendidikan itu dalam berbagai bentuk (3) educational benefit dapat di ukur walaupu
tidak semua aspek dan (4) educational benefit ini berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi.

a. Analysis Cost Benefit


Menurut Philips Zodhiates dari halaman 240-246 dalam bukunya, “planning Education for
Development Volume II project analysis : Benefit-cost and Cost Efectiveness” secara garis besar
dapat di jelaskan di bawah ini.
Rasionalisasi dari teknik penilainan proyek,seperti analisa manfaat biaya dan efektifitas biaya
adalah efesiensi secara ekonomi.Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kelangkaan sumber daya
dipergunakan hanya untuk penggunaan yang paling penting.
Analysis cost benefit digunakan pada saat memproyeksikan biaya dan manfaat dapat
diidentifikasikan dan menentukan nilai keuangan.Dalam buku tersebut dikemukakan criteria yang
digunakan dalam melalukan analysis cots benefit,akan diuraikan di bawah ini :

b. Kriteria yang digunakan dalam analysis cost benefit

1. NPV ( Net Present Value)

NPV didefinisikan sebagi nilai dari proyek yang bersangkutan yang diperoleh berdasarkan selisi
antara cash flow yang di hasilkan terhdap investasi yang di keluarkan. NPV yang di anggap layak adalah
NPV yang bernilai positif.NPV bernilai positif mengindifikasikan cah flow yang di hasilkan melebihi
jumlah yang di investasikan.

Menghitung NPV dengan mendiskonto manfaat bersih terhadap,dengan menggunakan hasil


kapita secara fisik atau dari aspek sosial lainnya akan menentukan tingkat diskn. Rate tersebut di pilih
untuk mengkomprasi penggunaantingkat diskonto;pertama, benefit terhadap PV kemudian biaya terhdap
PV dan akhirnya mengkomparasi dua PV yang didiskonto.

Dimana rumusnya adalah sebagai berikut :

B1−C B 2−C B 3−C Bn−C


NPV= Bo – Co + Bo + + …….
1 2 3 n

2 3 2
1+r (1+r ) (1+r ) ( 1+ r )
Dimana : Bo - C 0 merupakan manfaat bersih di awal investasi tertentu

B1- C 1 Merupakan manfaat bersih di akhir berikutnya

Bn - C n Merupakan manfaat bersih di akhir tahun masa proyek

2. IROR ( Internal Rate Of Return)

a. Perhitungan IROR

Analisa cost benefit pendidikan sering dalam bentuk perhitungan IROR untuk setip proyeknya
dimna tingkat bunga membuat NPV dari sebuah proyek sama dengan nol, tingkat bunga ini sama dengan
PV dari biaya dengan PV dari benefit (earing). IROR ini daoat dikomparasi dengan alternative tingkat
bunga yang di hasilkan dari investasi lain misalnya dari investasi beberapa modal dala bentuk
fisik.Dengan kaa lain IROR sama dengan I atau tingkat dua .

T
Bt T
Ct
∑( t –∑ t =0
t −0 1+i ) t −0 (1+i)

Dimana T adalah total umur dari proyek ∑ jumlah dari biaya dan manfaat

t adalah tahun dimna setiap biaya dan manfaat terjadi

I adalah tingkat discount dimna menyamakan jumlah dari semua biaya dan semua benefit.

b. masalah -masalah umum yang muncul dengan penilitian IROR

Dibeberapa kasus di tingkat pendidikan lebih tinggi, mengacu pada periode pendidikan liberal pada level
dibawah pendidikan tinggi, pada kasus lain misalnya, di negara-negara Amerika Latin pendidikan tinggi
mengacu pada tingkat training professional. Tidak dengan berdiri pada batasan batasan dan bukan
pertandingan -pertandingan kasar yang dapat dibuat secara general. Format berikut dijelaskan oleh Blaug
(1970)dan Psacharopoulos (1973) menyatakan.

1. IROR menurun dikarenakan level pendidikan; rata-rata tingkat sosial untuk pendidikan dasar adalah
19.4% (tidak termasuk rate yang dilaporkan tidak terbatas), untuk menengah 13.5% , dan pendidikan
tinggi 11.3%. Tingkat bisnis juga menurunkan oleh tingkat pendidikan dalam masalah pendidikan dasar
dan menengah (23.7% dan 16.3% secara turut berturut -turut.

