Anda di halaman 1dari 125

INTERNALISASI NILAI-NILAI AHLUSSUNAH WAL

JAMA’AH AN NAHDLIYYAH DALAM PEMBELAJARAN


KITAB KUNING
(Studi Multisitus Di Pondok Pesantren Raden Paku Trenggalek dan
Pondok Pesantren Subulussalam Gandusari Trenggalek)

TESIS

Oleh
Arif Yahya
NIM. 12056194070

PROGRAM MAGISTER
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
FEBRUARI 2021
INTERNALISASI NILAI-NILAI AHLUSSUNAH WAL
JAMA’AH AN NAHDLIYYAH DALAM PEMBELAJARAN
KITAB KUNING
(Studi Multisitus Di Pondok Pesantren Raden Paku Trenggalek dan
Pondok Pesantren Subulussalam Gandusari Trenggalek)

TESIS

Disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu persyaratan


menempuh Program Magister
Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana IAIN Tulungagung

Oleh
Arif Yahya
NIM. 12056194070

PROGRAM MAGISTER
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
FEBRUARI 2021

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Internalisasi Nilai-Nilai Ahlussunah Wal Jama’ah An


Nahdliyyah Dalam Pembelajaran Kitab Kuning” yang ditulis oleh Arif Yahya ini
telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Pembimbing Tanggal Tanda Tangan

1. Prof. Dr. H. Achmad


Patoni, M.Ag.

2. Dr. Ngainun Naim,


M.H.I.

iii
PENGESAHAN

Tesis dengan judul “Internalisasi Nilai-Nilai Ahlussunah Wal Jama’ah An


Nahdliyyah Dalam Pembelajaran Kitab Kuning” yang ditulis oleh Arif Yahya ini
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tesis Pascasarjana IAIN
Tulungagung pada hari ….…… tanggal …………..….. dan diterima sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Islam.

DEWAN PENGUJI
1. Ketua : ……………….…………………….
2. Sekretaris : ……………….…………………….
3. Penguji I : ……………….…………………….
4. Penguji II : ……………….…………………….
5. Penguji III : ……………….…………………….
6. Penguji IV : ……………….……………………
7. Penguji V : ……………….…………………….
Tulungagung, …………………………
Mengesahkan,
Direktur Pascasarjana

………………………………
NIP.

iv
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:


Nama : Arif Yahya
NIM : 12506194070
Program : Pendidikan Agama Islam
Institusi : Pascasarjana IAIN Tulungagung
dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara
keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada
bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Tulungagung, ________________
Saya yang menyatakan,

Arif Yahya

v
MOTTO

َ ِ‫سبُّوا اللَّهَ َع ْد ًوا بِغَْي ِر ِعل ٍْم ۗ َك َٰذل‬


‫ك َز َّينَّا لِ ُك ِّل َُّأم ٍة‬ ِ َّ ِ ِ
ُ َ‫ين يَ ْدعُو َن م ْن ُدون الله َفي‬
ِ َّ
َ ‫سبُّوا الذ‬
ُ َ‫َواَل ت‬

‫َى َربِِّه ْم َم ْر ِجعُ ُه ْم َفُينَبُِّئ ُه ْم بِ َما َكانُوا َي ْع َملُو َن‬


ٰ ‫َع َملَ ُه ْم ثُ َّم ِإل‬

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah


selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat
menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah
kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu
mereka kerjakan”.

vi
PERSEMBAHAN

Teriring do’a dan dzikir penuh harap kepada-Mu Ya Rabb. Sebagai


ibadahku dalam menuntut ilmu atas perintah-Mu dan atas Ridho-Mu yang selalu
mengiringi setiap langkahku. Atas nama cinta yang tulus ku persembahkan karya
ilmiah ini teruntuk:
1. Kedua orang tuaku Ayahanda Alm. Kudori bin Abdullah dan Ibundaku Siti
Sapurah yang telah menorehkan segala kasih sayangnya dengan penuh rasa
ketulusan yang tak kenal lelah dan batas waktu, selalu menadahkan kedua
tangan kepada-Nya untuk putra-putrinya dan memberikan motivasi dan
dukungan. Keikhlasanmu telah mengalir dalam setiap nafas dan tetes
darahku. Semoga Allah selalu melindungi keduanya.
2. Kakak dan adikku tercinta, senyum dan do’a kalian selalu menyertai
langkahku. Semoga kita selalu dalam persaudaraan yang penuh limpahan
anugerah dan ridho Allah SWT.
3. Teman-teman seperjuangan kelas PAI D yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, terimakasih atas dukungan dan motivasi kalian dalam menyelesaikan
karya tulis ini. Semoga kita selalu dalam lindungan yang Maha Kuasa.

vii
PRAKATA

Segala puji syukur bagi Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan taufik-Nya kepada seluruh umat manusia, sehingga kita tetap iman
dan Islam, serta komitmen sebagai insan yang haus akan ilmu pengetahuan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi tugas akhir yang diberikan oleh Program
Pascasarjana, dan juga merupakan sebagian dari syarat yang harus dipenuhi oleh
penulis guna memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Islam.
Selesainya penyusunan tesis ini berkat bimbingan dari dosen yang sudah
ditetapkan, dan juga berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
a. Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan
penulisan laporan penelitian ini.
b. Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag. selaku Direktur Pascasarjana yang selalu
memberikan dorongan semangat dalam mengemban ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
c. Prof. Dr. H. Achmad Patoni, M.Ag. selaku pembimbing pertama dan Dr.
Ngainun Naim, M.H.I. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
pengarahan dan koreksi, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu yang sudah direncanakan.
d. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana IAIN Tulungagung yang telah
berjasa mengantarkan penulis untuk mengetahui arti pentingnya ilmu
pengetahuan.
e. Kedua orang tua yang tercinta (Bapak Alm. Kudori Bin Abdullah dan Ibu Siti
Sapurah) yang telah memberikan bimbingan, dukungan moral dan spiritual
selama studi, serta senantiasa memberikan kasih sayangnya yang tidak
ternilai harganya.
f. Teman-teman angkatan 2019 program studi Pendidikan Agama Islam yang
selalu ada dalam kebersamaan dan bantuannya, baik suka maupun duka

viii
selama ini, serta memberikan motivasi.
Dengan penuh harapan, semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah swt.
dan tercatat sebagai amal shalih. Jazakumullah khoirul jaza’. Akhirnya, karya ini
penulis suguhkan kepada segenap pembaca dengan harapan adanya saran dan
kritik yang bersifat konstruktif demi pengembangan dan perbaikan, serta
pengembangan lebih sempurna dalam kajian-kajian pendidikan Islam. Semoga
karya ini bermanfaat dan mendapat ridha Allah SWT. Amin.

Tulungagung, 07 Juli 2021


Penulis,

Arif Yahya

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu.........................................................................31


Tabel 2.1 Paradigma Penelitian........................................................................34

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 . Pertemuan dewan guru dan pengurus PP. Subulussalam............50


Gambar 4.2 . Kegiatan sholat berjamaah..........................................................52
Gambar 4,3 . Wawancara dengan narasumber..................................................54
Gambar 4.4 . Kegiatan syawir...........................................................................56
Gambar 4.5 . Kegiatan bandongan....................................................................57
Gambar 4.6 . Kegiatan sorogan kitab kuning....................................................60
Gambar 4.7 . Pengajian kitab kuning santri putra dan putri..............................61
Gambar 4.8 . Wawancara dengan narasumber..................................................64
Gambar 4.9 . Wawancara dengan santri............................................................66
Gambar 4.10 Kegiatan musyawarah dewan pengurus......................................70
Gambar 4.11 Wawancara dengan narasumber.................................................72
Gambar 4.12 Pengajian al-qur’an.....................................................................75
Gambar 4.13 Kegiatan pengajian al-qur’an santri putri...................................76
Gambar 4.14 Pengajian kitab kuning................................................................78
Gambar 4.15 Praktek ubudiah..........................................................................79
Gambar 4.16 Kegiatan presentasi.....................................................................80
Gambar 4.17 Kegiatan Tahasus........................................................................81
Gambar 4.18 Wawancara dengan narasumber.................................................86

xi
ABSTRAK

Tesis dengan judul “Internalisasi Nilai-Nilai Ahlussunah Wal Jama’ah An


Nahdliyyah Dalam Pembelajaran Kitab Kuning” ini ditulis oleh Arif Yahya
dengan Promotor Prof. Dr. H. Achmad Patoni, M.Ag. dan Dr. Ngainun Naim,
M.H.I.

Kata Kunci: Internalisasi, Nilai-Nilai Ahlusunnah Wal Jama’ah, Pembelajaran


Kitab Kuning

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sebuah fakta bahwa kitab kuning masih
dapat bertahan dalam kurun waktu yang sangat lama. Perkembangan zaman tidak
bisa mengikis akan keunggulan dari kitab kuning ini. Justru kitab kuning menjadi
rujukan dalam menjawab permasalahan umat. Kitab kuning dalam
pembelajarannya memiliki nilai-nilai yang mendalam untuk dikaji. Salah satu
dapat diambil adalah nilai-nilai ahlusunnah wal jama’ah. Hal ini penting untuk
dikaji dalam menghadapi perkembangan zaman. Sehingga umat muslim tetap
kukuh dalam pendirian.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana internalisasi
nilai-nilai Akidah dalam pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren
Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden Paku?; (2) Bagaimana internalisasi
nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren
Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden Paku?; (3) Bagaimana internalisasi
nilai-nilai Akhlak dalam pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren
Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden Paku?.
Tesis ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan pola pikir,
sikap, dan pengalaman sebagai upaya peningkatan kualitas dalam pembelajaran,
yakni dengan memahami internalisasi nilai-nilai ahlusunnah wal jamaah dalam
pembelajaran kitab kuning. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan teknik paparan informan, dengan temuan secara deskriptif. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi partisipan, wawancara
mendalam dan analisis dokumentasi.
Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa: (1) Internalisasi Nilai-nilai
Akidah dalam Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Subulussalam
dan Pondok Pesantren Raden Paku berupa Tawassuth, I’tidal, Tasamuh, Tawazun
dan Amar ma’ruf nahi munkar, metode internalisasi nilai-nilai akidah melalui
Power Strategi, Persuasif Strategi dan Normative Re-Educative. Tahapan
internalisasi berupa Transformasi Nilai, Tahap Transaksi Nilai dan Tahap Trans –
Internalisasi. (2) Internalisasi Nilai-nilai Syariah melalui bandongan, sorogan,
pengkajian kitab dan Al-Qur’an dan presentasi. Hasil internalisasi berupa kukuh
dalam pendirian dan tegas. (3) Internalisasi Nilai-nilai Akhlak lewat jalan
mengutamakan adab, uswatun hasanah dan proses internalisasi dengan pemberian
materi-materi pengajian akhlak dan metode pembentukan akhlak serta pembiasaan
yang dilakukan para santri inilah yang kemudian menjadi tradisi.

xii
ABSTRACT

The thesis entitled "Internalization of the Values of Ahlussunah Wal


Jama'ah An Nahdliyyah in Learning the Yellow Book" was written by Arif Yahya
with the promoter Prof. Dr. H. Achmad Patoni, M.Ag. and Dr. Ngainun Naim,
M.H.I.

Keywords: Internalization, Ahlusunnah Wal Jama'ah Values, Yellow Book


Learning

This research is motivated by the fact that the yellow book can still survive
for a very long time. The development of the times cannot erode the superiority of
this yellow book. Instead, the yellow book becomes a reference in answering
people's problems. The yellow book in learning has deep values to study. One that
can be taken is the values of ahlusunnah wal jama'ah. This is important to study in
the face of the times. So that Muslims remain firm in their stance.
The formulation of the problem in this research are: (1) How is the
internalization of Akidah values in learning the Yellow Book at the Subulussalam
Islamic Boarding School and Raden Paku Islamic Boarding School?; (2) How is
the internalization of Sharia values in the learning of the Yellow Book at the
Subulussalam Islamic Boarding School and Raden Paku Islamic Boarding
School?; (3) How is the internalization of moral values in learning the Yellow
Book at the Subulussalam Islamic Boarding School and Raden Paku Islamic
Boarding School?.
This thesis is useful for the author to add insight into the mindset, attitude,
and experience as an effort to improve quality in learning, namely by
understanding the internalization of the values of ahlusunnah wal congregation in
learning the yellow book. This study uses a qualitative approach with informant
exposure techniques, with descriptive findings. Data collection techniques in this
study were participant observation, in-depth interviews and documentation
analysis.
The results of this study indicate that: (1) Internalization of Akidah values in
the Yellow Book Learning at the Subulussalam Islamic Boarding School and
Raden Paku Islamic Boarding School in the form of Tawassuth, I'tidal, Tasamuh,
Tawazun and Amar ma'ruf nahi munkar, the method of internalizing values values
of faith through Power Strategy, Persuasive Strategy and Normative Re-
Educative. The internalization stages are in the form of Value Transformation,
Value Transaction Stage and Trans-Internalization Stage. (2) Internalization of
Sharia values through bandongan, sorogan, study of books and the Qur'an and
presentations. The results of internalization are firm in stance and firm. (3)
Internalization of Moral Values through prioritizing adab, uswatun hasanah and
the internalization process by providing moral study materials and methods of
moral formation and habituation carried out by these students which later became
a tradition.

xiii
‫ملخص‬

‫أطروحة بعنوان "استيعاب قيم أهل السنة واجلماعة والنهضة يف تعلم الكتاب األصفر" بقلم عارف حيىي مع‬
‫‪ ،‬املروج أ‪ .‬دكتور‪ .‬أمحد باتوين ‪ ،‬م‪ .‬ود‪ .‬جنينون نعيم‬

‫الكلمات املفتاحية‪ :‬التطبع ‪ ،‬قيم أهل السنة واجلماعة ‪ ،‬تعلم الكتاب األصفر‬

‫جدا‪ .‬ال ميكن أن يؤدي تطور‬


‫هذا البحث مدفوع حبقيقة أن الكتاب األصفر ال يزال بإمكانه البقاء لفرتة طويلة ً‬
‫العصر إىل تآكل تفوق هذا الكتاب األصفر‪ .‬بدال من ذلك ‪ ،‬يصبح الكتاب األصفر مرجعا يف حل مشاكل‬
‫الناس‪ .‬الكتاب األصفر يف تعلمه له قيم عميقة للدراسة‪ \.‬واحد ميكن أن يؤخذ هو قيم أهل السنة واجلماعة‪.‬‬
‫‪.‬هذا مهم للدراسة يف مواجهة العصر‪ .‬ليبقى املسلمون ثابتني على موقفهم‬
‫صياغة املشكلة يف هذا البحث هي‪ )1( :‬كيف يتم استيعاب قيم عقيدة يف تعلم الكتاب األصفر يف مدرسة‬
‫سبل السالم اإلسالمية الداخلية ومدرسة\ رادين باكو اإلسالمية الداخلية ؟؛ (‪ )2‬كيف يتم استيعاب قيم‬
‫الشريعة اإلسالمية يف تعلم الكتاب األصفر يف مدرسة\ سبل السالم اإلسالمية الداخلية ومدرسة رادن باكو‬
‫اإلسالمية الداخلية ؟؛ (‪ )3‬كيف يتم استيعاب القيم األخالقية يف تعلم الكتاب األصفر يف مدرسة\ سبل السالم‬
‫‪.‬الداخلية اإلسالمية ومدرسة رادين باكو اإلسالمية الداخلية ؟‬
‫هذه الرسالة مفيدة للمؤلف\ إلضافة نظرة ثاقبة إىل العقلية واملوقف واخلربة كمحاولة لتحسني اجلودة يف التعلم ‪،‬‬
‫هنجا‬
‫أي من خالل فهم استيعاب قيم أهل السنة واجلماعة يف تعلم الكتاب األصفر‪ .‬تستخدم هذه الدراسة ً‬
‫نوعيًا مع تقنيات التعرض للمخرب ‪ ،‬مع النتائج الوصفية‪ .‬كانت تقنيات مجع البيانات يف هذه الدراسة عبارة عن‬
‫‪.‬مالحظة املشاركني واملقابالت املتعمقة وحتليل التوثيق‬
‫تشري نتائج هذه الدراسة إىل ما يلي‪ )1( :‬استيعاب قيم العقيدة يف تعلم الكتاب األصفر يف مدرسة سبل السالم‬
‫الداخلية اإلسالمية ومدرسة رادن باكو اإلسالمية الداخلية يف شكل تواسوث ‪ ،‬واعتدال ‪ ،‬وتسامح ‪ ،‬وتوازن ‪،‬‬
‫وعمار ما‪ ، .‬طريقة استيعاب قيم اإلميان من خالل إسرتاتيجية القوة ‪ ،‬اإلسرتاتيجية املقنعة وإعادة التثقيف‬
‫املعيارية‪ .‬تكون مراحل االستيعاب يف شكل حتويل القيمة ومرحلة معاملة القيمة ومرحلة التحويل الداخلي‪( .‬‬
‫‪ ) 2‬استيعاب القيم الشرعية من خالل باندوجنان ‪ ،‬سوروجان ‪ ،‬دراسة الكتب والقرآن والعروض التقدميية‪.‬‬
‫نتائج االستيعاب ثابتة يف املوقف وحازمة‪ )3( .‬تدخيل القيم األخالقية من خالل إعطاء األولوية لألدب‬
‫واألصوات احلسنة وعملية االستيعاب من خالل توفري مواد دراسية أخالقية وأساليب التكوين والتعود‬
‫تقليدا‬
‫‪.‬األخالقي اليت يقوم هبا هؤالء الطالب واليت أصبحت فيما بعد ً‬

‫‪xiv‬‬
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan...................................................................................i


Halaman Judul .................................................................................................ii
Lembar Persetujuan .........................................................................................iii
Lembar Pengesahan..........................................................................................iv
Pernyataan Keaslian .........................................................................................v
Motto ................................................................................................................vi
Persembahan ....................................................................................................vii
Prakata .............................................................................................................viii
Daftar Tabel......................................................................................................x
Daftar Gambar..................................................................................................xi
Abstrak .............................................................................................................xii
Daftar Isi...........................................................................................................xv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian.........................................................................1
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian...................................................5
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian...................................................................... 6
E. Penegasan Istilah............................................................................ 7
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori..............................................................................12
B. Penelitian Terdahulu .....................................................................29
C. Paradigma Penelitian ....................................................................33
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian.....................................................................36
B. Kehadiran Penelit...........................................................................37
C. Lokasi Penelitian ...........................................................................39

xv
D. Sumber Data .................................................................................40
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................41
F. Analisis Data .................................................................................43
G. Pengecekan Keabsahan Data.........................................................44
H. Tahap-tahap Penelitian..................................................................46
BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data .................................................................................48
B. Temuan Penelitian.........................................................................87
BAB V : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Internalisasi Nilai-nilai Akidah dalam Pembelajaran Kitab
Kuning.............................................................................................91
B. Internalisasi Nilai-nilai Syariah dalam Pembelajaran Kitab
Kuning..............................................................................................95
C. Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Kitab
Kuning..............................................................................................96
BAB VI : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................98
B. Saran .............................................................................................99
DAFTAR RUJUKAN.......................................................................................100
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xvi
xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Kitab Kuning sangat lekat dengan tradisi pesantren. Kitab-kitab
dasar tertentu dijadikan rujukan paling mendasar penyelenggaraan
pendidikan. Menjadi kewajiban bagi santri setelah khatam membaca Al
Qur’an, mendalami Ilmu Fiqih, Ilmu Alat, dan Akhlak serta Akidah,
yang dikenal dengan kitab kuning. Disebut kitab kuning, secara fisik
karena warnanya kuning, dan secara kultur karena ketahanannya dari
abad ke abad dan tahun ke tahun,
Di antaranya adalah kitab Ta’lim Muta’alim. Kitab yang menjadi
dasar yang menerangkan mengenai akhlak di dunia pesantren adalah
kitab Ta’limul-Muta’alim karangan Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji.
Setiap awal proses belajar di pesantren sesuai adatnya pasti
mempelajari kitab ini ataupun kitab lain yang seakar dengannya seperti
kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim karangan ulama’ besar Indonesia,
Pahlawan Nasional sekaligus pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama,
Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. Kedua kitab ini menjadi
kurikulum wajib bagi pesantren yang ada di Indonesia.
Kitab At-Takrib, yaitu kitab fiqh yang merupakan hasil turunan
dari Al-Quran dan Al-Hadist setelah melalui berbagai paduan dalam
ushul fiqh. Kitab Takrib yang dikarang oleh Al-Qodhi Abu Syuja’
Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Ashfahaniy adalah kitab fiqh yang
menjadi rujukan dasar dalam mempelajari ilmu fiqh. Di atas Kitab
Takrib ada Kitab Fathul Korib, Tausyaikh, Fathul Mu’in dan semuanya

1
itu syarah atau penjelasan dari At-Takrib1.
Isi kitab-kitab adalah saling mengisi dan sekaligus membentuk
kepribadian anak, yakni penanaman tauhid yang benar, ilmu alat agar
bisa memahami kitab-kitab itu sendiri dan kitab rujukan lainnya yang
ada di pesantren, dan sekaligus penanaman akhlaqul karimah yang khas
pesantren. Ilmu yang diperoleh dari membaca kitab-kitab tersebut,
langsung diamalkan dalam lingkungan pesantren. Interaksi santri-kyai
dan hubungan antarteman, bisa terjadi setiap saat. Menjadi ajang
penempaan kepribadian para santri. Di sanalah terjadi penanaman nilai,
penanaman ilmu alat, ilmu fiqih tersebut dalam “sekali waktu”.
Dengan mempelajari kitab-kitab tersebut, otomatis ajaran Aswaja
sudah tertanam. Aswaja Secara umum diartikan sebagai suatu
kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah
Nabi SAW dan thariqah para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah
fisik (fikih) dan hakikat (Tasawwuf dan Akhlak). Dalam masalah
paham keagamaan, mereka adalah pengikut al Asy’ari (W. 324 H) dan
Abu Manshur al Maturidi (W 333 H). Dua Imam besar dalam ilmu Fikh
ini mengikuti Sunnah Nabi dan sunnah para Sahabat Nabi SAW. Dalam
pokok-pokok aqidah, jalan pikiran kedua imam tersebut relatif sama,
yakni mengikuti sunnah Nabi, dan sunnah para shahabat Nabi, Tabi’in
dan Tabiiti thab’in. Paham yang dikembangkan oleh kedua Imam
tersebut adalah yang terbesar pada zamannya, bahkan sampai sekarang.
Para Imam dari empat madzab, Imam Syafi’i, Imam Hambai, Imam
Hanafi dan Imam Maliki, yang berkembang hingga kini2.
Sedangkan kitab-kitab sebagaimana tersebut di atas merupakan
1
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading ,
2015 ) , 119- 140.
2
Noer Iskandar Al Barsyani, Aktualisasi Paham Ahlusunnah Wal Jamaah, (Jakarta:
Srigunting, 2001), hlm. 2, Lihat pula : Darul Fatwa, Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah, 2003,hlm.
26-27.

