Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

AR-RAZI, AL-GHAZALI dan IBN RUSYD

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hj. Hamdanah, M. Ag

Oleh

CINDY DWI ROHMAH

NIM. 2310160249

PASCASARJANAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


PALANGKA RAYA
PRODI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN 2023 M/1444 H


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat,
taufik, hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat
serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan
kebaikan dan kebenaran di dunia dan di akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran dan
Peradaban Islam, dengan judul “ar-Razi, al-Ghazali dan Ibn Rusyd”. Makalah ini disusun
dengan segala kemampuan dan semaksimal mungkin. Namun, penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.
Maka dari itu kritik dan saran sangat diperlukan terutama dari dosen pengampu mata kuliah yang
penulis harapkan sebagai bahan koreksi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangka Raya, 27 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Daftar isi

Kata Pengantar .............................................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN

A. ar-Razi ................................................................................................................ 3
1. Biografi ar-Razi .............................................................................................. 3
2. Pokok Pemikiran ar-Razi ................................................................................ 4
3. Karya-karya ar-Razi ......................................................................................... 8
B. al-Ghazali ........................................................................................................... 9
1. Biografi al-Ghazali ......................................................................................... 9
2. Pokok Pemikiran al-Ghazali ......................................................................... 12
3. Karya-karya al-Ghazali .................................................................................. 17
C. Ibn Rusyd ......................................................................................................... 19
1. Biografi Ibn Rusyd ....................................................................................... 20
2. Pokok Pemikiran Ibn Rusyd ......................................................................... 21
3. Karya-karya Ibn Rusyd .................................................................................. 27

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ...................................................................................................... 31
B. Saran ................................................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
iv
i
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Filsafat Islam adalah penggabungan dari dua kata yakni Filsafat juga Islam.
Dipandang dari etimologi, filsafat asalnya dari bahasa Yunani, yakni philein
ataupun philos, dan sophia. Kata philein atau pun philos artinya cinta (love), tetapi pada
maknanya secara luas, hasratnya ingin tahu seseorang kepada kebijaksanaannya yakni
kebenaran dan keilmuan. Sementara itu, kata sophia artinya kebijaksanaan (wisdom).
Alhasil, sederhananya, filsafat yaitu mencintai kebijaksanaan (the love of wisdom)1.
Filsafat dan agama dalam sejarah perkembangannya memiliki posisi yang rentan
terhadap kontroversi, dan dapat digolongkan sebagai bidang pemikiran yang paling
problematik. Sejarah panjang dari dua pemikiran di dua kawasan tersebut menunjukan
bahwa sampai saat ini, wilayah pemikiran filsafat dan agama masih menjadi bidang
pemikiran yang “belum selesai” dari kontroversi.2 Filsafat Islam memiliki sejarah yang
cukup panjang dengan problematikanya baik dari dalam tubuh umat Islam sendiri ataupun
dari luar. Filsafat yang berasal dari Yunani sudah pasti menimbulkan penilaian, kecaman
bahkan penolakan dari sebagian kalangan umat Islam3.
Dalam sejarah Islam pada masa klasik sendiri, sudah terjadi perdebatan panjang
antara para filosof dan ulama kalam konservatif. Akar perdebatan yang secara epistemologis
merupakan perbedaan sudut pandang pemikiran. Pada satu sisi, para filosof mendasari setiap
argumen pemikiran berdasarkan akal, sementara pada sisi yang lain, para ulama kalam
konservatif bertolak dari dasar wahyu4. Oleh karenanya filsafat Islam memiliki karakteristik
yang berbeda dengan filsafat manapun di dunia. Lahirnya filsafat didasarkan pada Al-Qur‟an
sebagai sumber dorongan dan sumber informasi. Akan tetapi banyak aspek dan hubungan itu
harus dipahami, dijelaskan dan diuraikan. Jika salah dalam mempertimbangkan, mengatur

1
Wahyu Rinjani1, Haidar Putra Daulay2, Zaini Dahlan. Masuknya Pemikiran Filsafat Ke Dunia Islam. PEMA:
Jurnal Pendidikan dan Pengabdian kepada Masyarakat. Vol. 1, No. 2Tahun 2021| Hal. 60-70
2
Sholikhin, K. M. (2008). Filsafat dan Metafisika dalam Islam. Jakarta: Penerbit Narasi. Hlm 53
3
Muhammad, N., & Al-Faruqi, A. R. H., “Dialektika Filsafat Dalam Sejarah Islam: Pemikiran dan Problematikanya,”
Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy, 3 (2) (2022): 227–50.
4
Muslikhul Ibad , Ahmad Dwi Nur Khalim, “Epistemologi Ibnu Rusyd (Telaah Relasi Wahyu dan Rasio).,” An-Nur:
Jurnal Studi Islam 14 (1) (2022).

1
dan memilih persoalan hal ini tentu akan sering menyebabkan kita salah dalam menilai dan
bertindak.

2. Rumusan Masalah
Bersumber pada pejabaran diatas maka penulis menyimpulkan bahwa rumusan
masalah pada penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana Pokok Pemikiran ar-Razi?
2. Bagaimana Pokok Pemikiran al-Ghazali?
3. Bagaimana Pokok Pemikiran Ibn Rusyd?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Pokok Pemikiran ar-Razi.
2. Untuk mengetahui bagaimana Pokok Pemikiran al-Ghazali.
3. Untuk mengetahui bagaimana Pokok Pemikiran Ibn Rusyd.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ar-Razi
Salah satu filsuf muslim yang pemikirannya berpengaruh besar bagi kemajuan ilmu
pengetahuan ialah ar-Razi. Sebagaimana al-Kindi dan al-Farabi, ar-Razi merupakan seorang
pemikir, filsuf, cendekiawan, dokter, kimiawan, dan pemikir yang bebas. Bahkan publik
menjulukinya sebagai Perintis Kedokteran Islam lantaran kiprahnya di bidang ilmu
kedokteran5.
1. Biografi ar-Razi
Ar-Razi dengan nama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi yang
merupakan salah seorang pakar sains Iran. Beliau ilmuwan polymath, dokter kimiawan,
filsuf dan tokoh penting dalam sejarah kedokteran6. Ar-Razi termasuk seorang filsuf
terkemuka yang muncul setelah al-Kindi. Sang ahli ilmu kedokteran Islam ini berasal dari
Iran. Ia lahir di Rayy, sebuah tempat yang terletak di bagian selatan kota Teheren, Iran.
Adapun tanggal kelahirannya jatuh pada hari pertama bulan Sya‟ban tahun 250 H, yang
bertepatan dengan tahun 864 M.
Konon, kehidupan masa kecil ar-Razi tidaklah begitu baik. Pada masa muda, ia
lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai tukang intan, penukar uang, dan sering
juga sebagai pemain kecapi. Namun ia memutuskan untuk meninggalkan semua
pekerjaannya, terutama sebagai pemain musik untuk kemudian mendalami alkimia. Ar-
Razi mempelajari alkimia hingga usianya mencapai tiga puluh atau empat puluh tahun.
Kemudian ia berhenti mempelajari alkimia, disebabkan eksperimen yang dilakukannya
sendiri yang menyebabkan matanya terserang penyakit.7
Selanjutnya ketika beranjak dewasa, ia mempelajari tentang kedokteran dengan
seorang dokter sekaligus filsuf bernama Ali Ibnu Sahal at-Tabari.8 Selain itu ar-Razi tidak
hanya mempelajari ilmu kedokteran, tetapi juga belajar beberapa disiplin ilmu lainnya. Ia

5
Aizid, R., Para Pelopor Kebangkitan Islam (Yogyakarta: Diva Press, 2018).
6
Muhammad, Y. M. E. Y., & Mirza, F., “Rasionalisme nenurut ar-Razi dan Aristoteles.,” Jurnal Studi Islam dan
Pemikiran Islam 1 (1) (2022): 51–62.
7
Aizid, R., Para Pelopor Kebangkitan Islam.
8
Simangunsong, H. A., “Hasad Perspektif Fakhruddin Ar-Razi Dan Korelasinya Dengan Ilmu Kesehatan” (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Suktan Syarif Kasim Riau, 2020).

3
belajar filsafat kepada Al-Balkhi, seorang pengembara yang ahli filsafat dan ilmu-ilmu
kuno. Selain filsafat, ar-Razi juga mendalami matematika, astronomi, sastra dan kimia.
Dengan mempelajari dan mendalami berbagai disiplin keilmuan tersebut, ia pun tampil
sebagai seorang ilmuwan, filsuf, kimiawan, dokter dan sastrawan.
Masa kejayaan ar-Razi ialah ketika ia diangkat menjadi pemimpin rumah sakit di
Rayy. Pada waktu itu Gubernur Manshur bin Ishaq bin Ahmad bin As‟ad begitu terpukau
dengan keahlian ar-Razi dalam bidang kedokteran. Lantaran tidak satupun dokter yang
mampu mengungguli kemahiran ar-Razi pada saat utu, sehingga sang Gubernur pun
langsung mengangkat ar-Razi sebagai pemimpin rumah sakit selama enam tahun. Ar-
Razi tidak hanya berjaya di Rayy, tetapi juga di Bagdhad. Konon, setelah menyelesaikan
jabatannya sebagai pemimpin rumah sakit di Rayy, ia hjrah ke Bagdhad. Di Bagdhad,
Khalifah al-uktafi meminta ar-Razi untuk memimpin lembaga ilmiah dan rumah sakit
Maristan. Maka, kia meroketlah prestasi dan karir ar-Razi di bidang kedokteran.
Ar-Razi meninggal pada tanggal 5 Sya‟ban tahun 313 H atau bertepatan dengan 2
Oktober 925 M. Penyebab kematiannya ialah usianya yang memang sudah lanjut, dan
penyakit yang dideritanya. Sebenarnya, banyak dokter yang menawarinya untuk berobat,
tetapi ia menolak, karena ia merasa bahwa hidupnya sudah tidak lama lagi. 9
2. Pokok Pemikiran ar-Razi
Meskipun ar-Razi lebih terkenal sebagai ahli kimia dan kedokteran, tetapi
pemikiran filsafatnya juga patut mendapat perhatian. Filsafat ar-Razi turut mewarnai
perkembangan keilmuwan Islam. Pada pembahasan ini, pembahasan akan lebih
difokuskan pada pemikiran filsafatnya. Di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Logika
Seperti diketahui, logika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat. Berbicara logika
berati berbicara secara filsafat. Dalam masalah logika ar-Razi tergolong sebagai filsuf
atau pemikir yang rasionalis. Orang yang rasionalis adalah orang yang sangat percaya
kepada akal sebagai sumber utama pengetahuan.10 Efek dari pandangannya yang
rasionalis tersebut, ar-Razi selalu mengingatkan kepada muridnya agar tidak

9
Aizid, R., Para Pelopor Kebangkitan Islam.
10
Gaarder, J, Dunia Sophie: sebuah novel filsafat. (Mizan Pustaka., 2006).

4
melecehkan peran dan fungsi akal. Menurutnya, akal adalah alat penentu, pusat
pengendali, dan perintah kepada manusia menuju kebaikan.11
b. Metafisika
Pemikiran metafisika ar-Razi berbeda dengan pemikiran metafisika al-Kindi
maupun al-Farabi. Apabila keduanya menerima pemikiran metafisika Aristoteles maka
ar-Razi menolaknya. Ar-Razi ialah seorang non-konformis terbesar dalam sejarah
Islam yang menolak metafisika Aristoteles. Ar-Razi sependapat dengan kaum Gnostik
yang menyatakan bahwa penciptaan sebagai karya demiurge. Terlepas dari
penolakannya terhadap metafisika Aristoteles, ar-Razi dalam bidang metafisika
terkenal dengan sebuah teori “lima yang kekal” (al-khamsah al-qudama).
Teori “lima yang kekal” (al-khamsah al-qudama) berisi pembahasan tentang
lima hal penting yang sering menjadi perdebatan dalam dunia filsafat, yakni Tuhan,
jiwa universal, materi pertama, ruang absolut dan zaman absolut.kelima hal tersebut
menurut ar-Razi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu ada yang hidup dan aktif (Tuhan
dan Ruh), ada yang tidak hidup dan pasif (materi), dan dua lainnya tidak hidup, tidak
aktif dan tidak pula pasif (ruang dan masa).
1) Perihal Tuhan atau Allah Swt.
Dalam pandangan ar-Razi tentang lima hal yang kekal. Tuhan bersifat hidup
dan aktif dengan sifat independen. Artinya, sifat Tuhan ialah mandiri dan
sempurna. Sebagai implikasinya, keseluruhan kehidupan berasal dari-Nya
sebagaimana sinar yang datang dari matahari. Tuhan mempunyai kepandaian yang
sempurna dan murni. Dia-lah Dzat yang Maha Pencipta dan pengatur seluruh alam.
Ar-Razi berkeyakinan bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan bukan
dari tidak ada (creatio ex nihilo) seperti yang diyakini para filsuf Yunani,
melainkan dari bahan yang telah ada. Dalam hal lain ia sepakat dengan al-Farabi
dan Al-Kindi bahwa alam itu baru (tidak qadim). Menurut ar-Razi, alam semesta
tidak qadim meskipun materi asalnya qadim, sebab arti penciptaan di sini dalam arti
disusun dari bahan yang telah ada.12

11
Aizid, R., Para Pelopor Kebangkitan Islam.
12
Aizid, R.

5
Jadi Allah adalah Maha Pencipta dan Pengatur seluruh alam ini. Alam
diciptakan Allah bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada. Karena itu,
alam semestinya tidak kekal, sekalipun materi pertama kekal, sebab penciptaan di
sini dalam arti di susun dari bahan yang telah ada.13
2) Perihal Ruh
Ar-Razi percaya bahwa selain Tuhan, ada sesuatu lain yang juga kekal.
Dalam doktrin lima yang kekal, sesuatu yang oleh ar-Razi dianggap kekal, selain
Tuhan ialah ruh. Menurutnya ruh bersifat sebagaimana Tuhan, yaitu hidup dan
aktif. An-nafs al-kulliyah begitu bahasa ar-Razi tidaklah berbentuk. Akan tetapi, ruh
atau an-nafs al-kullliyyah ini mempunyai naluri untuk bersatu dengan sesuatu yang
lain yang oleh ar-Razi disebut al-hayula zat yang berbentuk sehingga ia bisa
menerima. Ruh pun menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta,
termasuk manusia. Dan Allah Swt secara khusus menciptakan ruh untuk menempati
benda-benda alam dan manusia.14
3) Materi Pertama
Sesuatu yang kekal ketiga, dalam pandangan ar-Razi ialah materi pertama.
Sifat dari materi pertama berbeda dengan sifat dua materi sebelumnya (Tuhan dan
ruh). Adapun sifat materi pertama ialah tidak hidup dan tidak pasif. Dengan sifat
ini, materi pertama pada mulanya ialah benda yang tidak memiliki ruh. Ia menjadi
substansi kekal yang di dalamnya terdiri atas atom-atom (dzarrat).
Ar-Razi beranggapan bahwa alam berasal dari sesuatu yang ada dan kekal,
yaitu, materi pertama. Ar-Razi pun berargumen untuk membuktikan pernyataannya
dengan mengatakan bahwa semua ciptaan Tuhan melalui susunan-susunan (yang
berproses), dan tidak dalam sekejap yang sangat sederhana dan mudah.15
4) Ruang Absolut
Materi kekal yang keempat disebut ruang absolut. Sifatnya berbeda dari tiga
materi kekal sebelumnya. Sifat ruang absolut ialah tidak aktif, dan tidak pula pasif.
Munculnya materi kekal keempat ini dilatarbelakangi oleh materi kekal yang

13
Hmabali., “Pemikiran Metafisika, Moral dan Kenabian dalam Pandangan Ar-Razi.,” Subtantia: Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin. 12 (2) (2010): 375.
14
Aizid, R., Para Pelopor Kebangkitan Islam.
15
Aizid, R.

6
ketiga. Ar-Razi memandang bahwa materi yang kekal membutuhkan ruang yang
kekal pula sebagai “tempat” yang sesuai. Ar-Razi membagi ruang absolut menjadi
dua kategori, yakni ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Sifat dari ruang
partikular adalah terbatas mengikuti keterbatasan maujud yang menempatinya.
Sementara itu, ruang universal tidak terbatas, dan tidak pula terkait pada maujud.
5) Zaman Absolut
Materi kekal yang terakhir atau kelima ialah zaman absolut. Sifatnya sebagaimana
ruang absolut, yaitu tidak aktif dan tidak pula pasif. Zaman absolut ini juga dibagi
menjadi dua kategori, yakni al-waqt dan ad-dahr. Al-waqt bersifat relatif/ terbatas,
sementara ad-dahr bersifat universal. Sifat dari ad-dahr ialah tidak terikat pada
gerakan alam semesta, falak atau benda-benda angkasa raya.
c. Kenabian
Filsafat ar-Razi yang berikutnya ialah tentang kenabian atau teologi. Menurut
ar-Razi para nabi tidaklah berhak mengklaim dirinya sebagai seorang yang memiliki
keistimewaan khusus. Sebab menurut ar-Razi semua manusia memiliki kedudukan
yang sama di hadapan tuhan. Karena itulah seharusnya tdak ada perbedaan khusus
antara satu orang (nabi) dengan orang lain (manusia kebanyakan).
Pemikiran ar-Razi tersebut menyebabkannya mengkritik keras kitab Injil dan
al-Qur‟an. Lebih ekstrem lagi, ia menolak al-ur‟an sebagai mukjizat Rasulullah Saw.,
baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Ia berpandangan bahwa sangat mungkin
ada orang yang mampu menulis kitab yang lebih baik dengan gaya dan bahasa yang
lebih indah. Meskipun ia menolak nabi dan wahyu, tetapi ia tetap seorang beragama
karena ia percaya adanya Allah Swt.
Pandangan ar-Razi itulah yang menyebabkan al-Farabi geram sehingga
berusaha keras untuk membantah pandangan tersebut. Dan al-Farabi dengan teori
kenabiannya berhasil meruntuhkan pandangan kenabian ar-Razi yang mengingkari
kenabian. Demikian juga dengan ajaran atau pemikiran ar-Razi itu tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Sebab Islam sudah jelas mengatakan bahwa nabi ialah orang yang
istimewa, yang menerima wahyu langsung dari Allah Swt. Dan Islam juga
menjelaskan bahwa tidak akan ada satupun orang yang mampu membuat tulisan lebih

7
indah dai pada al-Qur‟an. Bahkan Allah menantang manusia untuk menciptakan karya
yang semisal atau melebihi al-Qur‟an.
d. Moral
Filsafat moral ar-Razi hanya terdapat pada karyanya Al-Tib Al-Ruhani dan Al-
Sirat Al-Falsafiyah. Karya kedua ini merupakan suatu pembenaran dari kehidupannya
dari sudut pandang filsafat, sebab ia dicela oleh beberapa orang disebabkan oleh
karena ia tidak sebagaimana gurunya yaitu Socrates. Ia berpendapat bahwa seorang
filsof harus moderst, tidak menyendiri dan tidak mengikuti hawa nafsu.
Moral dalam pandangan filsafat ar-Razi adalah tidak memandang cinta secara
berlebihan dan berusaha untuk menjauhi diri dari hawa nafsu. Dan ia juga membatasi
diri dalam kemegahan dan lengah karena hal itu menghalangi orang yang sedang
belajar dan bekerja lebih baik.16
3. Karya-karya ar-Razi
Syarif dalam Suresman (2022: 9) mengemukakan buku-buku karya ar-Razi yang
diproduksi oleh Al-Nadim sebanyak 118 buku, 19 surat, 4 buku, 6 surat, dan satu
makalah, jumlh seluruhnya 148 buah. Buku-buku tersebut dikelompokkan sebagai
berikut:
a) Ilmu kedokteran (buku ke 1-56)
b) Ilmu fisika (buku 57-89)
c) Logika (buku 90-96)
d) Matematika dan astronomi (buku 97-106)
e) Komentar, ringkasan dan ikhtisar (107-113)
f) Filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis (114-130)
g) Metafisika (131-136)
h) Teologi (137-150)
i) Alkimia (151-172)
j) Ateisme (173-174)
k) Campuran 175-184

