Anda di halaman 1dari 17

,Nurkholis Majid,K.H.

Abdurrahman Wahid

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tauhid/Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Dr.Ahmad Sodiq,M.Ag

Pemikiran Kalam Di Indonesia Yaitu Menurut H.M.Rasyidi,

Harun Nasution

Disusun Oleh : Kelompok 14

Marna Astuti (2211100445)

Lathifatuzzahra (2211100128)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena
berkat Rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Pemikiran Kalam Di Indonesia Yaitu Menurut H.M.Rasyidi,Harun
Nasution,Nurkholis Majid,Abdul Rahman Wahid.”

Tujuan dari penulisan makalah ini dalah memenuhi tugas Bapak Dr.Ahmad
Sodiq,M.Ag pada mata kuliah Tauhid/ Ilmu Kalam. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.

Kami menyadari mungkin dalam makalah ini terdapat kesalahan yang


belum kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran dan titik dari dosen
maupun teman-teman.

Bandar Lampung, 02 Maret


2023

Kelompok 14

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Menurut H.M.Rasyidi................................................................................3
B. Menurut Harun Nasution...........................................................................5
C. Menurut Nurkholis Majid..........................................................................7
D. Menurut Abdul Rahman Wahid................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan yang
cukup pesat,banyak tokoh-tokoh pemikir imu kalam bermunculan. Dan memiliki
argumentasi yang berbeda-beda,sehingga persoalan-persoalan yang mengenai
ilmu kalam teologi itu sendiri semakin serius untuk dibahas. Karena dari
permasalahan tersebut akan memicu timbulnya pemikiran-pemikran yang baru
dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu kalam itu sendiri.

Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang berbeda,maka


banyak pula pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang
permasalahan ilmu kalam ini sebagai contoh,di dalam makalah ini insyaallah
akan di bahas teologi atau ilmu kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu:
H.M.Rasyidi dan harun Nasution. Oleh karena itu,penulis mencoba mengangkat
makalah dengan judul “Pemikiran Kalam Di Indonesia”. Hal ini sebagai bahan
diskusi,sehingga akan mendapatkan wawasan keilmuan terkait dengan
permasalahan ilmu kalama.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pemikiran kalam menurut Rosyidi?
1.2.2 Bagaimana pemikiran kalam menurut Harun Nasution?
1.2.3 Bagaimana pemikiran kalam menurut Nurkholis Majid?
1.2.4 Bagaimana pemikiran kalam menurut Abdul Rahman Wahid?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Rosyidi
1.3.2 Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Harun Nasution
1.3.3 Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Nurkholis Majid
1.3.4 Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Abdul Rahman Wahid

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Riwayat Hidup H.M.Rasyidi


H.Mohamad Rasjidi ( Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915-30 Januari
2001adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet
Sjari II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sarbonne,
Paris (Doktor,1956) Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantre
Luhur),Surakarta (1939-1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur Kantor
Rabitah Alam Islami, Jakarta. H.M. Rasyidi, lulusan lembaga pendidikan tinggi
islam di mesir yang melanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh
pengalaman mengajar di Kanada.1

2.1.1 Pemikiran Kalam H.M.Rasyidi


a . Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian
ilmu kalam dan teologi. Untuk itu Rasyidi berkata,”Ada kesan bahwa ilmu kalam
adalah teologi Islam dan teologi adalah ilmu kalam Kristen.” Selanjutnya Rasyidi
menelurusi sejarah kemunculan teologi. Menurutnya, orang Barat memakai
istilah teologi untuk menunjukkan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki
istilah lain. Teologi terdiri dari dua perkataa, yaitu teo (theos) artinya Tuhan, dan
logos, artinya ilmu. Jadi teologi berarti ilmu ketuhanan, adapun sebab timbulnya
teologi dalam Kristen adalah ketuhanan Nabi Isa, sebagai salah satu dari tri-
tunggal atau trinitas. Namun kata teologi kemudian mengandung beberapa aspek
agama Kristen, yang di luar kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam
Kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu kalam.

