Anda di halaman 1dari 23

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336675703

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT HARUN NASUTION

Article · October 2019

CITATIONS READS

0 17,449

1 author:

Khomsatun Khomsatun
STAIN Pamekasan
4 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Khomsatun Khomsatun on 20 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MENURUT
PEMIKIRAN HARUN NASUTION

Khomsatun
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura
Khomsatun1025@gmail.com

Abstrak: Rencana kebangkitan Islam dari keterpurukan masih


belum tercapai meskipun sudah diwacanakan dan dilaksanakan
sejak lama. Terdapat kekeliruan pandangan dalam tubuh orang
Islam yang menyebabkan hal tersebut. Kekeliruan formula
tersebut dikarenakan teologi dan pandangan yang keliru.
Pandangan Islam tradisionalis yang banyak dianut oleh orang
Indonesia disebut sebagai paham yang menghambat kemajuan.
Paham ini terkesan statis dengan terlalu mensakralkan pendapat
ulama salaf dan tidak mau dengan pendapat baru. Dalam
pandangan Harun Nasution, ada tiga formula yang tepat untuk
kebangkitan Islam yaitu peran akal dalam kehidupan beragama,
merubah paham teologi Jabariyah menjadi Qadariyah, dan tidak
mempertentangkan akal dan wahyu sebab keduanya saling
berhubungan,ketiga formula itu dapat di implementasikan dalam
setiap aspek kehidupan, terutama dalam aspek pendidikan.
Kata Kunci : Pembaharuan pendidikan Islam, Harun Nasution,
Akal, Qadariyah, wahyu.
Pendahuluan
Peradaban Islam dapat dibagi menjadi tiga garis besar, yaitu awal,
pertengahan, dan modern. Periode awal adalah mulai sejak dakwah Islam oleh
Nabi Muhammad sampai masa khulafa’ al-rasyidun yang menjadi pengganti Nabi
Muhammad. Pada masa khalifah umat Islam mengalami kemajuan yang pesat
dalam segala hal. Baik ilmu pengetahuan, dan daerah kekuasaan. Daerah
kekuasaan Islam selain dataran Arab pada masa itu mencakup Afrika, Spanyol,
Persia, dan India.1

Periode pertengahan adalah awal kemunduran umat Islam sebab konflik


internal. Perpecahan politik menyebabkan lemahnya umat Islam. Keadaan ini
mengakibatkan umat Islam berhasil ditaklukkan oleh Hulagu Khan. Selain itu,

1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan
Bintang, 1992), 13.
fokus terhadap ilmu pengetahuan teralihkan dengan konflik internal yang dihadapi
sehingga menyebabkan runtuhnya ilmu pengetahuan umat Islam.2

Periode modern merupakan awal usaha kebangkitan ulang umat Islam


setelah periode keruntuhan. Umat Islam mulai sadar dengan hal yang terjadi
kepada umat Islam. Runtuhnya kerajaan-kerajaan Islam membangkitkan motivasi
umat Islam untuk bangkit.3

Namun, kebangkitan tersebut merupakan agenda yang formulasinya belum


tepat. Rencana kebangkitan tersebut masih belum tercapai meskipun sudah
diwacanakan dan dilaksanakan sejak lama. Terdapat kekeliruan pandangan dalam
tubuh orang Islam yang menyebabkan hal tersebut.

Kekeliruan formula tersebut dikarenakan teologi dan pandangan yang


keliru. Pandangan Islam tradisionalis yang banyak dianut oleh orang Indonesia
disebut sebagai paham yang menghambat kemajuan. Paham ini terkesan statis
dengan terlalu mensakralkan pendapat ulama salaf dan tidak mau dengan
pendapat baru.4

Islam tradisionalis juga berpaham Jabariyah, paham ini menyatakan bahwa


segala sesuatu dari Allah. Manusia ditentukan oleh takdir yang sudah ditentukan
sejak zaman azal. Manusia tidak memiliki daya dan upaya. Paham ini pada
dasarnya benar. Namun, ketika orang Islam terlalu berpegang pada paham ini,
maka akan mematikan motivasi umat Islam untuk bangkit.5

Formula yang tepat dalam hal ini adalah paham Qadariyah, paham ini
menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berbuat. Paham ini
dalam hemat penulis dapat meningkatkan motivasi umat Islam agar bangkit dari

2
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), 376.
3
Ibid., 377.
4
Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2001), 139.
5
Ibid., 144.
keterpurukan. Paham ini juga menuntut manusia agar menggunakan akal yang
telah diberikan kepada manusia oleh Allah.6

Pandangan tradisional statis tidak hanya terdapat dalam teologi orang Islam.
namun, juga terdapat dalam sistem dan metode pendidikannya. Metode
pendidikan Islam cenderung tidak menarik dan tidak memberdayakan. Masalah
ini haruslah dicari solusinya. 7

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik menulis atikel yang


membahas tentang pembaharuan Islam menurut Harun Nasution, gagasan besar
pembaharuan Islam menurut Harun Nasution, dan pemikiran pembaharuan
pendidikan Islam dalam pandangan Harun Nasution.

Biografi Harun Nasution

Harun Nasution dilahirkan di Sumatera Barat tepatnya di Siantar pada hari


selasa legi pada tanggal 23 September 1919, beliau merupakan putra dari
pasangan Abdul Jabal Ahmad seorang pedagang Qadi (penghulu) pada masa
kolonial Belanda dan seorang pedagang dari mandailing. Ibunya Maimunah
merupakan wanita dari daerah yang sama merupakan putri dari atau keturunan
ulama yang pernah menetap di Mekkah dan mengikuti serangkaian kegiatan di
Masjidil haram. Ayah Harun juga termasuk ulama yang menguasai kitab-kitab
jawa dan kitab-kitab kuning berbahasa melayu, dari latar belakang ulama dari
ayah dan ibunya itulah Harun Nasution secara otomatis merupakan cucu dan anak
ulama, tak heran jika pendidikan Agama dan Pemahaman Agama telah dikenal
dan menjadi santapan sehari-hari Harun.8

Pendidikan formal Harun Nasution dimulai pada tahun 1926 di sekolah


belanda HIS (Hollandsch Inlandche School) atau sekolah belanda tingkat dasar
yang tamat sampai kelas tujuh yang menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar.kemudian melanjutkan pendidikannya ke MIK ( Modern Islamietische

6
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), 308.
7
Mujtahid, Reformulasi Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang Pres, 2011), 35.
8
Abdul Halim, Teologi Islam: Apresiasi Terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution (Jakarta:
Ciputat Press, 2001), 3
Kweekschool) pada tahun 1934. MIK adalah sekolah menengah pertama swsta
milik Abdul Gaffar Jambek baru tiga tahun kemudian Harun Nasution
melanjutkan pendidikannya ke mesir.9

Sebelum melanjutkan studinya di Al-Azhar, Harun Nasution melanjutkan


studinya di Arab Saudi atas dasar arahan dari orang tuanya, namun, hal itu ia
jalani dalam waktu yang tidak lama dikarenakan rasa tidak kerasan. Kemudian ia
meminta untuk pindah ke mesir. Karena hanya memegang surat keterangan lulus
kelas tiga dari MIK Harun Nasution tidak langsung bisa melanjutkan ke
universitas. Atas saran teman-temannya,ia mengambil pelajaran untuk
memperoleh ijazah ahliyah dan dengan semangat belajarnya yang giat ia
memperoleh tanda lulus masuk universitas di al-Azhar tepatnya jurusan
Ushuluddin.10 Namun lagi-lagi harun merasa tidak cocok dan kurang puas
terhadap proses pendidikan disana. Kemudian ia pindah ke Universitas Amerika
di Kairo mesir hingga menyandang gelar BA (Bachler of Arts) yang lulus pada
tahun 1952.11

Baru setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar, Harun melanjutkan


pendidikannya dengan mengambil jurusan pendidikan di McGill University pada
tahun 1962, dan pada tahun 1969 di tempat yang sama mendapatkan gelar doktor
dari Institute of Islamic Studies.12 Selepas mendapatkan gelar doktornya Harun
Nasution mempunyai gagasan untuk merombak pendidikan Islam melalui
pendidikan tinggi. Ia mendapatkan kesempatan merealisasikan pemikirannya
dengan mulai menapaki karirnya di IAIN Jakarta dengan konsep merombak
IAIN.13

Sebelum pulang ke Indonesia,tepatnya setelah lulus dari pendidikan tinggi,


Harun Nasution sempat bekerjadi mesir, yaitu di sebuah perusahaan milik swasta
sebelum ia bekerja di Konsulat Indonesia-Kairo. Saat itulah ia memperistri
9
Aqib Suminto,Refleksi Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution (Jakarta: LSAF, 1989), 9-12
10
Said Agil Husin Al-Munawar dkk, Teologi Islam Rasional (Jakarta: Ciputat Press,2005), 6.
11
Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995), 5.
12
Ibid, 7.
13
Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Gema
Insani, 2007), 79.
seorang perempuan bernama Sayedah yang berasal dari mesir kemudian setelah
itu memboyong istrinya ke Indonesia. Pada tahun 1955 harun mendapatkan tugas
Negara ke Brussel Belgia sebagai sekretaris Kedutaan Besar Indonesia. 14

Harun Nasution diangkat kementrian Agama menjadi rektor pada masa


prof. Dr. Mukti Ali.15 setelah masa pengabdiannya selama empat tahun di IAIN.
Sejak saat itulah ia merumuskan kebijaksanaan yang berdasar pada tujuan dan
fungsi IAIN atas dasar kebutuhan masyarakat. Diantara kebijakan yang
dirumuskan olehnya antara lain: megubah kurikulum IAIN, merubah pemahaman
Agama, pemahaman tradisional ,enjadi pemahaman rasional. Selain itu, ia juga
membuka program pasca sarjana atau strata dua (S2) dan strata tiga (S3) dari
pembenahan dalam setiap sector harun nasution menjadikan IAIN Jakarta sebagi
pusat studi pembaruan dalam Islam.16

Karya-karya Harun Nasution banyak memfokuskan pemikirannya pada


pengembangan pemikiran Islam, tak jarang pula tulisannya mendatangkan sorotan
dan menimbulkan kontroversi dan keluar dari kaidah umum, namun buku-
bukunya juga menjadi rujukan mata kuliah di IAIN, STAIN, UIN, dan perguruan-
perguruan tinggi. Diantara karya-karya dari Harun Nasution diantaranya: Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (1974), Pembaruan dalam Islam (1975), Teologi
Islam (1977),Filsafat Agama (1978), Filsafat dan Mistik dalam Islam (1978),
Aliran Modern Islam (1980), Akal dan Wahyu dalam Islam (1981), Mohammad
Abduh dan Teologi Muktazilah (1987), Islam Rasional (1989).

14
Nasution, Islam Rasional., 5.
15
Pada masa Prof.Dr. Mukti Ali menjabat sebagai Menteri Agama banyak perbaikan dan
peningkatan IAIN yang dilakukannya, karena sebagai seorang yang lama mengajar di IAIN, Mukti
Ali amat mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh IAIN, menurutnya ada tiga
kelemahan yang sering beliau pidatokan dalam berbagai pertemuan, yaitu: kekurangan dalam
sistem dan metode, kekurangan dalam mental ilmu, dan kekurangan dalam penguasaan bahasa
asing seperti bahasa Inggris dan Arab.atas dasar kelemahan itulah maka dilakukan serangkaian
perbaikan dalam bentuk pembinaan IAIN yang meliputi tujuh bidang yaitu, 1) organisasi; 2)
kurikulum; 3)Personel; 4) materil; 5) pembiyayaan; 6) penelitian; 7) kemahasiswaan. Lihat
Mulyanto Sumardi, Bunga Rampai Pemikiran Tentang Madrasah dan Pesantren (Jakarta: Pustaka
Biru, 1980), 99.
16
Harun Nasution,Teologi Islam Rasional: Apresiasi terhadap Wacana dan Praktis Harun
Nasution (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 14-17.
Pembaharuan Islam

Keterpurukan umat Islam menyebabkan hilangnya gairah dan semangat


umat muslim untuk bangkit kembali, bukan hanya semangat islam yang
berkembang pada masa itu, namun juga masih terasa sampai saat ini, umat islam
perlu memperbaharui semangat dengan menghilangkan pemahaman tradisional
menjadi pemahaman baru yang modern untuk kembali merebut kejayaan islam.
Dengan dmikian umat islam dapat keluar dari belenggu keterpurukan dan
beranjak menuju kemajuan yang real.17

Pembaruan pemikiran islam di Indonesia diwacakan oleh Harun Nasution


sekembalinya ia ke Indonesia dan menjadi seorang intelektual muslim dengan
menuangkan ide-ide pembaruan Islam dalam karyanya. Hal ini ia maksudkan
untuk memendongkrak semangat dan pandangan hidup umat Islam agar selaras
dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalam menuangkan idenya, Harun Nasution
banyak mencontoh apa yang dilakukan oleh Muhammad Abduh dalam
mengemukakan ide-ide pembaruannya seperti menghilangkan bid’ah yang ada
dalam ajaran Islam, kembali kepada ajaran islam yang sebenarnya, terbukanya
kembali pintu ijtihad, menghargai pendapat akal dan menghilangkan sikap
dualisme dalam pendidikan.18

Penyesuaian pemahaman keagamaan Islam dengan perkembangan zaman


sebagai akibat dari kemajuan pengetahuan teknologi, pemahaman ini disebut
sebagai pembaruan Islam.19 Dengan mengacu pada pengertian tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa pembaruan Islam adalah menyesuaikan pemahaman
terhadap teks-teks keagamaan, baik al-Qur’an dan hadis. Jadi pembaruan Islam
bukan berarti mengubah teks-teks keagamaan, namun menyesuaikan pemahaman
terhadap teks tersebut.

Pembaruan Islam dilakukan bukan karena tanpa dasar. Hal ini dilakukan
karena pemahaman terhadap teks keagamaan ulama salaf merupakan pemahaman

17
Nasution,Pembaruan dalam Islam., 13.
18
Ibid., 62-67.
19
Ibid., 6.
yang sesuai dan cenderung terhadap keadaan pada waktu itu, baik berupa situasi
sosial, budaya, dan keadaan lainya. Pemahaman ulama salaf tersebut pada
substansinya merupakan pemahaan yang sangat bagus. Namun, meskipun
demikian, pembaruan Islam atau penyesuaian pemahaman terhadap teks
keagamaan tetap diperlukan.20

Ide pembaharuan pemahaman ini bertendensi pada awal abad ke 19 sampai


dengan pertengahan abad 19. Pemahaman tentang Islam pada waktu itu bisa
dikatakan jumud atau statis. Selain itu, kefanatikan terhadap pemahaman Islam
yang bersifat tradisional sudah sangat mengakar kuat. Adanya interpretasi
dianggap sebagai suatu yang ganjil dan dikatakan menyimpang dari ajaran Islam.
Umat Islam pada saat itu menganggap cukup dengan pemahaman tradisional
tanpa interpretasi pemahaman.21

Sikap tersebut dibawa oleh non-Arab yang berhasil merampas kekuasaan


politik di dunia Islam. Mereka memasukkan paham animistis ke dalam agama
Islam. Di samping itu, mereka bukanlah bangsa yang mementingkan akal dalam
kehidupan beragama, mereka berasal dari bangsa yang tidak kenal pada ilmu
pengetahuan.22

Dalam pandangan muslim tradisional statis menyatakan bahwa


pembaharuan Islam dalam menginterpretasikan teks-teks keagamaan merupakan
hal yang tidak perlu dilakukan dan merupakan sebuah kesalahan. Mereka
menegaskan bahwa doktrin sejati yang lengkap sudah ada sejak masa nabi
Muhammad SAW.23

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman yang benar


terhadap keagamaan Islam sangat perlu dan sangat penting. Corak pemikiran
tradisional statis dalam memahami agama Islam perlu mengalami pembaharuan
agar pemikiran Islam tidak statis. Sehingga pemahaman tentang Islam bisa sesuai

20
Nasution,Pembaruan dalam Islam., 11.
21
Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2014), 97.
22
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, terj. Firdaus AN (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Xi.
23
William Montgomery Watt, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, terj. Taufik Adnan Amal
(Jakarta: Rajagrafinda Persada, 2001), 7.
dengan situasi dan kondisi, baik sosial budaya dan lain sebagainya. Pemikiran
tersebut harus dihindari terutama pemikiran animis dan tidak betendensi pada akal
dan ilmu pengetahuan.

Ketika menggunakan pemikiran tradisional statis, terlebih ditambah dengan


animistis dan tidak berdasar akal, maka akan ada kejanggalan pemahaman. Hal ini
dikarenakan pemahaman yang diperoleh tidak bertendensi pada akal dan ilmu
pengetahuan. Pantas saja ada istilah yang menyimpang dari teks keislaman dalam
ilmu pengetahuan dan agama Islam sendiri. Seperti dikotomi ilmu pengetahuan
menjadi ilmu agama dan ilmu umum. Padahal sejatinya tidak ada dikotomi
tersebut dalam teks keagamaan Islam baik dalam al-Qur’an atau hadis. Allah
berfirman:

24
.‫اقراء باسم ربك الذي خلق‬

Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang teleh


menciptakan.”

Dalam ayat tersebut terdapat kata “ iqra’ ” yang berarti bacalah. Dalam
struktur bahasa arab. Kata iqra’ merupakan kata kerja fi’il amar dari fi’il madli
muta’addi, dengan artian kata iqra’ membutuhkan maf’ul atau objek.25 Namun,
dalam ayat tersebut tidak ada objek yang jelas yang berisi tentang ilmu apa yang
harus dipelajari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia harus mempelajari
semua ilmu. Ayat tersebut juga menolak pemahaman bahwa ada dikotomi
terhadap ilmu pengetahuan yang harus dipelajari oleh manusia.

Kenyataan yang dibicarakan di atas sebenarnya dimulai dari runtuhnya


peradaban Islam saat kekalahan orang Islam di Spanyol atau Andalusia. Semangat
orang Islam hancur dan tidak bisa bangkit sampai hari ini. Keadaan ini semakin

24
Al-Qur’an, al-‘Alaq (96): 1.
25
Ahmad Zaini Dahlan, Syarh Mukhtashor Jiddan (t.tp.: t.p., t.t.), 21.
diperparah dengan doktrin dan anggapan bahwa semua itu merupakan takdir Allah
SWT. yang tidak bisa ditolak oleh manusia.26

Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah


memupuk semangat modern yang selalu mengawal kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan menghilangkan mental tradisionalis statis yang beranggapan
bahwa ini semua merupakan takdir Allah SWT. yang tidak terbantahkan. Dengan
begitu dapat melahirkan pembaharuan Islam. Hal tersebut merupakan upaya untuk
mencapai kejayaan Islam setelah sekian lama terpuruk.27

Ide pembaharuan Islam yang sampaikan oleh Harun Nasution diambil dari
dua tokoh, yaitu Muhammad Abduh dan Ahmad Khan. Dalam pandangannya
bahwa pembaharuan Islam dilakukan dengan cara menghilangkan bid’ah yang
terdapat dalam ajaran Islam, kembali kepada ajaran agama Islam yang
sebenarnya, pintu ijtihad kembali dibuka, tidak ada dualisme pendidikan, dan
menghilangkan paham taqlid.28

Upaya untuk mencapai kebangkitan dan kemajuan Islam dalam pandangan


Harun Nasution adalah dengan cara menggunakan paham Qadariyah dan
meninggalkan paham Jabariyah. Harun Nasution menekankan bahwa umat Islam
harus berkeyakinan bahwa manusia bebas berkeinginan dan bebas berbuat. Hal ini
ditujukan untuk memupuk semangat dan mental umat Islam dalam bangkit dari
keterpurukan sekian abad. Sedangkan paham jabariyah menyebabkan
sebaliknya.29

Kemudian Harun Nasution menyatakan bahwa hukum alam dan wahyu


yang ada dalam al-Qur’an tidak bertentangan sama sekali. Hal ini dikarenakan al-
Qur’an yang berisi wahyu dan hukum alam merupakan dari Allah SWT. keduanya
bersumber dari Allah. Maka tidak akan mungkin bertentangan. 30

26
Musthofa al-Ghalayaini, Idzotun al-Nasyiin (Surabaya: al-Hidayah, t.t), 6.
27
Nasution, Pembaharuan dalam Islam., 11.
28
Ibid., 62-67.
29
Ibid., 67.
30
Ibid., 67.
Harun Nasution juga berpendapat bahwa akal sangat penting dalam
beragama Islam. Hal tersebut berdasarkan kepada pola pemikiran Harun Nasution
yang berkiblat kepada pemikiran Mu’tazilah dengan paham Qadariyah.
Menurutnya peran akal sangat berperan dalam kehidupan.31 Allah berfirman:

32
.‫كذلك يبين الله لكم أيته لعلكم تعقلون‬

Artinya: “Juga Allah jelaskan kepada kalian ayatnya agar kalian berakal”

33
.‫ افال تعقلون‬,‫ وللدار االخرة خير للذين يتقون‬,‫وما الحياة الدنيا اال لعب ولهو‬

Artinya: “Tidak ada kehidupan dunia melainkan hanya permainan dan


kesenangan, dan kehidupan akhirat lebih baik bagi orang yang taqwa,
apakah kalian tidak berakal”.

Dari ayat-ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akal sangat penting
dalam beragama Islam. Sebab Allah memerintahkan orang Islam menggunakan
akalnya dalam perilaku keagamaan. Terdapat kurang lebih 47 ayat yang
menjelaskan penggunaan akal dalam al-Qur’an yang penulis hitung.

Ide Pembaharuan Islam Harun Nasution

Mengacu pada pembahasan pembaharuan Islam di atas penulis menarik


kesimpulan dari garis-garis besar pemikiran Harun Nasution. Harun Nasution
memiliki dua agenda yang ingin diwujudkan dalam pembaharuan Islam, yaitu
umat Islam yang rasional dan umat manusia yang berpaham Qadariyah.

Dua agenda tersebut bermuara kepada tiga gagasan besar Harun Nasution,
yaitu lebih luasnya peran akal bagi manusia, teologi umat Islam yang
diperbaharui, dan hubungan akal dan wahyu yang diperbaiki. Ketiga gagasan
tersebut merupakan solusi yang tepat bagi kebangkitan umat Islam yang selalu
didambakan.

31
Zuly Qodir, Islam Liberal Paradigma Baru Wacana dan Aksi Islam Indonesia (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), 69-73.
32
Al-Qur’an, al-Baqarah (2): 232.
33
Al-Qur’an, al-An’am (6): 32.
Kemunduran dan kekerdilan umat Islam pada saat ini disebabkan oleh cara
beragama orang Islam yang salah. Umat Islam terlalu kaku dan statis dalam
beragama dengan hanya menerima pemahaman ulama salaf dan mencukupkan apa
yang diterima dari mereka tanpa berijtihad ulang dengan pemahaman teks-teks
keagamaan yang sesuai dengan keadaan zaman. Sejatinya ijtihad pemahaman
baru terhadap al-Qur’an dan hadis diperlukan untuk kebangkitan Islam, bukan
hanya menerima atau taqlid terhadap kitab-kitab karangan ulama terdahulu.34

Penulis akan menjelaskan tiga gagasan besar Harun Nasution yaitu peran
akal, pembaharuan teologi, dan hubungan akal dan wahyu. Hal ini bertujuan untuk
memperjelas pemikiran Harun Nasution;

1. Peran Akal

Manusia diciptakan oleh Allah diberkahi dengan akal. Manusia disebut


sebagai hewan yang berakal.35 Dengan sebab akal yang diberikan Allah ini
manusia mendapat keutamaan dari makhluk Allah yang lain, seperti hewan,
jin, iblis, dan malaikat. Bahkan malaikat dan iblis diperintah untuk
melakukan sujud penghormatan kepada manusia. Ini bentuk keutamaan yang
diberikan Allah kepada manusia berupa akal dan ilmu. Syaikh al-Zarnuji
berkata:36

‫وشرف العلم ال يخفى على احد اذ هو مختض باالنسانية الن جميع الخصال سوى العلم يشترك فيها‬

‫االنسان وسائر الحيوان كالشجاعة والجرأة والقوة والجود والشفقة وغيرها سوى العلم وبه اظهر الله تعالى‬

.‫فضل ادم عليه الصالة و السالم على المالئكة وأ مرهم بالسجود له‬

Artinya: “Keutamaan ilmu tidak samar kepada seseorang karena ilmu


dikhususkan kepada manusia sebab segala sesuatu selain ilmu mencakup
kepada makhluk (hewan), seperti berani, kuat, kasih sayang, dan lain

34
Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 282.
35
Abdurrahman al-Akhdhari, Sullam al-Munawwaraq (Pasuruan: Pustaka Sidogiri, tt), 6.
36
Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muata’allim (t.tp.: Maktabah Syaikh Salim ibn Sa’ad Nabhan, t.t.), 5-6.
sebagainya. Dan dengan sebab ilmu Allah menjelaskan keutamaan nabi
Adam dari malaikat dan memerintahkan mereka untuk sujud kepadanya.”

Peran akal sangat penting dalam kehidupan berteologi orang Islam.


besar dan kecilnya peran akal akan mempengaruhi dinamis atau statisnya
sistem teologinya. Seperti yang diuraikan penulis di atas tentang kekuatan dan
keutamaan akal bagi manusia. Ketika akal seseorang semakin tinggi maka
derajad manusia akan mengalahkan derajad makhluk lain, begitu juga
sebaliknya. Tidak hanya itu, teologi manusia juga akan semakin tinggi jika
akal manusia semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. 37

Akal dalam ajaran agama Islam memiliki peran yang sangat penting.
Akal juga sangat penting digunakan dalam kehidupan beragama bagi muslim.
Penggunaan akal dalam kehidupan beragama Islam bukan tanpa dasar. Allah
memerintahkan dalam al-Qur’an manusia agar menggunakan akalnya untuk
mencapai sebuah kebenaran.

38
.‫ قد بينّا لكم االيت لعلكم تعقلون‬,‫اعلموا أن الله يحي األرض بعد موتها‬

Artinya: “Ketahuilah kalian bawa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi


setelah mati, sungguh Allah telah menjelaskan kepada kalian ayat-ayatnya
agar kalian berakal (menggunakan akal).”

39
.‫انا جعلناه قرأنا عربيّا لعلكم تعقلون‬

Artinya: “Sungguh aku (Allah) jadikan al-Qur’an berbahasa Arab agar kalian
berakal (menggunakan akal).”

40
.‫ افلم تكونوا تعقلون‬,‫جبال كييرا‬
ّ ‫ولقد اضل منكم‬

37
Nasution, Pembaharuan dalam Islam., 207.
38
Al-Qur’an, al-Hadid (57): 17.
39
Al-Qur’an, al-Zukhruf (43): 3.
40
Al-Qur’an, Yasin (36): 62.
Artinya: “Dan sungguh dia (syaithan) telah menyesatkan mayoritas dari
kalian, apakah kalian tidak berakal (menggunakan akal).”

Mengacu pada ayat-ayat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sebagi


seorang muslim, kita diperintahkan menggunakan akal kita dalam beragama.
Hal merupakan perintah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an yang
diwahyukan kepada nabi Muhammad. Jika kita tidak menggunakan akal
dalamkehidupan beragama, maka kehidupan beragama kita statis dan hanya
akan melakukan taqlid kepada pendapat ulama saja. Hal ini dapat mematikan
peran akal yang telah diberikan Allah. Menurut hemat penulis hal tersebut
merupakan bentuk pekerjaan mubaddzir sebab menyia-nyiakan pemberian
Allah. Adapun hal tersebut dalam jangka panjang menyebabkan tidak
majunya orang Islam seperti yang diharapkan.

2. Pembaharuan Teologi

Latar belakang pembaharuan teologi dalam pandangan Harun Nasution


berangkat dari asumsinya tentang keterbelakangan orang Islam pada saat ini
karena terdapat kesalahan dalam teologi yang dianutnya. Kesalahan dalam
teologi tersebut menyebabkan kesengsaraan bagi orang-orang Islam.
pandangan tentang segala sesuatu berasal dari Allah dan manusia harus
pasrah menerima takdir yang diberikan Allah kepada manusia, pandangan ini
sangat ditentang oleh Harun Nasution.41

Dalam hemat penulis Harun Nasution berusaha menawarkan kepada


orang Islam teologi yang tepat bagi orang Islam untuk bangkit dari
keterpurukan ini. Dengan menggunakan pandangan Qadariyah yang
menyatakan bahwa manusia dapat berbuat, kehendak manusia tidak
ditentukan oleh takdir. Ketika orang Islam berpandangan seperti itu, maka
dengan sendirinya timbul motivasi untuk berusaha, dengan begitu Islam akan
bangkit dari keterpurukan.

41
Rozak & Anwar, Ilmu., 283.
Dalam hemat penulis Harun Nasution juga berusaha mengarahkan
orang Islam merubah teologinya menjadi teologi Mu’tazilah. Dalam
pandangan Harun Nastion hanya dengan teologi Mu’tazilah dengan sifat
Qadariyahnya yang mampu menjadikan Islam memegang kembali peradaban
unggul di bumi.

Sebagaimana penjelasan penulis sebelumnya tentang penciptaan


manusia oleh Allah. Manusia diberkahi dengan akal dan diperintah untuk
menggunakan akalnya untuk melaksanakan perintah Allah yaitu menjadi
khalifah di bumi. Menjadi khalifah di bumi tidak akan berhasil jika tidak ada
perencanaan yang baik dari awal oleh manusia serta hanya berpasrah pada
takdir. Tugas khalifah ini akan berhasil jika manusia berusaha dan tidak
berpangku pada takdir.

