Anda di halaman 1dari 17

Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

1326

SUNAH MENURUT KH. HASYIM ASY'ARI DALAM RISALAH


AHLI SUNAH WA AL-JAMA

Ahmad Solahuddin
Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
Solahuddin.purwodadi@gmail.com

Abstrak

accuse people who are members of the Nahdlotul Ulama (NU)

hadisman ahdasa fi amrina haza ma laisa minhu fahuwa radd,


who makes a new thing in my affairs (Muhammad) which never
existed before, he is rejected. This Hadisis used as a main
reference by KH. Hasyim Asy'ari in life, even in establishing NU.
Furthermore, in order to elaborate on this hadis, KH. Hasyim
Asy'ari wrote the Risalah Ahli Sunah Wa al-Jama'ah Fi Hadis Al-
Mauta Wa Asyrat Al-Sa'ah Wa Bayani Mafhum Sunah Wa Ahl al-
Jama'ah. The paradox that then arises is: how can the person
who holds the sunah be called a heretic expert? This paper will
attempt to study the sunah according to Ḥadratusy Shaykh from
an ontological point of view. The authors' findings in this
research are: Sunah according to Ḥadratusy Shaykh is a
nomenclature for a 'way' in a religion, adopted by the Prophet
Muhammad SAW and people who know religion
comprehensively, such as sahabat and wali. Furthermore,
Ḥadratusy Syaikh explicitly explained that the grave pilgrimage,
a series of rituals for the reception of death, etc., is a sunah
case, not a heresy, as claimed by Muh -Wahab.

Keywords: Ontologis, Hadis

Revitalisasi Keilmuan Pesantren


Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Pendahuluan
Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Mayoritas muslim
1
Indonesia menganut Ahli Sunah wa al- . Mayoritas penganut Ahli
Sunahwa al-
Nahdlotul Ulama (NU). Sedangkan NU sendiri adalah sebuah organisasi yang
didirikan oleh Ḥadratusy Shaykh
yang tersebar di Indonesia, pada 16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 19262. Hal
unik dari NU dan Mbah Hasyim adalah, warga NU di era sekarang lebih
3
dikenal dengan ahli ; sedang Mbah Hasyim sendiri dalam Risalah Ahli
Sunah Wa Al-Jamaah Fi Hadis Al-Mauta Wa Asyrot Al- ani
Mafhum Ahli Sunah Wa Al-Jamaah dengan tegas mengatakan bahwa umat
Islam seharusnya memegang teguh sunah dan menjauhkan diri dari
.Man ahdasa fi amrina haza ma laisa minhu fahuwa radd, (barang siapa
yang membuat hal baru dalam urusan-ku (Muhammad) yang tidak pernah ada
sebelumnya, maka ia tertolak), Hadis ini dikutip oleh Mbah Hasyim dalam
Risalah Ahli Sunah Wa Al-Jamaah4, sebagai dasar dalam kehidupan, baik

maka ia akan dianggap sesat. Dengan begini, pada dasarnya, terminologi sesat di
Indonesia, pada dasarnya terbatas pada selaras dan tidak selaras dengan ideologi Ahli
Sunah wa al- -1983, dia
dianggap sebagai paham yang menghawatirkan ideologi bangsa karena bertolak
belakang dengan Ahli Sunah wa al-Jamaah. Baca Abdul Majid Khon, Paham Ingkar
Sunah Di Indonesia: Studi Tentang Pemikirannya. Teologia, Vol. 23, No. 1., 2012.
H. 57. Baca juga Zarkasih, Inkar Sunah: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran
Inkar Sunah di Dunia Islam, Toleransi, Vol. 4, No. 1, 2012. Selain pada faham Inkar
Sunah, pembaharuan definisi sunah juga akan mengalami polemik yang sama,
bahkan butuh usaha untuk diklarifikasi lebih jauh, seperti faham Sunah yang diusung
Hadits dan Sunah dalam Perspektif
Fazlur Rahman, Riwayah, Vol. 1, No. 2, 2015
2
Fahrur Razi, NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural, Jurnal Komunikasi Islam,
Vol. 01, No. 02, 2011. H. 162
3
Penyebutan ini pada dasarnya karena orang-orang NU terus merawat tradisi,
seperti tahlil 40 hari setelah kematian, maulid, dst. Dari bentuk tidak verbal yang
menyudutkan, bahkan sampai membangun stigma negatif, Fahrur Razi memberi
sebuah pembelaan dalam tulisannya, bahwa faham yang dianut oleh NU pada
dasarnya merujuk pada walisongo. Bahkan, menurut Razi, NU berdiri dilatarbelakangi
oleh berdirinya faham yang berusaha membersihkan virus TBC ( dan
khurafat) yang diusung oleh Muhammad bin Abd al-Wahab dan Muhammad Abduh.
Baca Fahrur Razi, NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural, Jurnal Komunikasi Islam,
Vol. 01, No. 02, 2011.
4
Risalah Ahli Sunah wa al- -Mauta wa
Asyrot al- -Jamaah (Jombang: Maktabah al-
Turots al-Islami) H. 5
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1327
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

