Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu :

Annisa Mangole, S.E., M.E.

Disusun Oleh :

1. Wahyu Miftahul Jannah [2121277]


2. Meli Saputri [2123046]
3. M. Faturachman Faiz [2123057]
4. Opy Hikmah Hidayati [2123059]

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kesempatan


kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Berkat rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini “Islam Dan Dunia Kontemporer”
dengan tepat waktu.

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metodologi Studi Islam dengan Dosen pengampu Annisa Mangole, S.E., M.E.

Selain itu, tugas makalah ini menjadi bahan untuk menambah wawasan
tentang “Islam Dan Dunia Kontemporer” bagi penulis dan juga pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari, makalah yang ditulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis mengharap kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnan makalah ini.

Kebumen, 21 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................

A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan Pembahasan..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................

A. Pengertian Islam dan Dunia Kontemporer.......................................................


B. Islam dan Tradisi Sekarang..............................................................................
C. Faham Fundamental dalam Islam.....................................................................
D. Kaum modernis................................................................................................
E. Islam, Jihad, dan Terorisme.............................................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................................

A. Kesimpulan......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang diwahyukan oleh Allah SWT. untuk manusia melalui
Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan manusia menuju keselamatan. Islam
selalu berkembang pesat dari zaman ke zaman, perkembangan itu tidak hampa
dengan budaya yang dibawa di dalamnya, seperti kaligrafi, lantunan syair. Sampai
saat ini pun masih ada budaya dibawa oleh islam. Hal itu masih umum di Indonesia,
islam pada zaman dahulu berkembang dengan budaya yang tidak sesuai dengan apa
yang telah dianjurkan Rasulullah SAW seperti menyembelih kerbau ketika ada yang
meninggal, slametan dan lain sebagainya. Budaya tersebut ada yang masih bertahan
dan ada juga yang sudah punah artinya tidak dilakukan lagi oleh masyarakat pada
masa kini.
Seiring berkembangnya zaman, maka berkembang pula ilmu pengetahuan,
sehingga membuat kita yang asalnya tidak tahu menjadi tahu. Oleh karena itu,
pemikiran harus berkembang, sebagai umat Rasulullah SAW, haruslah bersumber
pada Al-qur’an, As-Sunnah, dan Ij’tihad. Jika tidak sesuai dengan itu maka
perbuatan itu disebut bid’ah.
Dari latar belakang tersebut kami akan menyajikan makalah mata kuliah
Metodologi Studi Islam yang berjudul “Islam dan Dunia Kontemporer”. Dalam
makalah ini penulis akan mencoba untuk mengkaji pengertian islam dan dunia
kontemporer, bagaimana islam dan keadaan sekarang, faham fundamental dalam
islam, kaum modernis dalam kontemporer, dan islam jihad dan terorisme.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian islam dan dunia kontemporer ?
2. Bagaimana kaitannya Islam dan Budaya Indonesia ?
3. Apa yang dimaksud Faham fundamental dalam islam ?
4. Apa itu Kaum modernis ?
5. Bagaimana Jihad dalam Islam ?

6. Apakah sama Teroris dengan Jihad ?

C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1. Mengetahui pengertian islam dan dunia kontemporer

2. Mengetahui tentang Islam dan Tradisi di Indonesia sekarang

3. Mengetahui faham fundamental dalam islam

4. Mengetahui tentang kaum modernis

5. Mengetahui islam jihad dan terorisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Islam dan Dunia Kontemporer


Adopsi peradaban dan kebudayaan Barat adalah sesuatu yang lumrah. Faktanya
ilmuwan banyak terkooptasi oleh peradaban Barat. Bahkan memaksakannya sebagai
pandangan hidup. Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari
kebudayaan yang maju. Dan alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang mengadopsi
konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini yang
berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika peradaban islam
unggul dibanding peradaban eropa, misalnya mereka telah meminjam konsep-konsep
penting dalam islam. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua kebudayaan dapat
mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap kebudayaan memiliki identitas
nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri yang disebut dengan worldview
“Pandangan Hidup” (Hunting, 1996:96).
Di era modern dan post-modern sekarang ini, pemikiran dan kebudayaan Barat
mengungguli kebudayaan-kebudayaan lain, termasuk peradaban Islam. Namun tradisi
pinjam meminjam yang terjadi telah bergeser menjadi proses “adopsi”, yakni
mengambil penuh konsep-konsep asing, khususnya barat tanpa proses adaptasi atau
integrasi. Apa yang dimaksud dengan konsep di sini bukan dalam kaitannya dengan
sains dan teknologi yang bersifat eksak tetapi lebih berkaitan dengan konsep keilmuan,
kebudayaan, social dan bahkan keagamaan (al-Attas, 2001 : 13).
Esensi kebudayaan barat berkembang mewarisi unsur-unsur kebudayaan yunani
kuno, romawi dan unsur-unsur lain dari budaya bangsa-bangsa eropa, khususnya
Jerman, Inggris dan Prancis. Sebagian penulis seperti Samuel Philips Huntington
memasukkan agama dalam hal ini Kristen sebagai unsur penting yang membentuk
kebudayaan barat. Demikian ditulis dalam buku populernya (Hunting, 1996 : 97)
Itulah kebudayaan barat yang filsafat, sainstek, dan ekonominya sedang merajai
pentas sejarah dunia. Budayanya sudah menyebar bagai gelombang melalui berbagai
gerakan kultural seperti : filsafatnya dipahami secara luas melalui pendidikan dan
pembangunan SDM, sains dan teknologinya dikagumi dan ditiru bagi pembangunan
sarana dan prasarana bagi kehidupan manusia.

3
B. Islam dan Tradisi Sekarang

Islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad, pemahaman
dan penghayatan keagamaan masih cenderung sinkretik; Tarik-menarik antara nilai-
nilai luhur islam dengan budaya lokal. Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman
teknik (modern) dan tidak lama lagi akan memasuki millennium ketiga, keberagaman
tidak sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh sinkretik yang diwariskan oleh para
pendahulu. Secara kelembagaan, Muhammadiyah dan persis berusaha melakukan
pembaruan dengan melepaskan umat dari pengaruh-pengaruh non-Islam. Akan tetapi
gerakan ini mendapat tantangan dari kalangan nadliyin (NU) yang cenderung mentolelir
dan melestarikan kebiasaan tersebut. Sekarang ini baik di perkotaan maupun di
pedesaan masih banyak dijumpai upacara-upacara seperti yang disebutkan oleh dua
peneliti yang dilakukan pada awal abad XX, meskipun tidak sepenuhnya sama.
Amaliah keagamaan di masyarakat dapat dilihat dari upacara nujuh bulan dengan
menyediakan makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar;
upacara kelahiran yang biasanya dilakukan seminggu setelah melahirkan dan sekaligus
memberi nama anak biasanya dilakukan dengan membaca al-Barzanji. Penggantian
nama anak biasanya dilakukan karena anak yang bersangkutan sering sakit; dan anak
tersebut akan sembuh apabila namanya diganti. Dalam penggantian nama pun
dilakukan slametan lagi (Atang, 2015 : 115).

Menurut Atang dalam bukunya yang berjudul Metodologi Studi Islam


membahas tentang Islam dan tradisi masa sekarang pada bagian ini dijelaskan lebih
detail lagi tentang kebudayaan dan tradisi Islam dimasa seakarang, begitu juga dengan
upacara kematian, di daerah Betawi terdapat tradisi yang sangat berbeda dengan
tradisi di Bandung. Di Betawi, apabila seseorang meninggal, keluarga tersebut
menyelenggarakan pembacaan Al-Qur’an yang lamanya bergantung pada usia yang
meninggal dan kelas ekonomi keluarga yang meninggal. Apabila yang meninggal
seorang anak yang belum dewasa, pembacaan Al-Qur’an dilakukan selama tiga
malam; sedangkan apabila yang meninggal sudah dewasa, pembacaan Al-Qur’an
bergantung pada kelas ekonomi keluarga yang meninggal. Apabila ekonomi keluaga
yang meninggal tergolong kelas menengah ke bawah, pembacaan Al-Qur’an
dilaksanakan selama tujuh malam dan dilaksanakan di rumah orang yang
meninggal dunia. Sedangkan apabila ekonomi keluarga yang meninggal termasuk

