“ TASAWUF DI INDONESIA” Dosen Pengampu :Habibissajidin, S.Pd.I.,M.Pd
Disusun Oleh :
Prodi : PGMI IV A
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF SAROLANGUN TAHUN AJARAN 2022 Tasawuf DI INDONESIA Tasawuf-Istilah Para ahli Tasawuf, yakni sudut pandang manusia sebagai makhluq terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan
Al Junaidi
Tasawuf adalah keluar dari budi yang tercela dan masuk
kepada budi yang terpuji
Ibnu Qaldun
tasawuf sebagai ilmu yang memberi perhatian pada usaha
menjaga tata krama bersama Allah secara dzahir dan batin Tasawuf
Jadi tasawuf dapat didefinisikkan
dengan upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupam dunia sehigga tercermin akhlaq mulia dan dekat dengan Allah. Hakikat Tasawuf
Hakikat bertasawuf adalah
kegiatan yang berhubungan dengan kerohanian agar selalu dekat dengan Allah Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia
• Membahas perkembangan tasawuf di Indonesia, tidak lepas dari
pengkajian proses islamisasi di kawasan ini. Sebab, sebagian besar penyebaran Islam di Nusantara merupakan jasa para sufi Kemunculan Tasawuf tersebut ada yang beranggapan, bahwa tasawuf muncul dan berkembang disebabkan adanya beberapa alasan adalah hal yang tidak dapat diingkari. Dalam perspektif sejarah, tasawuf muncul dan berkembang sebagai akibat dari kondisi sosio kultur dan politik pada masa rezim pemerintahan kaum ‘Umawi di Damaskus. Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang ditulis dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, berorientasi sufisme. Di kawasan Sumatra bagian utara, ada empat sufi terkemuka, antara lain:
- Hamzah Fansuri (+ abad 17 M ) yang terkenal dengan
karya tulisnya Asrar Al-‘Arifin dan Syarab Al-‘Asyikin, serta beberapa kumpulan syair sufistik. • Syamsudin Pasai penulis kitab JAuhar Al- Haqoriq dan Mirat Al-Qulub. Dia adalah murid dan pengikut dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan dokritn Wahdat Al-Wujud Ibnu Arabi. • Abd Rauf Singkel (w. 1639 M) merupakan penganut Tarekat Syattariyah, karyanya berjudul Mira’at Ath- Thullab. • Nuruddin Ar-Raniri (w. 1644 M) penulis Bustan As- Salatin Keberadaan tasawuf di Nusantara tidak bisa lepas dari pengkajian proses islamisasi di kawasan ini. Sebab, tidaklah berlebihan kalau di katakan, bahwa tersebar luasnya islam di Indonesia sebagian besar adalah karena jasa para sufi. Akan tetapi, belakangan ini sufisme yang melandasi etos kerja mereka itu, kelihatannya hampir terlupakan, kecuali di kalangan tertentu saja. Tasawuf menjadi unsur yang cukup dominan dalam masyarakat pada masa itu. Kenyataan lain dapat pula di tunjuk bagaimana peranan ulama dalam struktur kekuasaaan kerajaan- kerajaan islam di Aceh sampai pada masa Wali Sanga di Jawa.
Perkembangan Islam di Jawa untuk selanjutnya, umumnya
digerakkan oleh ulama yang diketahui dan dikenal dengan panggilan Wali Sanga atau Wali Sembilan. Semenjak penyiaran Islam di Jawa diambil alih oleh kerabat elite keraton, kelihatannya secara pelan terjadi proses akulturasi sufisme dengan kepercayaan lama dan tradisi lokal, yang berakibat bergesernya nilai keislaman sufisme karena telah tergantikan oleh model spiritualis non religious. Maka kehidupan di Indonesia secara berangsur bergeser dari garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu. Sehingga warna kejawen lebih tampil ke depan ketimbang sufismenya sendiri. •Aliran Tasawuf di Indonesia
Dalam perkembangan islam selanjutnya, sistem pendidikan
masyarakat peninggalan Hindu dan Budha diteruskan oleh para penyiar Islam. Proses tranformasi ilmu keislaman dilakukan secara “sorongan” yang kemudian meningkat dengan cara “bandongan” dan ”wetonan”. Dari embrio model ini kemudian bermunculan model pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren dan tarekat sebagai lembaga tasawuf.Semakin kuatnya pengaruh Mazhab Syafi’i, maka sufisme yang dipelajari di pesantren adalah tasawuf Sunni yang bersumber dari tasawuf Al-Ghazali.Terutama bagi yang ingin mendalami tasawuf dapat memilih diantara dua kemungkinan, yakni apakah tasawuf dilihat sebagai suatu aspek ilmu yang mandiri ataukah sebagai suatu tarekat yang melembaga.Apabila pilihan jatuh pada yang pertama, maka mulailah dari tasawuf akhlak dan meningkat ke tasawuf amali dan tasawuf falsafi Tokoh – Tokoh Tasawuf di Indonesia
Syaikh Hamzah Al-Fansuri
Pemikiran Al-Fansuri tentang tasawuf banyak di
pengaruhi Ibn’ Arabi dalam paham wahda Al-wujud-nya. Diantara ajaran Al-Fansuri yang lain berkaitan dengan hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak.Dari wujud yang satu ini, ada yang merupakan kulit (madjhar, kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan batin). Syaikh Nuruddin Ar-Raniri
Gema pemikiran Ar-Raniri sampai juga ke daerah nusantara
lainnya sehingga buku-bukunya banyak di pelajari orang.Beliau memang seorang pengarang yang sangat produktif. Pemikiran- pemikiran tasawuf Nuruddin Ar-Raniri terhadap kaum sufi yang menganut paham wujudiyah. Nuruddin berkata bahwa ayat itu telah di tafsirkan oleh kaum wujudiyah secara salah, yaitu bahwa alam atau insane ke luar dari Allah dan kembali bersatu dengan-Nya.
Meskipun pemikiran tasawuf Ar-Raniri terkesan sangat luas, tetapi
sesungguhnya pemikirannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : A.Tentang Tuhan B.Tentang Alam C.Tentang Manusia D.Tentang Wujudiyah E.Tentang hubungan Syari’at dan Hakikat Syaikh Abdur Rauf As-Sinkili Syekh Abd.Rauf Al-Sinkili tetap menolak paham wujudnya yang menganggap adanya penyatuan antara Tuhan dan hamba.Ajaran inilah yang kemudian dibawa oleh muridnya, Syekh Abd.Muhyi pemijahan ke Jawa. Pemikiran tasawuf Al-Sinkili dapat dilihat antara lain pada persoalan untuk merekonsiliasi antara tasawuf dan syari’at. Al-Sinkili juga mempunyai pemikiran tentang zikir.Dalam pandangannya, zikir merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa. Ajaran tasawuf Al-Sinkili yang lain adalah bertalian dengan martabat perwujudan Syekh Abd. Rauf Al-Sinkili, dalam segi lain sering dipandang sebagai penganjur Tarekat Syatariyat yang menilai banyak murid di Nusantara. Menurutnya, ada tiga martabat perwujudan Tuhan.Pertama, martabat ahadiyyah atau la ta’ayyun, yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan.Kedua, martabat wahdad atau ta’ayyun awwal, yaitu sudah tercipta haqiqqt Muhammadiyah yang potensial bagi terciptanya alam.Ketiga, martabat wahdiyyah atau ta’ayyun stani, yaitu disebut juga dengan ‘ayan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta. Syaikh Abdush Shamad Al-Falimbani
Ia termasuk seorang Shufi, putra dari seorang Ulama Tasawuf yang
terkemuka di zamannya, bernama Syekh Abdul Jaiil bin Abdil Wahhab bin Syekh Ahmad Al-Mahdan Al- Yaman. Dari beberapa ungkapannya, ia sering mengatakan; seorang Shufi tidak boleh belajar dan berdzikir saja, tetapi ia harus tampil membela agama Islam dengan perjuangan pisik. Karena itu, ia gugur di medan peperangan ketika ia turut memimpin pasukan Muslim melawan Siam (Muanthai) yang hendak melenyapkan agama Islam. Mengenai kitab karangannya yang memuat ajaran Tasawuf antara lain : Shiraatul Muriid Fi-Bayaan Kalimatir Tauhid, Hidaayatus Saalikiin, Siyaarus Saalikin (empat jilid), Urwatul Wutsqaa, Nashiihatul Muslim Wa- Tadzkratul Mu'minin Fi-Sabilillah, Ratiib Syekh abdish Shamaad Al- Falimbaaniy. Syaikh Yusuf Al-Makasari
Syekh Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak asumsi
dasar bahwa ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu: aspek lahir (syari’at) dan aspek batin (hakikat). Syari’at dan hakikat harus dipandang dan diamalkan sebagai satu kesatuan. Syekh Yusuf menggaris bawahi bahwa proses ini tidak akan mengambil bentuk kesatuan wujud antara manusia dengan tuhan. Kalau ajarannya ialah untuk memudahkan pembahasan mengenai ajaran-ajaran Hamzah Fansuri di kelompok sebagai berikut: • Wujud menurut Hamzah Fansuri, hanyalah satu. • Allah menurut Hamzah Fansuri, dzat yang mutlak dan qadim. • Penciptaan, sebenarnya hakikat dari Allah itu adalah dzat yang mutlak dan La ta’ayyun. • Manusia, yaitu tingkat penjelmaan yang paling penuh dan sempurna dari dzat yang mutlak. • Kelepasan, yaitu aliran/pancaran langsung dari dzat yang mutlak. Syaikh Nawawi Al-Bantani Lahir dengan nama Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat.Ulama yang lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten.Bernasab kepada keturunan Maulana Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon.Keturunan ke-12 dari Sultan Banten. Nasab beliau melalui jalur ini sampai kepada Baginda Nabi Muhammad saw. Di usia beliau yang belum lagi mencapai 15 tahun, Syaikh Nawawi telah mengajar banyak orang. Dalam bidang tasawuf ia memiliki konsep yang identik dengan tasawuf ortodok. Pandangan tasawufnya meski tidak tergantung pada gurunya Syekh Khatib Sambas, seorang ulama tasawuf asal Jawi yang memimpin sebuah organisasi tarekat, bahkan tidak ikut menjadi anggota tarekat, namun ia memiliki pandangan bahwa keterkaitan antara praktek tarekat, syariat dan hakikat sangat erat. Untuk memahami lebih mudah dari keterkaitan ini Nawawi mengibaratkan syariat dengan sebuah kapal, tarekat dengan lautnya dan hakekat merupakan intan dalam lautan yang dapat diperoleh dengan kapal berlayar di laut. Syaikh Khatib Sambas Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama yang mendirikan perkumpulan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah. PerkumpulanTarekat ini merupakan penyatuan dan pengembangan terhadap metode dua Tarekat sufi besar. yakni Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah.
KH. Hasyim Asy’ari
KH Hasyim Asy'ari adalah sosok di balik nama besar Pondok Pesantren Tebuireng, begitu pula dengan Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan ormas terbesar di Indonesia. Di bidang pendidikan, KH Hasyim Asy'ari terkenal memiliki keinginan kuat untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Sejak kecil hingga berusia 14 tahun, beliau mendapatkan pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kiai Usman, yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Setelah itu, KH Hasyim Asy'ari menimba ilmu dari berbagai pesantren di Jawa dan melanjutkan pendidikannya ke Mekah pada 1892. Guru KH Hasyim Asy'ari di antaranya, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Husein Al- Habsyi, Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Shata, dan Syekh Daghastani. KH Hasyim Asy'ari sebagai pejuang Islam Perjuangan KH Hasyim Asy'ari untuk Islam dimulai ketika mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng pada 1899.Pesantren ini awalnya sangat kecil, hingga akhirnya berkembang dan menjadi pesantren terbesar di Jawa pada awal abad ke-20. Buya Hamka Hamka, atau nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (lahir di Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia pada 17 Februari 1908 - 24 Julai 1981) adalah seorang penulis dan ulama terkenal Indonesia. Ayahnya ialah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau. Beliau melibatkan diri dengan pertubuhan Muhammadiyah dan menyertai cawangannya dan dilantik menjadi anggota pimpinan pusat Muhammadiyah.Beliau melancarkan penentangan terhadap khurafat, bida'ah, thorikoh kebatinan yang menular di Indonesia. Oleh itu,beliau mengambil inisiatif untuk mendirikan pusat latihan dakwah Muhammadiyah. Sebagai realisasi dari upayanya memurnikan kembali ajaran tasawuf, Hamka menulis beberapa karya yang berkenaan dengan tasawuf.Berikut ini dikemukakan beberapa pokok pikirannya, sebagaimana yang terdapat dalam bukunya, Tasawuf Moderen.
•Tentang Harta Benda dan Kekayaan
•Al-Qana’ah •Tawakkal •Kesimpulan Perkembangan tasawuf di Indonesia berkaitan erat dengan proses islamisasi di kawasan Nusantara. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar penyebaran Islam di Nusantara merupakan jasa para sufi. Adapun tokoh-tokoh sufi yang sangat berpengaruh di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, al-Raniri, Abd. Rauf Sinkel, Abd Shamad al- Palembani, Sheh Yusuf al-Makassari, Nawawi al-Bantani, dan Hamka. Dari tokoh-tokoh tersebut di atas Islam di Indonesia berkembang dan dapat di terima oleh masyarakat bangsa Indonesia, walau tidak bisa di pungkiri ada perbedaan dan pertentangan di antara ajaran seorang sufi yang satu dengan tokoh sufi yang lain. Sekian & Terima Kasih