berpolitik, berbangsa dan bernegara5. Ini paradoks; ini kontraditif. Bagaimana


mungkin orang yang berpegang pada sunah disebut sebagai ahli ?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, penulis akan
menggunakan metode deskripsi analisis dalam penelitian ini. Adapun yang
penulis maksud dengan metode deskripsi analitis adalah penulis akan
mendeskripsikan hasil temuan penulis dalam penelitian ini, lalu, memberi
analisis terhadap data-data yang penulis kumpulkan dari sumber primer,
yaitu: buku- ususnya Risalah Ahli Sunah,
dan sumber sekunder, yaitu: jurnal, buku, artikel, skripsi, tesis, yang
mendukung penelitian penulis. Secara sederhana, langkah operasional
penelitian ini adalah:
Pertama, penulis akan memberi genealogi pemikiran Mbah Hasyim
dalam ilmu pengetahuan. Genealogi ini penulis lakukan dengan cara
melakukan penelitian terhadap rekam jejak Mbah Hasyim dalam
intelektualitas keilmuan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat secara
holistik horizon intelektual Mbah Hasyim.
Kedua, penulis akan memberi deskripsi terkait gambaran umum isi kitab
Risalah Ahli Sunah. Penulis akan melakukan memberi singkat terkait masing-
masing bab dari isi kitab Risalah Ahli Sunah. Tujuan dari deskripsi ini adalah
untuk melihat secara utuh isi kitab ini.
Ketiga, penulis secara khusus akan memberi analisis pada pandangan
Mbah Hasyim terhadap sunah. Penulis akan memetakan ciri khusus
pandangan Mbah Hasyim terhadap sunah. Tujuan dari analisis ini adalah
untuk mengetahui secara ontologis pandangan Mbah Hasyim terhadap sunah
secara komprehensif dan holistik.
Dari tiga langkah ini, penulis akan menyimpulkan horizon Mbah Hasyim,
secara umum kitab Risalah Ahli Sunah dan secara khusus pandangan Mbah
Hasyim terhadap sunah. Pada akhirnya, signifikansi penelitian ini adalah
untuk melihat secara komprehensif mengenai terminologi sunah yang
dipahami oleh -orang yang didakwa sebagai- ahli , dengan
menghadirkan secara empiris, bukti genealogi pemikiran pendiri NU dan
pandangannya terhadap sunah secara holistik.

5
Pada penelitian sebelumnya, ada usaha untuk memberi genealogi terkait
dengan aqidah ahli sunah wa al-Jamaah, hanya saja, penelitian tersebut terbatas pada
tokoh NU, bukan pendiri NU, yaitu: K. Luthfi Basori Malang, K. Muhyiddi
Abdsussomad Jember dan K. Asrori Surabaya. Maksum, Aqidah Ahli Sunah wa al-
Jamaah Lada Masyayikh , Journal of
Indonesian Islam, Vol. 05, No. 1. 2011.
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1328
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Biogr
Ḥadratusy SyaikhK.H. Mohammad Hasyim Asy'arie, lahir di Pondok
Gedang, Jombang, Jawa Timur, pada Selasa Kliwon6, 24 Dzulkaidah 1207
H/ 14 Januari 18717.Beliau merupakan pendiri organisasi masyarakat, yaitu
Nahdlatul Ulama (NU). Di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk pengikut NU)
beliau dijuluki dengan sebutan Ḥadratusy Shaykh yang berarti maha guru. K.H
Hasyim Asy'ari adalah putra ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya bernama K.
Asy'ari8, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang.
Ibunya bernama Halimah. Sementara kesepuluh saudaranya antara lain:
Nafi'ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum,
Nahrawi dan Adnan9.
Hasyim kecil belajar dasar agama dari kakeknya, K. Utsman yang juga
pemimpin Pesantren Gedang10, Jombang sampai usia 6 tahun11. Lalu, usia 15
tahun, ia berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren:1) Pesantren
Siwalayan, Sidoarjo, selama 5 (lima) tahun, 2) Pesantren Langitan12,Tuban,
menimba ilmu kepada K. Langitan13, 3) Pesantren Kademangan, Bangkalan,
Madura, menimba ilmu kepada KH. Khalil Bangkalan di sini, Hasyim Muda
menikah dengan Nyai Nafisah-, 4) Pestanren Trengilin,
Madura, dan 5)Pesantren Wonokoyo,Probolinggo. Pada 1892, di usia 21
tahun, Hasyim muda pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada:
(1) Imam Nawawi Banten (w. 1897), (2) Syekh Ahmad Khatib Minangkabau
(1860-1916), (3) Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi (w. 1919), (4) Syekh
Ahmad Amin Al-Aththar, (5) Syekh Ibrahim Arab, (6) Syekh Said Yamani, (7)
Syekh Rahmaullah, (8) Syekh Sholeh Bafadlal, (9) Sayyid Abbas Maliki, (10)
Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, dan (11) Sayyid Husein Al-Habsyi14.

6
Rofiq Nur Hadi, Pendidikan Nasionalisme-Agamis dalam Pandangan KH.
, Cakrawala, Vol. XII, No. 2 2017. H. 124
7
Solichin Salam, K.H. Mohammad Hasyim Asy'arie Ulama Besar Indonesia
(Jakarta: Diaya Murni, 1963) H. 19.
8
Berasal dari Demak, keturunan ke-8 dari Jaka Tingkir. Fatimatu Zahro,

Tarbiyyah dan Keguruan, UIN Maulana Malik Ibrahim, 2014) H. 29


9
Sahrul, Al-Nadwah,
Vol. XXI. No. 2. 2015. H. 184. Baca juga Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi
K.H. Hasjim Asy'ari, (Yogyakarta: LkiS, 2000). hal. 18
10
Dalam pengucapan Jawa, biasanya, kata Gedang yang menunjukkan nama
daerah, berubah menjadi ngGedang, dengan ketambahan ng- di depan.
11
Rofiq Nur Hadi, Pendidikan Nasionalisme-Agamis dalam Pandangan KH.
, Cakrawala, Vol. XII, No. 2 2017. H. 124
12
Sekarang merupakan nama daerah
13
Nama seseorang yang kemudian dijadikan nama daerah
14
Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasjim Asy'ari, hlm. 25
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1329
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Di Makkah, Hasyim muda belajar kepada Syaikh Mafudz Termas dalam


disiplin ilmu hadis. Hasyim muda mendapatkan ijazah langsung dari Syaikh
Mafudz untuk mengajar Ṣahih Bukhari, di mana Syaikh Mahfudz merupakan
pewaris isnadhadis dari 23 generasi. Hasyim mempelajari fiqih madzab Syafi'i
di bawah asuhan Syaikh Ahmad KatibMinangkabau15. Gurunya yang lain
adalah Syaikh Nawawi al-Bantani. Tiga guru ini adalah guru istimewa bagi
Hasyim ketika di Makkah; ketiga guru ini adalah guru yang berasal dari
Nusantara (Indonesia)16.
Pada 1899, Hasyim muda pulang dari Mekah. Berikutnya, selama 6
(enam) tahun, Hasyim mengajar di pesantren ayahnya. Pada 1906, Hasyim
mendirikan Pesantren Tebu Ireng, di Cukir, Jombang17. Pada tahun 1926,
Hasyim menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU),
yang berarti kebangkitan ulama18.Mbah Hasyim meninggal di Jombang, Jawa
Timur, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun. Mbah Hasyimdimakamkan di Tebu
Ireng, Jombang dan dianugrahi gelar sebagai Pahlawan Nasional Indonesia19.
Mbah Hasyim meninggalkan banyak karya yang merepresentasikan
pemikirannya. Diatara karya Mbah Hasyim tersebut adalah: 1) Risalah
AhliSunah Wal Jama'ah: Fi Hadis Mawta wa Asyraṭ al-Sa'ah wa bayan
Mafhumi al-Sunah waal- (karya yang akan kita bahas lebih jauh), 2) Al-
Nural-Mubin fi Mahabbat Sayyid al-Mursalin (Cahaya yang Terang tentang
Kecintaan pada Utusan Tuhan, Muhammad SAW), 3) Adab al-Alim wal
Muta'allim fi ma yahtaju ilaih al-Muta'allim fi Ahwali Ta'allumihi wa ma
Ta'limihi (Etika Pengajar dan Pelajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
oleh Pelajar Selama Belajar), 4) Al-Tibyan: fi Nahyi 'an Muqaṭa'atial-Arham
waal-Aqarib waal-Ikhwan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Tali
Silaturrahmi, Tali Persaudaraan dan Tali Persahabatan), 5) Muqaddimah al-
Qanun al- at Nahdlatul Ulama (landasan ideologi NU), 6)
id al-Akhzi bi Mazhab al- - (pentingnya
memegang teguh empat imam empat, yakni Imam Syafii, Imam Malik, Imam
Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal), 7)
bi Maba (berisi 40 hadis pilihan yang
seharusnya menjadi pedoman bagi warga NU), 8) Al-Tanbihat al-Wajibat liman

15
Selain ahli dalam bidang fikih, Shaikh Khatib juga ahli dalam bidang
astronomi Islam (ilmu falak).
16
Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasjim Asy'ari, hlm. 30
17
Rofiq Nur Hadi, Pendidikan Nasionalisme-Agamis dalam Pandangan KH.
, H. 125
18
Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasjim Asy'ari, hlm. 32
19
Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasjim Asy'ari, hlm. 50
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1330
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Yus -Maulid bi al-Munkarat (Kitab ini menyajikan beberapa hal yang


harus diperhatikan saat memperingati maulid nabi)20.

Gambaran Umum Kitab Risalah Ahli SunahWa Al-

dasarnya merupakan sebuah kitab yang merepresentasikan paradigma Mbah


Hasyim dalam beragama yang kemudian dijadikan pijakan bagi organisasi
masyarakat (ormas) yang didirikan oleh-nya, yaitu Nahdlotul Ulama (NU). Dari
sini, pembaca akan mendapatkan gambaran jelas tentang cara pandang dan
ideologi yang dipegang oleh Mbah Hasyim dan NU, bahkan mayoritas umat
Islam Indonesia. Oleh karena kitab ini menjadi fondasi bagi warga NU dan,
mayoritas umat Islam Indonesia tergabung dalam NU-, maka praktik-praktik
sosial keagamaan yang dilakukan oleh orang NU pada khususnya dan orang
Indonesia pada umumnya, akan banyak merujuk dan dipengaruhi oleh isi
kitab ini.
Kitab ini berisi sepuluh bab (fasl). Sepuluh bab tersebut adalah: (1) Fi
Bayan Al- : pada bab ini Mbah Hasyim mendefinisikan sunah
dan dan mengurai kriteria-kriteria sunah dan kriteria-kriteria
21
(2) Fi Bayan Tamassuk Ahli Jawi Bi Mazhab Ahli Sunah Wa Al-
an Ibtida Zuhur Al-Bida ariha Fi Ardi Jawi, Wa
Bayan Anwa Al- in Al-Maujudin Fi Haza Al-Zaman: Mbah Hasyim
memaparkan hadis yang lebih lugas tentang siapa saja yang masuk kategori
sunah dan siapa saja yang masuk kategori ; Di sini, Mbah Hasyim juga
memaparkan mazhab fikih dan teologi ahli Sunah yang dipegang oleh Mbah
Hasyim khususnya dan yang seharusnya dipegang oleh mayoritas umat Islam
Indonesia pada umumnya: dari MazhabFikih, Mbah Hasyim menghimbau

ah; sedang dari segi theologi (kalam),


Mbah Hasyim memegang mazhabnya Imam Ghozali dan Imam Abu Hasan al-
Syadzili22.
(3) Fi Bayani Khaṭṭat Al-Salaf Al-Ṣalih Wa Bayan Al-Murad Bi Sawad Al-
dam Fi Haza Al-Ḥin Wa Bayan Ahammiyah Al- ad Bi Ahad Al-Mazahib
Al- : dalam bagian ini, Mbah Hasyim mendukung ideologi yang diusung
oleh Asli Sunah wa al- -

