Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH KELOMPOK 13

TAUHID DAN ILMU KALAM

Pemikiran Kalam Ulama Modern (Abduh,Ahmad Khan dan Iqbal)

Dosen Pengampu

Drs.H.Ruswanto.M.Ag.

Disusun Oleh

Nurul Rahmad Ramadhan 2211010163

Putri Maharani Kay 2211010172

Kelas/Semester:E/2

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya,
sehingga penulisan makalah yang berjudul “Pemikiran Kalam Ulama Modern (Abduh,Ahmad
Khan dan Iqbal)” ini dapat dikerjakan sesuai dengan arah, tujuan, dan orientasi yang telah
direncanakan.

Makalah ini dikerjakan berdasarkan kegiatan perkuliahan tauhid dan ilmu kalam.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah tauhid
dan ilmu kalam Bapak Drs.H.Ruswanto.M.Ag. yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan tentang mata kuliah tauhid dan ilmu kalam. Ucapan terima kasih tak lupa kami
ucapkan kepada orang tua kami dan juga pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
penyusunan makalah ini. Dan juga, terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu
dalam memberikan semangat serta dorongan dalam membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dalam menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini tak luput dari
kekurangan, Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini.

Bandar Lampung,Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Kalam Ulama Modern.................................................................................... 2
2.2 Syekh Muhammad Abduh ............................................................................................... 3
2.2.1 Riwayat Hidup Singkat Muhammad Abduh ............................................................. 3
2.2.2 Pemikiran-pemikiran Kalam Syekh Muhammad Abduh .......................................... 5
2.3 Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) ................................................................................... 7
2.3.1 Riwayat Hidup Singkat Sayyid Ahmad Khan........................................................... 7
2.3.2 Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan .................................................................... 8
2.4 Muhammad Iqbal (1876-1938) ........................................................................................ 9
2.4.1 Riwayat Hidup Singkat Muhammad Iqbal................................................................ 9
2.4.2 Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal ....................................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 13
3.1 Simpulan ........................................................................................................................ 13
3.2 Saran .............................................................................................................................. 13
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sering dengan perkembangan zaman Ketika umat islam dalam kondisi yang oleh
Sayyid Qutub dapat digambarkan sebagai suatu masyarakat yang beku, kaku,
menutup rapat-rapat pintu ijtihad , mengabaikan peranan akal dalam memahami
syari‟at Allah atau mengistimbatkan hukum-hukum, karena mereka merasa telah
cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan
akal (jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat. Dengan kondisi tersebut maka
lahirlah para pembaharu-pembaharu Islam seperti Syekh Muhammad Abduh, Sayyid
Ahmad Khan dan Muhammad Iqbal.

Islam dalam pandangan Iqbal bersifat tidak statis, tetapi dapat disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup karena ijtihad merupakan
ciri dinamika yang harus dilambangkan dalam Islam. Masih banyak lagi pemikiran-
pemikiran kalam para pembaharu tersebut. Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak
isi makalah dibawah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat
dirumuskan:
1. Apa pengertian kalam ulama modern?
2. Bagaimana pemikiran kalam Muhammad Abduh?
3. Bagaimana pemikiran kalam Ahmad Khan?
4. Bagaimana pemikiran kalam Muhammad Iqbal

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan Rumusan Masalah diatas maka dalam penulisan ini akan mendapatkan
Tujuan Pembahasan sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengetahui definisi kalam ulama modern.
2. Mahasiswa mengenal dan mampu memahami pemikiran kalam Muhammad
Abduh.
3. Mahasiswa mengenal dan mampu memahami pemikiran kalam Ahmad Khan.
4. Mahasiswa mengenal dan mampu memahami pemikiran kalam Muhammad
Iqbal.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kalam Ulama Modern

Secara teologis Islam merupakan sistem nilai yang bersifat ilahiyah, tetapi
dari sudut sosiologis, ia merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial
dalam kehidupan manusia.ia tidak dapat menghindarkan diri dari kenyataan sosial
lain, yaitu perubahan apalagi, di lihat dari pandangan ajaran islam sendiri, perubahan
adalah sunnatullah yang merupakan salah satu sifat asasi manusia dan alam raya
secara keseluruhan.

Pandangan umat islam terhadap modernitas barat dapat dipologikan menjadi


3 kelompok, yaitu modrnis (ashraniyyunhadatsiyun), tradisionalis atau salafi
(salafiyyun) dan kaum elektis (tadzabdzub).Yang pertama menganjurkan adopsi
modernitas berat sebagai model yang tepat bagi masa kini. Artinya sebagai model
secara historis memaksakan dirinya sebagai paradigma peradaban modern untuk masa
kini dan masa depan.

