Anda di halaman 1dari 18

DINAMIKA ISLAM KONTEMPORER

Makalah Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu: Mukhamad Syamsul Huda, S. Fil. M. Hum.

Disusun oleh:

Ali Burhanudin (3621002)

KELAS A
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2021

1|Page
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
nikmat dan karunianya berupa kesehatan dan akal yang sehat, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah individu ini dengan judul “Dinamika Islam Kontemporer”,
meskipun masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dalam penulisan
maupun pembahasan yang ada.

Sholawat dan salam selalu terhaturkan kepada junjungan kita, Nabi yang menerangi umat
islam dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh kebahagiaan, yaitu Nabi Muhammad
SAW. Yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh makhluk yang di dimuka bumi ini, dan
sebagai pemberi syafa’at kelak di hari kiamat nanti, semoga kita termasuk ummat yang dapat
memperoleh syafaat beliau di yaumul qiyamah nanti, Amin.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Mukhammad


Syamsul Huda, S. Fil. M. Hum selaku pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam yang
telah memberikan tugas ini kepada saya, sehinga dapat menambah wawasan saya mengenai
islam bukan hanya dari satu sudut pandang saja, namun dari berbagai sudut pandang yang
beragam.

Kritik dan saran selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Karena setiap
perkara membutuhkan dukungan dan bimbingan dari pihak lain agar terciptanya suatu
kesinambungan.

Pekalongan, 15 Oktober 2021

Penulis

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................2

DAFTAR ISI .......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................4

A. Latar Belakang ..............................................................................................................4


B. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
C. Tujuan ...........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................5

1. Pengertian dan latar belakang Islam Kontemporer ...................................................5


2. Modernisme.................................................................................................................6
3. Post-Modenisme..........................................................................................................8
4. Post-Tradisionalisme...................................................................................................11
5. Dinamika Perkembangan Masa Islam Kontemporer...................................................13

BAB III PENUTUP .............................................................................................................16

A. Kesimpulan ...................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................18

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tiga sampai empat dasawarsa terakhir ini dinamika pemikiran Islam
menunjukkan trend yang sama sekali baru. Perkembangan ini ditandai dengan
lahirnya karya-karya akademis dan intelektual sebagai pembacaan ulang terhadap
warisan budaya dan intelektual Islam. Bila dilihat dari awal kemunculannya,
fenomena pemikiran baru ini sesungguhnya merupakan respon atas kekalahan bangsa
Arab di tangan Israel pada perang enam hari Juni 1967. Peristiwa itulah yang menjadi
garis pemisah antara apa yang disebut dengan pemikiran modern dan pemikiran
kontemporer,1
Dinamika pemikian dan gerakan islam selalu dipengaruhi oleh konfigurasi politik
penguasa. Artinya ada pemikiran dan gerakan menjadi ‘madzhab’ penguasa dan
sebaliknya, ada yang dilarang, bahkan dibrangu demi menjaga “stabilitas”. Dinamika
dan gerakan islam di Indonesia sangat menarik karena ada sejumlah paradoks dan
gerakan yang cukup tajam., terutama pasca reformasi, sehingga dengan bergulirnya
era reformasi dibutuhkan pembacaan ulang terhadap pemikiran dan gerakan islam
Indonesia. Seperti tokoh Mohammad Arkoun dalam belantara pemikiran Islam di
Indonesia. Semua orang berbicara tentang Arkoun. Hal yang sama juga terjadi pada
Hasan Hanafi dan Abed Al-Jabari dan lain-lain. Hal ini karena berbagai pemikiran
dan gerakan yang semula terbungkam oleh kekuatan orde baru kembali muncul dan
berusaha membangkitkan romantisme masa lalu. Sehinga dari sinilah muncul
berbagai kekuatan pemikiran dan dan gerakan islam, baik politik maupun islam
kultural sehingga membentuk varan yang beragam.2
Munculnya berbagai gerakan - gerakan seperti Modernisme, Post Modernisme
Post Tradionalisme, Islam Liberal, Islam Kultural, dll, adanya gerakan yang muncul
ini menunjukkan keberagaman dalam pemikiran para cendekiawan muslim baik yang
tradisonal maupun modern/ kontemporer. Inilah dinamika dalam Islam yang harus
disikapi dengan inklusif dan bijaksana.

1
Muslih, Mohammad. Pemikiran Islam Kontemporer, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012
2
Koko Abdul Khoir, Metodologi Study Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2014

4|Page
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terkandung dalam makalah ini, diantaranya:
1. Penjelasan terkait pengertian dan latar belakang islam kontempoer?
2. Apa itu modernisme islam kontemporer?
3. Bagaimana penjelasan post-modernisme islam kontemprer?
4. Apakah yang dimaksud Post-tradisionalisme islam kontemporer?
5. Bagaimana perkembangan masa islam di era kontemorer?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, makalah ini ditulis untuk menjelaskan:
1. Untuk menjelaskan pengertian dan latar belakang mengenai islam kontemporer
2. Untuk menjelaskan maksud dari Modernisme islam kontemporer
3. Untuk menjelaskan terkait Post-Modernisme islam kontemporer
4. Agar memahami maksud dari Post-Tradiionalisme islam kontemporer
5. Untuk memaparkan perkembangan masa islam kontemporer

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan latar belakang islam Kontemporer

Kontemporer artinya dari masa ke masa atau dari waktu ke waktu, Sejarah islam
kontemporer, yaitu suatu ilmu yng mempelajari kebudayaan islam pada masa lampau dari
waktu ke waktu yang dimulai dari masa Rasulullah. Menurut Bahasa (etimologi), islam
kontemporer adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada masa lampau
dan berkembang hinga sekarang3.

Menurut istilah (terminlogi), Islam kontemporer adalah gagasan untuk mengkaji islam
sebagai nilai alternative baik dalam prespektif interpretasi tekstual maupun kajian kontekstual

3
Tim penyusun Kamus, Kamus Bahasa Indonesia, Cet. 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1989) hlm. 451

5|Page
mengenai kemampuan islam memberikan solusi baru kepada temuan-temuan disemua
dimensi kehidupan dari masa lampau hingga sekarang.4

Secara umum, era kontemporer dunia Islam bersamaan dengan semangat antikolonialisme
yang melanda dunia pasca Perang Dunia II, dan secara historis dapat ditelusuri narasinya dari
periode
runtuhnya Kerajaan Ottoman pasca Perang Dunia I. Pertimbangan studi kritis ini menurut Seyyed
Hossein Nasr tentang peta dunia Islam5. Dengan runtuhnya Kekaisaran Ottoman pada akhir
Perang Dunia I, yang sekarang adalah Turki menjadi negara merdeka dan negara pertama dan
hanya di dunia Islam yang mengklaim sekularisme sebagai dasar ideologi negara tersebut. Pada
akhir Perang Dunia II, dengan gelombang antikolonialisme yang melanda dunia, gerakan
kemerdekaan mulai terjadi di seluruh dunia Islam. Pada 1970-an hampir seluruh dunia Islam
setidaknya secara nominal merdeka kecuali untuk wilayah yang masih berada dalam kekaisaran
Soviet dan Turkistan Timur. Dengan pecahnya Uni Soviet pada tahun 1989, bagaimanapun,
wilayah mayoritas Muslim dari kedua Caucasia dan Asia Tengah menjadi merdeka6
Sejarah kontemporer dunia Islam ditandai dengan ketegangan ini dan ketegangan lainnya,
seperti yang terjadi antara tradisi dan modernisme, ketegangan yang kehadirannya sangat
membuktikan bahwa tidak hanya Islam tetapi juga peradaban Islam masih hidup. Ketegangan ini
sering mengakibatkan pergolakan dan kerusuhan yang menunjukkan bahwa, meskipun kondisi
yang melemah peradaban ini karena penyebab eksternal dan internal selama dua abad terakhir
(abad XIX dan abad XX), dunia Islam adalah realitas hidup dengan nilai-nilai agama dan budaya
sendiri yang tetap sangat banyak hidup untuk lebih dari 1,2 miliar pengikut Islam yang tinggal di
tanah yang membentang dari Timur ke Barat7

2. Modernisme
Istilah “modern” berasal dari Bahasa latin “modo” yang berarti kini (just now).
Meskipun telah muncul pada akhir abad ke-5, digunakan untuk membedakan keadaan orang
Kristen dan orang romawi dari masa pangan yang telah lewat, istilah modern lebih digunakan
untuk menunjuk periode sejarah setelah abad pertengahan, yaitu dari tahun 1450 sampai
sekarang8.

4
Abdul Sani, Perkembanan Modern dalam islam, (Jakarta: Raja Grafindo), hlm. 235
5
Nasr, Islam: Religion, History, and Civilization, Lihat Abu-Rabi’, The Blackwell Companion to Contemporary Islamic
Thought, 2.
6
Nasr, 149–150
7
Nasr, 151–52.
8
Koko Abdul Khoir, Metodologi Studi Islam, Bandung: pustaka Setia, 2014

6|Page
Kata modern, modernisme, modernisasi, modernitas, dan beberapa istilah yang terkait
dengannya, selalu dipakai orang dalam ungkapan sehari-hari. Karena perubahan makna yang
terdapat di dalamnya, istilah-istilah ini seringkali memiliki makna yang kabur. Modern adalah
sebuah istilah korelatif, yang mencakup makna baru lawan dari kuno, innovative sebagai lawan
tradisional. Meskipun demikian, apa yang disebut modern pada suatu waktu dan tempat, dalam
kaitannya dengan budaya, tidak akan memiliki arti yang sama baik pada masa yang akan datang
atau dalam konteks yang lain.9

Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan
usaha untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk disesuaikan dengan
suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 10. Kaum
modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih banyak disebabkan oleh
kesalahan sikap mental, budaya atau teologi sunni(Asy’ariah) yang dijuluki sebagai ideology
fatalistik11. Kecenderungan reaksi modernis lebih besifat antroposentris yang diusung oleh
aliran Muktazilah sebagai akar pemikiran aliran qodariyah, bahwa manusia dapat
menentukan pikirannya sendiri. Muhammad Abduh dan Musthafa Kemal merupakan salah
seorang tokoh peolopor pemikiran kontemporer yang memliki kecenderungan seperti ini.

Menurut Ahmed, Istilah “modernisme” yang merujuk pada buku Oxford English
Dictionary, didefinisikan sebagai “pandangan atau metode modern” khususnya
kecenderungan untuk menyesuaikan tradisi dalam masalah agama, agar harmonis dengan
pemikiran modern. Modernism diartikan sebagai fase terkini sejarah dunia yang ditandai
dengan percaya pada sains, perencanaan, sekularisme, dan kemajuan 12. Para peneliti agama,
terutama, yang tertarik pada contoh-contoh budaya menurut sebuah kerangka jangka panjang,
tidak harus lupa meletakkan pada persepsi perubahan perspektif dari apa yang disebut baru
dan kuno. Karena penilaian tentang apa yang disebut modern adalah persoalan perspektif dari
orang yang melihat, fenomena yang kelihatannya sama bisa jadi sangat berbeda tergantung
pada konteks yang berbeda. Seperti contoh karya arsitektur modern yang ada pada zaman
pertengahan abad ke-20, karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi,
karya tersebut kini telah terlihat kuno.

Banyak tantangan yang menjadi sebab munculnya paham modernisme islam dalam bidang
intelektual, misalnya tantangan yang dihadapi umat islam dalam ranah membebaskan diri dari
9
Journal of Islamic Education Management Oktober 2016, Vo.1, No.1, Hal 33 - 47
10
Tenny Sudjantika, M. Ag & Heri Setiawan. M.hum, Pengantar Studi Islam, Pustaka Kasidah Cinta,2014
11
Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997: 11
12
Drs. Sholihan, M. Ag, Modernitas dan Postmodernitas Agama, Semarang: Walisongo Press, 2008, hlm. 48.

7|Page
penjajahan barat, tantangan kultural, tantangan sosial-ekonomi, dan tantangan keagamaan.
Jadi bagi muslim modernis khusunya, mempunyai tugas dalam mengimplementasikan semua
aspek ajaran islam dalam kehidupan nyata, karena sesungguhya islam sudah memberikan
dasar bagi semua aspek bagi kehidupan manusia didunia ini, baik untuk pribadi maupun
masyarakat, dan yang dipandang selalu sesuai dengan semangat perkembangan. Dasar
pandangan ini dibentuk oleh satu keyakinan bahwa Islam memiliki watak ajaran yang
universal, karena mencangkup semua dasar norma bagi semua aspek kehidupan.13

Termasuk di Indonesia, Modernisasi direspons positif oleh salah sorang tokoh yaitu
Nurcholish Majid. Karena menurut pendapatnya, modernisasi identic atau hampir identik
dengan rasionalisasi. Modernisasi melibatkan proses pemeriksaan secara saksama pemikiran
serta pola aksi lama yang tidak rasional, dan menggantikannya dengan pemikiran dan pola
aksi baru yang rasional 14

3. Post-Modernisme

Menurut Kevin O`Donnell, istilah posmodernisme digunakan pertama kali oleh para
seniman di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 untuk menyebut sebagai gerakan baru yang
membebaskan diri dari orde lama. Istilah posmodernisme tersebut kemudian cepat menyebar
ke berbagai disiplin ilmu.15. Dalam gambaran ini, O`Donnell juga menegaskan bahwa
pemahaman terhadap posmodernisme tidak akan bisa dilakukan tanpa memahami
modernisme meski yang pertama telah berusaha melampaui yang kedua16.

Pembahasan sejarah istilah postmodern yang kemudian diperkuat oleh analisis filsafat,
diperoleh dua kesimpulan. Pertama, postmodern menjadi kata penuntun (Leitwort) atau
konsep di mana isinya telah mempunyai batas-batas yang eksak, yaitu pluralisme
interferensial. Kedua, postmodernitas sesungguhnya merupakan suatu paradigma yang tidak
antimodern atau transmodern17. Postmodern pada awal kemunculannya bukan menandakan
suatu puncak budaya yang baru (seperti pada Pannwitz) sesudah dekadensi periode modern,
melainkan sebaliknya yaitu suatu diagnosa mengenai kekendoran kultural sesudah ketinggian
periode modern.

13
Ibid. Journal of Islamic Education Management hlm 33-47
14
Ibid. Modernitas dan Postmodernitas hlm: 49
15
Sutikno, Islam di antara Modernisme dan Postmodernisme, Volume 3, Nomor 1, Maret 2013

16
Kevin O`Donnell, Postmodernism (Oxford: Lion Publishing, 2003), 8–9
17
Yusuf Ismail, Postmodernisme dan Perkembangan Pemikiran Islam Kontemporer, Vol. 15, No. 2, Tahun.2019

8|Page
Hadirnya posmodernisme yang secara agresif membongkar konstruksi modernitas
juga terjadi pada wilayah teologis suatu wilayah yang dimiliki oleh hampir semua agama 18.
Secara sederhana, sebenarnya maksud dari post-modernisme atau neomodernisme dapat
diartikan dengan “pemahaman modernism baru”. Pemahaman ini digunakan untuk memberi
identitas pada kecenderungan pemkiran keislaman yang muncul sejak beberapa dekade
terakhir yang merupakan sintesis, setidaknya upaya sintesis antara pola pemikiran
tradisionaisme dan modernisme. Jadi sebernarnya pola pemikiran post-modernisme ini
berusaha untuk mengabungkan dua faktor penting, yaitu modernisme dan tradisionalisme,
karena dari kedua pemahaman tersebut masih mempunyai sisi kelemhan. Jika modernisme
cenderung lebih menampilkan dirinya sebagai pemikiran yang tegar, bahkan kaku, sedangkan
tradisionalisme islam merasa cukup kaya dengan berbagai pemikiran kalsik islam, tetapi
justru dengan kekayaan itu, para pendukung pemikiran ini sangat sangat berorientasi pada
masa lampau dan selektif menerima gagasan modernisme, Dari sisi perbedaan inilah, Post-
modernisme hadir sebagai pembaharuan pemikiran yang ingin mengabungkan kedua
pemikiran tersebut, agar bisa mendapatkan suatu kelengkapan terhadap pemahaman
mereka.19 Wacana mengenai Islam dan posmodernisme juga memperlihatkan fenomena yang
hampir sama sebagaimana di Barat. Perspektif posmodernisme bagi pengembangan
pemikiran Islam terutama pendekatan yang dikembangkan baik oleh Mohammed Arkoun
maupun al-Jabiri, dan sebagainya. Meski demikian, kajian atas Islam dan posmodernisme
menurut Azra relatif banyak dilakukan oleh kalangan pemikir muslim 20. Beberapa pemikir
muslim sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmed, masih memosisikan posmodernisme
sebagai bentuk kelanjutan dari modernisme Barat yang bersifat destruktif, terutama
Amerikanisasi, nihilisme, anarki dan penghancuran.21

Di kalangan dunia Islam, posmodernisme difungsikan sebagai alat kritik terhadap


modernitas yang dilatarbelakangi oleh pengalaman kolonialisme yang terjadi di sebagian
besar dunia Islam. Menurut Abdul Khadir Khatiby, kolonialisme Barat terhadap dunia Islam
tidak saja bersifat politik melalui eksploitasi sumber daya alam dan sebagainya namun lebih
jauh menggambarkan bentuk subversi pemikiran yang berdampak pada lahirnya masyarakat-
masyarakat bisu di negara terjajah. Dari sini Khatibi menegaskan bahwa gejala lahirnya

18
Joe Holland, “Visi Posmodern tentang Spiritualitas dan Masyarakat” dalam David Ray Griffin, Visi-visi Posmodern:
Spiritualitas dan Masyarakat, terj. Gunawan A (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 72
19
Koko Abdul Khoir, Metodologi Study Islam, Bandung: Pustaka Setia,2014, hlm: 261
20
Azyyumardi Azra, “Pasca Modernisme, Islam dan Politik: Kecenderungan dan Relevansi” dalam Jurnal UQ Vol. 1 No 2
tahun 1995, 4–9.
21
Ibid., 4.

9|Page
dekolonisasi pemikiran merupakan bagian dari gejala posmodernisme di dunia Islam,
terutama melalui perkembangan sastra poskolonialisme berikut teori lain yang sehaluan 22.

Di samping itu, hubungan antara Islam dengan posmodernisme juga tidak bisa
dilepaskan dari gejala lahirnya ambiguitas baik sebagai implikasi modernitas sendiri dan
tentunya, sebagai gejala yang mempengaruhi bagi pendefinisian posmodernisme. Menurut
Ahmed, kehidupan dalam era posmodernisme tidak didasarkan pada citra yang jelas dan lebih
jauh, menggambarkan bentuk kepanikan yang melingkupi kehidupan seks, seni, ideologi dan
bahkan teori.

Menurut Ahmed, posmodernisme sejauh ini mempunyai ciri sebagai berikut: Pertama,
pemahaman atas era posmodernisme berarti mengasumsikan pertanyaan tentang hilangnya
kepercayaan atas proyek modernitas berupa semangat pluralisme, sikap skeptis terhadap
ortodoksi tradisional dan penolakan terhadap pandangan bahwa dunia merupakan totalitas
universal dan terakhir, ketidakpercayaan terhadap solusi yang dijanjikan oleh modernitas.
Kedua, posmodernisme bersamaan dengan era media, dalam banyak cara yang bersifat
mendasar, media adalah dinamika sentral, semangat zaman, cara pendefinisian terhadap
posmodernisme. Ketiga, keterkaitan antara posmodernisme dengan revivalisme etno-religius
atau fundamentalisme merupakan persoalan yang harus dikaji oleh kalangan ilmuan sosial.
Meski demikian, revivalisme sebagai gejala dalam era posmodernisme kembali
memosisikannya sebagai produk dari media. Keempat, terdapat kontinuitas dengan masa lalu.
Kelima, mengingat sebagian besar penduduk menempati wilayah perkotaan dan sebagian
besar lagi masih dipengaruhi oleh ide-ide yang berkembang dari wilayah ini maka metropolis
menjadi sentral bagi posmodernisme. Keenam, terdapat elemen kelas dalam posmodernisme
dan demokrasi merupakan syarat mutlak bagi pengembangannya. Ketujuh, posmodernisme
memberikan peluang dan bahkan mendorong penjajaran wacana, eklektisme dan
percampuran berbagai citra. Delapan, ide tentang bahasa sederhana sering kali terlewatkan
oleh kaum posmodernis meskipun mereka mengklaim dapat menjangkaunya.23.

Diantara sekian karakteristik postmodernisme yang telah dipaparkan oleh Ahmed,


aspek media massa menduduki peran yang paling penting didalamnya. Karena dalam konteks
hubungan antara Islam dan Barat secara dominan diwarnai dengan konflik dan ketegangan,

22
Ibid., 6.
23
Akbar S Ahmed, Posmodernisme: Bahaya dan Harapan Bagi Islam, terj. M Sirozi (Bandung: Mizan, 1996),
Hlm: 25 – 41.

10 | P a g e
sehingga media mengambil peran penting yang sekaligus memperlihatkan betapa dominasi
dan hegemoni via media masih dijalankan oleh Barat.

4. Post-Tradisionalisme

Pendefinisian terhadap post-tradisionlisme secara kompleksitas sebenarnya bukanlah hal


yang mudah, namun beberapa orang ada yang sudah mendefinisikan post-tradisionalisme
secara kompleksitas, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Marzuki Wahid, salah seorang
aktivis post-tradisionalisme. Dia mendefinisikan post-tradisionalisme sebagai suatu gerakan
melompat tradisi, yang dimaksud dengan melompat tradisi ini yaitu upaya untuk
pembaharuan tradisi yang merupakan upaya pembaharuan tradisi secara terus-menerus dalam
rangka berdialog dengan modernistas sehinga menghasilkan tradisi baru (new tradision) yang
sama sekali berbeda dengan tradisi sebelumnya 24. Bagi kaum post-tradisioalisme, seluruh
bangunan pemikiran Islam klasik (turats) harus dirombak dan dibongkar, setelah sebelumnya
diadakan kajian dan analisa terhadapnya. Tujuannya, agar segala yang dianggap absolut
berubah menjadi relatif dan yang ahistoris menjadi histories25

Lahirnya tema post-tradisionalisme Islam pada saat yang bersamaan merupakan produk
dari praktek wacana. Sebagai wacana, produk pemikiran itu dapat lahir dan diekspresikan
dalam bahasa dan ideologis keagamaan. Karena post-tradisionalisme merupakan suatu
gerakan yang memiliki hasrat untuk melahirkan tradisi baru, sehingga gerakan ini lahir
dengan proses yang panjang dan berakar pada para pemikir pencerah tempo dulu26.

Dalam proses yang panjang tersebut, post-tradisionalisme telah melalui berbagai tahapan-
tahapan dari mulai fase awal pembentukan hingga perumusan metodologi dan praksis sosial
politik. Dalam fase pertama merupakan fase pembentukan dan pengayaan ide, daik daam
kontek pemikiran maupun aksi politik. Pada fase ini timbul berbagai perbedaan gagasan yang
beraneka ragam27. Tetapi munculnya berbagai reaksi tersebut merupakan hal yang wajar dan
tidak perlu diperdebatkan.

Dalam fase perumusan metodologi post-tradsionalisme telah menghasilkan paradigma


baru dalam pemikiran islam yang digunakan sebagai kritik nalar (naqd al-aql), maupun telaah
kontemporer (qira’ah muasiroh) terhadap tradisi. Beberapa tokoh yang telah berusaha

24
Koko Abdul Khoir, Metodologi Study Islam, Bandung: Pustaka Setia,2014, hlm: 266
25
M. Abid al-Jabiri, Al-Turâts wa al-Hadâtsah Dirâsah wa Munâqasah, (Beirut, Markaz al-Tsaqafah al-Arabi, 1991), 48.
26
Ibid,
27
Ibid,

11 | P a g e
melakukan rekonstruksi metodologi bagi post-tradisionalisme diantaranya ialah Muhammad
Abid Al-Jabiri, Muhammad Arkoun, dan Nashir Hamid Abu Zaid.28

Dalam upaya untuk merekonstruksi tradisi, Post-tradisionalisme islam trabagi menjadi 3


sayap / aliran. Menurut Al-Jabiri, untuk merekonstruksikan tradisi dalam rangka menjawab
tantangan modernitas, perlu adanya suatu epistemologi nalar arab yang tangguh. Sistem yang
menurut pemikran Al-Jabiri tersebut yaitu: Pertama, disiplin “eksplikasi” (‘ulum al-bayân)
yang didasarkan pada metode epistemologis yang menggunakan pemikiran analogis, dan
memproduksi pengetahuan secara epistemologis pula dengan menyandarkan apa yang tidak
diketahui dengan yang telah diketahui, apa yang belum tampak dengan apa yang sudah
tampak. Kedua, disiplin gnotisisme (‘ulum al’irfân) yang didasarkan pada wahyu dan
“pandangan dalam” sebagai metode epistemologinya, dengan memasukkan sufisme,
pemikiran Syi’i, penafsiran esoterik terhadap Al-Qur’an, dan orientasi filsafat illuminasi.
Ketiga, disiplin-disiplin bukti “inferensial” (‘ulum al-burhân) yang didasarkan atas pada
metode epistemologi melalui observasi empiris dan inferensiasi intelektual. 40 Jika disingkat,
metode bayani adalah rasional, metode ‘irfani adalah intuitif, dan metode burhâni adalah
empirik, dalam epistemology umumnya.29
Begitu juga menurut Zuhairi Miswari, upaya untuk merekonstruksikan tradisi post-
tradisionalisme itu dibutuhkan tiga sayap / aliran yang harus ada dalam proses tersebut. Sayap
/ aliran tersebut ialah, sayap eklektis (al-qiaah al-intiqaiyah), sayap revolusioner (al-qira’ah
at-tatswiriyah), dan sayap dekonstruktif (al-qira’ah at-tafkiyah). Maksud dari sayap eklektis
ini menghendaki adanya kolaborasi antara originalitas, dan modernitas, dalam angka
membangun teori analisis tradisi dan menyikap rasionalitas dan irasionalitas dalam tradisi.
Selanjutnya maksud dari sayap revolusioner ialah berkehendak untuk mengajukan proyek
pemikiran baru yang mencerminkan revolusi dan liberalism keagamaan, danyang terakhir
ialah sayap dekonstruktif, maksud dari sayap ini ialah ingin berusaha membongkar tradisi
secara komprehensif sehingga menyentuh ranah metodologis, sayap ini mengkaji berdasarkan
epistemologi modern, seperti post-strukturalisme dan post-modernisme.30

Dalam sayap dekonstruktif ini, terdapat banyak tokoh-tokoh yang mengemukakan


pemikirannya seperti Arkoun, Jabiri, Syahrur, Abd Allah A. Naim, Nasr Hamid Abu Zaid,

28
Ibid,
29
Mohammad Muslih, Pemikiran islam kontemorer, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012
30
Ibid, Metodologi Study Islam, Bandung: Pustaka Setia,2014, hlm: 268

12 | P a g e
Fatima Menissi dan Najib Mahfuz. Di tanah air, sayap/aliran tersebut tampak di kalangan
para pemikir muda NU, seperti Ulil Abshar, Masdar F. Mas`udi dan sebagian aktivis PMII 31.

5. Diamika Perkembangan Masa Islam Kontemporer

Islam adalah agama yang menjadi acuan dan pedoman hidup bagi setiap muslim di
seluruh dunia, dengan berbagia background alamiah, tradisi, dan budaya yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Islam merupakan agama yang universal, berbagai kalangan masyarakat
mengimani dan meyakini tentang ajaran islam ini, mulai dari masyarakat pedalaman sampai
masyarakat metropolitan mulai dari masyarakat yang terdidik sampai dengan masyarakat
yang kurang terdidik, kalangan politikus sampai yan professional, dari kalangan yang kaya
sampai dengan kalanan yang lemah secara social, dan dari masyarakat paguyuban
(sosialistik) maupun masyarakat patebayan (individualistik).32.

Persentuhan islam dengan dinamika kehidupan masyarakat dalam berbagai lapisan dan
dinamikanya serta gerak progresif perubahan zaman telah membawa islam ikut terlibat
dengan berbagai isu kontemporer dinamika kehidupan hinga saat ini. 33 Keragaman
masyarakat Islam Indonesia semakin menarik didalami bila ditempatkan dalam konteks
perubahan Indonesia Kontemporer. Kontemporer Indonesia ditandai dengan aneka ragam
perubahan yang ternyata berimplikasi secara mendasar terhadap kehidupan keagamaan
termasuk yang terjadi pada masyarakat Islam. Sehingga dari keragaman inilah, akan ada
pembahasan terkait bebeapa isu-isu dinamika yang ada di islam kotemporer ini, diantaranya
ialah islam liberal, islam dan prularisme, serta islam dan gender.

A. Islam Liberal
Makna generik dari kata liberal adalah pembebasan. Islam liberal mempunyai makna
kebebasan tanpa batas, atau bahkan di setarakan dengan sikap permisif (ibahiyah), yaitu sikap
toleransi dalam setiap hal tanpa mengenal batas yang pasti. Dengan cara pandang seperti itu,
Islam liberal di pandang sebagai ancaman terhadap keberagamaan yang sudah terlembaga.
Dalam pandangan MUI dengan mengeluarkan fatwanya yaitu mengharamkan liberalism
karena penggunaan akal yang berlebihan dalam pemikian keislaman.34
Sebenarnya, paham liberalisme memiliki suatu tujuan yaitu ingin berusaha memperbesar
wilayah kebebasan individu dan mendorong kemajuan social. Bebas karena manusia mampu
31
Luthfi Assyaukanie, Tipologi dan Wacana Pemikiran Arab Kontemporer
32
Dr. Edi Susanto, M.Fil.I. Dimensi Islam Kontemorer, PT Kharisma Putra Utama, Maret 2016
33
Ibid,136
34
Budy Munawar Rachman, Reorientasi pembaruan islam, (Jakarta: LSAF- Paramadina, 2010), hlm. 319

13 | P a g e
berfikir dan bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan 35. Elemen yang saling mendasar
pada islam liberal adalah kritiknya baik terhadap tradisi dan islam revevalis yang oleh kaum
liberal sendiri menyebutnya backwardness (keterbelakangan) yang akan menghalangi dunia
islam mengalami modernitas seperti kemajuan ekonomi, demokrasi, dan hak-hak hukum.
Bentuk utama dari islam liberal sendiri terbagi menjadi 3 golongan, yaitu liberal syari’ah,
silent syari’ah, dan interpreted syari’ah, ini menurut pendapat dari Charles Kurzman.36
Adapun gagasan yang digunakan sebagai tolok ukur bahwa sebuah pemikiran islam
tersebut dapat dikatakan liberal yaitu: pertama, melawan teokrasi, yaitu ide-ide yang hendak
mendirikan negaa islam. Kedua, mendukung gagasan demkratis, Ketiga, membela hak-hak
perempuan. Keempat, membela hak-ahk non-Muslim. Kelima, membelakebebasan berfkir.
Keenam, membela gagsan kemajuan37. Siapa pun yang membela salah atu dari keenam
gagasan tersebut, maka bisa dikatakan sebagai penganut gagasan islam liberal.
Dengan demikian gagasan islam liberal sebenarnaya ingin memadukan antara islam
dengan situasi modernitas yang ada saat ini sebagai sesuatu yang tidak dapat dielakkan,
dengan perpaduan itu maka islam dapat menjawab perubahan social yang terus menerus
terjadi.

B. Islam dan Pluralisme


Menurut Diana L. Eck, seorang professor terkemuka di Harvard University, menuturkan
dalam pemaknaan prularisme itu terdapat tiga hal yang dapat menjelaskannya makna nya,
38
yaitu: Pertama, pluralisme merupakan ikatan aktif pada kemajemukan. Kadang makna
dalam pluralisme dan keragaman sering disamakan, tetapi sebenarnya berbeda, namun
pluralisme membutuhkan keikutsertaan. Kedua, pluralisme bukan sekedar toleransi, namun
melebihinyayakni melalui usaha yang aktif untuk memahami orang lain. Ketiga, pluralisme
bukan sekedar relativisme, namun sebuah ikatan yang didasarkan pada perbedaan dan bukan
persamaan, maksudnya kita harus saling menghormati dan hidup bersama secara damai.
Fauzan Shaleh juga memberikan beberapa pengertian menenai pluralisme, yaitu suatu
paham yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan cara pandang bahwa agama yang dianut
oleh seseorang itu bukanlah satu-satunya kebenaran dan sumber kebenaran, namun harus

35
Rizal Mallarangeng, “Demokrasi dan Liberalisme”, dalamHamid Basyaib, ed. Membela kebebasan percakapan tentang
Demokrasi Liberal, (Jakarta; Freedom, institute, 2006), hlm. 54
36
Rachman, Reorientasi pembaharuan islam, hlm. 388
37
Ibid, hlm. 391
38
Moh. Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agama-Agama, (Yogyakarta: Samudra Biru, 2011), hlm. 68-69.

14 | P a g e
mengakui kebenaan juga yang diajarkan oleh agama lain atau bahwa agama yang yang tidak
dianutnya juga mengajarkan kebenran.39
Terkait dengan fenomena pluralisme agama kaum muslim Indonesia terbagi dalam dua
fraksi, yakni menolak dan menerima fenomena pluralisme, yang menolak fenomena itu
dilatarbelakangi oleh beberapa presepsi, sedangkan yang meneima pluralisme agama
mendasarkan dirinya pada alasan bahwa puralisme adalah hukum alam, sebagaiman ynag
ditegaskan oleh Nasarudin Umar.

C. Islam dan Gender


Wacana gender mulai dikembangkan di Indonesia pada era 80- an, tapi mulai memasuki
isu keagamaan pada era 90-an. Bisa dikatakan, selama 10 tahun atau 5 tahun terakhir ini
perkembangan isu gender sangat pesat dan sangat produktif sekali, jauh lebih pesat dari isu-
isu lainnya seperti isu pluralisme, yang juga tak kalah pentingnya 40. Fakta membuktikan
bahwa di sebagian besar belahan dunia, termasuk di negara-negara Muslim, perempuan
secara umum mengalami keterasingan. Padahal sebenarnya Islam adalah agama yang
memihak kaum perempuan. Sebagai contoh ,”poligami” beberapa pendapat mnyatakan
bahwa poligami itu boleh,namun, sebaiknya mengkaji al-qur’an lebih dalam,lebih seksama
dan lebih teliti41. Di banyak negara dewasa ini, tidak ada jaminan kesetaraan antara
perempuan dan laki-laki dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum.

Berkaca dari fakta-fakta tersebut, menjadi sesuatu yang penting ketika kita dihadapkan
pada tuntutan untuk memahami persoalan perbedaan gender ini secara proporsional, sehingga
diharapkan muncul pandangan-pandangan yang lebih adil dan manusiawi. Akan tetapi,
memahamkan persoalan-persoalan gender berikut implikasinya ke tengah-tengah masyarakat
benar-benar menghadapi kesulitan yang luar biasa, terutama ketika harus berhadapan dengan
pemikiran pemikiran keagamaan42. Gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-
laki dan perempuan dari segi sosial budaya, Perbedaan ini biasanya dikaitkan dengan
bagaimana konstruksi budaya tentang peran, fungsi dan sumbangan laki-laki atau perempuan
di dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya. Inilah yang sering menyebabkan adanya
perbedaan gender yang kurang simpatik.

39
Saleh, Kajian Filsafat Tentang Keberadaan Tuhan, hlm. 173
40
Moh. Shofan, Menggugat Penafsiran Maskulinitas al-Qur’an: Menuju Kesetaraan Gender, dalam Jalan Ketiga
Pemikiran Islam: Mencari Solusi Perdebatan Tradisionalisme dan Liberalisme (Jogjakarta: IRCiSoD, 2006), h. 275.
41
Journal for Islamic Studies, Vol. 2, No. 1, January 2019
42
Marsudi, Bias Gender dalam Buku-Buku Tuntunan Hidup Berumah Tangga, Jurnal Istiqro’, Vol. 07 No. 1. 2008/1429, h.
235.

15 | P a g e
Dengan melihat penjelasan di depan maka tampak bahwa gender merupakan suatu
pengertian yang khas bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan ditinjau dari berbagai
macam aspek maupun dimensi, baik waktu, tempat, kultur, bangsa, alat, tugas, peradaban,
verbalisasi, persepsi, maupun aspirasi. Dengan demikian, gender adalah persoalan nature dan
nurture. Dari aspek nature, terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan, demikian juga
dari sisi nurture. Hanya saja, jika yang natural bercorak kodrati (taken for granted), maka
yang nurture merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya masyarakat tentang perbedaan
laki-laki
dan perempuan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kontemporer artinya dari masa ke masa atau dari waktu ke waktu, Menurut Bahasa
(etimologi), islam kontemporer adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Pada masa lampau dan berkembang hinga sekarang. Sedangkan Menurut istilah (terminlogi),
Islam kontemporer adalah gagasan untuk mengkaji islam sebagai nilai alternative baik dalam
prespektif interpretasi tekstual maupun kajian kontekstual mengenai kemampuan islam
memberikan solusi baru kepada temuan-temuan disemua dimensi kehidupan dari masa
lampau hingga sekarang. era kontemporer dunia Islam bersamaan dengan semangat
antikolonialisme yang melanda dunia pasca Perang Dunia II. Sejarah kontemporer dunia
Islam ditandai dengan ketegangan ini dan ketegangan lainnya, seperti yang terjadi antara
tradisi dan modernisme, ketegangan yang kehadirannya sangat membuktikan bahwa tidak
hanya Islam tetapi juga peradaban Islam masih hidup

Modernisme merupakan suatu istilah korelatif, yang mencakup makna baru lawan dari
kuno, innovative sebagai lawan tradisional, medrnisme islam sendiri cenderung lebih
menampilkan pemikiran yang tegas, dan relative bertolak belakang dengan pemahaman
tradisionalisme. Penyebab munculnya pemahaman ini diantaranya tantangan yang dihadapi
umat islam dalam ranah membebaskan diri dari penjajahan barat, tantangan kultural,
tantangan sosial-ekonomi, dan tantangan keagamaan.

Postmodernisme pada awal kemunculannya bukan menandakan suatu puncak budaya


yang baru sesudah dekadensi periode modern, Post-modernisme hadir sebagai pembaharuan
pemikiran yang ingin mengabungkan kedua pemikiran, yakni tradisional dan modern. Di

16 | P a g e
kalangan dunia Islam, posmodernisme difungsikan sebagai alat kritik terhadap modernitas
yang dilatarbelakangi oleh pengalaman kolonialisme yang terjadi di sebagian besar dunia
Islam.

Post-tradisionalisme sendiri merupakan suatu gerakan melompat tradisi, yang dimaksud


dengan melompat tradisi ini yaitu upaya untuk pembaharuan tradisi yang merupakan upaya
pembaharuan tradisi secara terus-menerus dalam rangka berdialog dengan modernistas
sehinga menghasilkan tradisi baru. Dalam upaya untuk merekonstruksi tradisi, Post-
tradisionalisme islam trabagi menjadi 3 sayap / aliran yang masing-masing dikemukakan oleh
beberapa tokoh diantaranya, Al-Jabiri dan Zuhairi Miswari

Persentuhan islam dengan dinamika kehidupan masyarakat dalam berbagai lapisan dan
dinamikanya serta gerak progresif perubahan zaman telah membawa islam ikut terlibat
dengan berbagai isu kontemporer dinamika kehidupan hinga saat ini, Termasuk di Indonesia,
dinamika perkembangan jika dikaitkan dengan isu kontemporer akan menghasilkan beberapa
pembahasan diantaranya, ialah islam liberal, islam dan prularisme, serta islam dan gender.
Dan dengan pembahasannya masing-masing.

17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kodir, Koko. 2014. Metodologi Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Susanto, Edi. 2016. Dimensi Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group.

Hakim, Atang Abdul. Dan Jaih Mubarok. 2011. Metodologi Studi Islam. Bandung: Remaja
rosdakarya.

Sudjatnika, Tenny. dan Heri Setiawan. 2014. Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka
Kasidah Cinta.

Abdullah, M. Yatimin. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Sholeh, A. Khudhori. 2003. Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: Jendela Yogyakarta.

Muslih, Mohammad. “Pemikiran Islam Kontemporer, Antara mode pemikiran dan Model
Pembacaan”, dalam jurnal Tsaqofah, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012.

Huda, Sokhi. “Struktur Pemikiran dan Gerakan Islam Kontemporer” dalam jurnal Al-Tahrir,
Vol. 18, No. 1 Mei 2018.

Ismail, Yusuf. “Postmodernisme dan Perkembangan Islam Kontemorer”, dalam Jurnal Studi
Al-qur’an, No. 2, Tahun 2019.

Sutikno. “Islam diantara Modernisme dan Postmodenisme” dalam Jurnal Studi Agama-
Agama, No. 1, Maret 2013.

Jalil, Abdul dan Siti Aminah. “Resistensi Tradisi Terhadap Modernitas”, dalam jurnal
Indonesian journal of Anthropologi, No. 2, desember 2017.

Hasri. “Studi Kritis Pemikiran islam Kontemporer” dalam journal of Islamic Education
Management, No. 1, Oktober 2016.

Ibnudin, “Pemikiran Isu-Isu Kontemporer Dalam dunia Islam” dalam Jurnal Al-Afkar, Vol.
2, No. 1, Januari 2019.

Muqoyyidin, Andik Wahyu. “Wacana Kesetaraan gender, Pemikiran Islam Kontemporer”


dalam jurnal Al-Ulum, Vol. 13, No. 2, Desember 2013.

18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai