Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN


“Disusun dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Manajemen Pembiayaan Pendidikan”

Dosen Pengampu:
Dr. Murniati AR, M.Pd

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2
M. Fakhri
Irma Suriyani
Syarifah Nargis
Cut Defa Putri Yonasda

UNIVERSITAS SYIAH KUALA


PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan, kesempatan,

serta kelapangan dalam berfikir sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

makalah dengan judul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan” dengan baik. Shalawat

beserta salam yang tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan sosok

yang amat mulia dan menjadi panutan bagi setiap muslim serta telah membuat perubahan

besar di dunia.

Ucapan terimakasih kepada Bapak Dr. Murniati AR, M.Pd selaku dosen

pengampu dalam proses penyusunan makalah ini dan telah memberikan bimbingan dan

masukannya selama proses pembelajaran berlangsung.

Meskipun makalah ini telah disusun dengan baik, namun pasti ada kekurangan

dan komentar yang konstruktif dari seluruh pembaca, untuk itu mohon adanya kritikan

dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Penulis sangat

berharap makalah ini dapat berguna bagi kita semua dalam rangka menambah wawasan

dan pengetahuan serta menjadi suatu amal kebaikan dan semoga bermanfaat dalam misi

mengembangkan ilmu pengetahuan.

Banda Aceh, 10 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 5
A. Konsep Dasar Manajemen Pembiayaan Pendidikan ................................................ 5
B. Kategori dan Klasifikasi Biaya Pendidikan .............................................................. 7
C. Program dan Anggaran Pembiayaan Pendidikan ...................................................... 9
D. Landasan Hukum Pembiayaan Pendidikan di Indonesia .......................................... 11
E. Model Pembiayaan Pendidikan ................................................................................. 15
F. Proses Pembiayaan Pendidikan ................................................................................. 21
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 27

ii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses dalam rangka meningkatkan, memperbaiki, mengubah

pengetahuan, keterampilan dan sikap serta perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat guna

mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna pendidikan berimplikasi pentingnya

pendidikan bagi semua orang (education for all). Untuk mendapatkan hasil pendidikan yang

memadai bagi semua orang secara berkualitas, maka dibutuhkan pengeluaran atau yang disebut

dengan investasi atau biaya pendidikan. Mulyono (dalam Arwildayanto, dkk 2017:49)

menjelaskan bahwa dalam upaya setiap pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif

maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan. Oleh karena itu,

pendidikan tanda didukung biaya yang memadai, proses pendidikan di lembaga pendidikan tidak

akan berjalan sesuai harapan. Hal senada dijelaskan Al Kadri (dalam Arwildayanto, dkk

2017:49) bahwa hampir dapat dipastikan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa

dukungan biaya yang memadai. Untuk itu dalam pengelolaan pendidikan instrument biaya

menjadi urat nadi organisasi/institusi/lembaga pendidikan yang perlu dikelola dengan baik dan

professional. Para pengelola tentu diharapkan memahami pembiayaan pendidikan secara

menyeluruh (holistik).

Pendidikan yang berkualitas tidak hanya di tentukan oleh sumber daya manusia saja

melaikan juga di tentukan oleh pembiayaan pendidikan itu sendiri. Pembiayaan pendidikan

bukan saja tanggung jawab pemerintah semata malainkan tanggung jawab semua pihak, baik

pemerintah, orang tua dan masyarakat. Jika pembiayaan pendidikan hanya berasal dari salah satu
2

pihak saja maka pendidikan yang berlangsung tidak optimal. Karena pendidikan yang berkualitas

membutuhkan biaya yang tinggi.

Masalah paling krusial yang dihadapi pendidikan adalah masalah pembiayaan karena

seluruh komponen pendidikan disekolah berkaitan dengan komponen pembiayaan sekolah.

Meskipun tidak sepenuhnya berpengaruh langsung terhadap kualitas pendidikan, pembiayaan

berkaitan dengan saran-prasarana dan sumber belajar. Banyak sekolah yang tidak dapat

melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal karena menghadapi masalah keuangan, baik

untuk menggaji guru maupun mengadakan sarana dan prasarana pembelajaran. Dalam kaitan ini,

meskipun tututan reformasi adalah pendidikan yang murah dan berkualitas, pendidikan yang

berkualitas senantiasa memerlukan dana yang cukup banyak.

Biaya merupakan elemen yang sangat penting walaupun bukan satu-satunya komponene

yang paling penting. Bagaimanapun bagusnya rancangan kurikulum, matangnya perencanaan

pendidikan, ketika sampai pada tahap operasional dan terbentur adanya keterbatasan biaya,

perencanaan yang bagus tersebut tidak berarti dan program pendidikan yang direncanakan sulit

terealisasikan.

Manajemen pembiayaan pendidikan merupakan bagian dari tugas pimpinan dengan

tanggung jawab utama berupa keputusan penting menyangkut investasi dan pembiayaan. Jika hal

ini dihubungkan dengan prinsip manajemen, aktivitas perolehan dan penggunaan dana dimaksud

harus dilakukan secara efektif dan efisien. Dalam kaitan ini, terkandung berbagai fungsi

manajemen, yaitu fungsi perencanaan, pengarahan, dan pengendalian dalam menggunakan dan

memenuhi kebutuhan keuangan.

