Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah : Islamologi

Dosen Pembimbing : Dr. Jonsen Sembiring, M.Th


Nama/NIM : Firdaus Siregar/2210202, Nursintauli Napitupulu/2210213, Yulita
Sitohang/2210230, Yohanes Pakpahan/2110188

Bab I Pendahuluan
Pada makalah ini kelompok kami akan menguraikan pembahasan yang akan kami
sajikan yaitu pengertian islam tradisional, latar belakang islam tradisional, ciri-ciri islam
tradisional, dan ajaran dari islam tradisional. Dan kami juga akan membahas salah satu
contoh dari islam tradisioal tersebut dan contoh yang akan kami sajikan yaitu NU (Nahdlatul
Ulama), kelompok kami akan membahas pengetian, latar belakang, ciri-ciri dan ajaran-ajaran
pokok beserta kegiatan-kegiatan dalam NU.

Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Islam Tradisional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Islam adalah agama yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, berpedoman pada kitab suci Alquran yang diturunkan
ke dunia melalui wahyu Allah Swt. Tradisional artinya menurut tradisi (adat): upacara
menurut adat. (Pusat Bahasa, 2008, 569, 1483). Islam Tradisional yaitu kelompok Islam yang
mengkombinasikan ajaran Islam dengan kebiasaan, adat, kedaerahan dan kebiasaan Islam
diseluruh dunia. (Asep Mulyaden, 2021, 187). Islam Tradisonal merupakan suatu paham yang
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan al-Sunnah dan mempertahankan hasil-hasil ijtihad
para ulama terdahulu tanpa adanya analisis dan interpretasi yang mendalam. (Syamsuar
Syam,2018,22).

2.2 Latar Belakang Islam Tradisional


Istilah Islam tradisional di Indonesia lahir dengan latar belakang gerakan pembaruan
Islam yang terjadi pada pergantian abad XIX-XX DI Timur Tengah dan menyebar ke hampir
seluruh dunia Islam. Di Indonesia, Gerakan ini dimulai oleh tokoh-tokoh muda Islam yang
kembali dari belajar di Timur Tengah pada permulaan abad XX. Sasaran utama pembaruan
mereka adalah praktik-praktik keagamaan yang mereka rasakan menyimpang jauh dari ajaran
Islam murni. Selain itu, mereka juga melihat keterbelakangan kehidupan kaum muslimin
akibat paham keagamaan yang tidak memberikan daya gerak untuk menangani masalah-

1
masalah hidup sesuai dengan watak masalahnya. Ilmu keduniaan yang semestinya dipakai
untuk hidup di dunia tidak dimiliki lagi oleh umat Islam karena sistem teologi anti dunia yang
dipegangi oleh kebanyakan umat Islam pada saat itu. (Machasin, 2011, 175)

2.3 Ciri-ciri Islam Tradisional


Islam tradisional tentu memiliki ciri-ciri yang berbeda sehingga dapat dibedakan
dengan berbagai keragaman sebutan Islam itu sendiri. Adapun ciri-ciri dari Islam tradisional
adalah sebagai berikut:
1. Berpegang teguh kepada aturan pendapat dan paham ulama masa lalu
2. Tertutup atau tidak terbuka terhadap hal-hal yang baru
3. Berorientasi ke belakang
4. Rasional
5. Muncul sebagai respon terhadap paham ke-Islaman yang dibawa kaum modernis
yang cenderung terbuka
Paham Islam tradisionalis ini diperlukan untuk memelihara tradisi Islam yang masih
relevan dengan perkembangan zaman dan dalam rangka menjaga stabilitas dan ketentaraman
di kalangan umat Islam. (Syafaruddin,2012,115). Kaum Muslimin ortodoks1 tradisional
percaya bahwa semua peristiwa ditentukan hadirat Allah, kaum tradisionalis lebih
mengandalkan ilmu kalam dan tafsir-tafsir bagi penafsiran mereka atas persoalan-persoalan
Aqidah2. Di dalam mengambil suatu keputusan, kaum kyai tradisional meminta nasihat
kepada kyai lain yang pada gilirannya mencari petunjuk sumber-sumber yang lebih
berwibawa lagi. Penekanannya adalah atas rasa hormat kepada tafsir-tafsir yang lebih berilmu
dan lebih tua dibandingkan dengan pertimbangan individu mengenai baik buruknya persoalan
keagamaan tertentu. Kaum Muslimin ortodoks tradisional lebih bertenggang rasa karena
memasukkan beberapa praktek sinkretis3 di dalam konsepsi mereka tentang apa yang
merupakan ortodoksi. Misalnya, kaum tradisionalis lebih bertenggang rasa mengenai mistik
pada umumnya karena mereka percaya bahwa tarikat, aliran kepercayaan Islam, masih di
dalam batas-batas Islam ortodoks. (Jackson, 1990, 89-91).