Sikap kaum salafi sebaliknya berupaya mengembalikan kejayaan islam masa


lalu sebelum terjadinya penyimpangan dan kemunduran. Sedangkan yang terakhir
(kaum elektif) berupaya menghadapi unsur-unsur yang terbaik, baik yang terdapat
dalam model barat modern maupun dalam islam masa lalu, serta menyatukan diantara
keduanya dalam bentuk yang dianggap memenuhi kedua model tersebut. Era modern
secara umum dimulai ketika masyarakat Eropa menyadari tentang pentingnya
kembali berfikir filsafat. Para pemikir Eropa kembali bergelut dalam dunia ide yang
dikembangkan dalam tataran praktis menjadi gerakan penciptaan alat-ala yang
mampu memudahkan segalaurusan manusia. Mereka menyebutnya dengan moda atau
modern.

Era ini terjadi pada awal-awal abad ke-16, yang dikenal dengan istilah
„renaissance‟.Sementara dalam islam, bermula dari kesadaran umat Islam untuk
bangkit dari ketepurukan pasca keruntuhan Bani Abbasiyah. Periode modern ini
terjadi sejak tahun 1800-an hingga sekarang. Pada periode ini, muncul banyak tokoh
yang menyerukan ide-ide sekaligus gerakan pembaharuan yang bermuatan visi
peradaban islam. Mereka ini merupakan para pendakwah rasional.

Berbicara tentang corak pemikiran kalam modern, tentu saja akan sangat
bervariasi, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya. Pada masyarakat yang
maju, barangkali pemikiran kalamnya cenderung ke arah rasional, yang

2
mengharuskan segala sesuatu dapat bersifat logis dan empiris. Pada masyarakat
berkembang, kemungkinan besar berada pada garis tengahnya. Sementara pada
masyarakat tertinggal, pemikiran kalam akan cenderung mengarah pada konsep
jabariyah yang pasrah pada segala sesuatu yang saat itu ada dihadapannya.1

Hal ini dapat dilihat dari corak pemikiran kalam para tokoh muslim di abad
modern, seperti Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan,Iqbal dan lain sebagainya.
Masing-masing menunjukkan corak yang berbeda dalam memahami teks-teks agama,
yang kemudian melahirkan paham kalamnya sendiri. Salah satu tokoh kunci yang
namanya tak pernah luput dari perhatian adalah Muhammad Abduh, yang
diperkenalkan oleh muridnya yang terkenal,yaitu Rasyid Ridha.

Tokoh yang satu itu, juga banyak disorot terkait dengan pemikiran kalamnya.
Ajaran Islam, yang kristalnya berupa Al-qur‟an dan sunnah Nabi, diyakini oleh umat
Islam dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh kurun zaman.
Modernitas yang telah menjadi arus utama peradaban dunia di abad 19 dan seterusnya
telah menawarkan berbagai jani-janji kebahagiaan. Namun dalam praktiknya
modernitas justru banyak menimbulkan persoalan baru.Peradaban modern justru
banyak melakukan dehumanisasi kehidupan manusia itu sendiri.

Dengan cita-cita kemajuan, peradaban modern banyak melakukan kerusakan


dan bencana yang menyengsarakan orang banyak. Manusia hanya dipandang sebagai
entitas fisik yang tak berdimensi spritual, maka peradaban modern justru menjadikan
makhluk yang teralienasi, dilanda kebingungan dan kemapanan makna.akibat
modernisasi yang lepas dari dimensi spiritual, maka seperti yang dikatakan oleh Doni
Gahral Adian, manusia dihadapkan pada kenyataan bahwa ia kehilangan kontrol atas
hidupnya di mana ia terdeterminasi oleh hukum-hukum biorkasi, mekanisme
pasar,hukumbesi sejarah dan lain sebagainya.

2.2 Syekh Muhammad Abduh

2.2.1 Riwayat Hidup Singkat Muhammad Abduh

Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin „Abduh bin


Hasan Khairullah di lahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten Al-
Buhairah,Mesir, pada tahun 1849 M. Beliau berasal dari keturunan bangsawan.
Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka meberi
pertolongan.2 Kekerasan yang ditetapkan penguasa-penguasa Muhammad „Ali alam

1
Faizal Amin, Lmu Kalam Sebuah Tawaran Pergeseran Paradigma Pengkajian Teologi Islam (STAIN
Pontianak Press, 2012).
2
Quraish Sihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar (Pustaka Hidayah, Bandung, 1994).

3
memungut pajak menyebabkan penduduk pindah-pindah tempat untuk
menghindarinya. Abduh mulai dilahirkan dalam kindisi yang penuh kecemasan ini.

Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al-Ahmadi Tatan tempat ini


menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Akan tetapi, sistem pembelajaran di sana
sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua tahun di sana, ia memutuskan untuk
kembali ke desanya dan bertani, seperti saudara-saudara atau kerabatnya. Waktu
kembali ke desa, ia di nikahkan saat ia berumur 16 tahun. Semula ia berkekas untuk
tidak melanjutkan studinya, tetapi akhirnya kembali belajar atas dorongan pamannya,
Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu
dengan Jamaluddin Al-Afghani. Atas jasanya, Abduh berkata, “ia telah
membebaskanku dari penjara kebodohan (the prison of ignorance) dan
membimbingku menuju ilmu pengetahuan.

Setelah merampungkan studinya di bawah bimbingan pamannya, Abduh


melanjutkan studi Al-Azhar pada bulan februari 1866. Pada tahun 1871, Jamaluddin
Al-Afghani (1839-1897) tiba di Mesir. Saat itu, Abduh menjadi mahasiswa Al-Azhar.
Kehadirannya di sambut Abduh dengan menghadiri pertemuan-pertemuan
ilmiyahnya. Untuk yang selanjutnya, ia menjadi murid kesayangan Al-Afghani.Lalu,
Afghani yang mendorong Abduh aktif menulis dalam bidang sosial dan politik.
Artikel-artikel pembaruannya banyak dimuat di surat kabar Al-Ahram di Kairo.

Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar pada pada tahun 1877 dengan


gelar “alim”, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, kemudian da Dar Ulum dan di
rumanhya. Tak lama kemudian Al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun 1879 karena
dituduh mengadakan gerakan penenyangan terhadap Khadewi Taufiq, Abduh juga di
pandang ikut campur di dalamnya, di buang di Kairo. Pada tahun 1880 ia di peroleh
kembali ke ibu kota kemudian di angkat menjadi redaktur surat kabar resmi
pemerintahan Mesir, Al-Waqa’i Al-Mishriyah. Pada waktu bersamaan, kesadaran
nasional Mesir mulai tampak. Di bawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu
membuat artikel-artikel tentang ugernes nasionl Mesir di samping berita-berita resmi.

Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh ketika
itu masih memimpin surat kaar Al-Waqa‟i dituduh terlibat dalam revolusi besar
tersebut, sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama
tiga tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, Ia
pun memilih Suriah. Dia menetap selama satu tahun. Kemudian ia menyusul gurunya,
Al-Afghani yang ketika itu berada di Paris.Di sana mereka menerbitkan surat
kabarAl-„Urwah Al-Wutsqa pada tahun 1884. Karya-karyanya yang di buat di surat
kabar banyak menghendaki kebebasan berfikir dan modern .Pendapatnya mulai
mengarah juga kepada para fukaha yang masih memperselihkan masalah furuiyyah. 3
Yang bertujuan mendirikan Pan Islam serta menentang penjajah Barat, khususnya
Inggris. Pada Tahun 1885, Abduh diutus oleh surat kabar terseut ke inggris untuk
menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1899,

3
Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, ed. by Jawara: Surabaya, 2004.

4
Abduh di angkat menjadi multi Mesir. Kedudukan tinggi iu di pegangnya ia meniggal
dunia tahun 1905.

2.2.2 Pemikiran-pemikiran Kalam Syekh Muhammad Abduh

a. Kedudukan akal dan fungsi wahyu


Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus pemikiran Abduh, sebagai mana
yang diakuinya, yaitu:
1) Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat
perkembangan pengetahuan agama sebagaimanahak salaf al-ummah (ulama
sebelun abad ke-3 Hijrah), sebelum timbulnya perpecahan , yaitu memahami
langsung dari sumber pokoknya Al-Qur‟an.
2) Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik digunakan dalan percakapan resmi di
kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan media massa.

Dua persoalan pokok yang menjadi fokus pemikiran Abduh tampanya ia muncul
ketika ia meratapi perkembangan umat islam pada masanya. Sebagaimana yang di
jelaskanSayyid Quthb (l. 1906), kondisi umat islam saat itu di gambarkan sebagai
“suatu masyarakat yang beku,kaku, menutup rapat-rapat pintu ijtihad,mengabaikan
peranan akal dalam memahami syariat Allah atau men-istinbat-kan para hukum-
hukum karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya
yang hidup dalam masa kebekalan akal serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.

Atas dasar kedua pikirannya itu, Muhammad Abduh memberikan peranan yang
sangat besar pada akal. Begitu besarnya peranan yang diberikan olehnya, sehingga
Harun Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh memberi kekuatan yang
lebih tinggi pada akal dari pada Mu‟tazilah.4

Menurut Abduh , akal dapat hal-hal berikut ini antara lain :

1. Tuhan dan sifat-sifatnya.


2. Keberadaan hidup di akhirat.
3. Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Tuhan dan berbuat baik,
sedangkan kesengsaraannya bergantung pada tidak mengenal Tuhan dan berbuat
jahat.
4. Kewajiban manusia mengenal tuhan.
5. Kewajiban manusia berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk
kebahagiannya di akhirat.
6. Hukum-hukum mengenai kewajiban itu.
Abduh berpendapat bahwa antara akal dan wahyu tidak ada pertentangan,
keduanya dapat disesuaikan.5
7. Wahyu sudah diubah sehingga sudah tidak sesuai dengan akal.
8. Kesalahan dalam menggunakan penalaran.

4
Harun Nasution, Muhammab Abduh Dan Teologi Rasional (UI Press, 1987).
5
Drs. H. Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam ((Pustaka Setia: Bandung, 1997).

5
Pemikiran semacam ini sangat dibutuhkan untuk menjelaskan bahwa islam
adalah agama yang umatnya bebas berfikir secara rasional sehingga mendapatkan
ilmu pengetahuan dan teori-teori ilmiah untuk kepentingan hidupnya, sebagaimana
yang telah dimiliki oleh bangsa barat saat itu, dimana dengan ilmu pengetahuan
mereka menjadi kreatif, dinamis dalam hidupnya. Dengan memperhatikan pandangan
Muhammad Abduh tentang peranan akal, dapat diketahui pula bagaimana
fungsiwahyu baginya. Wahyu adalah penolong (al-mu‟in). Kata ini ia pergunakan
untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu menolong akal untuk
mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat dan mengetahui cara beribadah
kepada tuhan.

Dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu


untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akkal dan informasi. Abduh
memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar islam. Imam
seseorang tidak sempurna apabila tidak didasarkan persadaraan antara akal dan
agama. Islam menurut agama pertama kali mengikat mengikat persaudaraan akal dan
agama.

Menurut kepercayaannya, pada eksistensi Tuhan yang didasarkan akal. Wahyu


yang di bawa Nabi tidak mungkin bertentangan degan akal. Apabila ternyata antara
keduanya terdapat pertentangan, menurutnya terdapat penyimpangan dalam tataran
interpretasi sehingga di perlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.

b. Kebebasan manusia dan fanatisme


Bagi Abduh, di samping mempunyai daya pikir, manusia juga mempunyai
kebebasan memilih yang merupakan sifat dasar alami yang harus ada dalam diri
manusia. Jika sifat ini di hilangkan dari dirinya sendiri, ia bukan manusia lagi,
melainkan makhluk lain. Manusia dengan akalnya mempertimbangkan akibat
perbuatannya yang di lakukuan, kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya
dan mewujudkan perbuatannya dengan daya yang ada di dalam dirinya. Karena man
usia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan dalam kemauan
dan daya untuk mewujudkan kamauan. Menurutnya, manusia adalah manusia karena
ia mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan dalam memilih.manusia tidak
memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut orang yang mengatakan manusia
mempunyai kebebasan mutlak sebagai orang yang angkuh.

c.Sifat-sifat Tuhan
Dalam risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Mengenai masalah apakah sifat
itu termasuk esensi Tuhan yang lain, menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar
kemampuan manusia untuk mengetahuinya.

d. Kehendak mutlak Tuhan


Karena yakin akan kebebsan dn kemampuan manusia, Abduh melihat bahwa
Tuhan tidak bersifat mutlak.Tuhan telah membatasi kehendak mutlaknya dengan
memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia yang secara bebas dapat
dipergunakannya dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Ia tidak mungkin
menyimpang dari sunnatullah yang telah ditetapkannya. Di dalam kandungannya arti

6
bahwa Tuhan dengan kemauannya telah membatasi kehendaknya dengan sunnatullah
yan diciptakannya untuk mengatur alam.

e.Keadilan Tuhan
Karena memberikan daya besar pada akal dan kebebasan manusia, Abduh
mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam bukan hanya dari
segi kehendak mutlak Tuhan, melainkan juga dari segi pandangan dan kepentingan
manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan
tidak satu pun ciptaan Tuhan tang tidak membawa manfaat bagi manusia. Mengenai
keadilan Tuhan, ia memandang tidak hanya dari segi kesempurnaannya, tetapi juga
dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidakadilan tidak sejalan dengan
kesempurnaan aturan alam semesta.

f.Antropomorfisme
Karena itu Tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima
paham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifatjasmani. Abduh memberi kekuatan besar
pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil
bentuk tubuh atau roh makhluk di alam ini. Kata-kata wajah,tangan dan sebagainya
harus di pahami sesuai dengan pengertian yang diberikan orang Arab kepadanya.
Demikian kata al-arsy dalam Al-Qur‟an berarti kerajaan atau kekuasaan, kata al-kursy
berarti pengetahuan.

g.Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya, apakah Tuhan yang
bersifat rohani itu dapat di lihat oleh manusia dengan mata kepalanya pada hari
perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih
sepakat mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat di gambarkan ataupun dijelaskan
dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugrahkan hanya kepada orang-
orang tertentu di akhirat.

h.Perbuatan Tuhan
Karena berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan yang wajib, Abduh sepaham
dengan mu‟tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk berbuat yang
terbaik untuk manusia.

2.3 Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)

2.3.1 Riwayat Hidup Singkat Sayyid Ahmad Khan

Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut kterangan
berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi MuhammadSAW. Melalui Fatimah dan Ali.
Neneknya Sayyid Hadi adalah pembesar istana pada zaman Alamghir II (1754-1759).
Sejak kecil, beliaumendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agama, disamping
juga belajar bahasa Arab dan bahasa Persia.beliau orang yang rajin membaca buku
dalam berbagai ilmu pengetahuan.

7
Pada waktu berusia 18 tahun ia bekerja di Serikat India Timur. Pengaruhnya
beliau di Serikat India Timur khususnya di dunia Islam diakui cukup besar. Beliau
pengalihan utama kebangkitan orang Islam di masa abad 19, langsung atau tidak
langsung beliau berperan dalam pengorganisasian beberapa gerakan masa dan
gerakan reformis diseluruh umat Islam. Di dalamnya termasuk gerakan modernis dan
khalikah di india, gerakan nasionalis dan modernis di Mesir, gerakan persatuan dan
kemajuan di Turki.6 kemudian ia bekerja pula sebagai hakim. Pada tahun 1846, ia
pulang kembali ke Delhi dan mempergunakan kesempatan itu untuk belajar.

Di Delhi ia dapat melihat langsung peninggalan-peninggalan kejayaan islam


dan bergaul dengan tokoh-tokoh dan pemuka muslim, seperti Nawab Ahmad Baksh,
Nawab Mustafa Khan, Hakim Mahmud Khan, Nawab Aminuddin. Semasa Delhi ia
mulai mengarang, karangan yang pertama yaitu Asar As-Sanadid.
Pada tahun 1855, ia pindah ke Bijnore,di tempat itu juga ia tetap mengarang buku-
buku penting tentang islam di India. Pada saat melihat keadaan rakyat Delhi, Sayyid
Ahmad Khan sempat berpikir untuk meninggalkan India menuju Msir, tepai ia sadar
untuk memperjuangkan umat islan Iindia menjadi maju.7

Ia berusaha untuk menjadi terjadinya kekerasan. Usahanya dalam


pendidikakan untuk bangsa India sangat besar karena pada tahun 1861, ia mendirikan
sekolah Inggris di Murabadad. Hingga akhir hayatnya ia mementingkan pendidikan
umat Islam India. Pada tahun 1878, ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Anglo
Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang paling
bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan umat Islam India.

Membentuk All India Muhammadan Educational Conference yang bertujuan


untuk memajukan pendidikan Islam di bidang kaum muslim. Sebagai pemikir Islam
di bidang Pendidikan, banyak karya tulis yang di hasilkannya seperti tafsir Alqur‟an 6
jilid, Tabyin al-Kalam 1862 tentang bible dan Asbab Baghawat i-Hind 1858 dan
Essai and the life of Muhammad 1870 (biografi Nabi Muhammad). Hingga akhir
hayatnya beliau selalu mementingkan pendidikan umat Islam India dan meninggal
dunia pada tahun 1989.8

2.3.2 Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan

Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh


di Mesir setelah berpisah dengan Jamaluddin Al-Afghani dan sekembalinya dari
pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang di kemukakannya terutama
tentang akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pendangannya. Meskipun
demikian, sebagai penganut ajaran islam yang taat dam percaya akan kebenaran
wahyu, ia berpendapat bahwa akal bukan segalanyadan kekuatan akal terbatas yang
sifatnya relative
.

6
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Pustaka Firdaus: Jakarta, 2003).
7
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern Di Inda Dan Pakistan (Mizan, Bandung, 1993).
8
Abdillah F Hasan.

8
Keyakinan kekuatan akal dan kebebasan akal menjadi Khan percaya bahwa
manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Ini berarti ia
mempunyai paham yang sama dengan paham Qadariah. Menurutnya manusia di
anugrahi Tuhan berbagai macam daya, di antaranya daya pikir berupa akal dan fisik
untuk merealisasikan kehendaknya. Karena kepercayaanya kuat terhadap hukum alam
kerasnya mempertahankan konsep hukum alam, ia dianggap kafir oleh sebagian umat
islam. Bahkan, ketika datang ke India pada tahun 1869, Jamaluddin Al-Afghani
(1838-1897) menerima keluhan itu. Sebagai tanggapan atas tuduhan tersebut,
Jamaluddin mengarang buku yang berjudul Ar-Radd „ala Ad-Dahriyyin (Bantahan
terhadap Materialis). Sejalan dengan paham Qadariyah yang dianutnya, ia menentang
keras faham Taqlid.

Khan berpendapat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidakmengikuti
perkembangan zaman. Gaung peradaban Islam klasik masih menelankan mereka,
sehingga tidak menyadari bahwa peradaban baru telah timbul di Barat. Peradaban baru
timul dengan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Inilah penyebab utama
bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat.

Selanjutnya,Sayyid ahmad khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan


tabiat atau nature (sunnatullah) bagi setiap makhluknya yang tetap dan tidak berubah.
Menurut dia Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam karena
hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan Al-Qur‟an adalah firmannya, sudah tentu
keduanya sejalan dan tidak ada pertentangan.

Sejalan dengan keyakinan tentang kekuatan dan hukum alam, Khan tidak ingin
pemikirannya terganggu otoritas hadis dan fiqh. Segala sesuatu diukurnya dengan
kritik rasional. Ia pun menolak semua yang beretentangan dengan logika dan hukum
alam, Khan tidak ingin pemikirannya terganggu otoritas dan fiqh. Segala sesuatu
diukurnya dengan kritik rasional. Ia pun menolak semua yang bertentangan dengan
logika dan hukum alam. Ia hanya ingin mengambil Al-Qur‟an sebagai pedoman bagi
islam, sedangkan yang lain hanya bersifat membantu dan kurang begitu penting.

Alasan penolakannya terhadap hadis karena hadis berisi moralitas sosial ari
masyarakat islam pada abad pertama dan kedua sewaktu habis dikumpulkan.
Menurutnya, hukum fiqh berisi moralitas masyarakat sampai saat timbulnya madzhab-
madzhab. Ia menolak taklid dan membawa Al-Qur‟an untuk menguraikan relavasinya
dengan masyarakat baru pada zaman itu. Sebagai konsekuensi dari penolakannya
terhadap taklid, Khan memandang perlu diadakannya ijtihad-ijtihad baru untuk
menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran islam dengan situasi dan kondisi masyarakat
yang senantiasa mengalami perubahan.

2.4 Muhammad Iqbal (1876-1938)

2.4.1 Riwayat Hidup Singkat Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Beliau berasal dari
keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal
saleh dalam beragama.Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri kemudian beliau

9
dimasukkan ke sebuah maktab untuk mempelajari Al-Qur‟an.9 Setelah itu, beliau
dimasukkan Scottish Mission School. Di bawah bimbingan Mir Hasan, beliau diberi
pelajaran agama, bahasa Arab, dan bahasa Persia. Setelah menyelesaikan sekolahnya
di Sialkot, belaiu pergi ke Lahore, sebuah kota besar di India untuk melanjutkan
belajarnya di Government College, Di situ ia bertemu dengan Thomas Arnold,
seorang orientalis yang menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada universitas
tersebut.10

Ketika belajar di kota India, Beliau menawarkan beberapa konsep pemikiran


seperti, perlunya pengembangan ijtihad dan dinamisme Islam. Pemikiran ini muncul
sebagai bentuk ketidak sepakatnya terhadap perkembangan dunia Islam hampir enam
abad terakhir. Posisi umat Islam mengalami kemunduran.
Pada perkembangan Islam pada abad enam terakhir, umat islam bearada dalam
lingkungan kejumudan yang disebabkan kehancuran Baghdad sebagai simbol
peradaban ilmu pengetahuan dan agama pada pertengahan abad 13.11

Pada tahun 1905 setelah mendapat gelar M.A. di Govermen Collage, Iqbal pergi
ke Inggris untk belajar filsafat di Universitas Cambridge.Dua tahun kemudian beliau
pindak ke Munich, Jerman. Di Universitas ini, beliau memperoleh gelar Ph. D dalam
tasawuf dengan disertasinya yang berjudul The Development of Metaphysics in
Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).12 Beliau tinggal di Eropa kurang lebih
selama tiga tahun. Sekembalinya dari Munich, beliau menjadi advokat dan juga
sebagai dosen. Buku yang berjudul The Recontruction of Religius Thought in Islam
adalah kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan
karyanya terbesar dalam bidang filsafat.

Pada tahun 1930, beliau memasuki bidang politik dan menjadi ketua konferensi
tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931 dan tahun 1992,
beliau ikut dalam Konferensi Meja Bundar di London yang membahas konstitusi baru
bagi India. Pada bulan Oktober tahun 1933, beliau di undang ke Afganistan untuk
membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Pada tahun 1935, beliau jatuh sakit
dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula, dan beliau
meninggal pada tanggal 20 April 1935.

2.4.2 Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal

Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih terkenal


sebagai seorang filsuf eksistensial. Oleh karena itu, kesulitan untuk menemukan
pandangan-pandangannya mengenai wacana-wacana kalam klasik, seperti fungsi akal
dan wahyu, perbuatan Tuhan, perbuatan manusia dan kewajiban-kewajiban Tuhan.
Sebagaimana akan terlihat nanti, ia sering menyinggung beberapa aliran kalam yang
pernah muncul dalam sejarah islam.

9
M.Ag Drs. Abdul Rozak, „Ilmu Kalam‟.
10
Iqbal Abdul Wahab Azzam, Siratuh Wa Falsafah Wa Syi’ruh, Terj. Pustaka, Bandung.
11
Abdillah F Hasan, „Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam‟.
12
Abdul Wahab Azzam.

10
Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya umat islam untuk
melakukan pembaharuan dalam islam agar dapat keluar dari kemundurannya.
Kemunduran umat Islam, menurutnya disebabkan kebekuan umat islam dalam
pemikiran dan di tutupnya pintu Ijtihad. Mereka, seperti kaum konservativf, menolak
kebiasaan berpikir rasional kaum mu‟tazilah karena hal tersebut dianggap akan
membawa pada disintegrasiumat Islam dan membahayakan kestabilan politik mereka.

Islam dalam pandangan beliau menolak konsep lama yang menyatakan


bahwa alam bersifat statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis dan
mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan sosial manusia.Oleh karena itu,
manusia dengan kemampuan khudi-nya harus menciptakan perubahan. Besarnya
penghargaan beliau terhadap gerak dan perubahan ini membawa pemahaman yang
dinamis tentang Al-Qur‟an dan hokum Islam. Tujuan diturunnya Al-Qur‟an, menurut
beliau adalah membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan
dan menjabarkan nas-nas Al-Qur‟an yang masih global dalam realita kehidupan
dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika manusia yang selalu berubah. Inilah
yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh beliau disebutnya sebagai prinsip
gerak dalam struktur Islam.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan membuang
kekakuan serta kejumudan hokum Islam, ijtihad harus dialihkan menjadi ijtihad
kolektif. Menurut beliau, peralihan kekuasaan ijtihat individu yang mewakili mazhab
tertentu kepada lembaga legislative Islam adalah satu-satunya bentuk yang paling tepat
untuk menggerakkan spirit dalam sistem hokum Islam yang selama ini hilang dari umat
Islam dan menyerukan kepada kaum muslimin agar menerima dan mengembangkan
lebih lanjut hasil-hasil realisme tersebut.13

Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, beliau membagi kualifikasi ijtihat


kedalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya
terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja;
2. Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhab;
3. Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-kasus
tertentu dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab.

a.Hakikat Teologi
Secara umum beliau melihat teologi sebagai ilmu yang berdemensi keimanan,
mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan inklusivistik).
Didalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan dan
kebebasmerdekaan”. Pandangannya tentang ontology teologi membuatnya berhasil
melihat anomali (penyimpanan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik.
Mu‟tazilah sebaliknya terlalu jauh bersandar pada akal sehingga mereka tidak
menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran
keagamaan dari pengalaman konkert merupakan kesalahan beasar.14

13
Fazlur Rahman, Islam, Terj. Ahsin Muhammad (Pusaka Bandung).
14
Amin Abdullah, Falsafah Kalam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995).

11
b.Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi tuhan beliau menolak argumen kosmologis
maupun ontologis. Beliau juga menolak argumen teleologis yang berusaha
membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar.
Walaupun demikian, beliau menerima landasan teleologis yang imamen (tetap ada).
Untuk menopang hal ini, beliau menolak pandangan yang statis tentang matter serta
menerima pandangan Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran
dinamis yang tidak berhenti.
Karakter nyata konsep tersebut ditemukan beliau dalam “jangka waktu murni”-
nya Bergson,yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam” jangka waktu murni”,
ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi (penggantian).

c.Jati diri Manusia


Faham dinamisme beliau berpengaruh besar terhadap jati diri manusia.
Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya
tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan
kepribadian.
Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan
mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya,
seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan
Allah.

d.Dosa
Beliau secara tegas menyatakan dalam seluruh kualitasnya bahwa Al-Qur‟an
menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif.Dalam
hubungan ini, beliau mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam (karena
memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan
manusia dari kondisi primitive yang di kuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan
kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi
kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang” dan “timbulnya ego terbatas
yang memiliki kemampuan untuk memilih”.
Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh resiko ini, menujukkan
kepercayaannya yang besar kepada manusia. Sekarang, kewajiban manusia adalah
membenarkan adanya kepercayaan ini. Pengakuan terhadap kemandirian (manusia)
melibatkan pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari
keterbaasan kemandirian. 15

e.Surga dan Neraka


Surga dan Neraka, kata beliau adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran-
gambaran tentang keduanya di dalam Al-Qur‟an adalah penampilan-penampilan
kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Qur‟an
adalah “Api Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung ke atas hati”,
pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah
kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan
yang menuju kepada perpecahan.

15
H. A. R. Gibb, Aliran-Aliran Mosern Dalam Islam, Terj. Machun Husein, ed. by Rajawali Press (Jakarta,
1995).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Dalam peradaban Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW terjadi


berbagai macam paham dalam ajaran Islam di mana umat Islam terpecah-pecah dan
pemikir kalam yang bermacam-macam dalam berpaham ajaran Agama Islam. Di
antaranya pemikiran kalam yang terkenal pada masa sekarang adalah :

1. Syekh Muhammad Abduh


2. Sayyid Ahmad Khan
3. Muhammad Iqbal

Bahwasanya faham dan pemikiran yang dianut Oleh Sayyid Ahmad Khan
ada kesamaan dengan faham yamg dianut oleh Qodariyah, misalnya manusia di
anugrahi Tuhan berbagai macam daya diantaranya fikiran yang berupa akal dan daya
fisik untuk merealisasikan kehendak.Adapun penolakan taqlid oleh Ahmad Khan
dikarenakan dapat mengurangi relevansi Qur‟ an dengan masyarakat baru pada
zaman tersebut, maka ia memandang perlu diadakannya ijtihat–ijtihat baru (tajdid)
untuk menyesuaikan dalam peraksis ajaran–ajaran agama Islam dengan situasi,
kondisi dan perkembangan masyarakat yang terus menerus mengalami perubahan
ataupun tajdid dalam kehidupan mereka. Dan ia mengedepankan rasio ataupun
pemikiran-pemikiran, dan menolak semua yang bertentangan dengan logika dan
hukum alam, misalnya Hadist dan Fiqih di karenakan itu semua adalah esensinya
moralitas–moralitas masyarakat pada zaman abad pertama dalam pengumpulan
Hadist tersebut dan adapun Fiqih yang esensinya tentang moralitas masyarakat
berikutnya sampai timbulnya mazhab–mazhab. Tetapi Sayyid Ahmad Khan tetap
mengambil Al-qur‟ an sebagai pedoman, rujukan dan landasan atas ajaran–ajaran
agama Islam.

Dari ketiga tokoh ulama ini kita dapat mengambil pelajaran di mana para
ulama tersebut rela berkorban dalam menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya di
dunia islam yang mana ummat islam pada masa hidup para ulama ini sampai
sekarang sudah lalai dengan kenikmatan dunia. Oleh sebab itu ketiga tokoh ulama ini
mengajak umat islam untuk kembali pada ajaran islam yang sebenarnya.

3.2 Saran

Penulis berharap agar makalah ini bermanfaat guna menunjang pemahaman


terhadap mata kuliah Tauhid dan Ilmu Kalam. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca serta penulis sendiri. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perkembangan kedepannya dalam menyusun makalah kembali.

13
DAFTAR RUJUKAN

Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, ed. by Jawara: Surabaya, 2004

Abdul Wahab Azzam, Iqbal, Siratuh Wa Falsafah Wa Syi’ruh, Terj. Pustaka, Bandung

Abdullah, Amin, Falsafah Kalam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995)

Amin, Faizal, Lmu Kalam Sebuah Tawaran Pergeseran Paradigma Pengkajian Teologi
Islam (STAIN Pontianak Press, 2012)

Drs. Abdul Rozak, M.Ag, „Ilmu Kalam‟

Drs. H. Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam ((Pustaka Setia: Bandung, 1997)

Gibb, H. A. R., Aliran-Aliran Mosern Dalam Islam, Terj. Machun Husein, ed. by
Rajawali Press (Jakarta, 1995)

Harun Nasution, Muhammab Abduh Dan Teologi Rasional (UI Press, 1987)

Hasan, Abdillah F, „Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam‟

Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Pustaka Firdaus: Jakarta, 2003)

Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern Di Inda Dan Pakistan (Mizan, Bandung, 1993)

Rahman, Fazlur, Islam, Terj. Ahsin Muhammad (Pusaka Bandung)

Sihab, Quraish, Studi Kritis Tafsir Al-Manar (Pustaka Hidayah, Bandung, 1994)

14

Anda mungkin juga menyukai