Anda di halaman 1dari 85

INTERNALISASI NILAI-NILAI AHLUSSUNAH

WAL JAMA’AH AN NAHDLIYYAH


DALAM PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN
SUBULUSSALAM & PONDOK PESANTREN RADEN PAKU
(Studi Multi Situs Di Pondok Pesantren Raden Paku Trenggalek dan Pondok
Pesantren Subulussalam Gandusari)

PROPOSAL TESIS

Oleh:
ARIF YAHYA
NIM. 12056194070

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA IAIN TULUNGAGUNG
FEBRUARI 2021
II
III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Kitab Kuning sangat lekat dengan tradisi pesantren. Seakan tak


pernah lapuk ditelan zaman, kitab-kitab dasar tertentu dijadikan rujukan
paling mendasar penyelenggaraan pendidikannya. Menjadi kewajiban
bagi santri setelah seorang santri khatam membaca Al Qur’an,
mendalami Ilmu Fiqih, Ilmu Alat, dan Akhlaq serta Aqidah, yang dikenal
dengan kitab kuning. Disebut “kitab kuning”, secara fisik karena
warnanya kuning, dan secara kultur karena ketahanannya dari abad ke
abad tahun ke tahun,
Di antaranya adalah kitab Ta’lim Muta’alim.Kitab ini menjadi
dasar yang menerangkan mengenai akhlaq di dunia pesantren adalah
kitab Ta’limul-Muta’alim karangan Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji.
Setiap awal proses belajar di pesantren sesuai adatnya pasti mempelajari
kitab ini ataupun kitab lain yang seakar dengannya seperti kitab Adabul
‘alim wal Muta’alim karangan ulama’ besar Indonesia, Pahlawan
Nasional sekaligus pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama, Hadratus Syekh
KH Hasyim Asy’ari. Kedua kitab ini menjadi kurikulum wajib bagi
pesantren yang ada di Indonesia.
Kitab Al-Ajurumiyah, yaitu kitab yang merupakan pedoman dasar
dalam ilmu nahwu. Adapun tingkatan selanjutnya setelah Jurumiyah
adalah Imrithi,Mutamimah, dan yang paling tinggi adalah Alfiyah. Al-
Jurumiyah dikarang oleh Syekh Sonhaji dengan memaparkan berbagai
bagian di dalamnya yang sistematis dan mudah dipahami. Kitab Amtsilah
At-Tashrifiyah.Jika nahwu adalah bapaknya, maka shorof ibunya.
Begitulah hubungan kesinambungan antara dua jenis ilmu itu. Keduanya
tak bisa dipisahkan satu sama lain dalam mempelajari kitab kuning. Salah
satu kitab yang paling dasar dalam mempelajari ilmu shorof adalah Kitab

1
Amtsilah Tashrifiyah yang dikarang salah satu ulama Indonesia, beliau
KH. Ma’shum ‘Aly dari Jombang. Kitab tersebut sangat mudah
dihafalkan karena disusun secara rapi dan bisa dilagukan dengan indah.
KitabAt-Taqrib,yaitukitab fiqh yang merupakan hasil turunan dari Al-
Quran dan Al-Hadist setelah melalui berbagai paduan dalam ushul fiqh.
Kitab Taqrib yang dikarang oleh Al-Qodhi Abu Syuja’ Ahmad bin
Husain bin Ahmad Al-Ashfahaniy adalah kitab fiqh yang menjadi
rujukan dasar dalam mempelajari ilmu fiqh. Di atas Kitab Taqrib ada
Kitab Fathul Qorib,Tausyaikh,Fathul Mu’in, dan semuanya itu syarah
atau penjelasan dari At-Taqrib1.
Isi kitab-kitab adalah saling mengisi dan sekaligus membentuk
kepribadian anak, yakni penanaman tauhid yang benar, ilmu alat agar
bisa memahami kitab-kitab itu sendiri dan kitab rujukan lainnya yang ada
di pesantren, dan sekaligus penanaman akhlaqul karimah yang khas
pesantren.
Ilmu yang diperoleh dari membaca kitab-kitab tersebut, langsung
diamalkan dalam lingkungan pesantren. Interaksi santri-kyai dan
hubungan antarteman, bisa terjadi setiap saat. Menjadi ajang penempaan
kepribadian para santri. Di sanalah terjadi penanaman nilai, penanaman
ilmu alat, ilmu fiqih tersebut dalam “sekali waktu”.
Dengan mempelajari kitab-kitab tersebut, otomatis ajaran Aswaja
sudah tertanam. Sebagaimana diketahui, Aswaja Secara umum diartikan
sebagai suatu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen
mengikuti sunnah Nabi SAW dan thariqah para shabatnya dalam hal
aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf dan Akhlaq).
Dalam masalah paham keagamaan,mereka adalah pengikut al
Asy’ari ( W. 324 H) dan Abu Manshur al Maturidi (W 333 H). Dua
Imam besar dalam ilmu Fiqh ini mengikuti Sunnah Nabi dan sunnah para
Sahabat Nabi SAW. Dalam pokok-pokok aqidah, jalan pikiran kedua
imam tersebut relatif sama, yakni mengikuti sunnah Nabi, dan sunnah

1
“7 Kitab Dasar yang Diajarkan di Pesantren”, dalam : http:/www.nu.or.id/a

2
para shahabat Nabi, Tabi’in dan Tabiiti thab’in. Paham yang
dikembangkan oleh kedua Imam tersebut adalah yang terbesar pada
zamannya, bahkan sampai sekarang. Para Imam dari empat madzab,
Imam Syafi’i, Imam Hambai, Imam Hanafi dan Imam Maliki, yang
berkembang hingga kini2.
Sedangkan kitab-kitab sebagaimana tersebut di atas merupakan
jembatan unuk menangkap ilmu dari Rasulullah, setelah melewati
generasi khulafaurrasyidin dan tabiin serta tabi’it tabi’in. Sementara
Aswaja adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran
Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. Penamaan golongan Ahli
sunnah Wa Al Jamaah hanyalah skedar memberikan nama juz dengan
menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq
mengatakan, bahwa pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu
golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali
golongan Ahlussunnah wal jamaah. Elemen Ahlussunnah waljamaah
terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud
sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh
para ahli aqidah dan ahli sunnah. Secara ringkas bisa disimpulkan bahwa
Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu
menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan
hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf. Para khulafa’
al Rosyidin dan Salaf Al Shalihin. Seperti yang telah disabdakan oleh
Nabi ‫الرا ِشدِين م ِْن ب ْعدِي‬ ُ ‫عليكُ ْم بِسُنَّتي ِ و‬
َّ ِ‫سنَّ ِة ال ُخلفاء‬ Ikutilah tindakanku dan
tindakan para khlafaurrasyidin setelah wafatku3.
Setiap ajaran yang berdasarkan pada Usul Al syari’ah dan Furu’nya
dan pernah dikerjakan oleh para nabi dan Sahabat sudah barang tentu
merupakan ajaran yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wal jamaah.

2
Lihat: Noer Iskandar Al Barsyani, Aktualisasi Paham Ahlusunnah Wal Jamaah,
Srigunting, 2001, hlm. 2, Lihat pula : Darul Fatwa, Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah, 2003,hlm.
26-27
3
Ibid. Darul Fatwa.

3
Mentradisikan shalat tarawih 20 rakaat plus witir, baca shalawat, ziarah
kubur, mendo’akan orang yang sudah mati, pewarisan yang pernah
dijalankan oleh para wali. Mereka menjalani amalan-malan yang telah
ditunjukkan para Imam besar, dan paham itu pun yang didakwahkan oleh
para ulama terdahulu di negeri ini.
Pesantren adalah pewaris utama karakter para wali. Seperti
diketahui, bahwa dalam penyebaran Islam di Jawa, para wali dihadapkan
oleh belantara sistem kepercayaan yang masih mistisisme dan kejawen.
Mereka berhadapan dengan kekuatan besar kerajaan Majapahit yang
beragama Hindu Buddha. Sunan Gresik (wafat 1419 M), yang dikenal
sebagai penyebar Islam pertama, dikenal sangat akrab dengan para petani
dan masyarakat bawah lainnya. Ia membangun sebuah pondokan yang
dikhususkan unuk belajar agama. Dilanjutkan dengan Sunan Ampel, ia
yang semasa kecilnya dikenal sebagai Raden Rahmad adalah salah
seorang putera Sunan Gresik. Dalam catatan sejarah Sunan Ampel (lahir
1401 M) merupakan pendulum peletak dasar pendidikan agama model
pesantren, sekaligus pelanjut ajaran ahlus sunnah waljamaah4. Salah satu
murid Sunan Ampel adalah Raden Patah, yang waktu mudanya bernam.
Ia adalah pendiri pesantren di Demak, yang dengan pesantren itu menjadi
cikal bakal berdirinya Kerajaan Demak Bintara.
Tradisi pesantren yang terus dilestarikan melalui sistem
kependidikaan pesantren adalah penghargaan pada para leluhur yang
telah tak kenal lelah dalam menyebarkan agama Islam, dan terus
menyatukan bangsa ini dari berbagai perbedaan kepentingan. Sehingga
kultur Aswaja telah menjadi pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
Mereka yang berbeda-beda dalam kepentingan dan mengarah kepada
konflik antarkelompok, telah berhasil menyatupadukan diri di bawah
payung pesantren.
Sesuai dengan norma Aswaja yang memposisikan sebagai
penengah (moderating force). Dalam sejarahnya, sebagai dikemukakan

4
Lihat : Djenar Respati, Sejarah Agama agama di Indonesia, Araska, 2014, hlm. 120-121

4
Ibn Rusyd. metodologi Asy’ari merupakan kebutuhan umat abad
keempat hijriah yang membutuhkan jalan tengah dari berbagai seginya.
Umat kala itu memerlukan jalan tengah antara ahlul hadits dam
ahlurra’yi dalam fiqih, antara ahli fiqih dan para ahli sufi dalam bidang
syariah secara umum”5.
Mekanisme untuk itu dilakukan dengan memelihara sejumlah
tradisi, ritual, upacara – upacara dan segenap praktik-praktik keagamaan,
kesenian dan berkebudaayaan. Seperi tradisi ziarah makam,
penghormatan terhadap petilasan tokoh-tokoh pertama penebar Islam
nusantara atau nenek moyang pembuka desa pertama. Praktek-praktek
ini, menghubungkan generasi ke genarasi berikutnya dari satu komunitas
ke komunitas lainnya. 6
kegiatan kajian kitab kuning seperti Kitab Talimul Mutaalim,
Safinatunnajah, dengan sistem sorogan,bahtsul masail ngaji bandongan
ziarah makam wali berjabat tangan dan lainya, ini sudah setiap hari di
laksanakan setiap hari di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku Trenggalek sehingga cermin dengan Internalisasi
nilai nilai Ahlu Asunnah Waljamaah Annahdiyah.

B. Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan latar belakang penelitian di atas dapat dibuat Fokus
dan Pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran
Kitab Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku?
2. Bagaimana internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran
Kitab Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku?

5
Ibn Rusyd, Manhjj Al Adillah, dalam : Eka Putra Wirman, Kekuatan Ahlissunnnah wal
Jamaah, Badan Litbang Agama, 2010,hlm. 127
6
Ahmad Baso, Pesantren Studies 2a, Pustaka Afid Jakarta, 2012, hlm. 52

5
3. Bagaimana internalisasi nilai-nilai Akhlaq dalam pembelajaran
Kitab Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku?

C. TujuanPenelitian

1. Untuk mengetahui nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran Kitab


Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren
Raden Paku.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran Kitab
Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren
Raden Paku.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai Akhlaq dalam pembelajaran Kitab
Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren
Raden Paku.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya:
a. Manfaat Teoritis
Menambah caklawala dan khasanah pustaka dalam dunia
pendidikan, terutama terkait pentingnya internalisasi nilai-
nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah.

b. Manfaat Praktis
1) Menambah pengetahuan dan wawasan bagi
peneliti terkait internalisasi nilai-nilai Ahl Al Sunnah Wa Al
Jama’ah Al Nahdiyah.
2) Memberikan informasi bagi masyarakat maupun lembaga
pendidikan terkait nilai-nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah
Al Nahdiyah.
3) Sebagai bahan pemikiran bagi sekolah akan pentingnya

6
nilai-nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah.

E. Penegasan Istilah
1. Internalisasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Internalisasi Secara
bahasa neniliki arti suatu cara, karena menurut dalam bahasa
Indonesia akhiran Isasi mempunyai arti proses. Istilah internalisasi
diartikan sebagai suatu proses menghayati secara mendalam suatu
ajaran, doktrin, maupun nilai-nilai sehingga terbentuklah suatu
keyakinan dan kesadaran akan kebenaran suatu doktrin maupun
nilai-nilai yang diwujudkan dalam perilaku maupun sikap yang
dilakukan melalui suatu bimbingan dan lainnya. 7 Sedangkan
menurut pendapat kartono, internalisasi merupakan pengaturan
kedalam fikiran maupun kedalam kepribadian, pembentukan nilai-
nilai, patokan-patokan ide, atau praktek-praktek dari orang lain
maupun organisasi yang menjadi bagian dari diri seseorang.
Internalisasi merupakan proses penghayatan terhadap nilai-nilai
maupun norma-norma, baik tingkah laku. Nilai-nilai budaya luhur
baik secara langsung maupun tidak langsung guna beradaptasi
dengan suatu keadaan, serta kondisi dan lingkungan sosialnya. 8

Internalisasi merupakan suatu cara untuk menanamkan


suatu nasihat kedalam diri seseorang dengan menjadikan nasihat
yang diterima sebagai bekal untuk melakukan sebuah tindakan
dalam kehidupan nyata. Dengan demikian internalisasi dalam
penelitian ini adalah suatu metode yang dilakukan seorang guru
pada saat pembelajaran untuk untuk mendidik, membimbing dan
memberikan nasihat kepada peserta didik agar dapat mengamalkan
nilai- nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah

7
DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989) hlm. 336.
8
Husnul Habib Sihombing dan Erianjoni,”Internalisasi Nilai-Nilai ASWAJA Pada
Organisasi Gerakan Pemuda Ansor Di Kota Padang”, Jurnal Persepektif Vol.1, No 4, Th. 2018

7
2. Nilai-Nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah

Nilai merupakan keyakinan, keyakinan yang membutuhkan


tempat penyimpanan agar terus bersemayam pada diri seseorang.
Pengertian nilai menurut K. Bertens adalah sesuatu yang memiliki
daya tarik dan menarik untuk kita cari, baik itu sesuatu yang
menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan. Kupper
mendefinisikan nilai adalah sesuatu mempengaruhi manusia dalam
menentukan sebuah pilihan yang menjadi patokan dan bersifat
normatif dalam menentukan pilihannya diantara cara alternatif yang
lain. Jadi nilai merupakan keyakinan yang dijadikan rujukan pada
saat menentukan sebuah pilihan.9
Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah dari sisi bahasa terdiri dari
kata “ahl” yang berarti kelompok atau keluarga. Kata ahl ini
dihubungkan dengan Sunnah berarti mereka yang mengikuti
Sunnah. Sedangkan al jama‟ah para sahabat di zaman Al-khulafaur
Rasyidin dan mayoritas kaum muslimin. Jadi Ahl Al Sunnah Wa Al
Jama’ah adalah suatu golongan mayoritas umat Islam yang
mengikuti ajaran dan amalan sunnah Nabi Muhammad S.A.W dan
para sahabatnya yang sampai sekarang konsisten dalam membela
serta memperjuangkan berlakunya sunnah tersebut di tengah-tengah
kehidupan masyarakat muslim yang ada di bumi nusantara.10
Al Nahdiyah atau Nahdlatul Ulama adalah suatu Jam’iyyah
Al Di’niyyah Al Islamiyyah (organisasi keagamaan umat Islam) yang
didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344H/ 31 Januari
1926 M, berakidah Islam. Menurut faham Ahl Al Sunnah Wa Al
Jama’ah dan menganut salah satu madzhab empat. Hanafi, Maliki,
Syafi‟i, dan Hambali. 11 Jadi nilai-nilai Ahl Al Sunnah Wa Al
Jama’ah Al Nahdiyah adalah sesuatu yang memiliki makna yang

9
Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
hlm. 207-208.
10
Khoirul Anam dan Abdul Alawi dkk, Ensiklopedia Nahdlatul Ulama,Sejarah
11
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU Lajnah Bahtsul Masa‟il 1926-1999,….hlm.16.

