Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DALAM AKHLAK ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak dan Tasawuf


Dosen Pengampu: Muhammad Abdur Rozaq, M.Pd.

Disusun oleh:
Muhammad Roihanuddin 21204033
Farizah Nur Amaliyah 21204052
Fairus Salsabilla Erdiana 21204054
Al Qodri Dewi Wulansari 21204056

KELAS B
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini pada mata kuliah Akhlak Tasawuf di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Kediri.
Tak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan besar
Nabi agung Muhammad SAW, yang telah mengarahkan kepada kita satu-satunya
agama yang diridhoi Allah SWT, yakni agama Islam. Kami selaku penyusun
makalah mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Abdur Rozaq,
M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah ini dan juga kami ucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan yang membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Dengan membahas materi yang mengenai “Perkembangan Pemikiran dalam
Akhak Islam”. Kami bertujuan untuk memaparkan setiap poin demi poin yang ada
dalam makalah ini. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki serta penggunaan bahasa maupun pengambilan data
informasi yang terbilang masih kurang dan mendetail. Oleh karena itu, kami
mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
semoga makalah singkat ini dapat bermanfaat bagi kami dan semua pihak yang
membaca dan mempelajarinya.

Kediri, 26 September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4
2.1 Fase Yunani ...............................................................................................4
2.2 Fase Arab Pra Islam ...................................................................................6
2.3 Fase Islam ..................................................................................................8
2.4 Fase Abad Pertengahan ............................................................................11
2.5 Fase Modern ............................................................................................12
BAB III PENUTUP ..............................................................................................15
3.1 Kesimpulan ..............................................................................................15
3.2 Saran ........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhlak, atau sering disebut sebagai etika dalam Islam, merupakan aspek
penting dalam kehidupan seorang Muslim. Konsep akhlak dalam Islam mengatur
perilaku, moralitas, dan tindakan individu dalam rangka menciptakan masyarakat
yang adil, bermoral, dan beretika. Perkembangan pemikiran dalam akhlak Islam
telah menjadi subjek penting dalam studi keagamaan dan filsafat Islam sepanjang
sejarah. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk menggali perkembangan
pemikiran dalam akhlak Islam sepanjang sejarah Islam.
Akhlak Islam adalah bagian integral dari agama dan budaya Islam yang
telah berkembang sejak masa awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad SAW.
Pemikiran dalam akhlak Islam mencakup berbagai aspek, seperti etika individu,
sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan. Para ulama, filosof, dan cendekiawan
Islam telah berperan penting dalam mengembangkan dan merumuskan prinsip-
prinsip akhlak Islam yang menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.
Selama berabad-abad, perkembangan pemikiran dalam akhlak Islam telah
melibatkan berbagai aliran dan pemikiran, mulai dari etika Aristotelian dan Platonic
yang diadopsi dalam pemikiran Islam awal, hingga pemikiran kontemporer yang
menghadapi tantangan-tantangan global modern. Pemikiran dalam akhlak Islam
juga mempengaruhi perkembangan hukum Islam, teologi, dan politik dalam dunia
Muslim.
Makalah ini akan mencoba untuk merinci perkembangan pemikiran dalam
akhlak Islam dari masa awal Islam (Yunani) hingga masa modern. Kami akan
membahas bagaimana pemikiran ini mencerminkan perubahan sosial dan budaya
dalam masyarakat Muslim.
Dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat,
pemikiran dalam akhlak Islam juga relevan untuk menghadapi berbagai isu-etika
modern seperti bioetika, hak asasi manusia, dan lingkungan. Oleh karena itu,
pemahaman tentang perkembangan pemikiran dalam akhlak Islam memiliki

1
implikasi yang luas dalam memahami bagaimana Islam dan umat Muslim
berinteraksi dengan dunia modern.
Dengan menggali perkembangan pemikiran dalam akhlak Islam, makalah
ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang
bagaimana konsep etika dalam Islam telah berkembang sepanjang sejarah dan
bagaimana pemikiran ini relevan dalam menghadapi tantangan-tantangan masa
kini. Selain itu, makalah ini juga dapat menjadi dasar untuk mendiskusikan
implikasi praktis dari pemikiran ini dalam kehidupan sehari-hari umat Islam serta
dalam konteks hubungan antaragama dan antarbudaya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, terdapat permasalahan-
permasalahan yang akan dibahas mengenai Perkembangan Pemikiran dalam
Akhlak Islam. Sehingga diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase Yunani?
2. Bagaimana Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase Arab Pra-
Islam?
3. Bagaimana Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase Islam?
4. Bagaimana Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase Abad
Pertengahan?
5. Bagaimana Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase Modern?

1.3 Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah di atas, maka dapat diambil beberapa tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase
Yunani.
2. Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase
Arab Pra-Islam.
3. Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase
Islam.

2
4. Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase
Abad Pertengahan.
5. Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam pada Fase
Modern.

1.4 Manfaat Penulisan


Dari rumusan masalah dan tujuan di atas, maka dapat diambil manfaat dari
penulisan makalah sebagai berikut:
1. Pembaca dan penulis dapat memahami tentang Perkembangan Pemikiran dalam
Akhlak Islam pada Fase Yunani.
2. Pembaca dan penulis dapat memahami tentang Perkembangan Pemikiran dalam
Akhlak Islam pada Fase Arab Pra Islam.
3. Pembaca dan penulis dapat memahami tentang Perkembangan Pemikiran dalam
Akhlak Islam pada Fase Islam.
4. Pembaca dan penulis dapat memahami tentang Perkembangan Pemikiran dalam
Akhlak Islam pada Fase Abad Pertengahan.
5. Pembaca dan penulis dapat memahami tentang Perkembangan Pemikiran dalam
Akhlak Islam pada Fase Modern.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fase Yunani


Penyelidikan ahli-ahli filsafat Yunani kuno tidak banyak memperhatikan
pada akhlak, kebanyakan penyelidikannya mengenai alam. Sehingga, datang
Sophisticians, yaitu orang yang bijaksana (500-250 SM). Dasar yang digunakan
para ahli Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat
tentang manusia. Pandangan dan pemikiran para ahli filsafat Yunani berbeda-
beda, tetapi tujuan mereka satu, yaitu untuk menyiapkan angkatan muda Yunani
agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban
mereka terhadap tanah airnya.1
Pandangan tersebut menimbulkan pandangan mengenai pokok-pokok
filsafat, diikuti kecaman-kecaman sebagian tradisi dan adat-adat lama, sehingga
membangkitkan kemarahan kaum kolot Conservative. Kemudian, datanglah
Plato, ia mengecam dan menentang mereka yang suka mempermainkan kata
dan memutarbalikkan kenyataan, sehingga diberi julukan Sophistry. Dari hal
tersebut, nama mereka menjadi buruk, kemudian datanglah Socrates.
Sejarah mencatat, bahwa filosof Yunani pertama kali mengemukakan
pemikiran di bidang akhlak adalah Socrates (469-399 SM). Socrates dikenal
sebagai pembangun (perintis) ilmu akhlak. Ia orang pertama yang berusaha
dengan sungguh-sungguh, membentuk perhubungan manusia dengan dasar
ilmu pengetahuan. Socrates berpendapat bahwa akhlak dan bentuk
perhubungan itu, tidak menjadi benar kecuali bila didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Sehingga, dia berpendapat bahwa “Keutamaan itu adalah ilmu”.2
Golongan yang lahir sesudah Socrates adalah golongan “Cynics” dan
“Cyrenics”, mereka merupakan pengiut Socrates. Cynics berpaham Antisthenes
yang hidup pada tahun 444-370 SM. Menurut golongan ini bahwa Ketuhanan
itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia itu yang berperangai
Ketuhanan. Karena menganut paham tersebut, maka golongan ini banyak

1
Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Pustaka Setia: Bandung), h. 41.
2
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Rajawali Pers: Jakarta), h. 60.

