Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ILMU AKHLAK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Akhlak

Dosen Pengampu :

Muhammad Faiz Arrafi, S.E, M.E

Disusun Oleh :

1. Rokhana Khaerunnisa (2121269)


2. Uni Zuhrotul Faizah (2121275)
3. Khulasotul Fajriyah (2123055)
4. Moh Faturachamn Faiz (2123057)

PROGRAN STUDI EKONOMI SYARIAH

DAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kesempatan


kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Berkat rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini mengenai “ Al Fana,Al Baqo & Al
Ittihad” dengan tepat waktu.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Bahasa Indonesia dengan Dosen pengampu kepada
BapakMuhammad Faiz Arrafi, S.E, M.E
selain itu, tugas makalah ini menjadi bahan untuk menambah wawasan
tentang “Al Fana,Al Baqo& Al Ittihad” bagi penulis dan juga pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam proses penyusunan makaah ini. Penulis menyadari, makalah
yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis mengharap
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnan makalah ini.

Kebumen,28 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................2
A. Pengertian Al-Fana,Al-Baqo & Al-Ittihad ...............................................2
1. Apa itu Al-Fana ?...................................................................................2
2. Sapa itu Al-Baqo ? .................................................................................3
3. Ittikad.....................................................................................................4
B. Tokoh pengembang Al-Fana’, Al-Baqa’& Al-Ittihad ...............................3
1. Masa Pengembangan ............................................................................3
2. Masa konsolidasi ...................................................................................4
3. Masa Falsafi ...........................................................................................4
4. Masa pemurnian....................................................................................4
C. Pandangan Al-qur’an terhadap Al-Fana’, Al-Baqa’, Al-Ittihad ...............7

BAB III PENUTUP .................................................................................................8


Kesimpulan ................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA................................,...................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Akhlak Tasawuf merupakan bentuk ilmu murni yang tergolong dalam Islam.
Akhlak dan Tasawuf mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebelum
bertasawuf, seseorang harus berakhlak sehingga dapat dikatakan bahwasanya At
tashawwufu nihayatul akhlaq sedangkan al-akhlaqu bidayatut tashawwuf. Dalam
tasawuf, digunakan pendekatan suprarasional yaitu dengan intuisi / wijdan, dan
tasawuf itu biasanya lebih mengarah pada bentuk batini dibanding dengan bentuk
lahiri, namun tidak dipungkiri pula adanya bentuk lahiri di dalamnya.
Sufisme dalam pencerapan pengalaman tentang fana’ dan baqa’, seorang
tokoh yang bernama junaid mengemukakan bahwa, “tasawuf adalah membuat
engkau mati di dalam dirimu, dan hidup di dalam diri-NYA.” Dan tokoh tasawuf
lainya yang bernama Abu Ali Juzjani juga mengemukakan pendapatnya bahwa
“seorang sufi (ahli tasawuf) adalah orang yang melupakan dirinya dan hidup
dlam cahaya pandang ilahi yang tidak begitu peduli akan dirinya atau juga
sesuatu yang lain”. Seorang calon sufi pertama kali harus mengikuti persiapan,
ia harus mempuyai iman yang benar, menjauhi perbuatan yang mungkar,
menjauhi dosa besar dan kecil kemudian menjalankan sunnah rasul yang terpuji.
Apapun bentuk pengertian dari tasawuf, seorang sufi, dan kemudian yang
berhubungan dengan fana’ dan baqa’adalah seluruhnya ingin memperlihatkan
bahwa kita takkan ada tanpa_NYA, dan salah satu bentuk dari perlihatan itu
adalah menyebut diri mereka tidak ada kecuali dzat_NYA. Dan itu adalah seluruh
bentuk pengagungan kepada sang kholik yang terdapat dalam tingkat tertentu,
mungkin dapat dikatakan bentuk pengagungan tingkat atas, dan dalam makalah
ini akan dijelaskan beberapa hal mengenai fana’ danbaqa’ secara lebih terstruktur
dengan tokohnya, tujuan, dan juga pandangan Al-qur’an mengenai hal itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Fana, Al-Baqa & Al-Ittihad ?
2. Siapa tokoh pengembang Al-Fana’, Al-Baqa’& Al-Ittihad?
3. Bagaimana pandangan Al-qur’an terhadap Al-Fana’, Al-Baqa’& Al-Ittihad?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Fana, Al-Baqa & Al-Ittihad


1. Pengertian al fana
Fana dalam istilah tasawuf, ada kalanya diartikan sebagai keadaan moral
yang luhur. Hal ini semakin jelas dalam definisi yang di kemukakan oleh Al-
Thusi, fana adalah “fananya sifat jiwa”. Sementara itu, Al-Qusyairi
merumuskannya dengan “sirnanya sifat-sifat tercela”. Lebih lanjut ia
menambahkan dengan hilangnya sifat-sifat tercela tersebut, maka diisi
dengan sifat-sifat terpuji. Kedua sifat tersebut senantiasa ada pada manusia
dan tidak mungkin ada alternatif ketiga. Jika seseorang fana dari sifat-sifat
tercela, maka yang muncul adalah sifat-sifat terpuji, dan barang siapa yang
cenderung pada sifat tercela, maka sifat terpujinya tertutupi, dan demikian
pula sebaliknya. Abu Bakar Al-Kalabazi menjelaskan pangertian al-fana,
sebagaimana dimaksudkan dalam tasawuf , adalah “hialangnya semua
keingunan hawa nafsu seseorang, tidak ada, pamrih dari segalanya perbuatan
manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat membedakan
sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua kepentingan dalam
ia berbuat sesuatu”.
2. Penertian al Baqa
Al Baqa berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Konsep al
fana tidak dapat dipisahkan oleh Al-Baqa. Keduanya merupakan konsep yang
berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana, ketika itu juka ia
sedang menjalani Baqa. Kedua makam tersebut diungkapkan dalam Al-
qura’an. Dalam menerangkan kaitan antara al-fana dan al-baqa, al-qusyairi
menyatakan : “barang siapa meninggalkan perbuatan-perbuatn tercela, maka
ia sedang fana dari syahwatnya, jika ia fana dari syahwatnya berarti ia baqa

dalam niat dan keikhlasan beribadah: ......Barangsiapa yang zuhud dari


keduniaannhya dalm hatinya, maka ia sedang fana dari keinginannya berarti
pula ia sedang baqa dalam ketulusan ibadahnya....; barangsipa yang fana dari
ahlak yang tercela, yang baqa dalam futuwwah dan kejujuran dan
seterusnya”.

2
3. Al-ittihad
Jika tahap al baqa telah tercapai, maka dengan sendirinya tercapai pula
tahap ittihad. Dalam tingkatan ini seorang sufi telah merasa nahwa dirinya
bersatu dnegan tuhan, antara yang mencintai dean yang dicintai menyatu, baik
jauhar (substansi) maupun perbuatnnya dalam keadaan demikian, maka
penunujukan anatara ia dengan yang lain adalah sama. Lebih lanjut
disebutkan, bahwa segala sesuatu yang ada ini dilihat sebagai wujud yang satu
itun sendiri. Pada saat itu, maka yang dilihat bahwa wujud hamba adalah
wujud tuhan itu sendiri, demikian pila sebaliknya.1
B. Tokoh pengembang Al-Fana’, Al-Baqa’& Al-Ittihad
Sebelum mengetahui dan mengenal siapa tokoh pengembang dari fana’
baqa’& ittihad, tidak ada salahnya kita menengok terlebih dahulu tasawuf iti
sendiri yang disalamanya terdapat fana’ baqa’& ittihad Sejarah Perkembangan
Tasawuf Secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni tasawuf dan zuhud.
Keduanya merupakan istilah baru dalam Islam, sebab belum ada pada masa
Nabi. Pada masa beliau, istilah yang populer adalah sahabat. Ketika Islam
berkembang dan banyak orang yang memeluk Islam, dan terjadi perkembangan
strata sosial, maka muncul istilah baru dikalangan sahabat, yakni diantaranya
Qurra’, Ahl al Shuffah, Fuqara’, Tawwabin.Sebagaimana telah diketahui,
bahwa sejarah Islam ditandai dengan peristiwa tragis, yakni terbunuhnya
kholifah Usman. Dari peristiwa ini, menyebabkan sahabat yang masih ada
kembali kejalan yang benar. Inilah benih tasawuf yang paling awal. Masa
Pembentukan tasawuf itu sendiri berawal pada abad 1 H bagian kedua, muncul
Hasan Basri dengan ajaran khauf. Kemudian pada akhir abad 1H diikuti
Rabi’ah Adawiyah dengan ajarannya hub al ilah. Selanjutnya pada abad 2 H,
Tasawuf tidak banyak berbeda dengan abad sebelumnya,yakni sama dalam
corak zuhudnya,meskipun penyebabnya berbeda (lebih bercorak Fiqh).
1. Masa Pengembangan
Tasawuf pada abad 3 H dan 4H sudah mempunyai corak yang berbeda
sekali dengan abad sebelumnya.Pada abad ini bercorak ke fana’an (ekstase)
yang menjurus ke persatuan hamba dan khalik. Pada abad 3H dan 4H terdapat
dua aliran.aliran tasawuf sunnah yaitu bentuk tasawuf yanng membantengi

