Anda di halaman 1dari 12

Pemikiran Kalam Prof.

Harun Nasution

Oleh : Alvina Dyah Pramesti / 206121328

A. Latar Belakang
a. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah Islam, setelah perkembangan pembaruan pemikiran di


dunia Islam dimulai pada zaman modern, pemikiran mengenai teologi mulai
berkembang lagi. Beberapa tokoh pemikir Islam kontemporer turut
memberikan pandangan pemikirannya tentang teologi Islam. Pemikiran teologi
ini merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan
ketuhanan.1 Menurut M. Amin Rais pemikiran teologi ini menekankan
pemaknaan keesaan Tuhan pada realitas dan kehidupan sosial di masyarakat.2
Pemikiran teologi dalam Islam modern memberikan penerapan yang lebih luas
terhadap kegiatan dan kreativitas masyarakat dalam kehidupan sosial, hal ini
yang kemudian menjadikan teologi Islam modern berbeda dengan pemikiran
teologi klasik. Pemikiran ini kemudian mengalami perkembangan yang sangat
pesat dalam konteks pemikiran Islam modern di Indonesia.
Salah satu cendekiawan Muslim yang juga memberikan pengaruh besar
terhadap perkembangan pemikiran Islam di Indonesia adalah Prof. Harun
Nasution. Beliau memaparkan pemikiran-pemikirannya tentang apa dan
bagimana teologi Islam kedalam karya yang dimiliki. Menurut Prof. Harun
Nasution, teologi telah mempengaruhi hampir seluruh aspek dalam kehidupan
masyarakat dan etos kerja yang ada.3 Pemikiran teologi yang ada di Indonesia

1
Muh. Subhan Ashari, Teologi Islam Prespektif Harun Nasution, Vol X, Nomor 1, Juni 2020 M/14141
H, h.2.
2
M. Amin Rais, Tauhid Sosial, (Bandung: Mizan, 1999), hal.3
3
Harun Nasution, (Islam Rasional, Bandung:Mizan, 1995), hal. 144.
dengan pemikiran teologi yang dimiliki oleh Prof. Harun Nasution nampak
sangat kontras, karena pada umumnya masyarakat Indonesia menganut teologi
Asy-Ariyah.4
Jika dibandingkan dengan pemikiran teologi yang pernah ada dalam
dunia Islam khususnya di Indonesia, pemikiran teologi Prof. Harun memiliki
keunikan dan ciri khas tersendiri. Beliau lebih menekankan pentingnya teologi
yang bebas, pemikiran teologi yang realistis dan memberikan penerapan secara
langsung dalam kehidupan sosial yang disebut dengan teologi rasional.
Pemikiran Prof. Harun Nasution ini menimbulkan pro dan kontra dalam
lingkungan masyarakat karena dianggap membangun teologi baru. Oleh karena
itu, dalam makalah ini, penulis akan berusaha menguraikan bagaimana
konstruksi pemikiran kalam dari Prof. Harun Nasution, biografi intelektual
beliau, serta relevansi pemikiran beliau dalam kehidupan sosial saat ini.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Prof. Harun Nasution?
2. Bagaimana pemikiran pembarahuan Islam yang dibawa
oleh Prof. Harun nasution?
3. Apa saja kritik terhadap pemikiran Prof. harun
Nasution?

B. PEMBAHASAN
1) Biografi Intelektual Prof. Harun Nasution

Prof. Harun Nasution dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatera Utara


