Disusun oleh:
Muhammad Roihanuddin 21204033
Farizah Nur Amaliyah 21204052
Fairus Salsabilla Erdiana 21204054
Al Qodri Dewi Wulansari 21204056
KELAS B
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini pada mata kuliah Akhlak Tasawuf di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Kediri.
Tak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan besar
Nabi agung Muhammad SAW, yang telah mengarahkan kepada kita satu-satunya
agama yang diridhoi Allah SWT, yakni agama Islam. Kami selaku penyusun
makalah mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Abdur Rozaq,
M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah ini dan juga kami ucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan yang membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Dengan membahas materi yang mengenai “Perkembangan Pemikiran dalam
Akhak Islam”. Kami bertujuan untuk memaparkan setiap poin demi poin yang ada
dalam makalah ini. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki serta penggunaan bahasa maupun pengambilan data
informasi yang terbilang masih kurang dan mendetail. Oleh karena itu, kami
mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
semoga makalah singkat ini dapat bermanfaat bagi kami dan semua pihak yang
membaca dan mempelajarinya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
implikasi yang luas dalam memahami bagaimana Islam dan umat Muslim
berinteraksi dengan dunia modern.
Dengan menggali perkembangan pemikiran dalam akhlak Islam, makalah
ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang
bagaimana konsep etika dalam Islam telah berkembang sepanjang sejarah dan
bagaimana pemikiran ini relevan dalam menghadapi tantangan-tantangan masa
kini. Selain itu, makalah ini juga dapat menjadi dasar untuk mendiskusikan
implikasi praktis dari pemikiran ini dalam kehidupan sehari-hari umat Islam serta
dalam konteks hubungan antaragama dan antarbudaya.
2
4. Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase
Abad Pertengahan.
5. Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase
Modern.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Pustaka Setia: Bandung), h. 41.
2
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Rajawali Pers: Jakarta), h. 60.
4
mengurangi kebutuhan terhadap dunia sedikit mungkin, rela menerima apa
adanya, suka menanggung penderitaan, menghinakan orang kaya, menjauhi
kenikmatan, tidak peduli cercaan orang lain, karena yang penting ia dapat
memelihara akhlak yang mulia. Diantara pemimpin golongan Cynics yang
terkenal adalah Diogenes. Diogenis berpendapat bahwa hidup bergelimang
dengan kemewahan akan membawa orang lupa pada Tuhan. Sedangkan
golongan Cyrenics dipimpin oleh Aristipus. Golongan ini berpendapat bahwa
mencari kenikmatan dan menjauhi kepedihan merupakan satu-satunya tujuan
hidup yang benar. Sehingga, menurutnya kebahagiaan dan keutamaan itu
terletak pada tercapainya kenikmatan dan mengutamakannya.3
Kemudian datanglah Plato pada (427-347 SM). Dia seorang filsafat Athena
dan murid dari Socrates. Dia mengarang beberapa buku, namun diantara
bukunya yang mengandung ajaran akhlak adalah Republik. Pandangannya
dalam bidang akhlak berdasar “teori contoh”. Jelasnya dia berpendapat di
belakang alam lahir ini ada alam lain yaitu alam rohani.4 Maksudnya, bahwa
apa yang terdapat pada yang lahiriah ini sebenarnya telah ada contohnya
terlebih dahulu. Teori contoh ini digunaan untuk menjelaskan masalah akhlak.
Diantara contoh ini adalah contoh untuk kebaikan. Sehingga pandangan Plato
lebih ke arah tentang alam, Tuhan, dan Manusia.5
Setelah Plato, datang pula Aristoteles (394-322 SM). Dia seorang murid
Plato, yang membangun paham, dan para pengikutnya disebut kaum
Peripatetis, karena ia memberi pelajaran sambil berjalan. Aristoteles berupaya
menyelidiki akhlak dan mengarangnya. Dia berpendapat bahwa tujuan terakhir
yang dikehendaki oleh manusia mengenai perbuatannya ialah “Bahagia”.
Aristoteles juga dikenal sebagai yang membawa teori pertengahan. Artinya,
tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah di antara kedua keburukan.6
Selanjutnya pemikir akhlak dari kalangan Yunani adalah Stoics dan
Epicuric. Dalam akhlak Stoics sepaham dengan Cynics. Paham Stoics ini diikuti
3
Ibid., h. 61.
4
Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 42-43.
5
Mariam Al-Attar, Islamic Ethics Divine Command Theory in Arabo-Islamic thought, (Routledge:
USA and Canada), h. 2-3.
6
Abdul Wahab Syakhrai, “Perkembangan Pemikiran Dalam Akhlak Islam”, Cross-border, Vol. 6
No. 1 (Januari-Juni, 2023), h. 55.
5
oleh banyak ahli filsafat di Yunani dan Romawi. Sedangkan Epicuric
mendasarkan pemikirannya pada paham Cyrenics, diantara pengikutnya dalam
zaman baru ini adalah “Gassendi”, seorang ahli filsafat Perancis (1592-1656).7
7
Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 44.
6
terutama ketika debitur tidak mampu membayar bunga atas utang yang
menumpuk padanya.
Hamparan gurun pasir yang tak berujung seakan ada di hadapan mata
orang Arab. Perbedaan siang dan malam tanpa kejutan membuat mereka
berpegang teguh pada tradisi, sehingga menolak segala hal baru atau
pembaharuan dalam hidup mereka. Ramalan dan meramal tersebar luas di
antara mereka, mereka percaya pada ilmu sihir, mereka juga banyak minum
alkohol, berjudi, dan sering mengunjungi tenda rumah bordil.
Akhlak adalah jenis perilaku yang dilakukan seorang Muslim terhadap
orang lain, dan merupakan cerminan langsung dari kekuatan keyakinan di
dalam hatinya dan ketulusan dalam melaksanakan ritual.
Secara umum, moral masyarakat Arab pada masa pra-Islam mengandung
banyak cacat dan keburukan, dan dicirikan oleh kekasaran dan irasionalitas,
meskipun para syekh suku setia pada perjanjian mereka. Dan mereka tidak
memutuskan aliansi yang telah terjalin di antara mereka. 8
Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai
mana bangsa Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan
terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya.
Sekalipun demikian, bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah
dan syair-syair yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-nilai akhlak,
seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan
Hatim Ath-Tha’i. 9
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki
pemikiran yang minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan
kata-kata hikmah dari filosof-filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari
kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat dan aliran-
alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-ahli syair yang
menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan.
8
Tuan Dr. Hamed Taher, Pemikiran Etis dalam Islam (Arab: www.alukah.net).
9
Abdul Wahab Syakhrani, dkk, “Perkembangan Pemikiran Islam dalam Akhlak Islam”, h. 55.
7
Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah
sumber dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan
di bumi adalah ciptaan sang Khalikul Alam (Rosihon Anwar, 2010).
10
Abdul Wahab Syakhrani, “Perkembangan Pemikiran Islam dalam Akhlak Islam”, h. 55-56.
8
Artinya :
Wahai manusia, kami jadikan kalian laki-laki dan perempuan dan kami
jadikan pula kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah agar kalian
saling mengenal.........(QS. Al-Hujarat: 13).
9
islam.11 Selain itu dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun mereka tidak
menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Gifhari, Amr bin Yasir,
Nauval Al-Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.
3. Pada abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qummi Menulis kitab Al-Mani’at
min Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam
bidang akhlak adalah:
a) Ar-Razi (250-313 H) telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul
Ath-Thibb Ar-Ruhani (kesehatan ruhani), walaupun masih ada filusuf
lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Buku ini menjelaskan kesehatan
ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupakan filsafat akhlak terpenting
yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.
b) Pada abad ke-4 H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan
Makarim Al-akhlak. Pada abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-
Farabi yang melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga
ikhwan Ash-Shafa dalam Rasa’ilnya, dan Ibnu Sina (370-428H).
c) Pada abad ke-5 H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib
Al-Akhlak wa That-hir Al-A’araq dan Adab Al-‘Arab wa Al-Furs. Kitab
ini merupakan uraian suatu aliran akhlak yang sebagai materinya berasal
dari konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu
dengan ajaran dan hukum islam serta diperkaya dengan pengalaman
hidup penulis dan situasi zamannya.
d) Pada abad ke-6 H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih
Al-Khatir wa Nuzhah An-Nazhir.
e) Pada abad ke-7 H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-
Akhlak An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-
Muta’aimin.12
11
Drs. H. Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, Vol. 1 (Jakarta: Amzah, 2016), h. 40.
12
Ibid., h. 40-41.
10
bin Amin Ad-Din Al-Adab, Ad-Dhiniyah karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi,
dan Bihar Al-Anwar.
Para tokoh Islam juga mempelajari filsafat Yunani terutama
pendapat-pendapat tokoh dan ungkapan-ungkapan bahasa Yunani mengenai
akhlak. Boleh jadi penyelidikan bangsa arab yang terbesar mengenai akhlak
adalah Ibnu Miskawaih yang meninggal tahun 421 H. Dia menyusun kitabnya
yang terkenal yaitu: Tazhidul akhlak (Pendidkian Akhlak). Dalam karyanya
ia telah mengkombinasi dan mencampurkan ajaran Plato, Aristoteles, Galinus
dengan ajaran-ajaran islam
13
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 65-66.
11
pendapat gereja. Di luar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak
diperkenankan.
14
Abdul Wahab Syakhrani, “Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam”, h. 57.
12
1. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan sebelum
dipastikan nyata. Apa yang didasarkan pada sangkaan semata dan
tumbuh dari kebiasaan wajib ditolak;
2. Penyelidikan terhadap sesuatu harus dimulai dari yang terkecil dan yang
termudah lalu mengarah pada yang lebih kompleks; 3. Tidak boleh
menetapkan kebenaran sebelum diuji terlebih dahulu.
b) Thomas Hill Green (1836-1882) dan Herbert Spencer (1820-1903) Green
dan Spencer mengaitkan paham evolusi dengan akhlak. Diantara pemikiran
akhlak Green adalah:
1. Manusia dapat memahami suatu keadaan yang lebih baik dan dapat
menghendaki sabab ia adalah plaku moral;
2. Manusia dapat melakukan realisi diri karena ia adalah subjek yang sadar
diri, suatu reproduksi dari kesadaran diri yang abadi;
3. Cita-cita keadaan yang lebih baik adalah yang ideal, tujuan yang
terakhir,
4. Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia. Kebaikan
moral adalah yang memuaskan hasrat pelaku moral. Kebaikan yang
sesungguhnya adalah tujuan yang memiliki nilai yang mutlak. Ideal dari
kehidupan yang sempurna adalah kesempurnaan manusia dalam alam,
ditentukan oleh kehendak yang selaras, kehendak yang mendorong
tindakan yang utama.
c) Victor Cousin (1792-1867) dan August Comte (1798-1857) Cousin adalah
salah seorang yang bertanggung jawab menggeser filsafat Prancis
sensasionalisme ke arah spiritualisme meurut pemikirannya sendiri. Ia
mengajarkan bahwa dasar metafisika adalah pengamatan yang hati-hati dan
analisis atas fakta-fakta tentang kehidupan yang sadar.
d) August Comte atau Auguste Comte (nama panjang Isidore Marie Auguste
Francois Xavier Comte) lahir di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 –
meninggal di Paris, Perancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun) adalah
seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai “bapak sosiologi”. Dia
dikenal sebagai seorang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah
dalam ilmu sosial.
13
Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu
bermunculan berbagai mazhab etika antara lain sebagai berikut:
a. Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama.
b. Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran.
c. Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis,
yaitu ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama).15
15
Ibid., h. 58.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada fase Yunani, pemikir akhlak dari kalangan Yunani adalah Stoics
dan Epicuric. Dalam akhlak Stoics sepaham dengan Cynics. Paham Stoics ini
diikuti oleh banyak ahli filsafat di Yunani dan Romawi. Sedangkan Epicuric
mendasarkan pemikirannya pada paham Cyrenics, diantara pengikutnya dalam
zaman baru ini adalah “Gassendi”, seorang ahli filsafat Perancis (1592-1656).
Pada fase Pra Islam, dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam
telah memiliki pemikiran yang minimal dalam bidang akhlak, dan belum
sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-filosof Yunani kuno. Memang
pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli
filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-
ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat
keburukan. Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah
adalah sumber dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada
dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul Alam.
Pada fase Islam, Islam datang dengan membawa ajaran-ajaran akhlak
oleh Nabi Muhammad Saw, islam menerima setiap kebiasaan terpuji yang
terdapat pada bangsa Arab yaitu mengakui apa-apa yang dipandang tepat
(baik) untuk membina umat serta menolak apa-apa yang dianggap jelek
(menurut petunjuk al-Qur’an dan As-sunnah). Dalam perkembangannya
kemudian, ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama
Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan Yang Maha Esa dan akal manusia.
Pada fase abad pertengahan yaitu Bangsa Romawi, Eropa mulailah
bangkit pada babak kedua abad xv dan para ahli menghidup-hidupkan kembali
filsafat Yunani. Para ahli angkatan baru waktu itu mengeritik dan memperluas
penyelidikan tentang masalah-masalah akhlak (etika) itu berdasarkan
persoalan ilmu-ilmu lain yang telah ditemukan orang, seperti ilmu jiwa dan
ilmu kemasyarakatan, Mereka cenderung kepada kenyataan, bukan kepada
khayal.
15
Pada era modern itu bermunculan berbagai mazhab etika antara lain
yaitu ada yang tetap mempertahankan corak paham lama, ada yang secara
radikal melakukan revolusi pemikiran, tidak sedikit yang masih tetap konsisten
mempertahankan etika teologis, yaitu ajaran akhlak yang berdasarkan
ketuhanan (agama).
3.2 Saran
Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam
memahami materi-materi yang telah diuraikan di atas, dengan berbagai
keterbatasan sumber dan bahan yang dikumpulkan sehingga, tidak menutup
kemungkinan adanya kekurangan. Sebagai pertimbangan, penulis
menyarankan agar pembaca dapat mencari berbagai literatur lain demi
melengkapi materi terkait yang belum secara sempurna dibahas dalam
makalah.
16
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Hamed Taher, Tuan. Pemikiran Etis dalam Islam ()الفكر األخالقى فى اإلسالم. Arab:
www.alukah.net. 2016
iv