16
Suresman E., Filsafat Islam. (Bandung: UPI Press., 2022).

8
Syarif dalam Suresman (2022: 9) juga mengemukakan mengenai buku-buku
filsafat karya ar-Razi adalah sebagai berikut:

1) At-Tibb al-Ruhani (British Museum, Add, Or. 25758; Vat. Ar. 182 Kairo 2241 Tas).
2) Al-Shirat Al-Falsafiyyah (Brith, Mus. Add. Or. 7473).
3) Amarat Iqbal al-Daulah (Raghib 1463, ff. 98a-99b, Istanbul)
4) Kitab Al-Ladzdzah
5) Kitab Al-Ilm Al-Ilahi
6) Maqolah Fi Ma Ba’da Al-Tabi’ah
7) Rigkasan pendapat ar-Razi mengenai kenabian (Vol. V, Fasc. Roma 1936)
8) Al-Syukuk ‘Ala Proclus
B. al-Ghazali
1. Biografi al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ta‟us Ath-Thusi as-Syafi‟i al-Ghazali. Secara singkat dipanggil al-
Ghazali atau Abu Hamid al-Ghazali. Dan mendapat gelar imam besar Abu Hamid al-
Ghazali Hujatul Islam. Namanya kadang diucapkan Ghazzali (dua z), artinya tukang
pintal benang, karena pekerjaan ayah beliau adalah tukang pintal benang wol. Sedang
yang lazim ialah Ghazali (satu z), diambil dari kata Ghazalah nama kampung
kelahirannya. Beliau lahir di Thus, Khurasan, Iran, dekat Masyhad sekarang, pada tahun
450 H/1058 M. Beliau dan saudaranya, Ahmad, ditinggal yatim pada usia dini.
Pendidikannya dimulai di Thus. Lalu, al-Ghazali pergi ke Jurjan.Dan sesudah satu
periode lebih lanjut di Thus, beliau ke Naisabur, tempat beliau menjadi murid al-Juwaini
Imam al-Haramain hingga meninggalnya yang terakhir pada tahun 478 H/1085 M.
Beberapa guru lain juga disebutkan, tapi kebanyakan tidak jelas. Yang terkenal adalah
Abu Ali al-Farmadhi.17
Al-Ghazali adalah ahli pikir ulung Islam yang menyandang gelar “Pembela Islam”
(Hujjatul Islam), “Hiasan Agama” (Zainuddin), “Samudra yang Menghanyutkan”
(Bahrun Mughriq), dan lain-lain. Riwayat hidup dan pendapat-pendapat beliau telah
banyak diungkap dan dikaji oleh para pengarang baik dalam bahasa Arab, bahasa Inggris

17
Mulham, M. N. A., “Konsep Etika dalam Konsumsi Menurut Imam Al-Ghazali” (Doctoral dissertation, IAIN
Parepare, 2022).

9
maupun bahasa dunia lainnya, termasuk bahasa Indonesia. Hal itu sudah selayaknya bagi
para pemikir generasi sesudahnya dapat mengkaji hasil pemikiran orang-orang terdahulu
sehingga dapat ditemukan dan dikembangkan pemikiran-pemikiran baru.18
Dalam pengantar Ihya‟ Ulumuddin disebutkan bahwa : “Pada abad ke 5 H lahirlah
beberapa ilmu dari pemikir Islam, yaitu Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad al- Ghazali.” Sebelum meninggal ayah al-Ghazali berwasiat
kepada seorang ahli tasawuf temannya, supaya mengasuh dan mendidik al-Ghazali dan
adiknya Ahmad. Setelah ayahnya meninggal, maka hiduplah al-Ghazali di bawah asuhan
ahli tasawuf itu. Harta pusaka yang diterimanya sedikit sekali. Ayahnya seorang miskin
yang jujur, hidup dari usaha sendiri bertenun kain bulu (wol), disamping itu, selalu
mengunjungi rumah para alim ulama, memetik ilmu pengetahuan, berbuat jasa dan
memberi bantuan kepada mereka. Apabila mendengar uraian para ulama itu maka ayah
al-Ghazali menangis tersedu-sedu seraya memohon kepada Allah SWT kiranya beliau
dianugerahi seorang putra yang pandai dan berilmu.19
Pada masa kecilnya al-Ghazali mempelajari ilmu Fiqh di negerinya sendiri pada
Syeh Ahmad bin Muhammad ar-Razikani. Kemudian pergi ke negeri Jurjan dan belajar
pada Imam Ali Nasar al-Ismaili. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negeri tersebut,
berangkatlah al-Ghazali ke negeri Nisapur dan belajar pada Imam al-Haramain.
Disanalah mulai kelihatan tanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat
menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu, seperti ilmu Mantik
(logika), Filsafat dan Fiqh Mazhab Syafi‟i. Setelah Imam al-Haramain wafat, lalu al-
Ghazali berangkat ke al- Askar mengunjungi menteri Nizamul Mulk dari pemerintahan
Dinasti Saljuk. Beliau disambut dengan kehormatan sebagai seorang ulama besar.
Kemudian dipertemukan dengan para alim ulama dan pemuka-pemuka ilmu pengetahuan.
Semuanya mengakui akan ketinggian dan keahlian al-Ghazali.20
Pada tahun 484 H/1091 M, beliau diutus oleh Nizamul Mulk untuk menjadi guru
besar di madrasah Nizhamiyah, yang didirikan di Baghdad. Beliau menjadi salah satu
orang yang terkenal di Baghdad, dan selama empat tahun beliau memberi kuliah kepada

18
Zaini, A., “Pemikiran Tasawuf Imam Al-Ghazali,” Esoterik: Jurnal Akhlak dan Tasawuf 2 (1) (2016): 150.
19
Anhar, H, “Interaksi Edukatif Menurut Pemikiran Al-Ghazali” 13 (1) (2013): 28–41.
20
Kurnanto, M. E., “Pendidikan Dalam Pemikiran Al-Ghazali.,” Jurnal Khatulistiwa-Journal Of Islamic Studies 1 (2)
(2011).

10
lebih dari 300 mahasiswa. Pada saat yang sama, beliau menekuni kajian Filsafat dengan
penuh semangat lewat bacaan pribadi dan menulis sejumlah buku. Atas prestasinya yang
kian meningkat, pada usia 34 tahun beliau diangkat menjadi pimpinan (rektor)
Universitas Nizhamiyah. Selama menjadi rektor, beliau banyak menulis buku yang
meliputi beberapa bidang Fiqh, Ilmu Kalam dan buku-buku sanggahan terhadap aliran-
aliran Kebatinan, Ismailiyah dan Filsafat. Al-Ghazali telah mengarang sejumlah besar
kitab pada waktu mengajar di Baghdad, seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz dan Al-
Khalasah Fi Ilmil Fiqh. Seperti juga kitab-kitab Al-Munqil Fi Ilmil Jadl, Ma‟khudz Al-
Khilaf, Lubab Al-Nadhar, Tahsin Al-Maakhidz dan Mabadi‟ Wal Ghāyat Fi Fannil
Khilaf. Sekalipun mengarang beliau tidak lupa berpikir dan meneliti hal-hal dibalik
hakikat. Beliau tidak ragu-ragu mengikuti ulama yang benar, yang tidak seorangpun
berpikir mengenai kekokohan kesahannya atau untuk meneliti sumber pengambilannya.
Pada waktu itu beliau juga mempelajari ilmu-ilmu yang lain.21
Hanya 4 tahun al-Ghazali menjadi rektor di Universitas Nizhamiyah. Setelah itu
beliau mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguan yang meliputi akidah dan semua
jenis ma‟rifat. Secara diam-diam beliau meninggalkan Baghdad menuju Syam, agar tidak
ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa (khalifah) maupun sahabat dosen
seuniversitasnya. Al-Ghazali berdalih akan pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah
haji. Dengan demikian, amanlah dari tuduhan bahwakepergiannya untuk mencari pangkat
yang lebih tinggi di Syam. Pekerjaanmengajar ditinggalkan dan mulailah beliau hidup
jauh dari lingkunganmanusia, zuhud yang beliau tempuh. Pada tahun 488 H, beliau
mengisolasi diri di Makkah lalu ke Damaskus untuk beribadah dan menjalani kehidupan
sufi. Beliaumenghabiskan waktunya untuk khalwat, ibadah dan i‟tikaf di sebuah masjid
diDamaskus. Berzikir sepanjang hari di menara. Untuk melanjutkan taqarubnyakepada
Allah SWT beliau pindah ke Baitul Maqdis. Dari sinilah beliautergerak hatinya untuk
memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjalankanibadah haji. Dengan segera beliau
pergi ke Makkah, Madinah dan setelahziarah ke makam Rasulullah SAW dan nabi
Ibrahim A.S., ditinggalkanlahkedua kota tersebut dan menuju ke Hijaz. Dari Bait Al-
Haram, al-Ghazali menuju ke Damsyik. Al-Maqrizi, dalam Al-Muqaffa, mengatakan:
Ketika di Damsyik, al-Ghazali beri‟tikad di sudut menara masjid Al-Umawi dengan

21
Atabik, A, “Telaah Pemikiran al-Ghazali Tentang Filsafat,” Fikrah 2 (1) (2014).

11
memakai baju jelek. Di sini beliau mengurangi makan,minum, pergaulan dan mulai
menyusun kitab Ihya‟ Ulumuddin. Al-Ghazaliputar-putar untuk berziarah ke makam-
makam para syuhada‟ dan masjidmasjid.Beliau mengolah diri untuk selalu bermujahadah
danmenundukkannya untuk selalu beribadah hingga kesukaran-kesukaran
yangdihadapinya menjadi persoalan biasa dan mudah.22
Setelah mengabdikan diri untuk ilmu pengetahuan berpuluh-puluhtahun dan
setelah memperoleh kebenaran yang hakiki pada akhir hidupnya,beliau meninggalkan
dunia di Thus pada 14 Jumadil Akhir 505 H/19Desember 1111 M, dihadapan adiknya,
Abu Ahmadi Mujidduddin. Beliaumeninggalkan tiga orang anak perempuan sedang anak
laki-lakinya yangbernama Hamid telah meninggal dunia semenjak kecil sebelum
wafatnya (al-Ghazali), karena itulah beliau diberi gelar “Abu Hamid” (Bapak si
Hamid).23
2. Pokok Pikiran al-Ghazali
Al-Ghazali merupakan sosok pemikir muslim yang cukup cemerlang. Dia telah
memberikan andil yang besar dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam. Dia adalah
tokoh yang berhasil mendamaikan antara fiqh dan tasawuf, sehingga ketegangan antara
fuqaha dan sufi dapat diredakan. Disamping itu al-Ghazali juga mampu menciptakan
satu sintesa baru diantara kutub kesadaran keagamaan yakni kaum sufi yang berlebihan
dan para teolog, yang kering dan melangit, dengan membangun kembali struktur
keagamaan ortodoks atas dasar pengalaman pribadi.7 Beberapa pemikiran al-Ghazali
yaitu:
a. Pemikiran al-Ghazali tentang Filsafat
Dalam bukunya Thahafut al-Falasifah dan al-Mundqiz min ad-Dlalal, al-
Ghazali menentang filosof-filosof Islam, yang dibagi menjadi 20 bagian, antara lain:
1) Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini azali
2) Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini kekal
3) Menjelaskan keragu-raguan mereka bahwa Allah Pencipta alam semesta dan
sesungguhnya alam ini diciptakan-Nya