4
kelas menengh keatas, pembacaan Al- Qur’an dilakukan selama tujuh hari tujuh
malam, dan biasanya dilaksanan di makam (kober). Ada pula yang lebih dari itu,
terutama jika keluarga yang meninggal termasuk keluarga terhormat. Pada keluarga
seperti ini, pembacaan Al-Qur’an dilaksanakan selama empat puluh malam (tetapi
peristiwa ini sekarang sudah jarang sekali terjadi).
Lain halnya dengan kebiasaan di Bandung Timur. Upacara yang berhubungan
dengan kematian seseorang dilakukan apabila ekonomi keluarga yang meninggal itu
termasuk kelas menengah keatas, keluarga yang ditinggalkan menyembelih kerbau
kemudian kerbau tersebut dibagikan kepada masyarakat sekitar (sekitar tahun 1989 di
Cileunyi Kulon masih didapatkan peristiwa ini); meskipun sekarang, upacara itu
hampir tidak pernah terjadi. Kebiasaan membaca kitab al-Barzanji dilakukan dalam
berbagai kegiatan slametan; mulai dari slametan pemberian nama anak yang baru
lahir, hingga mauludan (memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW). Sesuatu
kenyataan logis adalah banyak santri yang hafal diluar kepala beberapa bagian kitab
al-Barzanji karena seringnya kitab tersebut dibaca secara berulang-ulang. Dengan
demikian, kolaborasi tentang tradisi yang dilakukan oleh Cliford Geertz dan Howard
M. Federspiel masih relevan untuk dijadikan bahan rujukan (Geertz, 1964: 56).
Dalam merespon tradisi yang berkembang di masyarakat sekarang ini secara
umum umat Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian yakni yang pertama,”Kaum
Tua” dan yang kedua,“Kaum Muda”. “Kaum Muda” ini adalah ulama pendukung
perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik keagamaan di Nusantara
ini sedangkan “Kaum Tua” adalah ulama yang menentang perubahan-perubahan yang
dikembangkan oleh “Kaum Muda” dan mempertahankan sistem keagamaan di
Indonesia yang dinilai telah mapan.“Kaum Tua” ini telah meyakini bahwa kebenaran
yang dikemukakan dalam ajaran-ajaran ulama besar zaman klasik dan zaman
pertengahan seperti al-Ghazali, al-Asy’ari, dan al-Maturidi dalam bidang teologi,
dan imam-imam dari mazhab-mazhab besar dalam bidang hukum Islam tidak
berubah. Bagi “Kaum Tua”, kebenaran tidak perlu dikaji ulang, sebab kebenaran tidak
pernah diubah karena perubahan waktu dan kondisi. (Howard, 1996:60).
“Kaum Tua” menegaskan bahwa agama dipelajari melalui hafalan dipondok-
pondok pesantren, ia tidak bisa salah, dan tidak boleh di tundukan oleh penelitian akal.
Konsekuensinya adalah setiap penolakan terhadap bagian dari agama, dianggap
menolak agama itu sendiri. Mereka menuduh “Kaun Muda” sebagai orang kafir dan
terkutuk. Sedangkan “Kaum Muda” bersikap sebaliknya. Mereka mementang keras

5
praktik-praktik tasawuf, ketaatan kepada mazhab-mazhab teologi dan hukum Islam,
upacara ritual yang tidak otoritatif dan do’a yang dimaksudkan untuk mengantarkan
roh yang baru meninggal dunia (Howard, 1996:60).
Karena sikap itulah,”Kaum Muda” , antara lain Ahmad Dahlan pendiri
Muhammadiyah digambarkan oleh “Kaum Tua” sebagai seorang Wahabi, yang telah
menyimpang dari Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, menolak mazhab-mazhab,
menghancurkan agama, pengikut Mukthazilah, Khawarij, juga kafir, yang lidahnya
ketika meninggal dunia akan terjulur dua meter keluar dari mulutnya (Howard,
1996:61).
Begitulah pertentangan ulama Indonesia dalam merespon tradisi yang
berkembang dimasyarakat sekarang ini. Dengan masih berkembangnya tradisi-tradisi
seperti yang disebutkan diatas, terutama dalam praktik keagamaan masyarakat
dipedesaan, menunjukkan dominasi “Kaum Tua” masih cukup lestari dan masih cukup
kuat. Dalam konteks tradisi lokal, ulama terbagi menjadi dua yakni “Kaum Tua” dan
Kaum Muda” sedangkan dalam kontkes yang global, respon pertama merupakan
respon tradisional atau konsevatif sedangkan respon yang kedua merupakan respon
modernis. Dua hal tersebut disebut juga tradisionalis dan modernis.
C. Faham Fundamental Dalam Islam
Kita telah mengenal istilah “fundamentalisme Islam” atau “Islam
fundamentalis”. Istilah ini cukup populer dalam dunia media massa, baik yang
berskala nasional maupun internasional. Istilah “fundamentalisme Islam” atau “Islam
fundamentalis” ini banyak dilontarkan oleh kalangan pers terhadap gerakan-gerakan
kebangkitan Islam kontemporer semacam Hamas, Hizbullah, Al-Ikhwanul Muslimin,
Jemaat Islami, dan Hizbut Tahrir Al-Islamy. Penggunaan istilah fundamentalisme
yang “dituduhkan” oleh media massa terhadap gerakan-gerakan kebangkitan Islam
kontemporer tersebut, disamping bertujuan memberikan gambaran yang “negatif”
terhadap berbagai aktivitas mereka, juga bertujuan untuk menjatuhkan kredibilitas
mereka di mata dunia (Montgomery, 1997: 3).
Pada dasarnya, fundamentalisme Islam bergelora melalui penggunaan bendera
jihad untuk memperjuangkan agama. Suatu ideologi yang kerap kali mempunyai
fungsi menggugah militansi dan radikalisasi umat. Selanjutnya, fundamentalisme ini
diwujudkan dalam konteks pemberlakuan syariat Islam yang dianggap sebagai solusi
alternatif terhadap krisis bangsa. Mereka hendak melaksanakan syariat Islam secara
kaffah dengan pendekatan tafsir literal atas al-Quran. Mereka akan berusaha sebaik-

6
baiknya dalam menjalankan syariat agama sesuai dengan ajaran dan tuntunan
Rasulullah SAW. Pada dasarnya, ajaran dan tuntunan Rasulullah adalah sama dari
asalnya, namun para pengikut mempunyai pemahaman yang berbeda sehingga
menimbulkan tafsir yang berbeda. Sebagian umat Islam menafsirkan syariat-syariat
Islam yang berlaku dengan batasan-batasan yang begitu keras. Hal tersebut tentu saja
akan menimbulkan fundamentalisme Islam, di mana syariat-syariat Islam mempunyai
aturan yang sangat mengikat kuat bagi para pemeluknya. Aturan yang mengikat kuat
tersebut akan menimbulkan masalah yang cukup kompleks. Istilah fundamentalisme
muncul pertama kali di kalangan agama Kristen di Amerika Serikat. Istilah ini pada
dasarnya merupakan istilah Inggris kuno kalangan Protestan yang secara khusus
diterapkan kepada orang- orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus diterima
dan ditafsirkan secara harfiah (Montgomery, 1997: 5).
Kata “fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan pengertian“bersifat
dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar, asas,
alas, fondasi. Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang
berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:245).
Istilah fundamentalisme pada awalnya juga digunakan untuk menyebut
penganut Agama Katholik yang menolak modernitas dan mempertahankan ajaran
ortodoksi agamanya, saat ini juga digunakan oleh penganut agama-agama lainnya
yang memiliki kemiripan, sehingga ada juga fundamentalisme Islam, Hindu, dan juga
Buddha (Asymawi, 2004:120 ).
1. Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis
Secara historis, istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di
kalangan tradisi Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak
dijumpai istilah atau tindakan yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di
barat. Pelacakan historis gerakan fundamentalisme awal dalam Islam bisa dirujukkan
kepada gerakan Khawarij, sedangkan representasi gerakan fundamentalisme
kontemporer bisa dialamatkan kepada gerakan Wahabi Arab Saudi dan Revolusi
Islam Iran. Secara makro, faktor yang melatarbelakangi lahirnya gerakan
fundamentalis adalah situasi politik baik tingkat domestik maupun di tingkat
internasional. Ini dapat dibuktikan dengan munculnya gerakan fundamentalis pada
masa akhir khalifah Ali bin Abi Thalib, di mana situasi dan kondisi sosial politik
tidak kondusif. Pada masa khalifah Ali, perang saudara berkecamuk hebat antara

7
kelompok Ali dan Muawiyah karena masalah pembunuhan Utsman (Azyumardi,
1996:107 ).
2. Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di Indonesia
Di Indonesia terdapat banyak kelompok atau mazhab yang menganut
fundamentalis. Berikut ini adalah empat mazhab besar fundamentalisme Islam
(Azyumardi, 1996 : 111).
a. Mazhab Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin ini menganut ideologi Abduh dan Rasyid Ridha tapi dalam
versi yang lebih ekstrim. Penganut mazhab Abduh di Indonesia dalam versi yang lebih
soft adalah Muhammadiyah. Maka dari itu mereka dekat dengan Muhammadiyah. Dan
para matan DI/TII rata-rata masuk Muhammadiyah. Di Indonesia sendiri aliran ini
bermetamorfosis menjadi PKS, KAMMI dan sejenisnya dan menjadi kelompok
fundamentalis terkuat di Indonesia.
b. Mazhab Salafi atau Wahabi
Mereka ini cukup rasis, nyaris semua pucuk pimpinannya selalu orang Arab
keturunan Arab yang didukung oleh sejumlah dalil mengenai keutamaan Arab. Laskar
Jihad dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) adalah bagian dari mereka, juga teroris
bom bali, Abu Bakar Ba’asyir, Ja’far Umar Thalib, Abdullah Sungkar adalah orang
Arab. Kelompok inilah yang paling radikal. Kekhususan dari mereka adalah mereka
golongan Arab masaikh. Kebanyakan dari mereka mengikuti jalur al-Irsyad. Mereka
memiliki dua golongan besar berdasar mazhab ulama acuannya, yaitu kelompok Saudi
dan kelompok Kuwait. Walaupun radikal dan berbahaya kelompok ini sebenarnya
cukup lemah karena mereka terlalu radikal sehingga suka berkelahi sendiri.
c. Mazhab Hizbut Tahrir
Mazhab Hizbut Tahrir ini merupakan kelompok underground. Mereka
menginginkan Khilafah tapi menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi
mereka lebih condong soft dengan dasar pemikiran adalah “mengislamkan”
masyarakat umum dimana bila tercapai maka khilafah akan terbentuk dengan
sendirinya. Kelompok kami tidak punya data cukup memadai tentang kelompok ini
dan jalurnya dengan organisasi di Indonesia.
d. Mazhab Habib
Habib, Sayyed, Syarif adalah julukan gelar bagi keturunan Nabi. Mereka
sangat rasis, misal perempuan dari golongan ini dilarang menikah dengan non sayyid
jika tidak maka mereka akan dibunuh. Kelompok formal tertua golongan ini adalah

