Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ILMU KALAM

ANALISIS KALAM KONTEMPORER & PEMBAHARUAN ISLAM


Mata Kuliah : Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Mufrodi, M.A

Disusun Oleh :
Rahma Padililah 231360058

PROGRAM STUDI BAHASA & SASTRA ARAB


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena tanpa rahmat dan ridhoNya kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini

dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih

kepada bapak Mufrodi, M.A selaku dosen pengampu mata kuliah ilmu kalam

yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.

saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya

miliki. Oleh karena itu saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan

bahkan kritik yang membangun dariberbagai pihak.

Serang, 18 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
2.1 Kalam Kontemporer ...................................................................................... 3
2.2 Modernisasi Dalam Islam .............................................................................. 8
2.3 Teologi Islam .............................................................................................. 13
2.4 Ilmu Kalam dalam Sorotan Filsafat Ilmu …………………………………….12
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 18
2.3 Kesimpulan.............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kemajuan peradaban Barat dalam bidang ilmu pengatahuan dan teknologi


dewasa ini, telah menimbulkan kegelisahan para pemikir Islam kontemporer. Hal
ini tampak pada keprihatinan para ulama dan pemikir kalam Arkoun, bersama-
sama Fazlur Rahman dan Muhammad Iqbal, juga Hasan Hanafi untuk batas-batas
tertentu, yang berpangkal dari ditimbulkan oleh sebuah permasalahan mengapa
ilmu-ilmu keislamam, termasuk di antaranya ilmu kalam, menurut mereka masih
“berjalan di tempat”, baik dari segi konstruksi epistemologi, metodologi maupun
muatan isinya. Padahal kehidupan manusia telah berubah sebegitu fantastisnya di
samping juga problematika dan mainstream pemikiran kontemporer sangat
berbeda dengan era klasik Islam.
Untuk itulah, wacana pemikiran Islam kontemporer yang saat ini sedang
berkembang dan menjadi mainstream, perlu dan harus direspons secara positif-
kritis terutama dalam upaya untuk menghadapi serta menjawab berbagai problem
yang sedang melanda umat Islam dewasa ini. Dengan demikian, persoalan ilmu
kalam pada abad pertama yang lebih disibukkan dengan masalah-masalah ghaib
(metafisika) serta lebih banyak diwarnai oleh hal-hal yang bersifat intelektual-
spekulatif sudah saatnya ditelaah ulang. Hal ini tentunya tidak bermaksud untuk
menegaskan bahwa teori pemikiran kalam klasik untuk masa sekarang ini tidak
diperlukan lagi, tetapi kita ingin lebih mengembangkan dengan memiliki wawasan
dan visi baru pemikiran kalam tersebut sesuai dengan peradaban kontemporer yang
sekarang berkembang, yang tentunya sangat mempengaruhi dinamika
keberagamaan manusia. Namun demikian, pemikiran kalam yang dimunculkan itu
tetap tidak keluar dari prinsip-prinsip karangka mutlak, yakni al-Qur’an dan as-
Sunnah.
Dan juga setelah berkembangnya zaman ini, ilmu kalam perlu diperbaharui
dna dikembangkan diantaranya tidak selalu dan tidak melulu membicarakan
tentang Tuhan ataupun pembelaan terhadap Tuhan, namun, seharusnya energi kit
aini digunakan untuk mencari solusi dari aspek dan problematika yang dihadapi
oleh umat Islam ini.
Oleh karena itu, adalah menjadi suatu keniscayaan bagi pemikir Islam
kontemporer untuk mengadakan orientasi baru terhadap pemikiran kalam klasik.
Membangun orientasi baru berarti pula telah mengembalikan elan vital ilmu kalam
sebagaimana yang telah digejawantahkan oleh pemikir kalam klasik. Dengan

1
demikian pembentukan pemikiran kalam dalam konteks kekininan, akan
mempunyai ruang gerak yang luas dan mengejahwantahkan menjadi sebuah ilmu
kalam aktual, ilmu kalam yang relevans dengan berbagai persoalan kontemporer,
serta mampu merespons dan memberikan solusi terhadap isu-isu kekinian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka kami rumuskan permasalahan


sebagai berikut:
1. Kalam Kontemporer ?
2. Teologi Islam ?
3. Modernisasi dalam Islam?
4. Ilmu kalam dalam sorotan filsafat Ilmu?

1.3 Tujuan Masalah

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui perkembangan ilmu kalam
2. Untuk menjelaskan para pemikir kalam kontemporer
3. Untuk mengetahui metodologi kalam kontemporer

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kalam Kontemporer

A. Kontemporer

Kontemporer adalah sesuatu yang berkembang sesuai zaman sekarang,


artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan
kondisi saat ini. Sedangkan ulama kontemporer mereka yang menggunakan
metodologi yang disesuaikan dengan era sekarang, dan juga mereka menggunakan
pemikiran-pemikiran baru sebagai pembaharuan dari metodologi atau pemikiran
terdahulu.
Abdullah Saeed menyatakan, ulama kontemporer berarti kalangan yang
berasal dari Argumen kontekstual dengan menggunakan pendekatan sosio-historis
dalam memahami beberapa ayat Al-Qur’an yang digunakan menggunakan
konstektual yang sedang terjadi. 1 Sedikit bisa diambil kesimpulan bahwa ulama
kontemporer yaitu ulama yang berada pada saat sekarang dengan mengambil
metodologi berlatar sosio-kultural dengan bertujuan untuk perbaikan atau
pembaharuan. (Mutrofin, 2019)

B. Kalam Kontemporer

Pada saat ini keadaan islam terjebak pada tradisi-tradisi atau ritual
keagamaan saja, dan sangat jarang tokoh yang terjun langsung membawa
pemikiran tentang Islam rasional yang mengedepankan akal dan pikiran.
Menurut Harun Nasution, Islam di Indonesia ini akan mengalami
kemajuan yang lambat apabila tidak diperbaharui dengan pemikiran yang
baru, atau dengan metodologi di era sekarang. Untuk itu, Rasionalisme
menjadi focus utama pemikirannya, sehingga akal atau rasio menjadi
begitu penting. Dan Harun Naution mengemukakan bahwa sesungguhnya
agama Islam adalah agama yang Rasional.
Kesimpulan dari pemikiran Harun Nasution tentang kalam kontemporer,
bahwa teologi tradisional menjadi penghambat kemajuan peradaban

1
Abdullah Saeed, Interpreting The Al-Qur’an Towards a Comtemporary Approach
(New York : Roudledge, 2006), 1-7

3
Islam, maka dari itu, metodologi Islam perlu di perbaharui dengan
menggunakan teologi rasional, dengan menempatkan akal di samping
wahyu, maka peradaban, pengetahuan dan teknologi Islam di Indonesia
akan mengalami kemajuan. Kemudian pemikiran teologi dan rasioanlitas
Harun Nasution ini mewujudkan pembaharuan di bebrapa bidang di
Indonesia diantaranya, bidang politik, social, budaya,Pendidikan, tradisi
intelektual dan perguruan tinggi di Indonesia. (Ganjaran Gusti Agung,
2019)
C. Karakteristik Muslim Kekinian

Kondisi umat islam saat ini, banyak yang menggambarkan bahwa


pribadi-pribadi muslim saat ini bak buih yang mengambang, tidak jelas
arah dan tujuan, dan cenderung mengikuti arus zaman saat ini. Fakta yang
terjadi yang membuat kondisi umat ini semakin terpuruk dihimpit
permasalahan adalah terdapat kelemahan-kelemahan pada individu
muslimnya, karna banyak muslim di dunia ini, hanya muslim keturunan,
dan tak jarang mengetahui esensi islam itu sendiri, dan juga banyak yang
mengaku dirinya muslim, tapi memiliki konsep aqidah yang salah. Pribadi-
pribadi yang sekarang pula, tidak membawa perbaikan ataupun perubahan
untuk masyarakat, jangankan untuk masyarakat untuk diri sendiri pula
tidak membawa hal yang positif.

Jika dibahas lebih mendalam lagi permasalahan pada umat ini tak
aka nada habisnya. Dan tidak dapat kita pungkiri bahwa seperti itulah
kondisi umat islam saat ini. Tetapi, ditengah permasalahan itu, orang bijak
akan selalu mencari solusi ditengah kemelut berkepanjangan ini. Setelah
kita kritisi dan terjun lebih mendalam lagi atas kondisi umat Islam saat ini,
maka sesungguhnya terdapat solusi yang dapat kita implementasikan.
Tarbiyah dan Harakah islamiyah merupakan salah satu solusi yang ketika
kita implementasikan insya Allah bisa mengatasi permasalahan umat saat
ini. Dakwah Harakiyah yang integral (terus mengalami peningkatan) yang
bersifat Rabbaniyah, Manhajiyah, Marhaliyah, tasam>muh, I’tida>l,
tawazun, tawasut}h serta amar ma’ruf nahy munkar.

D. Pemikiran kalam dalam konteks kekinian

Kondisi realitas sosiologis umat islam saat ini, mengalami


keterbelakangan selama beberapa abad,yang berakibat lemahnya rasa
percaya diri Ketika berhadapan dengan superioritas peradaban Barat. Hal
tersebut membuat para pemikir kalam harus melakukan pembaruan dalam
pemikiran kalam untuk merelevansi dalam aspek kekinia semakin tampak.
Hal ini penting dilakukan karena sangat penting bagi masa depan dan
perkembangan umat islam, begitu juga pemikir kalam harus mengetahui
problema-problema di era sekarang, seperti social politik, Pendidikan iptek

4
dan lain sebagainya. Dan strategisnya peran yang diemban pemikiran
kalam yang harus mengikuti mainstream pemikiran kontemporer.

Dan juga ilmu kalam tidak harus dan tidak melulu membicarakan
mengenai pembelaan Tuhan.2 Sebagaimana yang dimaksud Hasan Hanafi
Ketika ia mengatakan bahwa kita tidak perlu memikirkan Tuhan yang ada
dilangit karna Tuhan tidak memikirkan pemikiran kita, dan seharusnya,
energi dan pemikiran kita, dipakai untuk memikirkan segala problema dan
aspek yang terjadi pada Islam saat ini yang belum terselesaikan. Dan
memikirkan kemajuan dan masa depan kemanusiaan kita saat ini. Hasan
Hanafi menginginkan gagasan baru dalam pemikiran kalam agar lebih
jelas membicarakan nasib manusia daripada nasib Tuhan. Dan Hasan
Hanafi hanya berusaha agar ilmu kalam lebih “membumi” relevan dengan
permasalahan kekinian dan lebih berfokus pada kesadaran manusia, dan
berusaha memberikan solusi dengan memberikan pemaknaan bersifat
“antroposentris”.3 (M Kursani Ahmad, 2012) Dan juga ilmu kalam tidak
lagi berbicara tentang dimensi ketuhanan secara murni, tetapi lebih
membicarakan tentang dimensi ketuhanan tersebut mampu
ditransformasikan untuk mengokokohkan eksistensi kemanusiaan dalam
realitas “kebumiannya” dari Tuhan menuju bumi, dari dzat Tuhan menuju
kepribadian manusia, nilai-nilai kemanusiaan diderivasi dari sifat-sifat
Tuhan menuju kepribadian manusia, nilai-nilai kemanuisaan diderivasi
dari sifat-sifat Tuhan, dari kekuasan Tuhan menuju kemampuan berpikir
manusia, dari keabadian Tuhan menuju Gerakan kesejarahan manusia, dari
eskatologis menuju masa depan kemanusiaan. (M. Gufron, 2018)

E. Pengertian pembaharuan
Tajdid dalam pengertian harfiah (etimologi) berarti pembaruan, sedangkan

orang yang melakukan pembaruan disebut mujadid.

Sedangkan menurut para ulma’ tajdid dikategorisasikan menjadi dua

pengertian, pengertian yang pertama yakni tajdid dalam bidang akidah dan ibadah

mahdah. Dalam bidang ini tajdid diartikan sebagai “pemurnian dengan jalan

Kembali kepada pedoman mutlak, yaitu Al-Qur’an & Sunnah Rasul. Pengertian

yang kedua yakni tajdid dalam muamalah duniawiah. Yaitu tajdid diartikan

2
Muhammad In’am Esha, Teologi Islam…, h. 7.
3
Muhammad In’am Esha, Teologi Islam…, h. 9.

5
memperbarui ajaran agama islam agar tidak ketinggalan zaman. (Dr. H. Achmad

Muhibbin Zuhri, M.Ag., 2013)

F. Ibnu Taimiyyah

Nama lengkap ibnu taimiyyah Taqiyuddin ‘Abul Abbas Ahmad bin Abil

Qasim bin al-khidir bin Muhammad bin Taimiyyah al-Harrani al-Damasqi.

Dilahirkan diharan pada hari Senin, tanggal 10 Rabi’ul awal tahun 661 H.

Ayahnnya adalah seorang syaikh & khatib, sedangkan kakeknya seorang faqih

hanbali, Imam ahli Hadist, Tafsir, Ushul, Nahwu & seorang Hufad.

Ibnu Taimiyyah memang hidup pada saat kemunduran islam, dilihat dari

dinasti Bani Abbasiyah yang mengalami kemunduran mengerikan, banyak nya

ancaman dari arah timur yaitu tantara mongol, sedangkan dari arah barat yaitu

Perang Salib.

Ibnu Taimiyyah melihat keadaan umat islam yang jauh dari Al-Qur’an &

Hadist, dan banyak penyimpangan pada masa itu yaitu, Bid’ah, Khurafat, Taklid

buta, & menjamurnya tarekat-tarekat yang mengabaikan soal-soal

kemasyarakatan & duniawi, dan itulah yang mennjadi pokok permasalahan umat

islam, sehingga sebagai umat yang terpuruk di bawah kekuatan non muslim.

Kemudian Ibnu Taimiyyah yang memiliki kesadarn penuh & prihatin pada

kondisi umat islam saat itu, mempunyai keinginan untuk memurnikan Kembali

ajaran agama islam dengan merujuk kepada Al-Qur’an & Hadist dan mencontoh

praktek berislam yang telah dicontohkan oleh sahabat dan ulama salaf lain. Hal

yang ditekankan Ibnu Taimiyyah yaitu membuang jauh-jauh sifat fanatisme,

taklid buta serta menganjrkan umat islam untuk membuka pintu jihad, dan

6
mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar guna memperbaiki kondisi uamt islam

yang carut marut. Kemudian Ibnu Taimiyyah juga mengeluarkan Fatwa-fatwa

diantaranya : Dibidang Kenegaraan Siaysah As-Syari’iah, sehingga terkenal

sampai prancis. (Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M.Ag, 2013)

G. Jamaluddin Al-Afghani

Jamaluddin Al-Afghani lahir di Asadabad tahun 1254H/1838 dan

wafat di Istanbul 1897M. Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin Al-

Afghani. Gelar Sayyid yang disandangnya menunjukkan bahwa belliau

berasal dari keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Afghani

karena beliau berasal dari Afghanistan (Nursi, 2009)

Jamaluddin Al-Afghani adalah anak dari Sayyid Safdar al-

Husainiyyah yang memiliki hubungan darah dengan seorang perawi hadist

terkenal yang telah bermigrasi ke Kabul Afganistan (Lewis, 1965)

Al-Afghani berpendapat bahwa kemunduran Islam disebabkan salah

satunya adalah karena umat Islam telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam

yang sebenarnya. Factor lain adalah karna lemahnya persaudaraan antara

kalangan uamat Islam sendiri. Menurut Al-Afghani, untuk mengatasi

semua itu salah satu faktornya ialah umat Islam harus Kembali ke ajaran

yang benar, mensucikan hati, memuliakan akhlak, berkorban untuk

kepentingan umat, pemerintah otokratis harus diubah menjadi demokratis,

dan persatuan umat Islam harus diwujudkan sehingga umat akan maju

sesuai dengan tuntunan Zaman. Dan beliau juga berpendapat bahwa umat

Islam harus terus meningkatkan dan mengembangkan Ilmu pengetahuan

7
dan Pendidikan yang bertujuan untuk memperkuat dunia Islam secara

politisi dalam menghadapi dominasi dunia barat. (Dwi Sukamanila, 2019)

H. Pemikiran Kalam Ismail Al-Faruqi

 Akal & Wahyu

Al-Faruqi berpendapat bahwa akal dan wahyu tidak dapat

dipisahkan dan bertentangan satu sama lain. Menurut Al-Faruqi

Akal & Wahyu saling berkaitan, dipermisalkan dengan dakwah

islam, menurut beliau dakwah islam itu menyuruh umat islam

untuk berpikir & argumentasi secara terbuka, al-Faruqi mengamati

urutan logis antara kebenaran yang diungkapkan dalam wahyu dan

kebenaran yang diamati oleh akal dalam hukum alam yang

diciptakan oleh Tuhan, oleh karena itu pula, Manusia harus

berpikiran terbuka terhadap penemuan-penemuan baru. (Al-Faruqi

1982a), (AlFaruqi & Lois Lamya '1986).

 Iman

Al-Ghazali mengatakan bahwa iman tidak menyangkal,

bertentangan, atau bertentangan dengan bukti akal tetapi

menegaskan (Al-Faruqi 1982b). Al-Faruqi menambahkan bahwa

iman tidak hanya tentang berserah diri, kepercayaan tanpa rasional,

atau tunduk tetapi keadaan di mana pengetahuan agama

menghasilkan intuisi kepastiannya sebagai hasil dari pertimbangan

dan penimbangan semua alternatif yang mungkin.

2.2 Modernisasi dalam Islam

A. Modernisasi

8
Modernisasi secara etimologis berasal dari Bahasa latin modo
danernus. Modo artinya cara sedangkan ernus berarti menunjuk pada
adanya periode waktu masakini. Pada dasarnya modernisasi mencakup
suatu transformasi keseluruhan kehidupan Bersama yang tradisional atau
pra modern dalam arti teknologi serta organisasi social kearah pola pola
ekonomi dan politik yang menjadi ciri negara-negara barat yang
stabil.Modrnisasi merupakan bentuk perubahan social. Perubahan social
yang terarah (directed-change) yang didasarkan pada perencanaan
(planned-change). Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia,
modernisasi adalah hal atau tindaka yang menjadikan
modern,pemoderenan dan Tindakan mau menerima sifat pemodernan.
(Lenawati Asry, 2019)

B. Modernisasi Dalam Islam

Modernisasi dalam islam ialah sebagai upaya dalam


menerjemahkan islam menggunakan perspektif rasional guna
menyesuaikannya dengan perkembangan zaman seperti saat ini dengan
cara melakukan mengadaptasikan sesuatu yang telah lama dengan
berbagai macam perubahan perubahan yang terjadi seperti di era modern
saat ini. Adanya modernisasi dalam Islam merupakan terjadinya kontak
antara bangsa barat dengan umat Islam. Dengan timbulnnya kontak
tersebut menjadikan umat islam sadar akan ketertinggalan dibandingkan
negara negara barat. Kesadaran tersebut menjadikan umat islam tidak mau
kalah dan berusaha mengembalika Kembali masa kejayaan islam seperti
dahulu kala. (SYARIFAH NILAM MUSTIKA PERMATA, 2022)

C. Pemikiran Ulama Kontemporer

 Ismail Al-Faruqi
Dalam rangka membangun peradaban manusia berilmu yang
beresensial Tauhid, Ismail Al-Faruqi menekankan 2 dimensi
penting dalam penting dalam tauhid, yaitu dimensi metodeologis
dan dimensi kontentual.
Pertama, dimensi metodelogis yang meliputi tiga prinsip utama,
yakni unitas (kesatuan), rasionalisme dan toleransi. Yang
dimaksud dengan prinsip ini yaitu, jika suatu peradaban akan
terbangun jika segenap unsur-unsur peradaban tersebut disatukan.
Maka dari itu prinsip inilah yang menentukan bentuk peradaban
Islam. Begitupun sebaliknya, jika unsur-unsur tersebut tidka
menyatu maka, terbentuk campuran unsur yang tidak teratur.
Yang kedua, dimensi kontentual (isi), bahwa tauhid esensi
peradaban Islam mendasari isi peradaban Islam itu sendiri, dalam

9
kaitan ini tauhid memiliki fungsi sebagai prinsip utama dalam
epistomologi, diantaranya adalah :
 Tauhid sebagai prinsip pertama Metafisika. Bersaksi bahwa
Dia tidak ada Tuhan selain Allah, yang berarti, kita bersaksi
dengan penuh keyakinan dans ecara sadar dan memahami
isinya, berarti menyadari bahwa segala yang ada disekitar
kita, benda atau kejadian, semua yang terjadi dalam hal
apapun itu semua tidak jauh dari campur tangan atau
Tindakan Allah.
 Tauhid sebagai prinsip pertama Etika. Tauhid menegaskan
bahwa Tuhan yang Maha Esa menciptakan manusia dalam
sebaik-baiknya bentuk dan mengabdi kepada-Nya. 4 Tauhid
juga menegaskan bahwa tujuan ini termasuk kekhalifahan
manusia dimuka bumi dengan membebani (taklif) tanpa
batsan kewajiabnnya mencakup seluruh alam semesta.
 Ketiga, Tauhid Sebagai Prinsip Pertama Aksiologi. Tauhid
menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan umat
manusia agar manusia dapat membuktikan diri bernilai
secara moral melalui perbuatannya. 5 Dan oleh karena itu
juga Tuhan menempatkan manusia dimuka bumi ini untuk
mendiaminya sebagai ladang untuk bekerja keras serta
menikmati kebaikan keindahannya untuk memakmurkan
bumi dan dirinya.
 Keempat, Tauhid Sebagai Prinsip Pertama Estetika. Dalam
hal ini, tauhid berarti menyingkirkan Tuhan dari segenap
bidang alam, karena segala yang diciptakan adalah
makhluk, nontransenden, tunduk kepada hukum ruang dan
waktu.6 Dan Tuhan tidak dapat digambarkan ataupun
dijelaskan dalam hal definisi apapun, bahwa Tuhan taka da
yang menyerupai-Nya, dan juga Tuhan bukanlah
lembagaestetis apapun yang mungkin. (Firda Inayah, 2018)
2.3 Teologi Islam

Teologi merupakan ilmu yang memebahas segala hal yang berkaitan


dengan Tuhan dan manusia, sifat dan kekuasaan Tuhan serta hubungan sesama
manusia yang berlandaskan nilai-nilai norma dan nilai-nilai kemanusiaan yang
terdapat dalam doktrin keagamaan-perintah Tuhan pada manusia. Filsuf maupun

4
Ibid..117.
5
Al-Faruqi, Tawhid..., 64.
6
5 “Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-
pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
yang Maha mendengar dan melihat.” (QS. Asy-Syu’araa [42]: 11).

10
teolog sama-sama membahas tentang Tuhan, baik memberikan pandangan baru
atau hadir untuk memperkuat pandangan sebelumnya. Risalah Filsuf muslim yang
pada umumnya adalah tentang bagaimana relasi Tuhan dengan hambanya yang
terwujud sifat dan perbuatan-Nya, sedangkan filsuf Barat yang mempertanyakan
keberadaan Tuhan7. (Andi Rika Nur Rahma1), Hanan Assagaf2), 2022)
Islam adalah agama yang membawa kepada kedamaian & ketentraman.
Tetapi agama Islam ini memiliki banyak konflik dan perpecahan karna banyaknya
perbedaan pemikiran dan pemahaman tentang keagamaan, begitu banyak aliran
yang sesat di dlam agama islam ini, maka, ada beberapa tokoh diantaranya Harun
Nasution yang memurnikan Kembali ajaran agama Islam.
A. Pemikiran Teologi M.Rasyid Ridha

 Akal & Wahyu

Menurut M.Rasyid Ridha, akal berperan terhadap persoalan


muamalat (hidup kemasyarakatan), bukan terhadap persoalan
ibadah, dan manusia tidak bisa menggunakan akal untuk
mengetahui dzat-Nya Allah. Menurutnya, akal penting untuk
interpretasi terhadap persoalan teologis, memahami Al-Qur’an,
meneliti Hadist Nabi dan pendapat para sahabat. Dengan demikian
wahyu baginya, adalah sumber informasi yang utama terhadap
pengetahuan tentang Tuhan, sedangkan akal berfungsi sebagai
konfirmasi dari informasi wahyu tersebut.
 Kekuasaan & Kehendak Tuhan

Sedangkan, menurut M.Rasyid Ridha tentang Kekuasaan dan


kehendak Mutlak, ialah tidak berlaku semutlak-mutlaknya
sebagaimana pandanagn Asy’ariah,sebab kekuasaan dan kehendak
Allah dibatasi oleh sunnatullah, qada dan qadar dan hukum
kausalitas yang sudah ditetapkan. Dan yang membedakan pendapat
Rasyid Ridha dan Maturidiyah Samarkand hanya terletak Batasan-
batasan dan kehendak Tuhan, jika Rasyid Ridha, Batasan Batasan
tersebut berada pada sunnatullah, qada dan qadar, dan hukum
kausalitas, sedangkan bagi Maturidiyah Samarkand, Batasan
tersebut adalah kemerdekaan manusia dalam berkehendak dan
berbuat serta hukuman Tuhan tidak berlaku sewenang-wenang.
(Prof.DR.H. Ris'an Rusli, MA, 2018)

B. Pemikiran Harun Nasution Tentang Keadilan Tuhan

7
Ph.D Muhammad Arifin, Teologi Rasional Perspektif Pemikiran Harun Nasation, ed. by M.Sc Dr.
Hafas Furqani, 1st edn (Banda Aceh: Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia, 2021), p. 26

11
Menurut Harun,paham keadilan Asy’ariyah ini mirip dengan Sebagian
umat yang merestui seorang raja yang absolut dan diktator. Sang raja yang
absolut diktator yang dimana dia yang membuat undang-undang dan
hukum utuk rakyatnya, dan raja yang absolut dan diktator itu memiliki hak
penuh untuk membunuh dan menghidupkan rakyatnya. Undang-undang
dan hukum yang dia buat tidak perlu dia ikut mematuhinya. Harun
Nasution memandang bahwa konsep keadilan Tuhan yang diberikan oleh
dua golongan teolog tersebut memiliki perbedaan signifikan. Di satu sisi
kkaum mu’tazilah memandang keadilan Tuhan tidak hanya memberi
imbalan kepada yang berbuat baik dan memberikan hukuman kepada yang
berbuat salah. Mereka juga memandang keadilan Tuhan sebagai adanya
kewajiban Tuhan yang harus dihormati Tuhan. Tuhan berkewajiban
berbuat baik kepada manusia berarti Ia tidak memberikan beban diluar
kemampuan manusia untuk memikulnya, ia mengirimkan Rasul kepada
manusia untuk menguatkan hasil pemikiran akal manusia. 8 (Andi Rika Nur
Rahma1), Hanan Assagaf2), 2022)

2.4 Ilmu Kalam dalam Sorotan Filsafat Ilmu

A. Pengertian Ilmu Kalam

Kalam berarti pembicaraan atau perkataan namun, pengertian kalam disini

tidak sekedar pembicaraan, tapi pembicaraan yang bernalar dengan

menggunakan logika. Dengan demikian ilmu kalam adalah ilmu yang

mempelajari masalah ketuhanan dengan berdasarkan dalil-dalilnya.

Dengan demikian orang yang mempelajarinya, mengetahui cara

bagaimana agar bisa menjaga keimanan agar tidak rusak dan hilang.

(Abuddin Nata, 2002: 222).

Adapun alas an mengapa ilmu ini disebut dengan ilmu kalam karena :

8
Muhammad Arifin, p. 35.

12
1. Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan abad-abad

permulaan Hijriyah ialah kalam Allah (al-Qur’an). Pembicaraan

tentang al-Qur’an ini pernah menimbulkan pertentangan-

pertentangan keras di kalangan umat Islam di abad ke Sembilan

dan ke sepuluh Masehi, sehingga timbul penganiayaan dan

pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim waktu itu

(Harun Nasution, 1978: vi)

2. Dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil

ini Nampak jelas dalam pembicaraan-pembicaraan para

mutakllimin. Dalil al-Qur’an dan Sunnah baru dipakai setelah

mereka menetapkan kebenaran suatu persoalan dari segi akal

pikiran

3. Pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika

dan filsafat (Ensiklopedia Islam II , 2002)

2.3 EPISTOMOLOGI DALAM WACANA KALAM

Kajian Epistomologi dalam Islam sesuatu yang unik, karena jika ditarik

pada filsafat ilmu maka epistomologi adalah sebagaimana yang dikaji di dunia

barat diskursus yang dikaji secara filosofis-spekulatif. Sementara dalam Islam

karena telah bersentuhan dengan doktrin-doktrin agama maka terjadi Tarik

menarik antara ilmiah-pra ilmiah-non ilmiah. Karena itu terjadi problem Ketika

sudah menjadi sebauh produk ilmu, misalnya meski sama-sama memakai pola

deduktif sebagaimana Plato. Akan tetapi, imbasnya jika pola hasil pemikiran Plato

13
dapat dikritik dan dipertanyakan ulang oleh pikiran manusia sesudahnya tanpa rasa

takur dan segan. Maka pola pkir deduktif keagamaan nyaris tidak dapat

dipertanyakan, dikritik atau ditelaah ulang. Hal ini karena bahan dedukasi tadi yang

digunakan dalam kalam adalah teks-teks keagamaan (M. Amin Abdullah, 2012:

161). Karena itu dalam wacana epistomologi kalam semuanya bertolak dari relasi

era antara tiga hal yaitu ilmu pengetahuan (ma’rifah ilm), keyakinan (iman), dan

kebebasan manusia.

1. Masa Murji’ah

Secara garis besar aliran ini terbagi menjadi dua kubu, yaitu kubu

pengikut jahm ibn Safwan (Jabariyah) dan kubu pengikut Ghailan

al-Dimasyqi (Qadariyah). Keduanya mempunyai pedapat yang

sama mengenai definisi iman sebagai pengetahuan tentang Allah

(ma’rifat Allah) dan kafir sebagai ketidaktahuan tentang Allah (al-

jahl billah). Namun keduannya memiliki pendapat yang berbeda

mengenai konsep kemampuan manusia untuk memperoleh

pengetahuan hal ini disebabkan perbedaan konse[ tentang

kebebasan Ilmu Kalam dalam Sorotan Filsafat Ilmu (Amat Zuhri,

M. Ula, 2015)

Menurut Nashr Hamid Abu Zaid, pada saat Ghaylan menyatakan

bahwa keimanan kepada Allah adalah pengetahuan kedua

sebenarnya ia telah memunculkan problematika epistomologi

dalam kalamyang merupakan hasil relasi pengetahuan-iman-

kebebasan (Nashr Hamid Abu Zayid, 1996). Pengetahuan kedua

14
yang dimaksud adalah pengetahuan yang diperoleh melalui nalar

diskursif yang disebut juga dengan pengetahuan perolehan.

Sedangkan pengetahuan pertama adalah pengetahuan dharuri.

Kajian kajian ini menunjukkan bahwa isu epistomologi kalam telah

muncul seak awal yang merupakan relasi dari tiga persoalan di atas

(Wardani, 2003)

2. Masa Mu’tazilah

Mu’tazilah dirintis oleh Washil bin Atha’. Mu’tazilah merupakan

salah satu asset kekayaan dalam hazanah pemikiran dunia Islam,

khususnya bidnag teologi, mereka telah menyumbangkan jasanya

dalam kemajuan dan perkembangan keintelektualan Islam dalam

jangka Panjang. Artinya bahwa mereka telah bekerja sekuat tenaga

berupaya membenahi intern umat Islam dalam memerangi

kebodohan dan kemajuan berpikir dan sebagai penolong dalam

kemurnian Tauhid.9

Argumentasi Mu’tazilah yang menganggap Al-Qur’an sebagai

makhluk adalah karena Allah menciptakan segala sesuatu. Sedang

Al-Qur’an adalah sesuatu, maka Al-Qur’an adalah makhluk.10

Menurut mereka semua ini sangat ditekankan sekali dalam Al-

9
Ini terlihat dengan sikap Mu’tazilah yang telah menciptakan suasana dialogis dikalangan uamt
Islam secara kritis dan argumentative yang rasionalis. Juga mereka menanamkan dirinya sebagai
Ahlu-Tauhid ; lihat Zuhdi jar Allah, al-Mu;tazilah Beirut: al-Ahliyah li al-Nasyr wa al- Tauzi;
1974, h.241.
10
Dalam Firman Allah disebutkan “ Sesungguhnya kami menjadikan Al-Qur’an dalam Bahasa
Arab agar kamu memahaminya.” (Q.S Al-Zukhruf :43) :3 Lihat juga di Q.S Yusuf (12) : 2-3 Allah
juga menanamkan al-Qur’an dengan Zikr, Huda, Nur, Mubarak dan lain sebagainya.

15
Qur’an. Dan Mu’tazilah ini banyak menggunakan Rasional, hingga

tentang Tuhan pun mereka lebih menggunakan akal. (Safii, 2014)

Epistemologi al-Jahiz sebagai murid dari Al-Nazham tidak berbeda

jauh dari gurunya. Akan tetapi al-Jahiz memberi penekanan sebagai

berikut:

1. Kemampuan manusia sebagai conditio sine qua non bagi

aktivitas nalar yang menjadi salah satu sumber pengetahuan

(pengetahuan, akal, kemampuan).

2. Al-Jahiz mengkaitkan akal dan pengetahuan sebagai tuntutan

eksistensi manusia.

3. Semua jenis pengetahuan bersifat dharuri dengan pendasaran

atas fikrah al-thab’ dan konsep al-salah wa al-aslah.

3. Masa Asy’ariah

Asy’ariyah adalah teologi yang dinisbatkan kepada pendirinya yaitu

Abu Hasan al-Asy’ari (w. 330/941). Waktu muda ia adalah murid

dari pentolan mu’tazili dari Basrah, al-Juba’i. Tetapi saat berusia 40

tahun ia berbalik melawan ajaran-ajaran Mu’tazilah dan mencoba

kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang murni (Sayyed Hossein

Nasr, 2012) Perumusan dogma Al-Asy’ari pada intinya

menyuguhkan suatu usaha untuk membuat sintesa antara

pandangan ortodoks yang waktu itu belum dirumuskan, dengan

pandangan Mu'tazilah. Namun, perumusan teologi al-Asy’ari

kadang merupakan reaksi atas Mu'tazilah. Karenanya, hasilnya

setengah sintesa setengah reaksi (Fazlur Rahman, 1994) Dalam

16
usahanya untuk menengahi antara pandangan ortodoksi dan

Mu’tazilah itu terlihat dalam bidang metodologi. Ia telah

menengahi antara kaum Hanbali yang sangat naqli (hanya

berdasarkan teks-teks suci dengan pemahaman harfiyah) dan kaum

Mu’tazili yang sangat aqli. Dan dalam usahanya menengahi antara

Jabariyah dan Qadariyah, al-Asy'ari tampil dengan konsep kasb

(perolehan, acquisition) yang cukup rumit (Nurcholis Majdid,

1995).

17
BAB III
PENUTUP
2.3 Kesimpulan

Paradigma pemikiran kalam klasik yang hanya berorientasi pada

dimensi teosentris semata. Dengan wataknya yang bersifat metafisik-

normatif dan deduktif-spekulaitif, maka tidak mengherankan bila

pemikirakan kalam klasik kurang atau bahkan tidak memiliki kepekaan

terhadap persoalan-persoalan sosial umat dan pesoalan kemanusian

universal.

Fakta inilah yang telah menjadi sasaran kritik tajam dari pemikir-

pemikir Islam kontemporer seperti Muhammad Iqbal, AlGhazali dan Ibnu

Rusyd. Demikian pula kritik yang datang dari M. Amien Rais, M. Amin

Abdullah, Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Nurcholish Madjid. Pada dasarnya

kritik terhadap pradigma pemikiran kalam klasik yang di kemukakan di

atas, mengisyaratkan bahwa, sudah mendesak waktunya untuk melakukan

reinterpretasi dan rekonstruksi pemikiran kalam dalam konteks kekinian.

Pemikiran kalam klasik kurang/tidak memiliki kepekaan terhadap

persoalan-persoalan sosial umat dan isu-isu kemanusian universal kekinian

inilah, berakibat secara sosiologis umat Islam jatuh dalam kondisi

keterbelakangan selama berabad-abad, berakibat lemahnya rasa percaya

diri berhadapan dengan superioritas peradaban Barat. Kenyataan tersebut

menggugah kembali kesadaran bagi para pemikir kalam komtemporer

untuk segera melakukan pembaruan dalam pemikiran kalam, agar

18
pemikiran kalam lebih peka terhadap problema umat dan isuisu

kemanusiaan universal, sehingga relevansinya dengan aspek kekinian

semakin tampak. Seperti apa yang digagas oleh Hasan Hanafi, yang

menghendaki agar pemikiran kalam lebih “membumi” relevan dengan

permasalahan kekinian dan berusaha memberikan solusi dengan

memberikan pemaknaan yang lebih bersifat “antroposentris” dan

menempatkan manusia sebagai pusat kesadaran. Engineer dengan teologi

pembebasan yang lebih cederung kepada hal-hal yang konkret dan historis,

tekenannya lebih ditujukan kepada realitas kekinian, bukan realitas di alam

maya.

Kemmudian kita pula sebagai generasi muda harus bangkit dan

banyak mempelajari lebih banyak tentang pengetahuan Islam agar kita bisa

terus mengembangkan dan memajukan umat islam ini, dan supaya kita

tidak tertinggal dengan peradaban dan teknologi yang dimiliki oleh orang-

orang Barat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amat Zuhri dan Miftahul Ula. (2015). Ilmu Kalam dalam sorotan filsafat ilmu.
Google Scholar, 25.
Andi Rika Nur Rahma1), Hanan Assagaf2). (2022). TEOLOGI ISLAM HARUN
NASUTION. Google Scholar, 129-149.
Beni, A. S., & Akhidayat, H. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (Vol. 1). Bandung:
CV Pustaka Setia.
Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M.Ag. (2013). Aqidah ilmu kalam. Google
Scholar, 200.
Dwi Sukamanila. (2019). KIPRAH DAN KONTRIBUSI JAMALUDDIN Al-
AFGHANI. Google Scholar, 5.
Ensiklopedia Islam II . (2002). 346.
Fazlur Rahman. (1994).
Firda Inayah. (2018). Tauhid sebagai Prinsip Ilmu Pengetahuan. Google Scholar,
14-17.
Ganjaran Gusti Agung. (2019). PERAN PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM HARUN
NASUTION .
Ghazali, A. (2004). Bidayah Al hidayah . Semarang : Toha Putra.
Jama’ah, I. ( 2012). Tadzkirah as-Sami wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-
Muta’allim. Beirut: Dar al-Basyair al-Islamiyah,.
Khaldun, I. (2009). Mukaddimah Ibnu Khaldun,. Beirut: Dar Al-Kutub Al-
‘Ilmiyyah.
Lenawati Asry. (2019). MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Google
Scholar, 2-3.
Lewis. (1965).
M Kursani Ahmad. (2012). PEMIKIRAN KALAM DALAM KONTEKS
KEKINIAN. Google Scholar, 18.

20
M. Gufron. (2018). Transformasi Paradigma Teologi Teosentris Menuju
Antroposentris. Google Scholar, 1-31.
M. Kursani Ahmad. (2012). PEMIKIRAN KALAM DALAM KONTEKS
KEKINIAN. Google Scholar, 1,2, 9-11.
Mutrofin. (2019). Ulama Indonesia Kontemporer. Jurnal dinamika penelitian
Media Komunikasi Sosial Keagamaan, 105-124.
Nashr Hamid Abu Zayid. (1996). Epistomologi dalam wacana kalam. Google
Scholar, 25.
Nurcholis Majdid. (1995).
Nursi. (2009).
Prof.DR.H. Ris'an Rusli, MA. (2018). Pemikiran Teologi Islam Modern. In M.
Prof.DR.H. Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern (p. 295).
Jakarta: Kencana.
Safii. (2014). Teologi Mu'tazilah. Google Scholar, 4.
Sayyed Hossein Nasr. (2012).
SYARIFAH NILAM MUSTIKA PERMATA. (2022). PERSPEKTIF ISLAM
TERHADAP MODERNISASI. Google Scholar, 10-12.
Utara, A.-A. A.-S. (2022). 5 Keutamaan Menuntut Ilmu Menurut Pandangan Islam.
11-15.
Walz, I. N. (2023, 11). Penerapan Kandungan Hadis Tentang Menuntut Ilmu Dan
Menghargai Waktu Dalalam Kehidupan Sehari. pp. 11-15.
Wardani. (2003). Epistomologi dalam wacana kalam. Google Scholar, 42.
Zuhri, A. (2015). Ilmu kalam dalam sorotan Filsafat Ilmu. Google Scholar, 25.

21
22

Anda mungkin juga menyukai