3. Korelasi Akal dan Wahyu

Sebelum penulis berbicara hubungan akal dan wahyu, penulis akan


memperjelas terlebih dahulu hal-hal yang dapat menjelaskan keduanya. Hal
ini bertujuan untuk mengantarkan kepada pemahaman yang tepat dari akal
dan wahyu serta hubungannya.

Sejatinya, ketika membicarakan akal dan wahyu, maka urutan yang


paling tepat adalah membahas tentang hubungan Allah dengan manusia
terlebih dahulu. Allah digambarkan berada di puncak alam wujud sedangkan
manusia berada di ujung kaki alam wujud. Dari gambaran tersebut manusia
tidak akan pernah sampai kepada Allah terlebih lagi ditambah dengan segala
kelemahan yang dimiliki oleh manusia. Oleh sebab itu, Allah menurunkan
wahyu yang mengabarkan tentang Allah dan kewajiban yang harus dilakukan
oleh manusia. Namun, sekali lagi manusia tidak akan bisa sampai kepada
Allah hanya dengan wahyu tersebut. Oleh karena itu, manusia menggunakan
akalnya untuk memahami maksud dari wahyu tersebut sesuai dengan
kapasitasnya. Dengan interpretasi akal terhadap wahyu ini manusia bisa
memahami wahyu dan sampai kepada Allah.42

Selain itu, untuk membuat manusia mengetahui dan paham bahwa


Allah adalah tuhan dan apa yang menjadi kewajiban manusia. Allah
mengutus Nabi dan Rasul untuk menerangkan wahyu tersebut. Penjelasan
Nabi dan Rasul kepada manusia sebenarnya untuk mengantisipasi interpretasi
yang keliru terhadap wahyu yang diturunkan.43

Hal tersebut bukan berarti penjelasan Nabi dan Rasul bukan menafikan
fungsi akal sebagai alat untuk interpretasi wahyu. Hanya saja Nabi dan Rasul
pada substansinya juga menggunakan akal dalam menginterpretasikan wahyu.
Namun, Nabi dan Rasul diberi akal dan pemahaman lebih dari manusia biasa
sehingga interpretasi tersebut tidak mungkin keliru. Hal ini dalam Islam
disebut ma’shum atau terjaga dari berbuat keliru.44

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan akal dan


wahyu adalah bahwa wahyu adalah pedoman yang diberikan Allah kepada
manusia untuk mengenal Allah sedangkan akal adalah alat untuk memahami
pedoman tersebut.

Pemikiran Pembaharuan Pendidikan Islam Harun Nasution

Pembaruan pemikiran Islam di Indonesia dilatar belakangi dan diawali oleh


lahhirnya pembaruan pemikiran Islam di belahan dunia yang lain terutama yang
timbul di Mesir, India dan juga Turki. Di Mesir Sendiri Pembaruan yang timbul
dimulai dari kedatangan Napoleon ke Mesir pada tahun 1798, dalam waktu
singkat yaitu tiga minggu, napoleon sudah bisa menaklukan Mesir, Napoleon
tidak serta merta hanya membawa prajurit saja, namun juga 500 orang sipil yang
mana 167 diantaranya adalah para ahli dari berbagai bidang

42
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press,
1989), 81.
43
Muhammad Ali al-Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum al-Qur’an (Surabaya: Ihya’ al-Kutub al-
‘Arabiyah, t.t.), 8.
44
Ibrohim Al-Baijuri, Hasyiyah al-Sanusiyah (Jedah: Al-Haramain, t.t.), 38-40.
pengetahuan.napoleon juga membawa serta 500 orang perempuan juga dua set
alat percetakan Huruf latin, Arab dan Yunani. Dengan Begitu misi Napoleon
Bukan hanya sebatas kepentingan militer tetapi juga untuk kepentingan ilmiah.45
Napoleon juga mendirikan Lembaga Ilmiah Institute d Egypte yang mengkaji
empat bidang kajian yaitu ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi,politik, ilmu sastra dan
seni. Lembaga ini juga dilengkapi perlengkapan penunjang ilmiah seperti mesin
cetak, teleskop, mikroskop, dan alat-alat untuk percobaan kimiawi.

Pembaruan pendidikan Islam di Indonesia sendiri dilatar belakangi oleh dua


faktor 1)pembaruan yang muncul dari ide-ide yang bersumber dari luar yang
dibawa oleh ulama atau para tokoh yang tinggal luar negeri yang kemudian
mereka jadikan wacana pembaruan di tanah air; 2) kondisi Indonesia yang
dikuasai oleh kaum penjajah barat membuat perbedaan antara sekolah-sekolah
yang didirikan kaum penjajah dan sekolah-sekolah yang didirikan oleh kalangan
umat Islam, sehingga mereka berupaya untuk melakukan pembaruan di bidang
pendidikan.46

Seperti yang telah dijelaskan di atas, penulis berpendapat bahwa


pembaharuan pendidikan Islam dalam pandangan Harun Nasution tidak jauh dari
gagasannya terhadap pembaharuan Islam yang meliputi peran akal bagi manusia
yang sangat penting, pembaharuan teologi Islam dari Jabariyah ke Qadariyah, dan
akal dan wahyu yang saling berhubungan.

Meninjau tiga konsep atau pemikiran pokok harun Nasution di atas, tiga
gagasan tersebut sebenarnya dapat diimplementasikan dalam berbagai aspek
kehidupan baik itu dalam kehidupan sosial islam, ekonomi islam, politik islam
dan yang terpenting dalam pendidikan islam, karena dalam gagasan-gasan
tersebut terdapat tujuan bagaimana mengoptimalkan potensi manusia untuk
meraih kembali masa keemasan umat islam seperti dahulu.

45
Haidar Putra Daulay,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
(Jakarta: Kencana,2014),39.
46
Siswanto, Dinamika Pendidikan Islam:Perspektif Histories (Surabaya: Pena Salsabila,2013),
112-115.
Kaitannya dengan pendidikan, ide pemikiran Harun Nasution tentang
pembaharuan pendidikan Islam, menyatakan bahwa pendidikan Islam harus
berubah dari pendidikan klasik dengan metode ceramah menjadi pendidikan
terbuka dan demokratis dengan metode diskusi dan presentasi. Pendidikan seperti
ini akan menumbuhkan pemikiran peserta didik dibandingkan dengan pendidikan
klasik.

Pokok pemikiran di atas penulis kembali menekankan bahwa hal tersebut


disampaikan oleh Harun Nasution sebagai wujud dari implementasi akal sebagai
sesuatu yang sangat penting bagi manusia, dengan menggunakan akal baik dengan
menginterpretasikan pelajaran merupakan bentuk pendidikan yang tepat jika
dibandingkan dengan pendidikan klasik yang mematikan analisis peserta didik
dan jauh dari menggunakan akal dalam prosesnya.

Teologi Mu’tazilah dengan paham Qadariyah yang menyatakan bahwa


manusi bisa berbuat dan apa yang terjadi pada manusia bukanlah takdir semata,
menurut Harun Nasution adalah formula yang pas digunakan sebagai teologi umat
Islam. Dengan berpegang pada teologi tersebut diharapkan timbul dan
berkembang semangat untuk memajukan pendidikan Islam.

Akal dan wahyu menurut Harun Nasution adalah dua hal yang memiliki
hubungan dan tidak bertentangan sama sekali. Di mana wahyu sebagai pedoman
mengenal Allah sedangkan akal merupakan alat untuk memahami pedoman
tersebut. Dengan begitu wahyu dan akal tidak bisa dipisahkan. Pedoman tersebut
harus diinterpretasikan dengan akal.

Sejak awal Harun Nasution dengan gamblang ingin merombak pola


pendidikan Islam dari pola tradisioanal ke arah pendidikan Islam yang kekinian
atau modern. Dengan memasukkan pengetahuan modern ke dalam kurikilum
sekolah islam, selain itu Harun Nasution meminta kepada para tonggak kebijakan
dan pemikir islam membuat percontohan melalui pembangunan lembaga-
lembaga pendidikan Islam atau madrasah modern disamping madrasah-madrasah
yang sudah ada.dengan harapan dari rahim madrasah modern tersebut akan lahir
generasi islami yang juga mempunyai keahlian dalam bidang Iptek yang akan
membawa umat islam ke arah kemajuan islam.

Modernisasi dalam Islam memang mulai intens penggunaannya sejak


timbulnya pembaharuan dalam Islam yang melanda Negara dengan moyoritas
penduduknya adalah kaum muslimin, seperti Saudi Arabia,Turki, Mesir,
Indonesia dan Pakistan. Kata modern erat kaitannya dengan tajdid atau
pembaharuan dalam bahasa Arab. Dalam pandangan bangsa barat modernisasi
berarti pikiran, aliran,gerakan dan usaha untuk mengubah suatu pemahaman,
kebiasaan, institusi-institusi lama, menjadi sesuatu yang baru yang sesuai dengan
perkembangan zaman.47

Jadi, dalam modernisasi ini, bagaimana umat Islam melangkah dari


pemahaman tradisional menuju pemahaman modern, pembaharuan yang
dilakukan disini adalah upaya memperbaharui hasil pemikiran atau pendapat,
bukan memperbaharui ataupun mengubah apa yang telah ada dalam al—Qur’an
dan Al-Sunnah, melainkan memperbaharui hasil pemahaman terhadap dua sumber
ajaran Islam tersebut.

Menindak lanjuti dari uraian di atas. Penulis berkesimpulan bahwa


pembaharuan pendidikan Islam dalam pandangan Harun Nasution berusaha
mengubah pola pendidikan tradisional dan klasik menjadi pendidikan modern
dengan mengintegrasikan ilmu modern tersebut dengan kurikulum lembaga
pendidikan Islam tersebut. Dengan begitu, maka akan muncul pakar ilmu
pengetahuan umum dari kalangan muslim. Tidak ada dikotomi ilmu lagi. Serta
yang paling penting adalah kemajuan orang Islam.

Penutup

Harun Nasution dilahirkan di Sumatera Barat tepatnya di Siantar pada hari


selasa legi pada tanggal 23 September 1919, beliau merupakan putra dari
pasangan Abdul Jabal Ahmad seorang pedagang Qadi (penghulu) pada masa

47
Abudin Nata, Peta keragaman Pemikiran Islam di Indonesia(Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2001), 153-155
kolonial Belanda dan seorang pedagang dari mandailing. Ibunya Maimunah
merupakan wanita dari daerah yang sama merupakan putri dari atau keturunan
ulama yang pernah menetap di Mekkah dan mengikuti serangkaian kegiatan di
Masjidil haram. Ayah Harun juga termasuk ulama yang menguasai kitab-kitab
jawa dan kitab-kitab kuning berbahasa melayu, dari latar belakang ulama dari
ayah dan ibunya itulah Harun Nasution secara otomatis merupakan cucu dan anak
ulama, tak heran jika pendidikan Agama dan Pemahaman Agama telah dikenal
dan menjadi santapan sehari-hari Harun.

Pembaruan pemikiran islam di Indonesia diwacakan oleh Harun Nasution


sekembalinya ia ke Indonesia dan menjadi seorang intelektual muslim dengan
menuangkan ide-ide pembaruan Islam dalam karyanya. Hal ini ia maksudkan
untuk memendongkrak semangat dan pandangan hidup umat Islam agar selaras
dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalam menuangkan idenya, Harun Nasution
banyak mencontoh apa yang dilakukan oleh Muhammad Abduh dalam
mengemukakan ide-ide pembaruannya seperti menghilangkan bid’ah yang ada
dalam ajaran Islam, kembali kepada ajaran islam yang sebenarnya, terbukanya
kembali pintu ijtihad, menghargai pendapat akal dan menghilangkan sikap
dualisme dalam pendidikan.

Tiga gagasan besar Harun Nasution yaitu peran akal, pembaharuan teologi,
dan hubungan akal dan wahyu. Hal ini bertujuan untuk memperjelas pemikiran
Harun Nasution;

1. Peran Akal

Peran akal sangat penting dalam kehidupan berteologi orang Islam.


besar dan kecilnya peran akal akan mempengaruhi dinamis atau statisnya
sistem teologinya. Seperti yang diuraikan penulis di atas tentang kekuatan dan
keutamaan akal bagi manusia. Ketika akal seseorang semakin tinggi maka
derajad manusia akan mengalahkan derajad makhluk lain, begitu juga
sebaliknya. Tidak hanya itu, teologi manusia juga akan semakin tinggi jika
akal manusia semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.
2. Pembaharuan Teologi

Harun Nasution berusaha menawarkan kepada orang Islam teologi yang


tepat bagi orang Islam untuk bangkit dari keterpurukan ini. Dengan
menggunakan pandangan Qadariyah yang menyatakan bahwa manusia dapat
berbuat, kehendak manusia tidak ditentukan oleh takdir. Ketika orang Islam
berpandangan seperti itu, maka dengan sendirinya timbul motivasi untuk
berusaha, dengan begitu Islam akan bangkit dari keterpurukan.

3. Korelasi Akal dan Wahyu

Sejatinya, ketika membicarakan akal dan wahyu, maka urutan yang paling
tepat adalah membahas tentang hubungan Allah dengan manusia terlebih dahulu.
Allah digambarkan berada di puncak alam wujud sedangkan manusia berada di
ujung kaki alam wujud. Dari gambaran tersebut manusia tidak akan pernah
sampai kepada Allah terlebih lagi ditambah dengan segala kelemahan yang
dimiliki oleh manusia. Oleh sebab itu, Allah menurunkan wahyu yang
mengabarkan tentang Allah dan kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia.
Namun, sekali lagi manusia tidak akan bisa sampai kepada Allah hanya dengan
wahyu tersebut. Oleh karena itu, manusia menggunakan akalnya untuk memahami
maksud dari wahyu tersebut sesuai dengan kapasitasnya. Dengan interpretasi akal
terhadap wahyu ini manusia bisa memahami wahyu dan sampai kepada Allah.

Kaitannya dengan pendidikan, ide pemikiran Harun Nasution tentang


pembaharuan pendidikan Islam, menyatakan bahwa pendidikan Islam harus
berubah dari pendidikan klasik dengan metode ceramah menjadi pendidikan
terbuka dan demokratis dengan metode diskusi dan presentasi. Pendidikan seperti
ini akan menumbuhkan pemikiran peserta didik dibandingkan dengan pendidikan
klasik.

Pokok pemikiran di atas penulis kembali menekankan bahwa hal tersebut


disampaikan oleh Harun Nasution sebagai wujud dari implementasi akal sebagai
sesuatu yang sangat penting bagi manusia, dengan menggunakan akal baik dengan
menginterpretasikan pelajaran merupakan bentuk pendidikan yang tepat jika
dibandingkan dengan pendidikan klasik yang mematikan analisis peserta didik
dan jauh dari menggunakan akal dalam prosesnya.

Teologi Mu’tazilah dengan paham Qadariyah yang menyatakan bahwa


manusi bisa berbuat dan apa yang terjadi pada manusia bukanlah takdir semata,
menurut Harun Nasution adalah formula yang pas digunakan sebagai teologi umat
Islam. Dengan berpegang pada teologi tersebut diharapkan timbul dan
berkembang semangat untuk memajukan pendidikan Islam.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an al-Karim
Abduh, Muhammad. 1992. Risalah Tauhid, terj. Firdaus AN. Jakarta: Bulan
Bintang.
Al-Akhdhari, Abdurrahman. t.t. Sullam al-Munawwaraq. Pasuruan: Pustaka
Sidogiri.
Al-Baijuri, Ibrohim. t.t. Hasyiyah al-Sanusiyah. Jedah: Al-Haramain.
Al-Ghalayaini, Musthofa. t.t. Idzotun al-Nasyiin. Surabaya: al-Hidayah.
Al-Munawar, Said Agil Husin. 2005. Teologi Islam Rasional. Jakarta: Ciputat
Press.
Al-Shabuni, Muhammad Ali. t.t. Al-Tibyan Fi Ulum al-Qur’an. Surabaya: Ihya’
al-Kutub al-‘Arabiyah.
Al-Zarnuji. t.t. Ta’lim al-Muata’allim. t.tp.: Maktabah Syaikh Salim ibn Sa’ad
Nabhan.
Dahlan, Ahmad Zaini. t.t. Syarh Mukhtashor Jiddan. t.tp.: t.p..
Daulay, Haidar Putra. 2014. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Halim, Abdul. 2001. Teologi Islam: Apresiasi Terhadap Wacana dan Praksis
Harun Nasution. Jakarta: Ciputat Press.
Husaini, Adian. 2007. Hegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Gema Insani.
Mujtahid. 2011. Reformulasi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Pres.
Nasution, Harun. 1989. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa
Perbandingan. Jakarta: UI Press.
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, Harun. 2005. Teologi Islam Rasional: Apresiasi terhadap Wacana dan
Praktis Harun Nasution. Jakarta: Ciputat Press.
Nasution, Harun. Islam Rasional. Bandung: Mizan.
Nata, Abuddin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2013. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta: Rajawali
Pres.
Nata, Abuddin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo.
Qodir, Zuly. 2007. Islam Liberal Paradigma Baru Wacana dan Aksi Islam
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rozak, Abdul. & Anwar, Rosihon. 2014. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Rusli, Ris’an. 2014. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam. Jakarta:
Rajawali Press.
Siswanto. 2013. Dinamika Pendidikan Islam:Perspektif Histories. Surabaya: Pena
Salsabila.

Suminto, Aqib. 1989. Refleksi Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution.


Jakarta: LSAF.
Watt, William Montgomery. 2001. Fundamentalisme Islam dan Modernitas, terj.
Taufik Adnan Amal. Jakarta: Rajagrafinda Persada.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai