Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada abad ke XIII M agama Islam mulai masuk ke Indonesia, dan ada
yang berpendapat bahwa penyebaran Islam pertama kali dilakukan oleh para
pedagang dan mubaligh dari Gujarat-India. Sekarang jumlah umat Islam di
Indonesia merupakan yang paling besar dibandingkan umat Islam di negara-
negara lain di dunia ini oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa umat Islam di
Indonesia mempunyai peranan yang penting bagi bangsa-bangsa dan negara-
negara Islam lainnya. Lebih-lebih di Indonesia sendiri, umat Islam merupakan
mayoritas penduduk dan mereka bertebaran di segenap pelosok tanah air serta
banyak yang berkumpul dalam berbagai organisasi sosial, pendidikan,
keagamaan, ekonomi, dan politik.
Semenjak datangnya Islam di Indonesia yang disiarkan oleh para
mubaligh khususnya di Jawa oleh Wali Sanga atau Sembilan Wali Allah
hingga berabad-abad kemudian, masyarakat sangat dijiwai oleh keyakinan
agama, khususnya Islam. Sejarah telah mencatat pula, bahwa Islam yang
datang di Indonesia ini sebagiannya dibawa dari India, dimana Islam tidak
lepas dari pengaruh Hindu. Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu
menambah mudah tersiarnya agama itu di kalangan masyarakat Indonesia,
terutama masyarakat Jawa, karena sudah lama kenal akan ajaran-ajaran Hindu
itu.
Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia adalah hasil pekerjaan
dari Kaum Sufi dan Mistik.Sesungguhnya adalah Sufisme dan Mistisisme
Islam, bukannya ortodoksi Islam yang meluaskan pengaruhnya di Jawa dan
sebagian Sumatera.Golongan Sufi dan Mistik ini dalam berbagai segi toleran
terhadap adat kebiasaan yang hidup dan berjalan di tempat itu, yang
sebenarnya belum tentu sesuai dengan ajaran-ajaran tauhid.
Sebelumnya, masyarakat sangat kuat berpegang teguh pada Agama
Hindu dan Budha.Setelah kedatangan Islam, mereka banyak berpindah agama

1
secara sukarela. Tetapi sementara itu mereka masih membiasakan diri dengan
adat kebiasaan lam, sehingga bercampur-baur antara adat kebiasaan Hindu-
Budha dengan ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana awal kelahiran gerakan pembaharuan islam di indonesia?
2.      Bagaimana gerakan pembaharuan islam di indonesia?
3.      Bagaimana gerakan sosial kemasyarakatan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Awal Kelahiran Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia


Dalam kosakata “Islam”, term pembaruan digunakan kata tajdid,
kemudian muncul berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi makna
dengan pembaruan, yaitu modernisme, reformisme, puritanis-me, revivalisme,
dan fundamentalisme.
Sejak abad ke-20, gerakan pembaruan pemikiran di dunia Islam terjadi
secara massif (besar-besaran) dengan munculnya tokoh-tokoh Muslim ataupun
organisasi terkemuka di berbagai negara, seperti Mesir, Iran, Pakistan (India),
dan Indonesia. Gagasan pembaruan tersebut dimunculkan melalui istilah dan
aksentuasi yang berbeda, antara lain tajdid (renewal, pembaruan) dan ishlah
(reform, reformasi), baik yang bertendensi puritanistik dari segi ajaran
maupun revivalistik dari segi politik.
 Ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan
gerakan Islam di Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-
tokohnya, sangat mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di
Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar
Indonesia. Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati
(Al-Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah
dan berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam
dari Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal
menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan Islam di anak benua
India. Sekalipun demikian, Karel Steenbrink menyatakan keraguannya pada
adanya pengaruh pemikiran Muhammad Abduh kedalam konstruk gerakan
Islam Indonesia modern.
Ide-ide pembaharuan Islam dari luar yang masuk ke Indonesia dengan
demikian dapat dibaca berlangsung secara berproses setidaknya melalui 3
(tiga) jalur1 :

1
Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed. Dasar-dasar Gerakan Reformasi Moderenisasi, (PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 70-74

3
1. Jalur haji dan mukim, yakni tradisi (pemuka) umat Islam Indonesia yang
menunaikan ibadah haji ketika itu bermukim untuk sementara waktu guna
menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya.
Ide-ide baru yang mereka peroleh tak jarang kemudian juga
mempengaruhi orientasi pemikiran dan dakwah mereka di tanah air. Dari
hasil observasi C.S. Hurgronje terhadap komunitas muslim dari Jawa
yang bermukim di Mekah pada tahun 1884-1885 M, menyebutkan bahwa
kurikulum yang dipelajari mereka di sana antara lain teologi, fikih, ilmu
bahasa dan sastra Arab, aritmatika yang berguna untuk perhitungan fara’id
(ilmu waris) dan juga ilmu falak dengan metode hisab. Masyhur dalam
sejarah bahwa K.H. Ahmad Dahlan yang menguasai ilmu falak
mempergunakan metode hisab (bukan lagi dengan ru’yat) untuk
menentukan waktu awal puasa atau jatuhnya hari raya Ied, yang ketika itu
memperoleh penentangan kuat dari ulama setempat yang masih berfaham
tradisionil;
2. Jalur publikasi, yakni berupa jurnal atau majalah-majalah yang memuat
ide-ide pembaharuan Islam baik dari terbitan Mesir maupun Beirut.
Wacana yang disuarakan media tersebut kemudian menarik muslim
nusantara untuk mentransliterasikannya ke dalam bahasa lokal, seperti
pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan Tunas Melayu di Singapura.
Di Sumatera Barat juga terbit al-Munir yang sebagian materinya disadur
K.H. Ahmad Dahlan kedalam bahasa Jawa agar mudah dikonsumsi
anggota masyarakat yang hanya menguasai bahasa ini;
3. Peran mahasiswa yang sempat menimba ilmu di Timur-Tengah. Menurut
Achmad Jainuri, para pemimpin gerakan pembaharuan Islam awal di
Indonesia hampir merata adalah alumni pendidikan Mekah. Alumni
pendidikan Mesir yang terlibat dalam gerakan pembaharuan ini rata-rata
baru muncul sebagai generasi kedua.
Di samping kata tajdid, ada istilah lain dalam kosa kata Islam tentang
kebangkitan atau pembaruan, yaitu kata islah. Kata tajdid biasa diterjemahkan
sebagai “pembaharuan”, dan islah sebagai “perubahan”. Kedua kata tersebut

4
secara bersama-sama mencerminkan suatu tradisi yang berlanjut, yaitu suatu
upaya menghidupkan kembali keimanan Islam beserta praktek-prakteknya
dalam komunitas kaum muslimin.
Berkaitan hal tersebut, maka pembaruan dalam Islam bukan dalam hal
yang menyangkut dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa
pembaruan Islam bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi,
ataupun merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam supaya sesuai dengan
selera jaman, melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi
terhadap ajaran-ajaran dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan,
serta semangat jaman. Terkait dengan ini, maka dapat dipahami bahwa
pembaruan merupakan aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan sosial.
Senada dengan hal di atas, Din Syamsuddin mengatakan bahwa
pembaruan Islam merupakan rasionalisasi pemahaman Islam dan
kontekstualisasi nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan. Sebagai salah satu
pendekatan pembaruan Islam, rasionalisasi mengandung arti sebagai upaya
menemukan substansi dan penanggalan lambang-lambang, sedangkan
kontekstualisasi mengandung arti sebagai upaya pengaitan substansi tersebut
dengan pelataran sosial-budaya tertentu dan penggunaan lambang-lambang
tersebut untuk membungkus kembali substansi tersebut. Dengan ungkapan
lain bahwa rasionalisasi dan kontekstualisasi dapat disebut sebagai proses
substansi (pemaknaan secara hakiki etika dan moralitas) Islam ke dalam
proses kebudayaan dengan melakukan desimbolisasi (penanggalan lambang-
lambang) budaya asal (baca: Arab), dan pengalokasian nilai-nilai tersebut ke
dalam budaya baru (lokal). Sebagai proses substansiasi, pembaruan Islam
melibatkan pendekatan substantivistik, bukan formalistik terhadap Islam.
Melihat keadaan di lapangan bahwa pengamalan agama Islam di
Indonesia yang masih banyak bercampur dengan tradisi Hindu-Budha tersebut
dan jelas sekali merusak kemurnian ajarannya, maka tampillah beberapa
ulama mengadakan pemurnian dan pembaharuan faham keagamaan dalam
Islam.Pada mulanya lahir Gerakan Padri di daerah Minangkabau yang
dipelopori oleh Malim Basa, pendiri perguruan di Bonjol, yang kemudian

5
dikenal dengan sebutan Imam Bonjol.Sejak kembali dari Mekah, Imam Bonjol
melancarkan pemurnian aqidah Islam seperti yang telah dilakukan oleh
gerakan Wahabi di Mekah.Karena kaum tua yang masih sangat kuat
berpegang teguh pada adat menentang dengan keras terhadap gerakan Imam
Bonjol maka timbulah perang Padri yang berlangsung antara tahun 1821-
1837.
Pemerintahan Kolonial Belanda, sesuai dengan politik induknya
“Devide et empera” akhirnya membantu kaum adat untuk bersama-sama
menumpas kaum pembaharu. Sungguh pun kaum militer Padri dapat
dikalahkan, tetapi semangat pemurnian Islam dan kader-kader pembaharu
telah ditabur yang kemudian pada kenmudian hari banyak meneruskan usaha
dan perjuangan mereka.Diantaranya, Syekh Tohir Jalaludin, setelah kembali
dari Mekah dan Mesir bersama-sama dengan Al Khalili mengembangkan
semangat pemurnian Agama Islam dengan menerbitkan majalah Al Imam di
Singapura.
Pada saat itu juga, di Jakarta berdiri Jami’atul Khair pada tahun 1905,
yang pada umumnya beraggotakan peranakan Arab.Organisasi Jami’atul
Khair ini dinilai sangat penting karena dalam kenyataanya dialah yang
memulai dalam bentuk organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat
Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat
berkala) dan mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang banyak
sedikitnya telah modern. Di bawah pimpinan Syekh Ahmad Soorkati,
Jami’atul Khair banyak mengadakan pembaharuan dalam bidang pengajaran
bahasa Arab, pendidikan Agama Islam, penyiaran agama, dan banyak
berusaha mewujudkan Ukhuwah Islam.
Sementara itu, banyak tumbuh dan lahir gerakan pembaharuan dan
pemurnian Agama Islam di beberapa tempat di Indonesia, yang satu sama lain
mempunyai penonjolan perjuangan dan sifat yang berbeda-beda. Akan tetapi,
secara keseluruhan mereka mempunyai cita-cita yang sama dan tunggal yaitu
“Izzul Islam wal Muslimin” atau kejayaan Agama Islam dan Kaum Muslimin.

6
Di antara gerakan-gerakan tersebut adalah: Partai Sarekat Islam Indonesia,
Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad.
Gerakan-gerakan tersebut, umumnya terbagi dalam dua golongan yaitu
Gerakan Modernis dan Gerakan Reformis.Yang dimaksud dengan Gerakan
Modernis ialah gerakan yang menggunakan organisasi sebagai alat
perjuangannya.Jadi semua Gerakan Islam tersebut dapat digolongkan sebagai
gerakan Modernis. Sedangkan Gerakan Reformis, berarti di samping gerakan
ini menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya, juga berusaha
memurnikan Islam dan membangun kembali Islam dengan pikiran-pikiran
baru, sehingga Islam dapat mengarahkan dan membimbing umat manusia
dalam kehidupan mereka. Misalnya: Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al
Irsyad.

B. Gerakan Pembaharuan Islam


1. Gerakan Politik Islam2
a. Partai Serikat Islam Indonesia
Sebelum menjadi Sarikat Islam, pada mulanya berasal
organisasi dagang yang bernama Sarekat Dagang Islam.Didirikan pada
1911 oleh seorang pengusaha batik terkenal di Sala, yaitu Haji
Samanhudi.Anggota-anggotanya terbatas pada para pengusaha dan
pedagang batik, sebagai usaha untuk membela kepentingan mereka
dari tekanan politik Belanda dan monopoli bahan-bahan batik oleh
para pedagang Cina.Kemudian akibat pelarangan terhadap Sarekat
Dagang Islam oleh Residen Surakarta, maka pada 1912 kedudukannya
dipindah ke Surabaya dan namanya pun berganti menjadi Sarekat
Islam.
Sarekat Islam dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto.
Dan dibawah kepemimpinannya Sarekat Islam berkembang mewnjadi
sebagai organisasi besar dan berpengaruh, anggota-anggotanya
semakin Banyak dan meliputi  seluruh lapisan masyarakat dan cabang-

2
Prasetya Tri, Drs., Filsafat Agama, Cet II, CV Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. -4

7
cabangnya berdiri dimana-mana. Tujuannya diperluas, tidak saja
urusan dagang dan perekonomiannya, melainkan lebih luas dan besar
yaitu: menentang politik kolonial Belandadalam segala seginya dengan
menggunakan dasar perjuangan islam. Dengan tujuan tersebut
akhirnya Sarekat Islam memasuki bidang politik dan menginginkan
suatu pemerintahan yang bebas dari penjajahan Belanda.
Karena Sarekat Islam diselundupi oleh orang-orang komunis
yang tergabung dalam organisasi Indische Social Democratische
Vereniging (ISDV) pimpinan Sneevliet, seorang kader komunis yg
berasal dari negeri Belanda, akhirnya tak dapat mengelakkan diri dari
perpecacahan, dan menjadilah SI Putih SI Merah yang beraliran
komunis . Sarekat Islam Putih kemudian meningkatkan diri menjadi
satu organisasi politik Partai Sarekat Islam Indonesia yang diresmikan
pada tahun 1929.
b. Partai Islam Majmumi
Partai Islam Masjumi berdiri pada tanggal 7 November 1945
sebagai hasil keputusan Muktamar Umat Islam Indonesia I yang
berlangsung di Yogyakarta (Gedung Madrasah Mualimin
Muhammadiyah) pada tanggal 7-8 November 1945. Kongres ini
dihadiri oleh hampir semua tokoh dari berbagai organisasi Islam dari
masa sebelum perang serta pada masa pendudukan Jepang, seperti
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Sarekat Islam, al-Wasliyah, Persis,
al-Irsyad, serta tokoh intelektual muslim yang pada zaman Belanda
aktif dalam Jong Islamiten Bond dan Islam Study Club dan
sebagainya. Dalam kongres tersebut disepakati dan diputuskan untuk
mendirikan Majlis Syura Pusat bagi umat Islam Indonesia.
Sesungguhnya Partai Masjumi ini merupakan kelanjutan dari
kegiatan politik organisasi Islam pada akhir zaman penjajah Belanda
yang dikenal dengan nama MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia). MIAI
adalah suatu wadah federasi dari semua organisasi Islam, baik yang
bergerak dalam bidang politik praktis maupun yang bergerak dalam

8
bidang sosial kemasyarakatan yang didirikan pada tanggal 21
September 1937 di Surabaya atas inisiatif KH Mas Masyur
(Muhammadiyah), KH Wahab Hasbullah (NU), dan Wondo Amiseno
(Sarekat Islam). Kemudian pada masa pendudukan Jepang gabungan
gerakan Islam yang juga bersifat federasi semacam MIAI ini
dinamakan Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masjumi).
Partai Masjumi yang mencanangkan tujuannya dengan
rumusan “Terlaksananya syari’at Islam dalam kehidupan orang-
seorang, masyarakat, dan Negara Republik Indonesia” dalam kiprah
politiknya sepanjang masa hidupnya, baik dalam bentuk program
maupun kebijakan-kebijakan partai menampakan sikap yang tegar,
istiqomah, konsisten terhadap prinsip-prinsip Islam yang bersumber
pada Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Politik yang dianut oleh Partai Masjumi adalah politik yang
menggunakan parameter Islam, artinya bahwa semua program atau
kebijakan partai harus terukur secara pasti dengan nilai-nilai Islam.
Ungkapan bahwa politik itu kotor, menurut keyakinan Partai Masjumi
tidak mungki  terjadi manakala sikap, langkah, dan pola perjuangannya
selalu berada di atas prinsip-prinsip ajaran Islam. Masjumi mengakui
terhadap realitas yang terjadi di tengah-tengah arena politik bahwa
politik itu memang kotor, kalau politik itu didasarkan pada “politik
bebas nilai” atau politik yang diajarkan oleh Nicollo Machiavelli
bahwa “tujuan menghalalkan semua cara”. Politik Islam sebagaimana
yang dianut oleh Partai masjumi adalah politik yang mengharamkan
tujuan yang ditempuh dengan semua cara. Islam mengajarkan bahwa
“Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara-cara yang baik pula”.
Pada tanggal 15 Desember 1955 diadakan Pemilu, Partai
Masjumi mendapatka 57 kursi di pemerintahan. Akan tetapi karena
Bung Karno termakan oleh bujukan dari Komunis sehingga pada
tanggal 17 Agustus 1960 mengeluarka Surat Keputusan (SK) Presiden
Nomor 200 tahun 1960 untuk membubarkan Partai Islam Masjumi dari

9
pusat sampai ranting di seluruh wilayah NKRI. Pada tanggal 13
September 1960 DPP Masjumi membubarkan Masjumi dari pusat
sampai ke ranting-rantingnya.
C. Gerakan Sosial Kemasyarakatan Islam
Merupakan gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar yang
dalam ajarannya konsisten berpegang pada :
1. Kembali pada Al-Qur’an dan As-Sunnah secara murni.
2.    Membuka pintu ijtihad selebar-lebarnya kepada siapa pun yang telah
berhak melakukannya.
3.    Mengamalkan ajaran Islam secara konsisten, bersih dari segala
kemusyrikan, khurafat, bid’ah, dan taqlid
Contoh: Gerakan Al Islah wal Irsyad, Persatuan Islam dan Muhammadiyah
1. MUHAMMADIYAH
Sejak tahun 1905, Kyai Haji Ahmad Dahlan telah banyak
melakukan dakhwah dan pengajian-pengajian yang berisi faham baru
dalam islam dan menitik beratkan pada segi alamiyah. Baginya, Islama
adalah agama amal, suatau agama yang mendorong umatnya untuk banyak
melakukan kerja dan berbuat sesuatu yang bermanfaat.Dengan bekal
pendalaman beliau terhadap Al- Qura’an dan sunannah Nabi, sampai pada
pendirian dan tindakana yang banyak bersifat pengalaman Islam dalam
kehidupan nyata.
Dari kajian – kajian Kyai Haji Ahmad Dahlan ,akhirnya timbul
pertanyaan kenapa banyak gerakan-gerakan islamyang tidak berhasil
dalam usahanya? Hal ini tidak lain di sebabkan banyak orang yang
bergerak dan berjuang tetapi tidak berilmu luas serta sebaliknya banyak
orang yang berilmu akan tetapi tidak mau mengamalkan ilmunya.
Atas dasar keyakinannya itulah, Kyai Haji Ahmad Dahlan ,pada
tahun 1991 mendirikan “sekolah Muhammadiyah” yang menempati
sebuah ruangan dengan meja dan papan tulis. Dalam sekolah tersebut, di
masukkan pula beberapa pelajaran yang lazim di ajarkan di sekolah-
sekolah model Barat, seperti Ilmu Bumi, Ilmu Alam, Ilmu Hayat dan

10
sebagainya. Begitu pul;a di perkenalkan cara-cara baru dalam pengajaran
ilmu-ilmu keagamaan sehingga lebih menarik dan lebih menyerap.
Dengan murid yang tidak begitu banyak,jadilah sekolah Muhammadiyah
tersebut sebagai tempat persemaian bibit-bibit pembaruan dalam Islam
Indonesia.
Dan sebagai puncaknya berdirilah gerakan Muhammadiyah pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 yang bertepatana dengan tanggal 18 November
1992, yang di dalam Anggaran Dasarnya yang pertama kali bertujuan: “
Menyebarkan Pengajarn Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk bumi putera,di dalam residensi yogyakarta” serta “ Memajukan
hal agama Islam kepada sekutu-sekutunya.
2.  AL-IRSYAD
Dalam jami’at khair, timbul suatu perbedaan pendapat yang cukup
tajam, terutama persoalan “kafa’ah”, yaitu sah tdaknya golongan Arab
keturunan Sayid (keluarga Nabi) kawin dengan golongan lainnya. Dalam
hal ini Syeh Sukarti berpendapat boleh,dan tetap kufu atau seimbang. Ia
mengemukakan alasan dengan ayat Al-Qur’an bahwa: “yang paling mulia
diantara kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa” (Al Hujarat
13). Selain itu terdapat banyak bukti bahwa para sahabat kawin satu sama
lain tanpa memandang keturunan Sayyid atau tidaknya. Ternyata pendapat
ini menimbulkan ketidaksenangan golongan Arab seketurunan dengan
Syaidina Ali, keluarga Nabi, dan berakhir dengan perpecahan.Kemudian
Syekh Ahmad Sukati pada tahun 1914 mendirikan perkumpulan Al Ishlah
Wal Irsyad.Maksudnya ialah memajukan pelajaran agama Islam yang
murni di kalangan bangsa Arab di Indonesia. Dan sebagai amaliyahnya
berdirilah beberapa perguruan Al-Irsyad di mana-mana, di antaranya pada
tahun 1915 di jakarta. Selain itu banyak bergerak dalam bidang sosial dan
dakwah Islam dengan dasar Al-Qur’an dan sunnah Rosul secara murni dan
konsekuen.
3.   PERSATUAN ISLAM

11
Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada 17 September
1923 oleh K.H. Zamzam, seorang ulama berasal dari Palembang. Persis
beeertujuan mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan AL-Qur’an
dan sunnah Nabi dengan jalan mendirikan madrasah-madrasah, pesantren
dan tabliqh pidato ataupun tulisan. Selain itu, menerbitkan pula majalah
yang cukup menonjol pada zamannya, yaitu “Pembela Islam” dan majalah
Al Muslimin.
Persis sangat menonjol dalam usahanya memberantas segala
macam bid’ah dan khufarat , dengan cara-cara radikal dan tidak tanggung-
tanggung. Lebih-lebih setelah Persis berda dalam kepemimpinan ustadz A.
Hasan, yang terkenal tajam pena dan lidahnya menegakkan kemurnian
agama, maka Persis semakin hari semakin bertambah luas dan
berkembang. Diantara alumni pendidikan Persis yang terkemuka adalah
M.Natsir, seorang tokoh cendikiawan dan pemimpin Islam Indonesia yang
juga pernah menjadi Perdana Menteri RI dan menduduki jabatan-jabatan
penting dalam Lembaga Islam International

D.     Ciri – Ciri Gerakan Pembaharuan


1. Kepercayaan yang kuat bahwa masyarakat harus ditata atas dasar Al –
Qur’an dan As - Sunnah / hadist nabi;
2.   Menolak kebudayaan barat, meski pun ada yang mau menerima
kemajuan – kemajuan barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi;
3.    Ingin mengembalikan kemuliyaan dan kejayaan umat Islam di semua
bidang baik dalam bidang sosial, politik, keagamaan, pendidikan dan
ilmu pengetahuan.

 E. Tujuan Gerakan Pembaharuan


1.      Purifikasi ajaran Islam yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan
keagamaan pada jaman awal Islam sebagaimana dipraktikkan pada masa
Nabi karena saat sekarang banyak sekali berbagai pelanggaran terhadap
agama, misalnya adanya berbagai ritual untuk mendapatkan sebuah
keselamatan bagai yang melakukannya. Sehingga perlu dilakukan upaya

12
– upaya dengan membentengi keyakinan akidah Islam serta berbagai
bentuk ritual dari pengaruh sesat.
2.     Menjawab tantangan zaman. Islam diyakini sebagai agama universal
yaitu agama yang di dalamnya terkandung berbagai konsep tuntutan dan
pedoman bagi segala aspek kehidupan umat manusia, sekaligus bahwa
Islam senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan
berlandaskan pada universalitas ajaran Islam itu, maka gerakan
pembaruan dimaksudkan sebagai upaya untuk menerapkan ajaran Islam
sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan umat manusia.

F. Faktor – Faktor Pendorong Gerakan Pembaharuan


1.   Tingkat ekonomi yang semakin terpuruk;
2.  Rendahnya tingkat pendidikan warga masyarakat;
3.  Ketidaksejalannya pemikiran antar organisasi Islam;
4.  Gaya hidup barat yang mulai merajalela di negara – negara Islam;
5.  Adanya berbagai budaya yang menyimpang dari Al – Qur’an dan hadist;
6.  Membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah;
7.  Hasrat untuk memperoleh kekuasaan diantara kelompok tertentu yang
mengatas namakan Islam.

G. Proses Masuknya Gerakan Pembaharuan Di Indonesia3


Adapun proses masuknya gerakan pembaharuan di Indonesia bisa
melalui berbagai cara diantaranya :
1.  Melalui peran mahasiswa, bahwa mahasiswa yang menuntut ilmu di luar
negeri setelah menyelesaikan pendidikannya, maka dia mentransferkan
ilmunya tersebut untuk warga masyarakat di Indonesia;
2.    Melalui jalur publikasi, yakni berupa majalah – majalah yang memuat ide-
ide pembaharuan Islam bisa berasal dari luar negeri, sehingga bacaan
tersebut diterjemahkan agar mudah dipahami oleh warga masyarakat di
Indonesia;

3
Shalih bin Abdul Aziz, Ilmu Sosial kemasyarakatan, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1992), hal. 104

13
3.    Melalui jalur haji dan mukim yakni tradisi pemuka agama Islam Indonesia
yang menunaikan ibadah haji ketika itu bermukim untuk sementara waktu
guna menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau pengetahuan
lainnya. Ide – ide baru yang diperoleh tak jarang kemudian mempengaruhi
pemikiran serta dakwah di tanah air.

H. Nilai – Nilai Gerakan Pembaharuan


1. Nilai perjuangan yaitu gerakan pembaharuan mengandung nilai
perjuangan menemukan kembali ajaran Islam yang penuh perjuangan;
2.  Nilai persatuan yaitu gerakan pembaharuan bertujuan untuk menciptakan
persatuan bagi umat Islam dan mengatasi perpecahan karena perbedaan
dalam persoalan paham, kesukuan dan lain – lain;
3.   Nilai solidaritas yaitu gerakan pembaharuan menjalin solidaritas
(persaudaraan) senasib sepenanggungan untuk membela umat Islam dalam
keadaan suka maupun duka;
4.   Nilai Kemerdekaan yaitu gerakan pembaharuan mengutamakan
kemerdekaan, terutama kemerdekaan berpikir. Juga kemerdekaan fisik
yaitu kemerdekaan untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa –
bangsa eropa yang telah menjajah negeri – negeri Islam. Juga
kemerdekaan dari ketergantungan ekonomi, dari penindasan politik dan
kekuasaan serta kemerdekaan dari bentuk – bentuk kebudayaan barat yang
melanda dunia Islam.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari gerakan pembaharuan islam di indonesia ini kita mengetahui bahwa
pengalaman agama islam di indonesia masih banyak bercampur dengan Hindu-
Budha, Dan jelas sekali kemurnian ajarannya. Dari gerakan pembaharuan islam di
indonesia Tujuannya diperluas, Tidak saja urusan dengan perekonomian
melainkan lebih luas dan besar yaitu menentang politik kolonil belanda dalam
segala seginya dengan menggunakan dasar perjuangan islam, Sedangkan gerakan
sosial kemasyarakatan islam ini menjelaskan tentang Muhammadiyah, Al-irsyad,
Dan persatuan islam.
Pembaharuan mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan dan
usaha untuk mengubah paham – paham, adat istiadat lama dan sebagainya. Agar
semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat – pendapat dan keadan baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Namun
bukan berarti pembaharuan mengubah isi Al – Quran dan Hadits.
B.  Saran
Dari makalah yang kami paparkan bahwa kami sedikit mengambil
memberikan saran bagi yang sempat membaca makalah ini agar bisa
mengambil hikmah dari sebuah cerita awal kelahiran islam di indonesia,di
mana pada jaman dahulu Imam bonjol melancarkan kemurnian Aqidah islam
seperti yang dilakukan oleh gerakan wahabi, Karena kaum tua yang sangat
kuat,dan pastinya makalah ini belum sepurnah oleh karna itukami minta
partisipasiteman-teman untuk menyempurnakan makalah ini,sekian dan
terimah kasih. Hendaknya kita umat Islam lebih arif dan bijaksana dalam
menyikapi adanya suatu pembaharuan dalam Islam. Dengan adanya kemajuan
Barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapatlah diambil suatu
pelajaran bahwa itu semua berkat usaha gigih tokoh – tokoh Barat dalam
mengadakan pembaharuan demi menuju suatu kemajuan dan kita umat Islam

15
patut mencontoh usaha mereka dengan tetap berpedoman kepada Al Qur’an
dan sunnah nabi.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed. Dasar-dasar Gerakan Reformasi Moderenisasi,


(PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006

Prasetya Tri, Drs., Filsafat Agama, Cet II, CV Pustaka Setia, Bandung, 2000

Shalih bin Abdul Aziz, Ilmu Sosial kemasyarakatan, (PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1992)

16

Anda mungkin juga menyukai