2.Angka sosial pada pendidikan menengah pertama dan menengah atas dilaporkan lebih tinggi dari
pencapaian investasi alternative dalam modal fisik.

3. Pada saat harga layal untuk sarjana, Magister maupun Doctor, dalam rangking S>doctor>M. A, bukti
dari tingkat kembalian dari area yang berbeda dari tingkat pendidikan tinggi hampir tidak berbeda, dan
tidak bisa dibuat generalisasi.

3.Benefit / Cost Ratio


Benefit /cost ratio telah populer di masa lalu terutama karena kesederhanaannya saat ini di anggap tidak
memuaska. Aturan pengambilan keputusan yang terkait dengan hal tersebut adalah memilih kegiatan jika
benefit/cost ratio(yaitu, manfaat total dibagi dengan total biaya) lebih besar dari 1, dan menolak jika rasio
kurang dari 1.Salah satu kekurangan dari benefit/cost ratio adalah cenderung menentukan kegiatan
dengan pengembalian terbesar per unit biaya daripada kegiatan dengan keuntungan bersih terbesar.

B. Cost Effectiveness

Teknik analisis efektivitas biaya dapat digambarkan oleh contoh sederhana berikut. Misalnya ada dua
metode alternatif yang tersedia untuk mengajar keaksaraan orang dewasa pada masyarakat pedesaan.
Metode tersebut adalah sebuah program yang dilaksanakan selama enam bulan dengan biaya $ 100 per
peserta. Menurut pengalaman sebelumnya dengan kegiatan serupa, A memiliki tingkat keberhasilan 90
persen. Keberhasilan tersebut diukur dengan proporsi peserta yang lulus ujian keaksaraan di akhir
kegiatan. Metode B adalah program yang di percepat menjadi tiga bulan dengan biaya $40 per peserta,
tetapi hanya memiliki tingkat keberhasilan 50 persen. Kementerian pendidikan telah mengalokasikan
anggaran sebepsar $10.000 untuk program keaksaraan orang dewasa di masyarakat.Lima ratus orang
dewasa yang diyakini membutuhkan pelatihan keaksaraan.Masing-masin tujuan harua didefinisikan
secara jelas,dan masing-masing akan membutuhkan analisis efektivitas biaya terpisah. Secara umum
analisis keefektifan biaya adalah teknik yang berguna untuk evaluasi kegiatan selama kita tahu apa yang
ingin kita capai, atau apa yang diizinkan untuk dibelanjakan.

C. Auditing

1. Tanggung Jawab Auditor

Auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh tingkat keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keungan itu telah terbebas
dari kesalahan penyajian yang materil baik disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
Karena sifat bukti audit san berbagai karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh
tingkat keyakinan walaupun tidak mutlak bahwa kesalahan penyajian yang materi dapat
dideteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan Audit guna
memperoleh keyakinan yang memadai bahwa kesalahan penyajian baik disebabkan oleh
kekeliruan maupun oleh kecurangan yang tidak materil terhadap laporan keungan dapat dideteksi
(Alvin A. Arens et al, 2003:202-203).

Kekeliruan (error) adalah kesalahan penyajian atas laporan keuangan yang tidak sengaja,
sementara kecurangan (fraud) merpakan penyajian yang disengaja. Dalam kecurangan ini dapat
dibedakan penggelapan aktiva (misaapropriation of assets) atau defalkasi kecurangan karyawan,
dengan kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) atau kecurangan
manajemen.

2.Tindakan tindakan ilegal keuangan

Tindakan illegal didefinisikan sebagai berbagai pelanggaran hukum atau terdapat peraturan
peraturan pemerintah selain kecurangan. Dalam tindakan ilegal ini terdapat dua pengaruh, yaitu;
(1) tindakan tindakan illegal yang berpengaruh langsung, tanggung jawab auditor atas berbagai
tindakan illegal yang berefek langsung ini adalah sama dengan tanggungjawab auditor atas
kekeliruan dan kecurangan, namun pelaksanaan audit umumnya mengevaluasi apakah terdapat
bukti-bukti yang mebgindikasikan pelanggaran atas undang-undang yang bernilai materi atau
tidak dan (2) tindakan-tindakan illegal yang berpengaruh langsung, biasanya dalam tindakan inu
harus membayar sejumlah denda atau sangsi.