4
mengurangi kebutuhan terhadap dunia sedikit mungkin, rela menerima apa
adanya, suka menanggung penderitaan, menghinakan orang kaya, menjauhi
kenikmatan, tidak peduli cercaan orang lain, karena yang penting ia dapat
memelihara akhlak yang mulia. Diantara pemimpin golongan Cynics yang
terkenal adalah Diogenes. Diogenis berpendapat bahwa hidup bergelimang
dengan kemewahan akan membawa orang lupa pada Tuhan. Sedangkan
golongan Cyrenics dipimpin oleh Aristipus. Golongan ini berpendapat bahwa
mencari kenikmatan dan menjauhi kepedihan merupakan satu-satunya tujuan
hidup yang benar. Sehingga, menurutnya kebahagiaan dan keutamaan itu
terletak pada tercapainya kenikmatan dan mengutamakannya.3
Kemudian datanglah Plato pada (427-347 SM). Dia seorang filsafat Athena
dan murid dari Socrates. Dia mengarang beberapa buku, namun diantara
bukunya yang mengandung ajaran akhlak adalah Republik. Pandangannya
dalam bidang akhlak berdasar “teori contoh”. Jelasnya dia berpendapat di
belakang alam lahir ini ada alam lain yaitu alam rohani.4 Maksudnya, bahwa
apa yang terdapat pada yang lahiriah ini sebenarnya telah ada contohnya
terlebih dahulu. Teori contoh ini digunaan untuk menjelaskan masalah akhlak.
Diantara contoh ini adalah contoh untuk kebaikan. Sehingga pandangan Plato
lebih ke arah tentang alam, Tuhan, dan Manusia.5
Setelah Plato, datang pula Aristoteles (394-322 SM). Dia seorang murid
Plato, yang membangun paham, dan para pengikutnya disebut kaum
Peripatetis, karena ia memberi pelajaran sambil berjalan. Aristoteles berupaya
menyelidiki akhlak dan mengarangnya. Dia berpendapat bahwa tujuan terakhir
yang dikehendaki oleh manusia mengenai perbuatannya ialah “Bahagia”.
Aristoteles juga dikenal sebagai yang membawa teori pertengahan. Artinya,
tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah di antara kedua keburukan.6
Selanjutnya pemikir akhlak dari kalangan Yunani adalah Stoics dan
Epicuric. Dalam akhlak Stoics sepaham dengan Cynics. Paham Stoics ini diikuti

3
Ibid., h. 61.
4
Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 42-43.
5
Mariam Al-Attar, Islamic Ethics Divine Command Theory in Arabo-Islamic thought, (Routledge:
USA and Canada), h. 2-3.
6
Abdul Wahab Syakhrai, “Perkembangan Pemikiran Dalam Akhlak Islam”, Cross-border, Vol. 6
No. 1 (Januari-Juni, 2023), h. 55.

5
oleh banyak ahli filsafat di Yunani dan Romawi. Sedangkan Epicuric
mendasarkan pemikirannya pada paham Cyrenics, diantara pengikutnya dalam
zaman baru ini adalah “Gassendi”, seorang ahli filsafat Perancis (1592-1656).7

2.2 Fase Arab Pra Islam


Orang Arab itu terkenal sangat kemurahan hatinya, sampai-sampai ia rela
menyembelih unta satu-satunya untuk tamunya. Ini bukan semata-mata karena
motif moral, melainkan bertujuan untuk menjadi terkenal dan dibicarakan
orang.
Sedangkan bagi perempuan, mereka tidak ada nilainya atau hampir tidak
ada nilainya, dan oleh karena itu orang Arab kadang-kadang terpaksa
membunuh putrinya agar putrinya tidak diperhatikan, dan karena takut
putrinya akan mencoreng kehormatannya jika dia melakukan kesalahan. juga
tidak mewarisi dari wanita, dan memasukkan harta anak yatim ke dalam
hartanya!
Agar nilai-nilai akhlak yang dibawa oleh Islam menjadi jelas bagi kita,
kita harus melihat akhlak orang-orang Arab di mana Islam muncul, dan
Alhamdulillah, dalam waktu singkat, berhasil mewujudkannya. tentang
revolusi dahsyat dalam kehidupan beragama, sosial, dan moral mereka.
Bangsa Arab, seperti semua bangsa di dunia, telah sampai pada sistem
moral mereka sendiri, yang terkait dengan kondisi lingkungan, cara hidup
mereka dan tingkat budaya mereka
Gurun yang luas dan tandus memaksa mereka berpindah mencari air terjun
dan habitat padang rumput untuk kebutuhan ternak mereka. Hal ini
mendorong mereka untuk memperebutkannya dan membunuh suku-suku
lainnya. Ketika mereka kekurangan makanan, mereka akan menyerang suku-
suku yang lainnya, dan mereka tidak merasa malu akan hal ini, namun mereka
malah bangga karenanya!
Di beberapa kota Arab yang tersebar di seluruh Jazirah Arab, orang-orang
Arab terlibat dalam perdagangan. Dalam perdagangan, kemunafikan menjadi
hal biasa di antara mereka, yang seringkali berujung pada perbudakan,

7
Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 44.

6
terutama ketika debitur tidak mampu membayar bunga atas utang yang
menumpuk padanya.
Hamparan gurun pasir yang tak berujung seakan ada di hadapan mata
orang Arab. Perbedaan siang dan malam tanpa kejutan membuat mereka
berpegang teguh pada tradisi, sehingga menolak segala hal baru atau
pembaharuan dalam hidup mereka. Ramalan dan meramal tersebar luas di
antara mereka, mereka percaya pada ilmu sihir, mereka juga banyak minum
alkohol, berjudi, dan sering mengunjungi tenda rumah bordil.
Akhlak adalah jenis perilaku yang dilakukan seorang Muslim terhadap
orang lain, dan merupakan cerminan langsung dari kekuatan keyakinan di
dalam hatinya dan ketulusan dalam melaksanakan ritual.
Secara umum, moral masyarakat Arab pada masa pra-Islam mengandung
banyak cacat dan keburukan, dan dicirikan oleh kekasaran dan irasionalitas,
meskipun para syekh suku setia pada perjanjian mereka. Dan mereka tidak
memutuskan aliansi yang telah terjalin di antara mereka. 8
Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai
mana bangsa Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan
terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya.
Sekalipun demikian, bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah
dan syair-syair yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-nilai akhlak,
seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan
Hatim Ath-Tha’i. 9
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki
pemikiran yang minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan
kata-kata hikmah dari filosof-filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari
kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat dan aliran-
alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-ahli syair yang
menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan.

8
Tuan Dr. Hamed Taher, Pemikiran Etis dalam Islam (Arab: www.alukah.net).
9
Abdul Wahab Syakhrani, dkk, “Perkembangan Pemikiran Islam dalam Akhlak Islam”, h. 55.

7
Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah
sumber dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan
di bumi adalah ciptaan sang Khalikul Alam (Rosihon Anwar, 2010).

2.3 Fase Islam


Pada fase Islam, Islam datang dengan membawa ajaran-ajaran akhlak oleh
Nabi Muhammad Saw, islam menerima setiap kebiasaan terpuji yang terdapat
pada bangsa Arab yaitu mengakui apa-apa yang dipandang tepat (baik) untuk
membina umat serta menolak apa-apa yang dianggap jelek (menurut petunjuk
al-Qur’an dan As-sunnah). Islam membawa akhlak mulia yang menjadi dasar
kebaikan hidup umat manusia dan alam seluruhnya. Pemikiran bangsa Arab
setelah Al-quran turun dari segi akhlak menjadi luas dan berkembang, juga
lebih jelas arah dan sasarannya. Mereka telah diberi nikmat (islam) oleh Allah,
mereka juga mampu dalam menulis syair-syair dan karya tulis sastra yang
mendidik melalui kata-katanya yang hikmah dan terdapat pesan-pesan yang
berkaitan dangan akhlak-akhlak yang sifatnya praktis.10
Dalam perkembangannya kemudian, ajaran akhlak menemukan bentuknya
yang sempurna pada agama Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan Yang
Maha Esa dan akal manusia. Agama islam mengajak manusia agar percaya
kepada Tuhan dan mengakui Dia-Lah yang Maha Pencipta, Pelindung,
Pengasih dan Penyayang terhadap makhluknya. Selain itu agama Islam juga
mengandung jalan hidup manusia paling sempurna dan memuat ajaran yang
menuntun manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua ini
terkandung dalam ajaran al-Qur’an dan As-sunnah.
Terdapat banyak ayat dalam al-Qur’an yang mengajarkan nilai etika dan
moral yang baik untuk sesama manusia. Ajaran tersebut di satu tempat bersifat
golbal atau umum, dan di tempat lain cukup detail dan terperinci. Misal ajaran
al-Quran yang mengajarkan manusia untuk berhubungan yang baik dengan
sesamanya adalah :

10
Abdul Wahab Syakhrani, “Perkembangan Pemikiran Islam dalam Akhlak Islam”, h. 55-56.

8
Artinya :
Wahai manusia, kami jadikan kalian laki-laki dan perempuan dan kami
jadikan pula kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah agar kalian
saling mengenal.........(QS. Al-Hujarat: 13).

Ayat tersebut menekankan manusia untuk saling mengenal antar satu


sama lain, baik sesama suku bangsa ataupun berbeda suku dan bangsanya. Nilai
etik sosial ditekankan kepada setiap individu untuk saling mengetahui dan
dekat satu sama lain sehingga hubungan kemanusiaan terjalin tanpa adanya
sekat atau perbedaan warna kulit dan bahasa. Yang disentuh al-Qur’an adalah
entitas “manusia”, bukan “siapa” atau “dari mana”.
Dalam sebuah hadits disebutkan nahwa sesungguhnya Nabi
Muhammad diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Selain
hadits tersebut masih banyak hadits yang menjelaskan tingginya nilai etika
(akhlak) seseorang, diantara hadits-hadits tersebut adalah:
“Tak ada yang lebih memberatkan timbangan amal kebajikan pada hari
kiamat melebihi akhlak yang mulia” (HR. Bukhori Muslim).
“Sesempurnanya iman seorang mukmin adalah orang yang paling baik
akhlaknya”. (HR. Ahmad).
Lalu bagaimana kelahiran akhlak secara formal di kalangan masyarakat
Islam? Dalam hal ini, para ahli berbeda pendapat mengenai siapa tokoh yang
pertama kali menggagas ilmu akhlak dalam kajian Islam. Berikut ini
dikemukakan beberapa teori menurut para ahli:
1. Tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi Thalib.
Ihwal ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulis untuk putranya, Al-Hasan,
setelah kepulangannya dari Perang Shiffin. Di dalam risalah, terdapat
banyak pelajaran akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah
tercermin pula dalam kitab Nahj Al-Balagah yang banyak dikutip oleh
ulama sunni, seperti Abu Ahmad bin Abdillah Al ‘Asykari dalam kitabnya
Az-Zawajir wa Al-Mawa’izh.
2. Tokoh Islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin
Mahrann Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad ke-2 H. Ia menulis kitab
Al-Mu’min wa Al-Fajr, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam

9
islam.11 Selain itu dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun mereka tidak
menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Gifhari, Amr bin Yasir,
Nauval Al-Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.
3. Pada abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qummi Menulis kitab Al-Mani’at
min Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam
bidang akhlak adalah:
a) Ar-Razi (250-313 H) telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul
Ath-Thibb Ar-Ruhani (kesehatan ruhani), walaupun masih ada filusuf
lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Buku ini menjelaskan kesehatan
ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupakan filsafat akhlak terpenting
yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.
b) Pada abad ke-4 H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan
Makarim Al-akhlak. Pada abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-
Farabi yang melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga
ikhwan Ash-Shafa dalam Rasa’ilnya, dan Ibnu Sina (370-428H).
c) Pada abad ke-5 H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib
Al-Akhlak wa That-hir Al-A’araq dan Adab Al-‘Arab wa Al-Furs. Kitab
ini merupakan uraian suatu aliran akhlak yang sebagai materinya berasal
dari konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu
dengan ajaran dan hukum islam serta diperkaya dengan pengalaman
hidup penulis dan situasi zamannya.
d) Pada abad ke-6 H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih
Al-Khatir wa Nuzhah An-Nazhir.
e) Pada abad ke-7 H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-
Akhlak An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-
Muta’aimin.12

Pada abad-abad sesudahnya dikenal beberapa kitab, seperti Irsyad Ad-


Dailami Ashabih Al-Qulub karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan

11
Drs. H. Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, Vol. 1 (Jakarta: Amzah, 2016), h. 40.
12
Ibid., h. 40-41.

10
bin Amin Ad-Din Al-Adab, Ad-Dhiniyah karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi,
dan Bihar Al-Anwar.
Para tokoh Islam juga mempelajari filsafat Yunani terutama
pendapat-pendapat tokoh dan ungkapan-ungkapan bahasa Yunani mengenai
akhlak. Boleh jadi penyelidikan bangsa arab yang terbesar mengenai akhlak
adalah Ibnu Miskawaih yang meninggal tahun 421 H. Dia menyusun kitabnya
yang terkenal yaitu: Tazhidul akhlak (Pendidkian Akhlak). Dalam karyanya
ia telah mengkombinasi dan mencampurkan ajaran Plato, Aristoteles, Galinus
dengan ajaran-ajaran islam

2.4 Fase Abad Pertengahan


Pada fase abad pertengahan yaitu Bangsa Romawi, Eropa mulailah
bangkit pada babak kedua abad xv dan para ahli menghidup-hidupkan kembali
filsafat Yunani. Para ahli angkatan baru waktu itu mengeritik dan memperluas
penyelidikan tentang masalah-masalah akhlak (etika) itu berdasarkan
persoalan ilmu-ilmu lain yang telah ditemukan orang, seperti ilmu jiwa dan
ilmu kemasyarakatan, Mereka cenderung kepada kenyataan, bukan kepada
khayal. 13Pandangan baru ini menimbulkan perubahan dalam nilai keutamaan.
Perhatian orang mulai tertuju kepada pentingnya dilakukan perhatian tentang
pemuda, wanita dan anak-anak dalam susunan memasyarakatan. Telah
mencapai sukses dalam menetapkan hak dan kewajiban.

Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan pada waktu itu


sangat tertekan karena wilayahnya dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu gereja
berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah
diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan oleh wahyu itu tentu benar. Oleh
karena itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal pikiran dan penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin
yang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki persamaan dan menguatkan

13
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 65-66.

11
pendapat gereja. Di luar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak
diperkenankan.

Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad


pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara
ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduann antara ajatran Yunani dan ajaran
Nasrani. Pemuka-pemukanya yang termasyhur adalah Abelard, seorang ahli
filsafat Perancis (1079-1142) dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat
Agama berkebangsaan Itali (1226-1274).

2.5 Fase Modern


Pada pertengahan akhir abad ke-15, Eropa mulai bangkit. Para ilmuan mulai
menghidup-suburkan filsafat Yunani Kuno. Akal mulai dibangunkan dari
tidurnya. Sebagian ajaran klasik dikritik sehingga tegaklah kemerdekaan akal.
Diantara ajaran yang dikritik sekaligus diselidiki adalah ajaran akhlak yang
dibawa bangsa Yunani dan bangsabangsa setelahnya. Ditandai dengan
jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsyafkan dunia islam akan
kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa di Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi. Sejak Abad Pertengahan, zaman John Stuart
Mill (1806-1873) dipindahkannya paham Epicurus ke paham Utilitarisme.
Pahamnya terbesar di Eropa dan mempunyai pengaruh besar disana.
Utilitarisme adalah paham yang memandang bahwa ukuran baik buruknya
sesuatu ditentukan oleh kegunaannya. Herbert Spencer (1820-1903)
mengemukaan paham pertumbuhan secara bertahap (evolusi) dalam akhlak
manusia. Descartes (1596-1650) seorang ahli pikir Perancis yang menjadi
pembangun mazhab rasionalisme. Segala persangkaan yang berasal dari adat
kebiasaan harus ditolak. Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era
modern itu bermunculan.14
a) Descrates (1596-1650) Diantara sekian tokoh Barat yang memperhatikan
kajian akhlak adalah Descartes, filsuf dari Perancis. Ia telah meletakan
dasar-dasar baru bagi ilmu pengetahuan dan filsfat, di antaranya:

14
Abdul Wahab Syakhrani, “Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam”, h. 57.

12
1. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan sebelum
dipastikan nyata. Apa yang didasarkan pada sangkaan semata dan
tumbuh dari kebiasaan wajib ditolak;
2. Penyelidikan terhadap sesuatu harus dimulai dari yang terkecil dan yang
termudah lalu mengarah pada yang lebih kompleks; 3. Tidak boleh
menetapkan kebenaran sebelum diuji terlebih dahulu.
b) Thomas Hill Green (1836-1882) dan Herbert Spencer (1820-1903) Green
dan Spencer mengaitkan paham evolusi dengan akhlak. Diantara pemikiran
akhlak Green adalah:
1. Manusia dapat memahami suatu keadaan yang lebih baik dan dapat
menghendaki sabab ia adalah plaku moral;
2. Manusia dapat melakukan realisi diri karena ia adalah subjek yang sadar
diri, suatu reproduksi dari kesadaran diri yang abadi;
3. Cita-cita keadaan yang lebih baik adalah yang ideal, tujuan yang
terakhir,
4. Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia. Kebaikan
moral adalah yang memuaskan hasrat pelaku moral. Kebaikan yang
sesungguhnya adalah tujuan yang memiliki nilai yang mutlak. Ideal dari
kehidupan yang sempurna adalah kesempurnaan manusia dalam alam,
ditentukan oleh kehendak yang selaras, kehendak yang mendorong
tindakan yang utama.
c) Victor Cousin (1792-1867) dan August Comte (1798-1857) Cousin adalah
salah seorang yang bertanggung jawab menggeser filsafat Prancis
sensasionalisme ke arah spiritualisme meurut pemikirannya sendiri. Ia
mengajarkan bahwa dasar metafisika adalah pengamatan yang hati-hati dan
analisis atas fakta-fakta tentang kehidupan yang sadar.
d) August Comte atau Auguste Comte (nama panjang Isidore Marie Auguste
Francois Xavier Comte) lahir di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 –
meninggal di Paris, Perancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun) adalah
seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai “bapak sosiologi”. Dia
dikenal sebagai seorang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah
dalam ilmu sosial.

13
Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu
bermunculan berbagai mazhab etika antara lain sebagai berikut:
a. Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama.
b. Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran.
c. Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis,
yaitu ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama).15

15
Ibid., h. 58.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada fase Yunani, pemikir akhlak dari kalangan Yunani adalah Stoics
dan Epicuric. Dalam akhlak Stoics sepaham dengan Cynics. Paham Stoics ini
diikuti oleh banyak ahli filsafat di Yunani dan Romawi. Sedangkan Epicuric
mendasarkan pemikirannya pada paham Cyrenics, diantara pengikutnya dalam
zaman baru ini adalah “Gassendi”, seorang ahli filsafat Perancis (1592-1656).
Pada fase Pra Islam, dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam
telah memiliki pemikiran yang minimal dalam bidang akhlak, dan belum
sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-filosof Yunani kuno. Memang
pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli
filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-
ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat
keburukan. Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah
adalah sumber dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada
dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul Alam.
Pada fase Islam, Islam datang dengan membawa ajaran-ajaran akhlak
oleh Nabi Muhammad Saw, islam menerima setiap kebiasaan terpuji yang
terdapat pada bangsa Arab yaitu mengakui apa-apa yang dipandang tepat
(baik) untuk membina umat serta menolak apa-apa yang dianggap jelek
(menurut petunjuk al-Qur’an dan As-sunnah). Dalam perkembangannya
kemudian, ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama
Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan Yang Maha Esa dan akal manusia.
Pada fase abad pertengahan yaitu Bangsa Romawi, Eropa mulailah
bangkit pada babak kedua abad xv dan para ahli menghidup-hidupkan kembali
filsafat Yunani. Para ahli angkatan baru waktu itu mengeritik dan memperluas
penyelidikan tentang masalah-masalah akhlak (etika) itu berdasarkan
persoalan ilmu-ilmu lain yang telah ditemukan orang, seperti ilmu jiwa dan
ilmu kemasyarakatan, Mereka cenderung kepada kenyataan, bukan kepada
khayal.

15
Pada era modern itu bermunculan berbagai mazhab etika antara lain
yaitu ada yang tetap mempertahankan corak paham lama, ada yang secara
radikal melakukan revolusi pemikiran, tidak sedikit yang masih tetap konsisten
mempertahankan etika teologis, yaitu ajaran akhlak yang berdasarkan
ketuhanan (agama).

3.2 Saran
Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam
memahami materi-materi yang telah diuraikan di atas, dengan berbagai
keterbatasan sumber dan bahan yang dikumpulkan sehingga, tidak menutup
kemungkinan adanya kekurangan. Sebagai pertimbangan, penulis
menyarankan agar pembaca dapat mencari berbagai literatur lain demi
melengkapi materi terkait yang belum secara sempurna dibahas dalam
makalah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Ilmu Akhlak. Jakarta: Amzah. 2016

Al-Attar, Mariam. Islamic Ethics Divine Command Theory in Arabo-Islamic


though. Routledge: USA and Canada. 2010.

Dr. Hamed Taher, Tuan. Pemikiran Etis dalam Islam (‫)الفكر األخالقى فى اإلسالم‬. Arab:
www.alukah.net. 2016

Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 1997.

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers. 2012.

Syakhrai, Abdul Wahab. “Perkembangan Pemikiran Dalam Akhlak Islam”. Cross-


border, (Januari-Juni, 2023), Vol. 6: 52-60.

iv

Anda mungkin juga menyukai