8
dilakukan dengan cara mendalami dan menghayati nilai yang
terkandung di dalam suatu paham Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al
Nahdiyah sehingga peserta didik dapat memahami, meyakini serta
mengamalkan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, berbangsa
dan bernegara.
3. Pembelajaran Kitab Kuning
Pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan seorang pendidik dengan peserta didik
dalam situasi tertentu untuk mencpai tujuan suatu tujuan yang telah
ditetapkan. Menurut Sisdiknas No.2 tahun 2003, pembelajaran
adalah proses interaksi yang dilakukan antara pendidik dengan
peserta didik menggunakan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.12 Dalam hal ini pembelajaran kitab kuning dilakukan secara
rumpun di pondok pesantren dengan menggunakan kitab-kitab salaf
karya ulama-ulama :

1. Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang aqidah seperti


kitab Jawa’hirul Al Kala’miyyah.

2. Madhab 4 (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i,


Imam Hambali) Dalam bidang Fiqih seperti kitab Matn
Safi’natuunnaja’h.

3. Imam Al Gozhali dan Junaidi Al Bagdadi dalam bidang


Akhlaq seperti kitab Ta’lim Al Muta’alim

Dalam penelitian ini yang dimaksud pembelajaran kitab


kuning adalah suatu proses yang dilakukan seorang guru dengan
cara mendidik, membimbing serta mengarahkan peserta didik
dengan tujuan untuk menanamkan Islam Aswaja dan membentuk
karakter mereka sesuai di kitab kuning.

12
Nandang Kosasih dan Dede Sumarna, Pembelajaran Kuantum dan Optimalisasi
kecerdasan,(Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 21

9
4. Metode Pembelajaran Kitab Kuning
Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren
Raden Paku menerapkan beberapa metode yang lazimnya
digunakan di pondok-pondok salaf yang mengajarkan kitab
kuning, seperti, metode sorogan, bandongan, wetonan, dan
diskusi. Selain itu jenis metode yang digunakan masih
menggunakan metode klasik yaitu metode sorogan,
bandongan, wetonan, dan halaqoh, dan ada juga metode
diskusi, demonstrasi, dan ada juga metode tanya jawab.

10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Internalisasi
Menurut bahasa, internalisasi berarti penghayatan.
Pemahaman mendalam yang tercermin dalam berprilaku melalui
prosespembinaan, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya. 13
Dengan demikian internalisasi bisa dianggap proses
penanaman tingkah laku pada pribadi seseorang melalui binaan,
bimbingan dan pembiasaan yang akhirnya mampu menjadi
kebiasaan supaya mampu mengendalikan ego, serta mampu
mencerminkannya dalam tingkah laku sesuai dengan standart dan
persepsi yang diinginkan.
Mengacu pada starndart yang diinginkan, internalisasi bisa
juga dianggap hasil dari suatu pembelajaran serta peningkatan
kemampuan dalam melaksanakan progam terukur. Prespektif
psikologis, internalisasi berarti perubahan kepribadian melalui
penggabungan pengetahuan, ide, dan perilaku disekitar seseorang.
Freud meyakini bahwa super ego atau aspek moral kepribadian
bearasal dari penyalinan sikap-sikap orang tua keanak. 14

2. Nilai Internalisasi
Nilai merupakan hal yang abstrak. Ia tidak mempunya bentuk
fisik namun dipercaya keberadaan dan dijunjung tinggi bagi
penganutnya. Nilai memiliki bemacam prespektif, nilai terkait bisa
berkaitan perbandingan pencapaian dengan standart yang diinginkan.
Nilai mempunya pemaknaan yang luas, seringkali nilai bisa
dipahami bermaca-macam, antara lain sebagai berikut:

13
Ibid, 162
14
James Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakart:Raja Grafindo Persada,1993), 256

11
a. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang
diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
kusus pada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun
perilaku.15
b. Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku
yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan
lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagian-
bagiannya. 16
c. Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan.17
d. Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan,
tetapi hanya dapat dialami dan dipahami secara langsung. 18
e. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, bukan benda
konkrit, bukan fakta, bukan hanya persoalan benar salah yang
menurut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang
dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi. 19
Pemaparan diatas memberikan gambaran, bahwa nilai dapat
dipahami sebagai sesuatu yang abstrak, ideal, terukur, sempit, dan
merespon perkembangan pola interaksi manusia, dan mampu
memberikan cirikhas pada prespektif, perasaan, smpai tingkah laku..
menelusuri sebuah nilai memerlukan konsentrasi serius dan
mendalam, dan pengamatan dari para pengamalnya, maka nilai akan
terus mengalami perkembangan dari masa kini, masa lampu dan
masa yang akan datang. nilai sendiri memiliki berbagai maaca
sumber. tergantung komunitas masyrakat sesuai kesepaktan bersama
menerapkna nilai-nilai yang dirasa perlu diterapkan.

3. Nilai-Nilai ASWAJA NU
15
Zakiyah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 2002), 260
16
H.M Arifin, Filsafat ..., 141
17
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung:Alfabeta, 2004), 11
18
Thoba Chatib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yohjakarta: Pustaka Belajar,1996),61
19
Ibid

12
NU secara tegas mengikrarkan berpedoman pada faham ahlu
al sunnah wal Jama‟ah hal ini memberikan corak pada kehidupan
penganutnya. Corak kehidupan penganutnya berazazkan pada
karakter maupun nilai-nilai Aqidah, Syariah dan Akhlaq .
a. Aqidah.
Secara etimologis, akidah berakar dari kata ‘aqada
ya’qidu-‘aqdan- ‘aqidatan. ‘Aqdan berarti simpul, ikatan,
perjanjian, dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi “aqidah”
berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata “ ’aqdan” dan
“aqidah” adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam
hati, bersifat mengikat, dan mengandung perjanjian.
Sedangkan akidah secara syara’ yaitu iman kepada Allah
SWT, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan
kepada Hari Akhir serta kepada Qadha dan Qadar yang baik
maupun yang buruk. Hal ini disebut dengan rukun iman.20
Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kehancuran
dan kesesatan. Karena akidah yang benar merupakan motivator
utama bagi amal yang bermanfaat. Sebab-sebab penyimpangan
dari akidah shahihah yang harus diketahui:
1) Kebodohan terhadap akidah shahihah, karena tidak mau
(enggan) mempelajari dan mendengarkannya, atau karena
kurangnya perhatian terhadapnya, sehingga tumbuh suatu
generasi yang tidak mengenal akidah shahihah dan juga tidak
mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka
meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil
dianggap sebagai yang haq.
2) Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak
atau nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan
mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu
benar Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT yang

20
Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah. Kitab Tauhid. Jakarta: Darul hak, 2010), hal.3

13
Artinya:“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa
yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak),
tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?"
(Q.S. Al-Baqarah: 170).21
3) Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam
masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa
menyelidiki seberapa jauh kebenarannya, sebagaimana yang
terjadi pada golongan-golongan seperti Mu‟tazilah Jahmiyah
dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum
mereka dari para pemimpin yang sesat, sehingga mereka juga
sesat, jauh dari akidah shahihah.
4) Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-
orang shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang
semestinya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang
tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah SWT, baik berupa
mendatangkan kemanfataan maupun menolak kemadharatan,
juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah
SWT dan makhluk-Nya, sehingga sampai pada tingkat
penyembahan Allah SWT. Mereka bertaqarrub kepada
kuburan para wali itu dengan hewan kurban, nadzar, doa,
istighatsah dan meminta pertolongan.
5) Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah SWT
yang terhampar di jagat raya ini yaitu ayat-ayat Al-Qur‟an
yang tertuang di dalam Al-Qur‟an. Di samping itu, juga
terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-
sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia

21
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. (Semarang: Menara Kudus, 1990).
hal. 117

14
semata, sehingga mereka mengagungagungkan manusia serta
menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan
penemuan manusia semata.
6) Enggannya media pendidikan dan media informasi
melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan
tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan
agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali.
Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun
elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak,
atau paling tidak memfokuskan pada hal-hal yang bersifat
materi dan hiburan semata, tidak memperhatikan hal-hal yang
dapat meluruskan moral dan menanamkan akidah serta
menangkis aliran-aliran sesat.
b. Syariat
Kitab Safinah secara umum memuat pengetahuan tentang
agama Islam secara mendasar yang akan menjadi modal bagi
siswa sebagai pengantar untuk mendalami ilmu agama Islam
secara lebih jauh nantinya.
Kitab Safinah memiliki nama lengkap “Safinatun Najah
Fiima Yajibu ‘ala Abdi li Maulah” (perahu keselamatan didalam
mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya). Kitab
ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi sangatlah besar
rmanfaatnya. Di setiap kampung, kota dan negara hampir semua
orang mempelajari dan bahkan menghafalkannya, baik secara
individu maupun kolektif. 22 Penulis kitab Safinah adalah seorang
ulama besar terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Sa’ad
bin Sumair Al-Hadhrami. Beliau adalah seorang ahlifiqh dan
tasawwuf yang bermadzhab Syafi’i.

22
Asy-Syaikh Salim bin Abdullah bin Sumair , Fiqh Ibadah Edisi ke 2 , Terj.KH Ust.
Yahya Abdul Wahid Dahlan Al-Mutamakkin, (Semarang : PT.Karya Toha Putra), hal. 5-6.

15
Kitab ini mencakup pokok-pokok agama yang secara
terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar-dasar
syari’at, bab bersuci, bab sholat, bab zakat, bab puasa dan bab haji
yang ditambahkan oleh para ulama lainnya. Kitab ini menjadi
acuan para ulama dalam memberikan pengetahuan dasar agama
bagi para pemula. Di Hadramaut Yaman, Madinah, Mekkah dan
kota lainnya, para ulama menjadikan kitab ini sebagai tugas
pertama yang harus dipelajari dan dihafal oleh para santri.
Pengaruh pembelajaran kitab Safinah mempunyai tolak ukur
bahwa agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang diinginkan
yang berarti dapat mencapai kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya.
Di dalam belajar ada lima unsur yang dapat membuat
pembelajaran lebih efektif:
1) Kecerdasan, yaitu kemampuan siswa pada umumnya.
2) Kemampuan untuk mengerti pelajaran yaitu kesiapan siswa
untuk belajar suatu pelajaran yang penting.
3) Ketekunan, yaitu sebagian besar hasil dari motivasi murid
untuk belajar.
4) Kesempatan, yaitu sejumlah waktu yang digunakan untuk
belajar.
5) Mutu pembelajaran, pembelajaran yang bermutu tinggi adalah
jika siswa belajar bahan-bahan pelajaran yang disampaikan
secepat kemampuan mereka dantingkat pengetahuan dan
keterampilan yang telah ada sebelumnya.
Dengan demikian, pengaruh pembelajaran kitab Safinah
adalah keadaan yang menunjukkan sejauh mana suatu kegiatan
yang berfokus pada ajaran-ajaran agama Islam, yang
direncanakan atau yang diinginkan dapat terlaksana dengan baik
dan tercapai

16
c. Akhlaq
Nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab Ta’lim
Muta’allim banyak menerangkan tentang adab mencari ilmu, di
dalam kitab Ta’lim Muta’allim belajar atau mengajarkan ilmu
tidak hanya mementingkan proses pentransferan ilmu melainkan
juga penting untuk menjaga akhlak seorang pencari ilmu dalam
mencari ilmu.
1. Akhlak kepada Allah
a. Niat dalam mencari ilmu
‫ إذ النية هى األصل فى جميع األفعال‬،‫ثم البد له من النية فى زمان تعلم العلم‬
‫ إنما األعمال بالنيات‬:‫لقوله عليه السالم‬
Wajib bagi pelajar menata niatnya ketika akan belajar, sebab
niat merupakan pokok dalam segala hal. Rasulullah SAW.
Bersabda: “sesungguhnya sah nya segala amal itu tergantung
niatnya.” (hadis sahih)23
,‫ ثم يﺼير بﺤسن النية من ﺃعمال اﻵﺧرﺓ‬,‫ﻛم من عمل يتﺼوﺭ بﺼوﺭﺓ عمل الدنيا‬
‫وﻛم من عمل يتﺼوﺭ بﺼوﺭﺓ عمل اﻵﺧرﺓ ثم يﺼير من ﺃعمال الدنيا بسوﺀ النية‬
“Banyak sekali amal perbuatan yang tergolong amal
keduniaan, lantaran niat yang baik (ikhlas) maka tergolong
menjadi amal akhirat. Dan banyal sekali amal perbuatan
tergolong amal akhirat ternyata tergolong amal dunia sebab
didasari oleh niat yang buruk.”
b. Tawakkal
Tawakkal berarti “menyerahkan segala perkara, ikhtiar, dan
usaha kepada Allah SWT serta berserahdiri kepada-Nya
untuk mendapat manfaat atau menolak mudarat. Tawakkal
berasal dari kata at-Tawakkul yang dibentuk dari kata

23
Az-Zarnuji, Penerjemah: Muhammadun Thaifuri, Pedoman Belajar Bagi Penuntut
Ilmu, (Surabaya: Menara Surabaya, 2008), h. 15

17
wakala, yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau
mewakilkan urusan kepada orang lain. 24
Tawakkal merupakan pekerjaan hati manusia dan
puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan
sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Syaikh ‘Abd
Al-Salam menjelaskan, “Rezeki tidak akan berkurang
karena keluargaku bertambah. Janganlah engkau risau
dengan perkara yang telah mendapat jaminan Allah. Tetapi,
risaulah engkau dengan sesuatu yang tidak dijamin oleh-
Nya, yaitu keselamatanmu di akhirat.
c. Wara’
Wara’ secara kebahasaan berarrti “saleh dan menjauhkan
diri dari dosa”. Dalam istilah tasawuf, wara’ berarti
“menjauhi atau meninggalkan sesuatu yang di dalamnya
terdapat unsur-unsur syubhat (diragukan halal dan
haramnya)”.25
Wara’ mempunyai tiga tingkatan yaitu tingkat
umum, khusus, dan khusus al-khusus. Wara’ umum adalah
tingkat wara’ yang menjauhi suatu yang subhat, wara’ yang
khusus adalah menjauhi suatu yang halal tetapi hati belum
menerima kehalalannya secara utuh, wara’ khusus alkhusus
adalah tingkat wara’ orang yang arif, yaitu menjauhkan diri
dari tindakan yang bukan mengarah peda penghampiran diri
kepada Allah SWT.
2. Akhlak kepada sesama makhluk
a. Menghormati ilmu
‫علم الينال ْالع ِْلم وال ي ْنت ِف ٌع به االَّ ِبتعْظِ ِيم الع ِْل ِم واهله و تعْظِ ِيم ْاالُسْتا ِذ وت ْوقِي ِْر ِه‬
ْ ‫اِعْلم ِبا َّن طالِب ْال‬

24
Azzumardi Azra, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 2005), h.
114.
25
Nasiruddin, Jalan yang Ditempuh Para Pecinta Allah, (Jogjakarta: Darul Hikmah, 2010)
h. 259.

18
Ketahuilah, sesungguhnya pelajar tidak dapat meraih ilmu
dan memanfaatkan ilmunya kecuali dengan mengagungkan
ilmu dan ahli ilmu serta menghormati dan mengagungkan
gurunya.26
Menurut Az-zarnuji seseorang yang menuntut ilmu
bila ingin mendapatkan ilmu maka harus dengan cara
menghormati ilmu tersebut, dengan cara menghormati
kitabnya, dengan meletakkan kitab di tempat yang lebih
tinggi, tidak menjulurkan kakinya ke arah kitabnya,
meletakkan kitab tafsir di atas kitab-kitab yang lainnya
dengan niat memuliakan, tidak meletakkan sesuatu di atas
kitab, tidak mencoretcoret serta tidak membuat tulisan yang
bisa mengaburkan tulisan kitab kecuali dalam keadaan
terpaksa, hendaknya tidak ada tulisan warna merah di dalam
kitab.
b. Menghormati guru
Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati pada
sang guru. Ali ra berkata: “Aku adalah hamba sahaya bagi
orang yang telah mengajariku walau satu huruf. Terserah
padanya, saya mau dijual, di merdekakan ataupun tetap
menjadi hambanya.27
c. Musyawarah
Dalam menuntut ilmu hendaknya selalu bermusyawarah
dalam segala urusan. Inilah salah satu bentuk karakter yang
harus dimiliki oleh santri agar tidak menyesal terhadap
keputusan yang diambilnya. Ulama’ mengatakan bahwa ada
tiga jenis kelompok orang yang berkaitan dengan
musyawarah. Pertama, orang yang sempurna yaitu orang
yang memiliki pendapat benar dan mau bermusyawarah.