8
Jamiat Kheir. FPI merupakan bagian dari golongan ini. Doktrin utama kelompok-
kelompok ini sama, yaitu klaim kebenaran tunggal. Secara Mazhab mereka
sebenarnya lebih dekat dengan paham khawarij, paham ekstrim islam yang pertama
kali muncul dalam sejarah, walaupun mereka mengaku pengikut Ahlus Sunnah.
3. Karakteristik Islam Fundamental
Dari sekelumit paparan deskriptif historis kemunculan fundamentalisme
Islam, dapat dinyatakan bahwa memang ada beberapa karakter / ciri khas yang bisa
dilekatkan kepada kaum fundamentalis. Karakteristik fundamentalisme secara umum
adalah skriptualisme, yaitu keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan
firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu,
dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan bahwa suatu agama tertentu
dipegang secara kokoh dalam bentuk literal dan bulat tanpa kompromi, pelunakan,
reinterpretasi, dan pengurangan (Montgomery, 1997:15).
Dalam beberapa kelompok Islam, di dalamnya terdapat karakteristik gerakan
Islam fundamentalis, diantaranya :
a. Mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci agama
dan menolak pemahaman kontekstual atas teks agama karena pemahaman
seperti itu dianggap mereduksi kesucian agama. Kaum fundamentalis
mengklaim kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran hanya ada di dalam
teks dan tidak ada kebenaran di luar teks bahkan kebenaran hanya ada pada
pemahaman mereka terhadap apa yang dianggap sebagai prinsip-prinsip agama.
Mereka tidak memberi ruang kepada pemahaman dan penafsiran selain mereka.
Sikap yang demikian ini adalah sikap otoriter.
b. Mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis,
pluralisme merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci.
Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan kaum
fundamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama
muncul tidak hanya karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga
karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali
agama.
c. Mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum fundamentalis
cenderung menganggap dirinya sebagai penafsir yang paling benar sehingga
memandang sesat aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Di dalam
khasanah Islam perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa, sehingga dikenal

9
banyak mazhab. 4 mahzab terbesar di Indonesia adalah Ikhwanul Muslimin,
Salafi atau Wahabi, Hizbut Tahrir, dan Habib. Sikap keagamaan yang seperti ini
berpotensi untuk melahirkan kekerasan. Dengan dalih atas nama agama, atas
nama membela Islam, atas nama Tuhan mereka melakukan tindakan kekerasan,
pengrusakan, penganiayaan, dan bahkan sampai pembunuhan.
d. setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat dihubungkan dengan
fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan militanisme. Kaum
fundamentalisme selalu mengambil bentuk perlawanan yang sering bersifat
radikal teradap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi agama.
4. Fundamentalisme Islam di Indonesia
Munculnya gerakan keagamaan yang berkarakter fundamentalis merupakan
fenomena penting yang turut mewarnai citra Islam kontemporer di Indonesia. Istilah
Islam fundamentalis sebagai sebuah kesatuan dari berbagai fenomena sosial
keagamaan kelompok-kelompok muslim merupakan hal yang demikian kompleks.
Islam fundamentalis tidak sepenuhnya mampu mendiskripsikan fenomena yang
beragam atas gerakan-gerakan keagamaan yang muncul di Indonesia (Jamhari,
2004:9).
Berdasarkan karakteristik yang menjadi platform gerakan fundamentalis
yang telah dipaparkan di depan, di Indonesia terdapat beberapa kelompok yang
diasumsikan sebagai kelompok Islam fundamentalis di antaranya adalah Front
Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Komunikasi
Ahlusunnah Wal Jamaah (FKAWJ), Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Laskar
Jihad (Jamhari, 2004:10).
Secara umum dapat diidentifikasi landasan ideologis yang dijumpai dalam
gerakan-gerakan tersebut :
a. Konsep Din wa Daulah (agama dan negara). Dalam konsep ini Islam dipahami
sebagai sistem hidup total, yang secara universal dapat diterapkan pada semua
keadaan, waktu, dan tempat. Pemisahan antara agama dan negara tidak dapat
diterima oleh kelompok fundamentalis, sehingga agama dan negara dipahami secara
integralistik.
b. Kembali pada al-Quran dan sunnah. Dalam konsep ini umat Islam diperintahkan
untuk kembali kepada akar-akar Islam awal dan praktik nabi, dalam mencari
keaslian (otentitas) dan pembaruan. Jika umat Islam tidak kembali ke “jalan yang
benar” dari para pendahulu mereka maka mereka niscaya tidak akan selamat.

10
Kembali kepada al-Quran dan Sunnah dipahami secara skriptual dan totalistik.
c. Puritanisme dan keadilan sosial. Nilai-nilai budaya barat ditolak karena dianggap
sesuatu yang asing bagi Islam. Media massa diupayakan untuk menyebarkan nilai
praktik Islam yang otentik dari pada menyebar pengaruh budaya asing yang sekuler.
Hal ini mensyaratkan penegakan keadilan sosial ekonomi sehingga doktrin tentang
zakat sangat ditekankan sehingga mampu memajukan kesejahteraan sosial dan
mampu memperbaiki kesenjangan kelas di kalangan umat.
d. Berpegang teguh pada kedaulatan syariat Islam. Tujuan utama umat Islam adalah
menegakkan kedaulatan Tuhan di muka bumi ini. Tujuan ini bias dicapai dengan
membangun tatanan Islam yang memposisikan syariat sebagai undang- undang
tertinggi. Dari pemahaman ini maka agenda formalisasi syariat Islam menjadi entry
point bagi terbentuknya negara Islam sehingga syariat Islam benar-benar dapat
diperlakukan dalam hukum positif, baik hukum perdata maupun jinayat.

Ideologi-ideologi inilah yang menyatukan gerakan-gerakan Islam di berbagai


negara termasuk Indonesia.Yang membedakan di antara mereka barangkali terletak
pada bentuk artikulasi gerakan.Dalam hal ini mereka tergantung pada problem yang
dihadapi di negara masing-masing. Di Indonesia sendiri, antara Hizbut Tahrir
Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Front Pembela Islam memiliki
kesamaan ideologi, namun cara menterjemahkan ideologi dan praktik gerakannya
satu sama lain berbeda-beda.
5. Sikap Terhadap Kelompok Fundamentalis
Dilihat dari substansinya, Nampak bahwa pandangan, sikap, dan keyakinan
keagamaan kaum fundamentalis tidak keluar dari Islam. Mereka termasuk muslim
dan mukmin yang taat, bahkan dapat dikatakan bahwa mereka berpegang teguh pada
ajaran Islam dan ingin memperjuangkannya dengan segala upaya dan kemampuan
yang dimiliki agar ajaran Islam yang mereka pahami benar-benar dapat dilaksanakan
oleh seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Dengan demikian kehadiran
fundamentalisme tidak mesti direspon secara searah dan dengan pandangan negatif
(Said, 2004: 13).
Di manapun dan bilapun gerakan muslim fundamentalis muncul sebagai suatu
kelompok, seharusnya kita hargai dengan lapang dada karena berkelompok dengan
orang-orang sealiran adalah hak asasi manusia. Dan apapun ideologi yang mereka
anut dan sebarkan, seharusnya kita biarkan hidup bebas pula. Sebab, menganut

11
ideologi apapun, atau tidak menganut ideologi apapun, dalam koridor kebebasan
berfikir dan berekspresi, sejatinya hak asasi manusia juga.
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahawa sikap yang seharusnya
kita terapkan untuk menghadapi timbulnya fenomena muslim fundamentalis berikut
pemikiran dan tindakannya adalah sikap terbuka dan kritis. Terbuka dalam
menerima fenomena fundamentalisme sebagai kebebasan berfikir dan berekspresi
dan kritis apabila tindakan mereka telah jauh menyimpang dan melanggar hak asasi
umat muslim yang lain. Selain itu, kita juga dapat mengambil pelajaran berharga
dari sikap dan kegiatan kaum fundamentalis. Anggota-anggota mereka terlihat

mempunyai kesetiaan yang kuat pada prinsip yang dianut. Dari militansi yang
terlihat dalam kelompok fundamentalis dapat diambil pelajaran akan semangat kerja,
kemauan untuk bekerja keras. Kemalasan dan kelemahan semangant merupakan
penyakit yang menimpa kaum muslimin negeri ini untuk waktu yang cukup lama.
Fundamentalisme mengajak kita untuk berbuat, untuk tidak diam saja karena pilihan
lainnya adalah perubahan ke arah yang lebih buruk.

D. Kaum Modernis
Dalam masyarakat Barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran,
gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk
disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi.(Nasution,1991:11). Oleh karena itu, modern (modernis, pelaku) lebih
mengacu pada dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan
isntitusi-institusi lama diniai “tidak relevan”.Kaum modernis percaya bahwa
keterbelakangan umat Islam lebih banyak disebabkan oleh kesalahan sikap mental,
budaya, atau teologi mereka. Mereka menyerang teologi Sunni (Asy’ariah) yang
dijuluki sebagai teologi fatalistik.
Pandangan kaum modernis merujuk pada pemikiran modernis Mukthazilah,
yang cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu
ushul al- khamsah. Bagi Mukthazilah, manusia dapat menentukan perbuatannya
sendiri. Ia hidup tidak dalam keterpaksaan (jabbar). Akar teologi Mukthazilah dalam
bidang af’al al-‘ibad (perbuatan manusia) adalah Qadariyah sebagai anti tesis dari
Jabariyah. Pemikiran Mukthazilah kemudian diteruskan oleh ulama modernis yang
kemudian dikenal sebagai Neo Mukthazilah. Di antara mereka adalah Muhammad
Abduh di Mesir dan Musthaf Kemal Attatruk di Turki. Di Indonesia, gerakan
rasionalis pernah mempengaruhi Muhammadiyah sebelum perang dunia kedua.
12
Agenda mereka adalah pemberantasan takhayul, bid’ah, dan khurafat; dan berlomba
dalam kebaikan. Oleh karena itu, mereka juga dikenal sebagai golongan
purifikasi(Nasution,1991:12).
Asumsi dasar kaum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat Islam
karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Asumsi
tersebut pada dasarnya sejalan dengan aliran developmentalisme yang beranggapan
bahwa kemunduran umat Islam yang terjadi di Indonesia karena mereka tidak mampu
berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangaunan dan globalisasi. Oleh karena
itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap mental, kreativitas, budaya, dan
faham teologi sebagai pokok permasalahan.Yang mengajukan agar kaum
tradisionalisme mengubah teologi mereka, dari teologi Jabariyah kepada teologi
rasinonal dan kreatif yang cocok dengan globalisasi dengan menyiapkan SDM yang
handal, melalui pendidikan dengan menciptakan sekolah-sekolah unggulan (Mansour,
1997:12).
E. Islam, Jihad dan Terorisme

Secara etimologi kata jihad berasal dari bahasa Arab, kata jihad diambil dari kata
dasar “‫ ”جـهـد‬. Secara bahasa kata “al-jihaad” berasal dari kata “jaahada”, yang bermakna
“al-juhd”(kesulitan) atau “al-jahd” (tenaga atau kemampuan). Jihad secara bahasa
berarti mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Dan secara istilah syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan dan
mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan menegakkan Islam
demi mencapai ridha Allah SWT. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi
sabilillah untuk menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai
dengan ajaran Islam agar mendapat keridhaan Allah SWT. Imam Syahid Hasan Al-
Banna berkata, “Yang saya maksud dengan jihad adalah suatu kewajiban sampai hari
kiamat dan apa yang dikandung dari sabda Rasulullah saw,” Siapa yang mati, sedangkan
ia tidak berjuang atau belum berniat berjuang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”.
(Jamhari, 2004:17).
Adapun urutan yang paling bawah dari jihad adalah ingkar hati, dan yang paling
tinggi perang mengangkat senjata di jalan Allah. Di antara itu ada jihad lisan, pena,
tangan dan berkata benar di hadapan penguasa tiran. Dan jihad ini diwajibkan kepada
laki-laki yang baligh, berakal, sehat badannya dan mampu melaksanakan jihad. Dan ia
tidak diwajibkan atas: anak-anak, hamba sahaya, perempuan, orang pincang, orang
lumpuh, orang buta, dan orang sakit. Dakwah tidak akan hidup kecuali dengan jihad,
13
seberapa tinggi kedudukan dakwah dan cakupannya yang luas, maka jihad merupakan
jalan satu-satunya yang mengiringinya. Firman Allah, ”Dan Berjihadlah kamu pada jalan
Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya” (QS Al-Hajj 78).
Dari berbagai macam aksi teror yang terjadi di Indonesia yang sering menuding
atau dikaitkan dengan syari’at islam dan juga menimbulkan kebingungan di kalangan
muslimin. Ditambah lagi munculnya orang-orang jahil dan bodoh yang menjadikan
dirinya sebagai ahli fatwa yang mengidentikkan islam dengan terorisme. Berbagai
larangan dalam bentuk hukum perundang-undangan telah ditetapkan dalam memerangi
tindak terorisme ini. Namun undang-undang tersebut sepertinya kurang efektif untuk
memerangi kasus ini. Terorisme dalam pandangan islam merupakan hal yang melenceng
dari agama islam itu sendiri. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW dengan
membawa agama Islam didalam kehidupan manusia sebagai rahmat dan kenikmatan
yang besar bagi manusia bukan suatu musibah yang membawa malapetaka (Marbun,
2005: 90).
Didukung oleh berdirinya gerakan-gerakan islam ini khususnya di Indonesia
sendiri yang bersifat radikal yang ingin mendirikan suatu negara islam dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan syari’at islam sehingga mereka biasanya bertindak kasar dan
melakukan aksi teror dalam mencapai tujuannya tersebut. Para teroris tersebut
melakukan aksi terornya mengatas namakan islam sebagai jihad. Namun pengertian jihad
sendiri dalam islam bukanlah memerangi umatnya sendiri yang justru menghancurkan

dan merusak tetapi jihad dalam islam adalah upaya mengerahkan segala jiwa raga atas
nama Allah sesuai ketentuan-ketentuan yang diajarkan dalam syari’at islam. Praktik
jihad yang diajarkan nabi dalam peperangan bukan hanya untuk mendapatkan
kemenangan dan mengalahkan musuh.Tetapi untuk sesuatu yang mulia dan juga
mendatangkan manfaat bagi manusia.
Pengakuan mantan anggota JI, Nasir Abbas mengakui bahwa kekerasan bukanlah
ajaran Rasullullah SAW dan tindak teror di Bali itu bukanlah jihad karena dilakukan di
tempat yang damai dan bukan orang yang bersalah yang menjadi korban. Di dalam al-
Quran, jihad dalam pengertian perang ini terdiri dari 24 kata. Kewajiban jihad (perang)
ini telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam al-Quran di dalam banyak ayat. (Lihat,
misalnya: QS an-Nisa [4]: 95); QS at-Taubah [9]: 41; 86, 87, 88; QS ash-Shaf [61]: 4).
Bahkan jihad (perang) di jalan Allah merupakan amalan utama dan agung yang
pelakunya akan meraih surga dan kenikmatan yang abadi di akhirat.
Lalu apakah terorisme dibenarkan dalam islam? Di zaman Rasullullah SAW
14
merupakan zaman keemasan. Di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai
pemimpin terbaik sepanjang zaman, berjayalah islam pada waktu itu. Kejayaan islam
bukanlah hal yang mustahil, bisa terwujud dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an
dan Sunnah dengan pemahaman dan pengamalan yang benar. Bagaimana mungkin
kejayaan islam saat itu terwujud dengan cara yang tidak sesuai dengan ajaran islam itu
sendiri. Rasulullah sebelum mencapai kejayaan islam juga pernah merasakan masa pahit
memerangi kaum musyrik. Namun Rasulullah SAW tetap bersabar dalam menghadapi
situasi tersebut bahkan tidak sampai melakukan bom bunuh diri atau hal-hal lain yang
menggangu keamanan masyarakat seperti aksi terorisme yang sedang merajalela dan
menyudutkan islam sebagai pembawa ajarannya. Islam sangat menghargai kehidupan
dan memiliki aturan dan hukum yang tegas dalam menjalani kehidupan (Jamal, 2008:
120).

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adopsi peradaban dan kebudayaan Barat adalah sesuatu yang lumrah, bahkan
memaksakannya sebagai pandangan hidup. Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang
mundur akan belajar dari kebudayaan yang maju. Dan alami jika suatu kebudayaan yang
terbelakang mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju.

2. Islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad, pemahaman dan
penghayatan keagamaan masih cenderung sinkretik; tarik-menarik antara nilai-nilai luhur
Islam dengan budaya lokal. Dalam konteks tradisi lokal, ulama terbagi menjadi dua yakni
“Kaum Tua” dan Kaum Muda” sedangkan dalam kontkes yang global, respon pertama
merupakan respon tradisional atau konsevatif sedangkan respon yang kedua
merupakan respon modernis.

3. Kata “fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan pengertian “bersifat dasar
(pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar, asas, alas, fondasi.
Diantaranya terdapat: Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis, Empat Mazhab Besar
Fundamentalisme Islam di Indonesia, Karakteristik Islam Fundamental, Fundamentalisme
di Indonesia, Sikap Terhadap Kaum Fundamentalis.

4. Asumsi dasar kaum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat Islam karena
mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Asumsi tersebut pada
dasarnya sejalan dengan aliran developmentalisme yang beranggapan bahwa kemunduran
umat Islam yang terjadi di Indonesia karena mereka tidak mampu berpartisipasi secara
aktif dalam proses pembangaunan dan globalisasi.

5. Secara bahasa kata “al-jihaad” berasal dari kata “jaahada”, yang bermakna “al-
juhd”(kesulitan) atau “al-jahd” (tenaga atau kemampuan). Jihad secara bahasa berarti
mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Dan secara istilah syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan dan
mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan menegakkan Islam
demi mencapai ridha Allah SWT.

16
Terorisme dalam pandangan islam merupakan hal yang melenceng dari agama islam itu
sendiri. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW dengan membawa agama Islam
didalam kehidupan manusia sebagai rahmat dan kenikmatan yang besar bagi manusia
bukan suatu musibah yang membawa malapetaka.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas.2001. Risalah untuk Kaum Muslimin. Kuala Lumpur:ISTAC.

Atang dan Jaih. 2015. Metodologi Studi Islam.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

B.N .Marbun S.H. 2005.Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990.Kamus Besar

Bahasa Indonesia.Jakarta:Bali Pustaka.

Geertz Cliford. 1964. Tafsir Kebudayaan.Yogyakarta:Kanisius.

Hantington, Samuel. Philips. 1996. The Clash of Civilizations and

Remaking of World Order.Amerika:Simon& Schuster.

Howard.M.1996.Kajian Al-Qu’an di Indonesia dari Mahmud Yunus Hingga

Quraisy Sihab alih bahasa Tajul A’rifin cetakan ke-1.Bandung:Mizan.

Jamal, M.A, Fauzan. 2008. Intelejen Nabi:Melacak Jaringan Intelejen

Militer dan Sipil Pada Masa Rasulullah. Jakarta: Pustaka Oasis.

Jamhari. 2004.Gerakan Salafi Radikal.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada

Montgomery.W,William. 1997. Fundamentalisme Islam dan

18
Modernitas(Terjemahan Taufik Adnan Amal). Jakarta:PT.RajaGrafindo

Persada.

Muhammad. Said. 2004. Nalar Kritis Syari’ah.

Yogyakarta :LKIS. Nasution. 1991.Filsafat

Agama.Jakarta:Bulan Bintang.

19

Anda mungkin juga menyukai