1
Ortodoks adalah kepatuhan terhadap keyakinan-keyakinan yang benar atau diterima khususnya dalam
kehidupan beragama
2
Inti sari atau pokok dalam agama Islam, yang mana intinya adalah menegaskan bahwa Allah satu-satu Tuhan
dan satu-satunya yang layak di sembah
3
Perpaduan yang sangat beragam dari beberapa pemahaman atau kepercayaan aliran-aliran agama

2
Pada kelompok Muslim tradisionalis, sufisme4 justru menjadi ciri sangat penting. Para
pengenal sufi disebut sebagai salah satu pembawa Islam pertama-tama yang paling penting ke
Indonesia kenyataan bahwa ajaran ini sudah hidup sejak pertama Islam datang hingga
sekarang. Hal ini menandakan bahwa sufisme memang menjadi salah satu yang sudah
“mentradisi” di kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Lebih jelas bruinessen (1999: 187-
206) meringkaskan bahwa praktik sufisme sudah hidup berkembang sejak lama di tengah-
tengah masyarakat Indonesia. (Bachtiar, 1986, 20).

2.4 Ajaran Islam Tradisional


Ajaran-ajaran dari Islam tradisional:
a. Kitab Teks
Kitab-kitab ini berisi ajaran dan pengetahuan Islam, seperti Al-Quran, Hadis,
Fiqh, Tafsir, dan sejarah Islam
b. Wasiyyah
Wasiyyah adalah bentuk pengajaran agama Islam yang dilakukan secara lisan
oleh para ulama kepada muridnya. Para ulama ini memberikan nasihat, Pelajaran, dan
pemahamanagama kepada para murid melalui ceramah, khotbah, dan cerita-cerita
kehidupan sehari-hari.
c. Penggunaan gambar dan ilustrasi
Gambar ini biasanya menggambarkan adegan dari kehidupan Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, atau peristiwa-peristiwa dalam sejarah islam.
(Gunawan, 2023, 84)

Bab III Nahdlatul Ulama (NU)


3.1 Pengertian Nahdlatul Ulama
Nahdatul Ulama menurut Ensiklopedia Islam adalah Nahdatul Ulama (Ar: Nahdah
al-‘ulama’= Kebangkitan Ulama). Salah satu organisais sosial keagamaan di Indonesia,
didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344/31 Januari di Surabaya. Nu berakidah Islam menurut
paham menurut paham *ahlusunah waljamaah dan menganut mazhab empat (Hanafi, Maliki,
Syafi’I, dan Hanbali). Asasnya adalah Pancasila. (Ensiklopedia Islam, 1994,345). NU
merupakan gerakan Iskam yang berkomitmen untuk memperkuat ajaran Islam yang

4
Gerakan Islam yang mengajarkan ilmu cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun lahir dan
batin serta memperoleh kebahagiaan yang abadi

3
tradisional, menjaga persatuan umat Muslim, serta berperan aktif dalam pembangunan sosial
dan politik di Indonesia. (NU (Nahdlatul Ulama) : Pengertian, dan Peranannya di Indonesia
https://umsu.ac.id/berita/nu-nadatul-ulama-pengertian-dan-peranannya-di-indonesia/ )
Nama Nahdlatul Ulama berasal dari bahasa Arab, yakni Nahdlatul yang artinya berdiri
atau bergerak. Nahdlatul Ulama adalah organisasi kemasyarakatan dan keagamaan dengan
simbol-simbol yang menjelaskan tujuan dasar dan cita-cita keberadaan suatu organisasi.
( Sejarah NU, https://umsu.ac.id/berita/nu-nadatul-ulama-pengertian-dan-peranannya-di-
indonesia/)

3.2 Latar Belakang Nahdlatul Ulama


Nahdatul-Watan dirintis tahun 1914 mendapat pengakuan badan hukum tahun 1916
dengan bantuan pemimpin Tjokroaminoto dan seorang arsitek bernama Soenjoto. Mas
Mansur dipercaya sebagai guru kepala, sementara Abdul Wahab sendiri sebagai guru selain
pengurus Nahdatul-Watan bersama Mas Mansur. Dalam waktu yang singkat lima tahun
pertama berdiri beberapa cabang madrasah di Malang, Semarang, Gresik, Jombang dan
beberapa tempat di Surabaya. Kegiatan yang dilakukan Nahdatul-Wulan tidak hanya
pengajaran sekolah formal melainkan juga kursus-kursus kepemudaan, organisasi, da’wah
(ketika itu menggunakan istilah nadwah berarti pertemuan pengajian untuk menyeru
kebenaran), dan perjuangan. Kyai Mas Mansur lebih berperan memimpin sekolah sementara
Kyai Mas Mansur lebih berperan memimpin sekolah sementara Kyai Abdul Wahab di
bagikan kursusnya. Sejumlah kyai muda turut serta dalam kursus itu yang kelak kemudian
mereka inilah yang ikut membidani kelahiran Komite Hijaz yang kemudian berubah menjadi
NU. (Haidar, 1994, 42-43)
Peristiwa pertama merisaukan kaum tradisional di Indonesia karena Bani Saud yang
berpaham Wahabi, dengan semangat purifikasi Islam yang keras, menghancurkan makam-
makam sahabat Nabi di Makah dan Madinah dan melarang keagamaan mereka dianggap
menyimpang, termasuk pembaca Dala’il al-Khairat. Kejatuhan Khilafat tahun 1924
menimbulkan kekosongan dalam kekuasaan politik yang menyatukan dunia Islam, maka
beberapa pertemuan diselenggarakan untuk mengisi kekosongan itu. Di Indonesia dibentuk
Komite Khilafat yang bertujuan mengirim utusan ke pertemuan-pertemuan mengenai
pembentukan kembali khilafat di Timur Tengah. Komite ini ternyata akhirnya dikuasai kaum
muda, maka kaum tua mendirikan Komite Hijaz yang selain merupakan tandingan juga
berusaha untuk mengirim delegasi ke Arab Saudi untuk meminta kepada penguasa Bani Saud
agar tradisi beragama di Makah dan Madinah dapat terus dilaksanakan, kuburan Nabi dan

4
beberapa sahabat yang belum dihancurkan tidak dibongkar. Komite Hijaz ini diubah menjadi
organisasi NU di Surabaya. (Machasin, 2011, 177)
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motif utama yang mendasari gerakan
para ulama membentuk NU ialah motif keagamaan sebagai jihad fi sabilillah. Aspek kedua
yang mendorong mereka ialah tanggung jawab pengembangan pemikiran keagamaan yang
ditandai upaya pelestarian ajaran mazhab ahlussunnah waljamaah. Ini tidak berarti statis,
tidak berkembag, sebab pengembangan yang dilakukan justru bertumpu pada akar
kesejarahan sehingga pemikiran yang dikembangkan itu memiliki konteks historis. Aspek
ketiga ialah dorongan untuk mengembangkan masyarakat melalui kegiatan pendidikan, sosial
dan ekonomi. Ini ditandai dengan pembentukan Nahdatul Watan, Taswi-rul Afkar, Nahdatut
Tujjar, dan Ta’mirul Masajid. Aspek ke empat ialah motif politik yang ditandai semangat
nasionalisme ketika pendiri NU itu mendirikan cabang SI di Mekkah serta obsesi mengenai
hari depan negeri Merdeka bagi umat Islam. (Haidar, 1994, 315-316)

3.3 Ciri-ciri Nahdlatul Ulama


Ciri-ciri khas Nahdlatul Ulama (Nu) yang membuatnya berbeda dengan ulama lainnya
adalah mereka mengajarkan agama dengan tidak membunuh tradisi masyarakat bahkan tetap
memeliharanya sebagai asimilasi antara ajaran Islam dan budaya setempat. Ciri khas yang
lain yang lebih unik, bagi warga Nahdliyin, ulama merupakan maqam tertinggi karena ia
diyakini sebagai warasat alanbiya. Ulama tidak saja sebagai panutan bagi masyarakat dalam
hal kehidupan keagamaan, tetapi juga diikuti tindak tanduk keduniaannya. Untuk sampai ke
tingkat itu, selain menguasai kitab-kitab salaf, Alquran dan hadis, harus ada pengakuan dari
masyarakat secara luas. Ulama dengan kedudukan seperti itu (warasat al-anbiya) dipandang
bisa mendatangkan barakah. Kedudukan yang demikian tingginya ditandai dengan kepatuhan
dna penghormatan anggota masyarakat kepada para kiai NU.
Ciri khas ulama NU lainnya adalah sikap memperkukuh persaudaraan (ukhuwwah)
dikalangan Nahdliyin sangat menonjol. Catatan sejarah menunjukkan bahwa dengan nilai
persaudaraan itu, NU ikut secara aktif dalam membangun visi kebangsaan Indonesia yang
berkarakter ke Indonesiaan. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan NU bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk final dari perjuangan kebangsaan masyarakat
Indonesia. Komitmen yang selalu dikembangkan adalah komitmen kebangsaan yang religius
dan berbasis Islam yang inklusif.
Ciri menonjol lainnya adalah bahwa komunikasi NU di dalam lebih bersifat personal dan
tentu sangat informal. Implikasi yang sudah berjalan selama ini menunjukkan bahwa

5
performance fisik terlihat santai dan komunikasi dalam berorganisasi kurang efektif. Dengan
demikian, kebijakan-kebijakan NU sering kali sulit mengikat kepada jamaah. Jamah sering
kali lebih taat kepada kiai panutannya daripada taat kepada organisasi. (Ahmad Jaiz, 2001,
48)
Pada prinsipnya NU menggenggam pendirian dasar bahwa Islam adalah agama yang fitri
dan suci yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang secara asasi sudah dimiliki
oleh manusia. Berdasarkan prinsip tersebut NU tidak pernah berniat menghapus nilai-nilai
yang sudah menjadi milik masyarakat. NU hanya membimbing nilai-nilai atau tradisi yang
tekah ada di masyarakat sehingga sekaras dengan ajaran Islam. maka dalam perilaku
kemasyarakatan NU mengambil sikap atau ciri-ciri, sebagai berikut:
1. menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma ajaran Islam
2. mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi
3. menjunjung tinggi sifat keikhlasan, berkhidmad serta berjuang
4. meluhurkan kemuliaan akhlak (akhlakul karimah) dan menjunjung tinggi kejujuran
baik dalam berfikir, bersikap mauoun bertindak
5. menjunjung tinggi nilai amal, kerja, dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada
Allah SWT
6. menjunjung tinggi loyalitas kepada agama, bangsa dan negara
7. menjunjung tinggi ilmu pengetahuam serta para ahlinya
8. selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membwa manfaat
bagi kemaslahatan umat
9. menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat
perkembangan masyarakat
10. menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara
(Alhidayatillah, Sabiruddin, 2018, 14)

3.4 Pokok-pokok Ajaran dan Kegiatan Nahdlatul Ulama


3.4.1 Pokok-Pokok Ajaran Nahdlatul Ulama
Organisasi Nu menganut paham Ahlussunnah wal jam’ah. Menurut NU Alhussunnah
wal jama’ah adalah golongan yang dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Islam menggunakan pendekatan madzhab. NU berpendirian bahwa dengan mengikuti
madzab yang jelas (manhaj) dan pendapat (aqwal) nya, maka warga NU akan lebih terjamin
berada dalam jalan yang lurus dan akan mendapatkan ajaran Islam yang murni.(Thoha,
2012,3)

6
Pokok-pokok Program NU:
Nahdlatul Ulama sejak awal berdirinya hingga sekarang menetapkan empat bidang yang
menjadi pokok programnya, yaitu:
1. Bidang agama, mengupayakan terlaksananya ajaran Islam yang menganut paham
Ahlussunnah wal jamaah.
Ajaran pokok Ahlussunnah Wal Jamaah:
 Iman
Iman adalah keyakinan hati seorang mukmin terhadap kebenaran
ajaran-ajaran Islam. Baik itu meliputi hal-hal tentang ketuhanan, tentang
kenabian, dan tentang hal-hal gaib yang telah dijelaskan dalam Alquran dan
Al-Hadits
 Islam (Ilmu Fikih)
Islam dapat terwujud dengan melaksanakan hukum dan aturan fikih
yang telah ditetapkan oleh Alquran dan Al-Hadits dengan berbagai perangkat
pemahamnnya. Untuk saat ini, dari sekian banyak madzhab yang berkembang
di masa awal Islam, hanya ada 4 madzhab yang sanggup bertahan, yaitu:
Madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan yang lain sudah
tidak ada generasi yang meneruskan, maka madzhabnya tidak terjaga
keasliannya.
 Ihsan (Tasawuf)
Tasawuf adalah usaha untuk menjaga hati agar dalam berperilaku dan
bertingkah laku selalu menuju satu harapan, yakni mengharap Ridha Allah
SWT sebagai wujud dari ihsan. Hal itu terwujud dengan mengetahui seluk-
beluk penyakit hati dan mengobatinya dengan senantiasa bermujahadah
dengan amal baik serta selalu bermujanat kepada Allah SWT. (3 Ajaran pokok
Ahlussunnah Wal Jamaah dan Posisinya di Antara Aliran lain
https://kumparan.com/berita-hari-ini/3-ajaran-pokok-ahlussunnah-wal-
jamaah-dan-posisinya-di-antara-aliran-lain-1wsswnSBMBX/2 , diakses pada
25 Oktober 2023)
2. Bidang pendidikam, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang
sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslin yang taqwa,

7
berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama, bangsa
dan negara
3. Bidang sosial mengupayakan terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi rakyat
Indonesia
4. Bidang ekonomi. Mengupayakan terwujudnya Pembangunan ekonomi untuk
pemerataan kesempatan berusaha menikmat hasil-hasil pembangun dengan
mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan, (Thoha, 2006, 17).

3.4.2 Kegiatan Nahdlatul Ulama


1. Pesantren
Kitab-kitab pesantren tersbut diajarkan kepada para santri dalam forum-forum belajar,
baik di dalam maupun diruang kelas. Pada masa awalnya, forum pengajaran
diselenggarakan melalui apa yang dikenal dengan istilah halaqah (lingkaran), yaitu suatu
forum dimana para santri duduk melingkar sambil membawa kitab Pelajaran, sedangkan
kia berada di tengah-tengah mereka. Metode pengajarannya mengambil bentuk-bentuk
bendongan, sorogan5, ada juga metode diskusi yang dalam istikah pesantren dikenal
dengan musyawarah atau munazharah6. Metode ini diselenggarakan di hampir semua
pesantren, terutama di praktikkan di pesantren-pesantren besar, takni pesantren yang telah
memiliki jumlah santri yang banyak dan mata Pelajaran yang tinggi. (Husein Muhammad,
2019, 38)
Pada masa lalu, mata Pelajaran dipesantren sepenuhnya diberikan berikan berdasarkan
pada pilihan kiai sendiri. dengan kata lain, kurikulum pesantren dibuat sendiri oleh kiai
dan tidak terikat dengan pilihan orang lain. Negara sekalipun tidak boleh ikut campur.
Kurikulum pesantren benar-benar dibuat secara mandiri, independent, dan tanpa
intervensi negara. Biasanya kiai menetapkan pilihan kurikulum di pesantren berdasarkan
pengalamannya ketika belajar dibeberapa pesantren. (Husein Muhammad, 2019, 40)
Sering dikatakan oleh para kiai bahwa belajar tanpa guru, tidaklah akan memperoleh
berkah, sedangkan belajar tanpa guru, bisa menyesatkan. Populer dikalangan santri
adagium: belajar tanpa guru sama dengan belajar kepada setan. Dengan begitu, menjadi
jelas bahwa sistem keilmuwan di pesantren berlangsung dalam bentuk silsilah (mata
5
Bendongan adalah istilah bagi metode pengajaran dengan guru (kiai) membaca, mendiktekan makna-makna
kitab secara harfiah, kemudian menjelaskan isinya secara luas, sedangkan para santri mendengarkannya,
membuat catatan, baik makna kata-kata maupun penjelasan kiai. Adapun sorogan adalah metode pengajaran
dengan santri membaca kitab di hadapan para guru (kiai), sedangkan guru mendengarkan, memberikan koreksi
jika diperlukan, dna menanyakan maksudnya.
6
Munazarah berarti bertukar pandangan (pendapat) atau sama dengan diskusi.

8
rantai) yang tak terputus dari guru ke murid dan seterusnya. (Husein Muhammd, 2019,
42)

9
2. Banser Nu
Banser adalah barisan pemuda yang dikenal dengan penampilannya, mulai dari
sepatu, pakaian, topi, hingga atribut-atribut lainnya, yang mirip dengan pasukan militer.
Menurut catatan Ensiklopedia NU, Banser berdiri pada tahun 1962. Tujuan pendiriannya
adalah untuk memberikan pengamanan pada kegiatan-kegiatan yang digelar oleh partai NU.
Namun, diyakini bahwa pendiriannya juga berkaitan dengan semakin keras dan
menghangatnya persaingan politik pada waktu itu, naik di tingkat nasional dan regional
maupun internasional.
Di tingkat internasional, Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia yang
melahirkan program politik Ganyang Malaysia, sedangkan di tingkat nasional dan regional,
konflik antar-partai, yang melibatkan juga NU sebagai salah satu partai, semakin tajam dan
keras. Nama Banser semakin dikenal ketika peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang
berujung pada pemakzulan 7Presiden Soekarno. Diyakini bahwa Banser berepran dalam
penangkapan dan penumpasan para aktivis PKI dan berbagai onderbouw8-nya, terutama di
daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Barat.
Peristiwa tersebut didahului oleh letupan-letupan kecil akibat tajamnya konflik
kepentingan dan ideologi di antara kalangan kiri yang terutama diwakili oleh PKI dan
golongan kanan yang diwakili oleh partai-partai nasionalis dan keagamaan, termasuk NU, di
dalam sistem politik kepartaian yang liberal. Konflik ini semakin menghangat di dalam
panggung politik internasional akibat pengaruh Perang Dingin di antara dua kekuatan
adidaya, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dilaporkan ribuan hingga jutaan orang,
terutama para aktivis—atau mereka yang diduga terkait dengan—PKI dan onderbouw-nya,
terbunuh atau hilang tak tahu rimbanya dalam peristiwa itu. Banyak penelitian yang
mengungkap peristiwa berdarah ini, tetapi pemerintah sendiri belum melakukan investigasi
dan menyampaikan pengakuan yang resmi. Meski demikian, terkait dengan peran Banser NU
di dalamnya, KH Abdurrahman Wahid selaku Ketua PBNU, secara rendah hati dan terbuka
pernah meminta maaf kepada keluarga korban 1965 tersebut. (Banser Nu: Sejarah, Kiprah,
dan Tugas-tugasnya https://www.nu.or.id/fragmen/banser-nu-sejarah-kiprah-dan-tugas-
tugasnya-Hdipv )

7
Proses penjatuhan dakwaan oleh sebuah badan legislative secara resmi terhadap seorang pejabat tinggi
negara.
8
Kinerja organisasi sayap

10
11
Bab IV Kesimpulan
Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi yang menganut Islam Tradisional, yang
berkomitmen untuk memperkuat ajaran Islam yang tradisional, menjaga persatuan umat
Muslim, serta berperan aktif dalam pembangunan sosial dan politik di Indonesia. NU
mengajarkan agama dengan tidak menghapus tradisi masyarakat, melainkan memadukan
ajaran Islam dengan budaya setempat. Ciri khas NU termasuk penghormatan kepada ulama,
persaudaraan yang kuat, dan komitmen pada kebangsaan yang inklusif. NU juga memiliki
empat bidang program, yaitu agama, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kegiatan NU
mencakup pesantren, yang mengajarkan berbagai aspek ajaran Islam, dan Banser NU,
kelompok pemuda yang terlibat dalam berbagai kegiatan, termasuk pengamanan acara-acara
organisasi NU.

Bab V Relevansinya pada masa kini


1. Islam Tradisional: Pernyataan tentang Islam tradisional mencerminkan bagaimana
beberapa kelompok dalam masyarakat Muslim mencoba mempertahankan ajaran
Islam dengan memadukannya dengan adat dan tradisi lokal. Meskipun banyak aspek
Islam tradisional masih ada hingga saat ini, terutama dalam masyarakat yang lebih
konservatif, banyak juga Muslim yang cenderung lebih terbuka terhadap pengaruh
global dan berupaya menggabungkan nilai-nilai Islam dengan tantangan modern.
2. NU (Nahdlatul Ulama): NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia, dan
pernyataan tentang NU memberikan wawasan tentang peran organisasi ini dalam
menjaga ajaran Islam yang tradisional, mengedepankan pendidikan, dan berperan
dalam masalah sosial dan ekonomi. NU tetap relevan hingga saat ini dan memiliki
peran yang signifikan dalam politik dan kehidupan masyarakat di Indonesia.
3. Relevansi Terhadap Tantangan Kontemporer: Pernyataan tentang NU
menunjukkan bagaimana organisasi Islam mencoba menjaga ajaran tradisional sambil
beradaptasi dengan perkembangan zaman. Relevansi terhadap masa kini adalah
bahwa organisasi Islam seperti NU terus berusaha memahami dan mengatasi
tantangan kontemporer, termasuk isu-isu sosial, ekonomi, dan politik yang relevan
dengan masyarakat Muslim.
4. Pendidikan Pesantren: Pendidikan pesantren tetap relevan dalam menjaga ajaran
Islam tradisional, tetapi seiring dengan kemajuan teknologi dan akses informasi,
pesantren juga beradaptasi dengan perubahan zaman. Pesantren modern cenderung

12
menggabungkan pendidikan agama dengan pendidikan umum, sehingga para santri
dapat mempersiapkan diri untuk tantangan dunia modern.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Fachri & Bahtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam
Indonesia Masa Orde Baru. Bandung: Mizan, 1986.
Bachtiar, Tiar Anwar. Lajur-Lajur Pemikiran Islam. Garut: Peta Pergulatan Intelektual Islam
Indonesia.
Haidar, M. Ali. Nahdatul Ulama Dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.
Jackson, Karl D. Kewibawaan tradisional Islam dan pemberontakan : kasus Darul Islam
Jawa Barat. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990.
Machasin. Islam Dinamis Islam harmonis. Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2011.
Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan. Yogyakarta: IRCiSoD, 2019
Syafaruddin, Syafaruddin. Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Medan: Perdana
Publishing, 2012.

Syafaruddin. Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat. Medan: Perdana Publishing, 2012.


Syam, Syasuar. “Tradisionalisme Islam Suatu Karakter dan Pola Pengembangan Islam di
Indonesia” Al-Hikmah: Jurnal Dakwah dan Ilmu Komunikasi (2008).
Mulyaden, Asep. “Ideologi Islam Tradisionalis dalam Tafsir”. Jurnal Iman dan Spiritualitas
(2021)

https://umsu.ac.id/berita/nu-nadatul-ulama-pengertian-dan-peranannya-di-indonesia/ , diakses
pada 26 Oktober 2023 pukul 22.50 WIB
https://kumparan.com/berita-hari-ini/3-ajaran-pokok-ahlussunnah-wal-jamaah-dan-posisinya-
di-antara-aliran-lain-1wsswnSBMBX/2 , diakses pada 25 Oktober 2023 pukul 21.34 WIB
https://www.nu.or.id/fragmen/banser-nu-sejarah-kiprah-dan-tugas-tugasnya-Hdipv, diakses
pada 26 Oktober 2023 pukul 22.37 WIB

14

Anda mungkin juga menyukai