Pengelolaan pembiayaan lembaga pendidikan dengan daya dukung masyarakat yang

rendah masih sederhana. Sebaliknya, pengelolaan pembiayaan pada lembaga pendidikan yang
3

daya dukung masyarakatnya besar, cenderung lebih rumit. Hal ini karena sekolah/madrasah

harus mampu menampung berbagai kegiatan yang semakin banyak dituntut oleh masyarakatnya.

Tuntutan pengelolaan biaya pendidikan saat ini harus memenuhi prinsip keadilan, efisiensi,

transparansi, dan akuntabilitas publik, serta prinsip efektivitas.

Transparansi dan akuntabilitas, bagian dari prinsip-prinsip good corporate governance,

menjadikan satu tuntunan dalam segala bentuk penyelenggaraan manajemen, tidak terkecuali

dalam pengelolaan biaya pendidikan. Oleh karena itu, tata kelola biaya pendidikan perlu

mendapat perhatian karena komponen ini pada lembaga penyelenggaraan pendidikan merupakan

komponen produksi yang turut menentukan terlaksananya kegiatan pendidikan bersama-sama

dengan komponen lainnya. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan oleh lembaga

pendidikan memerlukan biaya sehingga komponen ini perlu dikelola sebaik-baiknya agar dana

yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, efektif, dan efisien untuk menunjang tercapainya

tujuan pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep dasar manajemen pembiayaan pendidikan ?

2. Apa-apa sajakah kategori dan klasifikasi dari biaya pendidikan ?

3. Bagaimanakah program dan anggaran dari pembiayaan pendidikan ?

4. Bagaimanakah landasan hukum pembiayaan pendidikan di Indonesia ?

5. Apa-apa sajakah model dari pembiayaan pendidikan ?

6. Bagaimanakah proses pembiayaan pendidikan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep dasar manajemen pembiayaan pendidikan.


4

2. Untuk mengetahui apa-apa sajakah kategori dan klasifikasi dari biaya pendidikan.

3. Untuk mengetahui bagaimanakah program dan anggaran dari pembiayaan

pendidikan.

4. Untuk mengetahui bagaimanakah landasan hukum pembiayaan pendidikan di

Indonesia.

5. Untuk mengetahui apa-apa sajakah model dari pembiayaan pendidikan.

6. Untuk mengetahui bagaimanakah proses pembiayaan pendidikan.


5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Menurut Nanang Fattah (dalam Syukri, Sitompul, dan Banurea; 2020:2) pembiayaan

pendidikan merupakan jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan

penyelenggaran pendidikan yang mencakup gaji guru, peningkatan profesionalisme guru,

pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang, pengadaan peralatan, buku pelajaran, alat tulis

kantor, pendukung kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi

pendidikan.

Menurut Levin (dalam Masditou, 2017:125) pembiayaan sekolah adalah proses dimana

pendapatan dan sumber daya yang tersedia digunakan untuk memformulasikan dan

mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang

berbeda-beda. Tergantung dari kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat

pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program

pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah (Feronika, 2015).

Sementara itu, menurut Rusdiana dan Wardija (2013:2) bahwa manajemen pembiayaan

pendidikan adalah rangkaian aktivitas yang mengatur keuangan sekolah mulai dari dari

perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban keuangan

sekolah. Hal senada dijelaskan oleh Arwildayanto, Lamatenggo, dan Sumar (2017:2) bahwa

manajemen keuangan pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan pimpinan dalam

menggerakkan para bawahannya untuk menggunakan fungsifungsi manajemen, meliputi

perencanaan keuangan (penganggaran), pengelolaan berupa pengeluaran (pencairan),


6

penggunaan, pencatatan, pemeriksaan, pengendalian, penyimpanan dana, pertanggungjawaban

dan pelaporan uang yang dimiliki oleh suatu institusi (organisasi), termasuk di dalamnya

lembaga yang menyelenggarakan layanan pendidikan. Intinya dari manajemen keuangan

pendidikan, mengelola uang yang ada, menyiapkan dan melaksanakan instrumen adminsitratif

untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat diartikan bahwa pembiayaan sekolah adalah

aktivitas memproses pendapatan (input) yang tersedia, kemudian digunakan untuk belanja

keperluan operasional pendidikan sesuai kondisi masing-masing sekolah.

Manajemen pembiayaan pendidikan adalah segenap kegiatan yang berkenaan dengan

penataan sumber, penggunaan, dan pertanggung-jawaban dana pendidikan di sekolah atau

lembaga pendidikan. Kegiatan yang ada dalam manajemen pembiayaan meliputi tiga hal, yaitu

penyusunan anggaran (budgeting), pembukuan (accounting), pemeriksaan (controlling).

Manajemen pembiayaan pendidikan adalah aktivitas mengatur keuangan sekolah melalui fungsi-

fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pembukuan, penggunaan keuangan atau

pembelanjaan, pencatatan, pengawasan, serta pertanggungjawaban yang diharapkan akan tercipta

tata kelola keuangan sekolah yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan.

Pembiayaan pendidikan sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan.

Untuk itu, pembiayaan yang tepat sasaran harus diawali dengan perencanaan pendidikan yang

baik. Perencanaan pendidikan adalah usaha melihat ke masa depan dalam menentukan kebijakan,

prioritas, dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan yang ada dalam bidang

ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan potensi sistem pendidikan nasional,
7

memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut (Sedarmayanti,

dalam hidayat dan rusdiana, 2022:50).

B. Kategori dan Klasifikasi Biaya Pendidikan

Menurut Supriyadi (2010:4) dalam teori dan praktis biaya pendidikan baik pada tananan

makro atau mikro biaya pendidikan diklasifikasikansebagai berikut :

1) Biaya langsung

Biaya langsung merupakan biaya yang digunakan untuk menunjang penyelenggaraan

pendidikan yang dikeluarkan secara langsung. Biaya tidak langsung merupakan biaya

yang dikeluarkan untuk menunjang pendidikan secara tidak langsung.

2) Biaya pribadi

Biaya pribadi merupakan pengeluaran yang berasal dari keluarga peserta didik untuk

penyelenggaraan pendidikan, sedangkan biaya sosial adalah biaya yang berasal dari

masyarakat untuk penyelenggaraan pendidikan biasanya melalui sekolah atau pajak

yang dikumpulkan kepada pemerintah untuk membiayai pendidikan.

3) Biaya Rutin

Biaya yang dikeluarkan dalam jangka waktu terus menerus contohnya gaji pendidik,

biaya operasional dan perawatanbangunan sekolah dan perabot sekolah contohnya air,

listrik dll.

Adapun klasifikasi pembiayaan meliputi syarat-syarat minimal mengenai pembiayaan

pada satuan pendidikan, mulai dari tahapan dan alur dalam mengelola, penganggaran, serta

akuntabilitas dalam menggunakan biaya. Pada standar pembiayaan pendidikan ada tiga jenis

biaya, yakni :
8

1. Biaya investasi, seperti: penyediaan sarana dan prasarana, mengembangkan SDM,

dan lain-lainnya.

2. Biaya personal, yaitu pembiayaan pendidikan dikeluarkan oleh siswa guna dapat ikut

dalam proses belajar mengajar.

3. Biaya operasional, yaitu gaji guru dan tenaga kependidikan serta tunjangan, alat

habis dipakai, serta biaya operasional tidak langsung yakni air, alat komunikasi,

pemeliharaan alat, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan biaya

lain-lainnya.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, perlu adanya standar pembiayaan minimal yang

ditentukan berdasarkan perhitungan semua biaya personal, yaitu gaji, tunjangan, ATK,

pertemuan, penilaian, pemeliharaan, pembinaan serta jasa yang diperkirakan terpakai.

Dalam membedakan faktor-faktor kemahalan dan keunikan pada daerah, perlu adanya

indeks yang mengukur biaya di tiap-tiap daerah. Standar pembiayaan ini digunakan sebagai tolak

ukur kelayakan sekolah mengenai pembiayaan, serta dapat menjadi suatu pertimbangan terhadap

keputusan pembiayaan di setiap kegiatan pemerintah. Dalam melaksanakan suatu penghitungan

terhadap analisa keuangan memerlukan keahlian pemahaman perhitungan keuangan banyak yang

tidak dipahami.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 mengenai Persyaratan Pendidikan Nasional

menjadi landasan standar pembiayaan pendidikan. Bagian Standar Pembiayaan Bab IX PP SNP,

pembiayaan pendidikan meliputi biaya investasi, biaya operasional, serta biaya pribadi. Biaya

penyediaan sarana dan prasarana, serta pertumbuhan SDM dan modal kerja tetap, semuanya

termasuk dalam biaya investasi satuan pendidikan.


9

Gaji untuk guru dan tenaga pendidik, dan semua tunjangan gaji, bahan/fasilitas yang

dapat dikonsumsi, ini termasuk kepada biaya operasional secara langsung dan biaya operasional

pendidikan yang tidak langsung meliputi: listrik, air, komunikasi, perbaikan peralatan dan

perlengkapan, upah lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dan asuransi, baik itu operasional

langsung maupun tidak langsung adalah contoh biaya operasional unit atau satuan pendidikan.

Biaya pribadi termasuk biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh siswa/orang tua agar dapat

menempuh kegiatan pembelajaran dengan baik.

Pendanaan pendidikan meliputi pengeluaran investasi, biaya operasional, serta biaya

pribadi. Penyediaan peralatan pendidikan, serta pertumbuhan SDM dan modal kerja tetap

termasuk kepada contoh biaya investasi. Pengeluaran pribadi termasuk biaya pendidikan yang

harus ditanggung siswa masing-masing.

