Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebaran Islam yang berkembang secara spektakuler di Negara-Negara
Asia Tenggara berkat peranan dan kontribusi tokoh-tokoh tasawuf adalah
kenyataan yang diakui oleh hampir mayoritas sejarahwan dan peneliti. Hal itu
disebabkan oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih kompromis dan
penuh kasih sayang.
Terdapat kesepakatan dikalangan sejarahwan dan peneliti, orientalis, dan
cendikiawan Indonesia, bahwa tasawuf adalah faktor terpenting bagi
tersebarnya Islam secara luas. Secara historis, tasawuf telah mengalami
perkembangan melalui beberapa tahap, sejak pertumbuhan hingga
perkembangannya sekarang. Tahap pertama masih berupa zuhud dalam
pengertian yang masih sangat sederhana. Yaitu, ketika pada abad ke-1 dan ke-
2 H, sekelompok kaum muslim memusatkan perhatian dan memprioritaskan
hidupnya hanya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar keuntungan akhirat.
Tokohnya antara lain Hasan Al-Bashri (w. 110 H) dan Rabi’ah Al’adawiyah
(w. 185 H). Kehidupan “model” zuhud kemudian berkembang pada abad ke-
3 H ketika kaum sufi mulai memperhatikan aspek-aspek teoritis psikologis
dalam rangka pembentukan perilaku hingga tasawuf menjadi sebuah ilmu
akhlak keagamaan.
Pembahasan luas dalam bidang akhlak mendorong lahirnya pendalaman
studi psikologis dan gejala-gejala kejiwaan serta pengaruhnya bagi perilaku.
Pemikiran-pemikiran yang lahir selanjutnya terlibat dalam masalah-masalah
epistemologis. Masalah ini berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai
hubungan manusia dengan Allah swt., sehingga lahir konsepsi-konsepsi
seperti fana’, terutama oleh Abul Yazid al-Busthami (w. 261 H).
Dengan demikian suatu ilmu khusus telah berkembang di kalangan kaum
sufi, yang berbeda dengan ilmu fiqh, baik dari segi objek, metodologi, tujuan
maupun istilah-istilah yang digunakan. Lahir pula tulisan-tulisan, antaralain,
seperti Al-Risalah Al-Qusyairiyyah karya Al-Qusyairi dan ‘Awarif Al-

1
Ma’arif karya Al-Suhrawardi Al-Baghdadi. Tasawuf kemudian menjadi
sebuah ilmu setelah sebelumnya hanya merupakan ibadah-ibadah praktis.
Dengan munculnya aliran tersebut, tasawuf terbagi dua. Pertama,tasawuf
Sunni yang dikembangkan para sufi pada abad ke-3 dan ke-4 H yang disusul
Al-Ghazali dan para pengikutnya dari syaikh-syaikh tarekat, yaitu tasawuf
yang berwawasan moral praktis dan bersandarkan kepada Al-Qur’an dan
Sunnah. Kedua, tasawuf falsafi yang menggabungkan tasawuf dengan
berbagai aliran mistik dari lingkungan di luar Islam, seperti
dalam Hinduisme, kependetaan Kristen ataupun teosofi dalam neo-
Platonisme.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Tasawuf di Indonesia?
2. Siapa saja tokoh- yang berpengaruh dalam Perkembangan Tasawuf di
Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Perkembangan Tasawuf di Indonesia
2. Untuk mengetahui tokoh- yang berpengaruh dalam Perkembangan
Tasawuf di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Tasawuf di Indonesia


Tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejak masuknya agama
islam di Negara ini. Ketika pedagang-pedagang muslim mengislamkan orang-
orang Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga
mengguanakan pendekatan tasawuf.1
1. Perkembangan Tasawuf di pulau Jawa
Penyebaran ajaran Islam dipulau Jawa adalah Wali songo dengan
menggunakan pendekatan mistik, yang didalamnya diisi dengan ajaran
Tasawuf. Mereka dalam menentukan taktik dan srategi, mula-mula dalam
menyebarkan dakwahnya melalui pendekatan mistik atau Tasawuf unr\tuk
mengislamkan masyarakat di pulau Jawa karena dilatar belakangi oleh
kepercayaan agama Hindu Budha yang berinti ajarannya adalah mistik.
Pendekatan tahap ini tidak memperketat kemurnian ajaran Islam, karena
merupakan suatu taktik dan strategi dakwahnya tetapi tahap selanjutnya
baru dilakukan pemurnian ajaran Islam.dalam perkembangan Tasawuf di
pulau Jawa dimana mereka dihadapkan dua ailran Tasawuf yang
bertentangan yaitu aliran Sunni atau salaf dan alira Falsafati. Aliran Sunni
dikembangkan oleh masyarakat Muslim dengan tidak meninggalkan
unsur-unsur keIslaman.
2. Perkembangan Tasawuf di sumatera
Ulama-ulama yang berpengaruh di sunatera yaitu
a. Syeh Hamzah Pansuri, beliau salah satu penyebab ajaran Tasawuf
dapat dikenal oleh orang banyak, karena kemampuannya membuat
karya tulis yang bermutu tinggi; baik prosaya merupakan buku yang
menguasai syair-syair maupun prosa yang berintikan ajaran Tasawuf.