Dalam tujuan audit, auditor perlu mengetahui audit yang berkait dengan transaksi, yaitu: (1)
keberadaan, berbagai transaksi yang tercatat memang terjadi (2) kelengkapan,berbgai transaks
yang terjadi telah di catat, (3) akurasi,berbagai transaksi yang tercatat telah dinyatakan dalam
nilai yang benar (4) klasifikasi, berbagai transaksi yang tercatat dalam jurnal-jurnal klieen telah
di klasifikasikan secara tepat (5) timing ,berbagai transaksi dicatat pada tanggal yang benar dan
(6) posting dan pengikhtisaran, berbagai transaksi tercatat dengab tepat telah di cantumkan pada
master file serta telah di ikhtisarkab dengan benar.

D. Biaya Pendidikan

Dalam mengidentifikasi dan mengukur modal biaya perlu mempertimbangkan perbedaan


antara capital cost and recurrent cost yang dapat dijelaskan “ Capital costs are associated with
durable educational input particularly land and site will building, furniture, and which give it for
more than a single fiscal year ret til a te consumed with a single accounting Philip H. Combs and
Jacques Hallak. 1972: 200).

Perbedaan antara keduanya dapat dibedakan sebagai berikut, Capital cost dapat di
asosiasikan dengan bertahan lama input pendidikan dan fakta-fakta kegunaan tanah dan tempat
bangunan, perabot rumah tangga, dan perlengkapan perlengkapan yang memberikan pelayanan
dalam keuangan satu tahun. Sedangkan recurrent costs, melibatkan pelayanan dan persediaan
dapat dikonsumsi dalam perhitungan satu tahun. Capital costs berfokus keuangan dalam satu
tahun. Sedangkan recuren costs berfokus pada perhitungan satu tahun.

Konsep ini menjelaskan tentang biaya fisik pada pendidikan berkaitan dengan, yaitu: (1)
biaya kebutuhan perbaikan dan biaya pemeliharaan tempat fasilitas-fasilitas yang ada dalam
kondisi yang baik. (2) memodifikasi dan memerhatikan fasilitas-fasilitas dan peralatan yang ada
untuk mendukung perubahan kualitatif di dalam proses dan program pendidikan (seperti
mengenalkan pengajaran televisi, tim mengajar, dan fasilitas laboratorium).dan (3) prioritas
utama perhatian dengan kapasitas yang ada di dalam mengakomodasikan perintah-perintah
kepada siswa (salah satu institusi yangbesar pada beberapa persamaan tempat, atau membangun
dalam fasilitas yang baru).

Apabila dikaitkan dengan kebutuhan pendidikan Indonesia maka untuk melaksanakan


amanat UUD RI 1945 dan UU Sisdiknas 20/2003 perlu dirumuskan strategi pembiayaan
pendidikan yang mencakup: Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Pendidikan; Prioritas Pembiayaan
Pendidikan; dan Pembiayaan Pendidikan Berbasis Kinerja. Penjelasan Lengkap dari strategi
pembiayaan sebagai berikut:

1. Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Pendidikan 2010 – 2014

Pembiayaan pembangunan pendidikan disusun dalam rangka melaksanakan ketentuan


perundangan serta kebijakan pemerintah dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Pembiayaan
pendidikan dalam kurun waktu 2010-2014 disusun dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsi
sebagai berikut :

a. Memperjelas Pemihakan terhadap Masyarakat Miskin

Pemihakan terhadap masyarakat miskin dilakukan untuk menghilangkan berbagai


hambatan biaya (cost barrier) bagi peserta didik untuk mengikuti dan menamatkan pendidikan
dasar pada sekolah, madrasah, atau melalui jalur pendidikan nonformal. Hambatan biaya tersebut
Terdiri atas tiga jenis pembiayaan pendidikan yang selama ini dibebankan orangtua peserta
didik, yaitu biaya operasi satuan pendidikan, biaha pribadi, dan biaya investasi. Dengan semakin
kecilnya hambatan khususnya bagi keluarga miskin, diharapkan seluruh anak usia sekolah dapat
mengikuti pendidikan paling tidak menamatkan pendidikan sembilan tahun.

b. Penguatan Desentralisasi dan Otonomi Pendidikan

Fungsi dan tujuan pembiayaan pendidikan dalam kerangka desentralisasi dan otonomi
pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan
penyelenggaraan urusan pendidikan Seperti ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, sektor pendidikan adalah salah satu yang menjadi urusan wajib
pemerintah daerah. Depdiknas akan membantu provinsi dan kabupaten/kota dalam pembiayaan
pembangunan sektor pendidikan melalui pola pendanaan DAK, dekonsentrasi, tugas perbantuan
dan pembiayaan bersama untuk mengatasi kekurangan kemampuan pembiayaan bagi sektor
pembangunan pendidikan, sampai tercapainya kondisi pemerintah daerah mampu memenuhi
kebutuhan pembiayaan pendidikan sesuai standar nasional pendidikan melalui peningkatan PAD,
dan/atau peningkatan alokasi DAU.

C. Insentif dan Disinsentif bagi Peningkatan Akses, Mutu, dan Tata Kelola.

Pembiayaan pendidikan harus mampu menjadi insentif dan disinsentif bagi upaya
peningkatan akses, mutu, dan tata kelola. Kapasitas pemerintah daerah dan satuan pendidikan
dalam mengelola sumber-sumber daya pendidikan sangat menentukan keberhasilan peningkatan
akses, mutu, dan tata kelola. Fungsi insentif dan disinsentif bagi peningkatan akses, mutu, dan
tata kelola akan dilakukan oleh pemerintah pusat untuk mendorong tumbuhnya prakarsa,
kreativitas, dan aktivitas pemerintah daerah dan satuan pendidikan dalam meningkatkan mutu,
dan tata kelola. Insentif dan disinsentif diberikan dalam bentuk hibah (block grant)
berdasarkan kriteria peningkatan akses, mutu, dan tata kelola pendidikan dengan menggunakan
indikator-indikator yang mengacu pada standar nasional pendidikan.

2. Prioritas Pembiayaan Pendidikan

Pendanaan pendidikan nasional disusun dengan mengacu pada peraturan perundangan


yang berlaku, termasuk kebijakan Menteri Pendidikan Nasional yang memberikan arah dan
landasan program dan kegiatan pembangunan pendidikan dan sasarannya, serta implementasinya
dalam dimensi ruang dan waktu. Strategi pembiayaan pendidikan disusun untuk menyiasati
keterbatasan sumber daya agar pelaksanaan program pembangunan pendidikan dapat
memberikan andil yang signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional seperti yang
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.

Sesuai fungsi dan tujuan utama pembiayaan pendidikan serta komitmen pemerintah yang
dituangkan dalam RPJM 2010-2014, prioritas pembiayaan pendidikan diberikan pada upaya
untuk:
a. Memenuhi kebutuhan pendidikan pada daerah miskin, daerah terpencil. daerah perbatasan,
dan daerah yang terkena konflik dan bencana alam; serta kelompok/masyarakat termarginalkan
dan pendidikan inklusif;
b. Memperkuat pelaksanaan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan pada tingkat
kabupaten/kota dengan kemampuan fiskal yang rendah;
c. Pemberdayaan satuan pendidikan yang belum menenuhi standar nasional pendidikan;
d. Pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan
melalui perangkat organisasi komite sekolah/madrasah dan dewan pendidikan serta;
e. Melaksanakan komitmen internasional di bidang pendidikan dalam kerangka mencapai tujuan
pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG), pendidikan untuk semua
(Education For All EFA), dan pengarusutamaan gender serta program lainnya.

Perjalanan manajemen berbasis sekolah baru diluncurkan di Indonesia pada tahun


1999/2000, yaitu dengan peluncuran dan bantuan yang disebut dengan Bantuan Operasional
Manajemen Mutu (BOMM). Dana disetor langsung ke rekening sekolah, tidak melalui alur
birokrasi pendidikan di atasnya (Diknas Kab/Kota). Memasuki tahun 2003 dana bantu diubah
namanya menjadi dana rintisan untuk MPMBS khususnya untuk lanjutan tingkat pertama
(SLTP). Program ini sejalan dengan implementasi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional (Sudarwan Danim, 2007: 28).

Rencana pembiayaan yang akan dijelaskan dalam bagian ini mencakup pendanaan
pendidikan nasional untuk pembiayaan pembangunan pendidikan baik secara keseluruhan
maupun hanya pada Depdiknas serta pembiayaan program prioritas Depdiknas sesuai dengan
RPJM. Skenario pendana pendidikan nasional untuk pembiayaan pembangunan pendidikan serta
untuk memenuhi amanat UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) menggunakan APBN dan sesuai dengan
RPJMN 2004-2009.