2
jembatan unuk menangkap ilmu dari Rasulullah, setelah melewati
generasi khulafaurrasyidin dan tabiin serta tabi’it tabi’in. Sementara
Aswaja adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran
Rasul dan para sahabat dalam hal akidah. Penamaan golongan Ahli
sunnah Wa Al Jamaah hanyalah skedar memberikan nama juz dengan
menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq
mengatakan, bahwa pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu
golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali
golongan Ahlussunnah wal jamaah. Elemen Ahlussunnah Waljamaah
terdiri dari para Imam ahli fikih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud
sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh
para ahli aqidah dan ahli sunnah. Secara ringkas bisa disimpulkan
bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan
selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai
pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf. Para
khulafa’ al Rosyidin dan Salaf Al Shalihin. Seperti yang telah
disabdakan oleh Nabi ِ ‫ا ِء الر‬SSَ‫نَّ ِة ال ُخلَف‬S ‫تي َو ُس‬
‫ ِدي‬S‫ ِدينَ ِم ْن بَ ْع‬S ‫َّاش‬ ِ َّ‫ن‬S ‫ َعلَي ُك ْم بِ ُس‬Ikutilah
tindakanku dan tindakan para khlafaurrasyidin setelah wafatku3.
Setiap ajaran yang berdasarkan pada Usul Al syari’ah dan
Furu’nya dan pernah dikerjakan oleh para nabi dan Sahabat sudah
barang tentu merupakan ajaran yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah
wal jamaah. Mentradisikan shalat tarawih 20 rakaat plus witir, baca
shalawat, ziarah kubur, mendo’akan orang yang sudah mati, pewarisan
yang pernah dijalankan oleh para wali. Mereka menjalani amalan-malan
yang telah ditunjukkan para Imam besar, dan paham itu pun yang
didakwahkan oleh para ulama terdahulu di negeri ini.
3
Ibid.

3
Tradisi pesantren yang terus dilestarikan melalui sistem
kependidikaan pesantren adalah penghargaan pada para leluhur yang
telah tak kenal lelah dalam menyebarkan agama Islam, dan terus
menyatukan bangsa ini dari berbagai perbedaan kepentingan. Sehingga
kultur Aswaja telah menjadi pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
Mereka yang berbeda-beda dalam kepentingan dan mengarah kepada
konflik antarkelompok, telah berhasil menyatupadukan diri di bawah
payung pesantren.
Sesuai dengan norma Aswaja yang memposisikan sebagai
penengah (moderating force). Dalam sejarahnya, sebagai dikemukakan
Ibn Rusyd. Metodologi Asy’ari merupakan kebutuhan umat abad
keempat hijriah yang membutuhkan jalan tengah dari berbagai seginya.
Umat kala itu memerlukan jalan tengah antara ahlul hadits dam
ahlurra’yi dalam fikkih, antara ahli fiqih dan para ahli sufi dalam
bidang syariah secara umum 4.
Mekanisme untuk itu dilakukan dengan memelihara sejumlah
tradisi, ritual, upacara – upacara dan segenap praktik-praktik
keagamaan, kesenian dan berkebudaayaan. Seperi tradisi ziarah makam,
penghormatan terhadap petilasan tokoh-tokoh pertama penebar Islam
nusantara atau nenek moyang pembuka desa pertama. Praktek-praktek
ini, menghubungkan generasi ke genarasi berikutnya dari satu
komunitas ke komunitas lainnya.5
Pondok pesantren Subulussalam dalam pembelajaran kitab kuning
memiliki sistem atau metode yang dilakukan oleh pondok pesantren
yang lain. Begitu juga dengan pembahasan kitab kuning yang dikaji
sama seperti pondok pesantren pada umumnya. Akan tetapi terdapat sisi
4
Ibn Rusyd, Manhjj Al Adillah, dalam : Eka Putra Wirman, Kekuatan Ahlissunnnah wal
Jamaah, (Jakarta: Badan Litbang Agama, 2010), hlm. 127
5
Ahmad Baso, Pesantren Studies 2a, (Jakarta: Pustaka Afid , 2012), hlm. 52

4
keunikan dari pondok ini yaitu fokus dalam kegiatan bahtsul masail
pada lingkup nasional. Dimana dalam mengikuti kegiatan tersebut harus
dari santri yang mumpuni. Sehingga dalam pembelajaran kitab kuning
sangat dikaji secara mendalam dalam pondok ini,
Pondok pesantren Raden Paku memang menjadi salah satu
pondok modern yang ada di Trengaalek. Selain terkenal di kalangan
warga Trenggalek pondok ini juga tetap mempelajari kitab kuning.
Pondok ini mengkolaborasikan antara sistem pondok salaf yang
berfokus pada kitab kuning dengan sistem yang mempelajari bahasa
yang lain seperti bahasa inggris. Sehingga dalam pembelajaran pondok
ini mampu menciptakan hal-hal yang baru.
Kegiatan kajian kitab kuning seperti Kitab Talimul Mutaalim,
Safinatunnajah, dengan sistem sorogan,bahtsul masail ngaji bandongan
ziarah makam wali berjabat tangan dan lainya, ini sudah setiap hari di
laksanakan setiap hari di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku Trenggalek sehingga cermin dengan Internalisasi
nilai nilai Ahlusunnah Waljamaah Annahdiyah.

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas dapat dibuat Fokus


dan Pertanyaan penelitian yaitu:
a. Bagaimana internalisasi nilai-nilai Akidah dalam pembelajaran
Kitab Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku?
b. Bagaimana internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran
Kitab Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku?

5
c. Bagaimana internalisasi nilai-nilai Akhlak dalam pembelajaran
Kitab Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku?

C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui nilai-nilai Akidah dalam pembelajaran Kitab
Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren
Raden Paku.
b. Untuk mengetahui nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran Kitab
Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren
Raden Paku.
c. Untuk mengetahui nilai-nilai Akhlak dalam pembelajaran Kitab
Kuning di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren
Raden Paku.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat


diantaranya:
1. Manfaat Teoretis
Menambah caklawala dan khasanah pustaka dalam dunia
pendidikan, terutama terkait pentingnya internalisasi nilai-nilai Ahl
Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah.

2. Manfaat Praktis

a. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti terkait


internalisasi nilai-nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al
Nahdiyah.

6
b. Memberikan informasi bagi masyarakat maupun lembaga
pendidikan terkait nilai-nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah
Al- Nahdiyah.
c. Sebagai bahan pemikiran bagi sekolah akan pentingnya nilai-
nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah.

E. Penegasan Istilah

Penelitian dipertegas oleh penjelas terstruktur dari peneliti, guna


menghindari perbedaan persepsi dalam memahami penelitian ini,
kiranya penulisa akan memaparkannya sebagai berikut:

a. Penegasan Konseptual

a. Internalisasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Internalisasi


secara bahasa neniliki arti suatu cara, karena menurut dalam
bahasa Indonesia akhiran Isasi mempunyai arti proses. Istilah
internalisasi diartikan sebagai suatu proses menghayati secara
mendalam suatu ajaran, doktrin, maupun nilai-nilai sehingga
terbentuklah suatu keyakinan dan kesadaran akan kebenaran
suatu doktrin maupun nilai-nilai yang diwujudkan dalam
perilaku maupun sikap yang dilakukan melalui suatu
bimbingan dan lainnya.6 Sedangkan menurut pendapat
Kartono, internalisasi merupakan pengaturan kedalam fikiran
maupun kedalam kepribadian, pembentukan nilai-nilai,
patokan-patokan ide, atau praktek-praktek dari orang lain
maupun organisasi yang menjadi bagian dari diri seseorang.
Internalisasi merupakan proses penghayatan terhadap nilai-

6
DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm.
336.

7
nilai maupun norma-norma, baik tingkah laku. Nilai-nilai
budaya luhur baik secara langsung maupun tidak langsung
guna beradaptasi dengan suatu keadaan, serta kondisi dan
lingkungan sosialnya.7

Internalisasi merupakan suatu cara untuk menanamkan


suatu nasihat kedalam diri seseorang dengan menjadikan
nasihat yang diterima sebagai bekal untuk melakukan sebuah
tindakan dalam kehidupan nyata. Dengan demikian
internalisasi dalam penelitian ini adalah suatu metode yang
dilakukan seorang guru pada saat pembelajaran untuk untuk
mendidik, membimbing dan memberikan nasihat kepada
peserta didik agar dapat mengamalkan nilai- nilai Ahl Al
Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah

b. Nilai-Nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah

Nilai merupakan keyakinan, keyakinan yang


membutuhkan tempat penyimpanan agar terus bersemayam
pada diri seseorang. Pengertian nilai menurut K. Bertens adalah
sesuatu yang memiliki daya tarik dan menarik untuk kita cari,
baik itu sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan
diinginkan. Kupper mendefinisikan nilai adalah sesuatu
mempengaruhi manusia dalam menentukan sebuah pilihan
yang menjadi patokan dan bersifat normatif dalam menentukan
pilihannya diantara cara alternatif yang lain. Jadi nilai
merupakan keyakinan yang dijadikan rujukan pada saat
menentukan sebuah pilihan.8
7
Husnul Habib Sihombing dan Erianjoni,”Internalisasi Nilai-Nilai ASWAJA Pada
Organisasi Gerakan Pemuda Ansor Di Kota Padang”, Jurnal Persepektif Vol.1, No 4, Th. 2018.
8
Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
hlm. 207-208.

8
Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah dari sisi bahasa terdiri
dari kata “ahl” yang berarti kelompok atau keluarga. Kata ahl
ini dihubungkan dengan Sunnah berarti mereka yang mengikuti
Sunnah. Sedangkan al jama‟ah para sahabat di zaman Al-
khulafaur Rasyidin dan mayoritas kaum muslimin. Jadi Ahl Al
Sunnah Wa Al Jama’ah adalah suatu golongan mayoritas umat
Islam yang mengikuti ajaran dan amalan sunnah Nabi
Muhammad S.A.W dan para sahabatnya yang sampai sekarang
konsisten dalam membela serta memperjuangkan berlakunya
sunnah tersebut di tengah-tengah kehidupan masyarakat
muslim yang ada di bumi nusantara.9
Al Nahdiyah atau Nahdlatul Ulama adalah suatu
Jam’iyyah Al Di’niyyah Al Islamiyyah (organisasi keagamaan
umat Islam) yang didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab
1344H/ 31 Januari 1926 M, berakidah Islam. Menurut faham
Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah dan menganut salah satu
madzhab empat. Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali. 10 Jadi
nilai-nilai Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah adalah
sesuatu yang memiliki makna yang dilakukan dengan cara
mendalami dan menghayati nilai yang terkandung di dalam
suatu paham Ahl Al Sunnah Wa Al Jama’ah Al Nahdiyah
sehingga peserta didik dapat memahami, meyakini serta
mengamalkan dalam kehidupan keluarga, masyarakat,
berbangsa dan bernegara.
c. Pembelajaran Kitab Kuning

9
Khoirul Anam dan Abdul Alawi dkk, Ensiklopedia Nahdlatul Ulama, Sejarah,
(Yogyakarta :Mata Bangsa , 2014), hlm. 237
10
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU Lajnah Bahtsul Masa‟il 1926-1999, (Yogyakarta
: LKis, 2004). hlm.16.

9
Pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan seorang pendidik dengan peserta
didik dalam situasi tertentu untuk mencpai tujuan suatu tujuan
yang telah ditetapkan. Menurut Sisdiknas No.2 tahun 2003,
pembelajaran adalah proses interaksi yang dilakukan antara
pendidik dengan peserta didik menggunakan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.11 Dalam hal ini pembelajaran
kitab kuning dilakukan secara rumpun di pondok pesantren
dengan menggunakan kitab-kitab salaf karya ulama-ulama :

1) Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang aqidah seperti


kitab Jawa’hirul Al Kala’miyyah.

2) Madhab 4 (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i,


Imam Hambali) Dalam bidang Fiqih seperti kitab Matn
Safi’natuunnaja’h.

3) Imam Al Gozhali dan Junaidi Al Bagdadi dalam bidang


Akhlaq seperti kitab Ta’lim Al Muta’alim

Dalam penelitian ini yang dimaksud


pembelajaran kitab kuning adalah suatu proses yang dilakukan
seorang guru dengan cara mendidik, membimbing serta
mengarahkan peserta didik dengan tujuan untuk menanamkan
Islam Aswaja dan membentuk karakter mereka sesuai di kitab
kuning.
d. Metode Pembelajaran Kitab Kuning
Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok
Pesantren Raden Paku menerapkan beberapa metode yang
11
Nandang Kosasih dan Dede Sumarna, Pembelajaran Kuantum dan Optimalisasi
kecerdasan,(Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 21

10
lazimnya digunakan di pondok-pondok salaf yang
mengajarkan kitab kuning, seperti, metode sorogan,
bandongan, wetonan, dan diskusi. Selain itu jenis metode
yang digunakan masih menggunakan metode klasik yaitu
metode sorogan, bandongan, wetonan, dan halaqoh, dan
ada juga metode diskusi, demonstrasi, dan ada juga
metode tanya jawab.

2. Penegasan Operasional
Secara operasional penelitian ini mengkaji tentang bagaimana
internalisasi nilai-nilai ahlusunnah wal jamaah dalam pembalajaran
akidah, akhlak dan syariah dalam kitab kuning di pondok pesantren
Subulussalam dan Raden Paku. Selain itu internalisasi ini dapat
menunjang kemampuan dalam memahami tentang kitab kuning.

11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Internalisasi
Menurut bahasa, internalisasi berarti penghayatan.
Pemahaman mendalam yang tercermin dalam berprilaku melalui
prosespembinaan, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.12
Dengan demikian internalisasi bisa dianggap proses penanaman
tingkah laku pada pribadi seseorang melalui binaan, bimbingan
dan pembiasaan yang akhirnya mampu menjadi kebiasaan
supaya mampu mengendalikan ego, serta mampu
mencerminkannya dalam tingkah laku sesuai dengan standart
dan persepsi yang diinginkan.
Mengacu pada standar yang diinginkan, internalisasi bisa
juga dianggap hasil dari suatu pembelajaran serta peningkatan
kemampuan dalam melaksanakan progam terukur. Prespektif
psikologis, internalisasi berarti perubahan kepribadian melalui
penggabungan pengetahuan, ide, dan perilaku disekitar
seseorang. Freud meyakini bahwa super ego atau aspek moral
kepribadian bearasal dari penyalinan sikap-sikap orang tua ke
anak.13
2. Nilai Internalisasi
Nilai merupakan hal yang abstrak. Ia tidak mempunya
bentuk fisik namun dipercaya keberadaan dan dijunjung tinggi
bagi penganutnya. Nilai memiliki bemacam prespektif, nilai

12
Ibid, 162
13
James Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakart:Raja Grafindo Persada,1993),hal. 256.

12
terkait bisa berkaitan perbandingan pencapaian dengan standart
yang diinginkan.
Nilai mempunya pemaknaan yang luas, seringkali nilai
bisa dipahami bermaca-macam, antara lain sebagai berikut:
a. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan
yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan
corak yang kusus pada pola pemikiran, perasaan,
keterkaitan maupun perilaku.14
b. Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah
laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya
dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi
bagian-bagiannya.15
c. Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan.16
d. Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat
didefinisikan, tetapi hanya dapat dialami dan dipahami
secara langsung.17
e. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, bukan
benda konkrit, bukan fakta, bukan hanya persoalan benar
salah yang menurut pembuktian empirik, melainkan soal
penghayatan yang dikehendaki, disenangi dan tidak
disenangi.18
Pemaparan di atas memberikan gambaran, bahwa nilai
dapat dipahami sebagai sesuatu yang abstrak, ideal, terukur,

14
Zakiyah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), 260.
15
H.M Arifin, Filsafat Pendidikan ,( Jakarta: Bumi Aksara ,2000) , 141.
16
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung:Alfabeta, 2004), 11
17
Thoba Chatib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,1996),61
18
Ibid.

13
sempit, dan merespon perkembangan pola interaksi manusia,
dan mampu memberikan ciri khas pada prespektif, perasaan,
sampai tingkah laku. Menelusuri sebuah nilai memerlukan
konsentrasi serius dan mendalam, dan pengamatan dari para
pengamalnya, maka nilai akan terus mengalami perkembangan
dari masa kini, masa lampu dan masa yang akan datang. nilai
sendiri memiliki berbagai maaca sumber. Tergantung komunitas
masyrakat sesuai kesepaktan bersama menerapkna nilai-nilai
yang dirasa perlu diterapkan.
3. Nilai-Nilai ASWAJA NU
NU secara tegas mengikrarkan berpedoman pada faham
ahlu al sunnah wal Jama‟ah hal ini memberikan corak pada
kehidupan penganutnya. Corak kehidupan penganutnya
berazazkan pada karakter maupun nilai-nilai Akidah, Syariah
dan Akhlak .
a. Akidah.
Secara etimologis, akidah berakar dari kata ‘aqada
ya’qidu-‘aqdan- ‘aqidatan. ‘Aqdan berarti simpul, ikatan,
perjanjian, dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi “aqidah”
berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata “ ’aqdan” dan
“aqidah” adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di
dalam hati, bersifat mengikat, dan mengandung perjanjian.
Sedangkan akidah secara syara’ yaitu iman kepada
Allah SWT, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-
Nya, dan kepada Hari Akhir serta kepada Qadha dan Qadar
yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut dengan rukun
iman.19
19 ?
Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah. Kitab Tauhid. (Jakarta: Darul hak, 2010), hal.3

14
Penyimpangan dari akidah yang benar adalah
kehancuran dan kesesatan. Karena akidah yang benar
merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat.
Sebab-sebab penyimpangan dari akidah shahihah yang harus
diketahui:
1) Kebodohan terhadap akidah shahihah, karena tidak mau
(enggan) mempelajari dan mendengarkannya, atau
karena kurangnya perhatian terhadapnya, sehingga
tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal akidah
shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau
kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini yang haq
sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap
sebagai yang haq.
2) Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari
bapak atau nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan
mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal
itu benar Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT
yang Artinya:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa
yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab:
"(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami".
"(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek
moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan
tidak mendapat petunjuk?" (Q.S. Al-Baqarah: 170).20
3) Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam
masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa
menyelidiki seberapa jauh kebenarannya, sebagaimana
yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu‟tazilah

20
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. (Semarang: Menara Kudus, 1990).
hal. 117

15
Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-
orang sebelum mereka dari para pemimpin yang sesat,
sehingga mereka juga sesat, jauh dari akidah shahihah.
4) Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan
orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas
derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada diri
mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali
oleh Allah SWT, baik berupa mendatangkan
kemanfataan maupun menolak kemadharatan, juga
menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah
SWT dan makhluk-Nya, sehingga sampai pada tingkat
penyembahan Allah SWT. Mereka bertaqarrub kepada
kuburan para wali itu dengan hewan kurban, nadzar, doa,
istighatsah dan meminta pertolongan.
5) Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah
SWT yang terhampar di jagat raya ini yaitu ayat-ayat Al-
Qur‟an yang tertuang di dalam Al-Qur‟an. Di samping
itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan
kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua
adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka
mengagungagungkan manusia serta menisbatkan seluruh
kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia
semata.
6) Enggannya media pendidikan dan media informasi
melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan
kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup
terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak

16
peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik
media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana
penghancur dan perusak, atau paling tidak memfokuskan
pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata,
tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan
moral dan menanamkan akidah serta menangkis aliran-
aliran sesat.
b. Syariat
Ahlussunnah wal Jama’ah dalam bidang syari’at
menetapkan 4 (empat) sumber yang bisa dijadikan rujukan
bagi pemahaman keagamaannya, yaitu al-Qur’an, Sunnah
Nabi, Ijma’ (kesepakatan Ulama), dan Qiyas, dari keempat
sumber yang ada, al-Qur’an yang telah dijadikan sebagai
sumber utama. Ini artinya bahwa apabila terdapat masalah
kehidupan yang mereka hadapi, terlebih dahulu harus
dikembalikan kepada al-Qur’an sebagai pemecahannya.
Apabila masalah tersebut terdapat pemecahannya
dalam al-Qur’an, maka selesailah sudah permasalahan
tersebut, akan tetapi apabila masalah tersebut tidak
ditemukan dalam al-Qur’an, maka hendaklah mencari
pemecahannya dalam suunah Nabi SAW. Apabila masalah
tersebut ada dalam sunnah Nabi SAW, maka selesailah
masalah tersebut. Dan apabila masalah itu tidak ada
pemecahannya dalam sunnah Nabi, maka hendaklah
mencari di dalam ijma’ para ahl al-hal wa al-‘aqd
dikalangan para ulama terdahulu. Apabila masalah tersebut
ada pemecahannya dalam ijma’, maka terjawablah

17
permasalahannya tersebut, akan tetapi jika masalah tersebut
tidak bisa diselesaikan secara ijma’, maka barulah
menggunakan akal untuk melakukan ijtihad dengan
mengqiyaskan hal-hal yang belum diketahui status
hukumnya kepada hal-hal yang sudah diketahui status
hukumnya. Adapun pokok ajaran Ahlussunnah wal
Jama’ah dalam dimensi syari’ah mencakup dua bagian,
yakni tentang ‘ubudiah (yang mengatur tentang hukum
Islam) dan mu‘amalah (yang mengatur tentang hubungan
manusia dengan benda).
Aspek syariah disebut juga dengan fiqh, menurut
Habsy as-Shiddiqy, fiqh terbagi dalam 7 bagian :21
1) Sekumpulan hukum yang digolongkan dalam golongan
ibadah yaitu shalat, puasa, haji, ijtihad dan nazar
2) Sekumpulan hukum yang berpautan dengan
kekeluargaan atau yang lebih di kenal dengan ahwal as-
Syahsiyyah seperti perkawinan, talak, nafaqah, wasiat
dan pusaka.
3) Sekumpulan hukum mengenai mu‘amalah nadariyah
seperti hukum jual beli, sewa-menyewa, hutang-
piutang, dan menunaikan amanah
4) Sekumpulan hukum mengenai harta negara
5) Sekumpulan hukum yang dinamai ‘uqubah seperti
qiyas, had, ta’zir
6) Sekumpulan hukum seperti acara penggutan, peradilan,
pembuktian, dan saksi

21
Habby As – Shidiqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 46-47

18
7) Sekumpulan hukum internasional seperti perang,
perjanjian, dan perdamaian.
Dalam masalah tersebut di atas, Ahlussunnah wal
Jama’ah mengikuti salah satu dari mazhab yang empat,
Imam Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Imam Hambali. Dan
masing-masing Imam ini mempunyai dasar tersendiri yang
sumber utamanya tetap bermuara pada Al-Qur’an dan
sunnah.
c. Akhlak Menurut Aswaja
Nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab Ta’lim
Muta’allim banyak menerangkan tentang adab mencari ilmu,
di dalam kitab Ta’lim Muta’allim belajar atau mengajarkan
ilmu tidak hanya mementingkan proses pentransferan ilmu
melainkan juga penting untuk menjaga akhlak seorang
pencari ilmu dalam mencari ilmu.
1) Akhlak kepada Allah
a) Niat dalam mencari ilmu
‫ إذ النية هى األصل فى جميع األفعال‬،‫ثم البد له من النية فى زمان تعلم العلم‬
‫ إنما األعمال بالنيات‬:‫لقوله عليه السالم‬
Wajib bagi pelajar menata niatnya ketika akan belajar,
sebab niat merupakan pokok dalam segala hal.
Rasulullah SAW. Bersabda: “sesungguhnya sah nya
segala amal itu tergantung niatnya.” (hadis sahih)22
‫ ﺛﻢ ﻳﺼﻴﺮ ﺑﺤﺴﻦ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﻣﻦ ﺃﻋﻤﺎﻝ‬,‫ﻛﻢ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺑﺼﻮﺭﺓ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ‬
‫ ﻭﻛﻢ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺑﺼﻮﺭﺓ ﻋﻤﻞ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﺛﻢ ﻳﺼﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﻋﻤﺎﻝ‬,‫ﺍﻵﺧﺮﺓ‬
‫ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺑﺴﻮﺀ ﺍﻟﻨﻴﺔ‬

22
Az-Zarnuji, Penerjemah: Muhammadun Thaifuri, Pedoman Belajar Bagi Penuntut
Ilmu, (Surabaya: Menara Surabaya, 2008), h. 15

19
“Banyak sekali amal perbuatan yang tergolong amal
keduniaan, lantaran niat yang baik (ikhlas) maka
tergolong menjadi amal akhirat. Dan banyal sekali amal
perbuatan tergolong amal akhirat ternyata tergolong
amal dunia sebab didasari oleh niat yang buruk.”
b) Tawakkal
Tawakkal berarti “menyerahkan segala perkara,
ikhtiar, dan usaha kepada Allah SWT serta berserah diri
kepada-Nya untuk mendapat manfaat atau menolak
mudarat. Tawakkal berasal dari kata at-Tawakkul yang
dibentuk dari kata wakala, yang berarti menyerahkan,
mempercayakan, atau mewakilkan urusan kepada orang
lain.23
Tawakkal merupakan pekerjaan hati manusia
dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang
dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang.
Syaikh ‘Abd Al-Salam menjelaskan, “Rezeki tidak
akan berkurang karena keluargaku bertambah.
Janganlah engkau risau dengan perkara yang telah
mendapat jaminan Allah. Tetapi, risaulah engkau
dengan sesuatu yang tidak dijamin oleh-Nya, yaitu
keselamatanmu di akhirat.
c) Wara’
Wara’ secara kebahasaan berarrti “saleh dan
menjauhkan diri dari dosa”. Dalam istilah tasawuf,
wara’ berarti “menjauhi atau meninggalkan sesuatu

23
Azzumardi Azra, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 2005), h.
114.

20
yang di dalamnya terdapat unsur-unsur syubhat
(diragukan halal dan haramnya)”.24
Wara’ mempunyai tiga tingkatan yaitu tingkat
umum, khusus, dan khusus al-khusus. Wara’ umum
adalah tingkat wara’ yang menjauhi suatu yang subhat,
wara’ yang khusus adalah menjauhi suatu yang halal
tetapi hati belum menerima kehalalannya secara utuh,
wara’ khusus alkhusus adalah tingkat wara’ orang yang
arif, yaitu menjauhkan diri dari tindakan yang bukan
mengarah peda penghampiran diri kepada Allah SWT.
2) Akhlak kepada sesama makhluk
a) Menghormati ilmu

ِ ‫علم الَیَنَال ْال ِع ْل َم َوالَ یَ ْنتَفِ ٌع به االَّ بِتَ ْع ِظ ِیم ال ِع ْل ِم َواَهله َو تَع‬
‫ْظ ِیم‬ ْ ‫ب ْال‬ َ ‫اِ ْعلَم بِا َ َّن‬
َ ِ‫طال‬
‫ااْل ُ ْستَا ِذ َوتَوْ قِی ِْر ِه‬
Ketahuilah, sesungguhnya pelajar tidak dapat
meraih ilmu dan memanfaatkan ilmunya kecuali
dengan mengagungkan ilmu dan ahli ilmu serta
menghormati dan mengagungkan gurunya.25
Menurut Az-zarnuji seseorang yang menuntut
ilmu bila ingin mendapatkan ilmu maka harus dengan
cara menghormati ilmu tersebut, dengan cara
menghormati kitabnya, dengan meletakkan kitab di
tempat yang lebih tinggi, tidak menjulurkan kakinya ke
arah kitabnya, meletakkan kitab tafsir di atas kitab-
kitab yang lainnya dengan niat memuliakan, tidak
meletakkan sesuatu di atas kitab, tidak mencoretcoret
24
Nasiruddin, Jalan yang Ditempuh Para Pecinta Allah, (Jogjakarta: Darul Hikmah,
2010) h. 259.
25
Ibid., h. 34.

21
serta tidak membuat tulisan yang bisa mengaburkan
tulisan kitab kecuali dalam keadaan terpaksa,
hendaknya tidak ada tulisan warna merah di dalam
kitab.
b) Menghormati guru
Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu
menghormati pada sang guru. Ali ra berkata: “Aku
adalah hamba sahaya bagi orang yang telah
mengajariku walau satu huruf. Terserah padanya, saya
mau dijual, di merdekakan ataupun tetap menjadi
hambanya.26
c) Musyawarah
Dalam menuntut ilmu hendaknya selalu
bermusyawarah dalam segala urusan. Inilah salah satu
bentuk karakter yang harus dimiliki oleh santri agar
tidak menyesal terhadap keputusan yang diambilnya.
Ulama’ mengatakan bahwa ada tiga jenis kelompok
orang yang berkaitan dengan musyawarah. Pertama,
orang yang sempurna yaitu orang yang memiliki
pendapat benar dan mau bermusyawarah. Kedua, orang
yang setengah sempurna yaitu orang yang memiliki
pendapat benar tetapi tidak mau bermusyawarah.
Ketiga, orang yang tidak sempurna yaitu orang yang
tidak mempunyai pendapat tetapi juga tidak mau
bermusyawarah.
3) Akhlak kepada diri sendiri
a) Kesungguhan hati
26
Ibid., h. 34.

22
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
َ‫َوالَّ ِذينَ َجاهَدُوا فِينَا لَنَ ْه ِديَنَّهُ ْم ُسبُلَنَا ۚ َوِإ َّن هَّللا َ لَ َم َع ْال ُمحْ ِسنِين‬
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan kami dan Sesungguhnya
Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik.27
Dikatakan bahwa: “Barang siapa bersungguh-
sungguh mencapai sesuatu (dengan keseriusan) niscaya
akan mendapatkannya. Dan barang siapa yang mau
mengetuk pintu, pasti dapat masuk sampai dalam
b) Menyantun diri
Seorang pelajar tidak boleh terlalu memaksa diri
sendiri dan membebaninya terlalu berat, karena akan
melemahkan tubuhnya, sehingga tidak mampu
melakukan sesuatu. Tetapi ia harus memperlakukan diri
sendiri dengan santun, karena sikap santun merupakan
modal yang besar dalam meraih segala sesuatu.
Rasulullah bersabda, “Ingatlah, bahwa Agama itu
kokoh, maka perhatikanlah dirimu dalam menjalankan
agama dan jangan kau menyakiti dirimu sendiri dalam
beribadah kepada Allah, karena orang yang lemah tidak
mampu melintasi dunia dan tidak mempunyai sarana
yang utuh.”.
c) Kasih sayang
Orang yang berilmu hendaknya memiliki rasa
kasih sayang, bersedia memberi nasihat tanpa disertai
27
Ibid., h. 107

23
rasa hasud (dengki), karena hasud adalah sifat yang
membahayakan diri sendiri dan tidak bermanfaat. Guru
kami Syaikhul Islam Burhanuddin rahimahullah
berkata: Para ulama’ banyak yang berkata bahwa putra
guru dapat menjadi seorang yang alim, karena guru
selalu menghendaki muridmuridnya selalu menjadi
ulama’ dalam bidang Al-Qur’an. Lantas karena berkah,
itikad serta kasih sayangnya, maka anaknya menjadi
seorang yang alim.29
4. ASWAJA Sebagai Pendukung Sistem Pembelajaran
Sistem pembelajaran terdiri dari beberapa aspek, antara
lain: Kurikulum, guru, metode pembelajaran, sumber belajar,
dan evaluasi. Begitupun juga Aswaja sebagai mata pelajaran,
sebagai sebuah mata pelajaran tentunya ada hal-hal teknis yang
berkaitan secara langsung dengan pelaksaan ASWAJA sebagai
mata pelajaran.
a. Guru
Guru adalah tenaga professional dengan tugas pokok
mengajar, meembimbing, mengarahkan, dan mengevaluasi
siswa pada jalur pendidikan formal mulai pendidikan dasr
sampai pendidikan menengah25. Syarat menjadi guru dalam
pandangan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
adalah sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik adalah bukti
formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga profesional28

28
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (1)

24
Selanjutnya untuk menjadi guru, haruslah menguasi
empat kompetensi yaitu:29
1) Kompetensi pedagogik disebut juga kemampuan
mengajar. adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik, yang meliputi perkembangan siswa, gaya
belajar, teknik mengajar, sampai pengemabangan potensi
siswa.
2) Kompetensi kepribadian disebut juga role model adalah
kemampuan mencerminkan kepribadian yang mantab
dan teguh, berakhlak mulia, dewasa, arif, berwibawa,
mengembangkan diri secara berkelanjutan, serta menjadi
teladan bagi siwa dan masyarakat. 33 UU No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (1)
3) Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan
materi pembelajaran secara mendalam,dengan cakupan
kurikulum pembelajaran, dan pemenuhan syarat
adminstratif lainnya.
4) Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam
berinteraksi dan berkomunikasi baik dengan murid,
teman sejawat, maupun didalam masyarakat.
b. Peserta Didik
Peserta didik adalah makhluk hisup yang berada
dalam masa perkembangan yang memerlukan bimbingan dan
arahan yang sistematis menuju pengemabngan potensi yang
optimal30

29
Janawi, Kompetensi Guru Citra Guru Profesional, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal.31
30
M. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991), 144

25
Dilhat dari perkembangan desain pembelajaran,
peserta didik bisa sebagai obyek spendidikan maupun subyek
pendidikan. Dikatan obyek mana kala peserta didik
dipandang sebagai sasaran
pembelajaran, dan guru cenderung menggunakan
pendekatan teacher center approach dalam pendekatan
pembelajaran. Sebaliknya, peserta didik adalah subyek
pendidikan manakala ia dipandang sebagai makhluk yang
aktif dan mempunyai ruang bebas untuk aktif terlibat dalam
proses pembelajaran, dan guru cenderung menggunakan
student center approach dalam pendekatan pembelajarannya.
c. Pembelajaran ASWAJA
Pembelajaran adalah interaksi pendidik dengan
peserta didik yang memanfaatkan sumber belajar yang berada
dalam lingkungan belajar.31 Sehingga inti dari pembelajaran
adalah kegiatan yang membuat siswa belajar, belajar dalam
makna yang luas, adalah bertambhakan informasi,
pengetahuan dan pengalaman yang dialami siswa. Adapun
manfaat pembelajaran ASWAJA dalam satuan pelajaran
adalah:32
1) Menanamkan nilai-nilai dasar ASWAJA da ke-Nu-an
kepada peserta didik sebagai pedoman dan acuan dalam
menjalankan ajaran Islam.
2) Memantapkan secara mapan pengetahuan dan keyakinan
peserta didik sebagai pedoman dan pola pikir (manhaj)
dalam mengamalkan ajaran Islam
31
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
32
Pengurus Lembaga LP Ma;arif NU Pusat, Standart Pendidikan Ma‟arif NU,
(Jakarta:2014,)20

26
3) Merekonstruksi faham yang dimilik peserta didik agar
mampu menanggapi fenomena yang ada dengan
berpedoman pada faham aswaja an nahdliyah.
e. Kurikulum Pelajaran ASWAJA
a. Tujuan Kurikulum Pembelajaran ASWAJA
Kurikulum ASWAJA dan ke NU-an bertujuan untuk
melestarikan dan merekonstruksi nilai-nilai ASWAJA
secara utuh kepada peserta didik, dengan tujuan membentuk
generasi 37 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
Agamanis yang mampu menanggapi tantangan-tangan
kehidupan mendatang yang berlandasakan agaman Islam
dan menjunjung tinggi rasa kemanusiaan33
b. Materi Pembelajaran ASWAJA
Cakupan materi pembelajaran ASWAJA dan Ke NU
an diberikan secara bertahap, meliputi:
1) Paham Ahlussunnah wal Jamaah
2) Firqah-firqah dan sumber hukum Islam
3) Sunnah dan Bid‟ah
4) Madzhab dalam Islam, Ijtihad, dan Taqlid
5) Sejarah Perkembangan Islam Indonesia
6) Pondok Pesantren sebagai pusat penyebaran Islam dan
perannya dalam pembangunan masyarakat Islam di
Indonesia.
7) Qoidah fiqhiyah, pemikiran dan amaliyah Nahdlatul
Ulama
8) Mabadi Khaira Ummah
9) Amaliyah, Syakhsiyah, dan Ukhuwah Nahdliyah
33
Ibid

27
10) Kepemimpinan dalam Nahdlatul Ulama
11) Khittah perjuangan Nahdlatul Ulama
12) Kiprah Nahdlatul Ulama dalam kehidupan Masyarakat
beragama, bernegara, dan berbangsa.bentuk dan sistem
keorganisasian Nahdlatul Ulama
6. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara guru dalam
menyampaikan substansi materi ajar kepada peserta didik guna
mencapai tujuan pembelajaran.34 Menguasai metode
pembelajaran adalah syarat wajib seorang guru. Guru akan
memilih metode apa yang cocok guna mencapai tujuan
pembelajaran.
7. Sumber belajar
Sumber belajar diartikan segala sesuatu yang
mengandung informasi dapat digunakan oleh orang lain untuk
belajar, baik yang spesifik dirancang, maupun yang tersedia
dalam lingkunganuntuk proses perubahan tingkah laku.35
Dalam pembelajaran ASWAJA yang isa dijadikan
sebagai sumber belajar antara lain: buku paket dan LKS
ASWAJA dan ke NU an, kitab-kitab salaf, lingkungan, Kyai,
Pengurus NU, dan Internet.
8. Evaluasi Pembelajaran
Fungsi evaluasi dalam pendidikan adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi seberapa sukss hasil pembelajaran,

34
Abdul Madjid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2012), 119
35
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2007),170

28
yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam menyusun
progam pembelajaran kedepannya36
Evaluasi pembelajaran bukan hanya bermanfaat bagi
guru namun unuk siswa juga. Bagi guru evaluasi pembelajara
digunakan sebagai masuka sejauh mana materi yang ia
sampaikan diterima oleh siswa dan mendesain bagaimana desain
pembelajaran selanjutnya dilakukan. Bagi siswa, evaluasi
pembelajaran berguna untuk mengetahui sejauh mana ia
memahami isi materi dan bahankoreksi untuk meningkatan
pemahaman mengenai isi materi yang akan datang.

B. Penelitian Terdahulu
Sejauh yang peneliti ketahui, selama ini belum ditemukan
penelitian yang mengulas khusus internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai
aswaja annahdliyah pada santri pondok pesantren Subulus salam & pon
pes Raden paku . Adapun hasil penelitian terdahulu yang memiliki
relevansi secara langsung dengan penelitian ini di antaranya:
Titik Sunarti Widyaningsih, dkk., Internalisasi dan Aktualisasi
Nilai-Nilai Karakter pada Siswa SMP dalam Perspektif Fenomenologis
(Studi Kasus di SMP 2 Bantul), Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi. Penelitian ini mengidentifikasi nilai-nilai karakter
yang di fasilitasi sekolah untuk di internalisasi dalam diri siswa dan
mendiskripsikan proses internalisasi serta aktualisasinya dalam perilaku
siswa sehari hari. Penelitian ini mengulas terkait nilai karakter secara
umum yang diprogramkan pemerintah yakni ada 18 karakter.37

36 ?
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan
Inovasi, (Yogyakarta: Teras, 2009),104

29
Khoidul Khoir, Internalisasi Nilai-Nilai Aswaja Al-Nahdliyah
Dalam Praktek Ideologi Kebangsaan Di Kalangan Pemuda Sampang,
Tesis, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya. Penelitian ini mencari dinamika pemikiran aswaja an
nahdliyah dan mengungkap bentuk penyampaian pemikirannya aswaja
kepada kalangan pemuda di Kabupaten Sampang.38
Dewi Sutrisna, Aktualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Dalam Kurikulum 2013 (Studi Kasus Pada Madrasah Aliyah Negeri 4
Jakarta), Tesis, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa Madrasah
Aliyah Negeri 4 Jakarta telah mengimplementasikan delapan belas nilai-
nilai pendidikan karakter dengan baik.39
Untuk mengetahui perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti
dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
No Judul Perbedaan Persamaan

1, Titik Sunarti 1. Metode yang Sama sama


Widyaningsih, dkk. digunakan mengkaji tentang
Internalisasi dan pendekatan internalisasi dan
Aktualisasi fenomenologis aktualisasi
Nilai-Nilai Karakter pada 2. Karakter yang
Siswa SMP dalam teliti terkait dengan
Perspektif Fenomenologis 18 karakter yang di

37
Titik Sunarti Widyaningsih, dkk., Internalisasi dan Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter
pada Siswa SMP dalam Perspektif Fenomenologis (Studi Kasus di SMP 2 Bantul), Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol.2, No.2 (2014), 181.
38
Khoidul Hoir, “Internalisasi Nilai-Nilai Aswaja Al-Nahdliyah Dalam Praktek Ideologi
Kebangsaan Di Kalangan Pemuda Sampang” (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019), 1-15.
39

30
(Studi Kasus di SMP 2 canangkan
Bantul). pemerintah
Jurnal Pembangunan sedangkan
Pendidikan: Fondasi dan penelitian ini
Aplikasi. tentang nilai aswaja
3. Tempat penelitian

2. Khoidul Hoir 1. Metode penelitian Sama sama


Internalisasi Nilai-Nilai yang digunakan mengkaji tentang
Aswaja Al-Nahdliyah 2. Tempat penelitian nilainilai aswaja
Dalam Praktek Ideologi 3. Fokus penelitian
Kebangsaan Di Kalangan yang hanya pada
Pemuda Sampang ideologi kebangsaan
Tesis, UIN Sunan Ampel sedangkan
Surabaya penelitian ini terkait
tentang nilai-nilai
aswaja secara
keseluruhan

3. Dewi Sutrisna, 1. Metode yang Sama-sama


Aktualisasi nilai-nilai digunakan mengkajikan
pendidikan karakter dalam 2. Tempat penelitian tentang nilai-nilai
kurikulum 2013 (studi pendidikan karakter
kasus pada madrasah
aliyah negeri 4 Jakarta),
Tesis,
UIN Syarif Nidayatullah

31
Jakarta

Beberapa penelitian terdahulu yang diuraikan di atas semakin


menguatkan tesis peneliti, bahwa penelitian tentang internalisasi dan
aktualisasi nilai-nilai aswaja an-nahdliyah pada santri pon pes Subulus
salam dan pon pes Raden paku perlu diteliti dan dikaji secara mendalam.
Meskipun secara khusus
Penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas tidak fokus
mengkaji tentang internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai aswaja an-
nahdliyah pada santri pon pes Subulus salam dan pon pes Raden paku,
namun tetap secara substansi dalam beberapa data akan peneliti
manfaatkan untuk pengembangan data serta rujukan dari penelitian ini.
Berdasar pada kajian terdahulu peneliti dapat memberikan
simpulan, bahwa masih belum ada penelitian yang mengkaji tentang
internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai aswaja an-nahdliyah khususnya
pada santri ponpes Subululs salam dan ponpes Raden paku . Hal itu yang
menjadi alasan serta pembeda dalam penelitian ini dengan sebelumnya.
Dimana penelitian sebelumnya hanya membahas nilai karakter secara
umum sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menganalisis secara
mendalam terkait nilai-nilai aswaja an-nahdliyah yang terinternalisasi
dan teraktualisasi pada santri pon pes Subulus salam dan pon pes Raden
paku.

C. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan dasar pijakan untuk
mencermati hakikat fenomena atau gejala alam semesta, yang dapat
dipandang sebagai realitas tunggal, dan dapat pula dipandang sebagai

32
realitas ganda (jamak). Pandangan pertama mengembangkan pola pikir
positivistik yang melahirkan paradigma ilmiah yang lazim diikuti oleh
penelitian kuantitatif. Sedangkan pandangan kedua mengembangkan
pola pikir fenomena logis dan melahirkan paradigma alamiah, yang
lazim diikuti oleh penelitian kualitatif.40
Paradigma penelitian ini adalah Pembelajaran Kitab Kuning di
lembaga pendidikan formal sebagai suatu cara untuk menjaga dan
menumbuhkan keseimbangan antara pembelajaran formal dan
pembelajaran non formal yang biasanya hanya ada di pondok pesantren,
sedangkan dewasa ini pondok pesantren yang salah satu di dalamnya
terdapat pembelajaran kitab kuning ini cenderung sepi pelajar karena
mereka yang terlalu disibukkan dengan pelajaran-pelajaran formal. Jadi
selain mengedepankan pembelajaran formal juga mengedepankan
pendidikan non formal yang memang sebaiknya tidak boleh ditinggalkan
karena setiap pelajaran pasti mengandung makna yang berbeda-beda
yang mampu membawa siswa menjadi pribadi yang lebih baik, sehingga
pada saat siswa sudah tidak belajar di sekolah tersebut mereka
mendapatkan dua ilmu sekaligus, serta diharapkan mampu menjadi
generasi penerus yang menguasai berbagai bidang ilmu salah satunya
kitab kuning ini.
Paradigma penelitian sangat berguna bagi seorang peneliti untuk
melakukan penelitian. Apalagi dalam suatu penelitian kualitatif
mengkaji gejala sosial atau fenomena yang memang terjadi pada suatu
kenyataan yang ada. Oleh karena itulah peneliti ingin menghubungkan
antara teori yang ada dalam Pembelajaran Kitab Kuning dengan
kenyataan yang ada terkhusus di Pondok Pesantren Subulussalam dan
40
Ulvanurmalasari.blogspot.com, diakses tanggal 1 September 2017, jam 11:25 Am.

33
Pondok pesantren Raden Paku.

Proses
Konsep Internalisasi
Nilai-nilai Nilai-nilai
Aswaja Aswaja

Hasil
Internalisasi
Nilai-nilai
Aswaja

Bagan 2.1
Paradigma Penelitian
Dari bagan diatas bisa dipahamani antara konsep nili-nilai
Aswaja, proses internalisasi, dan hasil internalisasi mempunyai
hubungan yang erat dan saling memberikan pengaruh yang terstuktur.
Dengan konsep nilai-nilai Aswaja yang sudah dikristalisasi dilanjutkan
proses internalisasi yang bagus pula, diharapkan mendapatkan hasil
berupa paham akan nilai-nilai ashlusunnah wal jamaah dalam
pembelajaran kitab kuning

34
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi multisitus.
Sebuah penelitian yang mengkaji fenomena atau peristiwa yang
terjadi, yang kemudian dijadikan objek penelitian. Menurut Robert
K. Yin, penelitian studi multi situs adalah suatu penyelidikan empiris
yang mengkaji fenomena dalam konteks kehidupan nyata, dimana
batas-batas antara fenomena dan konteks yang tidak tampak secara
tegas dan menggunakan berbagai sumber sebagai bukti.41
Objek dalam studi multisitus dapat berupa manusia,
peristiwa, dan dokumen. Kemudian, objek tersebut ditelaah secara
mendalam sebagai suatu totalitas, sesuai dengan konteks masing-
masing dengan tujuan untuk memahami berbagai kaitan yang ada di
antara variabel-variabelnya.42 Tujuan penelitian kasus ini adalah
untuk mempelajari secara instensif tentang latar belakang keadaan
dan interaksi lingkungan suatu unit sosial.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif.
Menurut Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain. secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dahn dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.41

41
Robert. K. Yin, Case Study Research: Design and Methods (Newbury Park CA: Sage,
1984), 18
42
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang:
Kalimasahada Press, 1996), 57

36
Sementara Mulyana mendeskripsikan penelitian kualitatif
sebagai penelitian dengan menggunakan metode ilmiah untuk
mengungkapkan suatu fenomena dengan cara mendeskripsikan data
dan fakta melalui kata-kata secara menyeluruh terhadap subjek
penelitian.43 Menurut Bogdan dan Biklen penelitian kualitatif
diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis, lisan, dan perilaku dari orang-
orang yang diamati. 44
Sedangkan ciri-ciri khusus penelitian
kualitatif adalah:
1. Mempunyai latar alami (the natural setting) sebagai sumber
data langsung, dan peneliti merupakan instrumen kunci (key
instrument);
2. Bersifat deskriptif, yaitu memaparkan situasi tertentu dan
pandangan tentang dunia secara deskriptif;
3. Lebih memperhatikan proses dari pada hasil/produk;
4. Cenderung menganalisis data secara induktif; dan
5. Makna merupakan hal yang esensial.

B. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian model ini, peneliti bertindak sebagai key
instrument (instrumen kunci). Dalam arti, bahwa peneliti harus
mampu menangkap makna dengan cara berinteraksi dengan berbagai
nilai yang melingkupi objek penelitian. Metode ini tidak bisa
dilakukan melalui penyebaran kuesioner atau alat pengumpul data

43
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), 151
44
Bognan. R.C dan Biklen, S.K., Qualitative Research for Education, an Introduction to
Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon Inc, 1992), 29-32

37
lainnya.45 Oleh karena itu, peneliti bertindak sebagai instrumen
sekaligus pengumpul data. Instrumen di luar manusia (peneliti) dapat
pula digunakan, namun hanya berfungsi sebagai pendukung dan alat
bantu dalam menghimpun data.
Kehadiran peneliti sebagai instrumen kunci dikarenakan
model penelitian ini pada awalnya belum memiliki bentuk yang
jelas. Mengutip pendapat Nasution yang mengatakan bahwa dalam
penelitian kualitatif manusia merupakan satu satunya pilihan yang
tepat untuk difungsikan sebagai instrumen utama, karena memiliki
“daya sesuai” yang memadai untuk memperoleh informasi. Selain
itu, manusia memiliki kelebihan untuk menilai keadaan, lalu dengan
luwes dapat mengambil keputusan.Dengan demikian, kehadiran
peneliti di lokasi mutlak diperlukan.46
Menurut Moleong dalam penelitian kualitatif, peneliti
bertindak sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data,
penganalisis data, dan sekaligus melaporkan hasil penelitian.47
Dengan demikian, peneliti berusaha menghindari penilaian subjektif
dan berusaha menjaga situasi dan proses sosial tetap berjalan secara
alamiah. Peneliti juga berusaha menghindari intervensi dengan tetap
menjaga hubungan yang harmonis dalam berkomunikasi dan berbaur
dengan mereka (para informan), sehingga penelitian ini dapat
berjalan lancar sesuai harapan, dan data yang diperoleh dapat
terjamin keabsahannya.

45
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), 103.
46
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), 17.
47
Ibid, 102

38
C . Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah
dimana penelitian tersebut dilakukan. Adapun penelitian yang sudah
dilakukan oleh peneliti yakni wilayah Kecamatan Trenggalek dan
Kecamatan Gandusari. Tepatnya yakni di pondok pesantren Raden
Paku dan pondok pesantren Subulussalam. Peneliti mengambil
tempat penelitian disini karena lokasi ini sesuai dengan studi multi
situs. Waktu penelitian yang dilakukan pada penelitian ini yakni
terhitung tanggal 10 Februari 2021 sampai 23 Mei 2021.
Peneliti mengambil lokasi penelitian di Pondok Pesantren
Subulussalam dan Raden Paku karena mengambil beberapa alasan
yaitu sebegai berikut :
1. Pondok Pesantren Subulussalam
a. Figur kyai yang kharismatik di daerah Trenggalek sehingga
dapat dijadikan suri tauladan baik oleh santrinya maupun
masyarakat sekitar.
b. Letak wilayah Pondok Pesantren yang berada di bawah kaki
gunung bisa menjadi ciri khas bagi santri di seluruh
Nusantara .
c. Output dari santri Subulussalam bisa dipertanggung
jawabkan perjuangannya di masyarakat .
2. Pondok Pesantren Raden Paku
a. Letak wilayah yang berada di perkotaan bisa mencerminkan
daerah geografis wilayah Kabupaten Trenggalek yang
agamis.
b. Metode pendidikan secara include bisa mencerminkan
santri yang milenial sekaligus agamis .

39
c. Walaupun sekolahnya berada di dalam pondok akan tetapi
ruang kelasnya sudah menggunakan gedung permanen.
Selain itu, juga disediakan sarana transportasi sebuah becak,
beberapa motor dan dua mobil.

D. Sumber Data
Jenis data yang diperoleh dapat berupa kata-kata dan
perilaku, selebihnya merupakan data tambahan, seperti dokumen
dan lain-lain. Kata-kata dan perilaku orang-orang yang diamati,
diwawancarai dan didokumentasikan merupakan sumber data
utama dan dicatat melalui catatan tertulis, rekaman audio,
pengambilan foto dan lain-lain.48
Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan
tehnik purposive sampling, di mana penunjukan atas beberapa
orang sebagai informan, selain untuk kepentingan kelengkapan
suatu data dan akurasi informasi, juga dimaksudkan untuk
mengadakan cross check terhadap informasi yang diperoleh.
Penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:
1. Subyek yang mempunyai tingkat pengetahuan dan pemahaman
terhadap informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini;
2. Subyek yang mempunyai waktu untuk memberikan informasi
kepada peneliti; dan
3. Subyek yang tidak mengemas informasi, tetapi relatif
memberikan informasi yang sebenarnya.
Dalam proses pencarian data, berjalan dan bergulir dari

48
Ibid, 112

40
satu informan ke informan yang lain dengan mengikuti prinsip bola
salju (snowball sampling) dan akan berakhir jika informasi yang
dibutuhkan sudah diperoleh secara utuh dan mendalam.

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan fenomena-fenomena yang diteliti secara
sistematik.49Metode ini digunakan untuk penelitian yang
bercirikan interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan
objek yang diteliti. Dalam hal ini peneliti berusaha berbaur
dalam kehidupan masyarakat dan situasi sosial setempat.
Peneliti berinteraksi dan berkomunikasi menggunakan bahasa
mereka, bergurau dan menyatu dengan mereka serta terlibat
dalam apa yang mereka alami.50
Metode ini digunakan untuk membantu peneliti
mendapatkan data mengenai pembelajaran Kitab uning dalam
membentuk perilaku sosial dan keagamaan peserta didik di
lembaga pendidikan yang menjadi objek dalam penelitian ini.
2. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua
orang atau lebih dengan pola tanya jawab. Biasanya pertanyaan
diajukan oleh peneliti kepada informan.51 Metode ini dilakukan
untuk memperoleh data langsung dari informan yang telah
ditentukan sebelumnya, terkait dengan internalisasi
49
Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004), 82
50
Biklen, Qualitative Research for Education, 2007.., 31
51
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002),
130.

41
pembelajaran Kitab kuning, mulai dari perencanaan,
internalisasi serta dampaknya dalam membentuk perilaku sosial
dan keagamaan peserta didik di lembaga pendidikan yang
menjadi objek dalam penelitian ini.
Pedoman yang digunakan adalah wawancara terstruktur,
yakni memuat poin-poin yang akan ditanyakan.52
pengumpulan data yang berfungsi sebagai panduan selama
wawancara berlangsung, sehingga wawancara dapat berjalan
lancar dan memperoleh data yang lengkap sesuai yang
diinginkan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang telah
diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Data berbentuk
dokumentasi ini biasanya disebut dengan sumber data non-
manusia. Jenis data ini sudah tersedia, peneliti tinggal
memanfaatkannya.53 Metode ini digunakan untuk memeperoleh
data atau bukti yang bersifat dokumentasi, terkait dengan
perencanaan pembelajaran Aswaja.
Ketiga metode di atas, akan digunakan secara simultan untuk
saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Selain itu, proses
pengumpulan data dengan ketiga metode ini akan dilakukan secara
terus menerus hingga data yang diperlukan dianggap cukup.

F. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur data
52
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006), 22 Pedoman wawancara merupakan bagian instrumen
53
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: Yayasan
Asih Asah Asuh, 1990), 81

42
secara sistematis, baik data yang berbentuk transkrip, wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun oleh
peneliti. Analisis data dilakukan dengan cara menelaah, menata,
membagi dan menjadikan satuan-satuan yang dapat dikelola,
membuat sintesis, mencari pola, menemukan apa yang bermakna,
dan apa yang akan dilaporkan secara sistematis. Data terdiri dari
diskripsi-diskripsi yang rinci mengenai situasi, peristiwa, subjek,
interaksi dan perilaku.
Penelitian ini menggunakan analisis data interaktif dengan
empat komponen yang saling berkaitan, yaitu: pengumpulan data,
penyederhanaan data, pemaparan data, serta penarikan dan
pengajuan kesimpulan.54 Langkah-langkah tersebut secara rinci akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti
mengumpulkan data yang berkaitan dengan hal-hal berikut:
a. Perencanaan pembelajaran kitab kuning yang telah
dirancang oleh kedua lembaga pendidikan yang menjadi
objek penelitian.
b. Internalisasi pembalajaran Kitab kuning, baik dari metode,
media,dan praktek pembelajaran yang dilakukan oleh pihak
Pesantren, atau guru mata pelajaran Kitab kuning.
c. Dampak pembelajaran Kitab kuning terhadap pembentukan
perilaku sosial dan keagamaan peserta didik.
2. Proses penyederhanaan data. Proses ini merupakan proses
pemilihan, pemusatan perhatian, dan transformasi data.
Penyederhanaan dapat dilakukan dengan membuat ringkasan
54
M.B. Miles dan A.M. Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Tim Rosdakarya,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), 3.

43
dan mengembangkan sistem pengkodean guna mempermudah
proses pendataan.
3. Pemaparan data. Penyajian data dalam penelitian ini
menguraikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan. Hal
ini dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data-data
yang sudah diperoleh, kemudian disusun secara sistematis dari
bentuk informasi yang kompleks menjadi sederhana dan efektif
serta mudah dipahami. Penarikan dan pengajuan kesimpulan.
Pada tahap ini peneliti diharapkan mampu menggambarkan
seluruh hasil penelitian dan seluruh data yang ada, sehingga
dapat mengambil kesimpulan yang tepat.
Selain itu penelitian ini dalam menganalisis data juga
menggunakan analisis lintas situs. Langkah peneliti dalam melakukan
analisis data yakni dengan melakukan analisis dari situs I yakni
pondok pesantren Subulussalam Gandusari Trenggalek dan situs II
yakni pondok pesantren Raden Paku Trenggalek. Sehingga nantinya
dapat ditarik kesimpulan sementara. Tekhnik yang digunakan dalam
pengambilan analisa adalah analisa induktif. Analisis induktif adalah
mekanisme penarikan kesimpulan yang mengacu pada fakta-fakta
dalam penelitian kemudian diorganisasikan dalam fakta yang bersifat
khusus selanjutnya digeneralisasikan (ditarik secara umum).
Analisis data lintas situs dalam penelitian ini dimaksudkan
untuk mencari perbandingan fakta yang diperoleh dari lapangan yakni
dari masing-masing lokasi penelitian. Kegiatan dalam proses analisis
lintas situs yaitu; 1) menyusun proporsi berdasarkan fakta lapangan di
kedua lokasi penelitian, 2) membuat perbandingan secara jelas,
memilah dan merumuskan fakta yang memiliki persamaan gejala

44
kemudian dirumuskan dalam temuan teoritik di kedua lokasi
penelitian, 3) menyusun konklusi dari kesimpulan awal sampai
menjadi kesimpulan penelitian dari kedua lokasi penelitian.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Moleong menyebutkan ada empat kriteria dalam pengecekan
keabsahan temuan data, yaitu:55
1. Kredibilitas
Kegiatan kredibilitas terdiri dari:
a. Memperpanjang waktu observasi di lapangan,
b. Ketekunan pengamatan yang dilakukan terus menerus untuk
memahami gejala lebih mendalam, sehingga mengetahui
aspek yang penting, fokus dan relevansinya dengan topik
penelitian,
c. Melakukan trianggulasi, yaitu teknik pemeriksaan data
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan
pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data
yang ada.
2. Transferabilitas
Transferabilitas berfungsi untuk menguji sejauh mana hasil
penelitian dapat ditransfer ke dalam konteks lain. Dengan teknik ini
peneliti akan melaporkan penelitian dengan teliti dan cermat
dengan menggambarkan konteks penelitian yang mengacu pada
fokus penelitian.
c. Dependabilitas
Dependabilitas merupakan kriteria penilaian apakah proses

55
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , ( Bandung : Rejana Rosdakarya Offset , 2001
) , 326.

45
penelitian bermutu atau tidak. Cara yang ditempuh adalah dengan
dilaksanakannya audit dependabilitas oleh auditor independen.
Biasanya dilakukan oleh dosen pembimbing guna mengkaji
kegiatan yang dilakukan oleh peneliti.
d. Konfirmabilitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang
dilakukan dengan cara mengecek data, informasi dan interpretasi
hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada
pelacakan audit (audit trail). Dalam pelacakan audit peneliti
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan terkait dengan topik
penelitian.
Pendekatan konfirmabilitas lebih menekankan kepada
karakteristik data yang menyangkut kegiatan pihak-pihak terkait
dalam mewujudkan data yang mengarah pada topik penelitian.
Upaya ini bertujuan untuk mendapatkan kepastian bahwa data yang
diperoleh benar-benar objektif, bermakna, dapat dipercaya, faktual
dan pasti.

H. Tahap-tahap Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap penelitian


yaitu: Tahap pralapangan, Tahap Pekerjaan Lapangan, Tahap
Analisis Data. Adapun uraian ringkas dari tahap-tahap tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan

a. Menyusun rancangan penelitian

b. Memilih lapangan penelitian

46
c. Mengurus perijinan

d. Menjajaki serta menilai keadaan lapangan.

e. Memilih dan memanfaatkan informan.

f. Memperhatikan persoalan etika penelitian

2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri.

b. Memasuki lapangan dan observasi

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data

3. Tahap Analisis Data

Peneliti melakukan analisis terhadap data yang telah


diperoleh dengan tehnik analisis yang telah peneliti uraikan di
atas, kemudian menelaahnya, membagi, dan menemukan
makna dari apa yang telah diteliti. Untuk selanjutnya, hasil
penelitian dilaporkan dan disusun secara sistematis menjadi
laporan penelitian.

47
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data
1. Paparan Data di Pondok Pesantren Subulussalam
Situs pertama adalah Pondok Pesantren Subulussalam.
Setelah melakukan penggalian data dengan cara wawancara
mendalam, observasi pasif dan dokumentasi, pemaparan hasil
penggalian data pada situs ini adalah sebagai berikut:
a. Internalisasi nilai-nilai Aswaja melalui pembelajaran kitab
aqidah
Proses penginternalisasian nilai aswaja melalui
pembelajaran kitab aqidah mempunyai landasan yang kokoh,
baik normatif religius maupun kontitusional. Hal tersebut tidak
bisa terlepas dari peran para penggerak kehidupan keagamaan
di pesantren.
Pembelajaran kitab kuning yang berkaitan dengan
masalah aqidah ini sangat penting dilakukan mengingat aqidah
merupakan cabang ilmu yang membahas terkait hubungan
manusia dengan Allah SWT (hablum minallah). Internalisasi
terkait pemahaman aqidah pada setiap diri individu didominasi
oleh pengaruh yang berasal dari luar individu atau faktor
eksternal individu. Pemahaman yang didapatkan akan sangat
mempengaruhi proses internalisasi nilai-nilai aswaja melalui
pembelajaran kitab aqidah ini. Untuk itu proses internalisasi ini
penting untuk dilakukan utamanya dalam lingkungan pesantren
yang dianggap sekolah berbasis agama oleh masyarakat.

48
Internalisasi pemahaman aqidah memiliki pengaruh yang besar
terhadap tingkat ketauhidan setiap orang dan memiliki
pengaruh juga pada tingkat keimanan seseorang terhadap
agama dan Tuhannya. Bentuk- bentuk internalisasi nilai-nilai
aqidah ini diterapkan melalui pengajaran atau penyampaian
ilmu dan melalui pembiasaan-pembiasaan ubudiyah yang
mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah SWT sebagai
upaya peningkatan kadar ketauhidan. Pengajaran yang
disampaikan terkait dengan pemahaman aqidah yangmana
melalui pembelajaran kitab tentang pemahaman aqidah
merupakan upaya dalam proses internalisasi beberapa nilai-
nilai aswaja, proses internalisasi dilakukan berupa pengajaran
atau pengkajian kitab-kitab yang berkaitan dengan ketauhidan
dan keimanan seperti ‘aqidatul awam, Qoridah al-bahiyah dan
Nurud dholam. Sedangkan bentuk internalisasi nilai-nilai
aswaja dalam hal aqidah melalui pembiasaan seperti
pembacaan yasin dan tahlil setiap malam jum’at, pembacaan
manaqib, pembacaan sholawat kepada nabi Muhammad SAW,
pembacaan dzikir fida’ setiap hendak mengadakan acara besar
dan pembacaan aurod atau istighotsah setiap bakda ashar dan
bakda subuh.
Pondok pesantren Subulussalam adalah salah satu
lembaga pendidikan di Desa Melis Kecamatan Gandusari
Kabupaten Trenggalek. Awal sejarah pondok pesantren
Subulus Salam ini adalah dimulai dengan sebuah musholla
kecil yang didirikan oleh Mbah Musahir, salah seorang tokoh
yang ada di Desa Melis khususnya Dusun Gebang. Beliau

49
memiliki 9 anak, 6 laki-laki dan 3 perempuan. Atas
keprihatinan itu Mbah Musahir menyuruh semua putranya,
terutama yang laki-laki untuk mondok. Dua diantara putra
beliau, yakni Mbah Imam makhali dan Mbah Arifin yang baru
pulang dari pondok yang di ikuti oleh beberapa teman beliau
yang selanjutnya menjadi santri beliau juga, berinisiatif untuk
mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam.
Adapun visi dan misi dari pondok pesantren ini sendiri
yakni untuk membentuk suatu generasi yang benar-benar
mengerti tentang Islam secara menyeluruh (kaffah) dan
mengamalkan ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat.
Sedangkan maksud dan tujuan Pondok Pesantren Subulus
Salam adalah:
1) Membina masyarakat dan bangsa dalam meningkatkan dan
mempertinggi kecerdasan dan ilmu pengetahuan,
kebudayaan dan berbakti kepada agama, bangsa dan
negara.
2) Membimbing umat manusia beriman, beramal, bertaqwa
kepada Allah SWT.

50
Gambar 4.1
Pertemuan dewan guru dan pengurus PP. Subulussalam

Kegiatan internalisasi aswaja melalui pengajaran kitab


aqidah dan pembiasaan terkait aqidah atau ubudiyah
membutuhkan persiapan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan
atau diterapkan kepada santri. Seluruh dewan guru dan
pengurus pondok pesantren Subulussalam mengadakan
pertemuan setiap awal tahun untuk mendiskusikan segala
bentuk persiapan dalam penerapan atau internalisasi nilai-nilai
aswaja dalam hal aqidah melalui pengajaran kitab kuning yang
membahas aqidah dan pembiasaan melalui kegiatan-kegiatan
ubudiyah. Selain itu seluruh dewan guru dan pengurus pondok
pesantren Subulussalam juga mengadakan pertemuan satu
bulan sekali untuk melakukan evaluasi atas kegiatan yang
telah berjalan, yang mana kegiatan-kegiatan yang dijalankan
tersebut merupakan bentuk internalisasi nilai-nilai aswaja

51
dalam hal aqidah. Sehingga melalui pembelajaran kitab
kuning yang membahas aqidah dan melalui pembiasaan
penerapan pemahaman aqidah melalui kegiatan ubudiyah,
beberapa nilai-nilai aswaja dapat diinternalisasikan pada diri
santri atau peserta didik. Nilai-nilai Aswaja yang berkaitan
dengan aqidah yang berusaha diinternaslisasikan kedalam diri
santri atau peserta didik adalah nilai I’tidal dan amar ma’ruf
nahi munkar.
I’tidal artinya tegak lurus, yang mengandung makna
bahwa seseorang harus berpegangan dengan kebenaran
objektif dan seseorang harus bisa menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Dalam hal aqidah nilai I’tidal ini sangat penting
untuk diinternalisasikan agar setiap santri atau peserta didik
memiliki aqidah yang kuat dan tegak lurus tidak mudah
terpengaruh dan tegak lurus disini memiliki maksud
menjunjung tinggi nilai keadilan dan tetap lurus dalam
menghadapi kehidupan. Untuk proses internalisasinya
dilakukan melalui pengajaran berbagai kitab tauhid atau
aqidah mulai yang paling dasar kitab ‘aqidatul awam sampai
pada kitab yang tingkatan tinggi sebagaimana kitab jawahirul
al kalamiyah. Selain melalui pengajaran nilai I’tidal ini juga
diinternalisasikan melalui pembiasaan yakni dengan
menempatkan dan melakukan segala segala sesuatu sesuai
dengan penetapaan dan ketentuan yang telah dibuat.
Sedangkan amar ma’ruf nahi mungkar yaitu sikap yang
mengarah untuk melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan Allah SWT. dalam pembelajaran kita yang berkaitan

52
dengan aqidah proses internalisasi nilai amar ma’ruf nahi
mungkar yakni santri atau peserta didik diajarkan untuk
mengamalkan tentang ayat-ayat Allah seperti contoh ayat yang
membahas tentang taqwa. Santri atau peserta didik
diterangkan tentang taqwa, baik itu terkait dengan dalil
ataupun cara penerapan sikap takwa dikaitkan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain melalui pengajaran, nilai ini juga
diinternalisasikan melalui pembiasaan ubudiyah seperti
adanya kegiatan pembacaan ratiban bersama-sama dengan
didampingi beberapa ustadz dan ustadzah yang telah
ditugaskan. Dari sini peneliti mengambil kesimpulan bahwa
dengan mengajak para santri melakukan kegiatan tersebut
sudah mengajak santri untuk berlaku baik karena
mengamalkan nilai amar ma’ruf nahi mungkar.
Kedua nilai tersebut juga bisa dikatakan sebagai pilar
ajaran Islam. Sebagai lembaga yang berhaluan ahlusunnah
wal jamaa’ah, tentunya pondok pesantren ini mempunyai
beberapa strategi atau upaya dalam rangka mencapai misi
lembaga. Metode untuk menginternalisasikan nilai-nilai
aswaja dalam pembelajaran adalah melalui tiga hal yaitu,
pertama power strategi, yakni dengan cara menggunakan
kekuasaan atau people’s power. Dalam hal ini peran
pemimpim atau Kyai dengan segala kekuasaannya sangat
domain dalam melakukan perubahan. Selain dari pengasuh,
peran dewan asatidz, pengurus juga mempunyai peran penting.
Yang kedua, Persuasif strategi dijalankan lewat pembiasaan,
keteladanan, dan pendekatan persuasif. Dan yang ke tiga yaitu

53
normative re-educative atau pendidikan yang berulang, yaitu
suatu strategi yang memberikan pemahaman atau alasan yang
baik bahwa apa yang dilakukannya ini merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan dan juga merupakan sebuah
tuntutan dan juga menekankan bagaimana santri dapat
memahami dengan baik dan benar.

Gambar 4.2
Kegiatan Sholat Berjamaah
Salah satu pembiasaan yang diterapkan kepada santri
adalah shalat berjamaah. Sholat jamaah hukumnya wajib bagi
seluruh santri pondok pesantren Subulussalam tanpa
terkecuali. Shalat berjamaah ini merupakan usaha yang
dilakukan oleh pesantren dalam meningkatkan kedisiplinan
dalam beribadah, dengan berjamaah santri menjadi lebih tepat
waktu dalam beribadah sholat, selain itu dengan shalat
berjamaah dapat meningkatkan kesenangan dalam

54
menjalankan ketaatan dan kebaikan, sehingga dengan
kewajiban shalat berjamaah bagi santri pondok pesantren
Subulussalam ini dapat meningkatkan keimanan seseorang
kepada Allah dan dapat meningkatkan aqidah.
Internalisasi nilai aswaja dalam pembelajaran kitab
kuning tentang aqidah sendiri apabila dilihat dari proses
internalisasi memiliki beberapa poin yaitu melalui pengkajian
kitab aqidatul awam hingga kitab jawahirul kalamiyah.
Selama proses pengajian kitab tersebut ustadz atau uztadzah
menerangkan serta menjelaskan kajian atau isi dari kitab
tersebut dengan menghubungkan materi aqidah yang
disampaiakn dengan nilai-nilai keaswajaan utamanya nilai
I’tidal dan amar ma’ruf nahi mungkar. Sehingga akan timbul
nilai-nilai aswaja dengan dasar aqidah yang kuat. Tidak cukup
dari situ proses internalisasi akidah juga berasal dari proses
sholat berjamaah dan kegiatan ratiban bersama yang ada pada
lingkungan pondok pesantren. Hal ini berdasarkan dari
penuturan Ustadh Irsyadul Muttaqin sebagai berikut:56
“Jadi, untuk metodenya itu hampir sama dengan
pesantren umumnya ya untuk pengajiannya disini kan dibagi
dua, pengajian umum dan diniyah. Untuk pengajian umum
biasanya dengan kiai-kiai sepuh ya cuma jadi penyimak,
mendengarkan, memaknai, tidak ada interaksi aktif dari
pesertanya. Namun, beda ketika nanti untuk ke diniyah
biasanya ustadz-ustadznya sebagian mennjelaskan dulu baru
kemudian nanti ada sesi tanya jawab”57

56
Irsyadul Muttaqin wawancara dengan tanggal 15 Maret 2021
57
Hasil Observasi Tanggal 2 Mei 2021

55
Gambar 4.3
Wawancara dengan Narasumber
Menurut bapak Fathul Rahman selaku ustadz madrasah diniyah
pondok pesantren Subulussalam memaparkan bahwa
internalisasi nilai-nilai akidah dilakukan melalui pengkajian
kitab dan pembiasaan dirasa lebih efektif. Sebagaimana
penjelasan beliau:58
“Di pondok pesantren Subulussalam ini sebenarnya tidak
berbeda jauh jika dibanding pondok pesantren pada umumnya
dalam hal internalisasi nilai aswaja utamanya nilai-nilai aqidah
yakni dengan pengkajian dan pembiasaan ubudiyah. Kami dari
pihak pesantren selalu mengupayakan agar santri ini menjadi
seorang muslim yang memiliki aqidah tinggi baik dari
pengetahuan dan pemahamannya maupun dari segi penerapan
dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Dan berdasarkan
atas musyawarah dan beberapa pertimbangan serta dilihat dari
kegiatan yang sudah terlaksana memang cara yang paling
efektif dalam proses internalisasi nilai-nilai aqidah ya dengan
dua kegiatan tersebut. Cara meningkatkan aqidah dari segi
pemahaman dan pengetahuan adalah melalui pengkajian
beberapa kitab kuning yang membahas tauhid seperti aqidatul
58
Fathul Rahman wawancara dengan pada tanggal 20 Februari 2021

56
awam sampai kitab tingkatan tinggi jawahirul kalamiyah,
dengan pengkajian ini nilai-nilai aswaja yang berkaitan dengan
aqidah akan dapat terinternalisasikan dengan baik dalam diri
santri begitu juga melalui pembiasaan kegiatan ubudiyah
seperti pelaksanaan shalat berjamaah, pembacaan yasin tahlil
setiap hari kamis bakda maghrib, kemudian pembacaan
manaqib syekh abdul qadir al jailani serts pembacaan sholawat
setiap hari kamis bakda isya’ dan beberapa kegiatan
pembiasaan lain yang berkaitan dengan peningkatan aqidah
atau ketaatan kepada Allah. jadi ya memang dua kegiatan
inilah cara yang paling efektif dan utama dalam proses
internalisasi nilai-nilai aswaja utamanya dalam bidang aqidah.”
Pernyataan diatas memberikan informasi bahwa proses
internalisasi nilai-nilai aswaja dalam bidang aqidah dalam diri
santri yang paling efektif adalah melalui dua acara yakni
melalui pengkajian kitab kuning sebagai upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap nilai-
nilai aqidah dan cara yang kedua adalah melalui pembiasaan
dalam segi ubudiyah untuk meningkatkan akidah dan ketaatan
kepada Allah.
b. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran kitab
syari’ah
Internalisasi nilai-nilai aswaja melalui pembelajaran
kitab kuning dalam bidang syari’ah melalui kitab safinatun
najah. Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan yaitu yang
pertama tawassuth yakni sikap seseorang yang mengedepankan
tengah-tengah maksudnya tidak condong ke kanan atau ke kiri
yaitu setiap orang menyesuaikan serta menempatkan diri sesuai
prinsipnya dalam hidup harus bisa menjunjung tinggi dalam
keharusan dan tetap lurus ditengah-tengah kehidupan bersama
sehingga dijadikan panutan dalam menghindari segala bentuk
ekstrimitas. Nilai tawasuth ini diinternalisasikan melalui

57
kegiatan pembelajaran yakni dengan cara menyelipkan nilai-
nilai aswaja ini dalam penyampaian materi kepada santri dan
peserta didik dan selalu mengajarkan bahwa sebagai seorang
muslim harus bisa moderat yaitu berada ditengah-tengah tanpa
ada saling menyalahkan sehingga tidak timbul sikap
ektrimisme.
Yang kedua yakni nilai amar ma’ruf nahi mungkar
yaitu sikap mengajak kebaikan dan mencegah keburukan.
Proses internalisasi nilai ini dalam pembelajaran kitab syari’ah
dapat dilihat dari berbagai materi yang disampaikan seperti
contoh dalam bab wudlu selain asatidz menyampaikan terkait
materi wudlu, asatidz juga mengajarkan bahwa setiap santri
dan peserta didik harus menerapkan nilai amar ma’ruf nahi
mungkar, misalnya ketika mengetahui teman melakukan
kesalahan atau memiliki ketidaktauan tentang tentang cara
berwudlu yang baik dan benar maka kita sebisa mungkin juga
memberitahu cara yang benar serta mengarahkannya. Selain itu
dipondok pesantren ini sebagaimana pondok pesantren
umumnya terdapat beberapa pertauran untuk menghindari
berbagai keburukan seperti tidak boleh pacaran, tidak boleh
mencuri dan dilarang untuk melangar syariat Allah.
Selain kedua poin tersebut sebelumnya, berdasarkan
hasil wawancara mendalam terhadap salah satu ustadz yang
mengajar kitab Safinah di ponpes Subulussalam terkait
pemaparan proses internalisasi nilai-nilai aswaja melaui
pembelajaran kitab kuning yang berkaitan dengan syari’ah.
Uztadh Irsyadul Muttaqin selaku kepala madrasah

58
memaparkan bahwa:59
“Para santri aktif mengikuti bahtsul masail tingkat FMPP Jawa
Madura. Berangkat dari situ santri bisa lebih memahami
mengenai syariah-syariah Islam yang lebih mendalam. Selain
itu proses pemahaman juga berasal dari pemahaman santri
mengikuti berbagai proses kegiatan yang berada di pondok
pesantren”

Gambar 4.4
Kegiatan Syawir
Syawir merupakan kegiatan wajib yang harus
dilaksanakan oleh santri. Syawir/ musyawarah yang merupakan
suatu metode pembelajaran yang mulai maju, sehingga
kedudukan pesantren menjadi lebih berkembang aktif sebagai
bentuk penyesuaian sistem pendidikan dengan persaingan ketat
yang ada hingga saat ini. Pelaksanaan syawir tersebut mampu
melatih para santri lebih aktif dalam pendalaman kajian serta
pemecahan solusi atas permasalahan yang terjadi sebagai suatu
tanggapan respon para santri menjawab melalui media dakwah

59
Irsyadul Muttaqin dengan wawancara pada tanggal 15 Februari 2021

59
dan syiar agama islam. Menggelar suatu diskusi, adu debat,
yang merujuk pada referensi kitab kuning pesantren.60
Proses internalisasi nilai- nilai Syariah dilaksanakan melalui
proses:
1) Bandongan dan sorogan metode ini merupakan metode
yang sering diterapkan dalam penggalian ilmu dipesantren.
Bandongan ini berarti memperhatikan/menyimak dengan
seksama, atau dalam istilah lain menyebutkan bahwa
bandongan ini berarti berbondong-bondong. Metode
bandongan ini berarti metode pengkajian kitab dengan
menyimak makna yang dibacakan kyai dalam suatu majelis
yang relative cukup besar.

Gambar 4.5
Kegiatan Bandongan
Metode bandongan yaitu merupakan suatu metode
yang bersifat pasif dalam pembelajaran, dimana peran
60
Hasil Observasi Tanggal 3 Mei 2021

60
seorang guru atau ustad masih besar, dan kesempatan para
santri untuk berkreasi mengembangkan pola pikirnya
belum mulai nampak, masih bergantung pada seorang guru.
Meskipun begitu metode pengkajian kitab dengan sistem
bandongan ini juga penting untuk tetap dilaksanakan,
sebagaimana pernyataan yang disampaikan oleh salah satu
ustadz pondok pesantren Subulussalam yakni bapak
Mashudi S.Pd. beliau menyampaikan bahwa:61
“Ngaji kitab dengan sistem bandongan ini memang
kegiatan pengkajian yang difokuskan pada bagaimana guru
menyampaikan, para santri memang kurang aktif karena
mereka hanya mendengarkan dan memaknai kitab saja.
Berbeda dengan kalau di madrasah diniyah atau saat syawir
dan sorogan itu kan santri yang dituntut untuk aktif
sedangkan ustadznya hanya bertugas menyimak dan
membenarkan saja. Nah meskipun begitu adanya ngaji
bandongan ini juga penting dalam meningkatkan
pemahaman syariah. Justru ngaji bandongan ini merupakan
awal para santri mendapatkan pengetahuan sebgai dasar
untuk melaksanakan syawir dan sorogan, jadi mereka para
santri ngaji bandongan dahulu, kemudian jika ada
permasalahan yang diadapi dan terkait materi maka para
santri akan musyawarah atau syawir membahas hal
tersebut. Dan hasil makna yang diperoleh dari ustadz ini
nantinya juga akan digunakan sebagai bahan sorogan oleh
para santri.”
Nilai-nilai aswaja yang didapatkan melalui
pembelajaran kitab syari’ah yang didapat dari ngaji
bandongan ini adalah santri akan sami’na wa atho’na
artinya santri harus mendengar dengan seksama kemudian
taat untuk menerapkan apa yang ia peroleh melalui ngaji
bandongan ini utamanya dalam ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan kegiatan ubudiyah maupun tauhid.
Kemudian biasanya setelah mengikuti ngaji
bandongan ini untuk memperoleh pemahaman yang lebih
61
Mashudi S.Pd. wawancara dengan pada tanggal 20 Februari 2021

61
terkait dengan Syariah maka sangat perlu untuk mengikuti
kegiatan sorogan, kegiatan sorogan ini berarti
menyodorkan pemahaman yang diperoleh santri dari ngaji
bandongan yang diikuti untuk memperoleh kebenaran dan
pemahaman lebih mendalam secara individu dari guru.
Saat proses sorogan santri harus bisa membaca, memaknai,
murotti dan memahami kitab secara kontekstual dengan
ilmu nahwu dan shorof, jadi santri tidak menerima dan
menggunakan kitab sebagai dasar penentuan Syariah secara
mentah-mentah tapi pemahaman diperoleh dari proses
berfikir secara mendalam. Setelah santri mendapatkan
pemahaman yang mendalam dari proses bandongan dan
sorogan maka proses selanjutnya adalah santri harus
mengasah kemampuannya melalui proses syawir atau
diskusi, belajar bersama, dari proses ini santri akan
mengetahui berbagai pendapat para ulama untuk
menyelesaikan suatu masalah dalam masalah Syariah yang
ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan setelah itu santri
diwajibkan untuk mempraktikkan ilmu syariah yang
diperoleh dengan adanya kegiatan praktik ibadah yang
diadakan seminggu sekali, selain itu santri diwajibkan
untuk menerapkan pengetahuan syariahnya tersebut dalam
kehidupan sehari-hari melalui pembiasaan-pembiasaan
yang tercantum dalam aturan pesantren

62
Gambat 4.6
Kegiatan Sorogan Kitab Kuning
Sorogan, merupakan suatu metode pembelajaran
kitab kuning yang mulai berkembang, peran seorang ustadz
mulai berkurang, sebab para santri mulai aktif mencoba
dalam proses belajar untuk menjawab, membaca isi
maupun struktur tata bahasa arab, sedangkan ustadz hanya
berperan untuk mensimak dan membenarkan ketika santri
mengalami kesalahaan dalam sorogan tersebut.62
Jika dikaitkan dengan nilai syari’ah, sorogan ini
memiliki peran yang sangat tinggi yakni dengan adanya
sorogan ini para santri memiliki pemahaman tersendiri
terhadap nilai syariah yang ia peroleh dari lafadz kitab
kuning yang ia setorkan atau sorogan kepada ustadznya.
Dengan demikian para santri hanya perlu pembenaran saja
dari ustadznya.
62
Hasil Observasi Tanggal 4 Mei 2021

63
2) Pengajian kitab klasik dan pengajian al-qur’an, pengajian
ini dilakukan setiap hari dan dalam sehari kegiatan ini
dilakukan tidak hanya satu kali, pengajian kitab klasik dan
pengajian al-qur’an di pesantren merupakan kegiatan wajib
yang harus diikuti utamanya santri Subulus Salam,
pengajian kitab klasik dan pengajian alqur’an ini sangat
penting dilaksanakan sebagai upaya dalam memberikan
bekal kepada para santri untuk menjalani kehidupan
bermasyarakat ketika mereka pulang nantinya. Hal ini
sesuai dengan ungkapan Uztadh Mashudi S.Pd. yang
menyatakan bahwa :63
“sebagai rujukan utama dalam ubudiyah, amaliyah dan
ilahiyah yang mencangkup berbagai aspek yang penting
dalam Islam”
Selain mengaji santri juga diwajibkan menghafalkan
bacaan yasin dan tahlil agar sewaktu mereka sudah pulang
di rumah, mereka mampu menjadi santri yang selalu siap
diri jika sewaktu-waktu dimintai untuk mengimami jamaah
yasin dan tahlil di lingkungan rumah.

63
Mashudi S.Pd. wawancara dengan pada tanggal 20 Februari 2021

64
Gambar 4.7
Pengajian Kitab Kuning Santri Putra dan Putri
Pengajian kitab kuning yang dilaksanakan di
pondok pesantren Subulussalam sebenarnya sama saja
dengan pengajian kitab kuning dipondok pesantren lainnya
yakni dengan melalui system bandongan. Pengajian kitab
kuning di pondok pesantren Subulussalam ini diperuntukan
bagi santri putra dan santri putri biasanya dallam
pelaksanaannya pengajian dilakukan di aula tengah atau
serambi masjid karena menghitung jumlah santri putra dan
putri pondok Subulussalam ini lumayan banyak. Biasanya
antara santri putra dan putri ini diberikan batas penutup
atau satir dalam pelaksannaan pengajian kitab kuing ini.
3) Kukuh dalam pendirian dan tegas, dari poin satu dan dua
maka diharapkan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai

65
aswaja melalui pembelajaran kitab syariah adalah kukuh
dalam pendirian karena santri sudah punyak banyak bekal
ilmu Syariah dengan berbagai pengetahuan tentang
perbedaan pendapat para ulama dan dengan pemahaman
mendalam kitab yang dikaji, maka dalam menghadapi
suatu permasalahan santri dapat menyatakan pendapat dan
penyelesaian masalahnya dengan kukuh dan tegas.
Sehingga tidak mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi
yang sedang terjadi, istilahnya tidak mudah ikut-ikutaan,
jadi mereka paraa santri punya solusi sendiri atas
permasalahan yang ada dengan tidak mudah terpengaruh
dan tidak mudah menyalahkan orang lain dalam hal
Syariah.
c. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran kitab
akhlak
Mengutamakan adab merupakan upaya yang diterapkan di
pesantren Subulussalam sebagai upaya internalisasi nilai-nilai
aswaja melalui pembelajaran kitab akhlak dalam kitab kuning.
Dilihat dalam proses pembelajaran kitab kuning di pesantren
hal yang paling utama adalah adab bukan ilmu, pembelajaran
berlangsung secara khidmat karena perilaku santri sangat
mencerminkan adab yang tinggi, perilaku santri sangat
tawadhu’ kepada guru mereka mengkaji beberapa kitab klasik
tentang adab, baik adab kepada guru, orang tua, teman, bahkan
adab kepada ilmu pun juga dipelajari, dan tidak hanya
dipelajari ilmu adab di pondok pesantren Subulus Salam ini
diterapkan dan dicerminkan melalui akhlak para santri dalam

66
kehidupan seharu-hari. Selain mengutamakan adab, bentuk
internalisasi nilai-nilai akhlak diperoleh dari uswatun hasanah
atau teladan yang baik. Guru atau ustadz di pesantren selalu
menunjukkan akhlak yang baik, mereka selalu menetapkan
ungkapan “guru iku digugu lan ditiru” sebagai pedoman
mereka dalam bertingkah dan berbuat baik dalam lingkup
pembelajaran, lingkup pesantren maupun lingkup masyarakat
luas.
Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan melalui
pembelajaran kitab akhlak atau adab yaitu tasamuh, tawazzun
dan amar ma’ruf nahi mungkar. Tasamuh merupakan sikap
yang harus dimiliki santri karena sikap ini mengajarkan untuk
selalu menghargai setiap perbedaan yang ada dipesantren dan
sebagai bekal nantinya dalam kehidupan masyarakat. Dalam
proses internalisasi nilai ini melalui pembelajaran kitab adab
atau akhlak, dilihat dalam pengajaran kita adab selalu
disampaikan bahwa menghargai merupakan poin yang sangat
penting untuk diterapkan, dalam kehidupan sehari-hari
menghargai bukan hal yang asing bagi para peserta didik
utamanya santri di pondok pesantren, dalam satu pesantren
sudah dapat dipastikan bahwa setiap santri berasal dari
berbagai daerah yang berbeda, untuk itu dalam setiap
pembelajaran pasti disampaikan betapa pentingny menghargai
dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian nilai aswaja yang juga
diinternalisasikan melalui kitab akhlak yaitu tawazzun, yang
dimaksud tawazzun yakni sikap saling tolong menolong, setia
kawan, dan gotong royong dalam kebaikan dan ketaqwaan,

67
sebagaimana yang tercantum dalam beberapa kitab bahwa
tolong menolong sangat penting dilakukan utamanya dalam
kebaikan. Selain kedua nilai tersebut nilai aswaja yang
diinternalisasikan melalui akhlak adalah nilai amar ma’ruf nahi
mungkar yakni mengajak kebaikan dan menjauhi larangan,
tentu saja hal ini juga dibahas dalam pembelajaran kitab akhlak
dan juga perlu diinternalisasikan kepada diri santri agar santri
memiliki akhlakul karimah.

Gambar 4.8
Wawancara dengan Narasumber
Terkait dengan internalisasi nilai-nilai aswaja dalam diri
santri banyak sekali kegiatan-kegiatan pesantren yang secara
tidak langsung telah menginternalisasikan pembelajaran akhlak
didalamnya. Sebagaimana hasil wawancara dengan bapak
Syaifuuddin.
“Saya rasa setiap yang namanya pondok pesantren apalagi
pondok pesantren salaf itu memang yang paling diutamakan

68
adalah pendidikan akhlak dan adab, al adabu fauqol ‘ilmi
kurang lebih seperti itulah gambaran posisi akhlak
dilingkungan pondok pesantren pada umumnya termasuk juga
di pondok pesantren Subulussalam kami selaku para ustadz
juga menerapkan hal tersebut, karena memang orang yang
berilmu itu banyak, tapi mereka yang berakhlak apalagi di
masa saat ini sangat kurang. Di pondok pesantren
Subulussalam ini banyak sekali mengajarkan kitab kuning yang
berkaitan dengan akhlak atau adab seperti kitab adabul
muta’allim yang mengajarkan tentang adab-adab seorang santri
dalam mencari ilmu, baik adab kepada guru, orangtua, kepada
ilmunya dan lain sebagainya. Selain itu kami juga melakukan
pembiasaan kepada para santri terkait dengan akhlak santri
seperti menundukkan pandangan kepada guru, berhenti sejenak
jika berpapasan dengan guru, menuntun sepeda ketika
memasuki area pondok, berjalan dengan setengah duduk dan
tidak menegakkan badan yang menjadi indikasi kesombongan
seseorang. Selain itu kami juga selalu menyampaikan kepada
santri bahwa berbuat baik dengan saling membantu teman yang
kesusahan dan kekurangan adalah salah satu akhlak yang
mulia”64
Beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak pesantren
dalam menginternalisasikan budaya religus di pesantren
Subulussalam dengan membiasakan sholat jama’ah, ngaji kitab
kuning, sorogan, bandongan, Pengajian Al – Qur’an, belajar
bersama (taqroruddurus) dan uswatun hasanah (teladan yang
baik). Metode – metode tersebut merupakan faktor penting
untuk melaksanakan internalisasi nilai – nilai budaya religius
dalam membentuk karakter santri.

64
Syaifuddin wawancara dengan pada tanggal 17 Februari 2021

69
Gambar 4.9
Wawancara dengan Santri
Berdasarkan dari pernyataan dari salah seorang santri
pondok pesantren Subulussalam terkait dengan hasil
internalisasi yang dirasakan oleh seorang santri adalah sebagai
berikut;
“kalau saya ditanya apa yang bisa saya rasakan dari hasil
internalisasi nilai-nilai aswaja kurang tau juga, tapi kalau yang
saya rasakan selama mondok disini dengan berbagai kegiatan
seperti ngaji setiap hari baik itu bandongan, sorogan maupun
syawir ditambah lagi ngaji al Qur’an juga kemudian dengan
sholat berjamaah terus kegiatan-kegiatan lain yang banyak
sekali dipesantren saya merasakan banyak sekali perubahan
dimulai dari sikap dan utamanya rasa tanggungjawab itu beda
dengan mondok saya merasa diri saya lebih baik, karena kan
memang kalau kita dipondok itu kalau berbuat salah kan ya
ditakzir, dari situ rasa tanggungjawab kan juga ditanamkan di
pondok Subulussalam ini dan yang paling penting adalah saya
dulu dirumah segala sesuatu pasti minta tolong ibu untuk
membantu dan mempersiapkan segala kebutuhan saya, tapi
dengan saya tinggal dipesantren saya bisa lebih mandiri, karena
dituntut melakukan semua keperluan dan kebutuhan saya
sendiri, jika saya tidak mau berusaha sendiri ya saya tidak akan

70
bisa mendapakan itu, terutama ya dalam ibadah dan akhlak”65
Hasil dari internalisasi nilai-nilai aswaja dalam
pembelajaran kitab akhlak di Pondok pesantern Subulussalam,
dapat dipaparkan di bawah ini berdasarkan data-data yang
diperoleh dari pesantren. Setelah melakukan penelitian, peneliti
menemukan pola tingkah laku yang sangat baik dan menarik
untuk diamati yang menjadi karakter dari santri di pondok
pesantren Subulussalam. Adapun gambaran tentang hasil dari
internalisasi nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran kitab
kuning adalah sebagai berikut:
1) Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia
akan tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja
maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajiban. Tanggung jawab bersifat kodrati, yang artinya
tanggung jawab itu sudah menjadi bagian kehidupan
manusia bahwa setiap manusia akan memikul suatu
tanggung jawabnya sendiri-sendiri. Apabila seseorang
tidak mau bertanggung jawab, maka tentu ada pihak lain
yang memaksa untuk melakukan tindakan tanggung jawab
tersebut.
2) Mandiri
Mandiri adalah sikap, perilaku dan mental yang
memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, benar,
dan bermanfaat; berusaha melakukan segala sesuatu
dengan jujur dan benar atas dorongan dirinya sendiri dan

65
Rouf Efendi wawancara dengan pada tanggal 20 Februari 2021

71
kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan
kewajibannya, sehingga dapat menyelesaikan masalah-
masalah yang dihadapinya; serta bertanggung jawab
terhadap segala keputusan yang telah diambilnya melalui
berbagai pertimbangan sebelumnya. Mandiri merupakan
sikap yang tidak bergantung kepada orang lain, ia
melaksanakan suatu tugas atau sikap atau pekerjaan tanpa
intervensi maupun ketergantungan kepada orang lain.
3) Hidup bersosial
Internalisasi nilai-nilai akhlak yang diupayakan untuk
membentuk karakter santri salah satunya berdampak pada
kehidupan sosial antar santri, tidak adanya sekat atau
gengsi antar santri baik teman sejawat maupun kepada
seniornya. Hal ini peneliti temukan ketika observasi di
lingkungan pondok pesantren Subulussalam. Santri
berkumpul dan berbaur antara yang senior maupun yang
junior tanpa batasan apapun dengan melakukan
musyawarah baik berupa kegiatan kepesantrenan maupun
kegiatan yang lain.
2. Paparan Data di Pondok Pesantren Raden Paku
Setelah melakukan penggalian data di Pondok Pesantren
Raden Paku dengan metode wawancara mendalam, observasi pasif,
dan dokumentasi, hasil penggalian data tersebut dipaparkan sebagai
berikut:
a. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran kitab
akhlak
Pondok pesantren modern Raden Paku terletak di jalan

72
Ki Mangun Sarkoro No. 17 B Surondakan Trenggalek. Pondok
ini berada pada tepi kota Trenggalek dan tidak jauh dari pusat
kota. Satu kilo meter di sebelah barat pondok pesantren
terdapat alun-alun, pusat pemerintahan dan pusat perbelanjaan
kota Trenggalek. Pondok ini juga berdekatan dengan terminal
bus Trenggalek yang memudahkan akses untuk menuju
pondok, dua ratus meter di sebelah selatan.
Pada tanggal 18 juni 1994 terdapat empat sahabat yang
sangat akrab sejak kecil, karena mereka berasal dari desa yang
berdekatan, kecuali Bpk. Drs. H. A. Badawi Irfan yang berasal
dari Pare, Kediri. Persahabatan mereka menjadi semakin akrab
setelah mereka bersama-sama mengelola Universitas Sunan
Giri Trenggalek yang dalam perkembangan berikutnya kembali
menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri
Trenggalek. Mereka mempunyai banyak kesempatan bertemu
dan berkumpul untuk saling tukar pikiran atau berdiskusi
terutama yang berkaitan dengan perkembangan agama islam di
Trenggalek. Namun, kehidupan masyarakat pada saat ini
berbeda.Para orang tua kebanyakan lebih menekankan pada
pendidikan umum. Sedangkan pendidikan agama hanya
diperoleh disekolah umum yang diberikan Cuma dua jam
dalam satu minggu.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, maka muncul
gagasan untuk mendirikan pondok pesantren yang
menggabungkan pendidikan salaf dan mewajibkan santri aktif
berbicara dua bahasa (bahasa arab dan bahasa inggris),
kemudian sowan kepada masyayikh, para kyai dan tokoh

73
masyarakat menyampaikan gagasan tersebut, dan sekaligus
mohon do’a restu, ternyata mereka menyetujui dan
mendo’akan. Bahkan mereka memberikan nasehat-nasehat
yang dapat dijadikan bekal dalam mewujudkan tujuan yang
mulia ini.

Gambar 4.10
Kegiatan Musyawarah Dewan Pengurus
Kegiatan pondok pesantren memiliki sistem peraturan
yang teratur. Sistem tersebut berasal dari produk olahan para
petinggi pondok. Para ustadh juga memiliki konstribusi yang
sangat penting dalam peraturan yang terbentuk. Selain itu para
pengurus juga turut andil dalam peraturan tersebut.
Peraturan tersebut diolah dari hasil musyawarah pada
awal tahun pembelajaran. Hal ini berperan dalam suksesnya
kegiatan yang berjalan selama setahun. Walaupun dirancang

74
pada awal tahun pembelajaran. Akan tetapi aturan tersebut
dapat berubah maupun bertambah dengan seiringnya waktu.
Ketika terjadi perubahan peraturan hal ini disesuaikan dengan
keadaan maupun situasi yang berubah. Perubahan ini sangat
menunjang dalam kebaikan bagi semua santri maupun bagi
penduduk pondok pesantren yang lain.
Setelah melakukan penelitian dengan cara observasi dan
wawancara kepada pengasuh pondok pesantren Raden Paku
dan beberapa ustadz dan santri. Serta berdasarkan sejarah
singkat, visi, misi dan motto pesantren ini, maka peneliti
mendapatkan data tentang proses Internalisasi nilai nilai aswaja
dalam bidang akidah di pesantren. Untuk nilai nilai aswaja
yang diinternaliasikan melalui pembelajaran kitab akidah ini
yaitu tasamuh, tawazzun, tawasuth dan amar ma’ruf nahi
mungkar. Secara garis besar proses internalisasi di pesantren
Raden Paku ini terpusat pada semua kegiatan yang ada di
pesantren. Mulai dari bangun tidur disepertiga malam, setelah
itu dilanjut dengan jama’ah subuh secara berjamaah dan
dilanjutkan dengan wiridan. Selain itu juga didukung dengan
rentetan kegiatan – kegiatan lainnya diantaranya yakni kajian
kitab kuning, pengajian Al – Qur’an dan madrasah diniyyah.
Proses pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Raden
Paku masih menerapkan metode pembelajaran klasik, seperti
bendongan dan sorogan. Hal ini berdasarkan penuturan dari
KH. Syafi’i yaitu:66
“Jadi, proses internalisasi sendiri tentunya dalam
kegiatan pengajian kitab kuning seperti di pesantren umumnya,

66
KH. Syafi’i dengan wawancara tanggal 15 Februari 2021

75
pesantren umumnya ya pengajian kitab kuning disitulah
ditanamkan nilai-nilai tersebut. Untuk pelaksanaan pengajian
kitab itu setiap sore dan juga malam jadi mengkaji kitab-kitab
fiqih, hadits, tauhid dan lain-lain seperti itu. Jadi, menurut saya
untuk proses internalisasi ini ada di pengajian kitab kuning
dengan para kiai seperti itu.”

Gambar 4.11
Wawancara dengan Narasumber

Pada umumnya, pesantren menerapkan kajian-kajian


kitab secara teoritis yang diampu atau diasuh oleh Kyai
maupun Ustadz yang telah kompeten dalam bidangnya.
Adapun proses internalisasinya dilakukan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut: Tahap Transformasi Nilai. Tahap ini
merupakan suatu proses yang dilakukan oleh Kyai atau Ustadz
dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang
baik. Pada tahap ini, hanya terjadi komunikasi verbal antara
Kyai atau Ustadz dengan santri. Transformasi nilai ini sifatnya
hanya pemindahan pengetahuan dari Kyai atau Ustadz ke

76
santrinya. Nilai-nilai yang diberikan masih berada pada ranah
kognitif santri dan pengetahuan ini dimungkinkan hilang jika
ingatan seseorang tidak kuat.
Tahap Transaksi Nilai. Pada tahap ini pendidikan nilai
dilakukan melalui komunikasi dua arah yang terjadi antara
ustadz dan santri yang bersifat timbal balik sehingga terjadi
proses interaksi. Dengan adanya transaksi nilai, ustadz dapat
memberikan pengaruh pada santrinya melalui contoh nilai yang
telah ia jalankan. Di sisi lain, santri akan menentukan nilai
yang sesuai dengan dirinya. Berikut pernyataan dari beberapa
informan, yaitu dari santri Islahatul Badriyah bahwa:67
“Pertama cara dewan kiai untuk mengajarkan kepada
santrinya yaitu yang pertama adalah uswatun hasanah, nah
biasanya dengan kiai selain beliau memberi tausiyah, beliau
juga memberi contoh yang baik dulu. Seperti nilai ketakwaan
ya beliau menunjukkan bagaimana seorang muslim yang taqwa
kepada Allah itu seperti apa. Kemudian nilai akhlak,
bagaimana akhlak beliau kepada sesama teman, kepada orang
yang lebih tua, dan kepada orang yang lebih muda itu seperti
apa, itu mungkin.”
Jadi, dapat diambil kesimpulan pada tahap transaksi nilai
di Pondok Pesantren Subulussalam begitu aktif. Selain terjadi
proses pada pengajian kitab kuning dengan Dewan Kyai atau
Ustadz, juga terjadi pada proses belajar mengajar di Madrasah
Diniyah. Dimana Kyai atau Ustadz memberikan contoh secara
langsung dan terjadi proses tanya jawab yang relevan, sehingga
santri dapat menerima dan memahami secara komprehensif
dari nilai-nilai budaya religius yang di internalisasikan.
Tahap Trans-Internalisasi .Tahap ini jauh lebih
mendalam dari tahap tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini

67
Islahatul Badriyah wawancara dengan tanggal 25 Februari 2021

77
bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga
sikap mental dan kepribadian. Jadi, pada tahap ini komunikasi
kepribadian yang berperan aktif. Dalam tahap ini, Kyai atau
Ustadz sangat memperhatikan sikap dan perilakunya agar tidak
bertentangan dengan apa yang telah ia berikan atau sampaikan
kepada santri. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan santri
untuk meniru apa yang menjadi sikap mental dan kepribadian
dari gurunya. Hal tersebut terbukti dari adanya beberapa santri
yang kongkow bareng Kyai atau Ustadz setiap selesai
melakukan proses pengajian kitab kuning, baik sore ataupun
malam hari. Santri seringkali konsultasi dan mencurahkan
masalah tentang problema yang dihadapi di pesantren kepada
kiai atau ustadz guna mendapatkan pemecahan masalah yang
lebih solutif dan matang.
Nilai-nilai aswaja dalam bidang akidah sudah menjadi
suatu nilai yang diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari
santri di pesantren. Hal tersebut perlu dilakukan sebuah ke-
istiqomah-an dalam menerapkannya, karena internalisasi nilai-
nilai agama Islam bukanlah sesuatu yang instan tetapi
merupakan sesuatu yang membutuhkan proses, maka hal ini
tentunya membutuhkan upaya-upaya tertentu yang dilakukan
oleh dewan Kiai atau Ustadz begitu juga majelis santri dalam
mencapai keberhasilan internalisasi.

78
Gambar 4.12
Pengajian Al-Qur’an

Sebuah proses pembelajaran yang dilakukan oleh setiap


orang pasti akan menghasilkan suatu hal baru bagi kedua belah
pihak yang melakukan kegiatan tersebut, baik itu hasil positif
atau hasil negatif. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam bidang
akidah yang dilakukan oleh pondok pesantren Raden Paku
akan meghasilkan sesuatu pada batin seorang santri.

79
Gambar 4.13
Kegiatan Pengajian Al-Quran Santri Putri

b. Internalisasi Nilai-nilai aswaja dalam Pembelajaran Kitab


syariah
Syariah menjadi panduan yang diberikan Allah dalam
membimbing manusia untuk mengikuti ajaran-ajaran yang
telah ditetapkan dalam hal beribadah, yang meliputi rukun
Islam.
Bila syariat Islam dikaji secara utuh, terlihat bahwa di
dalamnya terdapat norma-norma dan nilai-nilai luhur dalam
ajaran agama Islam yang ditetapkan oleh Tuhan bagi segenap
manusia yang akan dapat mengantarkannya pada makna hidup
yang hakiki. Hidup yang dibimbing dengan berpegang pada
syari’ah akan melahirkan kesadaran hidup untuk menjalankan
kehidupan dengan ketentuan dan tuntunan Allah dan Rasul.
Sejalan dengan hal tersebut, kualitas iman seseorang

80
dapat juga dibuktikan dengan pelaksanaan ibadah secara
sempurna dan terealisasinya nilai-nilai aswaja melalui
pembelajaran kitab syariah dalam menjalankan kehidupannya
sehari-hari. Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan melalui
pembelajaran kitab syari’ah di pondok pesantren Raden Paku
Trenggalek yaitu tawassuth, tasamuh, tawzzun, I’tidal dan
amar ma’ruf nahi mungkar. Beberapa upaya yang dilakukan
oleh pihak pesantren dalam menginternalisasikan nilai-nilai
aswaja dalam bidang syariah di pondok pesantren Raden Paku
yaitu dengan menerapkan beberapa metode. Metode-metode
tersebut merupakan faktor penting untuk melaksanakan
internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran kitab
syariah. Adapun metode atau teknik yang dilakukan untuk
internalisasi nilai-nilai aswaja adalah sebagai berikut:
1) Bandongan dan Sorogan
Sistem bandongan adalah sistem transfer keilmuan
atau proses belajar mengajar yang ada di pesantren salaf di
mana kiai atau ustadz membacakan kitab, menerjemah dan
menerangkan. Sedangkan santri atau murid mendengarkan,
menyimak dan mencatat apa yang disampaikan oleh Kiai.
Dalam sistem ini, sekelompok santri mendengarkan
seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan
menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab, baik
dalam ilmu fiqih, akidah, akhlak, nahwu, shorof dsb.
Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah
yang artinya sekelompok santri yang belajar dibawah
bimbingan seorang guru.

81
Gambar 4.14
Pengajian Kitab Kuning

Sistem sorogan adalah sistem membaca kitab secara


individual atau seorang santri nyorog (menghadap guru
sendiri-sendiri) untuk dibacakan (diajarkan) oleh gurunya
dengan beberapa bagian dari kitab yang dipelajarinya,
kemudian santri menirukannya berulang kali. Pada
prakteknya, seorang santri mendatangi guru yang akan
membacakan kitab-kitab berbahasa Arab dan
menerjemahkannya ke dalam bahasa ibunya (misalnya:
Sunda atau Jawa). Pada gilirannya, murid mengulangi dan
menerjemahkannya kata demi kata, sepersis mungkin
seperti apa yang diungkapkan oleh gurunya. Sistem
penerjemahan dibuat sedemikian rupa agar santri mudah
mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu

82
rangkaian kalimat Arab. Sehingga, metode bandongan dan
sorogan yang dilakukan di pondok pesantren Raden Paku
ini tidak jauh beda dengan metode bandongan yang ada di
pesantren lain. Hal ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Ustadz Zainal Fanani, sebagai berikut:68
“Untuk metodenya itu hampir sama dengan
pesantren umumnya ya untuk pengajiannya di sini kan
dibagi dua, pengajian umum dan diniyah. Untuk pengajian
umum biasanya dengan Kyai-Kyai sepuh, jadi santri ya
cuma jadi penyimak, mendengarkan, memaknai, tidak ada
interaksi aktif dari pesertanya.”

Gambar 4.15
Praktek Ubudiah
Di pondok pesantren Raden paku ini internalisasi
nilai-nilai syariah dilaksanakan dengan praktik secara
langsung seperti yang terlihat pada gambar. Dalam
menyampaikan materi terkait dengan praktik sholat jenazah
para siswi yang juga berposisi sebagai santri

68
Zainal Fanani wawancara dengan tanggal 15 Maret 2021

83
mempraktekkan cara mengkafani jenazah yang didampingi
langsung oleh guru mereka. Alasan internalisasi nilai-nilai
syari’ah diterpakan secara langsung melalui praktek karena
menurut lembaga ini hal yang paling penting santri setelah
mondok dalam bidang Syariah itu adalah bagaimana car
amempraktekkanya bukan mengacu seberapa paham saja
terkait dengan pengetahuan tentang materi yang berkaitan
dengan nilai-nilai Syariah. Tentu saja praktik ini
dilaksanakan sebagai pendalaman mater, sebelum praktik
para siswa dan siswi yang juga merupakan santri putra dan
putri di pondok pesantren Raden Paku ini sudah diberikan
materi pengetahuan rinci yang tidak hanya didasarkan atas
buku cetak dari sekolah tapi juga berdasar atas beberapa
kitab kuning yang diajarkan terkait dengan materi fiqh.
2) Presentasi
Presentasi adalah suatu kegiatan berbicara di
hadapan banyak pendengar. Presentasi merupakan salah
satu jenis komunikasi antara pembicara dan pendengar.
Pada Intinya Presentasi adalah menjelaskan dan
meyakinkan audience tentang hal apa yang akan
dibicarakan. Presentasi juga bisa disebut sebagai aktivitas
menunjukkan, menggambarkan atau menjelaskan sesuatu
kepada sekelompok orang.

84
Gambar 4.16
Kegiatan Presentasi
Ada beberapa macam tujuan dengan dilakukannya
metode presentasi ini, diantaranya adalah untuk
memberikan informasi, untuk membujuk atau meyakinkan,
untuk memberikan hiburan (dalam hal ini lebih cocok di
dunia entertaint), untuk memotivasi, untuk memberikan
inspirasi dan untuk memberikan suatu pengetahuan yang
baru.

85
Gambar 4.17
Kegiatan Tahasus
Perkembangan pondok pesantren tidaklah semata-
mata tumbuh pola lama yang bersifat tradisional,
melainkan dilakukan suatu inovasi dalam pengembangan
suatu sistem, yaitu sistem yang modern. Namun bukan
berarti dengan adanya sistem pendidikan pesantren yang
modern lantas meniadakan sistem pendidikan yang
tradisional yang selama ini sudah mengakar kuat dalam
diri pondok pesantren. Sistem pendidikan modern
merupakan penyempurna dari sistem pendidikan
tradisional yang sudah ada. Atau dengan kata lain,
memadukan antara tradisi dan modernitas untuk
mewujudkan sistem pendidikan sinergik. Dalam gerakan
pembaruan tersebut, pondok pesantren kemudian mulai
mengembangkan metode pengajaran dengan sistem
madrasi (sistem klasikal), sistem kursus (takhasus), dan
sistem pelatihan.
Pendalaman materi yang dilakukan oleh pondok
pesantren Raden Paku ini adalah melalui penambahan
waktu dengan jumlah anggota rombongan belajar yang
lebih kecil atau sedikit. Pendalaman materi ini berupa
pendalaman materi terkait nilai-nilai aswaja yang meliputi
nilai aqidah, syariah dan akhlak. Yang mana dasar yang
digunakan untuk pendalaman materi ini adalah
berdasarkan atas kitab kuning, biasanya guru
menyampaikan topik materi kemudian mendiskusikan
materi tersebut dan beberapa permasalahan yang berkaitan

86
dengan materi tersebut serta bagaimana penyelesain atau
jalan terbaiknya.
3) Uswah Hasanah
Metode keteladanan berarti memberikan contoh
yang baik (uswah hasanah) dalam setiap ucapan dan
perbuatan kepada santri. Sifat dan sikap yang telah
dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. sepanjang hidupnya
merupakan contoh yang baik dan sangat cocok untuk
konteks ini. Cukup beralasan, karena beliau adalah cermin
kandungan Al-Quran secara utuh.
Kepribadian seorang Kyai atau Ustadz akan
memengaruhi respon santri saat proses pembelajaran.
Kompetensi profesional dan pedagogis tidak akan efektif
jika kepribadian Kyai atau Ustadz tidak matang. Maka,
selain harus selalu belajar, Ustadz juga harus melatih
jiwanya agar kepribadiannya matang.
c. Internalisasi Nilai-nilai aswaja dalam Pembelajaran Kitab
akhlak
Pada agama Islam, akhlak atau perilaku seorang muslim
dapat memberikan suatu gambaran akan pemahamannya
terhadap agama Islam. Maka, nilai-nilai aswaja yang
mengandung akhlak seperti nilai tasamuh, tawazzun dan
amar ma’ruf nahi mungkar sangat penting bagi agama
Islam untuk diketahui dan diaktualisasikan oleh seorang
muslim atau seseorang yang dalam proses pembinaan
untuk meningkatkan kecerdasan spiritualnya sehingga
mencerminkan sebagai seorang muslim sejati.

87
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam
Islam. Akhlak diibaratkan sebagai “buah” pohon Islam yang
berakarkan aqidah, bercabang dan berdaun syari’ah.
Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dalam Al-Qur’an
dan hadits yang berkaitan dengan akhlak.
Pada pondok pesantren Raden Paku, antara Kyai atau
Ustadz dengan santri seperti memiliki jarak yang sangat dekat,
layaknya antara teman dengan teman yang saling akrab satu
sama lain, namun tetap menjaga etika dan nilai-nilai kesantrian
terhadap gurunya. Hal tersebut terbukti dari adanya beberapa
santri yang kongkow bareng Kyai atau Ustadz setiap selesai
melakukan proses pengajian kitab kuning, baik sore ataupun
malam hari. Santri seringkali konsultasi dan mencurahkan
masalah tentang problema yang dihadapi di pesantren kepada
Kyai atau Ustadz guna mendapatkan pemecahan masalah yang
lebih solutif dan matang. Para santri merasa nyaman dan lebih
mengena ketika konsultasi kepada Dewan Kyai atau Ustadz,
karena beliau lebih memahami seluk beluk tentang pondok
pesantren Raden Paku..
Selain itu, ada pula beberapa Ustadz pengajar Madrasah
Diniyah yang tinggal di pondok pesantren Raden Paku, hal
tersebut benar-benar membuat para Ustadz lebih menjaga diri
dan mawas diri akan sikapnya agar sesuai dengan apa yang
telah disampaikan dan diterangkan ketika di kelas Madrasah
Diniyah. Demikian halnya para santri, menjadi lebih selektif
dalam memperhatikan dan mengambil nilai-nilai agama Islam
yang telah dilakukan oleh para Ustadz.

88
Internalisasi nilai aswaja yang berkaitan dengan akhlak
dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai agama secara
penuh kedalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak
berdasarkan ajaran agama Islam Internalisasi nilai akhlak
terjadi melaui pemahaman ajaran agama secara utuh dan
diteruskan dengan kesadaran akan pentingnya agama islam.
Hal ini berdasarkan penuturan dari salah satu narasumber yaitu
ustadh Zainal Fanani :69
“Para santri selalu di berikan pengarahan, diajak
mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
keagamaan. tidak hanya itu, para guru memberikan contoh
berperilaku yang baik harapannya agar santri selalu
mempunyai perilaku yang baik.”
Pelaksanaan internalisasi nilai akhlak terhadap diri
sendiri dilakukan dengan cara menanamkan kesopanan dalam
kebiasaan sehari-hari, akhlak sesama santri dilakukan dengan
membangun interaksi yang baik dan didasarkan pada sikap
saling menghormati. Selain hal tersebut menjaga kebersamaan
adalah hal yang ditekankan pengasuh untuk para santri, yaitu
seperti halnya selalu shalat berjamaah bersama, bergotong
royong dan lainnya, karena pada dasarnya perbuatan yang
mencerminkan akhlak seseorang itu akan muncul tatkala
sedang berinteraksi dengan orang lain. Selain akhlak terhadap
diri sendiri, ada beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh santri
dalam internalisasi nilai akhlak, seperti akhlak terhadap Allah
dengan membiasakan menjalankan ibadah sesuai dengan
syariah dan akhlak terhadap alam semesta dengan cara
menjaga kebersihan lingkungan.

69
Zainal Fanani dengan wawancara tanggal 15 Maret 2021

89
Gambar 4.18
Kegiatan Wawancara dengan Narasumber
Proses internalisasi nilai-nilai akhlak di pondok pesantren
Raden Paku di lakukan dengan dua cara yaitu: pertama,
pemberian materi-materi pengajian akhlak dan metode
pembentukan akhlak. Selain hal tersebut pembiasaan nilai-nilai
pendidikan akhlak juga dilakukan, yang mana dengan
dilakukannya hal tersebut dapat menumbuhkan akhlak santri
merupakan implementasi dari materi-materi pengajian akhlak.
Kedua, dengan adanya pembiasaan yang dilakukan para santri
inilah yang kemudian menjadi tradisi. Tradisi yang dimaksud
disini adalah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan dalam
keseharian yang senantiasa dilakukan, diamalkan dan
dilestarikan di pondok pesantren Raden Paku, seperti halnya
pembiasaan shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an dan
membersihkan lingkungan.

90
B. Temuan Penelitian
Sebagaimana paparan data pada bab sebelumnya, telah ditemukan data
dari hasil wawancara mendalam, observasi pasif, dan dokumentasi
tentang internalisasi nilai-nilai ahlusunnah wal jama’ah an-nahdliyah
dalam pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren Subulussalam dan
pondok pesantren Raden paku, pada bab ini akan peneliti sajikan uraian
bahasan sesuai dengan fokus penelitian dan pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Internalisasi Nilai-nilai aswaja dalam Pembelajaran Kitab akidah Di
Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden Paku
a. Pondok pesantren Subulussalam Gandusari Trenggalek
1) Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan yaitu I’tidal (tegak
lurus) dan amar ma’ruf nahi mungkar.
2) Proses internalisasi nilai-nilai aswaja melalui tiga strategi; a)
Power Strategi, b) Persuasif Strategi, c) Normative Re-
Educative. Selain itu juga melalui kegiatan pengkajian kitab
akidah mulai dari kitab paling dasar aqidatul awam dan kitab
tingkatan tinggi yakni kitab jawahirul kalamiyah, selain
melalui kegiatan pengkajian internalisasi uga dilakukan
melalui kegiatan pembiasaan utamanya dalam ubudiyahnya.
b. Pondok pesantren Raden Paku Trenggalek
1) Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan yaitu tasamuh,
tawazzun, tawasuth dan amar ma’ruf nahi mungkar.
2) Metode internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran
kitab akidah yaitu; a) Tahap Transformasi Nilai b) Tahap
Transaksi Nilai c) Tahap Trans – Internalisasi
2. Internalisasi Nilai-nilai aswaja dalam Pembelajaran Kitab Syariah
Di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden

91
Paku
a. Pondok pesantren Subulussalam Gandusari Trenggalek
1) Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan yaitu tawassuth
(moderat) dan amar ma’ruf nahi mungkar.
2) Proses internalisasi nilai-nilai aswaja melalui tiga strategi; a)
bandongan dan sorogan, b) pengkajian kitab klasik dan
pengajaran al Quran.
3) Hasil internalisasi kedua nilai-nilai tersebut adalah kukuh
dalam pendirian dan tegas meskipu berada ditengah-tengah
atau moderat.
b. Pondok pesantren Raden Paku Trenggalek
1) Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan yaitu tawasuth,
tasamuh, tawazzun, I’tidal dan amar ma’ruf nahi mungkar.
2) Metode internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran
kitab syari’ah yaitu; a) bandongan dan sorogan b) presentasi
c) uswatun hasanah
3. Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Kitab Kuning di
Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden Paku
a. Pondok pesantren Subulussalam Gandusari Trenggalek
1) Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan yaitu tasamuh
(toleransi), tawazzun (tolong menolong) dan amar ma’ruf nahi
mungkar.
2) Proses internalisasi nilai-nilai aswaja melalui kegiatan
pesantren seperti; pembiasaan untuk mengutamakan adab dan
akhlak sebelum ilmu, melalui pengkajian kitab-kitab akhlak
dan uswatun hasanah.
3) Hasil internalisasi nilai aswaja yang berkaitan dengan akhlak

92
yaitu tumbuh sikap tanggung jawab, mandiri, hidup bersosial
dalam diri santri
b. Pondok pesantren Raden Paku Trenggalek
1) Nilai-nilai aswaja yang diinternalisasikan yaitu tasamuh,
tawazzun, tawasuth dan amar ma’ruf nahi mungkar.
2) Proses internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran
kitab akhlak yaikni dengan memasukkan nilai-nilai agama
secara penuh kedalam hati, internalisasi juga dilakukan
melalui pemhamahan ajaran agama secara utuh dan diteruskan
melalui kesadaran akan pentingnya pendidikan agama
utamanya akhlak.
C. Temuan Lintas Situs
1. Analisis Lintas Situs
Setelah berhasil menemukan hasil penggalian data di kedua lokasi
penelitian, yakni di pondok pesantren Subulussalam dan pondok
pesantren Raden Paku langkah selanjutnya adalah analisis lintas situs,
dengan cara menyusun ulang data temuan di dua lokasi penelitian ini
dalam bentuk perbandingan, selanjutnya dipilih persamaan, perbedaan,
dan disusun untuk mengambil kesimpulan awal sampai kesimpulan
akhir.
a. Persamaan internalisasi nilai-nilai akidah, syariah dan akhlak
antara pondok pesantren Subulussalam dan pondok pesantren
Raden Paku antara lain sebagai berikut :
1) Proses internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran
kitab pada kedua situs melalui pengkajian kitab dan
pembiasaan melalui kegiatan ubudiyah.
2) Proses internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran

93
kitab syari’ah pada kedua situs melalui pembelajaran kitab
dengan badongan dan sorogan.
3) Nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam bidang akhlak yaitu
tasamuh, tawazzun dan amar ma’ruf nahi munkar. Internalisasi
nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran kitab pada kedua situs
melalui uswah hasanah.
b. Perbedaan internalisasi nilai-nilai akidah, syariah dan akhlak
antara Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren
Raden Paku antara lain sebagai berikut :
1) Pada Pondok Pesantren Subulussalam nilai aswaja yang
diinternalisasikan melalui pembelajarana kitab aqidah
terbatas pada I’tidal dan amar ma’ruf nahi munkar sedangkan
di pondok pesatren Raden Paku nilai yang diinternalisasikan
meliputi tasamuh, tawazzun, tawasuth dan amar ma’ruf nahi
munkar. Selain itu juga internalisasi nilai aswaja dalam
bidang aqidah melalui tahap-tahap berupa power strategi,
persuasif strategi dan normative re-educative. Sedangkan
pada Pondok Pesantren Raden Paku tahap yang dilakukan
melalui tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai dan
tahap trans – internalisasi.
2) nilai-nilai aswaja dalam bidang syari’ah yang
diinternalisasikan di pondok pesantren Subulussalam meliputi
tawassuth (moderat) dan amar ma’ruf nahi munkar
sedangkan di pondok pesantren Raden Paku lebih luas yakni
tawasuth, tasamuh, tawazzun, I’tidal dan amar ma’ruf nahi
munkar. Selain itu presentasi menjadi penekanan dalam
internalisasi nilai syariah di Pondok Pesantren Raden Paku,

94
apabila dibandingkan dengan pondok pesantren
Subulussalam.
3) Proses internalisasi pada Pondok Pesantren Raden Paku dapat
dilakasanakan dengan sistematis atau terarah.
2. Temuan Lintas Situs
a. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran kitab Aqidah
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku secara keseluruhan meliputi nilai tawassuth, tawazun, i'tidal,
tasamuh dan amar ma’ruf nahi munkar. Dan secara garis besar
internalisasi dilakukan melalui pengkajian kitab dan pembiasaan.
b. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran Kitab syari’ah
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku melalui pembelajaran kitab dengan badongan dan sorogan.
c. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran Kitab akhlak
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku meliputi tasamuh, tawazzun dan amar ma’ruf nahi munkar,
dan proses internalisasi dilaksanakan melalui uswah hasanah.
3. Proposisi Lintas Situs
Langkah setelah analisis lintas situs adalah penyusunan proposisi
sebagai landasan pengambilan keputusan sementara, proposisi yang
peneliti ajukan adalah:
a. Internalisasi nilai akidah dalam pembelajaran dengan nilai-nilai
aswaja apabila dapat mengaitkan antara nilai-nilai tersebut akan
menghasilkan nilai yang dapat mengakar dalam diri para santri.
b. Nilai-nilai syariah dalam penginternalisasian dapat dilakukan
dengan berbagai macam cara tergantung dari metode, cara sikap
maupun keputusan dari pihak pondok pesantren dalam mengurus

95
hal tersebut.
c. Nilai-nilai akhlak dapat terinternalisasikan dengan lebih baik,
selama lingkungan tersebut mendukung dalam penciptaan suasana
atau keadaan yang tepat.

96
BAB V
PEMBAHASAN

Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya, telah


ditemukan data dari hasil observasi, wawancara maupun
dokumentasi tentang internalisasi nilai-nilai dalam pembelajaran
kitab kuning, pada bab ini akan peneliti sajikan uraian bahasan sesuai
dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Peneliti juga akan
mengintregasikan temuan yang ada di lapangan kemudian
menyamakan dengan teori-teori yang ada. Dalam sub bab ini akan
disajikan analisa data yang diperoleh, baik data primer maupun data
sekunder, kemudian di intrepetasikan secara terperinci.
A. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran kitab akidah
Setiap agama, pasti ada akidah yang dimiliki dan dipegang
oleh para penganut agama tersebut. Namun, jika bicara tentang
akidah yang benar, tentu saja hanya ada di dalam Islam. Akidah yang
dimiliki umat Islam berasal dari Allah SWT, dzat yang Maha
Mengetahui dan inilah akidah yang benar.
Salah satu buktinya adalah dengan merunut kisah para nabi dan
apa yang diajarkannya. Allah mengutus nabi dan rasul dengan jarak
yang bervariasi antara satu dengan lainnya. Bahkan bisa berjarak
ratusan tahun. Selain itu, lokasi para nabi tersebut berdakwah juga
berbeda – beda. Namun, jika melihat dari ajaran yang disampaikan,
maka akidah yang diajarkan oleh para nabi tersebut merupakan
akidah yang sama.
Nilai menjadi inti dari paham dan ajaran. Nilai mampu menjadi
ciri khas maupun identitas sebuah paham. Ahlussunah wa jamaah

91
adalah model yang memadukan antara agama dan bernegara. Dimana
dalam perkembangannya, paham ini mampu menyatu, bahkan
menampilkan wajah baru.
Berangkat dari situ, nilai-nilai aqidah sangat penting untuk
dapat diajarkan atau diinternalisasikan sejak dini mulai dari kecil.
Ketika sudah beranjak dewasa dapat berjalan dengan mantab dan
sudah mempunyai landasan dalam beraqidah atau mempunyai
kepercayaan yang kuat. Mengingat semakin berjalannya waktu dan
zaman tantangan akan bertambah berat. Kalau tidak dapat melewati
hal tersebut, maka akan dikawatirkan aqidah seseorang juga akan
terguncang. Padahal aqidah menjadi sesuatu yang sangat vital dalam
kepercayaan dan kehidupan seseorang dalam kehidupan di dunia dan
juga tentunya kehidupan selanjutnya.
Islam Indonesia adalah Islam yang murni terhindar dari
perpaduan nilai-nilai Islam radikal maupun agama lain. Prinsip
“Bhineka Tunggal Ika” telah mengilhami para penguasa nusantara.
Dimana Aswaja mampu menjadi solusi dari penerpan tradisi – tradisi
yang bertentangan Islam, kini yang ada tradisi dengan bungkus
Islami.70 Kalau dilihat secara lebih luas lagi, maka dapat kita lihat
bermacam-macam aliran atau jenis Islam yang ada di dunia ini. Pasti
tiap aliran tersebut sudah mempunyai dasar dalam menjalankan
kepercayaannya. Tujuan atau yang akan dicapai sebenarnya sama
satu dengan yang lain. Hanya saja jalan atau lintasan yang dilalui
berbeda. Maka dari itu, internalisasi atau penanaman nilai aqidah
Islam yang berdasar pada ahli sunnah wal jamaah sangat ditekankan,
supaya para santri ketika sudah keluar dari lingkungan pondok

70
Abruurahman Wachid, Ilusi Negara Islam(Ekpansi Gerakan Islam Tradisional di Indoensia),
(Jakarta, The Wachid Isntitute, 2009), hal. 14-15

92
pesantren mempunyai dasar yang kokoh. Nilai-nilai aswaja an-
nahdliyah sebagaimana yang telah termaktub dalam pegangan adalah
sebagai berikut:
1. Tawassuth dan I’tidal.
Tawassuth dan I‟tidal adalah sikap yang mencerminkan
menerima keberagaman yang humanis, luwes, dan terbuka.
Keterbukaan dalam mengambil kebaikan dari pendapat kelompok
lain Tidak condong ke golongan yang liberal maupun golongan
yang radikal. Nilai ini menjadikan pemeluk Islam Indonesia
menjadi ummatan wasaton. Sebagai mana Firman Allah SWT :

‫وكذا لك جعلناكم امة مسطا‬.....

“.....dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu umat yang


moderat/tengah-tengah.”71
Moderasi agama bukan hanya bersifat hitam dan putih atau
dengan kata lain menjadi sarana mencari siapa yang benar dan
siapa yang salah, namun menjadikan sebuah spirit untuk mencapai
sebuah perdamaian di tengah-tengah perbedaan.
2. Tasamuh
Tasamuh adalah sebuah sikap yang mampu mengakui dan
menerima keberagaman. Mampu menanggapi dan menerima
perbedaan dan menanggapinya secara toleran.
Tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan yang kita
kepada orang lain, kita meyakini bahwa misi Nabi Muhammad
bukan hanya ditujukan kepada umat Islam semata, namun untuk
alam semesta.
Toleransi ini adalah fotrah manusia, yang mana perbedaan

71
Salim Bahreisy, Tarjamah ..., 23

93
adalah suatu sunnah allah (hukum alam) yang jelas ada. Manusia
pada hakikatnya memeliki derajat yang saman, kita tidak bisa
membanggakan nasab, delar,pangkatm dan lain sebagainya.
Namun dengan berda latar belakang seharusnya kita membuka
diri untuk mengetahui perbedaan masing-masing sehingga kota
mampu mengenal dan menepatkan diri dalam berinteraksi
3. Tawazun
At-Tawazun yang memiliki arti seimbang, tidak berat
sebelah atau tidak berlebihan dalam bersikap, baik dalam tataran
agama, bernegara, maupun berpolitik. Selain itu, sikap tawazun
juga mengajarkan kita untuk seimbang dalam bergaul, maksudnya
sebagai makhluk Allah yang sempurna karena dibekali akal dan
nafsu manusia harus bisa menyeimbangkan antara hablum mina
Allah dan Hablum minannas sehingga terwujudkan manusia yang
kamil.
4. Amar Ma’ruf nahi Munkar
Amar Ma‟ruf nahi Munkar Spirit untuk terus melakukan
kebaikan dan berusaha mencegah segala bentuk perbuatan yang
merendahkan agama maupun kehidupan seseorang. Amr ma‟ruf
wa nahi „ani al munkar atau juga bisa disebut Amar ma‟ruf nahi
munkar merupakan konsekuensi dan tugas agama Islam.
Amar ma’ruf nahi munkar menjadi tanda keimanan
seseorang, sebagai khalifah di bumi manusia untuk menjaga
keamanan kehidupan, dan sebaai upaya mengilangkan gejala-
gejala yang merusak kehidupan.
Amar ma’ruf Nahi munkar adalah kewajiban setiap
manusia dalam tingkatan apapun mulai dari pemerintah, dai,

94
kepala keluarga, dan sebagai orang biasa. Kenapa, karena setiap
perbuatan ada balasannya baik di dunia lebih-lebih di akherat
kelak. Maka dari itu bukan menjadi alasan karena kita sebagai
orang biasa tanpa mempunyai jabatan atau disematkan panggilan
pak haji, kita semua harus menjalankan kewajiban ini.
B. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran kitab syari’ah
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya berkenaan
dengan internalisasi nilai – nilai syariah, peneliti menemukan bahwa
ada beberapa metode yang dilakukan oleh pesantren Subulussalam
dan juga Pesantren Raden Paku. Upaya – upaya yang dilakukan oleh
kedua pesantren dalam menginternalisasikan nili – nilai syariah
dalam pembelajaran kitab kuning yaitu:
1. Bandongan.
Metode klasik yang mengandalkan ceramah dari seorang
Kyai atau Ustadz dengan materi-materi yang dipaparkannya
sedangkan santri hanya duduk dan mendengarkan tanpa ada
timbal balik dari santri (teacher center). Kaitannya dengan teori
yang telah dijelaskan sebelumnya adalah terinterpretasinya
metode peneladanan dan pembiasaan dari metode Bandongan ini,
karena dalam kegiatan tersebut terdapat cara penyampaian materi
yang otomatis akan terekam oleh santri dan menjadi suatu nilai
yang baik bagi santri serta kegiatannya yang bersifat wajib
menjadikan pembiasaan bagi santri agar terdorong untuk
melakukan kegiatan-kegiatan pesantren dengan istiqomah.
2. Sorogan.
Metode klasik yang mengandalkan pemaparan dari seorang
santri yang di simak langsung satu persatu oleh Ustadz, metode

95
ini kebalikan dari metode Bandongan, pada metode ini santri lebih
aktif, sedangkan Ustadz hanya mengoreksi kesalahan dari santri
(student center). Pada metode Sorogan ini, kaitannya antara teori
dengan hasil temuan tidak jauh beda dengan keterkaitan metode
Bandongan yang telah peneliti jelaskan di atas.
3. Sholat Jamaah
Kegiatan ini membentuk karakter religius, disiplin, serta
bertanggung jawab atas kewajibannya melaksanakan
kewajibannya melakukan sholat secara berjamaah. Kegiatan ini
dilakukan setiap hari tanpa ada jeda libur ataupun diliburkan.
Karena sholat berjamaah merupakan point penting dalam sebuah
pesantren. Dengan dibiasakannya santri untuk mlakukan sholat
secara berjamaah, maka kebiasaan itu akan mendarah daging
dalam kehidupan mereka kelak mereka sudah menjadi alumni.
4. Belajar Bersama (taqroruddurus)
Santri melaksanakna belajar bersama bersama teman-
temannya sesuai jenjang pendidikannya.
C. Internalisasi nilai-nilai aswaja dalam pembelajaran kitab akhlak
Internalisasi nilai-nilai dalam pembelajaran kitab kuning akan
peneliti ulaskan. Menurut Peter L. Berger proses internalisasi adalah
sampai akhir hayat. Sepanjang hayatnya seorang individu terus
belajar untuk mengelola segala perasaan, hasrat nafsu dan emosi
yang membentuk kepribadiannya. Tetapi wujud dan pengaktifannya
sangat dipengaruhi oleh berbagai macam situasi yang berada dalam
alam sekitar, lingkungan sosial maupun budayanya.72 Internalisasi
dijalankan melalui beberapa metode, diantaranya sebagai berikut:
1. Uswah Hasanah
72
Peter L. Berger & Thomas Lukhmann, Op.Cit., Hal. 112.

96
Kyai atau Ustadz memberikan sikap atau akhlak yang
positif sesuai yang telah beliau ajarkan kepada santri. Diterapkan
ketika aktivitas sehari-hari.
2. Peneladanan
Para Ustadh dan Kyai meneledankan kepribadian muslim,
dalam segala aspeknya baik pelaksanaan ibadah khusus maupun
yang umum. Pendidik adalah figur yang terbaik dalam pandangan
anak, dan anak akan mengikuti apa yang dilakukan pendidik.
Peneladanan sangat efektif untuk internalisasi nilai, karena santri
secara psikologis senang meniru dan sanksi-sanksi sosial yaitu
seseorang akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orangorang di
sekitarnya. Dalam Islam bahkan peneladanan sangat
diistimewakan dengan menyebut bahwa Nabi itu tauladan yang
baik (uswah hasanah). Metode keteladanan (uswatun hasanah)
yaitu yang diterapkan dengan cara memberikan contoh-contoh
teladan yang baik berupa perilaku nyata, khususnya ibadah dan
akhlak bagi setiap umat manusia.73
3. Pembiasaan
Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan
pembentukan para santri. Upaya ini dilakukan karena mengingat
manusia mempunyai sifat lupa dan lemah. Pembiasaan bisa
dilakukan dengan terprogram dalam pembelajaran dan tidak
terprogram dalam kegiatan sehari-hari.74

73
Binti Maunah, Op.Cit., Hal. 94.
74
Ahmad Tafsir, Op.Cit.,, Hal. 230-231.

97
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian yang telah dipaparkan dan dibahas
pada bab sebelumnya terkait dengan internalisasi nilai-nilai
ahlussunah wal jama’ah an nahdliyyah dalam pembelajaran kitab
kuning di Pondok Pesantren Subulussalam & Pondok Pesantren
Raden Paku, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku. Nilai-nilai aqidah yang diinternalisasikan dalam
pembelajaran kitab kuning berupa tawassuth, tawazun, tasamuh,
i'tidal dan amar ma’ruf nahi munkar. Metode internalisasi berupa
power strategi, persuasif strategi dan normative re-educative.
Pengkajian kitab aqidatul awam. Proses internalisasi yang
dilakukan melalui beberapa tahap :tahap transformasi nilai, tahap
transaksi nilai dan tahap trans – internalisasi
2. Internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku. Pengguanaan metode pengkajian berupa Bandongan dan
Sorogan. Pengkajian Kitab dan Al-Qur’an s serta presentasi. Hasil
internalisasi nilai-nilai syari’ah terhadap diri berupa kukuh dalam
pendirian dan tegas.
3. Internalisasi nilai-nilai Akhlaq dalam pembelajaran Kitab Kuning
di Pondok Pesantren Subulussalam dan Pondok Pesantren Raden
Paku. Metode internalisasi akhlak berupa mengutamakan adab

98
uswatun hasanah, peneladanan dan pembiasaan. Proses
internalisasi melalui Pemberian materi-materi pengajian akhlak
dan metode pembentukan akhlak dan pembiasaan yang dilakukan
para santri inilah yang kemudian menjadi tradisi.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, maka
dengan ini peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak:
1. Bagi Pengasuh pesantren hendaknya senantiasa meningkatkan
intensitas dalam mengayomi, melaksanakan dan melakukan
evaluasi keterlaksanaan kegiatan-kegiatan pesantren yang
berkaitan dengan internalisasi nilai-nilai aswaja dalam
pembelajaran kitab kuning.
2. Para Kyai dan Ustadz serta pesantren diharapkan berupaya untuk
selalu menginternalisasikan nilai-nilai agama Islam agar Para
Kyai, Ustadz dan pesantren semakin lebih baik melaksanakan
internalisasi aswaja dalam pembelajaran kitab kuning. Lebih
penting lagi, para Kyai dan Ustadz dapat memberikan teladan
yang baik terkait nilai-nilai agama Islam
3. Para santri diharapkan untuk selalu melaksanakan nilai-nilai
agama Islam dengan penuh kesadaran diri, tenggungjawab serta
amanah dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari
4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lanjutan
yang lebih komprehensif lagi mengenai internalisasi nilai-nilai
agama Islam dalam membentuk karakter santri

99
DAFTAR RUJUKAN

Abdul Madjid. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,


(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2012), 119
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2007),170
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU Lajnah Bahtsul Masa‟il 1926-
1999,….hlm.16.
Ahmad Zahro,Tradisi Intelektual NU Lajnah Bahtsul Masa‟il 1926-
1999,(Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2004) hal. 24
Biklen, Qualitative Research for Education.., 31
Bognan. R.C dan Biklen, S.K., Qualitative Research for Education, an
Introduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and
Bacon Inc, 1992), 29-32
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008), 151
DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1989) hlm. 336.
Dewi Sutrisno, “Aktualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam
Kurikulum 2013 (Studi Kasus Pada Madrasah Negeri 4
Jakarta)” (Tesis—UIN Syarif Nidayatullah Jakarta, 2016)
H.M Arifin, Filsafat ..., 141
Husnul Habib Sihombing dan Erianjoni,”Internalisasi Nilai-Nilai
ASWAJA Pada Organisasi Gerakan Pemuda Ansor Di Kota
Padang”, Jurnal Persepektif Vol.1, No 4, Th. 2018
Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 82
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan
Keagamaan, (Malang: Kalimasahada Press, 1996), 57
James Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakart:Raja Grafindo
Persada,1993), 256

100
Janawi, Kompetensi Guru Citra Guru Profesional, (Bandung: Alfabeta,
2012), hal.31
KBBI.
Khoidul Hoir, “Internalisasi Nilai-Nilai Aswaja Al-Nahdliyah Dalam
Praktek Ideologi Kebangsaan Di Kalangan Pemuda
Sampang” (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019), 1-15.
Khoirul Anam dan Abdul Alawi dkk, Ensiklopedia Nahdlatul
Ulama,Sejarah
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), 103.
Lexy J Moloeng,. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2013), 6
M. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991), 144
M.B. Miles dan A.M. Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Tim
Rosdakarya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), 3.
Moleong, Metode Penelitian.., 326.
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi
Evaluasi dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras, 2009),104
Mujamil Qomar, NU Liberal dari Tradisionalisme Ahlussunah ke
Universalisme Islam.(Bandung: Mizan, 2002), 91
Mustiqowati Ummul Fitriyah dan M. Saiful Ummam, “Seminar Nasional
Islam Moderat: Internalisasi Nilai-Nilai ASWAJA Dalam
Pendidikan Islam Sebagai Upaya Deradakalisasi Menuju
Good Netizen “ISSN:2622-9994, diakses pada tanggal 15
oktober 2019 pukul 13:00.
Nandang Kosasih dan Dede Sumarna, Pembelajaran Kuantum dan
Optimalisasi kecerdasan,(Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 21
Nur Khalik Ridwan dkk, Gerakan Kultur Islam Indonesia, (Yogyakarta:
Jamaah Nadhliyyin Mataram (JNM), 2015) hal. 348.
Nurul zuhriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
perubahan, (Menggagas Platfrom Pendidikan Budi Pekerti

101
secara Kontektual dan Futuristik) (Jakarta: Bumi Aksara,
2011) hlm. 7.
Pengurus Lembaga LP Ma;arif NU Pusat, Standart Pendidikan Ma‟arif
NU, (Jakarta:2014,)20
PW NU, Aswaja An..., 57
PW NU,Aswaja An..., 57
PW NU,Aswaja An...,57-58
Robert. K. Yin, Case Study Research: Design and Methods (Newbury
Park CA: Sage, 1984), 18
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai,
(Bandung:Alfabeta, 2004),
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung:
Tarsito, 1988), 17.
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi,
(Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990), 81
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2002), 130.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 22
Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), hlm. 207-208.
Thoba Chatib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yohjakarta: Pustaka
Belajar,1996),61
Titik Sunarti Widyaningsih, dkk., Internalisasi dan Aktualisasi Nilai-
Nilai Karakter pada Siswa SMP dalam Perspektif
Fenomenologis (Studi Kasus di SMP 2 Bantul), Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol.2,
No.2 (2014), 181.
Ulvanurmalasari.blogspot.com, diakses tanggal 1 September 2017, jam
11:25 Am.
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (1)

102
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
Wawancara dengan Bapak Afif Sugiono selaku tokoh Agama pada
tanggal pada tanggal 22 April 2020
Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: AR-Ruzz
Media, 2017) hlm. 19.
Zakiyah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,
2002), 260

103

Anda mungkin juga menyukai