22
Atabik, A.
23
M. Amin Abdullah, “Antara al-Ghazali dan Kant : Filsafat Etika Islam,” 1 (Bandung: Mizan, 2012), 29.

12
4) Menjelaskan kelemahan mereka dalam menetapkan dalil bahwa mustahil adanya
dua Tuhan
5) Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mempunyai sifat
6) Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak terbagi ke dalam al-jins dan
alfashl
7) Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah mempunyai substansi basith (simple)
dan tidak mempunyai mahiyah (hakikat)
8) Menjelaskan kelemahan pendapat mereka bahwa Allah mengetahui yang selain-
Nya
9) Menjelaskan pernyataan mereka tentang al-dhar (kekal dalam arti tidak bermula
dan tidak berakhir)
10) Menjelaskan kelemahan pendapat mereka bahwa Allah mengetahui yang selain-
Nya
11) Menjelaskan kelemahan pendapat mereka dalam membuktikan bahwa Allah
hanya mengetahui zat-Nya
12) Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mengetahui juz‟iyyat
13) Menjelaskan pendapat mereka bahwa planet-planet adalah hewan yang bergerak
dengan kemauan-Nya
14) Membatalkan apa yang mereka sebutkan tentang tujuan penggerak dari planet-
planet
15) Membatalkan pendapat mereka bahwa planet-planet mengetahui semua yang
juz‟iyyat
16) Membatalkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa mustahil terjadinya
sesuatu di luar hukum alam
17) Menjelaskan pendapat mereka bahwa roh manusia adalah jauhar (substansi) yang
berdiri sendiri tidak mempunyai tubuh
18) Menjelaskan pendapat mereka yang menyatakan tentang mustahilnya fana
(lenyap) jiwa manusia

13
19) Membatalkan pendapat mereka yang menyatakan bahwa tubuh tidak akan
dibangkitkan dan yang akan menerima kesenangan dalam surga dan kepedihan
dalam nereka hanya roh.24
b. Pemikiran Tasawuf al-Ghazali
1) Jalan (at-Thariq)
Menurut al-Ghazali, ada beberapa jenjang (maqamat) yang harus dilalui
oleh seorang calon sufi. Pertama, tobat. Hal ini mencakup tiga hal: ilmu, sikap,
dan tindakan. Kedua, sabar. Al-Ghazali menyebutkan ada tiga daya dalam jiwa
manusia, yaitu daya nalar, daya yang melahirkan dorongan untuk berbuat baik,
dan daya yang melahirkan dorongan berbuat jahat.Jika daya jiwa yang melahirkan
dorongan berbuat baik dapat mempengaruhi daya yang melahirkan perbuatan
jahat, maka seseorang sudah dapat dikategorikan sabar. Ketiga, kefakiran. Yaitu
berusaha untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang diperlukan. Maksudnya,
meskipun calon sufi itu sedang memerlukan sesuatu, seperti makanan, namun
makanan yang diberikan kepadanya harus diteliti dengan seksama apakah halal,
haram, atau syubhat (diragukan halal atau haramnya). Kelima, tawakal. Menurut
al-Ghazali, sikap tawakal lahir dari keyakinan yang teguh akan kemahakuasaan
Allah. Sebagai pencipta, Dia berkuasa melakukan apa saja terhadap manusia.
Walaupun demikian, harus pula diyakini bahwa Dia juga Maha Rahman, Maha
pengasih, tak pilih kasih kepada makhluknya. Karena itu, manusia seharusnya
berserah diri kepada Tuhannya dengan sepenuh hati.
2) Ma’rifah
Menurut al-Ghazali sarana ma‟rifat seorang sufi adalah kalbu, bukannya
perasaan dan bukan pula akal budi. Kalbu menurutnya bukanlah bagian tubuh
yang dikenal terletak pada bagian tubuh yang dikenal terletak pada bagian kiri
dada seorang manusia, tapi adalah percikan rohaniah ke-Tuhan-an yang
merupakan hakikat realitas manusia, namun akal-budi belum mampu memahami
perkaitan antara keduanya. Kalbu menurut al-Ghazali bagaikan cermin. Sementara
ilmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jelasnya jika

24
Mubarak, S., “Riwayat Hidup Dan Pemikiran Al-Ghazali Dan Ibnu Maskawaih,” QISTHOSIA: Jurnal Syariah dan
Hukum 1 (1) (2020): 50–74.

14
cermin kalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas
ilmu. Menurutnya lagi, yang membuat cermin kalbu tidak bening adalah hawa
nafsu tubuh. Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan
hawa-nafsu itulah yang justru membuat kalbu berlinang dan cemerlang
3) Tingkatan Manusia
Al-Ghazali membagi manusia ke dalam tiga golongan, yaitu sebagai
berikut: Pertama, kaum awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali. Kedua,
kaum pilihan (khawas; elect) yang akalnya tajam dan berfikir secara mendalam.
Ketiga, kaum ahli debat (ahl al-jadl).
Sebagaimana filosof-filosof dan ulama-ulama lain, al-Ghazali dalam hal
ini membagi manusia ke adalam dua golongan besar, awam dan khawas, yang
daya tangkapnya kepada golongan khawas tidak selamanya dapat diberikan
kepada kaum awam. Dan sebaliknya, pengertian kaum awam dan kaum khawas
tentang hal yang sama tidak selamanya sama, tetapi acapkali berbeda, berbeda
menurut daya berfikir masing-masing. Kaum awam membaca apa yang tersurat
dan kaum khawas, sebaliknya, membaca apa yang tersirat.
4) Kebahagiaan
Menurut al-Ghazali jalan menuju kebahagiaan itu adalah ilmu serta amal.
Ia menjelaskan bahwa seandainya anda memandang ke arah ilmu, anda niscaya
melihatnya bagaikan begitu lezat. Sehingga ilmu itu dipelajari karena
kemanfaatannya. Anda pun niscaya mendapatkannya sebagai sarana menuju
akhirat serta kebahagiannya dan juga sebagai jalan mendekatkan diri kepada
Allah.25
c. Pemikiran Pendidikan al-Ghazali
Menurut al-Ghazali, pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah kepada
pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, mengarahkan manusia untuk
mencapai tujuan hidupnya, yaitu berbahagia di dunia dan akherat. Orang yang
mendekatkan diri kepada Allah hanya setelah memperoleh ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan itu sendiri tidak akan dapat diperoleh manusia kecuali melalui
pengajaran.

25
Zaini, A., “Pemikiran Tasawuf Imam Al-Ghazali.”

15
Al-Ghazali menyatakan profesi guru atau pendidik adalah profesi yang paling
mulia dan paling agung dibanding dengan profesi yang lain. Kenapa profesi guru
menjadi profesi yang paling mulia? Karena dengan perantara gurulah seorang murid
bisa berinteraksi dengan pencipta-Nya. Al-Ghazali tidak secara tegas merinci syarat-
syarat seorang guru, hanya saja ia menjelaskan tugas-tugas guru ada banyak, tapi yang
paling penting menurut dia ada delapan, yaitu: 1) menaruh kasih sayang sebagaimana
seorang ayah terhadap anaknya, 2) Ikhlas dalam mengajar, 3) Menasehati muridnya
untuk belajar hal-hal yang konkret terlebih dahulu sebelum belajar hal yang abstrak, 4)
Mencegah peserta didik dari akhlak yang tercela dengan jalan sindiran, 5) Tidak
mencela ilmu yang lain dihadapan peserta didik, seperti guru bahasa merendahkan
ilmu fiqh begitu juga sebaliknya, 6) Mengajarkan peserta didik sesuai dengan
kemampuannya, 7) Tidak mengajarkan hal-hal yang mendetail kepada orang awam,
dan 8) Menjadi teladan bagi murid, maksudnya guru melakukan apa yang dia ucapkan
dan tindakannya tidak berbeda dengan apa yang dia ucapkan.
Di atas sudah diuraikan sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh seorang guru
dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya murid,
sebagaimana halnya guru untuk mencapai tujuan yang diharapkan ada beberapa tugas
dan tanggung jawab yang dipenuhi dan dilaksanakan. Segala hal yang harus dipenuhi
murid dalam proses belajar mengajar tersebut sebagaimana yang diungkapkan al-
Ghazali ada sepuluh, yaitu: 1) Mensucikan hati dari akhlak tercela, 2) Fokus,
maksudnya kosentrasinya tidak terbebani oleh hal-hal lain yang menyebabkan hatinya
terbagi, 3) Patuh dan hormat terhadap gurunya, 4) Memelihara diri dari hal-hal yang
diperselisihkan, 5) mengetahui nilai dan tujuan ilmu yang dipelajari, 6) Belajar secara
bertahap, 7) Tidak bepindah dari satu ilmu ke ilmu yang lain sebelum menguasainya,
8) mengetahui sebab-sebab kemulayaan ilmu, 9) Meniatkan belajar untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan 10) Mengetahui ilmu yang diprioritaskan.26
d. Pemikiran al-Ghazali tentang Filsafat dan tentang Filsof
Dalam fase awal-awal perkembangan intelektualnya, al-Ghazali banyak
berkarya di bidang ilmu-ilmu syariat ketika masih di Baghdad. Namun, setelah itu
dalam kurun dua tahun al-Ghazali memahami filsafat dengan seksama, hampir setahun

26
Sodiq, M. J, “Pemikiran Pendidikan al-Ghazali,” LITERASI: Jurnal Ilmu Pendidikan 7 (12) (2017): 136–52.

16
ia terus merenungkannya, mengulang-ulang kajiannya, dan membiasakan diri
dengannya, di samping meneliti kebohongan dan penyelewengan yang terkandung di
dalamnya. Pada saat itulah al-Ghazali menyingkap pemalsuan dan tipuan-tipuan, serta
membedakan unsur yang benar dan yang cuma khayatan. Dalam al-Munqidz min al-
Dhalal, al-Ghazali memberikan klasifikasi filosof sekaligus memberikan penilaian
(vonis kekafiran) kepada mereka.
Pertama, pengikut ateisme (al-Dahriyyun); kelompok ini merupkan golongan
filosof yang mengingkari Tuhan yang mengatur alam ini dan menentang keberadaan-
Nya. Menurut al-Ghazali mereka itu orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Kedua,
Pengikut faham naturalisme (al-Thabi‟iyyun); mereka merupakan golongan filosof
yang setelah sekian lama meneliti keajaiban hewan dan tumbuh-tumbuhan (alam atau
thabi‟ah) dan menyaksikan tanta-tanda kekuasaan Tuhan, akhirnya mereka mengakui
keberadaan-Nya. Namun karena terlalu banyak meneliti alam, mereka terkesan dengan
dengan watak biologis hewan yang memiliki pengaruh terhadap daya-daya inderawi
mereka. Pada akhirnya mereka berkeyakinan orang yang telah tiada ruhnya tidak akan
kembali. Selain itu mereka juga menentang eksistensi akhirat, surga, neraka, hari
kiamat dan hisab. Ketiga, penganut filsafat Ketuhanan (ilahiyyun); mereka adalah
golongan filosof yang percaya kepada Tuhan, mereka para filosof Yunani seperti
Socrates, Plato dan Aristoteles, serta orangorang yang mengekor pada pemikiran
mereka. Kelompok ilahiyyun ini pada garis besarnya membantah dua kelompok
pertama yaitu dahriyyun dan thabi‟iyyun. Dari pandangan itu al-Ghazali menvonis
kafir, termasuk para filosof Islam yang terinspirasi pandangan-pandangan Aristoteles
seperti Ibnu Sina dan al-Farabi.27

3. Karya-Karya al-Ghazali
Al-Ghazali adalah ulama besar dalam bidang agama. Dia termasuk salah seorang
terpenting dalam sejarah pemikiran agama secara keseluruhan. Salah satu karyanya yang
paling terkenal adalah Ihya Ulumiddin. Ini mencakup hampir semua bidang ilmu Islam:
fikih (yurisprudensi Islam), ilmu kalam (teologi) dan tasawuf. Sempat dikritik oleh

27
Atabik, A, “Telaah Pemikiran al-Ghazali Tentang Filsafat.”

17
ilmuwan atau pemikir muslim, namun buku itu juga memberikan kehati-hatian para
filsafat agar tidak menafikkan ilmu-ilmu tradisional Islam.28
Al-Ghazali telah melahirkan sederet karya yang penting bagi peradaban Islam dan
dunia. Mahakarya berupa kitab-kitab yang legendaris terbagi dalam berbagai bidang
sebagai berikut29:
a. Bidang Teologi
1) Al-Munqidh min al-Dalal (penyelamat dari kesesatan). Kitab ini merupakan sejarah
perkembangan alam pikiran al-Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya terhadap
beberapa macam ilmu serta jalan mencapai Tuhan.
2) Al-Iqtisad fil-I`tiqad (Median in Belief)
3) Al-Ikhtishos fi al-‘itishad
4) Al-Risalah al-Qudsiyyah
5) Kitab al-Arba’in fi ushul ad-Din
6) Mizan al-Amal
7) Ad-Durrah al-Fakhriah fi Kasyf Ulum al-Akhirah
b. Bidang Tasawuf
1) Ihya Ulumuddin, merupakan salah satu masterpiece-nya yang terkenal. Kitab ini
merupakan karyanya yang terbesar. Ditulis selama beberapa tahun, dalam keadaan
berpindah-pindah antara Damaskus, Yerusalem, Hijaz, dan Thus yang berisi
panduan fiqh, tasawuf dan filsafat. Kitabnya ini terdiri dari empat jilid. Meski
dikenal sebagai tasawuf, kitab Ihya‟ sesunggunya kitab yang berisi fiqh dan
tasawuf. Lewat karyanya ini al-Ghazali berusaha memadukan dan mempertemukan
antara fiqh dan tasawuf.
2) Kimiya as-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan)
3) Misykat al-Anwar (Relung Cahaya) kitab ini berisi pembahasan tentang akhlak dan
tasawuf.
4) Minhaj al-Abidin (Jalan bagi orang-orang yang beribadah)
5) Akhlak al-Abras wa an-Najah min al-Asyhar (akhlak orang-orang baik dan
keselamatan dari kejahatan).

28
Syafril, S., “Pemikiran Sufistik Mengenal Biografi Intelektual Imam Al-Ghazali.,” SYAHADAH: Jurnal Ilmu al-Qur’an
dan Keislaman 5 (2) (2017).
29
Simangunsong, H. A., “Hasad Perspektif Fakhruddin Ar-Razi Dan Korelasinya Dengan Ilmu Kesehatan.”

18
6) Al-Washit (Moderatisme)
7) Al-Wajiz (Ringkasan)
8) Az-Zariyah ila Makarim asy-Syari’ah (jalan menuju syariat yang mulia)
c. Bidang Filsafat
1) Maqasid al-Falasifah (Tujuan Filsafat), sebagai karangan yang pertama dan berisi
masalah-masalah filsafat
2) Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Filsafat) buku ini membahas kelemahan-
kelemahan para filsof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibn Rusyd dalam
buku Tahafut al-Tahafut.
d. Bidang Fiqh
1) Al-Mushtasfa min ‘Ilm al-Ushul
2) Al-Mankhul min Ta’liqah al-Ushul
3) Tahzib al-Ushul
e. Bidang Logika
1) Mi’yar al-Ilm
2) Al-Qistas al-Mustaqim
3) Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq
4) Al-Ma’arif al-Aqliyah
5) Asrar Ilmu ad-Din
6) Tarbiyatul Aulad fi Islam
C. Ibn Rusyd
Ibnu Rusyd tumbuh dan besar dalam keluarga yang cinta akan ilmu, tidak heran bila
warisan itu diturunkan kepadanya semenjak kecil. Ibn Rusyd dikenal sebagai penerjemah
yang banyak mengupas naskah-naskah dan pemikiran Aristoteles, namun dengan elegan
telah mampu melepaskan diri dari filsafat murni yang menyesatkan.30 Dalam memahami
pemikiran filosofis Ibn Rusyd dengan benar, seseorang harus mempercayai pusat yang
terpercaya dan akurat, yakni kitab tahfut at-tahafut. Filsafat versi Ibn Rusyd mengarahkan
pemikiran Islam kepada kiblat fundamental yang hakiki dari pemahaman Aristoteles. Ibn
Rusyd, menganggap bahwa Aristoteles ialah seorang filsuf dan pemikir jenius yang hampir
tidak pernah melakukan kesalahan dalam moda pemikirannya selama hidup. Maka, dengan

30
Kasno., Sinkretisme Filsafat dan Agama Menurut Ibnu Rusyd (surabaya: Alpha, 2021).

19
konsep itu, Ibnu Rusyd mengubah konsep tersebut menjadi sebuah state of mind yang ia
gunakan sebagai pisau untuk merumuskan batas dan zona antara rasionalisme dalam filsafat
dan agama.31
1. Biografi Ibn Rusyd
Diantara para filosof Islam, Ibnu Rusyd adalah salah seorang yang paling dikenal
dunia Barat dan Timur. Nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu
Rusyd, lahir di Cordova, Andalus pada tahun 520 H/ 1126 M. sekitar 15 tahun setelah
wafat-nya Abu Hamid al-Ghazali. Ibnu Rusyd dibesarkan dalam suatu keluarga yang
memiliki ilmu pengetahuan dan keteguhan agama. Ayah Ibnu Rusyd yaitu Abul Qasim
Ahmad adalah pernah jadi hakim Cordova, pada zamannya ia sangat terkenal dengan
pengetahuannya di bidang fiqih dan pernah menjadi qadhi al-qudhat (hakim agung) di
Andalusia.
Pengetahuan dalam keluarga ini sudah tumbuh sejak lama yang kemudian
semakin sempurna pada diri Ibnu Rusyd. Karena itu, dengan modal dan kondisi ini ia
dapat mewarisi sepenunya intelektualitas keluarganya dan menguasai berbagai disiplin
ilmu yang ada pada masanya. Tampak di sini bahwa Ibn Rusyd terlahir dari keluarga
ahli-ahli fiqh dan hakim-hakim. Tidak mengherankan jika salah satu karyanya yang
sangat terkenal, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid, merupakan karyanya
dalam bidang fiqhi. Buku ini merupakan suatu studi perbandingan hukum Islam, di
mana di dalamnya diuraikan pendapat Ibn Rusyd dengan mengemukakan pendapat-
pendapat imam-imam fiqh.
Dia juga sebagai seorang dokter dan astronomer. Tapi, posisi ini kurang terkenal
dibanding dengan reputasinya sebagai filosof. Dia dianggap sebagai salah satu dokter
terbesar di zamannya. Menurut Sarton dia adalah orang pertama yang menerangkan
fungsi retina dan orang pertama yang menjelaskan bahwa serangan cacar pertama akan
membuat kekebalan berikutnya pada orang yang bersangkutan.
Pada tahun 1153 M. (548H.) Ibnu Rusyd diminta datang ke Maroko oleh khalifah
Abdul Mu‟min Ibn Tumart (pendiri kerajaan mutawahhidin) dengan maksud untuk
memberi petunjuk dan sumbangan pemikiran kepada sekolah-sekolah dan lembaga-

31
Fatimah, S. M, “Hubungan Filsafat dan Agama Dalam Persepektif Ibnu Rusyd,” . . SALAM: Jurnal Sosial Dan
Budaya Syarl 7 (1) (2020).