1
Abdullah, Nawash, 1999. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di
nusantara, Surabaya: al-Ikhlas, hal 87

3
b. Syeh Syamsudin bin Abdillah as-Sumatrany, beliau belajar ilmu
Tasawuf pada syeh hamzah pansuri di Sunan Bonang. Dia lebih giat
menulis buku Tasawuf dari pada gurunya dan keberhasilannya karena
ditunjang oleh dana yang memadai.
3. Perkembangan Tasawuf dikalimantan
Salah seorang shufi’ yang terkemuka di Kalimantan barat adalah
syeh Ahmad Khatib as-Syambasih, beliau banyak berguru kepada Ulama
shufi yang berkainan aliran dengannya. Sehingga segala macam tarekat
memasukinya dan sempat menguasai seluk beluk tarekat tersebut karena
ketekunannya berlajar dan cita-citanya untuk menguasai berbagai aliran
ilmu Tasawuf maka banyak ulama Tasawuf yang menimba ilmu
kepadanya.
4. Perkembangan Tasawuf di pulau sulawesi
Ajaran Tasawuf dipulau ini bercorak sunni dam falsafati Karena
kebanyakan penganut Tasawuf falsafati mencampur baurkan ajaran
Tasawuf dengan ilmu hitam. Sehingga semakin membingungkan
masyarakat awam, hal ini yang membuat masyarakat kurang minat belajar
Tasawuf. Namun berkat kemampuan karomah yang dimiliki oleh ulama
yang bernama Syeh Yusuf Tajul Khalwati al-Makassary yang ajaran
Tasawufnya beraliran sunni dapat mengajarkan ilmunya kepada
masyarakat meskipun ia sendiri masih merasakan kekurangan ilmu.

B. Tokoh- yang berpengaruh dalam Perkembangan Tasawuf di Indonesia


1. Walisongo
Agama Islam masuk ke Indonesia tidak langsung dari tanahArab,
tetapi melalui negeri Persia dan India yang dibawa oleh pedagang-
pedagang atau mereka yang khsusus datang untuk menyiarkan agama
Islam2. Agama Islam masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-4 atau ke-5
H, maka paham-paham sufi dan tasawuf yang sedang tersiar luas dan

2
Fathurrahman, Oman, 1999. Tanbih al-Masyi Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus
Abdurrauf Singkel di Aceh Abadc 17, Bandung: Mizan, hal 43

4
mendapat perhatian umum dalam Negara-negara Islam ketika itu, menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari materi dakwah yang disampaikan di
Indonesia.
Wali dalam konteks ini adalah keringkasan dari waliyullah, artinya
orang-orang yang dianggap dekat dengan Tuhan, orang yang mempunyai
keramat (karamah=kemuliaan), yang mempunyai bermacam-macam
keanehan/kelebihan. Wali-wali itu dianggap sebagai orang yang mula-
mula menyiarkan agama Islam di Jawa dan biasa dinamakan Wali
Sembilan atau wali songo. Para wali itu dalam menyiarkan agamanya
tidaklah berupa pidato atau ceramah di depan umum, tapi dalam
kumpulan-kumpulan yang terbatas, bahkan kebanyakan secara rahasia di
bawah empat mata yang kemudian diteruskan dari mulut ke mulut. Ketika
pengikutnya mulai bertambah banyak, maka terjadilah tabligh-tabligh
yang diadakan didalam rumah-rumah perguruan, yang biasa dinamakan
pondok atau pesantren. Walisongo itu adalah: 1) Syekh Maulana Malik
Ibrahim; 2) Raden Rahmat; 3) Sunan Makdum Ibrahim; 4) Raden Paku; 5)
Syarif Hidayatullah; 6) Ja’far Sodiq; 7) Raden Prawoto; 8) Syarifuddin; 9)
R.M Syahid (Raden Said).
2. Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar dikenal dengan banyak nama seperti Sitibrit dan
Lemah Abang. Menurut Dalhar Shodig, Syeikh ini berasal dari Cirebon,
Jawa Barat dengan nama asli Ali Hasan, ia hidup pada pertengahan 16 M.
Dalam mengembangkan ajarannya Syeikh Siti Jenar dianggap amat
liberal dan kontroversial dinilai melawan arus yang dibangun oleh Wali
Songo. Pemikiran Syeikh Siti Jenar bahwa hidup didunia dinilai sebagai
kematian dan lepasnya nyawa sebagai awal dari kehidupan, baginya
syariat Islam berlaku setelah manusia menjalani kehidupan pasca
kematian.3

3
Nassr, Sayyid Husein, 2003. Ensiklopedi Tematis Spiirtualitas Islam Manifestasi, penterj.
Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan Media Utama, hal 21