1
Nicholas Majid, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta : Paramadina, 1997, Hal.16

3
b . Tema-tema ilmu kalam
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah
deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat
Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa
menonjolnya perbedaan pendapat antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana
dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para mahasiswa. Memang
tidak ada agama yang mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan
menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu
hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolute-universal,
berarti meremehkan ayat-ayat al-Qur’an seperti:

...‫وهللا يعلم وانتم التعلمون‬


“Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”)Q.S.Al-Baqarah:232)
Rasyid kemudian menegaskan pada saat ini, di Barat sudah dirasakan bahwa
akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya adalah kemunculan
eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.Rasyidi mengakui
bahwa soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu,
masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah tidak
relevan. Pada waktu sekarang,demikian Rasyidi menguraikan,yang masih
dirasakanlah oleh umat Islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.

c . Hakikat iman
Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan
Nurcholis Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan
sikap apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang.
Sikap ini disebut takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan
Tuhan. Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang
menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan
Tuhan.2”Menanggapi pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan
sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam

2
H.M.Rasjidi, Koreksi terhadap DR.Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi, Jakarta : Bulan Bintag, 1997,
Hal.61

4
dimensi konsekuensial atau hubungan dengan manusia dengan manusia, yakni
hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang dengan Tuhan tidak merupakan
aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya seseorang saja dari sejuta orang. Jadi,
yang terpenting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah dan
kemasyarakatan.

2.2 Riwayat Hidup Harun Nasution


Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera.
Ayahnya, Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.
Sedangkan ibunya adalah anak seorang ulama asal Mandailing yang semarga
dengan Abdul Jabbar Ahmad3. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah
Belanda HIS.Setelah tujuh tahun di HIS.Selama tujuh tahun, Harun belajar
bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam
lingkungan disiplin yang ketat.Di lingkungan keluarga, harun memulai
pendidikan Agama dari lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat
dan ibadah lainnya.Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe
Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934.Pendidikannya lalu diteruskan ke
Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di
Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill,
Kanada pada tahun 1962.
Setiba di tanah air pada tahun 1969 beliau langsung terjun dalam bidang
akademisi,yakni menjadi dosen di IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan kemudian juga
pada Universitas Nasional. Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam
jaringan intelektual yang terbentuk dikawasan IAIN Ciputat semenjak paruh
kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan itu tentu
saja banyak ditopang kapasitas intelektualnya, dan kemudian kedudukan
formalnya sebagai rektor sekalibus salah seorang pengajar di IAIN.4

3
Harun Nasution, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, Jakarta, Hal. 26
4
Anwar,Rosihan dan Abdul Razak, Ilmu Kalam, Bandung :CV. Pustaka Setia,,2003,Hal.241

5
2.2.1 Pemikiran Kalam Harun Nasution
a . Peranan Akal
Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal
dalam system teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di
Universitas Mogill, Mentreal, Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system
teologi suatau aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman
seseorang tentang ajaran Islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution
menulis demikian,”Akal melambangkan kekuatan manusia,Karena
akallah,manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk
lain sekitarnya.Bertambah tinggi akal manusia bertambah tinggilah
kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lainnya.Bertambah lemah
kekuatan akal manusia,bertmbah rendah pulalah kesanggupannya menghadapi
kekuatan-kekuatan lain tersebut.”5

Dalam sejarah Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai,
bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, akan tetapi
dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Pemikiran akal
dalam Islam diperintahkan Al-Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya
apabila ada penulis-penulis, baik di kalangan Islam sendiri maupun di kalangan
non-Islam, yang berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional.6

b . Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada dasarnya
dibangun atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam
Indonesia (juga di mana saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi
mereka. Pandangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain
pendahulunya (Muhammad Abduh, Rasyid Ridha Al-Afghani, Sayid Amer Ali,
dan lain-lain) yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam yang
sejati. Menurut Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi yang
berwatak free-will rasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini

5
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran- Aliran Sejarah Analisa Prbandingan, Jakarta, 1983, Hal. 56
6
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: 1980,Hal. 101

6
selanjutnya menemukan teologi dalam khazanah islam klasik sendiri yakni
teologi Mu’tazilah.

c . Hubungan Akal dan Wahyu


Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan akal dan
wahyu.Ia menjelaskan bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan
pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan
yang tinggi dalam Al-Qur’an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa
wahyu sudah mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan
semua permasalahan keagamaan.
Dalam pemikiran Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di
bidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk
kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk
memahami teks wahu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi
interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan
pemberi interpretasi. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam
sebenarnya bukan akal dan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu
dengan lain dari teks wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam
Islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.

2.3 Riwayat Hidup Nurkholis Madjid


Biografi Nurkholis Madjid
mulai berkenalan dengan ide-ide modernis Nurcholish Madjid (Cak Nur), lahir
pada 17 Maret 1939/26 Muharram 1358 H.di desa Mojoanyar,Jombang,Jawa
Timur,sebuah kota tempat kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama (NU),dan ulama
serta tokoh-tokoh NU. Pendidikan dasarnya diperoleh melalui pendidikan-
pendidikan tradisional NU,yang sangat memungkinkan baginya untuk
mengintensifkan kedalamannya dengan literatur-literatur klasik. Sementara pada
masa remajanya, ia disekolahkan di Pesantren Gontor,sebuah pesantren yang
bersemangat modernis. Di pesantren ini,Nurcholish mulai berkenalan dengan ide-
ide modernis.

7
2.3.1 Pemikiran Kalam
Dari keseluruhan pembaruan pemikiran Islam Nurcholish di atas, apabila
ditelusuri dari sumbernya yang dalam, ia selalu berangkat dari konsep tawhîd,
yang menurutnya mempunyai efek pembebasan.Tawhîd dalam pemikiran
Nurcholish, merupakan sentral dan dari konsep itu ia transformasikan dalam
bentuk pemikiran yang lebih praktis dan aplikatif dalam kehidupan sosial umat
Islam.Kalimat tauhîd (‫ه االهللا‬LLL‫ )الال‬mengandung dua ungkapan: peniadaaan
(nafyu;negation) dan pengukuhan (itsbat;affirmation),yakni“tiada tuhan selain
tuhan”.Perkataan“tidak ada tuhan” (dengan “t” kecil) adalah peniadaan,dan
perkataan “melainkan Tuhan”(dengan “T” besar) adalah pengukuhan.Pada yang
pertama, berarti pembebasan manusia dari objek-objek palsu dan mitologis,yaitu
sikap menuhankan kepada selain Allah, maka setelah kebebasan itu
diperoleh,harus diisi dengan kepercayaan yang benar,yakni ketundukan manusia
kepada Tuhan atau Allah.
Dalam posisi pemikiran seperti ini, pembaruan Nurcholish dapat dipandang
sebagai “purifikasi” (pemurnian kepercayaan kepada Tuhan). Purifikasi itu akan
tampak dari dua hal: (1) melepaskan diri dari kepercayaan palsu; (2) pemusatan
kepercayaan hanya kepada Yang Benar (Allah) yang memiliki dimensi
absolutisme.
Efek pembebasan tauhid di atas, dari pembebasan yang bersifat individual,
kemudian akan mengalir kepada pembebasan sosial yang bersifat egalitarian.
Dalam perspektif inilah, ia membangun pandangannya tentang demokrasi dan
keadilan sosial di Indonesia. Lebih lanjut, untuk menerapkan ajaran tawhîd,
Nurcholish melakukan sosialisasi gagasannya dengan mengutip bukan saja tokoh
Islam seperti Muhammad Iqbal, tetapi juga mengambil pikiran Karl Marx. Cara
kerja semacam itu , bertujuan agar setiap orang tahu bahwa tidak ada sesuatupun
yang pantas disucikan selain Allah. Akibat dari tauhîd ini, papar Nurcholish,
adalah “Bolshevisme plus Allah”, artinya bahwa pandangan Islam terhadap dunia
ini dan masalah-masalahnya adalah sama dengan kaum Komunis (realistis, dilihat
menurut apa adanya, tidak mengadakan penilaian lebih dari apa yang sewajarnya
dipunyai oleh obyek itu), hanya saja Islam mengatakan adanya pandangan dunia

8
(wtltanschaung) dalam hubungan antara alam dan Tuhan itu sedemikian rupa,
sehingga wajar bagaikan badan dengan kepala di atas dan kaki di bawah (istilah
Marx), artinya kepercayaan kepada Tuhan mendasari pandangan pada alam, dan
tidak sebaliknya, seperti pada ajaran materialisme dialektika.
Pandangannya tentang tawhîd juga menjadi landasannya tentang kemungkinan
pengembangan etos kerja dari sudut Islam. Etos kerja dan disiplin tinggi harus
berdasarkan pada “dasar nilai kerja”, yang oleh Nurcholish disebut dengan “niat”
(komitmen), yang berkaitan erat dengan sistem nilai (value system). Bagi seorang
muslim, niat atau komitmen kerja itu harus selalu ditransendenkan pada Allah,
sehingga mengerjakan sesuatu demi mencari ridla Allah,dengan sendirinya
berimplikasi bahwa kita tidak boleh melakukannya dengan sembrono,seenaknya,
dan tidak terprogram. Kerja harus diniati dengan ikhlas dan ikhsan (mengerjakan
secara optimal).19 Inilah,kata Nurcholish,etos kerja yang perlu tumbuh bagi
kaum Muslim, agar Indonesia menjadi bangsa yang maju dan memiliki kualitas
SDM yang tinggi di masa depan. Baginya, apabila umat Islam Indonesia maju,
berarti Indonesia juga akan maju,begitu pula sebaliknya. Maka,ia sangat yakin
bahwa maju mundurnya Indonesia sangat tergantung pada umat Islam itu sendiri

2.4 Riwayat Hidup K.H.Abdurrahman Wahid


K.H.Abdurrahman Wahid lahir di sebuah tempat yang kental dengan suasana
kesant rian dan religi, Denannya r, Jomba on, Jawa Timur, Lokasi dimana
Nahdatul Ulama dilahirkan pada 4 Sya’ban 1359 H/07 September 1940 dari
pasangan Wahid Hasyim dan sholehah. Beliau lahir dengan nama Abdurrahman
Addakhil.Addakhil berarti Sang Penakluk. Nama tersebut diambil Dari nama
ayahnya yaitu Wahid Hasyim yang merupakan seorang perintis Dinasti Umayyah
yang telah menancapkan tonggak kejayaan Islam di spanyol. Karena nama
“Wahid”, menjadi Abdurrahman Wahid,dan kemudian lebih dikenal dengan
panggilan Gus Dur.7

7
Greg Barton, Biografi Gus Dur,The Authorized Boigraphy of Abdurrahman Wahid, Di terjemahkan,
Yogyakarta, 2002,Cet VIII, Hal.25

9
2.4.1 Pemikiran K.H.Abdurrahman Wahid
Pembaharuan pemikiran dalam islam tidak harus diartikan sebagai upaya
menjadikan kultur barat sebagai sumber inspirasi dalam mambangun masyarakat
tanpa sikap kritis.Upaya memahami kembali sumber ajaran islam untuk
memberikan jawaban terhadap tuntutan kehidupan sosial dengan melihat
kaitannya dengan budaya,modernitas yang berkembang.Walaupun secara
akulturasi budaya, modernisasi digambarkan sebagai proses meminjam dari
barat.Kemudian hal itu tidak semua dijadikan sebagai ukuran bahwa nilai-
nilai,gagasan-gagasan,dan lembaga-lembaga didunia muslim harus mengkuti
perkembangan yang terjadi di barat.Dalam kontek Ke-Indonesiaan,islam sebagai
agama yang secara sosiologis dianut oleh mayoritas masyarakat tidak luput dari
pergumulan dengan modernitas sehingga perlu kontekstulisasi nilai-nilai islam
secara kultural.

K.H.Abdurrahman Wahid memiliki pola pemikiran dan gerakan tersendiri


dalam melakukan pencerahan terhadap masyarakat islam dalam konteks
bagaimana umat islam menghadapi peradaban global akibat dampak modernisasi
dan globalisasi yang telah mengahadirkan banyak tawaran dalam kehidupan umat
beragama. Clifford Geetz mengungkapkan bahwa tawaran itu muncul dalam dua
wajah, yaitu sekularisme pemikiran dan ideologisasi agama.Pemikiran besar Gus
Dur seperti pluralisme,multikulturalisme,dan sekulerisme menjadi bahan
perdebatan dikalangan umat islam. Bahkan MUI dalam fatwanya mengecam ide
sekularisme,pluralisme, dan liberalisme dengan menyatakan bahwa pemikiran
tersebut bertentangan dengan agama islam. Pluralisme agama adalah sebuah
paham yang mendoktrinkan bahwa semua agama sama dan oleh karena
itu,kebenaran setiap agama adalah relatif. Sedangkan liberalisme agama adalah
memahami doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Sekularisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk
mengatur hubungan pribadi dengan tuhan,sedangkan hubungan antar sesama
manusia diatur dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

10
Karya dari K.H.Abdurrahman Wahid meliputi: Bunga Rampai
Pesantren,Muslim di Tengah pergumulan,Prisma pemikiran Gus Dur menjelaskan
bahwa islam tidak mengenal doktrin tentang Negara. Doktrin islam tentang
Negara adalah doktrin tentang keadilan dan kemasyarakatan. Dalam pembukaan
UUD 1945 terdapat doktrin tentang keadilan dan kemakmuran. Tidak ada doktrin
yang menyatakan bahwa Negara harus berbentuk formalisme Negara
islam,demikian pula dalam pelaksanaan hal-hal kenegaraan. Bagi Gus Dur
Negara adalah al-Hukm (hukum atau aturan).8

8
Ashgar All Enginer, Devolusi Negara Islam, terj. Imam Muttaqin, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2000, Hal.
59

11
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Menurut Rasyidi yaitu beliau menolak pandangan Harun Nasution yang


menyamakan pengertian ilmu kalam dan teologi. Untuk itu Rasyidi berkata,”Ada
kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam dan teologi adalah ilmu kalam
Kristen.” Selanjutnya Rasyidi menelurusi sejarah kemunculan teologi.
Menurutnya, orang Barat memakai istilah teologi untuk menunjukkan tauhid atau
kalam karena mereka tak memiliki istilah lain. Teologi terdiri dari dua perkataa,
yaitu teo (theos) artinya Tuhan, dan logos, artinya ilmu. Jadi teologi berarti ilmu
ketuhanan, adapun sebab timbulnya teologi dalam Kristen adalah ketuhanan Nabi
Isa, sebagai salah satu dari tri-tunggal atau trinitas. Kemudian Harun Nasution
memilih problematika akal dalam system teologi Muhammad Abduh sebagai
bahan kajian disertasinya di Universitas Mogill, Mentreal, Kanada. Besar
kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau aliran sangat menentukan
dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam. Berkenaan
dengan akal ini,Harun Nasution menulis demikian,”Akal melambangkan
kekuatan manusia,Karena akallah,manusia mempunyai kesanggupan untuk
menaklukkan kekuatan makhluk lain sekitarnya.Bertambah tinggi akal manusia
bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lainnya.
Dalam pemikiran Nurkholis Majid apabila ditelusuri dari sumbernya yang dalam,
ia selalu berangkat dari konsep tawhîd, yang menurutnya mempunyai efek
pembebasan.Tawhîd dalam pemikiran Nurcholish, merupakan sentral dan dari
konsep itu ia transformasikan dalam bentuk pemikiran yang lebih praktis dan
aplikatif dalam kehidupan sosial umat Islam.Kalimat tauhîd (‫ه االهللا‬LLLL‫)الال‬
mengandung dua ungkapan: peniadaaan (nafyu;negation) dan pengukuhan
(itsbat;affirmation),yakni“tiada tuhan selain tuhan”.Perkataan“tidak ada tuhan”
(dengan “t” kecil) adalah peniadaan,dan perkataan “melainkan Tuhan”(dengan
“T” besar) adalah pengukuhan.Pada yang pertama, berarti pembebasan manusia

12
dari objek-objek palsu dan mitologis,yaitu sikap menuhankan kepada selain
Allah, maka setelah kebebasan itu diperoleh,harus diisi dengan kepercayaan yang
benar,yakni ketundukan manusia kepada Tuhan atau Allah. K.H.Abdurrahman
Wahid memiliki pola pemikiran dan gerakan tersendiri dalam melakukan
pencerahan terhadap masyarakat islam dalam konteks bagaimana umat islam
menghadapi peradaban global akibat dampak modernisasi dan globalisasi yang
telah mengahadirkan banyak tawaran dalam kehidupan umat beragama. Clifford
Geetz mengungkapkan bahwa tawaran itu muncul dalam dua wajah, yaitu
sekularisme pemikiran dan ideologisasi agama.Pemikiran besar Gus Dur seperti
pluralisme,multikulturalisme,dan sekulerisme menjadi bahan perdebatan
dikalangan umat islam. Bahkan MUI dalam fatwanya mengecam ide
sekularisme,pluralisme, dan liberalisme dengan menyatakan bahwa pemikiran
tersebut bertentangan dengan agama islam. Pluralisme agama adalah sebuah
paham yang mendoktrinkan bahwa semua agama sama dan oleh karena
itu,kebenaran setiap agama adalah relatif. Sedangkan liberalisme agama adalah
memahami doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Sekularisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk
mengatur hubungan pribadi dengan tuhan,sedangkan hubungan antar sesama
manusia diatur dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Abdul Rozak. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia, 2003
Halim, Abdul, Teologi Islam Rasional, Jakarta Selatan : Ciputat Pers, 2001
Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta,: 1986
Ashgar All Enginer, Devolusi Negara Islam, terj. Imam Muttaqin, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar,2000
Greg Barton, Biografi Gus Dur,The Authorized Boigraphy of Abdurrahman
Wahid, Di terjemahkan, Yogyakarta, 2002
Harun Nasution, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, Jakarta
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran- Aliran Sejarah Analisa Prbandingan

14

Anda mungkin juga menyukai