dirinya dengan Alqur’an dan al Hadist.tasawuf semi falsafi cenderung


menuju pada pernyataan tentang terjadinya penyatuan (ittihad atau hulul).

3
2. Masa konsolidasi
Tasawuf pada abad 5 H mengadakan konsolidasi.Ditandai dengan
Kompetisii antara tasawuf sunni dan tasawuf semi falsafi.kemenangan
tasawuf sunnii karena menangnya teologi ahl sunnah wa al jama’ah yang
dipelopori Abu al Hasan Al Asy’ari.
3. Masa Falsafi
Abad VI H muncul tasawuf falsafi,yaitu tasawuf yang bercampur dengan
ajaran filsafat.Pada abad VI dan VII H ,muncul orde

orde(tarekat)sufi.Pondok pondok tersebut merupakan oase oase di tengah


tengah gurun pasir kehidupan duniawi.
4. Masa pemurnian
A.J.Arberry menyatakan bahwa pada masa Ibn Araby,Ibn Faridl,dan Al
Rumy adalah masa keemasan gerakan tasawuf ,secara teoritis dan
praktis.Ibnu Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagai mana yang
pernah diajarkan oleh Rasullah,yakni menjelaskan dan menghayati ajaran
Islam,tanpa embel embel lain,tanpa mengikuti aliran tarekat tertentu ,dan
tetap melibatkan diri dalam kegiatan sosial,sebagaimana manusia pada
umumnya.Tasawuf ini yang cocok untuk dikembangkan di masa modern
seperti sekarang.

Faktor Lahirnya Tasawuf juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya


adalah: Pertama, ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua
sumbernya,al Qur’an dan As Sunnah.Kedua sumber ini mendorong untuk hidup
wara’ dan taqwa.Banyak ayat Al Qur’an yang mendorong umatnya untuk
mempunyai sifat terpuji.Dan berbagai ayat banyak sifat surga dan neraka,agar
umat termotivasi dan menjauhkan diri dari neraka. Kedua,Reaksi rohaniah kaum
muslimin terhadap sistem sosial politik dan ekonomi di kalangan umat Islam
sendiri.Seperti perang saudara antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah.
Dengan adanya fenomena fenomena sosial politik seperti itu ada sebagaian
masyarakat atau ulama yand tidak ingin terlibat dalam kemewahan dunia dan
mempunyai sikap tidak mau tahu terhadap pergolakan yang ada ,mereka
mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertikaian tersebut.
Ketiga,Kependetaan (rabbaniyah) agama Nasrani ,sebagai konsekuensi agama
yang lahir sebelum Islam ,pemeluknya tersebar di seluruh negara,dan sikap
sikapnya mempengaruhi masyarakat agama lain,termasuk Islam.

4
Setelah kita mengetahui asal mula tasawuf itu bagaimana, kemudian kita menuju

pada fana’ baqa, dan ittihad, siapakah tokoh dibaliknya?, Al-Bustami atau dalam
beberapa tulisan disebut juga Bistomi, Bustomi dan Bastomi sering juga disebut
Bayazid. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur ibn Surusyam. Ia lahir
diwilayah Qum di Persia Barat Laut tahun 188-261 H/804-875 M. Ia adalah
putra seorang ayah yang menganut keyakinan Zoroastria. Ayahnya Isa ibn
Surusyam adalah pemuka masyarakat di Biston dan ibunya dikenal sebgai
zahidah (orang yang meninggalkan keduniaan) dan kakaknya Surusyam sebelum
memeluk Islam adalah penganut agama Majusi.

Al Bustami mempelajari ilmu fiqh terutama mazhab Hanafi lalu kemudian


mendalami tasawuf. Sebagian besar kehidupan “sufi” dan “abid”nya dilaluinya
di Biston. Ia selalu mendapat tekanan dari para ulama Mutakallimin (Teolog)
serta Penduduk di kota kelahirannya yang tidak mengizinkan ia tinggal
menyebabkan ia terusir dari negerinya sampai akhirnya wafat pada tahun 261 H
bertepatan dengan tahun 875 M. Al-Bustami tidak meninggalkan karangan atau
tulisan tetapi ia terkenal lantaran ucapan-ucapannya. Terkadang ungkapannya
dipandang sebagai al-syathahat atau ungkapan ketuhanan misalnya ungkapannya
: “Maha suci Aku, Maha suci Aku, betapa besar keagungan- Ku” yang
belakangan dikumpulkan dalam kitab al-Luma (buku pancaran sinar) yang ditulis
oleh al-Sarraj. Setelah ia wafat para ahli sufi masih banyak mengunjungi makam
al-Bustami, misalnya al-Hujwiri, bahkan sejumlah ahli sufi lainnya menaruh
hormat terhadap al-Bustami meski bukan berarti mereka menerima kalimat-
kalimatnya tanpa koreksi. Pengikut al-Bustami kemuidian mengembangkan
ajaran tasawuf dengan membentuk suatu aliran tarikat bernama Taifuriyah yang
diambil dari nisbah al-Bustami yakni Taifur. Pengaruh terikat ini masih
dapat dilihat dibeberapa dunia Islam seperti Zaousfana’, Maghrib
(meliputi Maroko, al-Jazair, Tunisia), Chittagong dan Bangladesh. Makam al-
Bustami terletak ditengah kota Biston dan dijadikan objek ziarah oleh
masyarakat. Sebagian masyarakat mempercayai sebagai wali atau orang yang
memiliki kekaramatan. Sultan Moghul, Muhammad Khudabanda memberi kubah
pada makamnya pada tahun 713 H / 1313 M, atas saran penasehat agama sultan
bernama Syaikh Syafaruddin. Ahli sufi berpendapat bahwa terdapat dua aliran
tasawuf pada abad ketiga hijriah. Pertama, aliran sufi yang pendapat-pendapatnya
moderat, tasawufnya selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan al-Sunnah atau

5
dengan kata lain tasawuf yang mengacu kepada syari’at dan para sufinya adalah
para ulama terkenal serta tasawufnya didominasi oleh ciri-ciri normal. Kedua,
adalah aliran sufi yang

terpesona dengan keadaan-keadaan fana’ sering mengucapkan kata-kata yang


ganjil yang terkenal dengan nama syathahat, yaitu ucapan-ucapan ganjil yang
dikeluarkan seorang sufi ketika ia berada digerbang ittihad, Mereka
menumbuhkan konsep-konsep manusia melebur dengan Allah yang disebut
ittihad ataupun hulul dan ciri-ciri aliran ini cenderung metafisis. Diantara sufi
yang berpendapat bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan adalah Abu Yazid
al-Bustami yang sekaligus dipandang sebagai pembawa faham al-Fana’, al-
Baqa’, dan al-ittihad.

Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami disebut sebagai sufi yang
pertama kali memperkenalkan faham fana dan baqa. Nama kecilnya adalah
Thaifur. Nama beliau sangat istimewa dalam hati kaum sufi seluruhnya.Ketika
Abu Yazid telah fana dan mencapai baqa maka dari mulutnya keluarlah kata-
kata yang ganjil, yang jika tidak hati-hati memahami akan menimbulkan kesan
seolah-olah Abu Yazid mengaku dirinya sebagai tuhan padahal sesungguhnya ia
tetap manuisia biasa, yaitu manusia yang mengalami pengalaman bathin bersatu
dengan tuhan. Diantara ucapan ganjilnya ialah: “tidak ada tuhan melainkan
saya”. Sembahlah saya, amat sucilah saya, alngkah besarnya kuasaku”.
Selanjutnya Abu Yazid Mengatakan “Tidak ada tuhan selain aku, maka
sembahlah aku, Maha Suci Aku, Maha Besar Aku.”