26
Ibid., h. 34.
27
Ibid., h. 34.

19
Kedua, orang yang setengah sempurna yaitu orang yang
memiliki pendapat benar tetapi tidak mau bermusyawarah.
Ketiga, orang yang tidak sempurna yaitu orang yang tidak
mempunyai pendapat tetapi juga tidak mau bermusyawarah.
3. Akhlak kepada diri sendiri
a. Kesungguhan hati
firman Allah dalam Al-Qur’an:

‫َّللا لمع ْال ُم ْﺤ ِسنِين‬


َّ ‫والَّذِين جاهد ُوا فِينا لن ْهدِينَّ ُه ْم سُبُلنا ۚ وإِ َّن‬
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan kami dan Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.28
Dikatakan bahwa: “Barang siapa bersungguh-sungguh
mencapai sesuatu (dengan keseriusan) niscaya akan
mendapatkannya. Dan barang siapa yang mau mengetuk
pintu, pasti dapat masuk sampai dalam
b. Menyantun diri
Seorang pelajar tidak boleh terlalu memaksa diri sendiri dan
membebaninya terlalu berat, karena akan melemahkan
tubuhnya, sehingga tidak mampu melakukan sesuatu. Tetapi
ia harus memperlakukan diri sendiri dengan santun, karena
sikap santun merupakan modal yang besar dalam meraih
segala sesuatu. Rasulullah bersabda, “Ingatlah, bahwa Agama
itu kokoh, maka perhatikanlah dirimu dalam menjalankan
agama dan jangan kau menyakiti dirimu sendiri dalam
beribadah kepada Allah, karena orang yang lemah tidak
mampu melintasi dunia dan tidak mempunyai sarana yang
utuh.”.
c. Kasih sayang

28
Ibid., h. 107

20
Orang yang berilmu hendaknya memiliki rasa kasih sayang,
bersedia memberi nasihat tanpa disertai rasa hasud (dengki),
karena hasud adalah sifat yang membahayakan diri sendiri
dan tidak bermanfaat. Guru kami Syaikhul Islam
Burhanuddin rahimahullah berkata: Para ulama’ banyak yang
berkata bahwa putra guru dapat menjadi seorang yang alim,
karena guru selalu menghendaki muridmuridnya selalu
menjadi ulama’ dalam bidang Al-Qur’an. Lantas karena
berkah, itikad serta kasih sayangnya, maka anaknya menjadi
seorang yang alim.29
4. ASWAJA Sebagai Mata Pelajaran
Sistem pembelajaran terdiri dari beberapa aspek, antara lain:
Kurikulum, guru, metode pembelajaran, sumber belajar, dan evaluasi.
Begitupun juga Aswaja sebagai mata pelajaran, sebagai sebuah mata
pelajaran tentunya ada hal-hal teknis yang berkaitan secara langsung
dengan pelaksaan ASWAJA sebagai mata pelajaran.
a. Guru
Guru adalah tenaga professional dengan tugas pokok mengajar,
meembimbing, mengarahkan, dan mengevaluasi siswa pada jalur
pendidikan formal mulai pendidikan dasr sampai pendidikan
menengah25. Syarat menjadi guru dalam pandangan UU No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen adalah sertifikat pendidik. Sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada
guru dan dosen sebagai tenaga profesional29
Selanjutnya untuk menjadi guru, haruslah menguasi empat
kompetensi yaitu: 30
1) Kompetensi pedagogik disebut juga kemampuan mengajar. adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, yang meliputi

29
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (1)
30
Janawi, Kompetensi Guru Citra Guru Profesional, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal.31

21
perkembangan siswa, gaya belajar, teknik mengajar, sampai
pengemabangan potensi siswa.
2) Kompetensi kepribadian disebut juga role model adalah
kemampuan mencerminkan kepribadian yang mantab dan teguh,
berakhlak mulia, dewasa, arif, berwibawa, mengembangkan diri
secara berkelanjutan, serta menjadi teladan bagi siwa dan
masyarakat. 33 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pasal 1 ayat (1)
3) Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara mendalam,dengan cakupan kurikulum
pembelajaran, dan pemenuhan syarat adminstratif lainnya.
4) Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam berinteraksi dan
berkomunikasi baik dengan murid, teman sejawat, maupun
didalam masyarakat.
b. Peserta Didik
Peserta didik adalah makhluk hisup yang berada dalam masa
perkembangan yang memerlukan bimbingan dan arahan yang sistematis
menuju pengemabngan potensi yang optimal31
Dilhat dari perkembangan desain pembelajaran, peserta didik
bisa sebagai obyek spendidikan maupun subyek pendidikan. Dikatan
obyek mana kala peserta didik dipandang sebagai sasaran
pembelajaran, dan guru cenderung menggunakan pendekatan
teacher center approach dalam pendekatan pembelajaran. Sebaliknya,
peserta didik adalah subyek pendidikan manakala ia dipandang sebagai
makhluk yang aktif dan mempunyai ruang bebas untuk aktif terlibat
dalam proses pembelajaran, dan guru cenderung menggunakan student
center approach dalam pendekatan pembelajarannya.
c. Pembelajaran ASWAJA
Pembelajaran adalah interaksi pendidik dengan peserta didik
yang memanfaatkan sumber belajar yang berada dalam lingkungan

31
M. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991), 144

22
belajar.32 Sehingga inti dari pembelajaran adalah kegiatan yang membuat
siswa belajar, belajar dalam makna yang luas, adalah bertambhakan
informasi, pengetahuan dan pengalaman yang dialami siswa. Adapun
manfaat pembelajaran ASWAJA dalam satuan pelajaran adalah: 33
1) menanamkan nilai-nilai dasar ASWAJA da ke-Nu-an kepada
peserta didik sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan ajaran
Islam.
2) Memantapkan secara mapan pengetahuan dan keyakinan
peserta didik sebagai pedoman dan pola pikir (manhaj) dalam
mengamalkan ajaran Islam
3) Merekonstruksi faham yang dimilik peserta didik agar mampu
menanggapi fenomena yang ada dengan berpedoman pada faham aswaja
an nahdliyah.
5. Kurikulum Pelajaran ASWAJA
1) Tujuan Kurikulum Pembelajaran ASWAJA
Kurikulum ASWAJA dan ke NU-an bertujuan untuk
melestarikan dan merekonstruksi nilai-nilai ASWAJA secara utuh
kepada peserta didik, dengan tujuan membentuk generasi 37 UU No. 20
Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Agamanis yang mampu menanggapi
tantangan-tangan kehidupan mendatang yang berlandasakan agaman
Islam dan menjunjung tinggi rasa kemanusiaan34
2) Materi Pembelajaran ASWAJA
Cakupan materi pembelajaran ASWAJA dan Ke NU an
diberikan secara bertahap, meliputi:
a) Paham Ahlussunnah wal Jamaah
b) Firqah-firqah dan sumber hukum Islam
c) Sunnah dan Bid‟ah
d) Madzhab dalam Islam, Ijtihad, dan Taqlid
32
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
33
Pengurus Lembaga LP Ma;arif NU Pusat, Standart Pendidikan Ma‟arif NU,
(Jakarta:2014,)20
34
Ibid

23
e) Sejarah Perkembangan Islam Indonesia
f) Pondok Pesantren sebagai pusat penyebaran Islam dan
perannya dalam pembangunan masyarakat Islam di Indonesia.
g) Qoidah fiqhiyah, pemikiran dan amaliyah Nahdlatul Ulama
h) Mabadi Khaira Ummah
i) Amaliyah, Syakhsiyah, dan Ukhuwah Nahdliyah
j) Kepemimpinan dalam Nahdlatul Ulama
k) Khittah perjuangan Nahdlatul Ulama
l) Kiprah Nahdlatul Ulama dalam kehidupan Masyarakat
beragama, bernegara, dan berbangsa.bentuk dan sistem
keorganisasian Nahdlatul Ulama
6. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara guru dalam menyampaikan
substansi materi ajar kepada peserta didik guna mencapai tujuan
pembelajaran. 35 Menguasai metode pembelajaran adalah syarat wajib
seorang guru. Guru akan memilih metode apa yang cocok guna
mencapai tujuan pembelajaran.
7. Sumber belajar
Sumber belajar diartikan segala sesuatu yang mengandung
informasi dapat digunakan oleh orang lain untuk belajar, baik yang
spesifik dirancang, maupun yang tersedia dalam lingkunganuntuk proses
perubahan tingkah laku. 36
Dalam pembelajaran ASWAJA yang isa dijadikan sebagai
sumber belajar antara lain: buku paket dan LKS ASWAJA dan ke NU
an, kitab-kitab salaf, lingkungan, Kyai, Pengurus NU, dan Internet.

35
Abdul Madjid. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2012), 119

36
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2007),170

24
8. Evaluasi Pembelajaran
Fungsi evaluasi dalam pendidikan adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi seberapa sukss hasil pembelajaran, yang
kemudian digunakan sebagai acuan dalam menyusun progam
pembelajaran kedepannya37
Evaluasi pembelajaran bukan hanya bermanfaat bagi guru namun
unuk siswa juga. Bagi guru evaluasi pembelajara digunakan sebagai
masuka sejauh mana materi yang ia sampaikan diterima oleh siswa dan
mendesain bagaimana desain pembelajaran selanjutnya dilakukan. Bagi
siswa, evaluasi pembelajaran berguna untuk mengetahui sejauh mana ia
memahami isi materi dan bahankoreksi untuk meningkatan pemahaman
mengenai isi materi yang akan datang.

B. Penelitian Terdahulu
Sejauh yang peneliti ketahui, selama ini belum ditemukan
penelitian yang mengulas khusus internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai
aswaja annahdliyah pada santri pondok pesantren Subulus salam & pon
pes Raden paku . Adapun hasil penelitian terdahulu yang memiliki
relevansi secara langsung dengan penelitian ini di antaranya:
Titik Sunarti Widyaningsih, dkk., Internalisasi dan Aktualisasi
Nilai-Nilai Karakter pada Siswa SMP dalam Perspektif Fenomenologis
(Studi Kasus di SMP 2 Bantul), Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi. Penelitian ini mengidentifikasi nilai-nilai karakter
yang di fasilitasi sekolah untuk di internalisasi dalam diri siswa dan
mendiskripsikan proses internalisasi serta aktualisasinya dalam perilaku
siswa sehari hari. Penelitian ini mengulas terkait nilai karakter secara
umum yang diprogramkan pemerintah yakni ada 18 karakter.38

37
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan
Inovasi, (Yogyakarta: Teras, 2009),104
38
Titik Sunarti Widyaningsih, dkk., Internalisasi dan Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter
pada Siswa SMP dalam Perspektif Fenomenologis (Studi Kasus di SMP 2 Bantul), Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol.2, No.2 (2014), 181.

25
Khoidul Khoir, Internalisasi Nilai-Nilai Aswaja Al-Nahdliyah
Dalam Praktek Ideologi Kebangsaan Di Kalangan Pemuda Sampang,
Tesis, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya. Penelitian ini mencari dinamika pemikiran aswaja an
nahdliyah dan mengungkap bentuk penyampaian pemikirannya aswaja
kepada kalangan pemuda di Kabupaten Sampang. 39
Dewi Sutrisna, Aktualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Dalam Kurikulum 2013 (Studi Kasus Pada Madrasah Aliyah Negeri 4
Jakarta), Tesis, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa Madrasah
Aliyah Negeri 4 Jakarta telah mengimplementasikan delapan belas nilai-
nilai pendidikan karakter dengan baik. 40
Untuk mengetahui perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti
dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No Judul Perbedaan Persamaan


1, Titik Sunarti 1. Metode yang Sama sama
Widyaningsih, dkk. digunakan mengkaji tentang
Internalisasi dan pendekatan internalisasi dan
Aktualisasi fenomenologis aktualisasi
Nilai-Nilai Karakter pada 2. Karakter yang
Siswa SMP dalam teliti terkait dengan
Perspektif Fenomenologis 18 karakter yang di
(Studi Kasus di SMP 2 canangkan
Bantul). pemerintah
Jurnal Pembangunan sedangkan
Pendidikan: Fondasi dan penelitian ini
Aplikasi. tentang nilai aswaja
3. Tempat penelitian

2. Khoidul Hoir 1. Metode penelitian Sama sama


Internalisasi Nilai-Nilai yang digunakan mengkaji tentang
Aswaja Al-Nahdliyah 2. Tempat penelitian nilainilai aswaja
Dalam Praktek Ideologi 3. Fokus penelitian
39
Khoidul Hoir, “Internalisasi Nilai-Nilai Aswaja Al-Nahdliyah Dalam Praktek Ideologi
Kebangsaan Di Kalangan Pemuda Sampang” (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019), 1-15.
40

26
Kebangsaan Di Kalangan yang hanya pada
Pemuda Sampang ideologi kebangsaan
Tesis, UIN Sunan Ampel sedangkan
Surabaya penelitian ini terkait
tentang nilai-nilai
aswaja secara
keseluruhan

3. Dewi Sutrisna, 1. Metode yang Sama-sama


Aktualisasi nilai-nilai digunakan mengkajikan
pendidikan karakter dalam 2. Tempat penelitian tentang nilai-nilai
kurikulum 2013 (studi pendidikan karakter
kasus pada madrasah
aliyah negeri 4 Jakarta),
Tesis,
UIN Syarif Nidayatullah
Jakarta

Beberapa penelitian terdahulu yang diuraikan di atas semakin


menguatkan tesis peneliti, bahwa penelitian tentang internalisasi dan
aktualisasi nilai-nilai aswaja an-nahdliyah pada santri pon pes Subulus
salam dan pon pes Raden paku perlu diteliti dan dikaji secara mendalam.
Meskipun secara khusus
penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas tidak fokus
mengkaji tentang internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai aswaja an-
nahdliyah pada santri pon pes Subulus salam dan pon pes Raden paku,
namun tetap secara substansi dalam beberapa data akan peneliti
manfaatkan untuk pengembangan data serta rujukan dari penelitian ini.
Berdasar pada kajian terdahulu peneliti dapat memberikan
simpulan, bahwa masih belum ada penelitian yang mengkaji tentang
internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai aswaja an-nahdliyah khususnya
pada santri ponpes Subululs salam dan ponpes Raden paku . Hal itu yang
menjadi alasan serta pembeda dalam penelitian ini dengan sebelumnya.
Dimana penelitian sebelumnya hanya membahas nilai karakter secara
umum sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menganalisis secara
mendalam terkait nilai-nilai aswaja an-nahdliyah yang terinternalisasi

27
dan teraktualisasi pada santri pon pes Subulus salam dan pon pes Raden
paku.

C. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan dasar pijakan untuk
mencermati hakikat fenomena atau gejala alam semesta, yang dapat
dipandang sebagai realitas tunggal, dan dapat pula dipandang sebagai
realitas ganda (jamak). Pandangan pertama mengembangkan pola pikir
positivistik yang melahirkan paradigma ilmiah yang lazim diikuti oleh
penelitian kuantitatif. Sedangkan pandangan kedua mengembangkan
pola pikir fenomena logis dan melahirkan paradigma alamiah, yang
lazim diikuti oleh penelitian kualitatif. 41
Paradigma penelitian ini adalah Pembelajaran Kitab Kuning di
lembaga pendidikan formal sebagai suatu cara untuk menjaga dan
menumbuhkan keseimbangan antara pembelajaran formal dan
pembelajaran non formal yang biasanya hanya ada di pondok pesantren,
sedangkan dewasa ini pondok pesantren yang salah satu di dalamnya
terdapat pembelajaran kitab kuning ini cenderung sepi pelajar karena
mereka yang terlalu disibukkan dengan pelajaran-pelajaran formal. Jadi
selain mengedepankan pembelajaran formal juga mengedepankan
pendidikan non formal yang memang sebaiknya tidak boleh ditinggalkan
karena setiap pelajaran pasti mengandung makna yang berbeda-beda
yang mampu membawa siswa menjadi pribadi yang lebih baik, sehingga
pada saat siswa sudah tidak belajar di sekolah tersebut mereka
mendapatkan dua ilmu sekaligus, serta diharapkan mampu menjadi
generasi penerus yang menguasai berbagai bidang ilmu salah satunya
kitab kuning ini.
Paradigma penelitian sangat berguna bagi seorang peneliti untuk
melakukan penelitian. Apalagi dalam suatu penelitian kualitatif

41
Ulvanurmalasari.blogspot.com, diakses tanggal 1 September 2017, jam 11:25 Am.

28
mengkaji gejala sosial atau fenomena yang memang terjadi pada suatu
kenyataan yang ada. Oleh karena itulah peneliti ingin menghubungkan
antara teori yang ada dalam Pembelajaran Kitab Kuning dengan
kenyataan yang ada terkhusus di Pondok Pesantren Subulussalam dan
Pondok pesantren Raden Paku.

29
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi multi situs.
Sebuah penelitian yang mengkaji fenomena atau peristiwa yang
terjadi, yang kemudian dijadikan objek penelitian. Menurut Robert
K. Yin, penelitian studi multi situs adalah suatu penyelidikan empiris
yang mengkaji fenomena dalam konteks kehidupan nyata, dimana
batas-batas antara fenomena dan konteks yang tidak tampak secara
tegas dan menggunakan berbagai sumber sebagai bukti. 42
Objek dalam studi multi situs dapat berupa manusia,
peristiwa, dan dokumen. Kemudian, objek tersebut ditelaah secara
mendalam sebagai suatu totalitas, sesuai dengan konteks masing-
masing dengan tujuan untuk memahami berbagai kaitan yang ada di
antara variabel-variabelnya. 43 Tujuan penelitian kasus ini adalah
untuk mempelajari secara instensif tentang latar belakang keadaan
dan interaksi lingkungan suatu unit sosial.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif.
Menurut Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain. secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dahn dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.41
Sementara Mulyana mendeskripsikan penelitian kualitatif
sebagai penelitian dengan menggunakan metode ilmiah untuk
mengungkapkan suatu fenomena dengan cara mendeskripsikan data

42
Robert. K. Yin, Case Study Research: Design and Methods (Newbury Park CA:
Sage, 1984), 18
43
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang:
Kalimasahada Press, 1996), 57

30
dan fakta melalui kata-kata secara menyeluruh terhadap subjek
penelitian. 44 Menurut Bogdan dan Biklen penelitian kualitatif
diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis, lisan, dan perilaku dari orang-
45
orang yang diamati. Sedangkan ciri-ciri khusus penelitian
kualitatif adalah:
1. Mempunyai latar alami (the natural setting) sebagai sumber data
langsung, dan peneliti merupakan instrumen kunci (key
instrument);
2. Bersifat deskriptif, yaitu memaparkan situasi tertentu dan
pandangan tentang dunia secara deskriptif;
3. Lebih memperhatikan proses dari pada hasil/produk;
4. Cenderung menganalisis data secara induktif; dan
5. Makna merupakan hal yang esensial.

B. Kehadiran Penelitian
Dalam penelitian model ini, peneliti bertindak sebagai key
instrument (instrumen kunci). Dalam arti, bahwa peneliti harus
mampu menangkap makna dengan cara berinteraksi dengan berbagai
nilai yang melingkupi objek penelitian. Metode ini tidak bisa
dilakukan melalui penyebaran kuesioner atau alat pengumpul data
lainnya. 46 Oleh karena itu, peneliti bertindak sebagai instrumen
sekaligus pengumpul data. Instrumen di luar manusia (peneliti) dapat
pula digunakan, namun hanya berfungsi sebagai pendukung dan alat
bantu dalam menghimpun data.
Kehadiran peneliti sebagai instrumen kunci dikarenakan

44
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), 151
45
Bognan. R.C dan Biklen, S.K., Qualitative Research for Education, an Introduction to
Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon Inc, 1992), 29-32
46
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), 103.

31
model penelitian ini pada awalnya belum memiliki bentuk yang
jelas. Mengutip pendapat Nasution yang mengatakan bahwa dalam
penelitian kualitatif manusia merupakan satu satunya pilihan yang
tepat untuk difungsikan sebagai instrumen utama, karena memiliki
“daya sesuai” yang memadai untuk memperoleh informasi.
Selain itu, manusia memiliki kelebihan untuk menilai
keadaan, lalu dengan luwes dapat mengambil keputusan.Dengan
demikian, kehadiran peneliti di lokasi mutlak diperlukan. 47
Menurut Moleong dalam penelitian kualitatif, peneliti
bertindak sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data,
penganalisis data, dan sekaligus melaporkan hasil penelitian.48
Dengan demikian, peneliti berusaha menghindari penilaian subjektif
dan berusaha menjaga situasi dan proses sosial tetap berjalan secara
alamiah. Peneliti juga berusaha menghindari intervensi dengan tetap
menjaga hubungan yang harmonis dalam berkomunikasi dan berbaur
dengan mereka (para informan), sehingga penelitian ini dapat
berjalan lancar sesuai harapan, dan data yang diperoleh dapat
terjamin keabsahannya.

B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah
dimana penelitian tersebut dilakukan. Adapun penelitian yang sudah
dilakukan oleh peneliti yakni wilayah Kota Trenggalek dan
Kecamatan Gandusari. Peneliti mengambil tempat penelitian disini
karena lokasi ini sesuai dengan studi multi situs. Waktu penelitian
yang dilakukan pada penelitian ini yakni terhitung tanggal 10
Februari 2021 sampai 23 Mei 2021.

47
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), 17.
48
Ibid, 102

32
C. Sumber Data
Jenis data yang diperoleh dapat berupa kata-kata dan
perilaku, selebihnya merupakan data tambahan, seperti dokumen dan
lain-lain. Kata-kata dan perilaku orang-orang yang diamati,
diwawancarai dan didokumentasikan merupakan sumber data utama
dan dicatat melalui catatan tertulis, rekaman audio, pengambilan foto
dan lain-lain. 49
Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan
tehnik purposive sampling, di mana penunjukan atas beberapa orang
sebagai informan, selain untuk kepentingan kelengkapan suatu data
dan akurasi informasi, juga dimaksudkan untuk mengadakan cross
check terhadap informasi yang diperoleh. Penentuan informan dalam
penelitian ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1. Subyek yang mempunyai tingkat pengetahuan dan pemahaman
terhadap informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini;
2. Subyek yang mempunyai waktu untuk memberikan informasi
kepada peneliti; dan
3. Subyek yang tidak mengemas informasi, tetapi relatif
memberikan informasi yang sebenarnya.
Dalam proses pencarian data, berjalan dan bergulir dari satu
informan ke informan yang lain dengan mengikuti prinsip bola salju
(snowball sampling) dan akan berakhir jika informasi yang
dibutuhkan sudah diperoleh secara utuh dan mendalam.

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan fenomena-fenomena yang diteliti secara

49
Ibid, 112

33
sistematik.50Metode ini digunakan untuk penelitian yang
bercirikan interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan
objek yang diteliti. Dalam hal ini peneliti berusaha berbaur
dalam kehidupan masyarakat dan situasi sosial setempat.
Peneliti berinteraksi dan berkomunikasi menggunakan bahasa
mereka, bergurau dan menyatu dengan mereka serta terlibat
dalam apa yang mereka alami. 51
Metode ini digunakan untuk membantu peneliti
mendapatkan data mengenai pembelajaran Kitab uning dalam
membentuk perilaku sosial dan keagamaan peserta didik di
lembaga pendidikan yang menjadi objek dalam penelitian ini.
2. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua
orang atau lebih dengan pola tanya jawab. Biasanya pertanyaan
diajukan oleh peneliti kepada informan.52 Metode ini dilakukan
untuk memperoleh data langsung dari informan yang telah
ditentukan sebelumnya, terkait dengan internalisasi
pembelajaran Kitab kuning, mulai dari perencanaan,
internalisasi serta dampaknya dalam membentuk perilaku sosial
dan keagamaan peserta didik di lembaga pendidikan yang
menjadi objek dalam penelitian ini.
Pedoman yang digunakan adalah wawancara terstruktur,
yakni memuat poin-poin yang akan ditanyakan. 53
pengumpulan data yang berfungsi sebagai panduan selama
wawancara berlangsung, sehingga wawancara dapat berjalan
lancar dan memperoleh data yang lengkap sesuai yang

50
Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004), 82
51
Biklen, Qualitative Research for Education.., 31
52
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002),
130.
53
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006), 22 Pedoman wawancara merupakan bagian instrumen

34
diinginkan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang telah
diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Data berbentuk
dokumentasi ini biasanya disebut dengan sumber data non-
manusia. Jenis data ini sudah tersedia, peneliti tinggal
memanfaatkannya. 54 Metode ini digunakan untuk memeperoleh
data atau bukti yang bersifat dokumentasi, terkait dengan
perencanaan pembelajaran Aswaja.
Ketiga metode di atas, akan digunakan secara simultan untuk
saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Selain itu, proses
pengumpulan data dengan ketiga metode ini akan dilakukan secara
terus menerus hingga data yang diperlukan dianggap cukup.

E. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur data
secara sistematis, baik data yang berbentuk transkrip, wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun oleh
peneliti. Analisis data dilakukan dengan cara menelaah, menata,
membagi dan menjadikan satuan-satuan yang dapat dikelola,
membuat sintesis, mencari pola, menemukan apa yang bermakna,
dan apa yang akan dilaporkan secara sistematis. Data terdiri dari
diskripsi-diskripsi yang rinci mengenai situasi, peristiwa, subjek,
interaksi dan perilaku.
Penelitian ini menggunakan analisis data interaktif dengan
empat komponen yang saling berkaitan, yaitu: pengumpulan data,
penyederhanaan data, pemaparan data, serta penarikan dan
pengajuan kesimpulan. 55 Langkah-langkah tersebut secara rinci akan

54
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: Yayasan
Asih Asah Asuh, 1990), 81
55
M.B. Miles dan A.M. Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Tim Rosdakarya,

35
diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan
data yang berkaitan dengan hal-hal berikut:
1) Perencanaan pembelajaran kitab kuning yang telah dirancang oleh
kedua lembaga pendidikan yang menjadi objek penelitian.
2) Internalisasi pembalajaran Kitab kuning, baik dari metode,
media,dan praktek pembelajaran yang dilakukan oleh pihak
Pesantren, atau guru mata pelajaran Kitab kuning.
3) Dampak pembelajaran Kitab kuning terhadap pembentukan
perilaku sosial dan keagamaan peserta didik.
b. Proses penyederhanaan data. Proses ini merupakan proses
pemilihan, pemusatan perhatian, dan transformasi data.
Penyederhanaan dapat dilakukan dengan membuat ringkasan dan
mengembangkan sistem pengkodean guna mempermudah proses
pendataan.
c. Pemaparan data. Penyajian data dalam penelitian ini
menguraikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan. Hal
ini dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data-data
yang sudah diperoleh, kemudian disusun secara sistematis dari
bentuk informasi yang kompleks menjadi sederhana dan efektif
serta mudah dipahami.Penarikan dan pengajuan kesimpulan. Pada
tahap ini peneliti diharapkan mampu menggambarkan seluruh
hasil penelitian dan seluruh data yang ada, sehingga dapat
mengambil kesimpulan yang tepat.

F. Pengecekan Keabsahan Data


Moleong menyebutkan ada empat kriteria dalam
pengecekan keabsahan temuan data, yaitu:56

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), 3.


56
Moleong, Metode Penelitian.., 326.

36
a. Kredibilitas
Kegiatan kredibilitas terdiri dari:
a) memperpanjang waktu observasi di lapangan,
b) ketekunan pengamatan yang dilakukan terus menerus
untuk memahami gejala lebih mendalam, sehingga
mengetahui aspek yang penting, fokus dan relevansinya
dengan topik penelitian,
c) melakukan trianggulasi, yaitu teknik pemeriksaan data
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan
pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap
data yang ada.
b. Transferabilitas
Transferabilitas berfungsi untuk menguji sejauh mana hasil
penelitian dapat ditransfer ke dalam konteks lain. Dengan teknik ini
peneliti akan melaporkan penelitian dengan teliti dan cermat dengan
menggambarkan konteks penelitian yang mengacu pada fokus
penelitian.
c. Dependabilitas
Dependabilitas merupakan kriteria penilaian apakah proses
penelitian bermutu atau tidak. Cara yang ditempuh adalah dengan
dilaksanakannya audit dependabilitas oleh auditor independen.
Biasanya dilakukan oleh dosen pembimbing guna mengkaji kegiatan
yang dilakukan oleh peneliti.
d. Konfirmabilitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang
dilakukan dengan cara mengecek data, informasi dan interpretasi
hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan
audit (audit trail). Dalam pelacakan audit peneliti menyediakan
bahan-bahan yang diperlukan terkait dengan topik penelitian.
Pendekatan konfirmabilitas lebih menekankan kepada

37
karakteristik data yang menyangkut kegiatan pihak-pihak terkait
dalam mewujudkan data yang mengarah pada topik penelitian.
Upaya ini bertujuan untuk mendapatkan kepastian bahwa data yang
diperoleh benar-benar objektif, bermakna, dapat dipercaya, faktual
dan pasti.

G. Tahap-tahap Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap penelitian
yaitu: Tahap pralapangan, Tahap Pekerjaan Lapangan, Tahap
Analisis Data. Adapun uraian ringkas dari tahap-tahap tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan

a. Menyusun rancangan penelitian

b. Memilih lapangan penelitian

c. Mengurus perijinan

d. Menjajaki serta menilai keadaan lapangan.

e. Memilih dan memanfaatkan informan.

f. Memperhatikan persoalan etika penelitian

2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri.

b. Memasuki lapangan dan observasi

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data

3. Tahap Analisis Data

Peneliti melakukan analisis terhadap data yang telah


diperoleh dengan tehnik analisis yang telah peneliti uraikan di
atas, kemudian menelaahnya, membagi, dan menemukan
makna dari apa yang telah diteliti. Untuk selanjutnya, hasil

38
penelitian dilaporkan dan disusun secara sistematis menjadi
laporan penelitian.
Pada bagian awal tesis ini meliputi: halaman judul, halaman
pernyataan keaslian, halaman pengesahan, halaman nota dinas
pembimbing, halaman moto, halaman pesembahan, halaman
abstrak, kata pengantar, daftar isi, dan daftar lampiran.
Pada bagian kedua disajikan dalam bentuk bab I sampai bab
V berisi pokok-pokok permasalahan tesis yaitu:
BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari konteks penelitian,
fokus dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian dan penegasan istilah.
BAB II Kajian Teori, yaitu yang dipaparkan tentang teori-
teori yang berkaitan dengan Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al
Nahdiyah, nilai-nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah
dan penjelasan mengenai pembelajaran Kitab kuning. Serta berisi
tentang penelitian terdahulu dan paradigma penelitian
BAB III Metode Penelitian meliputi: Rancangan penelitian,
kehadiran peneliti, lokasi penelitian.sumber data, teknik
pengumpulan data, analisa data, pengecekan keabsahan temuan,
tahap-tahap penelitian.
BAB IV Paparan Hasil Penelitian adalah paparan data,
temuan penelitian yang disajikan dalam topik sesuai dengan
pertanyaan-pertanyaan penelitian dan hasil analisis data.
BAB V Pembahasan,merupakan pembahasan dari penelitian
BAB VI Penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan
saran-saran yang merupakan rangkaian kegiatan dari keseluruhan
hasil penelitian secara singkat.
Dan bagian akhir berisi tentang daftar pustaka, lampiran-
lampiran yang mendukung dan daftar riwayat hidup.

39
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data
1. Paparan Data di Pondok Pesantren Subulussalam
Situs pertama adalah Pondok Pesantren Subulussalam.
Setelah melakukan penggalian data dengan cara wawancara
mendalam, observasi pasif dan dokumentasi, pemaparan hasil
penggalian data pada situs ini adalah sebagai berikut:
a. Internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran kitab
kuning
Internalisasi nilai-nilai aqidah mempunyai landasan yang
kokoh, baik normatif religius maupun kontitusional. Hal
tersebut tidak bisa terlepas dari peran para penggerak
kehidupan keagamaan di pesantren.
Pondok pesantren Subulussalam adalah salah satu
lembaga pendidikan di Desa Melis Kecamatan Gandusari
Kabupaten Trenggalek. Awal sejarah pondok pesantren
Subulus Salam ini adalah dimulai dengan sebuah musholla
kecil yang didirikan oleh Mbah Musahir, salah seorang tokoh
yang ada di Desa Melis khususnya Dusun Gebang. Beliau
memiliki 9 anak, 6 laki-laki dan 3 perempuan. Atas
keprihatinan itu Mbah Musahir menyuruh semua putranya,
terutama yang laki-laki untuk mondok. Dua diantara putra
beliau, yakni Mbah Imam makhali dan Mbah Arifin yang baru
pulang dari pondok yang di ikuti oleh beberapa teman beliau
yang selanjutnya menjadi santri beliau juga, berinisiatif untuk
mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam.
Adapun visi dan misi dari pondok pesantren ini sendiri
yakni untuk membentuk suatu generasi yang benar-benar
mengerti tentang Islam secara menyeluruh (kaffah) dan
mengamalkan ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat.

40
Sedangkan maksud dan tujuan Pondok Pesantren Subulus
Salam adalah:
1) Membina masyarakat dan bangsa dalam meningkatkan dan
mempertinggi kecerdasan dan ilmu pengetahuan,
kebudayaan dan berbakti kepada agama, bangsa dan
negara.
2) Membimbing umat manusia beriman, beramal, bertaqwa
kepada Allah SWT.
Nilai-nilai Aswaja yang berusaha diinternaslisasikan
kedalam diri peserta didik adalah nilai nilai tawassuth, I’tidal,
tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar. Nilai-nilai
tersebut juga bisa dikatan sebagai pilar ajaran Islam. Sebagai
lembaga yang berhaluan ahlusunnah wal jamaa’ah, tentunya
pondok pesantren ini mempunyai beberapa strategi atau upaya
dalam rangka mencapai misi lembaga.
Metode untuk menginternalisasikan nilai-nilai aswaja
dalam pembelajaran adalah melalui tiga hal yaitu, pertama
power strategi, yakni dengan cara menggunakan kekuasaan
atau people’s power. Dalam hal ini peran pemimpim atau Kyai
dengan segala kekuasaannya sangat doamin dalam melakukan
perubahan. Selain dari pengasuh, peran dewan asatidz,
pengurus juga mempunyai peran penting. Yang kedua,
Persuasif strategi dijalankan lewat pembiasaan, keteladanan,
dan pendekatan persuasif. Dan yang ke tiga yaitu normative
re-educative atau pendidikan yang berulang, yaitu suatu
strategi yang memberikan pemahaman atau alasan yang baik
bahwa apa yang dilakukannya ini merupakan suatu kewajiban
yang harus dilakukan dan juga merupakan sebuah tuntutan dan
juga menekankan bagaimana santri dapat memahami dengan
baik dan benar.
Internalisasi nilai akidah dalam pembelajaran kitab

41
kuning sendiri apabila dilihat dari proses internalisasi
memiliki beberapa poin yaitu melalui pengkajian kitab
aqidatul awam. Selama proses pengajian kitab tersebut ustadz
atau uztadzah menerangkan serta menjelaskan kajian atau isi
dari kitab tersebut dengan menghubungkan nilai-nilai yang
ada dengan keaswajaan. Sehingga akan timbul nilai akidah
yang kuat dengan dasar ahli sunnah wal jamaah. Tidak cukup
dari situ proses internalisasi akidah juga berasal dari proses
sholat berjamaah yang ada pada lingkungan pondok pesantren.
Hal ini berdasarkan dari penuturan Ustadh Irsyadul Muttaqin
sebagai berikut:
“Jadi, untuk metodenya itu hampir sama dengan
pesantren umumnya ya untuk pengajiannya disini kan dibagi
dua, pengajian umum dan diniyah. Untuk pengajian umum
biasanya dengan kiai-kiai sepuh ya cuma jadi penyimak,
mendengarkan, memaknai, tidak ada interaksi aktif dari
pesertanya. Namun, beda ketika nanti untuk ke diniyah
biasanya ustadz-ustadznya sebagian mennjelaskan dulu baru
kemudian nanti ada sesi tanya jawab”
b. Internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran kitab
kuning
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap salah satu
ustadz yang mengajar kitab Safinah di ponpes Subulussalam
terkait pemaparan proses internalisasi nilai-nilai Syariah dalam
pembelajaran kitab kuning. Uztadh Irsyadul Muttaqin selaku
kepala madrasah memaparkan bahwa:
“Para santri aktif mengikuti bahtsul masail tingkat FMPP Jawa
Madura. Berangkat dari situ santri bisa lebih memahami
mengenai syariah-syariah Islam yang lebih mendalam. Selain
itu proses pemahaman juga berasal dari pemahaman santri
mengikuti berbagai proses kegiatan yang berada di pondok
pesantren”
proses internalisasi nilai- nilai Syariah dilaksanakan melalui
proses:
1) Bandongan dan sorogan metode ini merupakan metode
yang sering diterapkan dalam penggalian ilmu dipesantren.

42
Bandongan ini berarti memperhatikan/menyimak dengan
seksama, atau dalam istilah lain menyebutkan bahwa
bandongan ini berarti berbondong-bondong. Metode
bandongan ini berarti metode pengkajian kitab dengan
menyimak makna yang dibacakan kyai dalam suatu majelis
yang relative cukup besar. Kemudian biasanya setelah
mengikuti ngaji bandongan ini untuk memperoleh
pemahaman yang lebih terkait dengan Syariah maka sangat
perlu untuk mengikuti kegiatan sorogan, kegiatan sorogan
ini berarti menyodorkan pemahaman yang diperoleh santri
dari ngaji bandongan yang diikuti untuk memperoleh
kebenaran dan pemahaman lebih mendalam secara individu
dari guru. Saat proses sorogan santri harus bisa membaca,
memaknai, murotti dan memahami kitab secara kontekstual
dengan ilmu nahwu dan shorof, jadi santri tidak menerima
dan menggunakan kitab sebagai dasar penentuan Syariah
secara mentah-mentah tapi pemahaman diperoleh dari
proses berfikir secara mendalam. Setelah santri
mendapatkan pemahaman yang mendalam dari proses
bandongan dan sorogan maka proses selanjutnya adalah
santri harus mengasah kemampuannya melalui proses
syawir atau diskusi, belajar bersama, dari proses ini santri
akan mengetahui berbagai pendapat para ulama untuk
menyelesaikan suatu masalah dalam masalah Syariah yang
ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan setelah itu santri
diwajibkan untuk mempraktikkan ilmu syariah yang
diperoleh dengan adanya kegiatan praktik ibadah yang
diadakan seminggu sekali, selain itu santri diwajibkan
untuk menerapkan pengetahuan syariahnya tersebut dalam
kehidupan sehari-hari melalui pembiasaan-pembiasaan
yang tercantum dalam aturan pesantren.

43
2) Pengajian kitab klasik dan pengajian al-qur’an, pengajian
ini dilakukan setiap hari dan dalam sehari kegiatan ini
dilakukan tidak hanya satu kali, pengajian kitab klasik dan
pengajian al-qur’an di pesantren merupakan kegiatan wajib
yang harus diikuti utamanya santri Subulus Salam,
pengajian kitab klasik dan pengajian alqur’an ini sangat
penting dilaksanakan sebagai upaya dalam memberikan
bekal kepada para santri untuk menjalani kehidupan
bermasyarakat ketika mereka pulang nantinya. Hal ini
sesuai dengan ungkapan Uztadh Mashudi S.Pd. yang
menyatakan bahwa :
“sebagai rujukan utama dalam ubudiyah, amaliyah dan
ilahiyah yang mencangkup berbagai aspek yang penting
dalam Islam”
Selain mengaji santri juga diwajibkan menghafalkan
bacaan yasin dan tahlil agar sewaktu mereka sudah pulang
di rumah, mereka mampu menjadi santri yang selalu siap
diri jika sewaktu-waktu dimintai untuk mengimami jamaah
yasin dan tahlil di lingkungan rumah.
3) Kukuh dalam pendirian dan tegas, dari poin satu dan dua
maka diharapkan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai
Syariah adalah kukuh dalam pendirian karena santri sudah
punyak banyak bekal ilmu Syariah dengan berbagai
pengetahuan tentang perbedaan pendapat para ulama dan
dengan pemahaman mendalam kitab yang dikaji, maka
dalam menghadapi suatu permasalahan santri dapat
menyatakan pendapat dan penyelesaian masalahnya dengan
kukuh dan tegas. Sehingga tidak mudah terpengaruh oleh
situasi dan kondisi yang sedang terjadi, istilahnya tidak
mudah ikut-ikutaan, jadi mereka paraa santri punya solusi
sendiri atas permasalahan yang ada dengan tidak mudah
terpengaruh dan tidak mudah menyalahkan orang lain

44
dalam hal Syariah.
c. Internalisasi nilai-nilai Akhlak dalam pembelajaran kitab
kuning
Mengutamakan adab merupakan upaya yang diterapkan di
pesantren Subulussalam sebagai upaya internalisasi nilai-nilai
akhlak dalam pembelajaran kitab kuning. Dilihat dalam proses
pembelajaran kitab kuning di pesantren hal yang paling utama
adalah adab bukan ilmu, pembelajaran berlangsung secara
khidmat karena perilaku santri sangat mencerminkan adab
yang tinggi, perilaku santri sangat tawadhu’ kepada guru
mereka mengkaji beberapa kitab klasik tentang adab, baik adab
kepada guru, orang tua, teman, bahkan adab kepada ilmu pun
juga dipelajari, dan tidak hanya dipelajari ilmu adab di pondok
pesantren Subulus Salam ini diterapkan dan dicerminkan
melalui akhlak para santri dalam kehidupan seharu-hari.
Selain mengutamakan adab, bentuk internalisasi nilai-nilai
akhlak diperoleh dari uswatun hasanah atau teladan yang baik.
Guru atau ustadz di pesantren selalu menunjukkan akhlak yang
baik, mereka selalu menetapkan ungkapan “guru iku digugu
lan ditiru” sebagai pedoman mereka dalam bertingkah dan
berbuat baik dalam lingkup pembelajaran, lingkup pesantren
maupun lingkup masyarakat luas.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak pesantren
dalam menginternalisasikan budaya religus di pesantren
Subulussalam dengan membiasakan sholat jama’ah, ngaji kitab
kuning, sorogan, bandongan, Pengajian Al – Qur’an, belajar
bersama (taqroruddurus) dan uswatun hasanah (teladan yang
baik). Metode – metode tersebut merupakan faktor penting
untuk melaksanakan internalisasi nilai – nilai budaya religius
dalam membentuk karakter santri.
Hasil dari internalisasi nilai-nilai akhlak dalam

45
pembelajaran kitab kuning di Pondok pesantern Subulussalam,
dapat dipaparkan di bawah ini berdasarkan data-data yang
diperoleh dari pesantren. Setelah melakukan penelitian, peneliti
menemukan pola tingkah laku yang sangat baik dan menarik
untuk diamati yang menjadi karakter dari santri di pondok
pesantren Subulussalam. Adapun gambaran tentang hasil dari
internalisasi nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran kitab
kuning adalah sebagai berikut:
1) Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia
akan tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja
maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajiban. Tanggung jawab bersifat kodrati, yang artinya
tanggung jawab itu sudah menjadi bagian kehidupan
manusia bahwa setiap manusia akan memikul suatu
tanggung jawabnya sendiri-sendiri. Apabila seseorang
tidak mau bertanggung jawab, maka tentu ada pihak lain
yang memaksa untuk melakukan tindakan tanggung jawab
tersebut.
2) Mandiri
Mandiri adalah sikap, perilaku dan mental yang
memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, benar,
dan bermanfaat; berusaha melakukan segala sesuatu
dengan jujur dan benar atas dorongan dirinya sendiri dan
kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan
kewajibannya, sehingga dapat menyelesaikan masalah-
masalah yang dihadapinya; serta bertanggung jawab
terhadap segala keputusan yang telah diambilnya melalui
berbagai pertimbangan sebelumnya. Mandiri merupakan
sikap yang tidak bergantung kepada orang lain, ia

46
melaksanakan suatu tugas atau sikap atau pekerjaan tanpa
intervensi maupun ketergantungan kepada orang lain.
3) Hidup bersosial
Internalisasi nilai-nilai akhlak yang diupayakan untuk
membentuk karakter santri salah satunya berdampak pada
kehidupan sosial antar santri, tidak adanya sekat atau
gengsi antar santri baik teman sejawat maupun kepada
seniornya. Hal ini peneliti temukan ketika observasi di
lingkungan pondok pesantren Subulussalam. Santri
berkumpul dan berbaur antara yang senior maupun yang
junior tanpa batasan apapun dengan melakukan
musyawarah baik berupa kegiatan kepesantrenan maupun
kegiatan yang lain.
2. Paparan Data di Pondok Pesantren Raden Paku
Setelah melakukan penggalian data di Pondok Pesantren
Raden Paku dengan metode wawancara mendalam, observasi pasif,
dan dokumentasi, hasil penggalian data tersebut dipaparkan sebagai
berikut:
a. Internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran kitab
kuning
Pondok pesantren modern Raden Paku terletak di jalan
Ki Mangun Sarkoro No. 17 B Surondakan Trenggalek. Pondok
ini berada pada tepi kota Trenggalek dan tidak jauh dari pusat
kota. Satu kilo meter di sebelah barat pondok pesantren
terdapat alun-alun, pusat pemerintahan dan pusat perbelanjaan
kota Trenggalek. Pondok ini juga berdekatan dengan terminal
bus Trenggalek yang memudahkan akses untuk menuju
pondok, dua ratus meter di sebelah selatan.
Pada tanggal 18 juni 1994 terdapat empat sahabat yang
sangat akrab sejak kecil, karena mereka berasal dari desa yang
berdekatan, kecuali Bpk. Drs. H. A. Badawi Irfan yang berasal

47
dari Pare, Kediri. Persahabatan mereka menjadi semakin akrab
setelah mereka bersama-sama mengelola Universitas Sunan
Giri Trenggalek yang dalam perkembangan berikutnya kembali
menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri
Trenggalek. Mereka mempunyai banyak kesempatan bertemu
dan berkumpul untuk saling tukar pikiran atau berdiskusi
terutama yang berkaitan dengan perkembangan agama islam di
Trenggalek. Namun, kehidupan masyarakat pada saat ini
berbeda.Para orang tua kebanyakan lebih menekankan pada
pendidikan umum. Sedangkan pendidikan agama hanya
diperoleh disekolah umum yang diberikan Cuma dua jam
dalam satu minggu.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, maka muncul
gagasan untuk mendirikan pondok pesantren yang
menggabungkan pendidikan salaf dan mewajibkan santri aktif
berbicara dua bahasa (bahasa arab dan bahasa inggris),
kemudian sowan kepada masyayikh, para kyai dan tokoh
masyarakat menyampaikan gagasan tersebut, dan sekaligus
mohon do’a restu, ternyata mereka menyetujui dan
mendo’akan. Bahkan mereka memberikan nasehat-nasehat
yang dapat dijadikan bekal dalam mewujudkan tujuan yang
mulia ini.
Setelah melakukan penelitian dengan cara observasi dan
wawancara kepada pengasuh pondok pesantren Raden Paku
dan beberapa ustadz dan santri. Serta berdasarkan sejarah
singkat, visi, misi dan motto pesantren ini, maka peneliti
mendapatkan data tentang proses Internalisasi nilai nilai aqidah
di pesantren. Secara garis besar proses internaliisasi di
pesantren Raden Paku ini terpusat pada semua kegiatan yang
ada di pesantren. Mulai dari bangun tidur disepertiga malam,
setelah itu dilanjut dengan jama’ah subuh secara berjamaah

48
dan dilanjutkan dengan wiridan. Selain itu juga didukung
dengan rentetan kegiatan – kegiatan lainnya diantaranya yakni
kajian kitab kuning, pengajian Al – Qur’an dan madrasah
diniyyah. Proses pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren
Raden Paku masih menerapkan metode pembelajaran klasik,
seperti bendongan dan sorogan. Hal ini berdasarkan penuturan
dari KH. Syafi’i yaitu:
“Jadi, proses internalisasi sendiri tentunya dalam
kegiatan pengajian kitab kuning seperti di pesantren umumnya,
pesantren umumnya ya pengajian kitab kuning disitulah
ditanamkan nilai-nilai tersebut. Untuk pelaksanaan pengajian
kitab itu setiap sore dan juga malam jadi mengkaji kitab-kitab
fiqih, hadits, tauhid dan lain-lain seperti itu. Jadi, menurut saya
untuk proses internalisasi ini ada di pengajian kitab kuning
dengan para kiai seperti itu.”
Pada umumnya, pesantren menerapkan kajian-kajian
kitab secara teoritis yang diampu atau diasuh oleh Kyai
maupun Ustadz yang telah kompeten dalam bidangnya.
Adapun proses internalisasinya dilakukan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut: Tahap Transformasi Nilai. Tahap ini
merupakan suatu proses yang dilakukan oleh Kyai atau Ustadz
dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang
baik. Pada tahap ini, hanya terjadi komunikasi verbal antara
Kyai atau Ustadz dengan santri. Transformasi nilai ini sifatnya
hanya pemindahan pengetahuan dari Kyai atau Ustadz ke
santrinya. Nilai-nilai yang diberikan masih berada pada ranah
kognitif santri dan pengetahuan ini dimungkinkan hilang jika
ingatan seseorang tidak kuat.
Tahap Transaksi Nilai. Pada tahap ini pendidikan nilai
dilakukan melalui komunikasi dua arah yang terjadi antara
ustadz dan santri yang bersifat timbal balik sehingga terjadi
proses interaksi. Dengan adanya transaksi nilai, ustadz dapat
memberikan pengaruh pada santrinya melalui contoh nilai yang
telah ia jalankan. Di sisi lain, santri akan menentukan nilai

49
yang sesuai dengan dirinya.
Tahap Trans-Internalisasi .Tahap ini jauh lebih
mendalam dari tahap tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini
bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga
sikap mental dan kepribadian. Jadi, pada tahap ini komunikasi
kepribadian yang berperan aktif. Dalam tahap ini, Kyai atau
Ustadz sangat memperhatikan sikap dan perilakunya agar tidak
bertentangan dengan apa yang telah ia berikan atau sampaikan
kepada santri. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan santri
untuk meniru apa yang menjadi sikap mental dan kepribadian
dari gurunya.
Nilai-nilai aqidah sudah menjadi suatu nilai yang
diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari santri di
pesantren. Hal tersebut perlu dilakukan sebuah ke-istiqomah-an
dalam menerapkannya, karena internalisasi nilai-nilai agama
Islam bukanlah sesuatu yang instan tetapi merupakan sesuatu
yang membutuhkan proses, maka hal ini tentunya
membutuhkan upaya-upaya tertentu yang dilakukan oleh
dewan Kyai atau Ustadz begitu juga Majelis Santri dalam
mencapai keberhasilan internalisasi.
Sebuah proses pembelajaran yang dilakukan oleh setiap
orang pasti akan menghasilkan suatu hal baru bagi kedua belah
pihak yang melakukan kegiatan tersebut, baik itu hasil positif
atau hasil negatif. Internalisasi nilai-nilai aqidah yang
dilakukan oleh pondok pesantren Raden Paku akan
meghasilkan sesuatu pada batin seorang santri.
b. Internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran kitab
kuning
Syariah menjadi panduan yang diberikan Allah dalam
membimbing manusia untuk mengikuti ajaran-ajaran yang
telah ditetapkan dalam hal beribadah, yang meliputi rukun

50
Islam.
Bila syariat Islam dikaji secara utuh, terlihat bahwa di
dalamnya terdapat norma-norma dan nilai-nilai luhur dalam
ajaran agama Islam yang ditetapkan oleh Tuhan bagi segenap
manusia yang akan dapat mengantarkannya pada makna hidup
yang hakiki. Hidup yang dibimbing dengan berpegang pada
syari’ah akan melahirkan kesadaran hidup untuk menjalankan
kehidupan dengan ketentuan dan tuntunan Allah dan Rasul.
Sejalan dengan hal tersebut, kualitas iman seseorang
dapat juga dibuktikan dengan pelaksanaan ibadah secara
sempurna dan terealisasinya nilai-nilai syari’ah dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Beberapa upaya yang
dilakukan oleh pihak pesantren dalam menginternalisasikan
nilai-nilai syariah di pondok pesantren Raden Paku yaitu
dengan menerapkan beberapa metode. Metode-metode tersebut
merupakan faktor penting untuk melaksanakan internalisasi
nilai-nilai aqidah dalam pembelajaran kitab kuning. Adapun
metode atau teknik yang dilakukan untuk internalisasi nilai-
nilai aqidah adalah sebagai berikut:
1) Bandongan dan Sorogan
Sistem bandongan adalah sistem transfer keilmuan
atau proses belajar mengajar yang ada di pesantren salaf di
mana Kyai atau Ustadz membacakan kitab, menerjemah
dan menerangkan. Sedangkan santri atau murid
mendengarkan, menyimak dan mencatat apa yang
disampaikan oleh Kyai. Dalam sistem ini, sekelompok
santri mendengarkan seorang guru yang membaca,
menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam
dalam bahasa Arab, baik dalam ilmu fiqih, aqidah, akhlak,
nahwu, shorof dsb. Kelompok kelas dari sistem bandongan
ini disebut halaqah yang artinya sekelompok santri yang

51
belajar dibawah bimbingan seorang guru.
Sistem sorogan adalah sistem membaca kitab secara
individual atau seorang santri nyorog (menghadap guru
sendiri-sendiri) untuk dibacakan (diajarkan) oleh gurunya
dengan beberapa bagian dari kitab yang dipelajarinya,
kemudian santri menirukannya berulang kali. Pada
prakteknya, seorang santri mendatangi guru yang akan
membacakan kitab-kitab berbahasa Arab dan
menerjemahkannya ke dalam bahasa ibunya (misalnya:
Sunda atau Jawa). Pada gilirannya, murid mengulangi dan
menerjemahkannya kata demi kata, sepersis mungkin
seperti apa yang diungkapkan oleh gurunya. Sistem
penerjemahan dibuat sedemikian rupa agar santri mudah
mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu
rangkaian kalimat Arab. Sehingga, metode bandongan dan
sorogan yang dilakukan di pondok pesantren Raden Paku
ini tidak jauh beda dengan metode bandongan yang ada di
pesantren lain. Hal ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Ustadz Zainal Fanani, sebagai berikut:
“Untuk metodenya itu hampir sama dengan
pesantren umumnya ya untuk pengajiannya di sini kan
dibagi dua, pengajian umum dan diniyah. Untuk pengajian
umum biasanya dengan Kyai-Kyai sepuh, jadi santri ya
cuma jadi penyimak, mendengarkan, memaknai, tidak ada
interaksi aktif dari pesertanya.”
2) Presentasi
Presentasi adalah suatu kegiatan berbicara di
hadapan banyak pendengar. Presentasi merupakan salah
satu jenis komunikasi antara pembicara dan pendengar.
Pada Intinya Presentasi adalah menjelaskan dan
meyakinkan audience tentang hal apa yang akan
dibicarakan. Presentasi juga bisa disebut sebagai aktivitas
menunjukkan, menggambarkan atau menjelaskan sesuatu

52
kepada sekelompok orang.
Ada beberapa macam tujuan dengan dilakukannya
metode presentasi ini, diantaranya adalah untuk
memberikan informasi, untuk membujuk atau meyakinkan,
untuk memberikan hiburan (dalam hal ini lebih cocok di
dunia entertaint), untuk memotivasi, untuk memberikan
inspirasi dan untuk memberikan suatu pengetahuan yang
baru.
3) Uswah Hasanah
Metode keteladanan berarti memberikan contoh
yang baik (uswah hasanah) dalam setiap ucapan dan
perbuatan kepada santri. Sifat dan sikap yang telah
dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. sepanjang hidupnya
merupakan contoh yang baik dan sangat cocok untuk
konteks ini. Cukup beralasan, karena beliau adalah cermin
kandungan Al-Quran secara utuh.
Kepribadian seorang Kyai atau Ustadz akan
memengaruhi respon santri saat proses pembelajaran.
Kompetensi profesional dan pedagogis tidak akan efektif
jika kepribadian Kyai atau Ustadz tidak matang. Maka,
selain harus selalu belajar, Ustadz juga harus melatih
jiwanya agar kepribadiannya matang.
c. Internalisasi nilai-nilai Akhlak dalam pembelajaran kitab
kuning
Pada agama Islam, akhlak atau perilaku seorang muslim
dapat memberikan suatu gambaran akan pemahamannya
terhadap agama Islam. Maka, nilai-nilai yang mengandung
akhlak sangat penting bagi agama Islam untuk diketahui dan
diaktualisasikan oleh seorang muslim atau seseorang yang
dalam proses pembinaan untuk meningkatkan kecerdasan
spiritualnya sehingga mencerminkan sebagai seorang muslim

53
sejati.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam
Islam. Akhlak diibaratkan sebagai “buah” pohon Islam yang
berakarkan aqidah, bercabang dan berdaun syari’ah.
Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dalam Al-Qur’an
dan hadits yang berkaitan dengan akhlak.
Pada pondok pesantren Raden Paku, antara Kyai atau
Ustadz dengan santri seperti memiliki jarak yang sangat dekat,
layaknya antara teman dengan teman yang saling akrab satu
sama lain, namun tetap menjaga etika dan nilai-nilai kesantrian
terhadap gurunya. Hal tersebut terbukti dari adanya beberapa
santri yang kongkow bareng Kyai atau Ustadz setiap selesai
melakukan proses pengajian kitab kuning, baik sore ataupun
malam hari. Santri seringkali konsultasi dan mencurahkan
masalah tentang problema yang dihadapi di pesantren kepada
Kyai atau Ustadz guna mendapatkan pemecahan masalah yang
lebih solutif dan matang. Para santri merasa nyaman dan lebih
mengena ketika konsultasi kepada Dewan Kyai atau Ustadz,
karena beliau lebih memahami seluk beluk tentang pondok
pesantren Raden Paku..
Selain itu, ada pula beberapa Ustadz pengajar Madrasah
Diniyah yang tinggal di pondok pesantren Raden Paku, hal
tersebut benar-benar membuat para Ustadz lebih menjaga diri
dan mawas diri akan sikapnya agar sesuai dengan apa yang
telah disampaikan dan diterangkan ketika di kelas Madrasah
Diniyah. Demikian halnya para santri, menjadi lebih selektif
dalam memperhatikan dan mengambil nilai-nilai agama Islam
yang telah dilakukan oleh para Ustadz.
Internalisasi nilai akhlak dilakukan dengan cara
memasukkan nilai-nilai agama secara penuh kedalam hati,
sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan ajaran agama

54
Islam Internalisasi nilai akhlak terjadi melaui pemahaman
ajaran agama secara utuh dan diteruskan dengan kesadaran
akan pentingnya agama islam. Hal ini berdasarkan penuturan
dari salah satu narasumber yaitu ustadh Zainal Fanani :
“para santri selalu di berikan pengarahan, diajak
mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
keagamaan. tidak hanya itu, para guru memberikan contoh
berperilaku yang baik harapannya agar santri selalu
mempunyai perilaku yang baik.”
Pelaksanaan internalisasi nilai akhlak terhadap diri
sendiri dilakukan dengan cara menanamkan kesopanan dalam
kebiasaan sehari-hari, akhlak sesama santri dilakukan dengan
membangun interaksi yang baik dan didasarkan pada sikap
saling menghormati. Selain hal tersebut menjaga kebersamaan
adalah hal yang ditekankan pengasuh untuk para santri, yaitu
seperti halnya selalu shalat berjamaah bersama, bergotong
royong dan lainnya, karena pada dasarnya perbuatan yang
mencerminkan akhlak seseorang itu akan muncul tatkala
sedang berinteraksi dengan orang lain. Selain akhlak terhadap
diri sendiri, ada beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh santri
dalam internalisasi nilai akhlak, seperti akhlak terhadap Allah
dengan membiasakan menjalankan ibadah sesuai dengan
syariah dan akhlak terhadap alam semesta dengan cara
menjaga kebersihan lingkungan.
Proses internalisasi nilai-nilai akhlak di pondok pesantren
Raden Paku di lakukan dengan dua cara yaitu: pertama,
pemberian materi-materi pengajian akhlak dan metode
pembentukan akhlak. Selain hal tersebut pembiasaan nilai-nilai
pendidikan akhlak juga dilakukan, yang mana dengan
dilakukannya hal tersebut dapat menumbuhkan akhlak santri
merupakan implementasi dari materi-materi pengajian akhlak.
Kedua, dengan adanya pembiasaan yang dilakukan para santri
inilah yang kemudian menjadi tradisi. Tradisi yang dimaksud

55
disini adalah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan dalam
keseharian yang senantiasa dilakukan, diamalkan dan
dilestarikan di pondok pesantren Raden Paku, seperti halnya
pembiasaan shalat berjamaah, membaca al-Qur’an dan
membersihkan lingkungan.

B. Temuan Penelitian
Sebagaimana paparan data pada bab sebelumnya, telah ditemukan data
dari hasil wawancara mendalam, observasi pasif, dan dokumentasi
tentang internalisasi nilai-nilai ahlusunnah wal jama’ah an-nahdliyah
dalam pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren Subulussalam dan
pondok pesantren Raden paku, pada bab ini akan peneliti sajikan uraian
bahasan sesuai dengan fokus penelitian dan pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Internalisasi Nilai-nilai Aqidah dalam Pembelajaran Kitab Kuning
Di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku
a. Nilai-Nilai aqidah yang diinternalisasikan dalam pembelajaran
kitab kuning
1) Tawassuth
Tawassuth atau moderat adalah berada di tengah-tengah, tidak
terjebak pada titik-titik ekstrim, tidak condong ke kiri atau
cenderung ke kanan serta seimbang antara dalil aqli dan naqli,
tidak memihak tetapi lebih lebih bersifat menengahi. Nilai ini
bersumber dari QS al-Baqarah: 143.
2) I’tidal
Arti dari al-i'tidal adalah tegak lurus. Hal ini dijelaskan dalam
Al-Qur'an Allah SWT pada surat Al-Maidah ayat 8: Sikap
I’tidal mengajarkan untuk berlaku adil dan tidak berpihak
kecuali pada yang benar.
3) Tasamuh
Sikap tasamuh atau toleransi yakni menghargai perbedaan

56
serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang
tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau
membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam
meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT yang
menjelaskan hal ini terdapat dalam surat Thaha ayat 44.
4) Tawazun
At-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam
penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli. Sikap ini terdapat dalam
firman Allah SWT surat Al-Hadid ayat 25.
5) Amar ma’ruf nahi munkar
Pada hakikatnya amar ma’ruf nahi munkar merupakan bagian
dari upaya menegakkan agama dan kemaslahatan di tengah-
tengah umat.
Perapkan amar ma’ruf mungkin mudah dalam batas tertentu
tetapi akan sangat sulit apabila sudah terkait dengan konteks
bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu orang yang
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar harus mengerti betul
terhadap perkara yang akan ia tindak, agar tidak salah dan
keliru dalam bertindak.
Nilai-nilai Aqidah yang tercantum diatas merupakan nilai-nilai
yang kini dimiliki oleh seluruh anggota santri pondok pesantren
Subulussalam dan pondok pesantren Raden Paku. Jika salah satu
santri menunjukkan indikasi untuk tidak mau menerapkan nilai-
nilai tersebut akan ada pembinaan khusus berupa takziran.
b. Metode internalisasi nilai-nilai aqidah dalam pembelajaran kitab
kuning
1) Power Strategi
Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi orang lain
untuk bersedia untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya.
Kemampuan untuk memengaruhi orang lain merupakan inti
penting dari seorang pemimpin atau kepemimpinan.

57
Metode yang digunakan dipesantren dibuktikan dengan peran
pemimpim atau Kyai dengan segala kekuasaannya sangat
doamin dalam melakukan perubahan. Selain dari pengasuh,
peran dewan asatidz, pengurus juga mempunyai peran
penting.
2) Persuasif Strategi
Persuasi adalah sebuah bentuk komunikasi yang bertujuan
untuk memengaruhi dan meyakinkan orang lain. Metode ini
diterpakan di pondok pesantren Subulussalam dan pondok
pesantren Raden Paku dengan pembiasaan yang wajib
dilakukan dan dilaksanakan, yang mana pembiasaan-
pembiasaan jika tidak dilaksanakan aka nada takziran atau
hukuman tertentu karena sudah tercantum dalam aturan
pondok.
3) Normative Re-Educative
Tahap terakhir yang menekankan bagaimana klien memahami
permasalahan pembaharuan seperti perubahan sikap, skill, dan
nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia Dalam
pendidikan, sebuah strategi bila menekankan pada
pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka
pelaksanaan inovasi dapat dilakukan berulang kali.
Penerapan metode ini di pondok pesantren Subulussalam dan
pondok pesantren Raden Paku yakni dengan memberikan
pemahaman atau alasan yang baik bahwa apa yang
dilakukannya ini merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan dan juga merupakan sebuah tuntutan dan juga
menekankan bagaimana santri dapat memahami dengan baik
dan benar.
c. Pengkajian kitab Aqidatul Awam
Kitab ‘Aqîdatul ‘Awâm dikarang oleh al-Imam al-‘Allâmah
Ahmad bin Muhammad Ramadhân bin Manshûr al-Makki al-

58
Marzûki al-Mâliki al-Husaini al-Hasani. Salah seorang mufti
mazhab Maliki di Makkah. Kitab ini sangat menarik untuk
ditelisih sejarah dalam penyusunannya. Sudah kita ketahui bahwa
beliau bertemu dengan Rasulullah dan para sahabat yang oleh
Rasulullah beliau mendapat bimbingan dalam mimpi.
Pengajian kitab ini dilakukan dengan kegiatan seperti yang lain,
yaitu melalui metode bandongan. Kegiatan pengajian dengan
metode ini menekankan kepada ustadh dalam menjelaskan apa
yang tertera dalam kitab tersebut. Sehingga tranfer ilmu dapat
terlaksana antara ustadh dengan para santri. Tidak hanya sebatas
pengajian biasa tersebut, akan tetapi bait-bait nadhom dalam kitab
ini juga dilalar setiap pelaksanaan pengajian. Hal ini selain
menambah pemahaman santri dari bait-bait nadhom tersebut.
d. Proses internalisasi yang dilakukan melalui beberapa tahapan
sebagai berikut:
1) Tahap Transformasi Nilai
Pada tahap ini yang dilakukan oleh Kyai atau Ustadz dalam
menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik
kepada santri. Nilai-nilai yang diberikan masih berada pada
ranah kognitif santri dan pengetahuan ini dimungkinkan
hilang jika ingatan seseorang tidak kuat.
2) Tahap Transaksi Nilai
Pendidikan nilai aqidah dilakukan melalui komunikasi dua
arah yang terjadi antara ustadz dan santri yang bersifat timbal
balik sehingga terjadi proses interaksi. Dengan adanya
transaksi nilai, ustadz dapat memberikan pengaruh pada
santrinya melalui contoh nilai yang telah ia jalankan.
3) Tahap Trans – Internalisasi
Tahap ini lebih mendalam dari tahap tahap-tahap sebelumnya.
Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi
verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi, pada

59
tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan aktif.
2. Internalisasi Nilai-nilai Syariah dalam Pembelajaran Kitab Kuning
Di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku
a. Bandongan dan Sorogan
Bendongan merupakan metode belajar kuno yang menuntut Kyai
atau Ustadz untuk menjadi teacher center (terpusat pada guru),
jadi Kyai atau Ustadz tersebut menerangkan dan menjelaskan
materi, sedangkan santri hanya sekedar mendengarkan dan lebih
cenderung pasif.
Sebaliknya, metode belajar sorogan menuntut santri lebih aktif
atau lebih cenderung student center (terpusat pada murid), dimana
santri maju satu persatu untuk membacakan kitab yang telah
dipelajarinya dihadapan Kyai atau Ustadz.
Penerapan dari metode ini sendiri pada kedua pondok sama
dengan penerapan yang dilakukan oleh pondok pesantren yang
lain. Sehingga yang menjadi pengaruh dari metode ini adalah
berasal dari pengajar atau ustadh sendiri. Hal ini dapat dimaklumi
mengingat seorang ustadh memiliki peran yang sangat sentral
dalam membimbing para santri menjadi lebih baik lagi.
b. Pengkajian Kitab dan al-Qur’an
Kita tidak boleh seenaknya asal mengutip Alquran dan hadis.
Harus ada kaidah-kaidah tertentu yang dijadikan pedoman. Kalau
semua orang bisa seenaknya mengutip ayat Alquran dan hadis,
lalu kesimpulan hukumnya bisa ditarik kesana kemari seperti
karet yang melar, maka bubarlah agama ini.
Sangatlah penting dalam mengkaji kitab-kitab klasik maupun Al-
Quran. Kitab bisa menunjang atau bahkan dapat mendukung dari
penjelasan dari Al-Quran sendiri, mengingat Al-Quran tidak
boleh kita tafsiri seenaknya. Maka dari itu perlu dan pentingnya
dalam pengkajian kitab-kitab klasik tersebut.

60
c. Presentasi
Kegiatan ini dilakukan oleh para santri di pondok pesantren
Raden Paku. Santri dituntut dapat mempresentasikan atau
menjelaskan materi yang diperoleh di hadapan para santri yang
lain. Hal ini tentu dapat melatih para santri untuk memiliki
mental yang lebih baik lagi.
d. Hasil internalisasi nilai-nilai syari’ah terhadap diri
1) Kukuh dalam Pendirian
Istiqamah berarti sikap kukuh pada pendirian dan konsekuen
dalam tindakan. Pada makna yang luas, istiqamah adalah
sikap teguh dalam melakukan suatu kebaikan, membela dan
mempertahankan keimanan dan keislaman, walaupun
menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan.
Santri di pondok pesantren Subulussalam dan pondok
pesantren Raden Paku memiliki pendirian yang kuat tidak
mudah terpengaruh oleh berbagai keadaan yang terjadi dan
tidak mudah untuk mengikuti segala hal yang belum tentu
benar, para santri akan mencari tahu terkait masalah yang ada
dan bagaimana penyelesainnya berdasarkan atas telaah dari
berbagai sumber kitab kuning yang telah dikaji.
2) Tegas
Sikap tegas menjadikan kita dalam mengendalikan diri untuk
tidak dapat terpengaruh oleh pendapat maupun perkataan dari
orang lain. Hal ini dapat ditandai dari pengambilan keputusan
dan juga keberanian dalam menjalankan perkataan tersebut.
Santri memiliki sikap tegas dalam menghadapi berbagai
masalah yang terjadi dalam kehidupan, baik dalam
menghadapi masalah ataupun tegas dalam menetapkan
hukum.
3. Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Kitab Kuning Di
Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden Paku

61
a. Mengutamakan adab
Para ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab dan
akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari
adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan
berbagai macam khilaf ulama.
Adab sangat penting dalam kehidupan para santri. Sejak masuk
pesantren para santri tentu akan mulai mendapatkan pengkajaian
dari adab. Hal inilah yang menjadi keutamaan atau menjadi suatu
yang diharapkan dari pondok pesantren Subulussalam dan ponpes
Raden Paku. Mengingat tidak hanya ilmu saja yang diutamakan,
akan tetapi abab juga sangat penting dalam kehidupan pesantren.
b. Uswatun Hasanah
Tentu yang menjadi dalam uswatun hasanah adalah akhlak dari
Rasullah. Al-Quran sendiri menjelaskan hal tersebut dalam surat
Al-Ahzab ayat 21. Sehingga sangat beruntung bagi yang dapat
berjumpa dengan Rasulullah. Mengingat jarak antara zaman
sekarang dengan masa Rasul, maka dari itu para santri di pondok
pesantren Subulussalam maupun Raden Paku mencontoh dan
meniru tingkah laku atau akhlak dari para ustadh maupun kyai.
Apa yang sudah dipelajari pada pengkajian kitab-kitab klasik
dapat menjadi dasar dalam meniru tingkah laku dari Rasulullah.
c. Proses internalisasi
1) Pemberian materi-materi pengajian akhlak dan metode
pembentukan akhlak.
2) Pembiasaan yang dilakukan para santri inilah yang kemudian
menjadi tradisi
4. Temuan Lintas Situs
a. Internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku berupa nilai tawassuth, tawazun, i'tidal, tasamuh dan amar
ma’ruf nahi munkar.

62
b. Internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku melalui pembelajaran kitab dengan badongan dan sorogan.
c. Internalisasi nilai-nilai Akhlaq dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku melalui uswah hasanah.
5. Analisis Lintas Situs
Temuan sementara hasil penggalian data di kedua lokasi penelitian,
yakni di pondok pesantren Subulussalam dan pondok pesantren Raden
Paku langkah selanjutnya adalah analisis lintas situs, dengan cara
menyusun ulang data temua di dua lokasi penelitian ini dalam pentuk
perbandingan, selanjutnya dipilih persamaan, perbedaan, dan disusun
untuk mengambil kesimpulan awal sampai kesimpulan akhir.
a. Persamaan internalisasi nilai-nilai aqidah, syariah dan akhlak
antara pondok pesantren Subulussalam dan pondok pesantren
Raden Paku antara lain sebagai berikut :
1) Internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran kitab
pada kedua situs berupa nilai tawassuth, tawazun, i'tidal,
tasamuh dan amar ma’ruf nahi munkar.
2) Internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran Kitab
pada kedua situs melalui pembelajaran kitab dengan
badongan dan sorogan.
3) Internalisasi nilai-nilai Akhlaq dalam pembelajaran Kitab pada
kedua situs melalui uswah hasanah.
b. Perbedaan internalisasi nilai-nilai aqidah, syariah dan akhlak
antara pondok pesantren Subulussalam dan pondok pesantren
Raden Paku antara lain sebagai berikut :
1) Pada pondok pesantren Subulussalam internalisasi nilai
aqidah melalui tahap-tahap berupa power strategi,persuasif
strategi dan normative re-educative. Sedangkan pada pondok
pesantren Raden Paku tahap yang dilakukan melalui tahap

63
transformasi nilai, tahap transaksi nilai dan tahap trans –
internalisasi.
2) Presentasi menjadi penekanan dalam internalisasi nilai
syariah di pondok pesantren Raden Paku, apabila
dibandingkan dengan pondok pesantren Subulussalam.
3) Proses internalisasi pada pondok pesantren Raden Paku dapat
dilakasanakan dengan sistematis atau terarah.
6. Proposisi Lintas Situs
Langkah setelah analisis lintas situs adalah penyusunan proposisi
sebagai landasan pengambilan keputusan sementara, proposisi yang
peneliti ajukan adalah:
a. Internalisasi nilai aqidah dalam pembelajaran dengan nilai-nilai
aswaja apabila dapat mengaitkan antara nilai-nilai tersebut akan
menghasilkan nilai yang dapat mengakar dalam diri para santri.
b. Nilai-nilai syariah dalam penginternalisasian dapat dilakukan
dengan berbagai macam cara tergantung dari metode, cara sikap
maupun keputusan dari pihak pondok pesantren dalam mengurus
hal tersebut.
c. Nilai-nilai akhlak dapat terinternalisasikan dengan lebih baik,
selama lingkungan tersebut mendukung dalam penciptaan suasana
atau keadaan yang tepat.

64
BAB V
PEMBAHASAN

Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya, telah ditemukan


data dari hasil observasi, wawancara maupun dokumentasi tentang
internalisasi nilai-nilai dalam pembelajaran kitab kuning, pada bab ini
akan peneliti sajikan uraian bahasan sesuai dengan rumusan masalah dan
tujuan penelitian. Peneliti juga akan mengintregasikan temuan yang ada
di lapangan kemudian menyamakan dengan teori-teori yang ada. Dalam
sub bab ini akan disajikan analisa data yang diperoleh, baik data primer
maupun data sekunder, kemudian di intrepetasikan secara terperinci.
A. Internalisasi nilai-nilai aqidah dalam pembelajaran kitab kuning
Setiap agama, pasti ada akidah yang dimiliki dan dipegang
oleh para penganut agama tersebut. Namun, jika bicara tentang
akidah yang benar, tentu saja hanya ada di dalam Islam. Akidah yang
dimiliki umat Islam berasal dari Allah SWT, dzat yang Maha
Mengetahui dan inilah akidah yang benar.
Salah satu buktinya adalah dengan merunut kisah para nabi dan
apa yang diajarkannya. Allah mengutus nabi dan Rasul dengan jarak
yang bervariasi antara satu dengan lainnya. Bahkan bisa berjarak
ratusan tahun. Selain itu, lokasi para nabi tersebut berdakwah juga
berbeda – beda. Namun, jika melihat dari ajaran yang disampaikan,
maka akidah yang diajarkan oleh para nabi tersebut merupakan
akidah yang sama.
Nilai menjadi inti dari paham dan ajaran. Nilai mampu menjadi
ciri khas maupun identitas sebuah paham. Ahlussunah wa jamaah
adalah model yang memadukan antara agama dan bernegara. Dimana
dalam perkembangannya, paham ini mampu menyatu, bahkan
menampilkan wajah baru.
Berangkat dari situ, nilai-nilai aqidah sangat penting untuk
dapat diajarkan atau diinternalisasikan sejak dini mulai dari kecil.

65
Ketika sudah beranjak dewasa dapat berjalan dengan mantab dan
sudah mempunyai landasan dalam beraqidah atau mempunyai
kepercayaan yang kuat. Mengingat semakin berjalannya waktu dan
zaman tantangan akan bertambah berat. Kalau tidak dapat melewati
hal tersebut, maka akan dikawatirkan aqidah seseorang juga akan
terguncang. Padahal aqidah menjadi sesuatu yang sangat vital dalam
kepercayaan dan kehidupan seseorang dalam kehidupan di dunia dan
juga tentunya kehidupan selanjutnya.
Islam Indonesia adalah Islam yang murni terhindar dari
perpaduan nilai-nilai Islam radikal maupun agama lain. Prinsip
“Bhineka Tunggal Ika” telah mengilhami para penguasa nusantara.
Dimana Aswaja mampu menjadi solusi dari penerpan tradisi – tradisi
yang bertentangan Islam, kini yang ada tradisi dengan bungkus
Islami. 57 Kalau dilihat secara lebih luas lagi, maka dapat kita lihat
bermacam-macam aliran atau jenis Islam yang ada di dunia ini. Pasti
tiap aliran tersebut sudah mempunyai dasar dalam menjalankan
kepercayaannya. Tujuan atau yang akan dicapai sebenarnya sama
satu dengan yang lain. Hanya saja jalan atau lintasan yang dilalui
berbeda. Maka dari itu, internalisasi atau penanaman nilai aqidah
Islam yang berdasar pada ahli sunnah wal jamaah sangat ditekankan,
supaya para santri ketika sudah keluar dari lingkungan pondok
pesantren mempunyai dasar yang kokoh. Nilai-nilai aswaja an-
nahdliyah sebagaimana yang telah termaktub dalam pegangan adalah
sebagai berikut:
1. Tawassuth dan I’tidal.
Tawassuth dan I‟tidal adalah sikap yang mencerminkan
menerima keberagaman yang humanis, luwes, dan terbuka.
Keterbukaan dalam mengambil kebaikan dari pendapat kelompok
lain Tidak condong ke golongan yang liberal maupun golongan

57
Abruurahman Wachid, Ilusi Negara Islam(Ekpansi Gerakan Islam Tradisional di Indoensia),
(Jakarta, The Wachid Isntitute, 2009), hal. 14-15

66
yang radikal. Nilai ini menjadikan pemeluk Islam Indonesia
menjadi ummatan wasaton. Sebagai mana Firman Allah SWT :
.....‫وﻛذا لك جعلناﻛم امة مسطا‬
“.....dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu umat yang
moderat/tengah-tengah.”58
Moderasi agama bukan hanya bersifat hitam dan putih atau
dengan kata lain menjadi sarana mencari siapa yang benar dan
siapa yang salah, namun menjadikan sebuah spirit untuk mencapai
sebuah perdamaian di tengah-tengah perbedaan.
2. Tasamuh
Tasamuh adalah sebuah sikap yang mampu mengakui dan
menerima keberagaman. Mampu menanggapi dan menerima
perbedaan dan menanggapinya secara toleran.
Tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan yang kita
kepada orang lain, kita meyakini bahwa misi Nabi Muhammad
bukan hanya ditujukan kepada umat Islam semata, namun untuk
alam semesta.
Toleransi ini adalah fotrah manusia, yang mana perbedaan
adalah suatu sunnah allah (hukum alam) yang jelas ada. Manusia
pada hakikatnya memeliki derajat yang saman, kita tidak bisa
membanggakan nasab, delar,pangkatm dan lain sebagainya.
Namun dengan berda latar belakang seharusnya kita membuka
diri untuk mengetahui perbedaan masing-masing sehingga kota
mampu mengenal dan menepatkan diri dalam berinteraksi
3. Tawazun
At-Tawazun yang memiliki arti seimbang, tidak berat
sebelah atau tidak berlebihan dalam bersikap, baik dalam tataran
agama, bernegara, maupun berpolitik. Selain itu, sikap tawazun
juga mengajarkan kita untuk seimbang dalam bergaul, maksudnya
sebagai makhluk Allah yang sempurna karena dibekali akal dan
58
Salim Bahreisy, Tarjamah ..., 23

67
nafsu manusia harus bisa menyeimbangkan antara hablum mina
Allah dan Hablum minannas sehingga terwujudkan manusia yang
kamil.
4. Amar Ma’ruf nahi Munkar
Amar Ma‟ruf nahi Munkar Spirit untuk terus melakukan
kebaikan dan berusaha mencegah segala bentuk perbuatan yang
merendahkan agama maupun kehidupan seseorang. Amr ma‟ruf
wa nahi „ani al munkar atau juga bisa disebut Amar ma‟ruf nahi
munkar merupakan konsekuensi dan tugas agama Islam.
Amar ma’ruf nahi munkar menjadi tanda keimanan
seseorang, sebagai khalifah di bumi manusia untuk menjaga
keamanan kehidupan, dan sebaai upaya mengilangkan gejala-
gejala yang merusak kehidupan.
Amar ma’ruf Nahi munkar adalah kewajiban setiap
manusia dalam tingkatan apapun mulai dari pemerintah, dai,
kepala keluarga, dan sebagai orang biasa. Kenapa, karena setiap
perbuatan ada balasannya baik di dunia lebih-lebih di akherat
kelak. Maka dari itu bukan menjadi alasan karena kita sebagai
orang biasa tanpa mempunyai jabatan atau disematkan panggilan
pak haji, kita semua harus menjalankan kewajiban ini.
B. Internalisasi nilai-nilai syariah dalam pembelajaran kitab kuning
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya berkenaan
dengan internalisasi nilai – nilai syariah, peneliti menemukan bahwa
ada beberapa metode yang dilakukan oleh pesantren Subulussalam
dan juga Pesantren Raden Paku. Upaya – upaya yang dilakukan oleh
kedua pesantren dalam menginternalisasikan nili – nilai syariah
dalam pembelajaran kitab kuning yaitu:
1. Bandongan.
Metode klasik yang mengandalkan ceramah dari seorang
Kyai atau Ustadz dengan materi-materi yang dipaparkannya
sedangkan santri hanya duduk dan mendengarkan tanpa ada

68
timbal balik dari santri (teacher center). Kaitannya dengan teori
yang telah dijelaskan sebelumnya adalah terinterpretasinya
metode peneladanan dan pembiasaan dari metode Bandongan ini,
karena dalam kegiatan tersebut terdapat cara penyampaian materi
yang otomatis akan terekam oleh santri dan menjadi suatu nilai
yang baik bagi santri serta kegiatannya yang bersifat wajib
menjadikan pembiasaan bagi santri agar terdorong untuk
melakukan kegiatan-kegiatan pesantren dengan istiqomah.
2. Sorogan.
Metode klasik yang mengandalkan pemaparan dari seorang
santri yang di simak langsung satu persatu oleh Ustadz, metode
ini kebalikan dari metode Bandongan, pada metode ini santri lebih
aktif, sedangkan Ustadz hanya mengoreksi kesalahan dari santri
(student center). Pada metode Sorogan ini, kaitannya antara teori
dengan hasil temuan tidak jauh beda dengan keterkaitan metode
Bandongan yang telah peneliti jelaskan di atas.
3. Sholat Jamaah
Kegiatan ini membentuk karakter religius, disiplin, serta
bertanggung jawab atas kewajibannya melaksanakan
kewajibannya melakukan sholat secara berjamaah. Kegiatan ini
dilakukan setiap hari tanpa ada jeda libur ataupun diliburkan.
Karena sholat berjamaah merupakan point penting dalam sebuah
pesantren. Dengan dibiasakannya santri untuk mlakukan sholat
secara berjamaah, maka kebiasaan itu akan mendarah daging
dalam kehidupan mereka kelak mereka sudah menjadi alumni.
4. Belajar Bersama (taqroruddurus)
Santri melaksanakna belajar bersama bersama teman-
temannya sesuai jenjang pendidikannya.
C. Internalisasi nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran kitab kuning
Internalisasi nilai-nilai dalam pembelajaran kitab kuning akan
peneliti ulaskan. Menurut Peter L. Berger proses internalisasi adalah

69
sampai akhir hayat. Sepanjang hayatnya seorang individu terus
belajar untuk mengelola segala perasaan, hasrat nafsu dan emosi
yang membentuk kepribadiannya. Tetapi wujud dan pengaktifannya
sangat dipengaruhi oleh berbagai macam situasi yang berada dalam
alam sekitar, lingkungan sosial maupun budayanya.59 Internalisasi
dijalankan melalui beberapa metode, diantaranya sebagai berikut:
1. Uswah Hasanah
Kyai atau Ustadz memberikan sikap atau akhlak yang
positif sesuai yang telah beliau ajarkan kepada santri. Diterapkan
ketika aktivitas sehari-hari.
2. Peneladanan
Para Ustadh dan Kyai meneledankan kepribadian muslim,
dalam segala aspeknya baik pelaksanaan ibadah khusus maupun
yang umum. Pendidik adalah figur yang terbaik dalam pandangan
anak, dan anak akan mengikuti apa yang dilakukan pendidik.
Peneladanan sangat efektif untuk internalisasi nilai, karena santri
secara psikologis senang meniru dan sanksi-sanksi sosial yaitu
seseorang akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orangorang di
sekitarnya. Dalam Islam bahkan peneladanan sangat
diistimewakan dengan menyebut bahwa Nabi itu tauladan yang
baik (uswah hasanah). Metode keteladanan (uswatun hasanah)
yaitu yang diterapkan dengan cara memberikan contoh-contoh
teladan yang baik berupa perilaku nyata, khususnya ibadah dan
akhlak bagi setiap umat manusia. 60
3. Pembiasaan
Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan
pembentukan para santri. Upaya ini dilakukan karena mengingat
manusia mempunyai sifat lupa dan lemah. Pembiasaan merupakan
stabilitas dan pelembagaan nilai-nilai keimanan dalam diri santri

59
Peter L. Berger & Thomas Lukhmann, Op.Cit., Hal. 112.
60
Binti Maunah, Op.Cit., Hal. 94.

70
yang diawali dengan aksi ruhani dan aksi jasmani. Pembiasaan
bisa dilakukan dengan terprogram dalam pembelajaran dan tidak
terprogram dalam kegiatan sehari-hari.61

61
Ahmad Tafsir, Op.Cit.,, Hal. 230-231.

71
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian yang telah dipaparkan dan dibahas
pada bab sebelumnya terkait dengan internalisasi nilai-nilai
ahlussunah wal jama’ah an nahdliyyah dalam pembelajaran kitab
kuning di Pondok Pesantren Subulussalam & Pondok Pesantren
Raden Paku, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku. Nilai-nilai aqidah yang diinternalisasikan dalam
pembelajaran kitab kuning berupa tawassuth, tawazun, tasamuh,
i'tidal dan amar ma’ruf nahi munkar. Metode internalisasi berupa
power strategi, persuasif strategi dan normative re-educative.
Pengkajian kitab aqidatul awam. Proses internalisasi yang
dilakukan melalui beberapa tahap :tahap transformasi nilai, tahap
transaksi nilai dan tahap trans – internalisasi
2. Internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku. Pengguanaan metode pengkajian berupa Bandongan dan
Sorogan. Pengkajian Kitab dan Al-Qur’an s serta presentasi. Hasil
internalisasi nilai-nilai syari’ah terhadap diri berupa kukuh dalam
pendirian dan tegas.
3. Internalisasi nilai-nilai Akhlaq dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku. Metode internalisasi akhlak berupa mengutamakan adab
uswatun hasanah, peneladanan dan pembiasaan. Proses
internalisasi melalui Pemberian materi-materi pengajian akhlak
dan metode pembentukan akhlak dan pembiasaan yang dilakukan
para santri inilah yang kemudian menjadi tradisi.

72
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritik
Hasil penelitian ilmiah ini diharapkan mampu
menyumbangkan konstribusi berupa wacana, tawaran, maupun
persepsi baru dalam internalisasi nilai aswaja dalam pembelajaran
kitab kuning yang mampu disesuaikan dengan keadaan. Berdasar
kajian yang mendalam, maka hasil penelitian yang telah
dipaparkan seyogyanya mampu dijadikan tambahan referensi
terkair pengembangan, maupun landasan dalam merekonstruksi
nilai-nilai aswaja yang selaras dengan filosofi bangsa sehingga
tercipta kehidupan berbangsa yang rukun yang berazazkan ahlus
sunah wal jamaah.
Temuan ini mendukung teori yang dikemukakan Albert
Bandura, dimana ia menyebutkan pembentukan moral bisa
dilakukan melalui proses peniruan, berdasar teori ini ada tiga
asumsi, yaitu:
a. Individu merimanya, merupakan mekanisme replikasi
terhadap apa apa yang diterimanya, maka dari itu diperlukan
role model sebagai acua dalam membentuk standart yang
diinginka.
b. Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara
pembelajaran di dalam kelas dengan lingkungannya.
c. Hasil pembelajaran yang dituju adalah berupa konsep nilai
yang mapan yang tertuang dalam kehidupan sehari-hari
melalui perilaku.
2. Implikasi Praktis
Dari hasil penelitian mengisyaratkan kepada pondok
pesantren Subulussalam dan juga pondok pesantren Raden Paku
dalam internalisasi nilai- nilai Aswaja untuk mendesain
pembelajaran Aswaja sebagai wahana pembelajaran yang mampu
meningkatkan partisipasi siswa. Proses pengkajian juga harus

73
menguatkan proses indoktrinasi nilai-nilai Aswaja kepada siswa,
sehingga seusai pengkajian siswa mempunyai anggapan nilai yang
diyakini kebenarnaya tanpa berfikir secara rasional terlebih
dahulu.
Guna lebih menekankan hasil internalisasi nilai-nilai
Aswaja, maka para ustadh harus mempunyai kreatifitas dalam
mendesai kegiatan – kegiatan pendukung yang mengarah pada
pembiasan pengamalan amaliyah yang mencerminkan nilai-nilai
Aswaja, serta harus mengikuti setiap perkembangan para santri
sehingga diharapkan munculnya kedektan emosional antara guru
dan siswa sehingga guru mampu mengcover dan mengarahkan
siswa sesuai perkembangan yang diharapkan.

C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, maka
dengan ini peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak:
1. Bagi Pengasuh pesantren hendaknya senantiasa meningkatkan
intensitas dalam mengayomi, melaksanakan dan melakukan
evaluasi keterlaksanaan kegiatan-kegiatan pesantren yang
berkaitan dengan internalisasi nilai-nilai aswaja dalam
pembelajaran kitab kuning.
2. Para Kyai dan Ustadz serta pesantren diharapkan berupaya untuk
selalu menginternalisasikan nilai-nilai agama Islam agar Para
Kyai, Ustadz dan pesantren semakin lebih baik melaksanakan
internalisasi aswaja dalam pembelajaran kitab kuning. Lebih
penting lagi, para Kyai dan Ustadz dapat memberikan teladan
yang baik terkait nilai-nilai agama Islam
3. Para santri diharapkan untuk selalu melaksanakan nilai-nilai
agama Islam dengan penuh kesadaran diri, tenggungjawab serta
amanah dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari
4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lanjutan

74
yang lebih komprehensif lagi mengenai internalisasi nilai-nilai
agama Islam dalam membentuk karakter santri

75
DAFTAR RUJUKAN

Abdul Madjid. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,


(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2012), 119
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2007),170
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU Lajnah Bahtsul Masa‟il 1926-
1999,….hlm.16.
Ahmad Zahro,Tradisi Intelektual NU Lajnah Bahtsul Masa‟il 1926-
1999,(Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2004) hal. 24
Biklen, Qualitative Research for Education.., 31
Bognan. R.C dan Biklen, S.K., Qualitative Research for Education, an
Introduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and
Bacon Inc, 1992), 29-32
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008), 151
DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1989) hlm. 336.
Dewi Sutrisno, “Aktualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam
Kurikulum 2013 (Studi Kasus Pada Madrasah Negeri 4
Jakarta)” (Tesis—UIN Syarif Nidayatullah Jakarta, 2016)
H.M Arifin, Filsafat ..., 141
Husnul Habib Sihombing dan Erianjoni,”Internalisasi Nilai-Nilai
ASWAJA Pada Organisasi Gerakan Pemuda Ansor Di Kota
Padang”, Jurnal Persepektif Vol.1, No 4, Th. 2018
Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 82
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan
Keagamaan, (Malang: Kalimasahada Press, 1996), 57
James Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakart:Raja Grafindo
Persada,1993), 256

76
Janawi, Kompetensi Guru Citra Guru Profesional, (Bandung: Alfabeta,
2012), hal.31
KBBI.
Khoidul Hoir, “Internalisasi Nilai-Nilai Aswaja Al-Nahdliyah Dalam
Praktek Ideologi Kebangsaan Di Kalangan Pemuda
Sampang” (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019), 1-15.
Khoirul Anam dan Abdul Alawi dkk, Ensiklopedia Nahdlatul
Ulama,Sejarah
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), 103.
Lexy J Moloeng,. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2013), 6
M. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991), 144
M.B. Miles dan A.M. Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Tim
Rosdakarya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), 3.
Moleong, Metode Penelitian.., 326.
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi
Evaluasi dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras, 2009),104
Mujamil Qomar, NU Liberal dari Tradisionalisme Ahlussunah ke
Universalisme Islam.(Bandung: Mizan, 2002), 91
Mustiqowati Ummul Fitriyah dan M. Saiful Ummam, “Seminar Nasional
Islam Moderat: Internalisasi Nilai-Nilai ASWAJA Dalam
Pendidikan Islam Sebagai Upaya Deradakalisasi Menuju
Good Netizen “ISSN:2622-9994, diakses pada tanggal 15
oktober 2019 pukul 13:00.
Nandang Kosasih dan Dede Sumarna, Pembelajaran Kuantum dan
Optimalisasi kecerdasan,(Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 21
Nur Khalik Ridwan dkk, Gerakan Kultur Islam Indonesia, (Yogyakarta:
Jamaah Nadhliyyin Mataram (JNM), 2015) hal. 348.
Nurul zuhriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
perubahan, (Menggagas Platfrom Pendidikan Budi Pekerti

77
secara Kontektual dan Futuristik) (Jakarta: Bumi Aksara,
2011) hlm. 7.
Pengurus Lembaga LP Ma;arif NU Pusat, Standart Pendidikan Ma‟arif
NU, (Jakarta:2014,)20
PW NU, Aswaja An..., 57
PW NU,Aswaja An..., 57
PW NU,Aswaja An...,57-58
Robert. K. Yin, Case Study Research: Design and Methods (Newbury
Park CA: Sage, 1984), 18
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai,
(Bandung:Alfabeta, 2004),
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung:
Tarsito, 1988), 17.
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi,
(Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990), 81
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2002), 130.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 22
Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), hlm. 207-208.
Thoba Chatib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yohjakarta: Pustaka
Belajar,1996),61
Titik Sunarti Widyaningsih, dkk., Internalisasi dan Aktualisasi Nilai-
Nilai Karakter pada Siswa SMP dalam Perspektif
Fenomenologis (Studi Kasus di SMP 2 Bantul), Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol.2,
No.2 (2014), 181.
Ulvanurmalasari.blogspot.com, diakses tanggal 1 September 2017, jam
11:25 Am.
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (1)

78
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
Wawancara dengan Bapak Afif Sugiono selaku tokoh Agama pada
tanggal pada tanggal 22 April 2020
Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: AR-Ruzz
Media, 2017) hlm. 19.
Zakiyah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,
2002), 260

79
Lampiran 1.1. Dokumentasi Penelitian

Pertemuan dewan guru dan pengurus PP. Subulussalam

Kegiatan tahasus PP. Raden Paku

76
Pengajian kitab kuning santri putra PP Subulussalam

Pengajian kitab kuning santri putri PP Subulussalam

77
Praktek ubudiah PP Raden Paku

78

Anda mungkin juga menyukai