Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN LITERATUR TASAWUF PRA KEMERDEKAAN INDONESIA

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Tasawuf Nusantara

Oleh:

Rakha Pratama 11190331000051


Satria Jaya 11190331000037

AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
Pendahuluan
Penyebaran islam di Nusantara sebelum wilayah tersebut berganti nama menjadi
Indonesia telah massif dilakukan. Baik dari segi bidang syarit yang termasuk fiqih
didalamnya yang menjelaskan hukum-hukum dalam islam menjadi ciri tersendiri
penyebaran islam di Nusantara ini. Terkhusus dalam bidang Tasawuf yang kalah itu
banyak pandanga sebagai mistis.
Tasawuf menjadi salah satu “musuh” bagi kalangan pembaruan Islam. Penolakan
atas tasawuf dikarenakan konsep dan praktik tasawuf yang dianggap salah,
menyimpang dan bertentangan dengan syari’at Islam. Karena itu, tidak berlebihan
bila tasawuf dianggap sumber dari tahayul, bid’ah, dan khurafat.1 Pendapat tersebut
didasarkan pengamatan terhadap gerakan Islam di Indonesia. Paham keagamaan
Muhammadiyah, salah satu ormas yang mengusung modernisme Islam, menolak
tasawuf dalam Islam. Muhammadiyah tidak dapat menerima tasawuf bukan sekadar
karena tasawuf sarat dengan irasionalitas, melainkan karena dalam tasawuf
terkandung tahayul, bid’ah, dan khurafat (TBC).2
Hal itu bisa kita amati bahwa literatur Tasawuf masyarkat Indonesia sangat
dipandang sebelah mata yang kalah itu masih sangat tabu tentang tasawuf yang
disamakan dengan mistis.
Perkembangan Literatur Tasawuf Masyarkat Indonesia Modern
Pengaruh tasawuf di kehidupan masyakarat Indonesia modern meliput
berbagai aspek kehidupan yakni, Pertama tasawuf masuk ke Indonesia sejak dini dan
mengalami beberapa tahap perkembangan. Kedua tasawuf suni yang dikembanganan
Al-ghazali yang lebih dominan di Indonesia, karena proses islamisasi di jiwa oleh
tasawuf suni dengan backgraound Ahl Al-Sunah wa Al-Jama’ah. Hal ini berlanjut
hingga munculnya gerakan Wahabi di Hizaz, hal ini mewarnai sebagai masyarakat
Indonesia dengan puritan ke arah pemurnian praktik-praktik keagamaan dari bid’ah
1
Muhammad Azhar dan Hamim Ilyas (ed.) Pengembangan Pemikiran Keislaman Muhammadiyah:
Purifikasi dan Dinamisasi (Yogyakarta: PP Majelis Tarjih dan PPI & LPPI UMY, 2000), 120
2
Muhammad Ainun Najib, Epistemologi Tasawuf Modern Hamka, Jurnal Dinamika Penelitian: Media
Komunikasi Sosial Keagamaan Volume 18, Nomor 02, November 2018. hlm 305
dan khurafat. Hal itu menjadikan konflik dengan kaum tasawuf sehingga terpecah
menjadi dua kaum islam yaitu :
1. Kelompok konservatif yang berpegang teguh pada turats dan diwakili
orgganisasi Nu
2. Kelompok modernis yang mengajut jalur ishlah, reformasi mengacu pada
gerakan wahabi3
Dalam buku Islam Sufistik (Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini Di
Indonesia) karya Alwi Shihab, beliau menjelaskan secara sistematis pengaruh tasawuf
dalam kehidupan masyarakat Indonesia modern masuk berbagai aspek yaitu :
1. Pengaruh Tasawuf dalam kehidupan Politik
Ada dua hal yang perlu digaris bawah dalam bidang politik yakni,
Periode Pra kemerdekan pada loyalitas bangsa kepada tanah airnya. Bagi
bangsa Indonesia kala itu islam dan nasionalisme bukan lah dua sisi yang
berlawanan, bahkan seakaan-akan nasionalisme Indonesia terpatri dalam
loyalitas kepada Islam. hal ini dibuktikan dengan banyak terbentuknya
organisasi, parta, syarikat islam dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Periode Kemerdekaan pada periode ini umat islam mengisi dan
merumuskan dasar-dasar negara dengan mencari jalan tengah terhadap
seluruh masyarakat Indonesia.
2. Pengaruh Tasawuf dalam kehidupan Pendidikan
Dalam sisi pendidikan, tasawuf juga mewarnai sistem pendidikan di
Indonesia yang berupa pesantren sebagai real atau jalur penyebaran
tasawuf dalam masyarakat Indonesia. Ada beberapa lembaga konkret
dalam tradisi pesantren yakni : Pesantren salafiah Syafi’iyah, Jami’at
Khair, Madrasah Al-Khairat, Nahdatul Ulama, Pesantren
3. Pengaruh Tasawuf dalam kehidupan Sosial
3
Alwi Shihab, Islam Sufistik (Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini Di Indonesia).
Bandung Mizan 2001, h 193-194
Tasawuf dalam kehidupan sosial dapat menjadi solusi dan control
sosial dalam berbagai masalah yang timbul dimasyarakat seperti penyalaha
gunaan narkoba, ledakan penduduk, kegiataan sosial.
4. Pengaruh Tasawuf dalam kehidupan Akidah
Islam telah banyak menghadapi pemberontakan dan aliran sesat,
berbagai macam cara dan gaya digunakan dalam mencapai tujuan dari
kejahatan mereka. Namun dengan wasil dan peran tasawuf serta sufi dalam
menghadapi dan mencegah kegiatan ekstrim tersebut dapat teratasi atas
izin Allah Swt. Seperti halnya Tasawuf Kebatian yang menyimbang,
penyebaran komunis, peran kia dan ulama dalam menghadapi kegiatan
Kristemisasi.