20
lembaga keilmuan yang sedang didirikan di sana. Pada tahun 1182 M. Ia dipanggil oleh
khalifah di Maroko untuk menjadi dokter pribadi kerajaan, namun tidak lama kemudian
ia dipulangkan ke Cordoba untuk menjabat hakim agung. Akan tetapi kedudukan
istimewah yang dialami Ibn Rusyd akhirnya berakhir, karena pada tahun 1198 M. Di
masa khalifah Abu Ya‟qub para fuqaha yang mandapat kedudukan istimewa pada diri
khalifah sangat menentang filsafat, maka ilmu filsafat tertindas dan filosof dituduh telah
menjadi kafir serta buku-bukunya dibakar.
Ibnu Rusyd kemudian diasingkan di sebuah kampung Yahudi bernama Alisanah
kurang lebih 50 km sebelah tenggara kota Cordoba. Hidup dalam pengasingan tidak-lah
lama dialami Ibnu Rusyd, hanya kurang lebih satu tahun. Setelah keadaan kondusif,
Khalifah segera mencabut hukumannya dan posisi Ibn Rusyd direhabilitasi kembali.
Tidak lama menikmati semua itu, Ibn Rusyd wafat pada 1198 M./ 595 H. Di Marakesh
dan usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan
hijriyah.32
2. Pokok Pikiran Ibn Rusyd
Salah satu filsof muslim yang berusaha mengintegrasikan agama dan filsfat adalah
Ibnu Rusyd. Beliau merupkan orang yang sangat mencintai ilmu sejak kecil. Bahkan
suatu hal yang sangat mengaggumkan bahwa hampir seluruh hidupnya ia pergunakan
untuk belajar dan membaca. Karya-karya yang dibuat Ibnu Rusyd hampir di semua
bidang ilmu. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa agama dan filsafat sebenarnya tidak
bertentangan dan tidak perlu diperselisihkan. Dan pembelaan terhadap filsafat tidak
ditujukan untuk memisahkan masyarakat dari agama, tetapi untuk menyelaraskan atau
mensinergikan keduanya. Alasan munculnya kesan bahwa agama adalah lawan dari
filsafat adalah karena kesalahpahaman tentang agama dan filsafat itu sendiri.33
Sebagai komentator Aristoteles tidak mengherankan jika pemikiran Ibnu
Rusyd sangat dipengaruhi oleh filosof Yunani kuno. Ibnu Rusyd menghabiskan
waktunya untuk membuat syarah atau komentar atas karya-karya Aristoteles, dan
berusaha mengembalikan pemikiran Aristoteles dalam bentuk aslinya. Namun

32
Hamkah, Z., “Ibnu Rusyd:(Pembelaan Terhadap Para Filosof).,” Ash-Shahabah: Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam
4 (1) (2018): 49–54.
33
Ngazizah, D., & Mawardi, K., “Integrasi Filsafat dan Agama dalam Perspektif Ibnu Rusyd,” Jurnal Ilmiah Mandala
Education 8 (1) (2022).

21
demikian, walaupun Ibnu Rusyd sangat mengagumi Aristoteles bukan berarti dalam
berfilsafat ia selalu mengekor dan menjiplak filsafat Aristoteles. Ibnu Rusyd juga
memiliki pandangan tersendiri dalam tema-tema filsafat yang menjadikannya sebagai
filosof Muslim besar dan terkenal pada masa klasik hingga sekarang.
a. Pemikiran Epistemologi Ibn Rusyd
Dalam kitabnya Fash al Maqal ini, ibn Rusyd berpandangan bahwa
mempelajari filsafat bisa dihukumi wajib. Dengan dasar argumentasi bahwa
filsafat tak ubahnya mempelajari hal-hal yang wujud yang lantas orang berusaha
menarik pelajaran/ hikmah/ ‟ibrah darinya, sebagai sarana pembuktian akan adanya
Tuhan Sang Maha Pencipta. Semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang
maujud atau tentang ciptaan Tuhan , maka semakin sempurnalah iabisa mendekati
pengetahuan tentang adanya Tuhan. Ibn Rusyd berpendapat ada 3 macam cara
manusia dalam memperoleh pengetahuan yakni; 1) Lewat metode al-Khatabiyyah
(Retorika). 2) lewat metode al-Jadaliyyah (dialektika). 3) Lewat metode al-
Burhaniyyah (demonstratif).
Pertama, Metode Khatabi digunakan oleh mereka yang sama sekali tidak
termasuk ahli takwil , yaitu orang-orang yang berfikir retorik, yang merupakan
mayoritas manusia. Sebab tidak ada seorangpun yang berakal sehat kecuali dari
kelompok manusia dengan kriteria pembuktian semacam ini (khatabi). Kedua,
Metode Jadali dipergunakan oleh mereka yang termasuk ahli dalam melakukan
ta‟wil dialektika. Mereka itu secara alamiyah atau tradisi mampu berfikir secara
dialektik. Ketiga, Metode Burhani dipergunakan oleh mereka yang termasuk ahli
dalam melakukan ta‟wil yaqini. Mereka itu secara alamiah mampu karena
latihan, yakni latihan filsafat, sehingga mampu berfikir secara demonstratif. Ta‟wil
yang dilakukan dengan metode Burhani sangat tidak layak untuk diajarkan atau
disebarkan kepada mereka yang berfikir dialektik terlebih orang-orang yang
berfikir retorik. Sebab jika metode ta‟wil burhani diberikan kepada mereka justru
bisa menjerumuskan kepada kekafiran. Penyebabnya dalah karena tujuan ta‟wil itu
tak lain adalah membatalkan pemahaman lahiriyah dan menetapkan pemahaman
secara interpretatif.

22
b. Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, Ibn Rusyd berpendapat bahwa Allah adalah
Penggerak Pertama (muharrik al-awwal). Sifat posistif yang dapat diberikan kepada
Allah ialah ”Akal”, dan ”Maqqul”. Wujud Allah ia;ah Esa-Nya. Wujud dan ke-Esa-
an tidak berbeda dari zat-Nya.9 Konsepsi Ibn Rusyd tentang ketuhanan jelas sekali
merupakan pengaruh Aristoteles, Plotinus, Al-Farabi, dan Ibn Sina, disamping
keyakinan agama Islam yang dipeluknya. Mensifati Tuhan dengan ”Esa” merupakan
ajaran Islam, tetapi menamakan Tuhan sebagai penggerak pertama, tidak pernah
dijumpai dalam pemahaman Islam sebelumnya, hanya di jumpai dalam filsafat
Aristoteles dan Plotinus, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.34
c. Pemikiran dalam Bidang Kedokteran
Sedangkan dalam ilmu kedokteran ia belajar kepada Abû Marwân ibn Juraiwil
al-Balansî dan Abû Ja„far ibn Harûn al-Tarajjalî, seorang dokter resmi bagi Abû
Ya„qûb Yûsuf saat menjabat sebagai gubernur di Seville.6 Tampaknya hal itu tidak
menjadi masalah karena pada umumnya para filsuf Muslim adalah orang-orang yang
mendalami berbagai bidang ilmu pengetahuan, khususnya kedokteran, seperti yang
ada pada diri Ibn Sina.
Dalam bidang kedokteran Ibn Rusyd menulis sebuah buku berjudul Al-Kulliyat
fî al-Thibb yang di Eropa dikenal terjemahannnya dengan judul De Colliget. Di dalam
buku itu ia mengemukakan pandangan-pangannya tentang masalah kedokteran dengan
bahasa yang mudah dipahami, sebagaimana ia mengemukakan pandangan-
pandangannya dalam bidang fiqih. Karena keahliannya dalam bidang kedokteran itu
maka khalifah Abu Ya‟qub Yusuf mengangkatnya menjadi dokter istana, sebagaimana
ia ditempatkan sebagai ulama terkemuka dalam bidang fiqh di antara ulama-ulama
Andalusia.
Ibn Rusyd mempelajari kedokteran secara menyeluruh, hal itu tercermin dari
judul buku al-kulliyyat yang berarti universalitas. Artinya, dalam buku tersebut ia
merinci segala macam penyakit secara umum, tanpa membaginya menjadi bagian-
bagian yang khusus atau spesialis. Ia juga bersahabat dengan Ibn Zuhr, salah seorang
dokter terkemuka saat itu. Ibn Rusyd meminta agar Ibn Zuhr mau menyususn buku

34
Faturohman, F., “Ibnu Rusd dan Pemikirannya,” Tsarwah 1 (1) (2016): 109–22.

23
yang membahas masalah-masalah kedokteran secara terinci. Maka jika kedua buku
karya Ibn Rusyd dan karya Ibn Zuhr itu dipadukan akan menjadi buku yang memuat
seluruh bidang ilmu kedokteran.
Buku dalam bidang kedokteran yang ditulis oleh Ibn Zuhr itu berjudul “Al-
Taysîr” (yang memudahkan dan memerinci). Perpaduan di antara kedua buku tersebut
menjadikan pembahasan mengenai bidang kedokteran semakin lengkap. Dengan kata
lain, jika orang telah membaca buku itu maka ia sudah dapat memahami secara
gamblang persoalan penyakit dan pengobatannya. Para sejarawan berpendapat bahwa
buku tersebut sangat masyhur, sebagaimana Al-Maqarri menyebutkan bahwa kitab Al-
Taysîr adalah satu di antara buku-buku dalam bidang kedokteran yang sangat dikenal
di Eropa.
Ibn Rusyd tidak memisahkan kedokteran dari bidang filsafat, karena pada
zaman itu semua ilmu merupakan bagian dari filsafat, yang mengkaji keseluruhan
tentang wujud. Para ilmuwan adalah filsuf, demikian para dokter adalah filsuf. Karena
itu filsafat sangat berpengaruh pada kedokteran zaman itu. Bagi Ibn Rusyd seorang
dokter tidak cukup hanya berkompetensi memberikan terapi bagi pasien dengan
pengobatan, melainkan ia harus mengetahui tanda-tanda, pandai membaca fenomena.
Di dalam bukunya Al-Kulliyyat, Ibn Rusyd meneyebut ilmu kedokteran itu sebagai
ilmu aktif yang membahas prinsip-prinsi pemeliharaan kesehatan fisik dan cara-cara
pencegahan penyakit. Ilmu ini bertujuan bukan untuk menyembuhkan, melainkan
untuk menunjukkan apa yang harus dilakukan secara tepat untuk mengatasi masalah
penyakit itu, kualitasnya bagaimana dan kuantitasnya seberapa, serta bagaimana reaksi
yang timbul setelahnya.35
d. Pemikiran di Bidang Teologi
Telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwa Ibn Rusyd adalah sosok
pemikir yang menguasai banyak bidang, yang antara satu bidang dengan lainnya
berbeda tetapi saling mewarnai. Dalam bidang teologi (pemikiran Kalam) dapat
dirasakan corak kefilsafatan, sebagaimana pemikirannya dalam bidang filsafat yang
bercorak teologis. Ibn Rusyd sangat meyakini adanya hubungan yang harmonis filsafat
dan agama, atau antara akal dan ahyu, dengan menunjukkan titik temu antara hikmah

35
Elhady, A., Averroisme dimensi-dimensi pemikiran Ibn Rusyd. (Yogyakarta: Bildung, 2018).

24
(filsafat) dan syarî„ah (agama, syariat), sebagaimana tercermin dalam bukunya yang
berjudul Fashl al-Maqâl fî Mâ bayna al-Hikmah wa al-Syarî„ah min al-Ittishâl
(Penjelasan mengenai Hubungan antara Filsafat dan Syariat). Selain itu, ia sangat
menghargai filsafat, karena menurutnya, secara implisit Al-Quran memerintahkan
penggunaannya untuk mengenal Allah.
Masalah-masalah teologis juga mewarnai pemikiran Ibn Rusyd, yang
pembahasannya dapat ditemukan dalam beberapa karyanya, dan yang paling dominan
adalah kitab Manâhij al-Adillah fî „Aqâ‟id Ahl al-Millah (Metode Argumentasi
Teologis para Tokoh Agama). Selain itu ditemukan juga dalam kitab Tahâfut al-
Tahâfut serta kitab Fashl al-Maqâl sebagaimana disebut di atas. Dalam pembahasan
bidang-bidang teologis, ia juga libatkan pemikiran kekfilsafatannya, karena ia memang
sangat menghargai filsafat yang menurutnya secara implisit Islam sangat mendorong
penggunaan filsafat tersebut untuk lebih dekat mengenal Allah. Di dalam Fashl al-
Maqâl tersebut ia menyatakan Kalau fungsi filsafat itu tidak lebih dari berpikir
mengenai segala wujud dan merenungkannya sebagai bukti adanya sang Pencipta,
dengan kesadaran bahwa segala yang wujud selain sang Pencipta adalah ciptaan, maka
segala wujud itu menjadi tanda adanya sang Pencipta melalui pengetahuan tentang
penciptaan segala yang wujud itu36

Filsafat yang dicetuskan Ibnu Ruysd sangat berdampak kepada pola pikir dunia
saat itu. Menurutnya tidak ada yang perlu dipertentangkan karena filsfat tidak
bertentangan dengan keimanan. Sehingga, beliau sangat menganjurkan kaum mulismin
untuk belajar filsafat. Kandungan Al-Qur‟an yang memuat hal mengenai pencipta serta
segala sesuatu yang berhubungan mengenai pencipta. Hal ini menunujkkan bahwasanya
kandungan Al-Qur‟an membuat membuat manusia untuk berfikir lebih dalam mengenai
segala sesuatu yang berkaitan dengan sang pencipta-Nya. Sesuai dengan tugas filsafat
yakni membuat manusia berfikir lebih dalam mengenai penciptanya dan segala hal yang
berkaitan dengan pencipta-Nya.

36
Elhady, A.

25
Menurut Ibnu Rusyd sendiri titik temu Agama dan filsafat merupakan sebuah
keniscayaan. Ada beberapa asumsi yang mendasari Ibnu Rusyd untuk mengintegrasikan
kedaual hal tersebut. Paling tidak ada 3 asumsi yakni:

1) Ad Din Yujibu At-Tafalsuf yakni agama medorong serta mengendalikan untuk


berfilsafat. Pemikiran tersebut berkaitan dengan pernyataan Muhammad Yusuf Musa
yang menyebutkan Thabi‟atu Al-Qur;an Tad‟uli At Tafalsuf yang berarti karakter Al
Qur‟an mengajak untuk berfilsafat, terbukti dengan adanya ayat-ayat yang
menganjurkan manusia melakukan taddabur, merenung, memikirkan alam, serta ayat
tentang manusia dan pencipta.
2) Anna Syara Fihi dhahirun wa Batinun yakni bahwa syariat itu terdiri dari 2 dimensi
yakni dimensi lahir dan dimensi batin. Dimensi lahir itu untuk dikonsumsi para
fuqoha, sedangkan dimensi batin itu untuk dikonsumsi para filsof.
3) Anna At-Takwil Dharuriyyun Likhairi Asy Syariah aa Al Hikmah au Ad Din wal
Fahafah, yang berarti takwil merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan untuk
kebaikan syariat dan filsafat.

Ibnu Rusyd sendiri menegaskan tidak ada pertentangan anatara filsafat dan
agama. Pernyatan tersebut diperkuat dengan dalil Al-quran yaitu Surat al Hasr ayat 2
yang artinya

“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir diantara Ahli Kitab dari kampong
halamannya saat pengusiran pertama. Kamu tidaklah menyangka, bahwa mereka
akan keluar dan merekapun yakin, benteng-benteng mereja akan mempertahankan
mereka dari arah yang tidak mereka sangla. Dan Allah menanamkan rasa takut
kedalam hati mereka, sehingga memusnahkan rumah-rumah mereka dengan
tangannya sendiri dan tangan orangorang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu)
menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!”
Kemudian, Surat al Isra ayat 84 yang artinya

“Katakanlah wahai (Muhammad), Setiap orang berbuat sesuai dengan


pembawaannya masing-masing, Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang
lebih benar jalannya.”
Ayat tersebut menyebutkan bahwasanya manusia diperintahkan agar berfikir atau
berfilsafat secara mendalam. Tujuan dari agama pada dasarnya untuk mencari kebenaran
dan selanjutnya fungsi akal digunakan. Akal digunakan untuk menunjukkan manusia
26
yang benar dan yang salah. Dapat disimpulkan bahwasanya Al-qur‟an lah menyuruh
manusia untuk berfilsafat dan tidak apabila ada dalil yang menunjukkan tentang larangan
untuk berfilsafat, sehingga dalil tersebut perlu untuk ditafsirkan secara jelas terlebih
dahulu. Ibnu rusyd menggunakan 2 pendekatan yaitu pertama, pendekatan syar‟i serta
pendekatan rasional. Usaha Ibnu Rusyd untuk merukunkan agama dengan filsafat adalah
keyakinan kuat. Ketika para filsof mencoba utnutk mempertahankan eksistensi filsafat
dari para pemimpin Islam, maka upaya yang terbaik yang mereka lakukan adalah
mendamaikan keduanya.

Pendekatan pertama, Ibnu Rusyd berpendapat bahwa filsafat menjelaskan segala


wujud kemudian merenungkan sebagai bukti adanya pencipta. Selanjutnya Ibnu Rusyd
menjelaskan semua yang berada di dunia sebagai ciptaan maka menunjukkan jika adanya
yang menciptakan. Sehingga guna mengetahui pencipta harus mengerti terlebih dahulu
ciptaan atau sunnatullah-Nya. Oleh karena itu, menurut Ibnu Rusyd semakin sempurna
pengetahuan terhadap ciptaanya semakin sempurnalah pengetahuan terhadap sang
pencipta. Pendekatan kedua, Ibnu Rusyd menjelaskan ayat yang terdapat di Al-Qur‟an
yang dianggapnya selaras sesuai dengan tujuan pemikiran akal manusia. Sekaligus
dijadikan dasar oleh Ibnu Rusyd tentang pentingnya menggunakan akal pikiran. Hal
tesebut memberikan petunjuk secara eksplisit mengenai disyariatkannya serta
diwajibkannya belajar filsafat sesuai dengan hukum agama. Akan tetapi, tidaklah semua
orang bisa mengkaji, karena pemikiran filsafat berlandaskan rasio atau logika (ikmu
mantiq) dan butuh pengkajian yang mendalam, karena bagian terpenting dalam logika
yakni burhan (penalaran filosofi) dan qiyas (silogisme). Ibnu Rusyd mengambil
kesimpulan dengan menggunakan metode qiyas aqliy (silogisme) Aristoteles bahwa
mempeljari filafat wajib dilakukan menurut agama atau paling tidak dianjurkan untuk
dilakukan.37

3. Karya-karya Ibn Rusyd


Ibn Rusyd meninggalkan banyak karya, di antaranya berupa karya asli yang murni
dari pemikirannya, berupa buku dan risalah. Selain itu, ada karyanya berupa komentar-

37
Ngazizah, D., & Mawardi, K., “Integrasi Filsafat dan Agama dalam Perspektif Ibnu Rusyd.”

27
komentar, penafsiran, atau ringkasan dari karya pemikir lain, terutama karya-karya filsuf
Aristoteles.
Di antara karya-karyanya yang dihimpun dari berbagai sumber, adalah sebagai
berikut:
1) Al-Da‘âwâ, sebuah buku tentang hukum acara peradilan.
2) Al-Jirm al-Samâwî, karya Ibn Rusyd mengenai bendabenda langit yang ia tulis saat
berada di Marakesh hingga ketika berada di Seville pada tahun 1178-1179.
3) Al-Kasyf ‘an Manâhij al-Adillah fî ‘Aqa’id Ahl al-Millah, sebuah kitab yang
mengulas tentang pandangan para Mutakallimin dalam masalah-masalah ketuhanan.
4) Al-Kulliyah fi al-Thibb, adalah buku babon dalam bidang kedokteran yang alam
literatur Barat dikenal dalam terjemahan bahasa Latin sebagai De Colliget.
5) Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid, sebuah kitab dalam bidang fiqh
dengan metode komparatif (muqâranah al-madzâhib).
6) Dhamînah li Mas’alah al-‘Ilm al-Qadîm, merupakan tulisan pelengkap sebagai
apendiks pada buku Fashl al-Maqâl.
7) Fashl al-Maqâl fîmâ bayna al-Hikmah wa al-Syarî‘ah min al-Ittishâl. Kitab ini
merupakan pernyataan pendiriannya menyikapi pandangan para ulama yang
memperhadapkan antara akal dan wahyu, maka Ibn Rusyd menyatakan bahwa dalam
Islam akal dan wahyu itu berada dalam hubungan yang harmonis.
8) Jawâmi‘ Siyâsah Aflâthûn, sebuah komentar atas buku Politeia karya Plato.
9) Kitâb al-âtsâr al-‘Ulwiyyah, sebuah karya terjemahan dari buku Meteorologica karya
Aristoteles mengenai benda-benda di jagat raya.
10) Kitâb al-Hayawân, komentar Ibn Rusyd atas buku De Anima karya Aristoteles.
11) Kitâb al-Kawn wa al-Fasâd, sebuah karya terjemahan dari buku de Generatione et
Corruptione karya Aristoteles mengenai penciptaan dan hancurnya makhluk-
makhluk fisik.
12) Kitab al-Manthiq, karyanya mengenai logika yang ia tulis pada saat ia diasingkan di
Lucena tahun 1195.
13) Maqâlah fî Ittishâl al-‘Aql bi al-Insân, sebuah karya artikel masih berupa manuskrip.
14) Maqâlah fi Ittishâl al-Qalb al-Insân, masih berupa manuskrip (tersimpan di Spanyol,
perpustakaan Escoreal).

28
15) Mukhtashar al-Mustashfâ fi Ushul al-Ghazâlî, sebuah ringkasan dari kitab ushul fiqh
yang disusun AlGhazali.
16) Risâlah al-Kharâj, suatu tulisan ringkas mengenai perpajakan.
17) Syarh al-Samâ‘ al-Thabî‘î, sebuah karya ulasan atas buku Physica karya Aristoteles.
18) Syarh al-Samâ’ wa al-‘âlam, sebuah karya ulasan buku de Caelo et Mundo karya
Aristoteles.
19) Syarh al-Urjûzah li Ibn Sînâ, sebuah karya ulasan atas pemikiran Ibn Sînâ dalam
bidang kedokteran.
20) Syarh Kitâb al-Burhân, sebuah karya ulasan untuk buku Demonstration karya
Aristoteles.
21) Syarh Kitâb al-Nafs, sebuah karya ulasan mengenai psikologi.
22) Tahâfut al-Tahâfut. Kitab ini adalah salah satu karya Ibn Rusyd yang paling
berpengaruh dalam bidang filsafat. Kitab ini ditujukan untuk melakukan kritik
terhadap pemikiran Al-Ghazali yang menolak pemikiran para filsuf sebagaimana
dituangkan dalam kitab Tahâfut al-Falâsifah.
23) Talkhîsh al-Samâ‘ al-Thabî‘î, sebuah karya ringkasan dari buku Physica karya
Aristoteles.
24) Talkhîsh Kitâb al-‘Ibârah, sebuah karya ringkasan masih berupa manuskrip.
25) Talkhîsh Kitâb al-Akhlâq li Aristhutâlis, sebuah ringkasan dari buku Ethica
Nichomacea karya Aristoteles..
26) Talkhîsh Kitâb al-Burhân li Aristhû, sebuah karya ringkasan masih berupa
manuskrip.
27) Talkhîsh Kitâb al-Himmiyât karya Galen, pada tahun 1193 (589 H).
28) Talkhîsh Kitâb al-Jadal, sebuah karya ringkasan masih berupa manuskrip.
29) Talkhîsh Kitâb al-Khathâbah, sebuah karya ringkasan dari buku Rhetoric karya
Aristoteles.
30) Talkhîsh Kitâb al-Maqûlât, sebuah karya ringkasan dari buku Categoriae karya
Aristoteles.
31) Talkhîsh Kitâb al-Qiyâs, sebuah karya berupa manuskrip.
32) Talkhîsh Kitâb al-Safsathah, sebuah karya ringkasan dari buku Sophistica karya
Aristoteles.

29
33) Talkhîsh Kitâb al-Syi‘r, sebuah karya ringkasan dari buku Poetica karya Aristoteles.
34) Talkhîsh Mâ ba‘d al-Thabî‘ah, sebuah karya ringkasan dari buku Metaphysica karya
Aristoteles.
35) Talkhîsh Madkhal Fûrfûriyûs, sebuah karya ringkasan dari buku Isagoge yang berisi
pengantar mengenai logika karya Porphyry.
36) Urjuzah fî al-Thibb, sebuah ulasan dari syair-syair Ibn Sina mengenai bidang
kedokteran.38

38
Elhady, A., Averroisme dimensi-dimensi pemikiran Ibn Rusyd.

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bapak Kedokteran Islam: Ar-Razi Seorang penulis produktif yang menghasilkan
lebih dari 200 buku tentang kedokteran dan filosofi, termasuk sebuah buku kedokteran yang
belum selesai, yang mengumpulkan seluruh ilmu kedokteran dalam dunia Islam ke dalam
satu buku. Ar-Razi juga menjadi dokter pertama yang melakukan pengobatan secara
alternatif tanpa menggunakan obat-obatan. Karya Ar-Razi yang paling terkenal adalah al-
Hawi dan karya ini sekarang dijadikan referensi oleh para dokter dan buku terpenting dalam
bidang kedokteran. Al-Razi dikenal sebagai seorang filsuf rasionalis murni. Menurtnya
Allah memberi manusia akal sebagai anugerah terbesar. Karena dengan akal, manusia dapat
mengetahui hal-hal yang tersembunyi. Dengan akal pula kita memperoleh pengetahuan
tentang Tuhan.
Al-Ghazali yang bergelar hujjah al-Isalam adalah ulama terkemuka sepanjang zaman
yang amat berpengaruh di dunia Islam. Beragam disiplin ilmu ia pelajari dan ia tuangkan
pemikirannya dalam karya-karya bukunya yang sampai saat ini menjadi rujukan para ulama
disegala penjuru dunia, baik Timur ataupun Barat. Al-Ghazali dalam perjalanan
kehidupannya selalu ingin menelusuri hakikat kebenaran (haqiqah al-umur) dan kebenaran
sejati (al-Ilm al-yaqin). Setiap ia mempelajari ilmu selalu merasa tidak puas, sehingga ia
gemar melakukan penyelidikan dan perbandingan untuk menemukan berbagai hakikat.
Dalam mengungkap kebenaran itu al-Ghazali pernah mendalami ilmu kalam (teologi),
filsafat, dan akhirnya ia meneguhkan hatinya pada tasawuf (mistisisme) yang menurut
pengalaman intelektualnya mampu menghilangkan keraguan intelektualnya dan menguatkan
spritualnya.
Sebagai seorang filosof, Ibnu Rusyd banyak memberikan kontribusinya dalam
khazanah dunia filsafat, baik filsafat yang berasal dari Yunani maupun yang berasal dari
filosof-filosof muslim sebelumnya. Ibnu Rusyd dalam filsafatnya sangat mengagumi filsafat
Aristoteles dan banyak memberikan ulasan-ulasan atau komentar terhadap filsafat
Aristoteles sehingga ia terkenal sebagai komentator Aristoteles. Paradigma berpikirnya
menarik untuk didalami, karena di satu sisi dalam keyakinan keagamaan ia sangat kuat

31
berpegang pada teks-teks wahyu, sedangkan dalam bidang filsafat tampak sekali
kecenderungannya kepada Aristoteles. Ibn Rusyd dikenal sebagai al-syârih al-akbar atau
penafsir terkemuka untuk karya-karya Aristoteles, karena ia adalah satu-satunya orang yang
paling banyak membuat karya yang bertumpu pada pemikiran Aristoteles. Dari karya-karya
filsuf Yunani itu ia telah membuat beberapa jenis karya berupa ulasan, ringkasan, serta
karya turunan atau pengembangan dari pemikiran Aristoteles.

B. Saran
Sebagai penyusun, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki
makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang penulis susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.

32
DAFTAR PUSTAKA

Aizid, R. Para Pelopor Kebangkitan Islam. Yogyakarta: Diva Press, 2018.

Anhar, H. “Interaksi Edukatif Menurut Pemikiran Al-Ghazali” 13 (1) (2013): 28–41.

Atabik, A. “Telaah Pemikiran al-Ghazali Tentang Filsafat.” Fikrah 2 (1) (2014).

Elhady, A. Averroisme dimensi-dimensi pemikiran Ibn Rusyd. Yogyakarta: Bildung, 2018.

Fatimah, S. M. “Hubungan Filsafat dan Agama Dalam Persepektif Ibnu Rusyd.” . . SALAM:
Jurnal Sosial Dan Budaya Syarl 7 (1) (2020).

Faturohman, F. “Ibnu Rusd dan Pemikirannya.” Tsarwah 1 (1) (2016): 109–22.

Gaarder, J. Dunia Sophie: sebuah novel filsafat. Mizan Pustaka., 2006.

Hamkah, Z. “Ibnu Rusyd:(Pembelaan Terhadap Para Filosof).” Ash-Shahabah: Jurnal


Pendidikan Dan Studi Islam 4 (1) (2018): 49–54.

Hmabali. “Pemikiran Metafisika, Moral dan Kenabian dalam Pandangan Ar-Razi.” Subtantia:
Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin. 12 (2) (2010): 375.

Kasno. Sinkretisme Filsafat dan Agama Menurut Ibnu Rusyd. surabaya: Alpha, 2021.

Kurnanto, M. E. “Pendidikan Dalam Pemikiran Al-Ghazali.” Jurnal Khatulistiwa-Journal Of


Islamic Studies 1 (2) (2011).

M. Amin Abdullah. “Antara al-Ghazali dan Kant : Filsafat Etika Islam,” 29. 1. Bandung: Mizan,
2012.

Mubarak, S. “Riwayat Hidup Dan Pemikiran Al-Ghazali Dan Ibnu Maskawaih.” QISTHOSIA:
Jurnal Syariah dan Hukum 1 (1) (2020): 50–74.

Muhammad, N., & Al-Faruqi, A. R. H. “Dialektika Filsafat Dalam Sejarah Islam: Pemikiran dan
Problematikanya.” Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy, 3 (2) (2022):
227–50.

Muhammad, Y. M. E. Y., & Mirza, F. “Rasionalisme nenurut ar-Razi dan Aristoteles.” Jurnal
Studi Islam dan Pemikiran Islam 1 (1) (2022): 51–62.

Mulham, M. N. A. “Konsep Etika dalam Konsumsi Menurut Imam Al-Ghazali.” Doctoral


dissertation, IAIN Parepare, 2022.

33
Muslikhul Ibad , Ahmad Dwi Nur Khalim. “Epistemologi Ibnu Rusyd (Telaah Relasi Wahyu dan
Rasio).” An-Nur: Jurnal Studi Islam 14 (1) (2022).

Ngazizah, D., & Mawardi, K. “Integrasi Filsafat dan Agama dalam Perspektif Ibnu Rusyd.”
Jurnal Ilmiah Mandala Education 8 (1) (2022).

Simangunsong, H. A. “Hasad Perspektif Fakhruddin Ar-Razi Dan Korelasinya Dengan Ilmu


Kesehatan.” Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Suktan Syarif Kasim Riau,
2020.

Sodiq, M. J. “Pemikiran Pendidikan al-Ghazali.” LITERASI: Jurnal Ilmu Pendidikan 7 (12)


(2017): 136–52.

Suresman E. Filsafat Islam. Bandung: UPI Press., 2022.

Syafril, S. “Pemikiran Sufistik Mengenal Biografi Intelektual Imam Al-Ghazali.” SYAHADAH:


Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Keislaman 5 (2) (2017).

Zaini, A. “Pemikiran Tasawuf Imam Al-Ghazali.” Esoterik: Jurnal Akhlak dan Tasawuf 2 (1)
(2016): 150.

34

Anda mungkin juga menyukai