Anda di halaman 1dari 17

HARUN NASUTION

Disusun oleh :

Kelompok 11

1. Andhini Lisa Salzabillah (1920202102)


2. Septia Sri Lestari (1930202197)

Dosen Pengampu :
Dr, FAISAL., M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2022

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang K.H.
Ahmad Dahlan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen Bapak Dr. Faisal., M.Pd.I pada mata kuliah Pemikiran Teologi Islam
Modern. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
para pembaca dan juga para penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Faisal M.Pd.I selaku
dosen mata kuliah Pemikiran Teologi Islam Modern yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 23 Mei 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Harun Nasution
B. Ide Pemikiran Haru Nasution
C. Karya-karya Harun Nasution
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

III
IV
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai bentuk teologi muncul seiring dengan perkembangan
zaman. Salah satu nama yang ikut menyumbangkan pemikirannya dalam
bidang teologi yaitu Harun Nasution. Beliau mengembangkan
pemikirannya dengan berpegang pada konsep yang ditawarkan oleh
Muhammad Abduh yaitu penggunaan akal dalam teologi. Baginya, akal
ibarat pengendali yang menggerakkan manusia di bumi sehingga dengan
kendali inilah manusia di paksa dan ditakdirkan untuk mengenal pencipta
dan ciptaannya dengan sesempurna mungkin.
Pepatah berkata, “tak kenal maka tak sayang”. Dengan menggunakan
konsep tersebut, Harun Nasution memadukan antara akal dan wahyu tanpa
harus melenyapkan makna dan amanat yang tersirat dari dalam wahyu itu
sendiri. Baginya juga, manusia diberikan akal oleh sang pencipta agar
manusia dapat mengfungsikan dengan sebaik dan semaksimal mungkin.
Dengan satu tujuan yaitu, niat untuk beribadah kepada Allah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Harun Nasution?
2. Bagaimana Ide Pemikiran Harun Nasution?
3. Apa saja karya-karya Harun Nasution?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Biografi/riwayat hidup Harun Nasution.
2. Untuk Mengetahui Apa saja Ide Pemikiran harun Nasution.
3. Untuk Mengetahui Apa saja Karya-Karya Harun Nasution.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Harun Nasution


Harun Nasution lahir pada tanggal 23 September 1919 di Pematang
Siantar Sumatra Utara. Harun Nasution dilahirkan dari keluarga ulama,
ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad, seorang ulama sekaligus
pedagang yang cukup sukses. Ia mempunyai kedudukan dalam
masyarakat maupun pemerintahan. Ia terpilih menjadi Qadhi (penghulu).
Pemerintah Hindia Belanda lalu mengangkatnya sebagai Kepala Agama
merangkap Hakim Agama dan Imam Masjid di Kabupaten Simalungun.
Sedangkan ibunya adalah anak seorang ulama asal Mandailing yang
semarga dengan Abdul Jabbar Ahmad.1
Harun Nasution menyelesaikan sekolah dasar di Hollandsche
Indlansche School (HIS) selama tujuh tahun. Selain itu, ia juga belajar
mengaji di rumah. Harun Nasution lulus HIS di tahun 1934 sebagai salah
satu murid terbaik yang dipilih kepala sekolahnya untuk langsung
melanjutkan ke MULO tanpa melalui kelas nol dan lulus di tahun 1937.
Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat dasar, Hollandge Islandsche
Scchool (HIS), ia melanjutkan studi ke tingkat menengah yang
bersemangat modernis, Moderne Islamictische Kweekshool (MIK).
Kemudian ia meninggalkan MIK karena desakan orang tua untuk pergi
belajar di Arab Saudi. Di negeri gurun pasir, ia tidak tahan lama dan
menuntut orang tuanya agar bisa pindah studi ke Mesir. Di negeri sungai
Nil inilah, Harun Nasution pada mulanya mendalami Islam di Fakultas
Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Akan tetapi, Harun merasa tidak puas
dan kemudian pindah ke Universitas Amerika (Kairo). Di sana ia
mengambil ilmuilmu sosial. Selama beberapa tahun beliau sempat
bekerja di perusahaan swasta dan kemudian di konsultan Indonesia di
Kairo. Setelah tamat dari universitas tersebut dengan ijazah BA

1
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Jakarta: UI-Press, 1989), 3-4.

2
diraihnya. Dari konsultan itulah, putra Batak yang mempersunting
seorang putri dari Mesir ini melalui karier diplomatiknya. Dari Mesir ia
ditarik ke Jakarta sebagai sekretaris pada kedutaan Indonesia di Brussel.2
Situasi politik dalam negeri Indonesia pada tahun 1960-an
membuatnya mengundurkan diri dari karier diplomatik dan berangkat
kembali ke Mesir. Di Mesir, ia kembali menyelami dunia ilmu di sebuah
sekolah tinggi studi Islam. Pada waktu itu, Harun Nasution berada di
bawah bimbingan salah seorang ulama fikih Mesir yang terkemuka, yakni
Abu Zahra. Ketika belajar di sinilah Harun Nasution mendapat tawaran
untuk mengambil studi Islam di Universitas McGill Kanada. Untuk
tingkat magister di universitas tersebut, ia menulis tentang “Pemikiran
Negara Islam di Indonesia”, dan untuk disertasi Ph.D, ia menulis tentang
“Posisi Akal dalam Pemikiran Teologi Muhammad Abduh”. Setelah
meraih gelar doktor, Harun Nasution kembali ke tanah air dan
mencurahkan perhatiannya pada pengembangan pemikiran Islam lewat
perguruan tinggi, yaitu IAIN. Bahkan ia sempat menjadi Rektor IAIN
Jakarta selama dua periode (1974-1982). Kemudian ia menjadi sang
pelopor pendirian pascasarjana untuk studi Islam di IAIN.3
B. Ide Pemikiran Harun Nasution
Harun Nasution dikenal sebagai intelektual muslim yang sangat
memperhatikan terhadap kebangkitan Islam dalam arti luas, tidak hanya
terbatas pada teologi, filsafat, tasawuf dan hukum, tetapi juga mencakup
kehidupan umat Islam. Beliau memiliki beberapa pemikiran dan ide
Reformasi ideologi keyakinan agama umat Islam, khususnya masyarakat
Indonesia.
Penulis akan menjelaskan tiga gagasan besar Harun Nasution yaitu
peran akal, pembaharuan teologi, dan hubungan akal dan wahyu. Hal ini
bertujuan untuk memperjelas pemikiran Harun Nasution;
1) Peran Akal

2
Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan pemikiran (Bandung: Mizan, 1996), 157.
3
Ibid, 6.

3
Manusia diciptakan oleh Allah diberkahi dengan akal. Manusia
disebut sebagai hewan yang berakal.35 Dengan sebab akal yang
diberikan Allah ini manusia mendapat keutamaan dari makhluk Allah
yang lain, seperti hewan, jin, iblis, dan malaikat. Bahkan malaikat
dan iblis diperintah untuk melakukan sujud penghormatan kepada
manusia. Ini bentuk keutamaan yang diberikan Allah kepada manusia
berupa akal dan ilmu. Syaikh al-Zarnuji berkata:4
‫وشرف العلم ال يخفى على احد اذ هو مختض باالنسانية الن جميع الخصال سوى العلم‬
‫يشترك فيها االنسان وسائر الحيوان كالشجاعة والجرأة والقوة والجود والشفقة وغيرها‬
‫سوى العلم وبه اظهر هللا تعالى فضل ادم عليه الصالة و السالم على المالئكة و أ مرهم‬
‫بالسجود له‬
.
Artinya: “Keutamaan ilmu tidak samar kepada seseorang karena ilmu
dikhususkan kepada manusia sebab segala sesuatu selain ilmu
mencakup kepada makhluk (hewan), seperti berani, kuat, kasih
sayang, dan lain sebagainya. Dan dengan sebab ilmu Allah
menjelaskan keutamaan nabi Adam dari malaikat dan memerintahkan
mereka untuk sujud kepadanya.”
Peran akal sangat penting dalam kehidupan berteologi orang
Islam. besar dan kecilnya peran akal akan mempengaruhi dinamis
atau statisnya sistem teologinya. Seperti yang diuraikan penulis di
atas tentang kekuatan dan keutamaan akal bagi manusia. Ketika akal
seseorang semakin tinggi maka derajad manusia akan mengalahkan
derajad makhluk lain, begitu juga sebaliknya. Tidak hanya itu, teologi
manusia juga akan semakin tinggi jika akal manusia semakin tinggi,
begitu juga sebaliknya.5
Akal dalam ajaran agama Islam memiliki peran yang sangat
penting. Akal juga sangat penting digunakan dalam kehidupan

4
Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muata’allim (t.tp.: Maktabah Syaikh Salim ibn Sa’ad Nabhan,
t.t.), 5-6
5
Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan
Bitang, 1992, hlm 207.

4
beragama bagi muslim. Penggunaan akal dalam kehidupan beragama
Islam bukan tanpa dasar. Allah memerintahkan dalam al-Qur’an
manusia agar menggunakan akalnya untuk mencapai sebuah
kebenaran.
‫ قد بين قلون‬,‫اعلموا أن هللا يحي األرض بعد مو ا لكم االيت لعلكم تع ّ تها‬. 6
Artinya: “Ketahuilah kalian bawa sesungguhnya Allah
menghidupkan bumi setelah mati, sungguh Allah telah menjelaskan
kepada kalian ayat-ayatnya agar kalian berakal (menggunakan akal).”

‫انا جعلناه قرأ ّ نا عربيا لعلكم تعقلون‬7.


Artinya: “Sungguh aku (Allah) jadikan al-Qur’an berbahasa Arab
agar kalian berakal (menggunakan akal).”
‫ ّال‬.‫ افلم تكونوا تعقلون‬,‫ ولقد اضل منكم جب كييرا‬8
Artinya: “Dan sungguh dia (syaithan) telah menyesatkan mayoritas
dari kalian, apakah kalian tidak berakal (menggunakan akal).”
Mengacu pada ayat-ayat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
sebagi seorang muslim, kita diperintahkan menggunakan akal kita
dalam beragama. Hal merupakan perintah Allah yang terdapat dalam
al-Qur’an yang diwahyukan kepada nabi Muhammad. Jika kita tidak
menggunakan akal dalamkehidupan beragama, maka kehidupan
beragama kita statis dan hanya akan melakukan taqlid kepada
pendapat ulama saja. Hal ini dapat mematikan peran akal yang telah
diberikan Allah. Menurut hemat penulis hal tersebut merupakan
bentuk pekerjaan mubaddzir sebab menyia-nyiakan pemberian Allah.
Adapun hal tersebut dalam jangka panjang menyebabkan tidak
majunya orang Islam seperti yang diharapkan
2) Pembaharuan Teologi
Latar belakang pembaharuan teologi dalam pandangan Harun
Nasution berangkat dari asumsinya tentang keterbelakangan orang
6
Al-Qur’an, al-Hadid (57): 17
7
Al-Qur’an, al-Zukhruf (43): 3
8
Al-Qur’an, Yasin (36): 62.

5
Islam pada saat ini karena terdapat kesalahan dalam teologi yang
dianutnya. Kesalahan dalam teologi tersebut menyebabkan
kesengsaraan bagi orang-orang Islam. pandangan tentang segala
sesuatu berasal dari Allah dan manusia harus pasrah menerima takdir
yang diberikan Allah kepada manusia, pandangan ini sangat ditentang
oleh Harun Nasution.9
Dalam hemat penulis Harun Nasution berusaha menawarkan
kepada orang Islam teologi yang tepat bagi orang Islam untuk bangkit
dari keterpurukan ini. Dengan menggunakan pandangan Qadariyah
yang menyatakan bahwa manusia dapat berbuat, kehendak manusia
tidak ditentukan oleh takdir. Ketika orang Islam berpandangan seperti
itu, maka dengan sendirinya timbul motivasi untuk berusaha, dengan
begitu Islam akan bangkit dari keterpurukan.
Dalam hemat penulis Harun Nasution juga berusaha mengarahkan
orang Islam merubah teologinya menjadi teologi Mu’tazilah. Dalam
pandangan Harun Nastion hanya dengan teologi Mu’tazilah dengan
sifat Qadariyahnya yang mampu menjadikan Islam memegang
kembali peradaban unggul di bumi.
Sebagaimana penjelasan penulis sebelumnya tentang penciptaan
manusia oleh Allah. Manusia diberkahi dengan akal dan diperintah
untuk menggunakan akalnya untuk melaksanakan perintah Allah
yaitu menjadi khalifah di bumi. Menjadi khalifah di bumi tidak akan
berhasil jika tidak ada perencanaan yang baik dari awal oleh manusia
serta hanya berpasrah pada takdir. Tugas khalifah ini akan berhasil
jika manusia berusaha dan tidak berpangku pada takdir.
3) Korelasi Akal dan Wahyu
Sebelum penulis berbicara hubungan akal dan wahyu, penulis
akan memperjelas terlebih dahulu hal-hal yang dapat menjelaskan
keduanya. Hal ini bertujuan untuk mengantarkan kepada pemahaman
yang tepat dari akal dan wahyu serta hubungannya.

9
Rozak & Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2014, hlm 283.

6
Sejatinya, ketika membicarakan akal dan wahyu, maka urutan
yang paling tepat adalah membahas tentang hubungan Allah dengan
manusia terlebih dahulu. Allah digambarkan berada di puncak alam
wujud sedangkan manusia berada di ujung kaki alam wujud. Dari
gambaran tersebut manusia tidak akan pernah sampai kepada Allah
terlebih lagi ditambah dengan segala kelemahan yang dimiliki oleh
manusia. Oleh sebab itu, Allah menurunkan wahyu yang
mengabarkan tentang Allah dan kewajiban yang harus dilakukan oleh
manusia. Namun, sekali lagi manusia tidak akan bisa sampai kepada
Allah hanya kapasitasnya. Dengan interpretasi akal terhadap wahyu
ini manusia bisa memahami wahyu dan sampai kepada Allah. 10
Selain itu, untuk membuat manusia mengetahui dan paham bahwa
Allah adalah tuhan dan apa yang menjadi kewajiban manusia. Allah
mengutus Nabi dan Rasul untuk menerangkan wahyu tersebut.
Penjelasan Nabi dan Rasul kepada manusia sebenarnya untuk
mengantisipasi interpretasi yang keliru terhadap wahyu yang
diturunkan.11
Hal tersebut bukan berarti penjelasan Nabi dan Rasul bukan
menafikan fungsi akal sebagai alat untuk interpretasi wahyu. Hanya
saja Nabi dan Rasul pada substansinya juga menggunakan akal dalam
menginterpretasikan wahyu. Namun, Nabi dan Rasul diberi akal dan
pemahaman lebih dari manusia biasa sehingga interpretasi tersebut
tidak mungkin keliru. Hal ini dalam Islam disebut ma’shum atau
terjaga dari berbuat keliru.12
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan akal
dan wahyu adalah bahwa wahyu adalah pedoman yang diberikan
Allah kepada manusia untuk mengenal Allah sedangkan akal adalah
alat untuk memahami pedoman tersebut. dengan wahyu tersebut.
10
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta:
UI Press, 1989), 81
11
Muhammad Ali al-Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum al-Qur’an (Surabaya: Ihya’ al-Kutub
al- ‘Arabiyah, t.t.), 8
12
Ibrohim Al-Baijuri, Hasyiyah al-Sanusiyah (Jedah: Al-Haramain, t.t.), 38-40.

7
Oleh karena itu, manusia menggunakan akalnya untuk memahami
maksud dari wahyu tersebut sesuai dengan
C. Karya-karya Harun Nasution
Dalam rangka membentangkan pemikirannya, Harun Nasution
telah menulis sejumlah buku dan relatif menjadi “buku wajib”, terutama
di lingkungan IAIN dan STAIN yang ada di Indonesia. Buku - buku yang
telah ditulis Harun itu antara lain sebagai berikut:
Pertama, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek (1974). Buku ini
terdiri dari dua jilid, yang diterbitkan pertama kali oleh UI -Press, yang
intinya adalah memperkenalkan Islam dari berbagai aspeknya. Buku ini
juga dapat disebut sebagai “ide cemerlang” Harun dalam menyusun
kurikulum baru dalam Rapat Kerja Rektor IAIN se -Indonesia yang
diadakan di Bandung tahun 1973. Kendati demikian, buku ini juga
menuai kontroversi, terutama kritik yang dilontarkan dari berbagai pihak.
Salah satunya, HM. Rasjidi, orang yang menawarkan Harun kuliah di
McGill, dalam bukunya “Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang
‘Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya’.” Meski begitu, Harun memiliki
pandangan kepada para pengeritiknya bahwa perbedaan pendapat dan
penilaian adalah hal yang lumrah di dalam Sejarah Islam.
Kedua, Teologi Islam: Aliran -aliran, Sejarah, Analisa, dan
Perbadingan (1977). Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama, ia
merupakan hasil perkuliahan yang diampu Harun di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Bagian kedua, merupakan sebagian dari disertasi
Ph.D mengenai Teologi Muhammad Abduh yang ringkasannya juga
pernah diberikan dalam bentuk kuliah di Universitas Nasional Jakarta
(UNJ) dan dalam bentuk ceramah di IKIP Jakarta.
Ketiga, Falsafat Agama (1978). Buku ini merupakan dari
kuliahkuliah yang diberikan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
ceramah-ceramah yang pernah disampaikan kepada Kelompok Diskusi
Agama Islam di Kompleks IKIP Jakarta di Rawamangun, Jakarta Timur
tahun 1969-1970.

8
Keempat, Falsafat Dan Mistisisme Dalam Islam (1978). Buku ini
merupakan kumpulan dari ceramah yang disampaikan kepada Kelompok
Diskusi Tentang Agama Islam di Kompleks IKIP Jakarta di tahun 1970
dan kuliah-kuliah yang diberikan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kelima, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran Dan
Gerakan (1978). Buku ini merupakan kuliah-kuliah yang diberikan di
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam mata kuliah yang sama. Meski
kontennya berisi hanya tiga model pembaharuan di Negara Islam: Mesir,
Turki dan India-Pakistan, yang menjadi stimulus belajar mahasiswa
sebagai keperluan universitas. Namun, bagi Harun, buku ini masih tetap
sama seperti buku yang lainnya, juga dapat digunakan pembaca di luar
lingkungan universitas, alias pembaca awam yang hendak ingin mengenal
khazanah Islam.
Keenam, Akal Dan Wahyu Dalam Islam (1980). Buku ini
merupakan ceramah ilmiah yang diberikan Harun pada tanggal 23
September 1978 di aula IAIN Ciputat. Ceramah tersebut berbeda dengan
inisiatif Yayasan Idayu diberikan juga di Gedung Kebangkitan Nasional
pada tanggal 13 Januari 1979. Sebagian dari bab buku ini juga pernah
dimuat dalam Studia Islamika, majalah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
tahun I, No. 1, Juli/September 1976.
Ketujuh, Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah
(1987). Buku ini merupakan pokok pembahasan dari disertasi Ph.D, yang
diselesaikan pada Maret tahun 1968 di Universitas McGill, Montreal,
Kanada. Dengan judul “The Place of Reason in Abduh’s Theology, Its
Impact on his Theological System and Views.” Terbitnya buku ini juga
dari dorongan Wakil Presiden Pertama Indonesia, Mohammad Hatta dan
kondisi dari kalangan IAIN Syarif Hidayatullah yang pemikirannya
semakin terbuka terhadap Teologi, Filsafat dan Tasawuf.
Kedelapan, Islam Rasional (1995). Buku ini merupakan rekaman
hampir seluruh pemikiran keislaman Harun sejak tahun 1970 sampai
1994, yang diedit oleh Syaiful Muzani. Buku ini dapat dikatakan sebagai

9
“magnum opus” Harun, sebab kontennya mengenai visi-misi IAIN dan
pemikiran Islam Indonesia, yang mesti meniru kerja ilmiah Sarjana Islam
masa Klasik. Sehingga pemikiran keisalaman mampu membawa kepada
pemikiran yang seiring dengan perkembangan zaman.
Dari semua karya tulis Harun itu dapat disimpulkan betapa ia
sangat gigih memperjuangkan cara pandang Islam yang dibaca dengan
rasional, modern, dan terbuka terhadap realitas yang tengah dihadapi.
Juga, karya Harun ini, membolehkan para pembaca awam atau yang
minat terhadap khazanah Islam. Dan kenyataan ini sekaligus membantah
tuduhan bahwa tulisan-tulisan Harun khusus untuk kaum elit dan bersifat
tidak humanistik, alias tidak diperuntukkan di luar lingkungan
universitas, sebagaimana yang dituduhkan oleh Dr. Nurisman dalam
kesimpulan disertasinya.
Padahal, karya-karya Harun sangat terbuka terhadap pembaca dari
berbagai kalangan, meski secara spesifik memang diperuntukkan bagi
kalangan di universitas. Namun, itu tidak menutup kemungkinan pada
ruang dan akses bagi siapa pun yang mau mengkaji karyanya.
Kendati demikian, Harun tetap teguh memegang pendirian yang
menekankan aspek-aspek kajian pemikiran Islam ke pandangan yang
menjaga keterbukaan, kebebasan, dan perbedaan dalam berpendapat.
Selain hal yang utamanya adalah mengenalkan pemikiran rasional dan
pandangan integratif keilmuan dalam Islam kepada sarjana di Indonesia.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harun Nasution lahir pada tanggal 23 September 1919 di Pematang
Siantar Sumatra Utara. Harun Nasution dilahirkan dari keluarga ulama,
ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad, seorang ulama sekaligus
pedagang yang cukup sukses. Ia mempunyai kedudukan dalam masyarakat
maupun pemerintahan. Ia terpilih menjadi Qadhi (penghulu). Pemerintah
Hindia Belanda lalu mengangkatnya sebagai Kepala Agama merangkap
Hakim Agama dan Imam Masjid di Kabupaten Simalungun. Sedangkan
ibunya adalah anak seorang ulama asal Mandailing yang semarga dengan
Abdul Jabbar Ahmad.Harun Nasution dikenal sebagai intelektual muslim
yang sangat memperhatikan terhadap kebangkitan Islam dalam arti luas,
tidak hanya terbatas pada teologi, filsafat, tasawuf dan hukum, tetapi juga
mencakup kehidupan umat Islam. Beliau memiliki beberapa pemikiran
dan ide Reformasi ideologi keyakinan agama umat Islam, khususnya
masyarakat Indonesia. Beberapa karyaHarun Nasution yaitu sebagai
berikut : Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek (1974), Teologi islam :
Aliran-aliran, Sejarah, Analisa, dan perbandingan (1977), Falsafat Agama
(1978), Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam (1978), dan lain sebagainya.

11
DAFTAR PUSTAKA
.
Al-Qur’an al-Karim
Al-Zarnuji. t.t. Ta’lim al-Muata’allim. t.tp.: Maktabah Syaikh Salim ibn Sa’ad
Nabhan.
Al-Shabuni, Muhammad Ali. t.t. Al-Tibyan Fi Ulum al-Qur’an. Surabaya: Ihya’
al-Kutub al-‘Arabiyah.
Al-Baijuri, Ibrohim. t.t. Hasyiyah al-Sanusiyah. Jedah: Al-Haramain
Nasution Harun. 1989. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: UI-Press.
Nasution Harun. 1996. Islam Rasional; Gagasan dan pemikiran. Bandung:
Mizan.

12
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Rozak, Abdul. & Anwar, Rosihon. 2014. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.

13

Anda mungkin juga menyukai