pada tanggal 23 September 1919.5 Beliau merupakan anak keempat dari lima

4
Azyumardi Azra, Konteks Berteologi…, hal.44.
5
Panitia Penerbitan Buku dan Seminar 70 Tahun Harun Nasution, Refleksi Pembaharuan Pemikiran
Islam 70 Tahun Harun Nasution, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1989), hal.1-78
bersaudara. Ayahnya yang bernama Jabbar Ahmad merupakan seorang ulama
dan pedagang. Sedangkan ibunya merupakan seorang ulama dan putri seorang
ulama dan Mandailing.
Pendidikan agama yang dimiliki oleh Prof. Harun Nasution mulai
didapatkan dari rumahnya. Ayahnya yang merupakan seorang ulama serta
ibunya yang pernah bermukim di Makkah dan memiliki pengetahuan tentang
agama selalu mengajarkan Harun berbagai pengetahuan agama. Ini menjadikan
kehidupan Harun dimasa kecil dilingkupi dengan kehidupan pendidikan
beragama.
Kehidupan beragama Harun ini mulai mendapatkan pandangan yang
berbeda ketika ia menempuh pendidikan formal di sekolah. Setelah
menuntaskan pendidikannya di Hollansch Iniandsche School (HIS), Harun
mulai memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikannya di MULO. Tapi
ternyata orang tuanya menginginkan Harun untuk melanjutkan pendidikannya
di sekolah agama. Akhirnya ia melanjutkan pendidikannya di sekolah agama
Moderne Islamitsche Kweekschoo (MIK)6, lembaga yang setingkat dengan
MULO tetapi lebih banyak memberikan pembelajaran tentang agama. Harun
merasa puas dalam belajar agama di sekolah MIK. Pasalnya, pemikiran
liberalisme yang ada didalam sekolah ini telah dijunjung tinggi. Prof. Harun
Nasution mulai memiliki pemikiran untuk menerapkan pemikiran liberal
tersebut dalam konteks kehidupan sosial dan keseharian.
Pemikiran, pemahaman serta keyakinan seperti ini tentu sangatlah
berbeda dengan pemikiran keagaman yang telah berkembang sebelunya di
lingkungan masyarakat pada saat itu. Karena pemikirannya yang demikian,
Prof. Harun Nasution dianggap telah sesat oleh ayahnya. Sehingga ketika beliau
telah menyelesaikan pendidikannya di MIK, ayahnya memintanya untuk
melanjutkan pendidikan di Makkah karena disana terdapat banyak pakar agama

6
Saiful Muzani, “Mu’tazilah Theology and the Modernizasion”, h.93.
yang dianggap lebih dalam memahami mengenai hakikat dan dasar-dasar
agama. Akhirnya Prof. Harun Nasution pergi ke Makkah untuk melanjutkan
pendidikannya sesuai dengan keinginan ayahnya. Tetapi, ketika di Makkah
beliau mendapati kondisi masyarakat yang jauh dari peradaban sesuai dengan
perkembangan pada zaman. Setelah setahun di Makkah, beliau pergi ke
Universitas Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin di Mesir pada tahun 1983.7 Alasan
beliau memilih fakultas ini dikarenakan kemampuan bahasa Arab beliau yang
semula rendah, yang mana beliau lebih menguasai bahasa Inggris dan bahasa
Perancis. Namun beliau mulai memiliki ketertarikan pada fakultas itu karena
disana juga mengajarkan ilmu Filsafat, Kalam, dan Tasawuf.
Prof. Harun Nasution melanjutkan studinya di al-Dirasatal-Islamiyyah
yang memiliki nuansa pengetahuan yang bersifat liberal seperti pada lembaga
pendidikan Institute for Islamic Studies dan lembaga lainnya di Eropa. Di sana
beliau mempelajari ilmu pengetahuan agama dari guru yang memiliki
pemikiran pengetahuan keislaman yang lebih rasional. Namun guru disana
sering sekali tidak masuk kelas karena merupakan tenaga honorer.
Pada tahun 1961 beliau diundang untuk studi di McGill Kanada yang
diprakasai oleh H.M. Rasyidi. Menurut Prof. Harun Nasution, kondisi, suasana
serta sistem pembelajaran di Universitas Al-Azhar dan ‘al-Dirasat al-
Islamiyyah sangat berbeda dengan McGill. Di McGill lebih menekankan
rasionalitas dan kebebasan dalam berpikir, di institut ini Prof. Harun Naution
benar-benar melihat Islam yang bernuansa rasional, bukan irrasional seperti
yang terdapat di Indonesia, Makkah, maupun Mesir. Beliau menyadari bahwa
pengajaran Islam diluar Islam sanagtlah berbeda dengan apa yang ia dapatkan
selama ini. Semua mata kuliah di institut ini yang bersifat dialogis dan
presentatif membuat beliau lebih dapat mearasakan manfaatnya secara
langsung. Dari sinilah, beliau mulai mengerti bagaimana Islam jika ditinjau dari

7
H.A.R Gibb dan J.H. Kramers, Shorter Encyclopaedia of Islam, (Leiden: EJ. Briil, 1961), h. 50-52.
berbagai aspek, bagimana Islam yang berasal dari aspek sejarah lebih menarik
dan bersifat dinamis daripada Islam yang berasal dari buku-buku kuning.8
Pada tahun 1969 Prof. Harun Nasution kembali ke Indonesia untuk
kemudian mengabdi di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau kemudian
menjadi pelopor pembaruan pemikiran Islam di Indonesia dengan berbagai
pemikiran rasional yang ia miliki. Meskipun banyak pihak yang kontra dan
menganggap pemikiran Prof. Harun Nasution ini sesat, nemun pada
kenyataannya pemkiran beliau memberikan nuansa baru bagi pemikiran Islam
di Indonesia.

2) Pemikiran Pembaharuan Pemikiran Islam Prof. Harun Nasution


Menurut Prof. Harun Nasution, akal dan wahyu merupakan sebuah
potensi. Akal adalah sebuah daya yang dimiliki oleh manusia, yang dapat
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Akal meruapakan tonggak
kehidupan bagi manusia, karena dengannya manusia dapat melanjutkan
eksistensinya.9 Sedangkan wahyu memiliki makna berupa bisikan, isyarat,
tulisan, dan kitab. Prof. Harun Nasution memberikan perincian mengenai
makna dari wahyu, yakni pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat. Namun,
secara umum kata ini lebih dikenal dengan “segala sesuatu yang disampaikan
Tuhan kepada para Nabi”.10
Menurutnya, keharusan manusia mempergunakan akalnya bukan
merupakan ilham yang ada dalam dirinya, namun hal itu juga terdapat dalam
ajaran Al-Qur’an. Al-Qur’an memerintahkan dan mendorong kita
mempergunakan akal kita ini untuk berpikir. Karena tidak semua perbuatan
baik dan buruk dapat diketahui oleh akal, untuk mengetahuinya akal

8
Zaim Uchrowi dan Ahmadi Thaha (Peny), “Riwayat Hidup Prof. DR. Harun Nasution”, h.34.
9
Harun Nasution dalam Teologi Islam: Aliran-aliran… hal.79), juga dalam Akal dan Wahyu dalam
Islam, (Jakarta: UI-Press, 1986), hal. 39-51.
10
Harun Nasution, Islam Rasional,… hal.15.
memerlukan wahyu. Dengan demikian, wahyu menyempurnakan akal kita
tentang baik dan buruk. Tidak hanya itu, akal juga tidak dapat mengetahui
kewajiban-kewajibannya terhadap Tuhan, sementara wahyu ada sebagai
pengingat bagi manusia akan kewajiban-kewajiban itu. Akal memang dapat
mengenali Tuhan namun dengan jalan yang panjang, oleh karenanya wahyu ada
untuk mempersingkat jalan yang panjang itu.11 Keduanya (akal dan wahyu)
memiliki kedudukan yang sama-sama penting dalam pemikiran teologi.
Sebagai salah satu seorang tokoh pemikir pembaharuan Islam di
Indonesia yakni Prof. Harun Nasution memiliki kesamaan dengan pembaruan
Islam yang lainnya. Mereka memiliki kerangka keilmuan yang mengacu pada
perubahan paradigma dari Islam tradisional ke Islam rasional yang telah teruji
dalam lingkup pemikiran Islam klasik. Prof. Harun Nasution menggunakan
istilah Islam Rasional untuk menggambarkan pemikiran Islam seperti
modernisasi Islam dan kontekstualisasi Islam. Konsep-konsep pembaharuan ini
memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengkaji kembali ajaran agama Islam
dengan menggunakan rasio yang sesuai dengan konteks yang ada dalam
wahyuar Islam mampu menjawab persoalan, kebutuhan, serta perubahan global
dan dapat mengejar ketertinggalan umat Islam saat ini.
Konsep Prof. Harun Nasution yang paling terkenal dalam hal ini adalah
jika umat Islam ingin mengalami kemajuan, maka mereka harus mengganti
paham teologi yang mereka yakini sebelumnya (Asy’ariyah yang tradisional)
dengan teologi yang dapat memberikan peluang untuk berpikir rasional lebih
luas, yang dimaksud dalam hal ini adalah paham Mu’tazilah. Dalam khazanah
pemikiran Islam, Mu’tazilah merupakan aliran pertama dan tertua di antara
aliran-aliran teologi dalam Islam yang memahami agama dengan
mengguanakan pendekatan logika atau filsafat.12 Aliran ini memiliki lima

11
Harun Nasution, Teologi Islam,…hal.100.
12
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Mishr: Maktabah al-Nahdhah, 1975), hal.213.
prinsip dasar yang disebutkan Al-Qadhi ‘Abd al-Jabbar, yaitu: al-tauhid, al-adl,
al-wa’ad wa al-wa’id, al-manzilah bain al-manzilatain, dan yang terakhir, al-
amr bi al-ma’ruf wa al-nahi ‘an al-munkar. Kelima prinsip tersebut tidak hanya
mengaskan bahwa dirinya merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-
filososfis namun juga sebagai simbol upaya keras mereka untuk membela
Islam. Mu’tazilah ini pernah dijadikan sebagai mazhab resmi negara, dimana
orang-orang yang tidak berteologi Mu’tazilah akan dijebloskan ke penjara.
Namun seiring berjalannya waktu aliran ini mulai ditinggalkan dan tidak lagi
disenangi karena terkesan memaksakan teologinya. Karena hal itulah,
Mu’tazilah tidak hanya mendapat perlawanan keras dari kaum ortodoksi
religius, namun juga ajaran-ajaran rasionalitas mereka dicuragai sama dengan
bid’ah dan filsafat.13 Meskipun mendapat banyak kritikan mengenai
pemikirannya itu, Prof. Harun Nasution tetap gigih menawarkan teologi
rasional ini sebagai syarat awal bagi umat Islam agar dapat mencapai kemajuan
dalam dunia modern.14
Prof. Harun Nasution memiliki tiga prinsip dasar dalam model
pemikirannya, yakni:
1) Idea of progres, menurut beliau prinsip dasar harus menuju pada ide
kemajuan, karena dinamika pengetahuan selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman yang ada. Pemikiran umat Islam yang
tradisional tidak lagi cocok dengan perkembangan zaman, hal ini
yang kemudian menyebabkan ketertinggalan umat Islam dalam
berbagai aspek, selain itu pola pikir ini tidak dapat menjawab
kebutuhan serta tantangan yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Sementara pola pikir rasional dapat memberikan jawaban dari

13
Pervez Hoodbhoy, Islam and Science Religions Ortodoxy, h.130.
14
Fauzan Shaleh, Teologi Pembaruan, Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX,
(Jakarta: Serambi Ilmu, 2004),395.
berbagai persoalan yang dihadapi umat Muslim di era
perkembangan zaman ini.
2) Koeksistensi antara wilayah absolut-tektual (qath’i) dan relatif-
kontekstual (zhanni) sebagai permulaan berkembangnya ilmu
pengetahuan dalam agama islam. Kategori ini berasal dari ushul fiqh
yang dikutip oleh beliau dan kemudian ditambahkan muatannya
dengan unsur-unsur filosofis. Namun seiring berjalannya waktu,
Prof. Harun Nasution lebih sering menggunakan istilah absolut dan
relatif dariapada qath’I dan zhanni.
3) Menggunakan metode rasional dalam berpikir.15 Menurut Prof.
Harun Nasution jika ingin merubah masa depan, maka kita perlu
merubah pula cara berpikir kita. Rasional yang dimaksid adalah
rasional yang bersifat ilmiah dan melibatkan epistemologi, bukan
rasional yang bermakna ‘masuk akal’. Namun dalam pemikiran ini
kita tidak hanya menggunakan rasio saja, tetapi juga harus
menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber pokok dalam
berpikir dan beragama.
3) Kritik pada Pemikiran Prof. Harun Nasution
Langkah-langkah pembaharuan yang diambil oleh Prof. Harun
Nasution nampak sangat revolusioner pada masanya karena dianggap sangat
bertentangan dengan kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Hal ini
dikarenakan Prof. Harun Nasution memberikan penekanan mengenai
pentingnya teologi yang bebas dan rasional, yaitu teologi yang dapat
memberikan penerapan secara langsung terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Oleh karena itu, banyak cendekiawan Islam yang mengkritik pemikiran
Prof. Harun Nasution karena dituduh telah membawa dan menyebarkan paham

15
Nurisman, Pemikiran Filsafat Islam Harun Nasution; Pengembangan Pemikiran Islam di Indonesia,
(Teras, Yogyakarta:2005), h.172.
Mu’tazilah ke Indonesia yang mana paham tersebut dianggap sebagai sebuah
paham yang sesat. H.M Rasyidi yang merupakan seorang guru di McGill
mengarang sebuah buku khusus16 untuk mengkritik pemikiran Prof. Harun
Nasution. Menurutnya, Prof. Harun Nasution telah terpengaruh oleh pemikiran
orientalis Barat yang berpandangan Islam sebagai sebuah objek ilmu
pengetahuan an sich. Hal ini nantinya dapat menyesatkan masyarakat karena
Prof. Harun Nasution berusaha mempengaruhi masyarakat untuk menjadikan
Islam sebagai objek kajian saja. Ia dianggap tidak memahami secara
komprehensif pola pemikiran yang berkembang di Barat. Lebih dari itu, Harun
Nasution dianggap kurang kritis dalam menerima pembelajaran di McGill,
karena program Islamic Studies yang ada disana memiliki pengaruh
orientalisme yang amat kuat.17
Selain Prof. Rasyidi, banyak cendekiawan Islam lainnya yang
mengkritik Prof. Harun Nasution. Tak jarang diantara para cendekiawan
tersebut menuduh Harun Naution dengan tuduhan ‘kafir’. Ini dikarenakan Prof.
Harun Nasution mengemukakan pemikiran-pemikirannya yang sangat kontras
dengan apa yang diyakini dan dianut oleh masyarakat Islam pada saat itu.18
Meskipun demikian, beliau tetap teguh terhadap pemikiran-
pemikirannya, hingga menulis buku yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya (1974), yang mana Harun mendorong suatu gerakan pembaharuan
nuansa akademik di Indonesia secara substansi dengan menggunakan cara yang
signifikan. Dan lagi, dorongan Harun tersebut mendapat kritikan tegas dari
Prof. Rosyidi, beliau mengingatkan kepada Mentri Agama bahaya yang akan
ditimbulkan dari buku yang ditulis oleh Prof. Harun Nasution tersebut. Namun,

16
H.M. Rasyidi, Kritik Terhadap Buku Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Karya Harun Nasution,
(Jakarta: Bulan Bintang , 1983).
17
Panitia Penerbitan Buku dan Seminar 70 Tahun Harun Nasution, Buku Refleksi Pembaruan
Pemikiran Islam; 70 Tahun Harun Nasution (Jakarta: Panitia Penerbitan Buku dan Seminar 70 Tahun
Harun Nasution dan Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1989), hal.265.
18
Suara Hidayatullah, Edisi September 2000.
kritikan tersebut dihiraukan oleh Prof. Harun Nasution, beliau tetap
melanjutkan ide-ide atas pemikiran terhadap pembaharuan yang ia bawa itu.
Dengan kegigihan yang beliau miliki, Harun Nasution memperoleh
banyak dukungan yang sangat signifikan dari para rektor IAIN dan telah
disepakati dalam rapat di Bandung tahun 1972, buku Harun Nasution
dinyatakan sebagai salah satu buku yang penting untuk mata kuliah Pengantar
Studi Islam nantinya menjadi mata kuliah yang wajib diambil oleh mahasiswa
IAIN. Tidak hanya itu, meskipun penerbit Bulan Bintang menolak menerbitkan
ulang buku milik Prof. Harun Nasution itu, Universitas Indonesia Press
langsung bersedia mengambil alih penerbitan selanjutnya.19

C. PENUTUP
a. Kesimpulan
Persoalan utama yang dimiliki oleh umat Islam pada dasarnya
dalah kebodohan dan kemiskinan. Hal inilah yang kemudian
menjadikan Islam menjadi tertinggal oleh perkembanagn peradaban
zaman yang ada. Di Indonesia khususnya, Islam masih berteologi Asy-
Ariyah tradisional yang telah diyakini oleh hampir seluruh masyarakat
Indonesia. Teologi ini tentu sangat berbeda dengan teologi Islam yang
ada di Barat. Hal inilah yang kemudian menarik perhatian Prof. Harun
nasution untuk mempelajarinya lebih lanjut.
Prof. Harun Nasution yang dilahirkan dari keluarga yang
memahami agama dengan teologi Asy-Ariyah tradisional ini memiliki
pemikiran yang berbeda usai menamatkan pendidikannya diberbagai
lembaga pendidikan. Khususnya ketika belajar di McGill beliau mulai
menemukan banyak sudut pandang baru tentang bagaimana Islam

19
Deliar Noer, “Harun Nasution dalam Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia” dalam Refleksi
Pembaharuan Pemikrian Islam 70 Tahun Harun Nasution, (Jakarta: LSAF, 1987), h.92.
dilihat dari berbagai aspek. Dari sinilah, beliau juga mulai
menggunakan rasio dalam berteologi, yang mana pemahaman ini
menjurus pada pemahaman Mu’tazilah.
Dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dimiliki beliau
yang bertentangam dengan nilai teologi yang telah diyakini oleh
masyarakat sebelumnya tentu mendapatkan banyak pro dan kontra.
Namun dengan kegigihannya, beliau tetap menyampaikan pemikiran-
pemikiran yang dimiliki dan bertujuan untuk memajukan peradaban
uamt Islam dengan berpikir secara rasional.
Tidak sedikit cendekiawan muslim lainnya memberikan kritikan
tegas pada Prof. Harun Nasution mengenai pemikiran-pemikiran beliau
ynag dianggap sesat, diantaranya adalah Prof. Rosyid. Meskipun
demikian, Prof. Harun Nasution memilih untuk tidak memperdulikan
kritikan itu dan terus menuangkan ide-ide mengenai pemikirannya
himgga akhirnya karya-karya beliau mendapatkan pengakuan oleh
rektor IAIN se Indonesia.
Demikianlah, meskipun pada awalnya pemikiran Prof. Harun
Nasutioni ni memperoleh banyak pertentangan, akhirnya pemikiran ini
memberikan pembaharuan pada pemikiran keislaman di Indonesia.
b. Daftar Pustaka
Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia; Pengalaman Islam,
Jakarta: Paramadina, 1999.
‘Abd Al-Jabbar, Qadhi al-Qudah Abu al-Hasan ibn Ahmad ibn ‘Abd al-
Jabbar al-Hamazzani. Syarh al-Ushul al-Khamsah, Versi
Qawam al-Din Mankdim Ahmad ibn Ahmad ibn al-Husain ibn
Abi Hasyim al-Husain Syasdiw. Ed. ‘Abd al-Karim ‘Usman.
Kairo: Maktabah Wahbah, 1965.
Deliar Noer,”Harun Nasution dalam Perkembangan Pemikiran Islam di
Indonseia” dalam Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70
Tahun Harun Nasution, Jakarta:LSAF,1987.
Fauzan Shaleh, Teologi Pembaharuan, Pergeseran Wacana Islam Sunni
di Indonesia Abad XX, Jakarta: Serambi, 2004.
Gibb, H.A.R. dan J.H. Kramers. Shorter Encyclopedia of Islam. Leiden:
EJ. Briil, 1974.
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran Prof Dr.
Harun Nasution,Bandung: Mizan, 1994.
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Get. II. Jakarta: UI
Press, 1987.
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah,
Jakarta: UI-Press, 1987.
Harun Nasution. “Sekitar Persoalan Modernisasi dalam Islam”. Dalam
Saiful Muzani. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran Prof.
Dr. Harun Nasution. Bandung: Mizan,1996.
Hoodbhoy, Pervez. Islam and Science Religions Ortodoxy and the
Battle for Rationality. Diterjemahkan oleh Luqman, Islam dan
Sains Pertarungan Menegakkan Rasionalitas. Bandung:
Pustaka,1997.
Muh. Subhan Ashari, Teologi Islam Prespektif Harun Nasution, An-Nur
Jurnal Stdi Islam, Volume X, Nomor 1, Juni 2020 M/141 H.
Nurisman, Pemikiran Filsafat Islam Harun Nasution; Pengembangan
Pemikiran Islam di Indonesia, Teras, Yogyakarta: 2005.
Panitia Penerbitan Buku dan Seminar 70 Tahun Harun Nasution ,
Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 Tahun Harun
Nasution, Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1989.
Rasyidi, H.M. Kritik Terhadap Buku Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya Karya Harun Nasution, Jakarta: Bulan Bintang,
1983.
Uchrowi, Zaim dan Thaha, Ahmadi, (Peny.) “Riwayat Hidup Prof. DR.
Harun Nasution”. Dalam Aqib Suminto, dkk. Refleksi
Pembaharuan Pemikiran Islam 70 Tahun Harun Nasution.
Jakarta: LSAF, 1989.

Anda mungkin juga menyukai