5
Pendapat Siti jenar yang lain adalah bahwa tuhan itu bersemayam
didalam dirinya dan shalat lima waktu sehari juga zikir merupakan suatu
keputusan hati, tergantung kepada kehendak pribadi.
Siti Jenar berpendapat bahwa Tuhanlah satu-satunya penguasa
Alam ini dan Dia pula yang berkuasa atas segala kehendak-Nya, Dialah
yang Maha Mulia, Pangkal dari segala Ilmu, Maha sempurna dan tanpa
cacat seperti Hamba-Nya.
3. Syiekh Abdul Rauf as-Singkili
Nama lengkapnya Abdul Rauf Singkel dalam ejaan bahasa arab
disebut ’Abd ar-Rauf bin ’Ali al-Jawiyy al-Fansuriyy as-Sinkilyy,
selanjutnya akan disebut Abdurrauf. Ia adalah seorang Melayu dari Fansur,
Sinkil (Singkel) di wilayah pantai barat laut Aceh. Ayahnya adalah
seorang arab bernama Syeikh Ali. Hingga saat ini tiak ada data pasti
mengenai tanggal dan tahun kelahirannya. Akan tetapi menurut hipotesis
Rinkes, Abdurrauf dilahirkan sekitar tahun 1615 M. Rinkes mendasarkan
dugaannya setelah menghitung mundur dari saat kembalinya Abdurrahman
dari tanah Arab ke Aceh pada 1661 M.5
Abdurrahman wafat pada tahun 1693 M dan dimakamkan
disamping makam teuku Anjong yang dianggap paling keramat di aceh,
dekat kuala sungai Aceh. Oleh karena itulah di Aceh ia dikenal dengan
sebutan Teuku di Kuala. Hingga kini makamnya menjadi tempat ziarah
berbagai lapisan masyarakat, baik dari Aceh sendiri maupun dari luar
Aceh. Berkat kemasyurannya, nama Abdurrauf diabadikan menjadi nama
sebuah perguruan tinggi di Aceh, yaitu Univeraitas Syiah Kuala.
Sebagai ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu keagamaan,
Abdurrauf telah menghasilkan berbagai karangan yang mencakup bidang
fiqih, hadist, tasawuf, tafsir al-Qur’an, dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Beberapa karangan yang dihubungkan dengan Abdurrauf dibidang tasawuf
antara lain 4:

4
Wahyudi, Agus, 2006. Inti Ajaran Makrifat Islam-Jawa: Menggali Ajaran Syeikh Siti
Jenar dan Wali Songo dalam Perspektif Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Dian Yogyakarta, hal 89

6
Tanbih al-Masyi al-Manshub Ila Thariq al-Qusyassyiyy (pedoman
bagi orang yang menempuh tarekat al-Qusyasyiyy, bahasa arab)
’Umdah al-Muhtajin Ila Suluk Maslak al-Mufarridin (pijakan bagi orang-
orang yang menempuh jalan tasawuf, bahasa melayu).
Sullam al-Mustafidin (tanga setiap orang yang mencari faedah, bahasa
Melayu).Piagam tentang Dzikir (bahasa Melayu).
Kifayah al-Muhtajin Ila Masyrab al-Muwahhidin al-Qa’ilin bi
Wahdah al-Wujud (bekal bagi orang yang membutuhkan minuman ahli
tauhid penganut Wahdatul Wujud, bahasa Melayu).
4. Hamzah Fansuri
Hamzah fansuri adalah ulama dan sufi pertama yang menghasilkan
karya tulis ketasawufan dan keilmuan dalam bahasa melayu tinggi atau
baku. Berdasarkan kata “fansur” yang menempel pada namanya, sebagian
peneliti beranggapan bahwa ia berasal dari fansur, sebutan orang arab
terhadap barus yang sekarang merupakan kota kecil di pantai barat
sumatera utara yang terletak diantara sibolga dan singkel. Dipercaya
bahwa hamzah fansuri hidup antara pertengahan abad ke-16 hingga awal
abad ke-17.
Pemikiran-pemikiran fansuri tentang tasawuf banyak dipengaruhi
ibn’arabi dalam paham wahdat wujudnya. Diantara ajaran-ajarannya
adalah:
a. Allah. allah adalah dzat yang mutlak dan qadim sebab dia adalah yang
pertama dan pencipta alam semesta. Allah lebih dekat daripada leher
manusia sendiri, dan bahwa allah tidak bertempat, sekalipun sering
dikatakan bahwa Ia ada dimana-mana. Ketika menjelaskan ayat
“fainama tuwallu fa tsamma wajhu’llah” ia katakana bahwa
kemungkinan untuk memandang wajah allah dimana-mana merupakan
unio-mistica. Para sufi menafsirkan “wajah allah” sebagai sifat-sifat
tuhan seperti pengasih, penyayang, jalal, dan jamal.
b. Hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya, wujud itu hanyalah satu
walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu ini ada yang

7
merupakan kulit (mazh-har, kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi
(kenyataan batin). Semua benda yang ada sebenarnya merupakan
manifestasi dari yang haqiqi yang disebut al-haqq ta’ala. Ia
menggambarkan wujud tuhan bagaikan lautan dalam yang tak
bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelombang lautan
wujud tuhan. Pengalira dari dzat yang mutlak ini diumpamakan gerak
ombak yang menimbulkan uap, asap, awan, yang kemudian menjadi
dunia gejala. Itu pula yang disebuttanazul. Kemudian segala sesuatu
kembali lagi kepada tuhan (taraqqi) yang digambarkan bagaikan uap,
asap, awan, lalu hujan dan sungai dan kembali lagi ke lautan.
c. Manusia. Walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan,
ia adalah tingkat yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang
paling penuh dan sempurna. Ia adalah alira atau dan pancaran langsung
dari dzat yang mutlak. Ini menunjukkan adanya semacam kesatuan
antara Allah dan manusia.
d. Kelepasan. Manusia sebagai makhluk penjelmaa yang sempurna dan
berpotensi untuk menjadi insan kamil (manusia sempurna), tetapi
karena ia lalai, pandagannya kabur dan tiada sadar bahwa seluruh
alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.
5. Syamsuddin Sumatrani
Syamsuddin Sumatrani adalah keturunan seorang ulama, ia
mendapat pendidikan agama dari Syeikh Hamzah Fansuri. Syamsuddin
Sumatrani dikenal dengan nama Syamsuddin Pasai. Hidup diantara tahun
1575-1630 M. Ia mengikuti tarekat Qadirriyah yang mendapat sokongan
dari Sultan Iskandar, selain mendapat sokongan Syamsudin Sumatrani
juga pernah memangku jabatan sebagai perdana menteri kerajaan aceh.
Setelah mangkatnya sultan Iskandar Muda, Nuruddin Al-Raniri berhasil
mempengaruhi Sultan Iskandar Tsani dan karena ini ajaran Hamzah

8
Fansuri yang disiarkan oleh Syamsyudin Sumatrani terhapus. Pokok-
pokok ajaran dari Syamsuddin Sumatrani5 :
a. Tentang Allah, Syamsuddin mengajarkan bahwa Allah itu Esa ada nya,
qadim dan baqa.
b. Tentang penciptaan. Sufi ini menggambarkan tentang penciptaaan dari
Dzat yang mutlak itu melalui beberapa tahapan atau tingkatan dimulai
dari tingkatan ahadiyah, wahdah, wahidiyah, alam arwah, alam mitsal,
alam ajsam dan alam insan.
c. Tentang manusia ia berpendapat bahwa manusia seolah-olah semacam
objek ketika tuhan menzahirkan sifatnya. Semua sifat yang dimiliki
oleh manusia ini adalah sekadar penggambaran dari sifat-sifat tuhan,
bukan berarti sifat-sifat yang dimiliki manusia sama dengan Tuhan.
6. Nuruddin Al-Raniri
Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin
Hasanji bin Muhammad Hanif Al-Raniri Al-Quraisyi Al-Syafi’i. Nuruddin
Al Raniri adalah sarjana India keturunan Arab, beliau dilahirkan di daerah
Ranir yang tak jauh dari Gujarat.
Al Raniri berkunjung ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar II, Raniri menjabat sebagai mufti untuk kerajaan aceh selama 7
tahun. Selain sebagai Ulama dan Mufti, Al-Raniri juga sebagai figur yang
produktif dan berpengetahuan luas diberbagai bidang Ilmu pengetahuan.
Dibuktikan dengan berbagai karya-karya ilmiahnya mencakup bidang-
bidang Fiqh, Hadits, Tasawuf, Perbandingan Agama dan Filsafat. Tak
kurang dari 30 judul buku karyanya yang ditemukan hingga kini, antara
lain :
a. Al-Shirath Al-Mustaqim, dalam bahasa Indonesia dengan pembahasan
topik pembahasan dalam bidang fiqh meliputi shalat, puasa, zakat, haji
dan kurban serta hukum-hukumnya.

5
Zoet Mulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti, 1990, Pantheisme dan Monoisme dalam
Sastra Suluk Jawa, penterj. Dick Hartoko, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal 21

9
b. Nubdzah fi Da’wah Al-Dzill. Dengan topik pembahasan tasawuf dan
penegasan aliran pemikirannya yang menilai konsep panteisme sesat.
Buku ini menggunakan tanya-jawab.
c. Asrar Al-Ihsan fi Ma’rifah Al-Ruh wa Al-Bayan dalam bahasa
indonesia dengan topik pembahasan manusia dalam hubungannya
dengan Allah Swt, masalah ruh beserta hakikatn ya.
d. Akhbar Al-Akhirah fi Ahwal Al-Qiyamahdengan topik
pemabahasan al-nur Al-Muhammadi, penciptaan Adam, siksaan hari
kiamat, surga dan neraka.
e. Jawahir Al-Ulum fi Kasyf Al-Ma’lum dalam bahasa indonesia dengan
topik pembahasan tasawuf, teori, ilmu makrifat, ilmu hakiki, wujud
dan sifat-sifat Allah SWT.

Tatkala Sultan Iskandar Tsani naik tahta, Syaikh Nuruddin Al


Raniri segera menjadi Mufti karena menjalin hubungan yan baik dengan
Sultan. Kesempatan ini tidak disia-siakan dan dia segera melancarkan
kampanye pemberantasan apa yang disebutnya tasawuf wujudi
“ateis” yang menjadi sasarannya adalah pengikut Al-Fansuri dan semua
buku-buku dan karya dari Al-Fansuri dimusnahkan. Adapun ajaran-
ajaran tasawuf Nuruddin Al-Raniri adalah:
a. Tentang Tuhan
Pendirian Al-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya
bersifat kompromis. Ia berusaha menyatukan paham mutakallimin
dengan paham para sufi yang diwakili Ibn ’Arabi. Ia berpendapat
bahwa ungkapan ” wujud Allah dan alam esa” berarti bahwa alam ini
merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu Allah.
Namun, ungkapan itu pada hakikatnya adalah bahwa alam ini tidak
ada. Yang ada hanyalah wujud Allah yang esa. Jadi tidak dapat
dikatakan bahwa alam ini berbeda atau bersatu denga Allah.
Pandangan Ar- Raniri hampir sama dengan Ibn ‘Arabi bahwa alam ini
merupakan tajalli Allah.

10
b. Tentang alam
Ar-Raniry berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah melalui
tajalli. Ia menolak teori al-faidh (emanasi) Al-Farabi karena akan
membawa kepada pengakuan bahwa alam ini qadim sehingga dapat
jatuh kepada kemusyrikan. Alam dan falak, menurutnya, merupakan
wadah tajalli asma dan sifat Allah dalam bentuk yang kongkret. Sifat
ilmu bertajalli pada alam dan akal; nama Rahman ber-tajalli pada arsy,
namaRahim ber-tajalli pada kursy, nama Raziqbertajalli pada falaq
ketujuh, dan seterusnya.
c. Tentang manusia
Manusia, menurut Ar-Raniri, merupakan makhluk Allah yang
paling sempurna di dunia ini. Sebab, manusia merupakan khalifah
Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya. Juga karena ia
merupakan mazhhar (tempat kenyataan asma dan sifat Allah paling
lengkap dan menyeluruh). Konsep insan kamil, menurutnya hampir
sama dengan apa yang telah digariskan Ibn ’Arabi.
d. Tentang wujudiyah
Inti ajaran wujudiyah, menurut Ar-Raniri, berpusat pada wahdat
al-wujud, yang disalahartikan kaum wujudiyyah dengan arti
kemanunggalan Allah dengan alam. Menurutnya, pendapat Hamzah
Fansuri tentang wahdat al-wujud dapat membawa kekafiran. Ar-Raniri
berpandangan bahwa jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu,
dapat dikatakan bahwa manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah
manusia maka jadilah seluruh makhluk itu adalah Tuhan. Semua yang
dilakukan manusia, buruk atau baik, Tuhan turut serta melakukannya.
Jika demikian halnya, manusia mempunyai sifat-sifat Tuhan.
e. Tentang hubungan syari’at dan hakikat
Pemisahan antara syari’at dan hakikat, menurut Ar-Raniri,
merupakan sesuatu yang tidak benar. Untuk menguatkan
argumentasinya, ia mengajukan beberapa pendapat pemuka sufi,
diantaranya adalah syekh Abdullah Al-Aidarusi yang menyatakan

11
bahwa tidak ada jalan menuju Allah, kecuali melalui syari’at yang
merupakan pokok dan cabang islam.
Dalam berbagai karyanya kecendrungan Al-Raniri adalah
menentang pendapat-pendapat Fansuri dan Al-Sumatrani,
bersandarkan kepada pemikiran, sebagai berikut :
1) Panteisme persis sama dengan pendapat-pendapat filosof,
Zoroaster dan ajaran Reinkarnasi dalam hal hubungan khaliq dan
makhluq.
2) Panteisme mempraktikkan ajaran al-hulul-nya orang-orang ateis,
yaitu percaya bahwa tuhan berada di dalam makhluq.
3) Panteisme percaya bahwa wujud Allah swt. Adalah basith (simpel)
4) Panteisme mengikuti doktrin bahwa Al-Quran ini adalah sebuah
makhluq sesuai dengan aliran Mu’tazillah
5) Panteisme percaya bahwa “alam bersifat qadim” seperti halnya
ajaran-ajaran sebagian filosof.6
7. Muhammad Nafis Al Banjari
Tokoh ini merupakan tokoh Tasawuf Kalimantan selatan, lahir
pada 1148/1735 di Martapura dari keluarga bangsawan Banjar. Pendidikan
awalnya ditempuh dikampung halamannya kemudian diteruskan ke
Mekkah. Guru-guru beliau antara lain adalah Al-Sammani, Muhammad al-
Jawhari, Abd’ Allah Ibn Hijazi al-Syarqawi, Muhammad Shiddiq ibn
Umar Khan.
Muhammad Nafis Al Banjari diketahui berteman dengan Al-
Palimbani, Muhammad Arsyad, dll. Muhammad Nafis seperti kebanyakan
Ulama Melayu Indonesia yaitu bermazhab Syafi’i dan berteologi Asy’ari.
Dia berafiliasi dengan beberapa tarekat yaitu Qadirriyah, Syatarriah,
Sammaniyah, Naqsybandiah dan Khalwatiyyah. Muhammad Nafis adalah
seorang ahli Kalam dan Tasawuf karyanya al-Durr Al-Nafs menekankan
transedental mutlak dan ke-esaan Tuhan. Buku beliau ini dilarang oleh

6
Zoet Mulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti, 1990, Pantheisme dan Monoisme dalam
Sastra Suluk Jawa, penterj. Dick Hartoko, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal 21

12
Belanda karena dikhawatirkan akan mendorong umat Islam melakukan
Jihad.
Menurut Muhammad Nafis keesaan Tuhan (tauhid) terdiri atas
empat tahap: Tauhid Al-Af’al (keesaan perbuatan Tuhan), Tauhid al-
Shifat (keesaan sifat-sifat Allah) Tauhid Al-Asma’(keesaan nama-nama
tuhan) dan Tauhid al-Dzat. Muhammad Nafis menekankan pentingnya
kepatuhan terhadap syariat baik lahir maupun batin untuk mencapai
tahap Kasyf, mustahil seseorang sampai tahap itu tanpa menguatkan daya
spritualnya dengan cara menjalankan ibadah-ibadah lain yang ditetapkan
dalam syariat.
Dalam ajarannya, Muhammad Nafis al Banjari mementingkan
kepatuhan kepada syariat secara lahir ataupun secara batin untuk mencapai
tahap kasyf, mustahil untuk seseorang mencapai tahap itu tanpa
menguatkan daya spritualnya dengan cara menjalankan Ibadah-ibadah dan
kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan dalam syariat.
8. Ismail Al-Minangkabawi
Nama lengkap beliau adalah Al-‘Alim Al-Fadhil Al-Hammam Al-
Kamil Shahib Al-Wilayah Wal Karamah Syeikh Ismail Al-Khalidi. Syeikh
Ismail al-Khalidi adalah pelopor tarekat Naqsyabandiyah khalidiyyah di
Minangkabau.
Pendidikan agama Syeikh Ismail bermula di Surau, kemudian
melanjutkan pelajarannya ke Tanah Suci, semasa di Arab beliau menetap
selama 30 tahun Makkah dan 5 tahun di Madinah sambil menulis kitab
karangan beliau yaitu Kifayat Al-Ghulam ditulis dalam bahasa Melayu
klasik. Syeikh Ismail al Minangkabawi mempunyai banyak murid, dua
diantranya yang terkenal adalah Raja Ali Ibn Yamtuan Muda Raja Ja’far
dan sepupunya Raja Ali Haji.
Ismail sendiri dibai’at masuk ke Tarikat Naqsabandiyah oleh
Khalifah dari Maulana Khalid di Mekkah. Sebelum mengadakan
perjalanan kembali ke Asia Tenggara, Ismail sudah lama
mengajarkan Tarikat NaqsyabandiyahKhalidiyyah di Makkah, dan ketika

13
memulai perjalanannya kembali ke Asia Tenggara ia mula-mula singgah di
Singapura dan menjadikannya sebagai basis sementara dan mulai
mengajarkan tarekat disana. Ajaran yang dibawanya sendiri ini juga ada
yang menentang, diantaranya adalah seorang Ulama berasal dari
Hadramaut yaitu Salim bin Samir.
Kitab Khifayat al-Ghulam karangan Ismail al-Minangkabawi berisi
dimulai dengan Rukun Islam, Rukun Iman, lalu membicarakan sifat
sepuluh yang wajib diketahui, karena menurutnya tidak sah ibadah
seseorang tanpa mengetahui sifat Tuhannya. Ada juga bab khusus yang
berbicara tentang Bersuci, Shalat, Puasa, Haji dan Nikah yang menjadi
banyak perhatian di Asia tenggara, karena keunggulan kitab ini dibanding
kitab-kitab lain.7
9. Hamka
Hamka ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah) dilahirkan di Tanah
Sirah, Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, tepatnya pada tanggal 13
Muharram 1362 H, bertepatan dengan 16 februari 1908 M. Ayahnya
adalah Abdul Karim Amrullah. Ayah Hamka termasuk keturunan Abdul
Arief, gelar Tuanku Pauh Pariaman atau Tuanku Nan Tuo, salah seorang
pahlawan paderi. Pemikiran-pemikiran Hamka tentang tasawuf
diantaranya:
a. Hakikat tasawuf
Tasawuf pada hakikatnya adalah usaha yang bertujuan untuk
memperbaiki budi dan membersihkan batin. Artinya, tasawuf adalah
alat untuk membentengi dari kemungkinan-kemungkinan seseorang
terpeleset kedalam lumpur keburukan budi dan kekotoran batin yang
intinya, antara lain dengan berzuhud seperti teladan hidup yang
dicontohkan langsung oleh Rasulullah lewat As-sunnah yang shahih.
Tasawuf bagi hamka bukanlah tujuan melainkan alat. Dia tidak ingin
tasawuf dijadikan tujuan seperti kebanyakan yang dia lihat di

7
Zoet Mulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti, 1990, Pantheisme dan Monoisme dalam
Sastra Suluk Jawa, penterj. Dick Hartoko, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal 45

14
sekelilingnya waktu mudanya yang menyebabkan kemandegan
bahkan kemunduran hidup.
Dengan dasar uraian tersebut, hamka lalu merinci beberapa hal
sebagai berikut: tasawuf menjadi negative, bahkan sangat negative
kalau tasawauf: 1) Dilaksanakan dengan bentuk berbagai kegiatan
yang tidak digariskan oleh ajaran agama islam yang terumus dalam al-
qur’an dan as-sunnah, seperti mengaharmkan pada diri sendiri terhadap
hal-hal yang oleh allah swt. dihalalkan; 2) Dilaksanakan dalam
wujud kegiatan yang dipangkalkan terhadap pandangan bahwa dunia
ini harus dibenci. Justru pandangan semacam itu telah tampak
melembaga dalam kalangan penganut tarekat.
Tasawuf akan menjadi positif, bahkan sangat positif kalau tasawuf:
1) Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang searah
dengan muatan-muatan peribadahan yang telah dirumuskan sendiri
oleh al-qur’an dan as-sunnah; mana yang diwajibkan dan dihalalkan
dikerjakan dan mana yang diharamkan ditinggalkan. Sementara itu,
wajah peribadahan harus berkorelasi antara ibadah yang “hablum
minallah” (ibadah murni) dan ibadah yang “hablum minannas” (ibadah
sosial nyata); 2) Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan yang berpangkal
pada kepekaan sosial yang tinggi dalam arti kegiatan yang dapat
mendukung “pemberdayaan umat Islam”.
b. Fungsi tasawuf
Menurut pendapat Hamka, tasawuf yang bermuatan zuhud yang
benar, yang juga dilaksanakan lewat peribadahan agama yang didasari
I’tiqad yang benar, mampu berfungsi sebagai media pendidikan moral
yang religius yang efektif. Pendapat ini didasarkan atas
pengamatannya terhadap cara melaksanakan hidup ketasawufan
dikalangan masyrakat. Menurutnya, dalam tasawuf senantiasa
ditekankan masalah pembinaan moral secara positif.
c. Tasawuf modern

15
Dari segi struktur, tasawuf yang ditawarkan Hamka berbeda
dengan tasawuf pada umumnya (tasawuf tradisional). Tasawuf yang
ditawarkan Hamka (disebut tasawuf modern atau tasawuf positif)
berdasar pada prinsip “tauhid”, bukan pencarian pengalaman
“mukasyafah”. Jalan tasawufnya melalui sikap zuhud yang dapat
dilaksanakan dalam peribadahan resmi sikap zuhud, tidak perlu terus
menerus bersepi-sepi diri dengan menjauhi kehidupan normal.
Penghayatan tasawufnya berupa pengalaman taqwa yang dinamis,
bukan ingin bersatu dengan tuhan (unitive state). Dan refleksi
tasawufnya berupa menampakkan makin meningginya kepekaan sosial
dalam diri sufi (disebut juga karamah dalam arti sosio-religius), bukan
karena ingin mendapat karamah yang bersifat magis, metafis, dan
sebagainya.8
Secara garis besar, konsep dasar sufistik yang ditawarkan Hamka
adalah sufisme yang berorientasi kedepan, yang ditandai dengan
mekaisme sebuah system ketasawufan yang unsur-unsurnya meliputi:
prinsip tauhid, dalam arti menjaga trensendensi Tuhan dan sekaligus
merasa dekat dengan Tuhan memanfaatkan peribadahan sebagai media
bertasawuf, dalam arti disamping melaksanakan perintah agama juga
mencari hikmah di balik semua perintah agama, juga mencari hikmah
dibalik semua perintah ibadah itu; dan menghasilkan refleksi hikmah
yang berupa sikap positif terhadap hidup dalam wujud memiliki etos
sosial yang tinggi. Ketiga unsur tersebut berjalan sedemikian rupa
tanpa harus mementingkan salah satu dan menggeser unsur yang lain.
Secara diametral, konsep dasar sufisme “tasawuf modern”-nya Hamka
ini berlawanan arah dengan konsep dasar sufisme “ tradisional” yang
dikenal selama ini.

8
Abdullah, Nawash, 1999. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di nusantara,
Surabaya: al-Ikhlas, hal 88

16
d. Qana’ah
Menurut Hamka, maksud qana’ah amatlah luas. Menyuruh benar-
benar percaya akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita,
sabar menerima ketentuan Illahi jika ketentuan itu tidak
menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjami-Nya nikmat. Dalam
hal demikian kita disuruh bekerja, berusaha, bergiat menguras tenaga,
sebab semasa nyawa dikandung badan, kewajiban belum berakhir. Kita
bekerja bukan lantaran meminta tambahan yang telah ada dan tak
merasa cukup pada apa ang ada ditangan, tetapi kita bekerja, sebab
orang hidup musti bekerja.
Qana’ah adalah modal yang paling teguh untuk menghadapi
penghidupan, menimbulkan kesungguhan hidup yang betul-betul
(energi) mencari rezeki. Jangan takut dan gentar, jangan ragu-ragu dan
syak, tetap pikiran, tegap qalbu, bertawakkal kepada tuhan,
mengharapkan pertolongan-Nya, serta tidak merasa jengkel jika ada
maksud yang tidak berhasil, atau yang dicari tidak dapat. 9
e. Tawakkal
Hamka menjelaskan tawakkal sebagai berikut: didalam qana’ah
sebagaimana kita nyatakan diatas, tersimpullah tawakkal, yaitu
menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar, dan usaha kepada
tuhan semesta alam. Dia yang kuat dan kuasa, sedangkan kita lemah
dan tidak berdaya. Tidaklah keluar dari garisan tawakkal, jika kita
berusaha menghindarkan diri dari kemelaratan, baik yang menyangkut
diri, harta-benda, anak turunan, baik kemelaratan yang yakin akan
datang, atau berat pikiran akan datang, atau boleh jadi akan datang.

9
Abdullah, Nawash, 1999. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di nusantara,
Surabaya: al-Ikhlas, hal 90

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejak masuknya agama
islam di Negara ini. Ketika pedagang-pedagang muslim mengislamkan orang-
orang Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga
mengguanakan pendekatan tasawuf
Penyebaran ajaran Islam dipulau Jawa adalah Wali songo dengan
menggunakan pendekatan mistik, yang didalamnya diisi dengan ajaran
Tasawuf. Mereka dalam menentukan taktik dan srategi, mula-mula dalam
menyebarkan dakwahnya melalui pendekatan mistik atau Tasawuf unr\tuk
mengislamkan masyarakat di pulau Jawa karena dilatar belakangi oleh
kepercayaan agama Hindu Budha yang berinti ajarannya adalah mistik
1. Walisongo
2. Syekh Siti Jenar
3. Syiekh Abdul Rauf as-Singkili
4. Hamzah Fansuri
5. Syamsuddin Sumatrani
6. Nuruddin Al-Raniri
7. Muhammad Nafis Al Banjari
8. Ismail Al-Minangkabawi
9. Hamka

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kekhilafan oleh karena itu, kepada para pembaca dan para
pakar utama penulismengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang
sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.

18
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,karena atas
karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pertama penulis dalam
mata kuliah ini, yang alhamdulillah dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak
hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak yang berkenan meluangkan
waktunya untuk membaca makalah ini.
Mengingat keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari
salah dan dosa, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi.
Salah dan khilaf penulis mohon maaf. kepada Allah, penulis mohon
ampun.
Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bengkulu, 2018

Penulis

i
19
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Tasawuf di Indonesia .................................................. 3
B. Tokoh- yang berpengaruh dalam Perkembangan Tasawuf
di Indonesia .......................................................................................... 4

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................... 18
B. Kritik dan Saran .................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii

ii
20
MAKALAH
AKHLAK TASAWUF
Tokoh Tokoh Tasawuf Dalam Islam

Disusun Oleh :

Dosen Pembimbing :

PRODI AKHLAK TASAWUF


FAKULTAS SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
BENGKULU
2017

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Nawash, 1999. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di


nusantara, Surabaya: al-Ikhlas
Fathurrahman, Oman, 1999. Tanbih al-Masyi Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus
Abdurrauf Singkel di Aceh Abadc 17, Bandung: Mizan
Nassr, Sayyid Husein, 2003. Ensiklopedi Tematis Spiirtualitas Islam Manifestasi,
penterj. Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan Media Utama
Wahyudi, Agus, 2006. Inti Ajaran Makrifat Islam-Jawa: Menggali Ajaran Syeikh
Siti Jenar dan Wali Songo dalam Perspektif Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka
Dian Yogyakarta
Zoet Mulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti, 1990, Pantheisme dan Monoisme
dalam Sastra Suluk Jawa, penterj. Dick Hartoko, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

22
iii

Anda mungkin juga menyukai