Anda di halaman 1dari 5

Nama : Adelini Siagian

NIM : 0502202083

Kelas : 2B Akuntansi Syariah

Matkul : Akhlak Tasawuf

A. Sejarah dan perkembangan tasawuf di Indonesia

Hawash Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya peranan para sufi
dalam penyebaran Islam pertama kalinya di Nusantara. Ia menyebutkan tokoh sufi Syekh
Abdullah Arif yang menyebarkan Islam untuk pertama kalinya di Aceh sekitar abad ke -12 M.
Ia adalah seorang pendatang ke Nusantara bersama banyak muballigh lainnya yang diantaranya
bernama Syekh Ismail Zaffi. Lebih jauh lagi, Hawash Abdullah menegaskan bahwa kalau mau
meneliti secara jujur, kita akan berkesimpulan bahwa pada tahun-tahun pertama masuknya
Islam ke Nusantara, para sufilah bukan lainnya yang paling banyak jasanya.

Sebagaimana pendapat Hawash diatas, A.H.Johns, sebagaimana dikutip Azyumardi


Azra, berpendapat bahwa para sufi pengembara yang melakukan penyiaran Islam di nusantara.
Para sufi ini berhasil mengislamkan penduduk nusantara setidaknya sejak abad ke 13. Faktor
utama keberhasilan konversi adalah kemajuan para sufi menyajikan Islam dalam kemasan
aktraktif, khususnya dengan menekankan kesesuaian dengan Islam.

Proses islamisasi di Indonesia strurktural telah di bentuk oleh tiga komponen yang
saling melengkapi yaitu sebagai berikut.

1. Kesultanan dengan maritimnya yang berada di sepanjang pantai utara jawa berusaha
menaklukan negeri-negeri pedalaman.
2. Kelompok ulama Islam asing mengisi pos birokrasi dan memimpin upacara
keagamaan.
3. Para sufi tertarik untuk pindah dari daerah pantai menuju pedalaman jawa untuk
menyampaikan dakwahnya.

Dengan beberapa pertimbangan para juru dakwah cenderung melakukan sinkretisme.


Menurut prof. Dr. azyumardi azra, Islam dapat dengan cepat di terima oleh masyarakat
Indonesia salah satu nya karena adanya kesamaan bentuk antara Islam tasawuf dan sinkretisme
penduduk setempat. Menurut teori ini Islam tasawuf nyaris secara alami di terima.
Pada permulaan tahun 1950-an, Hamka menulis buku tasawuf: perkembangan
dan pemurniannya dan tasawuf modern. Ia berusaha memperlihatkan bahwa tasawuf yang
benar adalah tasawuf yang berakar pada prinsip tauhid.

NU bertasawuf sejalan dengan prinsipnya bahwa kehidupan beragama tidak saja di


tandai oleh legalisai-rasional. Bagi NU, tasawuf merupakan hal yang penting karena sebagai
doktri kesalehan yang menyejukkan jiwa dari kekeringan iman dan kemiskinan batin, sehingga
terpelihara keseimbangan antara pandangan fiqh dan penghayatan iman. Tasawuf bukan berarti
meninggalkan kehidupan duniawi, karena manusia memiliki posisi yang sangat tinggi dalam
kehidupan alam semesta.

Tasawuf yang berkembang di Indonesia di dominasi oleh tasawuf aliran Sunni.


Kalaupun ada penganut aliran falsafi pengaruhnya tidak begitu luas, bahkan aliran ini mendapat
perlawanan dari penikut Sunni. Oleh karena itu Hamka menulis bahwa tasawuf di indonesia
sejalan dengan mazhab Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah.

B. Tokoh-tokoh Tasawuf
a. Walisongo

Raden Rahmat atau Sunan Ampel (wafat sekitar tahun 1406 M) dikisahkan dalam
Babad Tanah Jawi mengajarkan kehidupan zuhud dengan melakukan riyaḍah secara ketat
kepada masyarakat. Adapun gambaran amalan ruhani yang dijalankan Sunan Ampel sebagai
berikut:
Ora dhahar ora guling/ anyegah ing hawa/ ora sare ing wengine/ ngibadah maring
Pangeran/ fardhu sunat tan katinggal/ sarwa nyegah haram makruh/ tawajuhe muji ing Allah//
Tidak makan tidak tidur, mencegah hawa nafsu/tidak tidur malam untuk beribadah
kepada Tuhan/ fardhu dan sunnah tidak ketinggalan/ serta mencegah yang haram maupun yang
makruh/ tawajuh memuji Allah//.
Bahkan di dalam satu keterangan di dalam Babad Tanah Jawi naskah Drajat, Sunan
Ampel mengajarkan ilmu tasawuf dengan laku suluk menurut ajaran tarekat Naqsyabandiyah.
Sementara itu, Sunan Giri dalam melakukan dakwah Islam di tengah-tengah
masyarakat lebih di bidang pendidikan. Ia merupakan salah satu wali yang mengembangkan
sistem pesantren yang kemudian diikuti oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Dalam menyampaikan dakwah Islam, Sunan Giri melanjutkan dengan cara-cara yang
lunak dengan mengikuti ajaran Islam yang diterima sebagai ajaran. Titik tolok dakwah yang
dikembangkan pada dasarnya adalah menanamkan pendidikan budi pekerti luhur kepada
masyarakat.
Sunan Bonang dikenal sebagai guru tasawuf yang diyakini memiliki kekuatan keramat
sebagaimana lazimnya seorang wali.
Sebuah naskah primbon asal Tuban, yang menurut Schrieke dalam Het Boek Van
Bonang (1916) adalah tulisan Sunan Bonang sendiri, merupakan ikhtisar bebas dari Kitab Iḥyā'
'Ulūm al-Dīn karya al-Ghazālī dan Kitab al-Tamhīd Fī Bayān al-Tawḥīd karya Abu Syakur bin
Syu'aib al-Kasi al-Hanafi al-Salimi.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai guru ruhani yang mengajarkan tarekat Syattariyah dari
Sunan Bonang sekaligus tarekat Akmaliyah dari Syekh Siti Jenar. P
elajaran tarekat dalam bentuk laku ruhani yang disebut mujahadah, muqarabah, dan
musyahadah secara arif disampaikan Sunan Kalijaga baik secara tertutup diberikan kepada
murid-murid ruhani sebagaimana layaknya proses pembelajaran di dalam sebuah tarekat.
Sementara itu, pelajaran yang disampaikan secara terbuka, dilakukan melalui
pembabaran esoteris kisah-kisah simbolik dalam pergelaran wayang, sehingga menjadi pesona
tersendiri bagi masyarakat dalam menikmati pergelaran wayang yang digelar Sunan Kalijaga.
Sunan Drajat dikenal sebagai penyebar Islam yang berjiwa sosial tinggi dan sangat
memperhatikan nasib kaum fakir miskin serta lebih mengutamakan kesejahteraan sosial
masyarakat.
Setelah memberikan perhatian penuh, baru Sunan Drajat memberikan pemahaman
tentang ajaran Islam. Ajarannya lebih pada empati dan etos kerja berupa kedermawanan,
pengentasan kemiskinan, usaha menciptakan kemakmuran, solidaritas sosial, dan gotong
royong.
Secara umum, ajaran Sunan Drajat dalam menyebarkan dakwah Islam dikenal
masyarakat sebagai pepali pitu (dasar tujuh ajaran), yang mencakup tujuh falsafah yang
dijadikan pijakan dalam kehiduapan sebagai berikut;
Pertama, memangun resep tyasing suasama (kita selalu membuat senang hati orang
lain.)
Kedua, jroning suka kudu eling lan waspodo (dalam suasana gembira tetap ingat
Tuhan dan selalu waspada.)
Ketiga, laksitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah (dalam
upaya mencapai cita-cita luhur janggan tantangan dan rintangan.)
Keempat, meper hardaning pancadriya (senantiasa berjuang menekan gejolak nafsu-
nafsu inderawi.)
Kelima, heneng-hening-henung (dalam diam akan mencapai keheningan dan di dalam
hening akan mencapai jalan kebebasan mulia.)
Keenam, mulya guna panca waktu (pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan
menjalankan salat lima waktu.)
Ketujuh, menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong
kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono pangiyup marang wong
kang kaudanan (berikan tongkat kepada orang buta. Berikan makan kepada orang yang
lapar.berikan pakaian kepada orang yang tidak memiliki pakaian. Berikan tempat teduh yang
kehujanan.
Penanaman nilai-nilai ajaran Islam melalui keteladanan yang baik sebelum
mengucapkan kata, bukan dengan cara propaganda dan cara yang tidak bijak lainnya,
menjadikan dakwah yang diajarkan Wali Songo mendapatkan simpati di hati masyarakat.
Ajaran ajaran semacam ini yang selalu digaungkan dalam ajaran Islam dan bahkan lebih
dianjurkan karena sesuai dengan dalil normatif al-Qur'an dan Sunnah.
Jika demikian model dakwah yang dikembangkan oleh Wali Songo, maka kita akan
menemukan kecocokan model dakwah atau ajaran tasawuf Wali Songo dengan tipologi
tasawuf Akhlaki yang diserukan oleh al-Ghazālī.
Nampaknya tawaran tasawuf al-Ghazālī lebih mendapat simpati bagi Wali Songo untuk
diajarkan kepada masyarakat secara luas. Ini bisa dengan data yang sudah menjelaskan tentang
ajaran tasawuf Sun Bonang dan Sunan Kalijaga yang menjadikan buku-buku al-Ghazālī
sebagai rujukan utama.
Proposisi lain yang mungkin dapat diperdebatkan adalah selain dari ajaran Wali Songo
Di atas terdapat pula ajaran Syekh Siti Jenar, di mana pemikiran-pemiknya masuk dalam
tipologi tasawuf falsafi?
Syekh Lemah Abang berujar, 'Marilah kita berbicara dengan terus terang bahwa Aku
ini Allah. Akulah yang sejatinya disebut Prabu Satmata, tidak ada yang lain yang ilahi',
Maulana Maghrib mencela, 'tapi itu jisim namanya disebut,' Syekh Lemah Abang menyahut,
'Saya menyampaikan ilmu yang bukan tubuh, karena tubuh pada hakikatnya tidak ada. Yang
kita bincang adalah ilmu sejati. Kepada semuanya saja, kita buka tabir rahasia ilmu sejati'.
Dengan demikian, benih-benih tasawuf falsafi di Indonesia sedari awal memiliki
kekuatan yang sama besar dengan tasawuf akhlaki.
Sangat penting ajaran Syekh Siti Jenar, sebagai wali dengan kapasitas keilmuan yang
sangat mumpuni, mendapat banyak tempat di hati masyarakat. Hal ini menunjukkan model
kedua tasawuf pernah ada dan tumbuh bahkan pada taraf menjadi suatu arus utama di
Nusantara.
Pernyataan di atas bisa menjadi benar, jika dakwah dan ajaran Syekh Siti Jenar tidak
mendapatkan resistensi dari para anggota wali lainnya.
Pada kenyataannnya di dalam sejarah yang dibuktikan bahwa usaha-usaha pemakzulan
terhadap paham yang cenderung pada ajaran filosofis-panteistis yang diajarkan Syekh Siti
Jenar. Bahkan diberitahukan bahwa Sunan Giri (anggota Wali Songo) dikabarkan kuliah Siti
Jenar yang berpandangan panteisme.
b. Ar-Raniri

Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad
Hanif Al-Raniri Al-Quraisyi Al-Syafi’i. Nuruddin Al Raniri adalah sarjana India keturunan
Arab, beliau dilahirkan di daerah Ranir yang tak jauh dari Gujarat.

Ia mengikuti langkah keluarganya dalam hal pendidikan. Pendidikan pertamanya di


Ranir dan kemudian melanjutkannya ke wilayah handramaut. Sewaktu masih di negeri asalnya,
ia sudah menguasai banyak ilmu agama. Diantara guru yang paling banyak mempengaruhinya
adalah Abu Nafs Sayyid Iman bin Abdullah bin Syaiban, seorang guru tarekat Rifa’iyah
keturanan Hadramaut Gujarat India. Dari syaikh Ba Syaiban inilah Ar-Raniri di baiat sebagai
khalifah untuk menyebar luaskan tarekat Rifa’iyah ditanah melayu.

Nuruddin Ar-Raniri lahir di kota Ranir Pantai Gujarat, India. Tahun kelahirannya tidak
di ketahui tetapi banyak ahli yang memperkirakan ia lahir di akhir abad 16. Guru yang paling
berpengaruh adalah Abu Nafs Sayyid Imam bin ‘Abdullah bin Syaiban, seorang guru Tarekat
Rifa’iyah. Ar-Raniri merupakan tokoh pembaharuan Islam di Aceh. Pembaharuan utamanya
adalah memerangi aliran Wujudiyyah yang dianggap aliran sesat. Karya-karya beliau antara
lain Ash-Shirath Al-Mustaqim, Bustan As-Salatin fi DzikirAl-Awwalin wa Al-Akhirin, Durrat
Al-Farra’idh bi Syarhi Al’Aqa’id, Syifa Al-Qulub.

Mengenai ketuhanan, Ar-Raniri berupaya menyatukan paham Mutakallimin dengan


paham para sufi yang diwakili oleh Ibn Arabi. Ia berpendapat ungkapan “wujud Allah dan
Alam Esa” berarti alam ini merupakan sisi lahir dari hakikat batin yaitu Allah SWT
sebagaimana yang dimaksud Ibn Arabi. Tetapi hakikatnya alam ini tidak ada yang ada adalah
wujud Allah Yang Esa. Jadi ia berpendapat bahwa alam ini tidak bisa dikatakan berbeda dengan
Allah atau bersatu dengan Allah, alam ini merupakan tajalli Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai