Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AKHLAK TASAWUF
“Objek Kajian Ilmu Tasawuf”

Dosen Pembimbing
Ilyas, S.Ag.M.A

Disusun Oleh : Keolompok 2


Masjar Koni Bancin : 2020010339
Roni Syahputra S : 2020010352
Samion : 2020010356

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH HAMZAH FANSURI
KOTA SUBULUSSALAM
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, yang telah menuntun kita kejalan
yang diridhai-Nya.

Shalawat dan Salam untuk kekasih – nya, Muhammad SAW, yang mana Beliau hingga
saat ini menjadi inspirasi kebaikan bagi seluruh umat manusia. Semoga kita dapat mengikuti
jejak langkahnya, meniti jalan menuju keridhaan Ilahi.

Tugas makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akhlak
Tasawuf yang diampu oleh Pak Ilyas, S.Ag.M.A Kami berharap dengan tersusunnya makalah
ini dapat menambah ilmu pengetahuan. Dan kami menyadari bahwa makalah kami ini tidak
sempurna. Jadi kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Makalah ini
kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf, dimana kami akan membahas
tentang Ilmu Jarh Wa Ta’dil.

Tentunya dalam penulisan makalah ini, masih terdapat kekurangan dari segi penulisan
ataupun dari segi pembahasan, untuk itu kami memohon saran dan kritik supaya makalah ini
menjadi lebih baik ke depanya.

Subulussalam, 04 Maret 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................................1

A. Latar Belakang .......................................................................................................................1


B. Identifikasi Masalah ...............................................................................................................2
C. Tujuan Penulis ........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................................2

A. Memahami Hakikat Tasawuf ................................................................................................2


B. Objek Kajian Tasawuf ...........................................................................................................3
C. Fungsi Tasawuf .......................................................................................................................7

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................................8

A. Kesimpulan .............................................................................................................................8
B. Saran ........................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam laku kehidupan secara empiris, praktik tasawuf dianggap sebagai obat penyembuh
penderitaan batin di tengah-tengah krisis kemanusiaan. Memang, kondisi zaman yang serba
materialistik-hedonistik seperti sekarang ini rawan.

menggiring manusia menuju titik nadir krisis nurani. Lalu, dari titik terendah itu akan
berujung pada ketidakjelasan atas makna dan tujuan hidup sehingga berlanjut menjadi krisis
eksistensi. Jika seorang individu sudah dalam tahap krisis eksistensi, barangkali satusatunya
jalan penyelamat adalah lewat jalan spiritualitas a tau terkhusus jalan tasawuf.

Di sisi lain, tasawuf dalam kajian Islam merupakan bagian dari kajian Islam lainnya,
seperti kajian tauhid dan fikih. Aksentuasi kajian tauhid terletak pada soal-soal akidah-
pengesaan Allah Swt. dan berbagai ha! terkait dengan soal pokok-pokok agama-dan kajian
fikih menitikberatkan pada soal-soal ijtihadi yang bersifat haliyah-'amaliyah-furu 'iyah, dan
tasawuf kajiannya terletak pada soal-soal batini-menyangkut hal-hal dzauqi, ruhani, dan
sangat esoteris.

Esensi tasawuf itu telah ada sejak masa Rasulullah SAW. namun tasawuf sebagai ilmu
keislaman adalah hasil kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya., seperti
Fiqh dan ilmu tauhid. Pada masa Rasulullah SAW. belum dikenal ilmu Tasawuf , yang
dikenal waktu itu adalah sebutan sahabat Nabi SAW .

Tasawuf dan Islam tidak dapat dipisahkan , Tasawuf sebagai ilmu keislaman yaitu hasil
kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu lainnya, mempelajari ilmu Tasawuf adalah
penting, telah diketahui bahwa dahulu masa kerasulan Nabi Muhammad SAW. adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia dan sejarah mencatat bahwa factor pendukung
keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima.

Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan, yang berarti ibadah kepada Allah seakan-akan
melihat-Nya., apabila tidak mampu demikian, maka harus didasari bahwa Dia melihat dari
kita, adalah kualitas penghayatan dari seseorang terhadap agamanya. Dengan demikian
tasawuf sebagaimana mistisme pada umumnya, bertujuan membangun dorongan-dorongan
yang terdalam pada diri manusia. Yaitu dorongan-dorongan merealisasikan diri sebagai
makhluk , yang secara hakiki adalah bersifat kerohanian dan kekal.

1
B. Identifikasi Masalah

1. Apakah Hakikat untuk Memahami Tasawuf ?


2. Bagaimana Objek Kajian Tasawuf?
3. Dan apa Fungsi Tasawuf ?

C. Tujuan Penulis

1. Untuk mengetahui Hakikat Tasawuf


2. Untuk mengetahui Objek Kajian Tasawuf
3. Untuk mengetahui apa fungsi tasawuf

BAB II

Pembahasan

A. Memahami Hakikat Tasawuf

Dalam berbagai buku teks tasawuf, kata ini biasanya dirujukkan kepada beberapa kata dasar.
Termasuk di dalam kata Shaff (baris, dalam shalat) karena dianggap kaum sufi berada dalam
shaf pertama. Atau Shuf, yakni bahan wol atau bulu domba kasar yang biasa mencirikan pakaian
kaum sufi. Atau juga ahl al-Shuffah, yakni para zahid (pezuhud) dan zahid (ahli ibadah) yang tak
punya rumah dan tinggal di serambi masjid Nabi (Haidar Bagir, 2005:89).

Tapi, pada umumnya, berbagai definisi itu mencakup atau mengandung makna shafa (suci),
wara’(kehati-hatian ekstra untuk tidak melanggar batas-batas agama), dan (pengetahuan
Ketuhanan atau tentang hakikat segala sesuatu). Tapi, kepada apapun dirujukkan, semua sepakat
bahwa kata ini terkait dengan akar, shafa yang berarti suci. Pada gilirannya, ia akan bermuara
pada ajaran Al – Qur’an, tentang penyucian hati (Lihat Al - Qur’an surah Al – Syams, ayat 7 -
10), (Haidar Bagir, 2005:90).

2
Pada dasarnya tasawuf adalah upaya para ahlinya untuk mengembangkan semacam disiplin
(riyadhah) - spiritual, psikologis, keilmuan dan jasmaniah - yang dipercayai mampu mendukung
proses penyucian jiwa atau hati sebagaimana diperintahkan dalam kitab suci tersebut (Haidar
Bagir, 2005:92).

Sedangkan Prof Mulyadhi Kartanegara, melihat tasawuf sebagai salah satu cabang ilmu
Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Spiritualitas ini dapat
mengambil bentuk yang beraneka ragam di dalamnya:

1. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya dari pada
aspek jasmaninya.
2. dalam kaitannya dengan kehidupan, tasawuf lebih menekankan kehidupan akhirat dari
pada kehidupan dunia yang fana.
3. dalam kaitannya dengan pemahaman keagamaan, tasawuf lebih menekankan aspek
esoterik dari pada eksoterik.
4. dalam kaitannya dengan penafsiran lebih menekankan penafsiran batin dari pada
penafsiran lahir.

Seorang ulama besar di Indonesia, Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang lebih dikenal
dengan sebutan Buya Hamka, yang juga baru saja menerima gelar sebagai pahlawan nasional,
memberikan apresiasi yang tinggi terhadap tasawuf. Sebagai bukti kecintaannya terhadap
tasawuf Hamka menulis rubrik tasawuf modern antara tahun 1937 sampai 1938 dalam majalah
yang diasuhnya yaitu majalah Pedoman Masyarakat.

Meski mencintai tasawuf, namun Hamka memberikan catatan kritis terhadap tasawuf yang
banyak menyimpangdari ajaran Islam. Menurut Hamka, kalangan sufi hendak memerangi hawa-
nafsu, dunia dan setan, tetapi kadang-kadang mereka tempuh jalan yang tidak digariskan oleh
agama. Terkadang mereka haramkan kepada diri sendiri barang yang dihalalkan Tuhan, bahkan
ada yang tidak mau lagi mencari rezeki, menyumpahi harta, membelakangi hura-hura dunia,
membenci kerajaan. Sehingga kemudiannya, ketika bala tentara Mongol masuk ke negeri Islam,
tidak ada lagi senjata yang tajam buat menangkis, sebab orang telah terbagi dan terpecah
(Hamka, 1987:14).1

Selain kritik yang disampaikan oleh Hamka, masih ada beberapa lagi masalah yang
menjadikan kritikan kalangan ulama terhadap kaum sufi. Salah satu masalah yang kontroversial
tentang tasawuf adalah anggapan bahwa kaum sufi menyepelekan keharusan menaati kewajiban-
kewajiban – kewajiban syariat. Barangkali tak ada tanggapan tentang tasawuf yang lebih salah
dari ini.

B. Objek Kajian Tasawuf

1
Akhiyat, “Tasawuf dan Akulturasi Budaya”, Jurnal As-Salam, Vol.1, No. 1, Mei - Agustus 2016, hal 3 – 5.

3
Tasawuf adalah aspek ruhani, (esoteris) dalam islam. Cara pendekatan nya pun harus
mendekati ruhaniah. Diantara unsur ruhani yang terdapat pada diri manusia adalah ruh. Terkait
dengan ini, dikatakan bahwa ada tiga unsur dalam diri manusia, yaitu ruh, akal dan jasad.
Kemuliaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain adalah, karena manusia memiliki unsur
ruh ilahi. Ruh yang dinisbahkan Allah SWT. Sebagimana firman Allah dalam surah Al –
Hjir(15) : 29

َ‫َو ِا ْذ قَا َل َرب ُّ َك ِللْ َم ٰلۤ ِِٕٕى َك ِة ِايِّن ْ َجا ِع ٌل ىِف ااْل َ ْر ِض َخ ِل ْي َف ًة ۗ قَالُ ْوٓا َاجَت ْ َع ُل ِفهْي َا َم ْن ي ُّ ْف ِس دُ ِفهْي َا َوي َْس ِف ُك ّ ِادل َم ۤا َء َوحَن ْ ُن ن ُ َس ّب ُِح حِب َ ْم ِدك‬
‫َون ُ َق ِّد ُس كَل َ ۗ قَا َل ِايِّن ْ ٓ َا ْعمَل ُ َما اَل تَ ْعلَ ُم ْو َن‬
Maka, apabila Aku telah sempurnakan kejaian nya, dan Aku telah meniupkan ruh (ciptaan)-
Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (Q.S Al – Hijr : 29)2

Ruh inilah yang menjadikan manusia memiliki sisi kehidupan ruhani, dimana kecondongan
ini juga dimiliki oleh manusia dalam setiap agama. Karena perasaan itu merupakan fitrah
manusia. Dengan demikian, yang menjadi kajian objek tasawuf adalah “jiwa” manusia. Tasawuf
membahas tentang sikap jiwa manusia dalam berhubungan dengan Allah SWT. Dan sikap-Nya
dalam berhubungan sesama makhluk. Dalam hal ini, tasawuf bertugas membersihkan hati itu dari
sifat - sifat buruk dan tercela (al-madzmumah) dalam kaitan hubungan tersebut. Bila hati sudah
bersih dari kotoran – kotoran, niscaya kehidupan ini akan menjadi baik dan harmoni kehidupan
akan terjamin secara stabil. Hal ini sesuai dengan Sabda Nabi Saw :

"Ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia itu terdapat segumpal darah, apabila segumpal
darah itu baik, baiklah seluruh tubuhnya; dan apabila segumpal darah itu buruk, buruk jugalah
tubuh seluruhnya. Segumpal darah tersebut adalah hati" (HR Bukhari dan Muslim).

Hati di dalam bahasa Arab disebut al-qalb. Menurut ahli biologi, qalbu adalah segumpal
darah yang terletak di dalam rongga dada, agak ke sebelah kiri, warnanya agak kecokelatan dan
berbentuk segi tiga. Tetapi yang dimaksudkan disini bukanlah hati yang terbentuk dari segumpal
darah yang bersifat materi itu, namun yang dimaksudkan hati di sini adalah yang bersifat
immateri. Hati yang berbentuk materi menjadi objek kajian biologi. Sementara hati yang
immateri menjadi objek kajian tasawuf.

AI-Ghazali menjelaskan hati immateri ini dalam kitab Ihya' 'Ulum ad-Din. MenurutAI-
Ghazali, hati adalah karunia Allah Swt. yang halus dan indah, bersifat immateri, yang ada
hubungannya dengan hati materi. Yang halus dan indah inilah yang menjadi hakikat
kemanusiaan dan yang mengenal dan mengetahui segala sesuatu. Hati ini juga yang menjadi

2
https://risalahmuslim.id/quran/al-hijr/15-29/

4
sasaran perintah, sasaran cela, sasaran hukuman dan tuntutan (taklif) Tuhan. Ia mempunyai
hubungan dengan hati materi. Hubungan ini sangat menakjubkan akal tentang caranya.
Hubungan ini bagaikan gaya dengan jisim, dan hubungan sifat dengan tempat lekatnya, atau
seperti hubungan. pemakai alat dengan alatnya, atau bagaikan hubungan benda dengan ruang". 3

AI-Qusyairi secara khusus memberikan penjelasan, khususnya terkait dengan alat yang bisa
dipakai untuk ma’rifat (melihat dengan mata hati ) kepada Allah SWT. Alat tersebut adalah al-
qalb untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, ruh untuk rnencintai Tuhan, dan sirr untuk melihat
Tuhan. Sirr lebih halus dari ruh. Ruh Jebih halus dari qalb.

Al-Ghazali membedakan antara nafs, ruh, hati, dan akal. Nafs mempunyai dua arti. Pertama,
himpunan kekuatan marah dan syahwat dalam diri insan. Kedua, sesuatu yang indah dan halus,
yang menjadi hakikat manusia. Ruh juga rnempunyai dua arti. Pertama, sejenis barang halus
yang bersumber dari ruang hati materi dan tersebar melalui urat saraf ke seluruh tub uh manusia.
Mangalirnya di dalam tubuh, sambil memancarkan cahaya kehidupan, dan memberikan indra
pandangan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan perasaan lidah. Kedua, ruh yang bersifat
ghaib. Demikian juga akal, mempunyai dua arti. Pertama, yang digunakan sebagai ilmu yang
untukmengetahui hakikat sesuatu. Kedua, suatu alat untuk mengetahui ilmu tadi, yang
mempunyai arti sarha dengan hati immateri tadi. Selain itu, ada sebagian sufi yang membagi hati
menjadi hati sanubari yang bersifat materi dan hati nurani yang bersifat immateri

Dalam realitasnya manusia memang terdiri dari dua unsur, jasmani dan ruhani. Unsur
jasmani atau material berasal dari tanah. Sementara unsur ruhani yang bersifat immateri berasal
dari Tuhan. Unsur jasmani berproses sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Mu'minun (23): 12-
14.

o ٍ‫َولَ َقدْ َخلَ ْقنَا ٱ َنسٰ َن ِمن ُسلَٰ ةَل ٍ ِّمن ِطني‬
‫ِإْل‬
o ٍ‫مُث َّ َج َعلْنَٰ ُه ن ُْط َف ًة ىِف قَ َر ٍار َّمكني‬
ِ
o ۚ ‫مُث َّ َخلَ ْقنَا ٱلنُّ ْط َف َة عَلَ َق ًة فَ َخلَ ْقنَا ٱلْ َعلَ َق َة ُمضْ َغ ًة فَ َخلَ ْقنَا ٱلْ ُمضْ َغ َة ِع َظٰ ًما فَ َك َس ْواَن ٱلْ ِع َظٰ َم لَ ْح ًما مُث َّ َأنشَ ْأنَٰ ُه َخلْقًا َءاخ ََر‬
‫فَتَ َب َاركَ ٱهَّلل ُ َأ ْح َس ُن ٱلْ َخٰ ِل ِق َني‬

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah(12).
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)
(13).Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.(14)

3
"Shahih wa Dla'if Jami' ash-Shaghir" dalam Maktabat asy-Syamilah, bah 3055, juz 12, hlm. 154.

5
Agak berbeda dengan objek kajian tasawuf perspektif Al-Ghazali dan Al-Qusyairi di atas,
Al-Hakim at-Tirmidzi (255-320 H.), seorang tokoh sufi Khurasan, menjelaskan bahwa objek dan
sasaran kajian tasawuf terdiri dari empat tingkatan, yaitu ash-shadr, al-qalb, al-fuad, dan al-lubb.
Dari aspek tingkatan dan tempatnya, al-lubb berada di dalam al-fuad, dan al-fuad di dalam al-
qalb, dan al-qalb di dalam al-lubb. Masing-masing objek tersebut rilemiliki karakter dan fungsi
khusus.

Ash-Shadr berfungsi sebagai sumber dari cahaya Islam (nur al-Islam), yaitu sikap
ketundukan yang diekspresikan dalam bentuk fisik, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya.
Ash-Shadr adalah tempat penyimpanan ilmu yang dapat menjadikan orang mampu dan mau
mengerjakan aturan syariat. Ilmu yang ada dalam ash-shadr ini dapat diperoleh melalui
mendengarkan berbagai nasihat dan membaca. Ilmu yang dimiliki ash-shadr ini kadang bisa
hilang karena lupa.

Al-qalb, yang ada di dalam ash-shadr adalah sumber dari cahaya keimanan (nur al-iman).
Cahaya keimanan ini sifatnya konstan, tidak pernah semakin terang atau sebaliknya (semakin
redup). Cahaya ini berbeda dengan cahaya keislaman yang kadang meningkat clan kadang
berkurang yang disebabkan bertambah atau berkurangnya ketaatan seseorang. Al-qalb ini sebagi
sumber ilmu yang bermanfaat. Dari segi tingkatan, ilmu yang bersumber dari al-qalb ini lebih
tinggi kualitasnya daripada ilmu yang diperoleh dari ash-shadr. Karena ilmu tersebut diberikan
langsung dari Allah Swt.

Al-fuad, yang berada di dalam al-qalb merupakan sumber dari cahaya ma'rifoh (nur al-
ma'rifah). Al-fuad ini berfungsi untuk mengetahui realitas. Cahaya yang dimiliki oleh fuad
berbeda dengan yang dimiliki al-qalb. Sebab, cahaya al-qalb hanya mampu menimbulkan ilmu
tentang hakikat, sedangkan cahaya fuad mampu melihat realitas atau hakikat.4

Al-lubb, aspek tasawuf yang ada di dalam fuad. Ini merupakan simbol dari cahaya tauhid
(nur at-tauhid). Cahaya tauhid ini merupakan basis dari ketiga cahaya sebelumnya, clan inilah
yang menerima rahmat Allah SWT.

Masing-masing dari objek clan sasaran tasawuf di atas, saling mengingat ruh, jiwa, hati,
clan akal adalah langsung datang dari Tuhan, maka cara penyuciannya harus dengan banyak
mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara banyak melakukan amal shaleh, beribadah kepada-
Nya, ber-dzikir, ber-tasbih, ber-tahlil, dan sebagainya; tentunya harus sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Al-Quran clan Al-Sunnah. Di samping juga harus senantiasa
mengosongkan diri dari sifat, sikap, perkataan, clan perilakunya dari hal-hal yang kotor clan
merusak hal-hal tersebut (at-takhalli 'an as-sayyiat), dengan menghiasi diri dengan sifat, sikap
clan perbuatan yang terpuji (at-tahalli min al-Ilahiyyat).

4
Syamsun- Ni' am, “Pengantar BelajarTasawuf”,Perpustakaan nasional: Katalog Dalam Terbitan, (KDT), Cetakan
ke 1, Jakarta : 2020, hal 75-78.

6
C. Fungsi Tasawuf

Hakikat tasawuf adalah mendekatkan diri dari penyucian diri dan amaliyah –
amaliyah islam. Memang ditemukan beberapa ayah di memrintahkan untuk menyucikan
diri (tazkiyyat an-nafi) di antaranya: "Sungguh, bahagialah orang yang menyucikan
jiwanya”.5 "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang
lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hambahamba-Ku, dan masuklah ke
dalam surga-Ku".6Juga ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah,
"Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta a/am, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulahyang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tema menyerahkan diri (kepada) Allah".7

Uraian tentang hakikat tasawuf di atas telah memberikan gambaran dan pemahaman
yang cukup jelas. Akan tetapi, kejelasan tersebut akan lebih lengkap dan mendalam bila
dikaji tentang fungsi tasawuf itu sendiri. Berbicara tentang fongsi dan peranan tasawuf
dalam kehidupan umat manusia, tidak akan bisa dilepaskan dari sebuah perbincangan
mengenai "mengapa tasawuf itu muncul".

Dalam sejarahnya, pada masa-masa awal (abad pertama Hijriah), tasawuf muncul di
Timur, kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia adalah sebagai bentuk perlawanan
terhadap semangat merajalelanya penyimpangan dan representasi ajaran-ajaran Islam
secara liar khususnya yang dilakukan oleh para pemimpin pada masa itu.

Akibat dari perlawanan tersebut, mereka membentuk semacam-sebagaimana kata


Nurcholish Madjid-''pious opposition (oposisi yang bermuatan kesalehan)", dan ingin
selalu "meniru'' seperti apa yang diteladankan Rasulullah Saw, khususnya olehpara
sahabat Nabi. Misalnya, semangat juang, hidup sederhana, tolong.:. Misalnya, semangat
juang, hidup sederhana, tolong.:.menolong antar-sesama, kasih sayang, dan sebagainya.

Dari sini kemudian muncul pemahaman bahwa fungsi dari tasawuf adalah pertama,
untuk memperkukuh akhlak dari pengaruh-pengaruh luar, terutama pengaruh mewahnya
harta kekayaan dan kekuasaan; kedua, untuk membina sikap "zuhud", sikap yang
menyebabkan hati tak dikuasai oleh hal-hal yang duniawi yang mengakibatkan lupa akan
Allah Swt. Sementara maksud dari mencontoh. atau "meniru" budi pekerti yang
diteladankan Rasulullah Saw. adalah mengikuti apa pun yang dicontohkan oleh Nabi,
seperti hidup "kesederhanaan'', walaupun ada kesempatan untuk hidup bermewah-
mewah. Dari sini menimbulkan suatu anggapan, bahwa fungsi dari tasawuf adalah untuk
mengendalikan diri dari kecendrungan serakah dan nafsu duniawi yang tanpa batas itu.

5
QS Al-Syams (91): 9.
6
QS Al-Fajr (89): 28-30.
7
QS Al-An'am (6): 162.

7
Dengan demikian, fungsi tasawuf tersebut secara substansial adalah membentengi diri
dari segala macam penyakit hati, yang berupa keinginan untuk menguasai segala aspek
keduniaan. Hal ini tidak berarti bahwa manusia harus antipati terhadap dunia, bahkan
harus menjauhi dunia sejauh mungkin. Akan tetapi, Islam memberikan kebebasan kepada
para pemeluknya untuk mengambil segala aspek keduniaan secara proporsional, sebatas
yang dibutuhkan, tidak melampaui batas-batas kewajaran. 8 Hal ini dimaksudkan untuk
menepis adanya kesan dari sebagian kalangan yang menganggap tasawuf mengajak untuk
hidup "pasif " dan "eskapisme" (pelarian diri dari kenyataan kehidupan). Akan tetapi,
justru sebaliknya, tasawuf berfungsi sebagai dorongan hidup bermoral, dan pengalaman
mistis yang ditunjukkan kaum sufi sebenarnya merupakan suatu kedahsyatan. Karena
ketinggian nilai-nilai moralitas yang ditampilkan.

BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Hakikat Tasawuf pada dasarnya adalah upaya para ahlinya untuk mengembangkan semacam
disiplin (riyadhah) - spiritual, psikologis, keilmuan dan jasmaniah - yang dipercayai mampu
mendukung proses penyucian jiwa atau hati sebagaimana diperintahkan dalam kitab suci tersebut
(Haidar Bagir, 2005:92).

Objek kajian tasawuf mengkaji tentang Ar-ruh, an-nafi, al-qalbu, ash-shadr, al-faad, dan
al-lubb.

Fungsi tasawuf yaitu :

 Membentengi diri dciri segala macam penyakit: hati, yang berupa keinginan untuk
menguasai segala aspek keduniaan.

8
Syamsun- Ni' am, “Pengantar BelajarTasawuf”,Perpustakaan nasional: Katalog Dalam Terbitan, (KDT), Cetakan
ke 1, Jakarta : 2020, hal 79.

8
 Tasawuf berfungsi aktif dan positif, tasawuf juga·telah memberikan semangatnya kepada
seluruh struktur Islam, baik dalam perwujudan sosial maupun intelektualnya.
 Menentukan sikap ruhaniah manusia dan mengangkatnya dari derajat .yang palirtg
rendah dan hina, yang con.dong mengikuti hawa nafsu (kehendak biologis)-nya men'uju
ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu ke tingkat kesudan ruhani, dengan tidak menafikan
kehidupan aktif, positi£ dan dinamis di tengah-tengah pergumulan kehidupan dunia

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apalagi ada
saran dan kritik yang ingin disampaikan , silahkan sampaikan kepada kami.

Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya. Karena
kami adalah hamba Allah yang tak luput sari salah, khilaf, dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA

https://risalahmuslim.id/quran/al-hijr/15-29/. Diakses pada 04 maret 2021


pukul : 02.035.
Akhiyat. 2016. Tasawuf dan Akulturasi Budaya. Jurnal As-Salam. Vol 1 No 1.
Ash-Shaghir, Jami'. Shahih wa Dla'if. dalam Maktabat asy-Syamilah. bah 3055. juz 12
hal 154
Ni' am, Syamsun. 2020. Pengantar BelajarTasawuf. Perpustakaan nasional. Cetakan ke 1.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai