Anda di halaman 1dari 9

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.......................................................................................................

B. Rumus Masalah.....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Penyebaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah…………………………

B. Strategi Dakwah Islam Aswaja Di Indonesia…………………………………

C. Pola Fikir Dan Prilaku Ulama Dalam Dakwah Islam Aswaja………………..

D. Metode Dan Sarana Dakwah Islam Aswaja……………………………………….

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................

B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah merupakan salah satu perintah Allah SWT yang terdapat dalam

al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 110 yang berbunyi :1

Artinya: Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.2

Dalam pelaksanaannya, dakwah akan cenderung lebih efektif dan efisien apabila dikelola secara baik
dalam sebuah organisasi dakwah. Indonesia – sebagai negara kesatuan berbentuk republik dengan
jumlah penduduk muslim terbesar di dunia – tentu memiliki beragam organisasi dakwah dengan
berbagai macam karakteristik.

B. Rumusan Masalah

 Proses Penyebaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah


 Strategi Dakwah Islam Aswaja Di Indonesia
 Pola Fikir Dan Prilaku Ulama Dalam Dakwah Islam Aswaja
 Metode Dan Sarana Dakwah Islam Aswaja
BAB II
PEMBAHASAN

A. PROSES PENYEBARAN ISLAM AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

Berbeda dengan proses penyebaran agama islam di kawasan lain, seperti Timur Tengah, Afrika,
Andalusia, dan lain-lain yang menggunakan kekuatan militer, proses penyebaran islam di
indonesia berlangsung dengan cara damai, bijaksana, lemah lembut, dan tanpa kekerasan. Pada
taraf permulaan saluran islamisasi adalah kegiatan perdagangan. Kesibukan lalu lintas
perdagangan antara arab, india, dan cina melalui selat malaka sejak abad ke-7 M melibatkan para
saudagar muslim turut ambil bagian dalam aktifitas perdagangan dari negeri-negeri bagian barat,
Tenggara, dan Timur benua asia. Kedatangan mereka di Nusantara (Indonesia) melahirkan
fenomena baru, yakni kota perdagangan di pesisir utara pulau sumatera menjadi pusat kegiatan
perekonomian yang pada akhirnya mendukung penyebaran agama islam. Kegiatan dakwah
Islamiyah selanjutnya dilakukan oleh sebuah misi para muballigh dari arab, terutama dari
Makkah, Yaman, Dan Lain-lain. Mereka berhasil mengislamkan para penguasa di Nusantara,
sehingga dalam waktu relatif singkat, agama islam sudah menjadi agama sebagian besar
masyarakat. Dakwah islam di Indonesia dilakukan dengan sikap moderat (At-Tawassuth), toleran
(At-Tasamuh), dan Seimbang (At-Tawazun), yang ketiga-tiganya merupakan karakteristik (Ciri
khas) para penganut Ahlussunnah wal Jamaah. Sikap-Sikap seperti itulah yang ditanamkan oleh
para muballigh dan dianut oleh kaum muslimin Indonesia sejak masa permulaan sampai
sekarang. Itulah sebabnya, tidak pernah ditemukan bukti sejarah tentang terjadinya peperangan
ataupun kericuhan yang disebabkan oleh kegiatan dakwah Islam di Indonesia. Kalau toh terjadi
tindak kekerasan antar pemeluk agama, maka biasanya di picu oleh faktor-faktor di luar agama.
Dengan memperhatikan sikap dan pola dakwah islam di indonesia pada masa permulaan, maka
diketahui bahwa paham keislaman yang berkembang di Indonesia pada masa permulaan adalah
Ahlussunnah Wal Jamaah. Menurut sebuah sumber sejarah, pada abad 9 Masehi Dinasti
Abbasiyah yang berpusat di Baghdad mengirimkan sejumlah muballigh ke wilayah Sumatera
Utara, yang terdiri dari para ulama Ahlussunnah wal Jamaah bermadzhab Syafi'i. Begitulah pula
yang dikemukakan oleh Prof. Hamka melalui pendapatnya bahwa sejak masa permulaan
perkembangan islam , para muballigh telah mengajarkan paham Ahlussunnah wal jamaah
dengan berintikan madzhab Syafi'i. Bukti lain adalah catatan perjalanan (rihlah) Ibnu Bathuthah,
Salah seorang berkebangsaan Maroko yang pernah mengunjungi Kerajaan samudera Pasai pada
Abad 16 Masehi. Ia mengatakan bahwa agama Islam sudah hampir satu abad lamanya
berkembang di wilayah kerajaan tersebut.
Rajanya yang bernama Al Malikudz Dzahir II dikenal sebagai orang yang ahli ibadah, rendah
hati, dan penganut Madzhab Syafi'i. Dalam Babad Cirebon juga ditemukan informasi tentang
dialog antara Sunan Gunung Jati dengan Raden Panjunan dalam masalah-masalah hukum islam
dengan bermadzhab Syafi'i. Demikian juga dalam Primbon Sunan Bonang terdapat ilmu-ilmu
Fikih, Tauhid, dan Tasawuf yang disusun berdasarkan paham Sunni atau Ahlussunnah wal
Jamaah.

B. STRATEGI DAKWAH ISLAM ASWAJA DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar, yakni 12,7% dari
populasi total umat Muslim di seluruh dunia. Padahal, Islam diperkirakan baru masuk ke
Nusantara sekitar abad ke-7.

Jauh sebelumnya, peradaban Hindu-Budha telah mengakar kuat di Bumi Pertiwi. Islam
diperkirakan dapat berkembang luas di Indonesia karena memanfaatkan dakwah yang bersifat
adaptif terhadap karakteristik masyarakat lokal.

Penyebaran ini juga dilakukan secara periodik selama berabad-abad. Maka lambat laun ajaran
Islam pun dapat diterima oleh penduduk lokal.

Menurut para sejarawan, terdapat setidaknya enam media untuk berdakwah. Sarana dakwah
tersebut meliputi:

Perdagangan , Perkawinan, Pendidikan, Tasawuf, Kesenian, dan Politik

C. POLA FIKIR DAN PRILAKU ULAMA DALAM DAKWAH ISLAM ASWAJA

Pola pikir yang diisyaratkan oleh paham Ahlussunnah Waljamaah adalah taqdim al nas dan
rasional. Yaitu lebih mengutamakan nas namun dalam memahami nas itu digunakanlah logika
filsafat yang rasional.

Pertama, Taqdim al-Nas. Pola pikir taqdim al-Nas (mendahulukan petunjuk nas) ini
terindikasikan oleh komitmen tegas Ahlussunnah Waljamaah dalam rangka purifikasi
(pemurnian) ajaran Islam dari aneka upaya liberalisasi serta pemikiran bid’ah yang kian
menggejala dan kompleks.

Purifikasi dimaksud tidak lain ialah menjadikan Al Quran dan al-Sunnah sebagai sumber rujukan
vital dalam setiap aspek kehidupan. Yang dalam hal ini mencakup aspek akidah, ibadah, dan
aspek akhlak. Sebagaimana yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya pada
periode awal kelahiran Islam.
Dengan pola pikir taqdim al-Nas ini, ajaran Islam akan terhindar dari berbagai nuansa yang
bersifat ekstrim. Dalam lingkup akidah, terhindar dari, pemikiran kalam liberal yang terlalu
mendewa-dewakan kemampuan akal. Dalam lingkup ibadah, terlepas dari egoisme pembenaran
pendapat pribadi atau pun mazhab. Dan dalam lingkup akhlak akan terhindar dari pemikiran-
pemikiran mistis non Islam.

Semua aspek kehidupan praktis akan terpayungi oleh kebenaran “mutlak” Al Quran dan al-
Sunnah. Peran logika-filsafat yang menjelma dalam pemikiran kalam tetap ternaungi oleh
kebenaran “mutlak” Al Quran dan al-Sunnah. Perbedaan pendapat fiqhiyah yang memang
interpretable tetap menjadi ikhtilaf-rahmat, Pemikiran-Pemikiran tasawuf pun tetap sejalan
dengan nas. Pemikiran-pemikiran bid’ah seperti paham al–hulul, tanasukh dan wihdah al-wujud
praktis akan tercounter dengan sendirinya.

Kedua, rasional. Taqdim al-Nas memang menjadi komitmen pola pikir paham Ahlussunnah
Waljamaah, namun secara filosofis tidak berarti menganulir atau menafikan kebenaran rasio
(akal). Bahkan akal mendapat tempat yang sangat terhormat dalam paham Ahlussunnah
Waljamaah, sejalan dengan penghormatan yang diberikan oleh semangat nas itu sendiri.

Kata aqal (akal) itu sendiri dengan berbagai bentuk, banyak didengung-dengungkan dalam Al
Quran, termasuk juga di dalam al-Sunnah. Itu berarti paham taqdim al-Nas otomatis
menempatkan rasio dalam tempat yang amat terhormat. Keterhormatannya itu berarti pula
memberi semangat kepada umat agar berpola pikir rasional.

Hanya saja, mengingat kemampuan akal sangat terbatas dan variatif, mustahil dapat menembus
kebenaran mutlak dan hasilnya bervariasi antara akal yang satu dengan yang lain. maka secara
logis pula; akal bukanlah bandingan naql (Nas). Menjadi hal yang irrasional jika sampai
mensejajarkan atau membandingkan kebenaran akal dengan kebenaran naql. Sama halnya
dengan membandingkan antara kemampuan manusia dengan kemampuan Tuhan.

Oleh karena itu, pola pikir yang dikembangkan dalam paham Ahlussunnah Waljamaah tidak lain
ialah menempatkan rasio/akal pada tempatnya. Akal di tempatkan sebagai alat bantu untuk
memahami kandungan naql. Itu pun terbatas pada apa yang bisa dijangkau oleh kemampuan
akal. Sehingga penggunaan ta’wil (penafsiran ayat secara metafores/majazi), dalam paham
Ahlussunnah Waljamaah sangat terbatas pada ayat-ayat mutasyabihat (ayat yang maknanya
mengandung perserupaan Tuhan dengan makhluk) dan ayat-ayat tertentu lainnya, dengan
pena’wil yang terbatas pula (tidak terlalu mendalam).
Dengan pola pikir yang demikian, maka paham Ahlussunnah Waljamaah justru senantiasa
represetatif dalam setiap zaman, sejalan dengan representatif ajaran Islam itu sendiri sampai
kapan pun dan di manapun, bahkan dalam keadaan yang bagaimana pun, akan senantiasa aktual
dan up to date.

D. METODE DAN SARANA DAKWAH ISLAM ASWAJA

Sebagaimana yang telah kami tulis diatas, bahwah Menurut para sejarawan, terdapat setidaknya
enam media untuk berdakwah. Sarana dakwah tersebut meliputi:

 Perdagangan
 Perkawinan
 Pendidikan
 Tasawuf
 Kesenian
 Politik

1. Perdagangan
Mengutip dari buku Arkeologi Islam Nusantara karya Tjandrasasmita, pembawa agama Islam
pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang. Ini terjadi sekitar abad 7-16 M.

Saat itu kepulauan Nusantara merupakan kawasan perdagangan internasional yang ramai
dikunjungi pedagang dari berbagai bangsa, termasuk Arab, Persia, dan Gujarat. Hubungan
perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai media dakwah.

2. Perkawinan
Para pedagang muslim memiliki status sosial dan ekonomi yang relatif lebih baik daripada
penduduk pribumi. Ini menyebabkan banyak penduduk yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri
para pedagang muslim.

Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Alhasil, komunitas Islam makin luas. Pada
akhirnya timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam.

Mengutip dari jurnal Kajian Proses Islamisasi di Indonesia tulisan Latifa Dalimunthe, dakwah
melaui perkawinan lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak
bangsawan atau anak raja karena mempercepat proses Islamisasi.

3. Dakwah Islam Melalui Pendidikan


Penyebaran Islam melalui pendidikan awalnya terjadi di lingkungan keluarga, kemudian
berkembang di surau, masjid, pesantren, dan akhirnya masuk di rumah para bangsawan.
Pesantren memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam. Para ahli agama mendidik
santri tentang Islam. Setelah selesai menuntut ilmu para santri diharapkan dapat pulang ke
kampung halaman untuk melanjutkan dakwah. Dengan cara ini agama Islam terus tersebar ke
seluruh penjuru Nusantara.

4. Tasawuf
Ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakat,
dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakat.

Mereka mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas
masyarakat lokal. Dengan cara ini agama Islam lebih mudah dimengerti dan diterima.

5. Kesenian
Para penyebar agama Islam memanfaatkan kebudayaan yang telah ada sebagai media untuk
berdakwah. Strategi dakwah melalui kesenian ini di antaranya dilakukan oleh Sunan Bonang dan
Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk untuk
mengajarkan nilai-nilai Islam. Beliau merupakan tokoh pencipta layang Kalimasada dan lakon
wayang 'Petruk Jadi Raja'.

6. Politik
Strategi dakwah melalui jalur politik memiliki efek besar. Jika suatu pemerintahan dipimpin oleh
seorang raja yang telah menganut Islam, maka banyak rakyatnya yang secara sukarela memeluk
agama yang sama dengan pemimpin mereka.

Jika dakwah telah berhasil masuk dalam ranah politik, maka kebijakan-kebijakan kenegaraan
dapat disinergikan dengan tujuan dakwah. Selain itu, strategi politik juga ditempuh melalui
penaklukkan kerajaan non Islam oleh kerajaan Islam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan , proses penyebaran islam di indonesia
berlangsung dengan cara damai, bijaksana, lemah lembut, dan tanpa kekerasan.

Pola pikir yang diisyaratkan oleh paham Ahlussunnah Waljamaah adalah taqdim al nas dan
rasional. Yaitu lebih mengutamakan nas namun dalam memahami nas itu digunakanlah logika
filsafat yang rasional.

Menurut para sejarawan, terdapat setidaknya enam media untuk berdakwah. Sarana dakwah
tersebut meliputi: Perdagangan , Perkawinan, Pendidikan, Tasawuf, Kesenian, dan Politik.

B. Saran
Agar dakwah islam selalu hidup di Negara kita tercinta Indonesia ini, maka menjadi tugas kita
bersamalah untuk menjaga peradaban, pola fikir dan etika kita agar tidak mudah dipengaruhi
oleh paham – paham radikal yang hanya memecah belah bangsa dan agama.
DAFTAR PUSTAKA

https://nu.or.id/opini/sejarah-metode-berpikir-dan-gerakan-aswaja-

https://scholar.ummetro.ac.id/index.php/alidzaah/article/view/242

https://tebuireng.online/pola-pikir-dan-hakikat-aswaja/

Anda mungkin juga menyukai