Rancangan biaya kegiatan program kerja tahunan, termasuk biaya investasi, administrasi,

dan personil, menjadi dasar pembiayaan sekolah. Orang tua, masyarakat, pemerintah, dan

donatur dapat berkontribusi untuk pendanaan sekolah. Dalam menggunakan biaya wajib

dipertanggung jawabkan serta pengelolaannya bersifat transparansi dan akuntabilitas.

C. Program dan Anggaran Pembiayaan Pendidikan

1. Anggaran Biaya Pendidikan

Anggaran biaya pendidikan terdiri atas sisi anggaran penerimaan dan anggaran

pengeluaran. Menurut Nanang Fattah, anggaran penerimaan adalah pendapatan ynag diperoleh

setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. Adapun

anggaran pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan
10

pelaksanaan pendidikan disekolah. Berdasarkan pendekatan unsur biaya, pengeluaran sekolah

dapat dikategorikan dalam beberapa pengeluaran, yaitu :

a. Pelaksanaan pelajaran

b. Tata usaha sekolah

c. Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah

d. Kesejahteraan pegawai

e. Administrasi

f. Pembinaan teknis pendidikan

g. Pendataan

2. Biaya Operasional

Biaya operasional satuan pendidikan berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan,

meliputi :

a. Gaji pendidikan dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada

gaji

b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai

c. Biaya operasional pendidikan tidak langsung berupa daya, jasa telekomunikasi,

pemeliharaan sarana dan prasrana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,

asuransi, dan lainnya.

Jenis-jenis pembiayaan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan meliputi biaya

personal, yaitu belanja pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peeserta didikuntuk mengikuti

proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.


11

Suryadi (1999) menyatakan, rendahnya biaya pendidikan berdampak terhadap kualitas

keluaran pendidikan karena secara langsung, biaya tersebut berpengaruh terhadap kapasitas

dalam menyediakan sarana dan prasarana pendidikan.

3. Biaya Produksi

Seperti bidang usaha lainnya, lembaga pendidikan sebagai produsen jasa pendidikan

menghadapi masalah yang sama, yaitu biaya produksi.

Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan hal penting yang perlu dikaji atau analisis

adalah biaya satuan per peserta didik (unit cost). Biaya satuan di tingkat satuan pendidikan

merupakan agregate biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah,

orangtua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satu

tahun pelajaran.

Besarnya biaya pendidikan pada satuan pendidikan berpengaruh terhadap kualitas proses

pembelajaran pada satuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Fattah (2004), yaitu :

a. Hubungan positif dan kontribusi yang signifikan antara biaya dan kualitas belajar

mengajar

b. Hubungan positif dan kontribusi yang signifikan dengan mutu hasil belajar

c. Hubungan positif dan kontribusi yang signifikan antara mutu proses belajar mengajar

dengan mutu hasil belajar siswa.

D. Landasan Hukum Pembiayaan Pendidikan di Indonesia

Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 (Amandemen IV) pasal menyatakan bahwa setiap warga negara berhak

mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah

wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan


12

nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang; negara memprioritaskan

anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk

memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa

untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Diperkuat lagi dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal yang menjelaskan pendanaan pendidikan

yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana

guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas

tahun. Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap

satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak

mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang

tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Di samping itu disebutkan pula bahwa setiap

peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi

peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pada Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga negara yang

berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah

Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa

memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh

lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Ketentuan mengenai wajib
13

belajar sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) diatur lebih lanjut dengan

PP. Pendanaan Pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan,

kecukupan, dan keberlanjutan. Pengelolaan dana pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip

keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan

minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan

dalam APBN dan APBD.

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat adalah dengan berperan

serta dalam pengembangan, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi pendidikan, serta manajemen

dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dana penyelenggaraan pendidikan

berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah

Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,

subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah

Daerah.

Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13 menyatakan

bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan

kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan

sertifikasi pendidik diatur dengan PP.


14

Pada Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

terdapat kerancuan antara Bab I Pasal 1 Ayat (10) dan Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang

ruang lingkup standar pembiayaan. Ketentuan Umum tentang Standar Pembiayaan pada Pasal 1

tampak lebih sempit dari Pasal 62 yaitu standar pembiayaan pada Pasal 1 adalah mencakup

standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku

selama satu tahun. Pada Pasal 62 mencakup biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal‖.

Pada Bab IX: Standar Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa:

1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi

biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, modal

kerja tetap.

3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang

harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara

teratur dan berkelanjutan.

4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:

a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada

gaji.

b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai,

c. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,

pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,

asuransi, dan lain sebagainya.

5) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri

berdasarkan usulan BSNP.


15

Sebelum PP tentang standar pembiayaan pendidikan ini dikeluarkan, telah ada SK

Mendiknas Nomor 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM)

menyatakan bahwa SPM bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan atau

acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah otonom.

Penyusunan SPM bidang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu kepada Peraturan

Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi

sebagai Daerah Otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan Pemerintah Pusat untuk

membuat kebijakan tentang perencanaan nasional dan standarisasi nasional. Dalam rangka

penyusunan standarisasi nasional itulah, Mendiknas telah menerbitkan Keputusan No.

053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang SPM yang diharapkan dapat digunakan sebagai

pedoman dan sekaligus ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah

provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai di tingkat sekolah. Kepmendiknas No. 129/U/2004

merupakan hasil revisi dari Kepmen sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam

sistem dan manajemen pendidikan nasional. Pada Kepmen ini pendidikan nonformal,

kepemudaan, olahraga, dan Pendidikan Usia Dini lebih ditonjolkan. Pendidikan nonformal

seperti pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan SD, SMP, SMA, pendidikan ketrampilan

dan bermata pencaharian, kelompok bermain, pendidikan kepemudaan dan olahraga secara

eksplisit telah ditentukan standar pelayanan untuk masing-masing SPM.

E. Model Pembiayaan Pendidikan

Model manajemen pembiayaan pendidikan di Indonesia sebenarnya merupakan

modifikasi dan gabungan dari berbagai model pembiayaan pendidikan di Negara lain di dunia.

Model-model pembiayaan pendidikan itu pada prinsipnya memiliki dua sisi yaitu sisi
16

pengalokasian dan sisi penghasilan (Armida, dalam hidayat dan rusdiana, 2022:56). Sisi

pengalokasian biaya pendidikan ditentukan dari penerimaan atau perolehan biaya, yang

besarannya ditentukan dari dana yang diterima oleh lembaga pendidikan yang bersumber dari

pemerintah, orang tua dan masyarakat (Fattah, dalam hidayat dan rusdiana, 2022:57). Dimensi

alokasi biaya pendidikan juga terkait dengan target populasi yang disesuaikan dengan program

layanan pendidikan, kelengkapan untuk mencapai layanan pendidikan. Perhitungan unit biaya

masing-masing program yang dibiayai, ditentukan oleh kemampuan pemerintah lokal dan usaha

yang disepakati Negara bagian (Model Amerika Serikat). Sedangkan sisi penghasilan (revenue)

merupakan persentase dari penghasilan yang ditetapkan dari berbagai sumber seperti Negara

bagian, pemerintah pusat dan pemerintah lokal (Kabupaten dan Kota). Tipe pajak yang

ditetapkan (levy) oleh pemerintah merupakan penghasilan yang dialokasikan untuk mendukung

sekolah menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas. (Mulyono, dalam hidayat dan rusdiana,

2022:57)

Lebih lanjut John dan Morphet (dalam hidayat dan rusdiana, 2022:57) menjelaskan

pengalokasian pembiayaan pendidikan yang bersumber dari pemerintah, dapat diklasifikasi

dalam dua (2) model, yakni :

1. Flat grant model (model dana bantuan murni). Model ini memberikan kesan bahwa

sistem distribusi anggaran (dana) pendidikan, untuk semua distrik (kabupaten/kota)

akan menerima jumlah uang yang sama setiap murid pada masing-masing sekolah

setiap tahunnya, tanpa mempertimbangkan perbedaan kemampuan daerah yang

memiliki sumber daya alamnya berlimpah (kaya) maupun yang tidak mendukung

(miskin). Model ini mirip dengan bantuan operasional sekolah (BOS) yang

dilaksanakan pemerintah Indonesia saat ini.


17

2. Power equalization model (model persamaan kemampuan). Model ini bertitik tolak

pada ability to pay (kemampuan membayar) dari masyarakat. Bagi kelompok

masyarakat yang miskin tentu perlu menerima bantuan dana yang lebih serius

dibandingkan dengan masyarakat yang income-nya lebih tinggi. Karena itu sekolah

miskin akan memperoleh kesempatan sejajar dengan sekolah lainnya, artinya setiap

daerah akan menerima jumlah dana yang berbeda tiap tahun tergantung bagaimana

membagi sesuai kepada kemampuan daerah. Misalnya pertimbangan bagi daerah

miskin akan menerima 5 per mil ditambah dengan 7 per mil dana dasar daerah. Model

ini juga menghendaki distrik yang kaya membayar pajak sekolah yang dikumpulkan

kembali ke negara. Selanjutnya negara menggunakan uang dari sekolah distrik yang

kaya itu untuk meningkatkan bantuan sekolah pada distrik yang miskin.

Pengalokasian biaya pendidikan menurut Thomas H. Jones (dalam hidayat dan rusdiana,

2022:58), mengklasifikasikan model pembiayaan pendidikan, seperti yang diberlakukan

pemerintah Amerika Serikat saat ini, terdiri dari 6 model, antara lain :

1) Model Dana Bantuan Murni (Flat Grant Model) merupakan tipe bantuan

pembiayaan pendidikan yang tertua. Dimana model ini mendistribusikan dana

pendidikan pada Negara bagian tanpa mempertimbangkan jumlah uang yang berhasil

dikumpulkan dari pajak lokal atau pembagian anya daerah, jumlah bantuan sama rata

untuk semua siswa. Sehingga setiap sekolah mendapatkan bantuan sejumlah dana

yang sama, dihitung per siswa atau per unit pendanaan lainnya. Sebagaimana

penjelasan terdahulu, Model ini memberikan kesan bantuan pendidikan dengan sistem

ini membagi rata, sekolah yang jumlah siswanya banyak akan mendapatkan

pembiayaan (uang) lebih besar. Model Dana Bantuan Murni (Flat grant model) dalam
18

implementasinya tentu memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihannya

antara lain: a) sekolah penerima bantuan dapat mengalokasikan dana pembelajaran

untuk kegiatan siswa, b) sekolah dapat membiayai seluruh kegiatan pembelajaran

siswa. Sedangkan kekurangan dari model ini, antara lain: a) pemerintah tidak

mendapat pajak sebagai sumber devisa negara, b) berpotensi pada peningkatan

penyimpanan bantuan dana pendidikan c) berpotensi terjadinya kesenjangan atau

ketimpangan antara sekolah di tiap daerah.

2) Model Pendanaan Negara Sepenuhnya (Complete State Funding Model), dimana

pendanaan pendidikan ditanggung Negara Sepenuhnya (full state funding). Model ini

merancang pembiayaan pendidikan yang berusaha mengeliminir perbedaan

pemerintah federal dalam hal pembelanjaan dan perpajakan. Pendanaan sekolah akan

dikumpulkan di tingkat negara dan diberikan ke sekolah distrik dengan dasar yang

sama. Asas keadilan tentang perlakuan terhadap siswa dan pembayar pajak, serta

pembiayaan pendidikan berdasarkan tingkat kekayaan yang dimiliki. Model ini

berusaha menghindari banyaknya anak pada masyarakat miskin meninggalkan

pendidikan sehingga muncul masalah pengangguran dan kesejahteraan bagi generasi

penerusnya.

3) Model Landasan Perencanaan (The Foundation Plan Model) ini ditekankan pada

patokan tarif pajak property minimum dan tingkat pembelanjaan untuk setiap distrik

sekolah lokal di Negara-negara bagian (federal). The foundation plan Model bantuan

pembiayaan pendidikan ini dari Negara tanpa mempertimbangkan kekayaan & pajak

masing-masing daerah. Negara dapat memberikan dana kepada daerah yang miskin

lebih banyak untuk setiap siswanya dibandingkan dengan daerah yang makmur.
19

Tujuan model ini adalah untuk menjaga sekolah dari kehancuran lebih parah pada

daerah- daerah yang miskin. Perilaku lain yang muncul dari penggunaan model

adalah memberikan peluang munculnya berbadai daerah dengan kategori miskin. Di

Indonesia dikenal dengan label daerah tertinggal.

4) Model Perencanaan Pokok Jaminan Pajak (Guaranteed Tax Base Plan) model ini

merupakan matching plan, dimana persentase tertentu dari total biaya pendidikan

yang diinginkan oleh setiap distrik sekolah. Bantuan negara menjadi berbeda antara

apa yang diterima daerah per siswa dengan jaminan negara per siswa. Pembagian

persentasenya sangat tinggi di sekolah distrik yang miskin, dan rendah di sekolah

distrik yang kaya/sejahtera.

5) Model Persamaan Persentase (Percentage Equalizing Model), ini dikembangkan

pemerintah Amerika Serikat sejak tahun 1920-an. Model ini merupakan kelanjutan

dari bentuk Guaranteed Tax Base, dimana negara menjamin untuk memadukan

tingkat-tingkat pembelanjaan tahun pertama di distrik lokal dengan penerimaan dari

sumber-sumber negara dan match berada pada suatu rasio variabel dana yang

diperlukan pada tiap murid & guru ke daerah-daerah yang kurang makmur. Jumlah

yang diperlukan berubah-ubah tiap bagian sesuai keperluan.

6) Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan), model ini

memerintahkan distrik-distrik yang sangat kaya untuk membayarkan sebagian pajak

sekolah yang mereka pungut ke kantong pemerintah negara bagian. Selanjutnya

Negara menggunakan dana tersebut untuk meningkatkan bantuan ke sekolah pada

distrik yang lebih miskin.


20

Di samping itu, beberapa Negara di dunia juga menerapkan model pembiayaan

pendidikan yang berbeda, antara lain the resources cost model, models of choice and voucher

plans, weight student plan, historic funding, bidding model, discretion model (Thamrin

Abdullah, dalam hidayat dan rusdiana, 2022:59). Formulasi model pembiayaan pendidikan

masing-masing model ini tentunya berbeda satu sama lainnya, sebagai berikut :

a. Model Sumber Pembiayaan (The Resources Cost Model) yang dikembangkan oleh

Hambers dan Parish menerapkan suatu prototipe pembiayaan pendidikan yang

mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi di setiap daerah. Model ini

menurut Sergiovanni tidak bersangkutan dengan pendapatan pajak maupun kekayaan

suatu daerah.

b. Model Surat Bukti/Penerimaan (Models of Choice and Voucher Plans)

memberikan corak pembiayaan pendidikan yang langsung kepada individu atau

institusi rumah tangga berdasarkan kebutuhan pendidikan. Mereka diberikan surat

bukti penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem voucher yang mencerminkan

subsidi langsung kepada pihak yang membutuhkan yaitu murid dan orang tua peserta

didik. Indonesia tahun 2004 pernah memberlakukan cara pembiayaan berupa voucher

ke lembaga-lembaga pendidikan, tapi pada akhirnya menimbulkan persoalan karena

seringkali pejabat yang membantu memperjuangkan anggaran tersebut menginginkan

diberikan komisi atas usahanya.

c. Model Rencana Bobot Siswa (Weight Student Plan) merupakan model pembiayaan

pendidikan yang mempertimbangkan siswa-siswa berdasarkan proporsinya. Contoh

siswa yang cacat (disabilitas), siswa program kejuruan atau siswa yang pandai dua

bahasa (akselerasi).
21

d. Model Berdasarkan Pengalaman (Historic Funding) model ini sering disebut

incrementalism, dimana biaya yang diterima satu sekolah mengacu pada penerimaan

tahun yang lalu, dengan hanya penyesuaian.

e. Model Berdasarkan Usulan (Bidding Model) ini sekolah mengajukan usulan pada

sumber dana dengan berbagai acuan, kemudian sumber dana meneliti usulan yang

masuk, dan menyesuaikan dengan criteria.

f. Model Berdasarkan Kebijaksanaan (Discretion Model) ini memberikan formulasi

dimana penyandang dana melakukan studi terlebih dahulu untuk mengetahui

komponen-komponen apa yang perlu dibantu berdasarkan prioritas pada suatu tempat

dari hasil eksplorasinya.

Model pembiayaan pendidikan yang telah dijelaskan di atas memberi gambaran ada

keunggulan dan kelemahan pada masing-masing model. Sistem pembiayaan pendidikan di

Indonesia sulit merujuk kepada salah satu model pembiayaan seperti: pemerintah pusat,

pemerintah daerah dan orang tua serta masyarakat secara ideal harus memberi biaya untuk

pendidikan. Di era otonomi daerah dan otonomi pendidikan persoalan pendanaan pembiayaan

pendidikan telah mengalami perubahan yang mendasar setelah melihat ada berbagai model

pembiayaan, misalnya tanggung jawab dan sumber biaya pendidikan ditanggung secara

bersamasama oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat berdasarkan prinsip keadilan,

kecukupan dan berkelanjutan.

F. Proses Pembiayaan Pendidikan

Menurut (Anwar, 1991) Pengelolaan pembiayaan pendidikan sama dengan manajemen

pembiayaan, dan pengelolaan mempunyai tiga fungsi yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan
22

evaluasi. Dalam penelitian ini yang akan dibahas yaitu perencanaan pembiayaan pendidikan,

pelaksanaan pembiayaan pendidikan dan evaluasi pembiayaan pendidikan.

a) Perencanaan Pembiayaan Pendidikan. Perencanaan adalah suatu proses

mempersiapkan serangkaian keputusan untuk mengambil tindakan di masa yang akan

datang diarahkan untuk tercapainya tujuan- tujuan dengan sarana yang optimal.

Langkah-langkah dalam perencanaan yaitu Pertama, tahapan menetapkan tujuan

atau serangkaian tujuan. Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan. Tanpa

rumusan tujuan yang jelas, sebuah lembaga akan menggunakan sumber daya yang

secara tidak efektif. Kedua, merumuskan keadaan saat ini, pemahaman akan kondisi

sekarang dari tujuan yang hendak dicapai sangat penting, karena tujuan dan rencana

menyangkut waktu yang akan datang. Ketiga, mengidentifikasikan segala

kemudahan, kekuatan, kelemahan serta hambatan perlu diidentifikasikan untuk

mengukur kemampuan dalam mencapai tujuan, oleh karena itu perlu dipahami

faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang dapat membantu mencapai

tujuan, atau mungkin menimbulkan masalah. Keempat, mengembangkan rencana atau

serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tahap akhir dalam proses perencanaan

meliputi pengembangan berbagai alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan.

Perencanaan Pembiayaan Pendidikan ini mencakup kegiatan penting yaitu

penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) dan

pengembangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).

Perencanaan keuangan sekolah sedikitnya mencakup dua kegiatan yakni penyusunan

anggaran dan pengembangan rencana anggaran belanja sekolah. Penganggaran

merupakan proses kegiatan atau proses penyusunan anggaran (budget).


23

b) Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan. Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau

pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci,

implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara

sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky

mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky

mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling

menyesuaikan. Setelah perencanaan pembiayaan pendidikan selesai dan disetujui

oleh semua komponen yang terlibat, dan menghasilkan sebuah Rencana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), tahapan manajemen selanjutnya yaitu

pelaksanaan pembiayaan pendidikan. Kegiatan pelaksanaan pembiayaan madrasah

meliputi dua kegiatan besar yakni penerimaan dan pengeluaran keuangan

madrasah/sekolah. Kegiatan kedua dari manajemen pembiayaan adalah pembukuan

atau kegiatan pengurusan keuangan. Hal-hal yang perlu dibukukan dalam keuangan

sekolah adalah menyangkut penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan dan

pengeluaran keuangan sekolah dari sumbersumber dana perlu dibukukan berdasarkan

prosedur pengelolaan yang selaras dengan kesepakatan yang telah disepakati, baik

berupa konsep teoritis maupun peraturan pemerintah. Kegiatan yang di lakukan

berupa :

1. Penerimaan Biaya Pendidikan

2. Pengeluaran Biaya Pendidikan

c) Evaluasi Pembiayaan Pendidikan. Evaluasi pendidikan juga diartikan dengan

proses untuk memberikan kualitas yaitu nilai dari kegiatan pendidikan yang telah

dilaksanakan, yang mana proses tersebut berlangsung secara sistematis,


24

berkelanjutan, terencana, dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Proses

melakukan evaluasi mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang dianut, ada

bermacam-macam cara. Namun evaluasi harus memasukkan ketentuan dan tindakan

sejalan dengan fungsi evaluasi, yaitu:

1. Memfokuskan evaluasi

2. Mendesain evaluasi

3. Mengumpulkan informasi

4. Menganalisis informasi

5. Melaporkan hasil evaluasi

6. Mengelola evaluasi dan mengevaluasi evaluasi.

Evaluasi pembiayaan pendidikan merupakan alat untuk mengukur dari melihat hasil

rencana yang dicanangkan pada planning. Memberikan imbalan kepada staff sesuai

kinerja yang ditunjukkan, dan merancang serta merencanakan kembali sambil

memperbaiki hal-hal yang belum sempurna. Evaluasi pada administrasi berarti

kegiatan mengukur tingkat efektivitas kerja personal dan tingkat efisiensi penggunaan

metode dan alat bantu tertentu dalam usaha mencapai tujuan. Mengamati tingkat

efektivitas maksudnya menilai tindakan tindakan atau kegiatan-kegiatan yang telah

dilakukan, apakah telah menghasilkan sesuatu seperti direncanakan atau sekurang-

kurangnya, apakah kegiatan itu telah berjalan di atas rel yang sebenarnya dan tidak

menyimpang dari perencanaan atau tujuan yang telah ditetapkan. Sedang mengamati

tingkat efisiensi maksudnya menilai tindakan tindakan/ kegiatan-kegiatan yang telah

dilakukan itu apakah merupakan cara yang terbaik atau paling tidak untuk mencapai
25

hasil yang sebesar besarnya dengan resiko yang sekecil-kecilnya, yang berarti apakah

cara kerja tertentu yang sudah dipergunakan mampu memberi hasil yang maksimal.
26

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan

Pendidikan membutuhkan biaya, pembiayaan terhadap pendidikan harus dibayar lebih

mahal karena pendidikan adalah investasi. Human Capital yang berupa kemampuan dan

kecakapan yang diperoleh melalui pendidikan, belajar sendiri, belajar sambil bekerja

memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan. Perolehan keterampilan dan

kemampuan akan menghasilkan tingkat balik Rate of Return yang sangat tinggi terhadap

penghasilan seseorang. Pendidikan adalah tanggungjawab negara dan masyarakat,

tanggungjawab kita bersama, termasuk dalam hal pembiayaan. Peran masyarakat untuk

menyokong biaya pendidikan sangat penting diantaranya dengan menabung yang bermanfaat

untuk membiayai pendidikan.

Biaya pendidikan adalah seluruh pengeluaran baik yang berupa uang maupun bukan uang

sebagai ungkapan rasa tanggung jawab semua pihak (masyarakat, orang tua, dan pemerintah)

terhadap pembangunan pendidikan agar tujuan pendidikan yang dicita-citakan tercapai secara

efektif dan efisien, yang harus terus digali dari berbagai sumber, dipelihara, dikonsolidasikan,

dan ditata secara administratif.


27

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. . (1991). Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan.

Mimbar Pendidikan.

Arwildayanto, dkk. 2017. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung

: Widya Padjadjaran

Fattah, N. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah.

Bandung: C.V Pustaka Bani Quraisy.

Hidayat, Ara dan Rosdiana. 2022. MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

(Konsep dan Prinsip Tata Kelola Biaya Pendidikan), Bandung : CV PUSTAKA SETIA

Jihadi, Muhammad. 2021. Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Padang : CV INSAN

CENDEKIA MANDIRI

Masditou. (2017). Manajemen pembiayaan pendidikan menuju pendidikan yang bermutu.

Jurnal ANSIRU PAI. Vol 1, No 2. http://dx.doi.org/10.30821/ansiru.v 1i2.1518.g1245 Diakses

pada tanggal 17 November 2023.

Rusdiana & Wardija. (2013). Manajemen Keuangan Sekolah (konsep, prinsip, dan

aplikasinya di sekolah/madrasah). Bandung: Arsad Press.

Syukri, M., Sitompul, I., & Banurea, O. K. (2020). Manajemen Pembiayaan Pendidikan.

Medan: C.V Pusdikra Mitra Jaya.

Anda mungkin juga menyukai