Perkembangan Literatur Tasawuf Pra Kemerdekaan Indonesia


Kontribusi Tasawuf di Indonesia. Masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia terkait erat dengan tasawuf. Peranan para sufi dalam dakwah Islam di
Indonesia telah menyita secara kumulaatif menegaskan signifikansi peranan tersebut.
Bukti paling sederhana dari signifikansi ini adalah kenyataan bahwa hampir semua
ulama terkemuka periode awal Islam di Indonesia – Hamzah Fansuri, Syams al-Din
al-Sumatrani, Nuruddin al- Raniri, ‘Abd al-Ra’-f al- Sinkili, Muhammad Yusuf aal-
Maqassari, dan lain-lain adalah para sufi. Konsekuensinya, tasawuf menjadi salah
satu tradisi intelektuaal yang berkembang pesat di Indonesia sejak masa awal. Masih
pada penghujung abad ke-16 dan paroh pertama abad ke-17, Hamzah Fansuri (w.
sekitar 1590) dan AlSumatrani (w. 1630) telah mengembangkan pemikiran tasawuf
falsafi berkembang terus dan membentuk tarekat-tarekat yang memungkinkannya
berperan lebih mengakar, massal dan terorganisasi.
Tasawuf bisa disebut sebagai upaya taqarrub kepada Allah dengan terutama
menggunakan intuisi dan daya-daya emosional spiritual yang dimiliki manusia. Pada
periode yang paling awal upaya semasam ini terutama ditempuh oleh mereka yang
kemudian dikenal sebagai para zuhdah. Serangkaian pemikiran kemudian tumbuh
diseputar kecenderungan ini. Yang paling relevan dalam pembahasan saat ini adalah
pemunculan tarekat. Sebagai sebuah metode, tarekat bisa dianut dan diamalkan secara
individual, dan inilah yang nampaknya terjadi pada masa-masa awal hingga kira-kira
abad ke-5/11. Tetapi dengan bertambahnya jumlah orang yang mengikuti metode
(tarekat) tertentu, maka secara perlahaan terjadilah transformasi tarekaat dari sekedar
metode menjadi organisasi, sepanjang abad ke-6/12 dan sesudahnya. Trimingham
menyimpulkan evolusi tarekat hingga menjadi organisasi, dengan membaginya ke
dalam tiga tahapan : Tahapan pertama, ketika tasawuf masih sangat sederhana. Para
guru dan murid hidup sebagaimana orang biasa dengan beberapa aturan yang juga
sederhana, hingga kemudian munculnya fenomena pemondokan sufi yang disebut
dengan khanqah. Tahapan kedua, adalah ketika pengajaran yang berkesinambungan
sudah membentuk ilsilah tariqah”, Ajaran dan metode-metode kolektif yang mulai
ditransmisikan secara teratur membentuk tarekat yang terorganisasi dengan tradisi
yang mulai membaku. Tahap kedua ini berlangsung sekitar abad ke6/12 hingga
penghujung abad ke-8/14. Tahapan ketiga, sejak abad ke-9/15 adalah ketika tasawuf
yang terorganisasi menjadi gerakan massal membentuk aliran-aliran dan sub-sub
kelompok (ta’ifah).
Dalam konteks perkembangan tarekat sebagaimana disebut di atas, Islam
mengalami penyebaran besar-besaran di Indonesia setelah tarekat mencapai fase
ketiga dari perkembangnnya. Akhir abad ke-16 hingga paroh pertama abad ke-17
biasanya dianggap sebagai era yang sangat penting dalam pembentukan tradisi
tasawuf di Indonesia. Dua tokoh utama, Hamzah Fans-ri (w + 1590) dan muridnya.
Syams al-Din al- Sumatrani (w. 1630) merupakan tokoh dominan era ini. Hamzah
Fansuri biasa dianggap sebagai pelopor sastra sufi Melayu, sebab sebelumnya dunia
Melayu tidak mengenal karya-karya sufi yang bisa disebut sebagai karya Melayu asli.
Fenomena lain yang menonjol dalam perbincangan tarekat di Indonesia adalah
adanya reaksi negatif terhadap ajaran-ajaran Hamzah Fans-ri dan Syams al-Din al-
Sumatrani. Reaksi ini dipersonifikasikan oleh Nuruddin al- Raniri (w. 1666) yang
menjadi sangat populer terutama karena kontroversinya dengan murid-murid
Syamsuddin al-Sumatrani. Nur al- Din al-Raniri menuduh mereka sebagai penganut
panteisme yang sesat. Begitupun, analisis terhadap ajaran-ajarannya menunjukkan
bahwa Nur al-Din al-Raniri menganut faham wahdat al-wujud dalam versi yang lebih
moderat. Ia menganut tarekat Rifa’iyah melalui silsilah dari Gujarat, kampung
halamannya. Meskipun tidak terlalu jelas hubungannya dengan Nur al- Din al-Raniri,
tetapi tarekat ini masih meluas di Aceh hingga abad ke-19. Tidak tertutup
kemungkinan (malah kemungkinannya lebih besar) bahwa keberadaan tarekat ini
adalah hasil penyebaran pada masa sesudah Nur al-Din al-Raniri. Dari aspek jalur
transmisi, hingga Nur al-Din al- Raniri, tarekat masuk ke Indonesia dari Timur
Tengah via India. Para era selanjutnya, jalur transmisi yang dominan adalah para
ulama Jawi yang ada di Hijaz. Salah satu hal yang menarik dari fenomena
penyebaran tarekat ke Indonesia adalah bahwa kebanyakan penyebar awal yang
langsung diinisiasi di Hijaz atau tempat lain tidak hanya menganut satu tarekat, tetapi
beberapa tarekat sekaligus, kemudian memilih salah satu tarekat yang terutama
disebarluaskan di Indonesia. Lalu, dalam perkembangan selanjutnya, kecenderungan
yang lebih dominan adalah penganutan satu tarekat secara terbatas. Trend ini
tampaknya memberikan sumbangan besar bagi berkurangnya sifat individualisme
tarekat sebagai doktrin dan metode, serta terhadap proses transformasi tarekat
menjadi organisasi. dan dengan terbentuknya organisasi- organisasi tarekat, maka
tasawuf mendapatkan ekspressi bagi dimensi sosialnya, dan mengubahnya menjadi
sebuah gerakan berbasis massal.
Kontribusi dalam Perjuangan di Indonesia Ketika tasawuf telah melembaga
menjadi organisasi tarekat, akhinya tarekat memiliki pertambahan jumlah penganut
yang sangat cepat, meskipun ini hampir selalu berarti penganut awam. Bagi tarekat
sebagai sebuah organisasi pertambahan ini tentulah merupakan hal yang positif dalam
artian semakin membesarnya organisasi. Untuk kasus Indonesia, meskipun sebagai
sebuah lembaga dan metode tarekat sudah mulai menyebar sejak abad ke- 16, tarekat
sebagai organisasi baru mulai kelihatan pada penghujung abad ke-18 dan menjadi
fenomena pada abad berikutnya. Dengan menjadi organisasi, maka tarekat memiliki
jaringan yang bisa sangat luas, sesuai dengan tingkat penyebaran tarekat dimaksud.
Sebagai sebuah organisasi tarekat juga mengembangkan kecenderungan untuk secara
sengaja mengirim perwakilan (khalifah, badal) ke daerah-daerah tertentu. Di sisi lain,
dengan semakin banyaknya penganut awam dalam tarekat (dan ini adalah
konsekwensi logis dari pertumbuhannya sebagai organsiasi), maka tumbuh pulalah
kecenderungan ‘kepengikutan’ total kepada para pemimpin tarekat. Dan ini,
meskipun mungkin sering dianggap sebagai kemandegan pengembangan konseptual,
tetapi justru mendukung kemudahan mobilisasi massal pada saat yang dibutuhkan.
Tarekat dalam artian organisasi seperti inilah yang kemudian ‘berperan’ aktif
dalam berbagai peristiwa sejarah Indonesia, khususnya dalam protes-protes
menentang penjajah. Kita bisa mencatat peranan yang dimainkan oleh para pengikut
tarekat Sammaniyah dalam menentang usaha pendudukan kota Palembang oleh
kekuatan Belanda pada 1819, atau perlawanan di Kalimantan Selatan pada 1860-an.
Dalam pemberontakan Banten (1888) yang sangat terkenal, terdapat indikasi kuat
keterlibatan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, khususnya dalam penyediaan
jaringan mobilisasi massa. Tarekat yang sama juga berperan dalam pertentangan
Muslim-Hindu di Lombok pada tahun 1891. Ketika Belanda memberlakukan pajak
baru atas komoditi tembakau di Sumatera Barat, masyarakat juga bangkit melawan,
dan dalam perlawanan ini terlibat intens tarekat Syattariyah. Di Sumatera Utara
khususnya Langkat juga didapati informasi bahwa Tuan Guru Syeikh Abdul Wahab
Rokan pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah dituduh Belanda membanntu rakyat Aceh
melawan penjajah Belanda.4

4
http://www.jurnalmudiraindure.com
Daftar Pustaka
Shihab, Alwi. Islam Sufistik (Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini Di
Indonesia). Bandung : Mizan 2001
Azhar, Muhammad dan Hamim Ilyas (ed.) Pengembangan Pemikiran Keislaman
Muhammadiyah: Purifikasi dan Dinamisasi. Yogyakarta: PP Majelis Tarjih dan PPI & LPPI
UMY 2000
Najib, Muhammad Ainun. Epistemologi Tasawuf Modern Hamka, Jurnal Dinamika
Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan Volume 18, Nomor 02, November 2018
http://www.jurnalmudiraindure.com

Anda mungkin juga menyukai