Abdurrahman Wahid
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tauhid/Ilmu Kalam
Harun Nasution
Lathifatuzzahra (2211100128)
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena
berkat Rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Pemikiran Kalam Di Indonesia Yaitu Menurut H.M.Rasyidi,Harun
Nasution,Nurkholis Majid,Abdul Rahman Wahid.”
Tujuan dari penulisan makalah ini dalah memenuhi tugas Bapak Dr.Ahmad
Sodiq,M.Ag pada mata kuliah Tauhid/ Ilmu Kalam. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.
Kelompok 14
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Menurut H.M.Rasyidi................................................................................3
B. Menurut Harun Nasution...........................................................................5
C. Menurut Nurkholis Majid..........................................................................7
D. Menurut Abdul Rahman Wahid................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Rosyidi
1.3.2 Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Harun Nasution
1.3.3 Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Nurkholis Majid
1.3.4 Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Abdul Rahman Wahid
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Nicholas Majid, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta : Paramadina, 1997, Hal.16
3
b . Tema-tema ilmu kalam
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah
deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat
Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa
menonjolnya perbedaan pendapat antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana
dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para mahasiswa. Memang
tidak ada agama yang mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan
menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu
hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolute-universal,
berarti meremehkan ayat-ayat al-Qur’an seperti:
c . Hakikat iman
Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan
Nurcholis Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan
sikap apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang.
Sikap ini disebut takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan
Tuhan. Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang
menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan
Tuhan.2”Menanggapi pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan
sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam
2
H.M.Rasjidi, Koreksi terhadap DR.Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi, Jakarta : Bulan Bintag, 1997,
Hal.61
4
dimensi konsekuensial atau hubungan dengan manusia dengan manusia, yakni
hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang dengan Tuhan tidak merupakan
aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya seseorang saja dari sejuta orang. Jadi,
yang terpenting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah dan
kemasyarakatan.
3
Harun Nasution, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, Jakarta, Hal. 26
4
Anwar,Rosihan dan Abdul Razak, Ilmu Kalam, Bandung :CV. Pustaka Setia,,2003,Hal.241
5
2.2.1 Pemikiran Kalam Harun Nasution
a . Peranan Akal
Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal
dalam system teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di
Universitas Mogill, Mentreal, Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system
teologi suatau aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman
seseorang tentang ajaran Islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution
menulis demikian,”Akal melambangkan kekuatan manusia,Karena
akallah,manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk
lain sekitarnya.Bertambah tinggi akal manusia bertambah tinggilah
kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lainnya.Bertambah lemah
kekuatan akal manusia,bertmbah rendah pulalah kesanggupannya menghadapi
kekuatan-kekuatan lain tersebut.”5
Dalam sejarah Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai,
bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, akan tetapi
dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Pemikiran akal
dalam Islam diperintahkan Al-Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya
apabila ada penulis-penulis, baik di kalangan Islam sendiri maupun di kalangan
non-Islam, yang berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional.6
b . Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada dasarnya
dibangun atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam
Indonesia (juga di mana saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi
mereka. Pandangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain
pendahulunya (Muhammad Abduh, Rasyid Ridha Al-Afghani, Sayid Amer Ali,
dan lain-lain) yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam yang
sejati. Menurut Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi yang
berwatak free-will rasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini
5
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran- Aliran Sejarah Analisa Prbandingan, Jakarta, 1983, Hal. 56
6
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: 1980,Hal. 101
6
selanjutnya menemukan teologi dalam khazanah islam klasik sendiri yakni
teologi Mu’tazilah.
7
2.3.1 Pemikiran Kalam
Dari keseluruhan pembaruan pemikiran Islam Nurcholish di atas, apabila
ditelusuri dari sumbernya yang dalam, ia selalu berangkat dari konsep tawhîd,
yang menurutnya mempunyai efek pembebasan.Tawhîd dalam pemikiran
Nurcholish, merupakan sentral dan dari konsep itu ia transformasikan dalam
bentuk pemikiran yang lebih praktis dan aplikatif dalam kehidupan sosial umat
Islam.Kalimat tauhîd (ه االهللاLLL )الالmengandung dua ungkapan: peniadaaan
(nafyu;negation) dan pengukuhan (itsbat;affirmation),yakni“tiada tuhan selain
tuhan”.Perkataan“tidak ada tuhan” (dengan “t” kecil) adalah peniadaan,dan
perkataan “melainkan Tuhan”(dengan “T” besar) adalah pengukuhan.Pada yang
pertama, berarti pembebasan manusia dari objek-objek palsu dan mitologis,yaitu
sikap menuhankan kepada selain Allah, maka setelah kebebasan itu
diperoleh,harus diisi dengan kepercayaan yang benar,yakni ketundukan manusia
kepada Tuhan atau Allah.
Dalam posisi pemikiran seperti ini, pembaruan Nurcholish dapat dipandang
sebagai “purifikasi” (pemurnian kepercayaan kepada Tuhan). Purifikasi itu akan
tampak dari dua hal: (1) melepaskan diri dari kepercayaan palsu; (2) pemusatan
kepercayaan hanya kepada Yang Benar (Allah) yang memiliki dimensi
absolutisme.
Efek pembebasan tauhid di atas, dari pembebasan yang bersifat individual,
kemudian akan mengalir kepada pembebasan sosial yang bersifat egalitarian.
Dalam perspektif inilah, ia membangun pandangannya tentang demokrasi dan
keadilan sosial di Indonesia. Lebih lanjut, untuk menerapkan ajaran tawhîd,
Nurcholish melakukan sosialisasi gagasannya dengan mengutip bukan saja tokoh
Islam seperti Muhammad Iqbal, tetapi juga mengambil pikiran Karl Marx. Cara
kerja semacam itu , bertujuan agar setiap orang tahu bahwa tidak ada sesuatupun
yang pantas disucikan selain Allah. Akibat dari tauhîd ini, papar Nurcholish,
adalah “Bolshevisme plus Allah”, artinya bahwa pandangan Islam terhadap dunia
ini dan masalah-masalahnya adalah sama dengan kaum Komunis (realistis, dilihat
menurut apa adanya, tidak mengadakan penilaian lebih dari apa yang sewajarnya
dipunyai oleh obyek itu), hanya saja Islam mengatakan adanya pandangan dunia
8
(wtltanschaung) dalam hubungan antara alam dan Tuhan itu sedemikian rupa,
sehingga wajar bagaikan badan dengan kepala di atas dan kaki di bawah (istilah
Marx), artinya kepercayaan kepada Tuhan mendasari pandangan pada alam, dan
tidak sebaliknya, seperti pada ajaran materialisme dialektika.
Pandangannya tentang tawhîd juga menjadi landasannya tentang kemungkinan
pengembangan etos kerja dari sudut Islam. Etos kerja dan disiplin tinggi harus
berdasarkan pada “dasar nilai kerja”, yang oleh Nurcholish disebut dengan “niat”
(komitmen), yang berkaitan erat dengan sistem nilai (value system). Bagi seorang
muslim, niat atau komitmen kerja itu harus selalu ditransendenkan pada Allah,
sehingga mengerjakan sesuatu demi mencari ridla Allah,dengan sendirinya
berimplikasi bahwa kita tidak boleh melakukannya dengan sembrono,seenaknya,
dan tidak terprogram. Kerja harus diniati dengan ikhlas dan ikhsan (mengerjakan
secara optimal).19 Inilah,kata Nurcholish,etos kerja yang perlu tumbuh bagi
kaum Muslim, agar Indonesia menjadi bangsa yang maju dan memiliki kualitas
SDM yang tinggi di masa depan. Baginya, apabila umat Islam Indonesia maju,
berarti Indonesia juga akan maju,begitu pula sebaliknya. Maka,ia sangat yakin
bahwa maju mundurnya Indonesia sangat tergantung pada umat Islam itu sendiri
7
Greg Barton, Biografi Gus Dur,The Authorized Boigraphy of Abdurrahman Wahid, Di terjemahkan,
Yogyakarta, 2002,Cet VIII, Hal.25
9
2.4.1 Pemikiran K.H.Abdurrahman Wahid
Pembaharuan pemikiran dalam islam tidak harus diartikan sebagai upaya
menjadikan kultur barat sebagai sumber inspirasi dalam mambangun masyarakat
tanpa sikap kritis.Upaya memahami kembali sumber ajaran islam untuk
memberikan jawaban terhadap tuntutan kehidupan sosial dengan melihat
kaitannya dengan budaya,modernitas yang berkembang.Walaupun secara
akulturasi budaya, modernisasi digambarkan sebagai proses meminjam dari
barat.Kemudian hal itu tidak semua dijadikan sebagai ukuran bahwa nilai-
nilai,gagasan-gagasan,dan lembaga-lembaga didunia muslim harus mengkuti
perkembangan yang terjadi di barat.Dalam kontek Ke-Indonesiaan,islam sebagai
agama yang secara sosiologis dianut oleh mayoritas masyarakat tidak luput dari
pergumulan dengan modernitas sehingga perlu kontekstulisasi nilai-nilai islam
secara kultural.
10
Karya dari K.H.Abdurrahman Wahid meliputi: Bunga Rampai
Pesantren,Muslim di Tengah pergumulan,Prisma pemikiran Gus Dur menjelaskan
bahwa islam tidak mengenal doktrin tentang Negara. Doktrin islam tentang
Negara adalah doktrin tentang keadilan dan kemasyarakatan. Dalam pembukaan
UUD 1945 terdapat doktrin tentang keadilan dan kemakmuran. Tidak ada doktrin
yang menyatakan bahwa Negara harus berbentuk formalisme Negara
islam,demikian pula dalam pelaksanaan hal-hal kenegaraan. Bagi Gus Dur
Negara adalah al-Hukm (hukum atau aturan).8
8
Ashgar All Enginer, Devolusi Negara Islam, terj. Imam Muttaqin, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2000, Hal.
59
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
12
dari objek-objek palsu dan mitologis,yaitu sikap menuhankan kepada selain
Allah, maka setelah kebebasan itu diperoleh,harus diisi dengan kepercayaan yang
benar,yakni ketundukan manusia kepada Tuhan atau Allah. K.H.Abdurrahman
Wahid memiliki pola pemikiran dan gerakan tersendiri dalam melakukan
pencerahan terhadap masyarakat islam dalam konteks bagaimana umat islam
menghadapi peradaban global akibat dampak modernisasi dan globalisasi yang
telah mengahadirkan banyak tawaran dalam kehidupan umat beragama. Clifford
Geetz mengungkapkan bahwa tawaran itu muncul dalam dua wajah, yaitu
sekularisme pemikiran dan ideologisasi agama.Pemikiran besar Gus Dur seperti
pluralisme,multikulturalisme,dan sekulerisme menjadi bahan perdebatan
dikalangan umat islam. Bahkan MUI dalam fatwanya mengecam ide
sekularisme,pluralisme, dan liberalisme dengan menyatakan bahwa pemikiran
tersebut bertentangan dengan agama islam. Pluralisme agama adalah sebuah
paham yang mendoktrinkan bahwa semua agama sama dan oleh karena
itu,kebenaran setiap agama adalah relatif. Sedangkan liberalisme agama adalah
memahami doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Sekularisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk
mengatur hubungan pribadi dengan tuhan,sedangkan hubungan antar sesama
manusia diatur dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
13
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, Abdul Rozak. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia, 2003
Halim, Abdul, Teologi Islam Rasional, Jakarta Selatan : Ciputat Pers, 2001
Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta,: 1986
Ashgar All Enginer, Devolusi Negara Islam, terj. Imam Muttaqin, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar,2000
Greg Barton, Biografi Gus Dur,The Authorized Boigraphy of Abdurrahman
Wahid, Di terjemahkan, Yogyakarta, 2002
Harun Nasution, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, Jakarta
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran- Aliran Sejarah Analisa Prbandingan
14