Selanjutnya diceritakan bahwa: seseorang lewat dirumah Abu yazid dan


mengetuk pintu. Abu Yazid bertanya:” siapa yang engkau cari?” Jawabnya:”Abu
Yazid.” Lalu Abu Yazid mengatakan: “pergilah”. Dirumah i ni tidak ada kecuali
Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi.”Ucapan yang keluar dari mulut abu
yazid itu, bukanlah kata-katanya sendiri tetapi kata-kata itu diucapkannya melalui
diri tuhan dalam Ittihad yang dicapainya dengan tuhan. Dengan demikian
sebenarnya Abu Yazid tidak mengaku dirinya sebagai tuhan, namun meleburkan
dirinya dalam dzat-NYA.

6
C. Pandangan Al-qur’an terhadap Al-Fana’, Al-Baqa’, Al-Ittihad
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan
firman Allah surat Al-kahfi ayat 110 yang artinya:

Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang


diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".”( Q. S. Al-Kahfi,: 110).

Paham ittihad dan hulul ini juga dapat dipahami dari keadaan ketika Nabi
Musa ingin melihat Allah. Musa berkata: “Ya Tuhan, bagai mana supaya aku
sampai kepada-Mu?” Tuhan berfirman: Tinggalah dirimu (lenyapkanlah dirimu)
baru kamu kemari (bersatu). Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah swt.
telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara
rohaniyah atau bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shaleh, dan
beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk
(Fana),meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghiasi diri dengan
sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana dan Baqa, hal
ini juga dapat dipahami dari isyarat ayat di bawah ini

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S. Al-Rahman: 26-27).

Surat-surat ini merupakan bukti secara tidak langsung dari kepedulian


Allah dengan bentuk kesufian umatnya.

7
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Filosofi pembaharuan islam dimulai ketika mereka sadar semakin tertinggalnya
islam dengan peradaban yang tak bisa ternafikan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa,Fana’ dalam pengertian harfiah adalah keadaan dari syai (sesuatu)
yang tidak berahir, artinya apabila tetapnya suatu keadaan telah berahir, dikatakan
ia telah mencapai fana’. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa yang
dimaksud denganfana adalah lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak yang tercela,
kebodohan dan perbuatan maksiat dari diri manusia. Sedangkan baqa adalah
kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu pengetahuan dan
kebersihan diri dari dosa dan maksiat. Dengan demikian maka doktrin sufi yang
kita kenal sebagai “ittihad” (kesatuan mistuk), di mana seorang manusia telah
berhasil melalui perjalanan yang panjang untuk bersatu dengan Tuhannya,atau
doktrin. Kemudianal- hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia
dan Tuhan menyatu secara Rohaniah.
Abu Yazid al-Bustami adalah seorang yang dipandang sebagai pembawa
faham al-Fana’, al-Baqa’, dan al-ittihad

8
DAFTAR PUSTAKA

Rusli Ris’an, 2013, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta, Rajawali Pers

Bakar Abu, 1993, pengantar sejarah sufi dan tasawuf, Solo, Ramdhani

Nata Abudin, 2000, Akhlak Tasawuf, jakarta, PT .Raja Grafindo Persada

http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.com/2012/11/al-fana-al-baqa-ittihad-al-
hulul-dan.html, di akses pada tanggal 11 mei 2016 pada pukul 08.35
1
Ris’an Rusli, Tasawuf Dan Tarekat, (Jakarta:Rajawali Press,2013;), Hlm;90-96
2
Abu Bakar, Pengantar Sejarah Sufi Dan Tasawuf, (Solo: Ramdhani, 1993, Cet 7) Hlm 138-143

4
http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.com/2012/11/al-fana-al-baqa-
ittihad-al- hulul-dan.html, di akses pada tanggal 9 mei 2016 pada pukul 08.35

9
12

Anda mungkin juga menyukai