20
ZuhairiMisrawi, Hadratussaikh Hasyim Asy'ari Moderasi, Keumatan, dan
Kebangsaan, (Jakarta: Kompas Media Nusantara 2010) Hlm. 17
21
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 5
22
Risalah Ahli Sunah wa al- , hlm. 7
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1331
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Jamah adalah representasi dari sawad al- seperti yang disebutkan


dalam hadis- dan merupakan satu-satunya kelompok yang masuk surga23.
(4) Fi Bayan Wujud Al-Taqlid Liman Laisa Lahu Ahl Al-Ijtihad: dalam
bagian ini, Mbah Hasyim menghimbau agar tidak sembrono dalam berijtihad;
orang-orang yang tidak menguasai ilmu agama secara komprehensif tidak bisa
serta merta berijtihad. Oleh karena itu, lebih baik memegang empat mazhab
tersebut secara sungguh-sungguh24.
(5) Fi Luzum Al-Ikhṭiyad Fi Akhz Al-Din Wa Akhz Al-Ilm Wa Al-Inzar Wa
- -Mudillin: pada bagian
ini, concern Mbah Hasyim adalah cara menuntut ilmu. Bagi Mbah Hasyim
menuntut ilmu haruslah memiliki sanad. ini adalah jalan menuntut ilmu yang
benar, yang sesuai denga ideologi ahli sunah dan dicontohkan oleh salaf
soleh25.
(6) Fi Zikr Al-Hadis Wa Al-Asar Al-Waridat Fi -Ilm Wa Nuzul Al-
Jahl Wa Inzar Al- -Akhir Syarr Wa Anna
-Muhdasat Min Al-Umur Wa Al- -
Wa Anna Al- ssh Min Al-Nas: pada dasarnya,
concern Mbah Hasyim pada bagian ini masih sama dengan bagian
sebelumnya; apabila bagian sebelumnya menjelaskan tentang pentingnya ada
jalur sanad dalam menuntut ilmu, pada bagian ini Mbah Hasyim memaparkan
bahwa orang-orang yang tidak belajar agama berdasar sanad, mereka
tergolong ahli . Jauh dari pada itu, ketika orang-orang sudah tidak
belajar berdasar sanad, maka agama akan keruh dengan kebohongan.
Ditambah lagi, bahwasanya Tuhan tidak akan mencabut ilmu dari si pemilik
ilmu, namun Tuhan akan mencabut ilmu beserta si pemiliknya. Hal ihwal ini
akan menambah betapa keruhnya agama di zaman akhir ini. Oleh karena
keadaan yang seperti ini, Mbah Hasyim menghimbau agar berhati-hati dalam
menuntut ilmu; lebih-lebih seyogyanya belajar ilmu dari sumber yang
terpercaya26.
(7) Fi Bayan Is -Ḍalalah Aw Sanna Sunnatan
Sayyiatan: pada bagian ini, Mbah Hasyim menjelaskan perihal dosanya orang-
orang yang membuat ke an dalam perkara agama yang kemudian diikuti
27
oleh orang-orang berikutnya .
(8) Fi Bayan Iftiraq Ummat Muhamm Ṡalas in
Firqatan Wa Bayan Usul Al-Firaq al-Ḍallat Wa Bayan Al-Firqah Al-Najiah Wa

23
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 8
24
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 10
25
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 13
26
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 14
27
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 16
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1332
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Hum Ahli Sunah Wa Al-Jama : Pada bagian ini Mbah Hasyim mengutip
hadis tentang perpecahan umat Islam yang menjadi 73 golongan; sedang satu
golongan yang masuk surga adalah golongan yang disebut sebagai Ahli Sunah
wa al- -Hasan al-Basri28.
(9) Fi Dzikri Amarat Iqtirab Al-Sa : pada bagian ini, Mbah Hasyim
memaparkan hadis tentang tanda-tanda hari kiamat. Dari hadis ini, Mbah
Hasyim memaknainya secara literal atau harfiah, bukan secara hermeneutis.
Dengan kata lain, Mbah hasyim percaya bahwa apa yang digambarkan oleh
hadis-hadis tanda kiamat, akan benar-benar terwujud secara empiris. Mbah
Hasyim menganggap bahwa orang-orang yang memaknai hadis ini bukan
berdasar literal teks, mereka tergolong ke dalam orang-orang ahli . Dari
sini, kita bisa tahu bagaimana mazhab Mbah Hasyim dalam pemaknaan
hadis29.
(10) Fi Zikri Hadis Al-Mauta Fi Al-Sima -Kala atuhu
Biman Yaghsiluhu Wa Man Yahmiluhu Wa Yukfinuhu Wa Man Yuẓillihi Fi
Qabrihi Wa Al-Idrak Wa Al-Ḥayah Wa Aud Al-Ruh Ila Al-Jasad: bagian akhir
dari kitab ini adalah
Hasyim mengutip hadis-hadis yang menceritakan bahwa mayyit itu sekalipun
mereka sekedar jasad yang tidak bernyawa, mereka tetap bisa mendengar dan
berkata; para mayyit tau siapa yang memandikannya, membawanya,
mengkafaninya, menguburkannya dan orang-orang yang datang ke upara
penguburan. Lebih jauh, Mbah Hasyim percaya bahwa segala doa, sodaqoh
dan hajji yang kita panjatkan bagi mayyit akan sampai pada mayyit. Sedang
orang-orang yang tidak percaya dengan ini, mereka adalah orang-orang yang
30
termasuk ke dalam ahli .
Pada dasarnya, menurut penulis, sepuluh bab ini sesungguhnya disusun
bertolak dari satu hadis yaitu hadis tentang sunah dan barang siapa
yang membuat inovasi dalam urusanku ini yang belum pernah ada
sebelumnya, maka inovasi tersebut ditolak
sebenarnya ingin menjelaskan hadis tersebut secara komprehensif dan luas.
Oleh karenanya, dalam kitab ini, Mbah Hasyim menyebutkan orang-orang
yang termasuk dalam kategori mengamalkan sunah dan menjauhkan diri dari
. Ringkasnya, kitab ini, menjadi representasi pemikiran hadis tentang
sunah dan bagi Mbah Hasyim khususnya dan Umat Islam Indonesia
pada umumnya.

28
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 17
29
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 19
30
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 25
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1333
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Dalam mengurai bab ini, penulis akan memulainya dari pendefinisian


. Berikutnya,
kemudian penulis kembangkan definisi Mbah Hasyim terkait sunah dan
kepada bentuk implikasi definisi sunah dan Mbah Hasyim pada
permasalahan mazhab, teologi dan praktik keagamaan. Pada akhirnya,
penulis dapat menyimpulkan secara bulat dari pemikiran Mbah Hasyim terkait
dengan sunah dan yang merupakan representasi dari pemaknaan
hadisman ahdatsa fi amrina hadza.
Definisi Sunah Menurut Mbah Hasyim
‫ لغة الطريقة و لو غري مرضية‬: ‫الس نة ابلضم و التشديد كام قال أبو البقاء يف لكياته‬
‫ أو غريه ممن هو عمل ابدلين اكلصحابة‬.‫م‬.‫و رشعا امس للطريقة املرضية املسلوكة يف ادلين سلكها النيب ص‬
31‫ريض هللا عنه‬

Sunah secara etimologi adalah segala jalan sekalipun jalan tersebut

adalah sebuah nomenklatur untuk jalan dalam agama Islam- yang diridloi
yang ditempuh oleh Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang mengetahui
agama -secara komprehensif- sepertihalnya para sahabat.
Setelah menyebutkan definisi sunah di atas, lalu Mbah Hasyim
menuturkan sunah secara cultural (urf):
32 ‫ما واظب عليه مقتدي نبيا اكن أو وليا‬
Dari definisi ini, pada dasarnya, yang ingin disampaikan oleh Mbah
Hasyim adalah sebuah pemaknaan yang lebih luas dari pada sunah. Mengapa
penulis menyebut demikian? karena pada dasarnya, sunah identik hanya
sebatas yang dilakukan oleh nabi saja; sedang definisi ini, mengisyaratkan
bahwa, sunah bukanlah sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh nabi saja,
namun juga orang-orang yang memiliki pemahaman agama secara
komprehensif sepertihalnya para wali. Dari keunikan definisi ini, lalu nantinya
kita akan bisa melihat betapa cakupan hadis tentang sunah dan yang
dipahami oleh Mbah Hasyim secara khusus dan oleh warga NU secara umum,

Pada kitab Risalah Ahli Sunah yang kita kaji ini, Mbah Hasyim memberi
sebuah standarisasi (mazayin bentuk jamak dari mizan) atau barometer untuk
menentukan suatu perkara yang termasuk dalam ketegori sunah atau .

31
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 5
32
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 5
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1334
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

tidak secara praktis menentukan mana yang sunah dan mana yang ?
alasannya adalah merupakan sebuah inovasi yang tentu akan hadir
disetiap zaman. Setiap zaman memiliki nya sendiri-sendiri. Bertolak dari
definisi sunah dan di atas menurut Mbah Hasyim-, pada dasarnya,
sunah sendiri bersifat dinamis, karena sunah tidak melulu tentang yang
dicontohkan oleh rasul saja, namun segala yang dicontohkan oleh orang-
orang ahli agama yang memiliki pemahaman agama secara komprehensif.
Dengan begitu, akan ada sebuah ke an-ke an baru yang
bertransformasi menjadi sunah yang merupakan inovasi dari orang-orang
soleh masa kini dan masa yang akan datang.
Sedang standarisasi yang dirumuskan oleh Mbah Hasyim adalah :
a. Meninjau suatu inovasi dengan kaca mata syariat. Apabila suatu inovasi
asl pondasi- syariat, maka inovasi tersebut
dapat digolongkan dalam kategori sunah. Sedang apabila inovasi
tersebut bertentangan dengan asli al-Syariah, maka secara otomatis
inovasi tersebut ditolak dan tergolong sebagai .
b. Merujuk pada kaedah-kaedah yang telah dirumuskan oleh para salaf
soleh dan para pemuka agama ( ).
c. Meninjau suatu inovasi dengan hukum syariat yang enam: (1) wajib, (2)
nadb, (3) tahrim, (4) makruh, (5) khilaf al-Aula memilih yang lebih baik-
, dan (6) ibahah33.

Dari penjabaran ini, komentar penulis di sini adalah, pijakan Mbah


Hasyim jelas tentang pemutusan suatu perkara menjadi atau sunah.
Kejelasan tersebut dapat dirujukkan pada barometer (mazayin) di atas.
Barometer tersebut menjadi penting untuk dipahami terkait implikasinya di
kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Dari sini pun pada dasarnya,
kita tidak bisa menilai bahwa yang dilakukan oleh Mbah Hasyim adalah suatu
langkah yang inkonsisten, karena tidak secara pasti menentukan mana yang
sunah dan . Akan tetapi, suatu perkara dapat tergolong menjadi sunah
atau harus ditinjau terlebih dahulu dengan barometer syariat; apabila
bertentangan dengan nilai aksiologis yang ditawarkan oleh syariat, maka
ditolak; namun apabila mendukung nilai aksiologi syariat, maka suatu inovasi
bernilai sunah. Kiranya, seperti itulah sunah yang dipahami oleh Mbah
Hasyim, yang juga kemudian dipahami oleh mayoritas warga nahdliyyin.

33
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 8
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1335
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Dalam mendefinisikan h, Mbah Hasyim meminjam pendefinisian


iddah al-
Murid
34‫ابحلقيقة‬ ‫احداث أمر يف ادلين يش به أن يكون منه و ليس منه سواء اكن ابلصورة أو‬
Di sini Mbah Hasyim menjelaskan bahwa merupakan sebuah
pembaruan atau inovasi dalam perkara agama yang sekedar menyerupai atau
bahkan sangat mirip padahal itu bukanlah perkara agama, baik itu
gambarannya saja atau hakekatnya. Dari definisi ini, kita bisa mengtahui
bahwa, di sini dibatasi hanya masalah agama saja. Sedang
pembaharuan selain agama, sifatnya memang tapi tidak termasuk
dalam cakupan kategori yang dilarang.
Lebih Jauh, Mbah Hasyim mengklasifikasi ke dalam tiga
kelompok :
a. Ṣarahah
Adalah yang jelas dan tidak bisa menjadi sunah. Suatu
inovasi akan tergolong dalam kategori ini ketika ia bertentangan dengan

b. Iẓafiyyah
Adalah yang dapat diterima sebagai sunah tanpa khilaf dan tanpa
ada pertentangan.
c. Khilafiyyah
Adalah
tersebut35.
Kemudian, setelah memaparkan pembagian tersebut, Mbah
Hasyim memaparkan diskusi tentang yang dikemukakan oleh ulama
sebelumnya, yaitu Waliyuddin al-Syibsyiri dan al-Izz bin Abd al-Salam.
Menurut Waliyuddin al-Syibsyiri, bahwasanya yang termasuk dalam cakupan
hadis sunah- yang tertera di kitab Arbain al-Nawawi tersebut adalah

hal tersebut bernilai


syariat36.
Sedang menurut al-Izz bin Abd al-Salam, tergolong ke dalam :
a. Wajib

34
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 5
35
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 7
36
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 8
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1336
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Suatu dapat bernilai wajib karena tidak ada pada era rasul namun
dibutuhkan oleh umat. misalnya adalah mempelajari nahwu (gramatika
arab), dll.
b. Haram
Suatu bernilai haram misalnya adalah mazhab qodariyyah,
jabariyyah dan mujassamah.
c. Mandub
Suatu bernilai mandub misalnya adalah mendirikan lembaga
pendidikan, dll.
d. Makruh
Suatu bernilai makruh misalnya adalah memberi ornamen hiasan
berupa gambar-gambar- pada masjid atau mushaf al-Quran, dll.
e. Mubah
Suatu bernilai mubah misalnya adalah bersalaman setelah solat,
37
dll .

Hal-Hal Yang Termasuk Sunah Dan Hal-Hal Yang Termasuk B


Menurut Mbah Hasyim
Menurut Mbah Hasyim, ada perkara-perkara yang masih disekitar
kawasan pembahasan sunah- yang akan menyeret permasalahan lain,
yaitu perkara bermazhab, perkara teologi, bahkan perkara hadis yang
diperkarakan (khilafiyyah) sep
tanda-tanda hari kiamat. bagi penulis, hal ini juga perlu menjadi perhatian

pemaknaan hadis. Pada dasarnya, perkara bermazhab, teologi, bahkan


perkara khilafiyyah -tanda hari
kiamat, sudah penulis jelaskan secara pada bagian gambaran umum; di sini,
penulis hanya akan memberi uraian tentang hubungan antara sunah yang
dipahami Mbah Hasyim dengan perkara tersebut. Menurut penulis,
hubungannya adalah memegang teguh sunah merupakan sebuah paradigma
global yang dipegang oleh Mbah Hasyim; sedangkan permasalahan mazhab
fikih, kalam, dll., merupakan wujud pengejawantahan paradigma ini ke dalam
ruang praktis.
Dalam perkara bermazhab fikih, menurut Mbah Hasyim, mazhab fikih
yang merepresentasikan sebagai mazhab yang memegang teguh sunah adalah

Sedang mazhab fikih selain empat mazhab ini bukanlah mazhab yang dapat
diikuti, karena tidak memegang teguh sunah. Jauh dari pada itu, Mbah

37
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 8
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1337
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Hasyim juga mengingatkan untuk tidak gampang berijtihad, pasalnya, ijtihad


hanya diperuntukkan bagi mujtahid mutlak. Orang-orang yang tidak tergolong
mujtahid mutlak ( ), seharusnya mereka memilih untuk berpegang teguh
pada salah satu mazhab dari empat mazhab tersebut. diperkenankan
untuk berpindah dari satu mazhab ke mazhab lain, asalkan dalam koridor
merupakan
satu-satunya jalan untuk mempermudah dalam menghadapi realitas yang
berbelit38.
Paradigma berfikih yang seperti ini, dipahami secara umum oleh
mayoritas umat Islam di Indonesia. Faktanya, banyak dari umat Islam di
Indonesia yang mempelajari ilmu-ilmu metodologi berijtihad secara
komprehensif dan mendalam, namun mereka tidak berani untuk berijtihad
secara independen. Alasan tidak berani mereka untuk berijtihad adalah

berbagai disiplin ilmu, baik metodologi dan yang lainnya saja tidak berani
berijtihad, apalagi orang sekarang. Alasan ini sering digunakan oleh warga
nahdliyyin pada umumnya untuk menyerang orang-orang yang berkampanye
pentingnya berijtihad.
Sedang dalam perkara aliran kalam (theologi), menurut Mbah Hasyim,
aliran theologi yang merepresentasikan sebagai mazhab teologi yang
memegang sunah adalah aliran ahli sunah wa al-
sunah wa al- Qodariyyah, Jabariyyah, Jahmiyyah, rofidloh
(syiah), jismiyyah, dll., bukanlah aliran yang memegang teguh sunah. Oleh
karenanya, satu golongan yang akan masuk surga, dari 73 golongan
terpecahnya umat Islam39 adalah golongan ahli sunah wa al-Jamaah.
Sedang dalam perkara sufisme, Mbah Hasyim berkiblat pada Imam
Ghozali dan Imam Abu Hasan al-Syadzili. Menurut Mbah Hasyim, aliran sufi
ini adalah aliran yang merepresentasikan diri sebagai aliran yang memegang
teguh sunah40. Sedang mazhab lain, seperti mazhab orang-orang yang
berfaham hulul41, ittihad42 dan mazhab sufi lain yang anti syariat, merupakan

38
Hasy Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 8
39
Mbah Hasyim di sini menambahkan bahwa terpecahnya umat Islam hingga
73 golongan, secara embrionik dimunculkan oleh enam golongan, yaitu (1) al-
) rofidliyyah dan (6)
jabariyyah. Setiap firqoh dari enam firqoh ini akan terpecah menjadi 12 firqoh; oleh
karenanya, ketika dikumpulkan (6x12) nantinya akan mencapai angka 72 firqoh
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 7 dan 11.
40
Hasyim Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 8.
41
yaitu mazhab sufi yang dipegang oleh al-Hallaj.
42
yaitu mazhab sufi yang dipegang oleh Abu Yazid Bustomi.
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1338
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

mazhab sufi yang sesat dan tidak merepresentasikan diri sebagai mazhab sufi
yang memegang sunah.
Dalam perkara memahami tanda-tanda hari kiamat, Mbah Hasyim
memahaminya sebagai gejala empiris yang akan muncul apa adanya
sepertihalnya yang diceritakan oleh hadis. Menurut Mbah Hasyim ini adalah
cara pandang yang benar. Mbah Hasyim menolak orang-orang yang
mentakwilkan literal teks hadis ini dan lebih memahami sebagai bentuk
gambaran konotasi saja, tidak empiris.
Di bagian akhir, Mbah Hasyim menjelaskan tentang masalah hal ihwal
orang mati. Pada bagian ini, Mbah Hasyim menjelaskan bahwasanya orang
mati pada dasarnya masih bertingkah seperti orang hidup; mereka masih bisa
mendengar, mereka tahu siapa saja yang datang bertakziah pada mereka,
mereka tahu siapa yang memandikan, mengkafani, menyolati, mentalqin,
mengubur dan orang-orang yang mulai meninggalkannya sendirian di dalam
kuburan. Jauh dari pada itu, menurut Mbah Hasyim, doa, haji dan sedekah
yang kita hadiahkan pada mereka, sesungguhnya sampai pada mereka. Mbah
Hasyim menjelaskan bahwa, orang-orang yang tidak meyakini hal ini adalah
orang-orang yang sesat dan tidak berpegang pada sunah. Orang-orang yang
bermazhab ini adalah Muhammad Abduh dkk., Muhammad bin Abdul Wahab
dkk. dan Ibn Taimiyyah dkk.43

Penutup
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendefinisian Mbah
Hasyim terhadap sunah bukanlah hanya hal baik yang dicontohkan oleh nabi
saja, namun juga hal baik yang dicontohkan oleh salaf saleh dan orang-orang
yang memiliki pemahaman terhadap agama secara komprehensif. Sedang
, menurut Mbah Hasyim adalah suatu inovasi dalam perkara agama
yang bertentangan dengan bentuk fisik atau nilai-nilai syariat. Perkara-perkara
di luar perkara agama tidak termasuk dalam kriteria pembahasan yang
dilarang.
Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa Mbah Hasyim sangat
memegang teguh sunah dan menjauhkan diri dari . Sedang representasi
sunah dalam hal fikih menurut Mbah Hasyim adalah emapt mazhab fikih yang

al-Jamaah; sedang dalam hal sufi adalah sufi mazhab Ghozali dan Mazhab
Abu al-Hasan al-Syadzili. Lebih Jauh Mbah Hasyim menjelaskan bahwa orang
mati pada dasarnya memiliki hal ihwal sepertihalnya orang hidup; mereka

43
Bahkan dalam kasus ini, mereka mengharamkan ziarah kubur nabi
Risalah Ahli Sunah wa al- hlm. 7
Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1339
Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

mendengar dan tau orang-orang mengurusnya dalam upacara pemakaman.


Selain itu, Mbah Hasyim juga yakin bahwa doa, haji dan sedekah yang
dihadiahkan kepada orang mati akan sampai, tidak tertolak. Inilah kiranya
sunah yang dipahami oleh Mbah Hasyim.

Daftar Pustaka
al-Bani al-, Muhammad Nasir al-Din. Tt. Sahih Jami al-Saghir wa
Ziyadatuh. T.tp: al-Maktab al-Islami.
Amrulloh. 2016. Eksistensi Kritik Matan Masa Awal: Membaca Temuan dan
Kontribusi Jonathan Brown. Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin 4, No. 1.
Etika Pendidikan Islam. Yogyakarta: Titian Wacana, 2007.
Risalah Ahli Sunah wa al- -Mauta wa
Asyrot al- an Mafhum Ahli Sunah wa al-Jamaah.
Jombang: Maktabah al-Turots al-Islami
Adab al- im wa al- i ma Yahtaju Ilayh
al- i i -
i Maqa imihi. Jombang: Maktabah At Turas Al
Islami.
Aulassyahied, Qaem. 2015. Studi Kritis Konsep Sunah Muhammad
Shahrur. Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam
13. No. 1.
Azami al-, Muhammad Musṭafa. Isnad and its Significancel ith

Islamic Book Trust, 1996.


Bana al-, Jamal. 1997. Al-Sunah wa Dawruha fi al-Fikih al-Islami. Kairo: Dar
alFikr al-Islami.
Bayhaqi al-, Ahmad ibn al-Husayn ibn Ali. 2003. Al-Sunan al-Kubra. Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Bayhaqi al-. 2003. Al-Sunan al-Saghir. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Bazzar al-, Abu Bakr Ahmad ibn Amr. 2009. Al-Musnad. Madinah:
Maktabat al-Ulum wa al-Hikam.
Brown, Daniel. 1999. Rethingking Tradition in Modern Islamic Thought.
Cambridge: Cambridge University Press.
Bukhari al-, Abu Abd Allah Muhammad ibn Isma il. 1422 H. al-Jami -
Ṣahih. Mansurah: Dar Tuq al-Najah.
Christmann, Andreas (ed). 2009. The Qur‟an, Morality and Critical
Reason: The Essential Muhammad Shahrur. Leiden: Brill.

Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1340


Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Daruqutni al, Abu al-Hasan Ali Al-Sunan. Beirut:


-Risalah.
Dimshaqi al-, Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn Abd al-Hadi. 1996.
Tabaqat Ulama al-Hadith. Beirut: Muassasah al-Risalah.
Farida, Umma. 2005. Metode Komparasi antara Hadis dan Al-
atas Pemikiran Jamal al-Bana tentang Kritik Matan. Tesis UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Fitria, Vita. 2011. Komparasi Metodologis Konsep Sunah menurut Fazlur
Rahman dan Muhammad Shahrur: Pespektif Hukum Islam. Asy-

Hadi, Rofiq Nur. 2017. Pendidikan Nasionalisme-Agamis dalam Pandangan


. Cakrawala, Vol. XII, No.
2.
Hairillah, H. 2015. Kedudukan al-Sunah dan Tantangannya dalam Hal
Aktualisasi Hukum Islam. Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam 14,
No. 2.
Ḥakim al-, Abu Abd Allah. 1990. al-Mustadrak ala al-Sahihayn. Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah.
Husna, M. Najmil. 2016. Kritik Matan Hadus Muhammad Shahrur. Jurnal al-
Ikhtibar: Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 2.
Ibn Majah, Abu Abd Allah Muhammad ibn Yazid. Tt. al-Sunan. Halab: Dar
Ihya -Kutub al-Arabiyyah.
Ibn Shahin. Al-Targhib fi Fadail al-Amal wa Thawab Zalik. Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, 2004.
Ibn Shahin. 1995. Sharh Madhahib Ahl al-Sunah. -
Qurtubah.
Khon, Abdul Majid. 2012. Paham Ingkar Sunah Di Indonesia: Studi Tentang
Pemikirannya. Teologia, Vol. 23, No. 1.
Khuluq. 2000. Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasjim Asy'ari.
Yogyakarta: LKiS.
Maksum. 2011. Aqidah Ahli Sunah wa al-
Nahdlatul Ulama bi Jawi Syarqiyyah. Journal of Indonesian Islam, Vol.
05, No. 1.
Malik ibn Anas. 1985. Al-Muwaṭṭa. Beirut Dar al-Ihya -Arabi.
Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussaikh Hasyim Asy'ari Moderasi, Keumatan,
dan Kebangsaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Hadis dan Sunah dalam Perspektif Fazlur Rahman.
Riwayah. Vol. 1. No. 2.
Muslim b. al-Ḥajjaj. Tt. Kitab al-Sahih. Beirut: Dar Ihya -Turath al-Arabi.

Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1341


Prosiding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018

Qaradawi al-, Yusuf. 2006. Kayf Nataa -Sunah al-Nabawiyyah.


Kairo: Dar al-Shuruq.
Razi, Fahrur. 2011. NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural, Jurnal Komunikasi
Islam, Vol. 01, No. 02.
Saeed, Abdullah. 2008. The Quran: An Introduction. New York: Routletge.
Sahrul. 2015. Al-
Nadwah, Vol. XXI. No. 2.
Salam, Solichin. 1963. K.H. Mohammad Hasyim Asy'arie Ulama Besar
Indonesia. Jakarta: Diaya Murni.
Shahrur, Muhammad. 1990.al-Kitab wa al-Quran: Qiraah Muasirah.
Damaskus: al-Ahali.
Shahrur, Muhammad. 2000. Nahwa Usul Jadid li al-Fikih al-Islami.
Damaskus: alAhali.
Sijistani al-, Abu Dawud. 2008. Al-Sunan. Beirut: al-Maktabah al-Asriyyah.
Tirmidhi al, Abu Isa. 1974. Al-Sunan. Mesir: Shirkat Maktabah wa Matbaah
Mustafa al-Babi al-Halbi.
Whitehead, Alfred North. 1948. Science and the Modern World. New York:
Pelican Mentor Book.
Zahro, Fatimatu. 2014. Pemikiran Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim

Malik Ibrahim.
Zarkasih. 2012. Inkar Sunah: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Inkar
Sunah di Dunia Islam. Toleransi, Vol. 4, No. 1.

Revitalisasi Keilmuan Pesantren 1342

Anda mungkin juga menyukai