E. Pembiayaan Pembangunan Pendidikan

Pembiayaan pembangunan pendidikan dalam rangka pemerataan dan perluasan akses;


peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing dan penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra
publik, bersumber pada APBN, APBD dan dana masyarakat.

Dengan menggunakan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi dicanangkan pada


RPJMN 2004-2009, total anggaran pendidikan pada
tahun 2009 akan mencapai 212.64 triliun atau setara dengan 5,5% dan pada tahun yang sama.
Anggaran sektor pendidikan pada pemerintah pusat pada tahun 2009 akan mencapai 127,34
triliun, sedangkan anggaran pendidikan pada Pemerintah Daerah akan mencapai 85,30 triliun.
Presentase anggaran sektor pendidikan pemerintah pusat terhadap belanja pemerintah, tumbuh
sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR yaitu dari 9,3% pada tahun 2005 menjadi
20.1% pada tahun 2009 dan ini untuk memenuhi UUD 1945 Pasal 31 ayat (4).

Tabel 10.1 Skenario Pendanaan Pendidikan Nasional

Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009


1 pertumbuhan ekonomi (APBN 2006 dan RPJM, dalam %) 5,7 6,2 6,7 7,2 7,6
2 Inflasi ( APBN 2006 dan RPJM, dalam %) 8 7 5 4 3
3,040,0 3,797,0
3 PDB (dalam trilyun Rp) 2647,55 3,405,86 4,208,21
0 6
4 Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN (dalam trilyun Rp) 411,67 427,6 479,06 534,09 591,92
5 Belanja Pemerintah Daerah dalam APBN (dalam trilyun Rp) 153,4 220,07 246,56 274,88 304,64
Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Pusat
6 (kesepakatan DPR RI dengan Pemerintah, Presentase 9,3 12 14,7 17,4 20,1
terhadap belanja pemerintah Pusat)
Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Daerah (Perkiraan
7 termasuk gaji guru, Presentase terhadap belanja 20,1 22 24 26 28
pemerintah Daerah)
Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Pusat
8 (kesepakatan DPR RI dengan Pemerintah, termasuk gaji 42,79 56,81 76,75 100,21 127,34
guru, dalam trilyun Rp)
Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Daerah (Perkiraan
9 46,5 48,42 59,17 71,47 85,3
termasuk gaji guru, dalam trilyun Rp)
10 Total anggaran sektor pendidikan (dalam trilyun Rp) 89,29 105,23 135,92 171,68 212,64
11 Presentase anggaran Sektor Pendidikan terhadap PDb 3,37 3,46 3,99 4,52 5,05
Besarnya pembiayaan pembangunan pendidikan di bawah Depdiknas yang meliputi biaya
opersional dan biaya investasi dihitung dengan menggunakan perhitungan biaya operasional
tahun 2005 serta menggunakan besarnya biaya persatuan per siswa per tahun menurut jenjang.
Tabel 10.2 Biaya satuan Pendidikan Total (BPST) Faktual Masing-masing Sekolan (dalam juta)

N
o Jenjang Pendidikan Negeri Swasta
1 SD 8.079 9.724
2 MI 10.198 6.682
3 SMP 10.682 9.828
4 MTs 12.002 7.587
5 SMA 13.220 11.505
6 MA 13.203 10.348
7 SMK 11.154 11.505
Sumber: sosialisasi kurikulum 2013

Perhitungan biaya investasi didasarkan pada kebutuhan biaya untuk pengadaan lahan,
sarana dan prasarana, serta pengembangan sumber daya manusia. Seperti telah disinggung di
depan, baik biaya operasional maupun biaya investasi dihitung sesuai dengan komitmen
pemerintah untuk mengupayakan pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Hal ini berarti
proyeksi pembiayaan telah memperhitungkan optimalisasi penggunaan dana pemerintah dan
kontribusi masyarakat yang berorientasi pada peningkatan kualitas manajemen, termasuk
proporsi kontribusi masyarakat/pemerintah (non-government/government shares) yang makin
tinggi pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (post-basic education). Proyeksi
juga memperhitungkan pengaruh variabel ekonomi makro.

Tabel 10.3 Skenario Pendanaan Pendidikan di bawah Depdiknas


Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
1 Jumlah kebutuhan pembiyayaan pendidikan 108,3 122,7 138,7 163,2 183,4
2 Pendanaan pendiidkan oleh masyarakat 43,1 49,1 55,5 62,4 70,0
3 Anggaran Depdiknas (dalam triliyun Rupiah, 80%
34,23 45,45 61,40 80,16 101,87
terhadap No.8 Tabel 7.1)
I. Gaji dan Tunjangan Pendidik (Guru dan
3,00 3,50 15,49 27,58 31,48
Dosen) terdiri atas:
a. Gaji Pendidik 3,00 3,50 4,03 4,63 5,32
b. Tunjangan Fungsional Dosen Swasta dan
- - 1,20 1,20 1,20
Negri
c. Tunjangan Fungsional guru Swasta dan Negri - - 4,26 10,74 10,74
d. Tunjangan Profesi Pendidik Guru - - 3,20 6,41 9,61
e. Tunjangan Profesi Pendidik Dosen - - 1,80 3,60 3,60
f. Tunjangan Pendidik Daerah Khusus - - 1,00 1,00 1,00
II. Anggaran Depdiknas di luar Gaji dan 31,23 41,95 45,91 52,59 67,96
Tunjangan Pendidik (Guru dan Dosen)
Terdiri atas:
a. Anggaran Operasional non Gaji Pendidik 9,37 12,58 13,77 15,78 20,39
b. Dana Diskresi termasuk investasi 21,86 29,36 32,14 36,81 47,58
Untuk mengetahui kemungkinan pemenuhan kekurangan dana, sumber-Bsumber dana
yang dapat diperhitungkan di luar pemerintah ialah tambahan pembiayaan dari pemerintah
daerah, masyarakat (untuk pendidikan menengahdan pendidikan tinggi), dan donor luar negeri.

Tabel 10.4 menampilkan skenario kemungkinan pemenuhan kekurangan dana yang dapat
dipenuhi oleh masyarakat dan bantuan luar negeri atau donar tahun 2005-2009. Nomor 1 adalah
total kebutuhan Pembiayaan di bawah Depdiknas; Nomor 2 merupakan perkiraan anggaran
Depdiknas yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR; Nomor 3 adalah kekurangan
kebutuhan dana, setelah dikurangi hasil anggaran kesepakatan antara Pemerintah dan DPR;
Nomor 4 merupakan asumsi Besarnya pemenuhan oleh donor luar negeri, sebesar 5% dari total
kebutuhan pembiayaan 2005-2009 di bawah Depdiknas; Nomor 5 adalah perkiraan besarnya
dana kontribusi masyarakat pendidikan menengah dan tinggi (post-basic education). Nomor 6
penjumlahan dari perkiraan donor luar negeri (Nomor 4), dan kontribusi dana masyarakat
(Nomor 5).

Tabel 10.4 Perkiraan Jumlah Kekurangan Dana yang Mungkin dapat dipenuhi oleh Masyarakat
dan Bantuan luar Negeri (Donor) 2005-2009
No Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
1 Total Kebutuhan Pembiyayaan di Bawah 108,30 122,70 138,70 263,20 183,40
Depdiknas
2 Anggaran Depdiknas 34,23 45,45 61,40 80,16 101,87
3 Kekurangan Kebutuhan 74,07 77,25 77,30 83,04 81,53
4 Perkiraan Donor Luar Negri 5,415 6,135 6,935 8,16 9,17
5 Kontribusi Msyarakat 43,10 49,10 55,50 62,40 70,00
6 Jumlah 4 dan 5 48,52 55,24 62,44 70,56 79,17
Kekurangan (fiscal Gap) 25,56 22,02 14,87 12,48 2,36

Dari jumlah pada nomor 6 (jumlah perkiraan kontribusi donor luar negeri dan kontribusi
masyarakat), diperoleh kekurangan dana (fiscalgap) berturut-turut sebesar (dalam Rupiah) 25,56
triliun (2005): 22.02 triliun (2006): 14,87 triliun (2007): 12,48 triliun (2008); dan 2,36 triliun
(2009). Sejalan dengan meningkatnya kemampuan keuangan dari berbagai sumber itu, fiscal gap
juga makin membaik walaupun sampai dengan tahun 2009 jumlahnya masih 2.36 triliun rupiah.
Beberapa alternatif untuk menutup kekurangan dana ialah dengan mengupayakan peningkatan
sumber pendanaan dari pemerintah daerah, partisipasi pendanaan yang makin besar dari
masyarakat, atau meningkatkan bantuan luar negeri (donor).

Anda mungkin juga menyukai