Di susun Oleh:
Mochamad Fajar Hidayat (2142115008)
M Salim Said (2142115030)
Zunaidil Rois (2142115024)
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, dengan ini kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiratnya, yang telah
melimpahkan rahmat Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
kami yang berjudul “ Sejarah kajian Alquran modern”.
Adapun makalah kami tentang “Sejarah kajian Alquran modern” ini telah
kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak,
sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami
juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman sangat
dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah ini kedepannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
a. Kesimpulan .................................................................................................. 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di zaman Islam klasik, Eropa sedang berada di zaman pertengahan yang
terbelakang. Tidak mengherankan kalau orang-orang Eropa dan Italia,
Perancis, Inggris dan lain- lain berdatangan ke Andalusia untuk mempelajari
sains dan filsafat yang berkembang dalam Islam. Kemudian mereka pulang ke
tempat masing-masing membawa ilmu-ilmu yang mereka peroleh itu. Buku-
buku ilmiah Islam mereka terjemahkan kedalam bahasa latin. Melalui
pemikiran rasional Islam yang agamis itu beserta sains dan filsafatnya dibawa
ke Eropa, tetapi di sana menghadapi tantangan dari gereja. Pertentangan itu
membuat ulama sains dan filsafat di Eropa melepaskan diri dari gereja dan
pemikiran rasional disana berkembang lepas dari ikatan agama. Pemikiran
rasional di Eropa pada zaman renaissance dan zaman modern kembali
menjadi sekuler seperti di zamanYunani sebelumnya.
Pemikiran rasional sekuler itu membawa kemajuan pesat dalam bidang
filsafat, sains dan teknologi di Eropa sebagaimana yang kita saksikan
sekarang ini. Ketika pemikiran rasional Islam pindah ke Eropa dan
berkembang di sana, di dunia Islam zaman pertengahan berkembang
pcmikiran tradisional, menggantikan pemikiran rasional tersebut. Dalam
pemikiran tradisional ini, para ulama bukan hanya terikat pada Al Quran dan
Hadis, tetapi juga pada ajaran hasil ijtihad ulama zaman klasik yang sangat
banyak jumlahnya. Oleh karena itu ruang lingkup pemikiran ulama zaman
pertengahan amat sempit. Mereka tidak punya kebebasan berpikir akibatnya
sains dan filsafat, bahkan juga ilmu- ilmu agama tidak berkembang di dunia
Islam zaman pertengahan. Filsafatdan sains malah hilang dari peredaran. Ini
1
bertentang sekali dengan keadaan diEropa zaman modern dimana filsafat dan
sains amat pesat berkembang dan jauh melampaui capaian dunia Islam.
Ketika Umat Islam timur tengah menjalin kontak dengan Barat pada
abad ke delapan belas masehi mereka amat terkejut melihat kemajuan Eropa.
Mereka tidak menyangka bahwa Eropa yang belajar dari mereka pada abad
ke-12 dan abad ke-13 telah begitu maju, bahkan mengalahkan mereka dalam
peperangan-peperangan seperti yang terjadi antara kerajaan Turki Usmani dan
Eropa Timur.
Hal ini membuat ulama-ulama abad ke-19 merenungkan apa yang perlu
dilakukan umat Islam untuk mencapai kemajuan kembali scbagaimana umat
Islam zaman klasik dulu. Maka lahirlah pembaharuan Islam di Mesir seperti
Al Tahtawi, Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al Afghani.
Semua pembaru ini berpendapat bahwa untuk mengejar ketinggalan itu
umat Islam harus menghidupkan kembali pemikiran rasional agamis zaman
Islam klasik dengan perhatian yang besar pada sains dan teknologi. Abad ke
sembilan belas ini dianggap sebagai permulaan zaman modern dalam dunia
Islam.1
Nilai-nilai modernisasi Islam mempunyai pengaruh besar dalam
kehidupan umat Islam, sehingga akibat gerakan pembaruan yang dicetuskan
dan diperjuangkan oleh pembaru yang tersiar di kalangan Negara-negara
Islam, maka tumbuhlah rasa kesadaran bagi umat Islam untuk mengikuti
gerakan pembaruan tersebut, sehingga menimbulkan suatu kebangkitan dunia
Islam, baik dalam bidang Ilmu Pengetahuan, Pendidikan, Politik sekaligus
tumbuh gerakan menentang penjajahan.2
1
Harun Nasution, Islam Rasional, cet. Ke I, Bandung: Mizan, 1995, h. 9
2
A. Munir dan Sudarsono, Aliran Modern Dalam Islam, Cet. Ke I, Jakarta: Rineka Cipta,
1994, h. 147
2
Ingin mencoba untuk membahas isi pengertian, latar belakang dan peta
kemunculan pemikiran modern dalam Islam. Diharapkan dengan pembahasan
ini akan diketahui lebih jelas dan akan menjadipijakan awal dalam membahas
topik-topik selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah muncul pemikiran modern?
2. Siapa saja tokoh penafsir modern dalam islam dan apa saja temanya?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah munculnya pemikiran modern.
2. Mengetahui Siapa saja tokoh penafsir modern dalam islam dan apa saja
temanya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian ini secara garis besarnya mengandung arti upaya atau aktivitas
untuk mengubah kehidupan umat Islam dari keadaan-keadaan yang sedang
berlangsung kepada keadaan yang baru yang hendak diwujudkan. Ia berarti
sebuah upaya untuk kemaslahatan hidup umat Islam baik di dunia maupun di
akhirat sesuai dengan garis-garis pedoman yang ditentukan oleh Islam. Kalau
upaya pembaruan ini melanggar ajaran dasar atau tidak sesuai, maka
pembaruan itu tidak bisa disebut pembaruan dalam Islam. bahkan merupakan
pembaruan diluar Islam.4
3
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Cet. Ke I,
Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, I 998, h. 1
4
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Jembatan, t.t, h. 760
5
Deliar Noer, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 Tahun Harun Nasution, Cet. Ke I,
Jakarta: GunaAksara, 1989, h. 83
4
Maka orang-orang Turki Usmani sejak awal telah mempunyai kontak
langsung dengan Eropa. Sampai abad ke tujuh belas masehi kerajaan Usmani
senantiasa mengalami kemenangan dalam peperangan melawan raja-raja
Eropa. Tetapi mulai dari abad ke-18 masehi keadaan itu berbalik. Raja-raja
Eropalah yang menang dan kerajaan Usmani mulai mengalami kekalahan.
5
Setelah ekspedisi Napoleon bcrahir di Mesir, Muhammad Ali (1805-
1848M), seorang perwira Turki, mengambil alih kekuasaan. Ia ingin menjadi
sultan yang berpengaruh di dunia Islam dan untuk itu ia berpendapat, Mesir
harus dijadikan negara yang maju. Rahasia kekuatan dunia Barat melalui
ekspedisi Napoleon telah dapat ditangkap di Mesir. Dasarnya adalah ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Untuk itulah ia dirikan sekolah-sekolah:
sekolah Militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah Kedokteran (1827),
sekolah Apoteker (1829), sekolah pertambangan (1834) dan sekolah
Penerjemahan (1836).
Pelajar- pelajar yang dikirim ke Paris diawasi oleh seorang Imam. Salah
satu dari Imam itu adalah Rifa’ At Thahthawi (1803-1873 M), seorang ulama
lulusan Al-Azhar, yang melalui gurunya Syaikh Hasan Al Attar, menaruh
perhatian pada ilmu pengetahuan yang sedang berkembang di Barat. Jadi tidak
mengherankan kalau sekembalinya di Mesir ia menjadi salah satu pemikir
pembaruan yang berpengaruh di negeri ini. Diantara pendapatpendapat baru
yang dikemukakan ialah ide pendidikan yang bersifat Universal. Pendidikan
dalam Islam bukan hanya untuk anak laki-laki saja, tetapi juga untuk anak
perempuan.Ide terpenting yang dikemukakannya adalah pintu ijtihad tidak
tertutup. Ia mengatakan , ulama Al-Azhar perlu mengetahui ilmu pengetahuan
modern agar mereka dapat menyesuaikan interretasi syari’at dengan
kebutuhan zaman modern. Ia juga mengkritik sikap fatalisme yang terdapat
pada zamannya, tetapi ia tidak setuju dengan sikap Barat yang melepaskan diri
dari kekuasaan Tuhan. Ia berpendapat bahwa umat harus berusaha keras dan
baru kemudian berserah kepada kehendak Tuhan. 6
6
Harun Nasution, Pembaharnan Dalam Islam, Sejarah dan Gerakan, Cet. Ke 9, Jakarta:
Bulan Bintang, 1975, h. 42
6
kedua sumber itulah yang harus diberi interpretasi baru sesuai dengan zaman
modern melalui ijtihad. Bahwa ajaran qadha’ dan qadar mengandung paham
fatalistik. Menurut pendapatnya, qadha’ dan qadar mengandung arti bahwa
segala sesuatu terjadi menurut ketentuan sebab akibat. Kemauan manusia
merupakan salah satu dari mata rantai hukum sebab akibat. Qadha dan qadar
menurutnya sama dengan hukum alam ciptaan Tuhan.
Turki sendiri merupakan salah satu dari tiga negara besar di dunia Islam
abad-abad keenam belas sampai abad kedelapan belas (ketika di Eropa,
Inggris dan Perancis belum muncul sebagai negara yang berpengaruh dalam
politik internasional). Bahkan kerajaan Turki Usmani menguasai daratan
Eropa dan Istanbul sampai ke pintu gerbang kota Wina.
7
Adapun di India, dengan berdirinya kerajaan Mughal, merupakan Negara
kedua dari tiga Negara besar tersebut diatas, Delhi merupakan pusat
kekuasaan dan kehudayaan Islam di dunia Islam bagian Timur. Maka ketiga
negara ini sadar akan kebebasan mereka sebagai pusat kekuatan politik dan
kebudayaan Islam. Dan ketika Inggris dan Perancis memulai penetrasi mereka
ke dunia Islam, mereka sadar kejayaan dan kebesaran mereka sebenarnya
sudah berakhir. Mereka sadar akan kemunduran mereka dibandingkan dengan
Barat. Kesadaran inilah yang membuat mereka mempelajari dasar-dasar
kemajuan Barat dan mereka ketahui bahwa dasar utamanya adalah pemikiran
rasional dan ilmiah yang berkembang di Barat karena pengaruh Ibnu Rusyd.
Oleh karena itulah, pemikir- pemikir pembaruan di ketiga negara itu
mengubah pemikiran tradisional dengan pemikran rasional dan ilmiah. Dan
seperti telah digambarkan diatas, di Mesir dan di India bahkan dihidupkan
kembali pemikiran rasional Mu’tazilah.
8
B. Tokoh Penafsir modern dalam islam
1. Mufassir modern
Tokoh mufasir yang muncul pada zaman modern ini diantaranya adalah
sebagai berikut:8
7
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur`an di Indonesia, (Solo: Tiga Serangkai,
2003) h. 22.
8
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur`an di Indonesia,,, h. 22.
9
e. Ahmad Mustafa Al-Maraghi (w. 1952) menulis tafsir lengkap seluruh
ayat Al-Qur`an.
f. Mahmud Syaltut menulis Tafsir Al-Qur`an Al-Karim.
g. Sayid Quthub menulis tafsir Fi Zhilal Al-Qur`an. Ia juga menulis
beberapa buku tentang Al-Qur`an, seperti Masyahidul Qiyamah fi Al-
Qur`an dan At-Taswir Al-Fanni fi Al-Qur`an.
h. Ali Ash-Shabuni menulis kitab Rawai’ Al-Bayan: Tafsir Ayat Al-Ahkam
min Al-Qur`an. Ia juga menulis Shafwat At-Tafasir yang meringkas
kitab-kitab tafsir besar.
2. Tokoh mufassir modern di Indonesia
9
Hal ini merupakan langkah kemajuan, karena di zaman itu beberapaulama ada yang masih
mengharamkan penerjemahan Al-Qur`an ke dalam bahasa Indoesia
10
Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur`an Di Indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish
Shihab, trj. Tajul Arifin, Bandung: Mizan, 1996, 129-137.
10
atau keseluruhan. Dalam bentuk terjemahan Al-Qur'an dengan beberapa
anotasi di mana perlu antara lain:11
11
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur`an, (Yogyakarta: Itqan, 2014) h. 286.
12
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur`an,,,h. 286.
11
Sebagaimana yang termuat dalam Q.S. an-Nisa’[4]: 3 yang berbunyi sebagai
berikut :
س ۤا ِء َمثْ ٰنى َ ِاب لَ ُك ْم ِمنَ الن َ ط َ ط ْوا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِك ُح ْوا َما ُ َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ اَّل ت ُ ْق ِس
ت ا َ ْي َمانُ ُك ْۗ ْم ٰذ ِل َك اَد ْٰنٰٓى اَ اَّل
ْ َم َل َك احدَة ا َ ْو َماِ ث َو ُر ٰب َۚ َع فَا ِْن ِخ ْفت ُ ْم اَ اَّل تَ ْع ِدلُ ْوا فَ َو َ َوث ُ ٰل
تَعُ ْولُ ْو ْۗا
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hakhak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil Maka (kawinilah)
seorang saja atau budakbudak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
12
Kecendrungan pandangan ini melihat dari situasi dan kondisi ketika
mempadukan antara teks dan realitas. 13
13
Hussein Muhammad, Ijtihad Kyai Hussein: Upaya Membangun Keadilan Gender, (Cet. I
Jakarta: Rahima, 2011), h. 17
14
Mansur, Dekonstruksi Tafsir Poligami Mengurai Dialektika Teks Dan Konteks, (Jurnal: Al-
Ahwal, Vol. 1, No. 1, 2008), h. 33
15
Haji Abdullah Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Juz ke-4, (Jakarta: PT
Pustaka Panjimas, 1988), h. 237
13
kontemporer saat ini. Untuk itu dalam mengungkapkan pesan-pesan teks
supaya objektif sebenarnya dituntut untuk meningglakan pra-pemahaman
dalam arti pemahaman terhadap teks ayat-ayat al-Qur’an harus berdasarkan
probem yang dihadapi saat ini (konteks mempunyai konteks tersendiri), maka
untuk menafsirkan dan memahami teks diperlukan kajian sosial dimana teks
tersebut muncul dalam tahap aplikasi Rahman juga tidak menggunakan makna
literal teks tapi ideal moral dari teks tersebut.16
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hakhak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil Maka (kawinilah)
seorang saja atau budak- budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”17
16
Wely Dozan, Rekonstruksi Sebagai Metodologi Interpretasi Teks Al- Qur’an, (Al-Hikmah:
Jurnal Studi Keislaman, Vol. 10. No.1 Maret, 2020), h. 35
17
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Mikraj Khazanah Ilmu,
2016), h. 27.
18
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan dan Keserasian Al-Qur’an),Volume 2
(Jakarta: Lentera Hati, 2017), h. 410
14
perempuan. Kesimpulan Shihab mengantarkan bahwa, poligami bukan
sebagai salah satu upaya yang dipahami selama ini melainkan pintu kecil
untuk melakukan poligami sehingga monogami sebagai salah satu cara
alternatif untuk menegakkan keadilan terhadap masyarakat dan umat.
19
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufassir al-Qur’an, (Yogyakarta: Kaukaba, 2013), h. 182
15
terhadap ayat-ayat gender perlu melihat berbagai sisi konteks dengan
melakukan kajian kontekstual dengan pendekatan hermeneutika.20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
Siti Ruhaini, Dzuhayatin, Budhy Munawar Rachman, Nasaruddin Umar Dkk, Rekonstruksi
Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 114
16
DAFTAR PUSTAKA
A. Munir dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam, Rineka Cipta, Jakarta,
1994.
Serangkai, 2003.
17
Siti Ruhaini, Dzuhayatin, Budhy Munawar Rachman, Nasaruddin Umar Dkk,
Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
18