Disusun Oleh :
Komariah 1931060106
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi allah SWT, yang telah memberikan begitu
banyak kenikmatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalahnya, untuk memenuhi mata kuliah tasawuf yang berjudul ”Tasawuf akhlaki dan
falsafi”
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
BAB III............................................................................................................................21
PENUTUP.......................................................................................................................21
A. Kesimpulan...........................................................................................................21
ii
B. Saran.....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
karakteristik, sejarah perkembangan serta tokoh dan perbedaan antara tasawuf akhlaki
dan tasawuf falsafi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tasawuf akhlaki?
2. Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf akhlaki?
3. Apa saja karakteristik tasawuf akhlaki?
4. Siapa saja tokoh-tokoh ajaran tasawuf akhlaki?
5. Apa yang dimaksud dengan tasawuf falsafi?
6. Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf falsafi?
7. Apa saja karakteristik tasawuf falsafi?
8. Siapa saja tokoh-tokoh ajaran tasawuf falsafi?
9. Apa saja perbedaan antara tasawuf akhlaki dan falsafi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud tasawuf akhlaki
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan taswuf akhlaki
3. Untuk mengetahui karakteristik tasawuf akhlaki
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh ajaran tasawuf akhlaki
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud tasawuf falsafi
6. Untuk mengetahui sejarah perkembangan tasawuf falsafi
7. Untuk mengetahui karakteristik tasawuf falsafi
8. Untuk mengetahui tokoh-tokoh ajaran tasawuf falsafi
9. Untuk mengetahui perbedaan antara tasawuf akhlaki dan falsafi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Tasawuf akhlaki dibangun sebagai dasar latihan kerohanian dengan tujuan
mensucikan hati dan mengendalikan hawa nafsu sampai ke titik terendah. Sehingga
nantinya tidak akan ada penghalang yang membatasi manusia dengan Tuhannya. Nah,
agar lebih mudah dalam mewujudkan ajaran Tasawuf Akhlaki ini, para sufi menyusun
beberapa tahapan sistem, yang meliputi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
Takhalli
Takhalli adalah tahapan pertama yang dilakukan oleh seorang sufi untuk
membersihkan (melepaskan) diri dari perilaku buruk, seperti berbuat maksiat, kecintaan
kepada dunia yang berlebihan, berprasangka su’udzon, ujub, hasad, riya, ghadab, dan
sejenisnya. Sebagian sufi berpendapat bahwa perbuatan maksiat merupakan najis
maknawiyah yang bisa menghalangi kedekatan hamba dengan Rabbnya. Oleh karena
itu, sifat-sifat nafsu dalam diri harus dimusnakan agar manusia tidak terjerumus ke
dalam dosa.
Tahalli
Tajalli
Tahap yang terakhir adalah Tajalli yang berarti tersingkapnya nur ghaib. Di
tahap ini, seorang sufi benar-benar menanamkan rasa cinta kepada Allah SWT di dalam
hatinya. Tujuannya agar perilaku-perilaku baik yang telah dilakoni pada tahap Tahalli
tidak luntur begitu saja, dan bisa terus berkelanjutan.
4
B. Sejarah perkembangan tasawuf Akhlak
Kejayaan tasawuf akhlaki atau yang biasa disebut dengan tasawuf sunni ini
beriringan dengan perkembangan pesat teologi Asy’ariyah yang dikembangkan oleh
imam Abu Hasan Al-`Asy’ari dan para muridnya, dan penerusnya, termasuk Hujjatul
islam, AL-`ghozali.
Pada abad kelima ini muncul Imam Al-Ghazali yang sepenuhnya hanya menerima
tasawuf yang berdasrkan Al-Quran dan As-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan
sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf
dikajinya dengan begitu mendalam. Di sisi lain, ia melancarkan kritikan tajam terhadap
para filosof, kaum Mutazilah dan Batiniyah. Al-Ghazali lah yang berhasil
memancangkan prisnip-prinsip tasawuf yang moderat, yang sering dengan aliran
Alhusunnnah wal Jama’ah, dan bertentangan dengan tasawuf Al-Hallaj dan Abu Yazid
Al-Bustami, terutama mengenai soal karakter manusia.
5
bagaimana Al-Qusyairi mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrin Ahlusunnah.
Dalam penelitiannya, ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsip-
prinsip tasawuf atas landasan-landasan tauhid yang benar sehingga doktrin mereka
terpelihara daripenyimpangan. Selain itu, menurutnya, mereka lebih dekat dengan
tauhid kaum salaf maupun Ahlussunah yang menakjubkan. Al-Qusyairi secara implisit
menolak para sufi yang mengajarkan syathaht.
6
Terminologi–terminologi yang dikembangkan tasawuf sunni lebih transparan,
sehinggga tidak sering bergelut dengan term-term syathahat. Kalaupun ada term
yang mirip syathahat dianggap merupakan pengalaman pribadi dan para sufi dalam
tasawuf sunni tidak menyebarkanya kepada orang lain. Hal itu dianggap sebagai
karamah atau keajaiban yang mereka temui.
Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan manusia.
Dualisme yang dimaksud di sini adalah ajaran yang mengakui bahwa meskipun
manusia dapat berhubungan dengan tuhan, hubungannya tetap dalam kerangka yang
berbeda antara keduanya, dala hal esensina. Sedekat apapun manusia dengan
tuhannya, tidak lantas membuat manusia dapat menyatu dengan tuhan.
1. Hasan Al-Bashri
Nama lengkapnya Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar atau lebih dikenal dengan
nama Hasan Al-Bashri adalah seorang zahid yang amat mashur diklangan tabi’in. Ia
dilahirkan di madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat pada hari kamis bulan rajab
tanggal 10 tahun 110 H (728 M).
7
a. menolak segala kenikmaan duniawi.
Hasan Al-Basri mengumpamakan dunia ini seperti ular terasa halus disentuh
tetapi racunnya mematikan. Oleh sebab itu, dunia ini harus dijauhi begitu
juga dengan kemegahannya harus ditolak.
Pengertian takut terhadap siksa Allah karena berbuat dosa dan sering
melalaikan perintah-Nya. Menyadari kekurang sempurnaannya dalam
mengadi kepada Allah timbul lah rasa was-was dan takut khawatir mendapat
murka dari Allah. Dengan adanya takut itu pula menjadi motivasi bagi
seseorang untuk mempertinggi kualitas pengabdiannya kepada Allah. Oleh
karena itu, prinsip ajaran ini adalah mawas diri, agar selalu memikirkan
kehidupan akhirat. Pada masanya, ia dipandang sebagai orang yang paling
dalam rasa khaufnya sehingga terlihat seperti orang selalu ditimpa
musibah.Beliau berkeyakinan bahwa perasaan takut itu sama dengan
memetik amal shaleh.
c. Konsep Zuhud
Menjauhkan diri dari kehidupan duniawi atau juga dapat dimaknai sebagai
sikap tidak tergantung dengan kehidupan duniawi. Berkaitan dengan ajaran
tasawuf Hasan Al-Bashri, Mohammad Mustafa, guru besar filsafat islam,
menyatakan bahwa tasawuf Hasan Al- Bashri didasari oleh rasa takut siksa
tuhan di dalam neraka. Akan tetapi setelah kami teliti ternyata bukan
perasaan takut terhadap sikasaanlah yang mendasari tasawufnya, tetapi
kebesaran jiwanya akan kekurangan dan kelalaian dirinya yang mendasari
tasawufnya. Sikap itu seirama dengan sabda Nabi Muhammad SAW., “orang
beriman yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah di lakukannya
laksana orang itu dibawah sebuah gunung besar yang senatiasa merasa takut
gunung itu akan menimpa dirinya.”
8
2. Al-Muhasibi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Al-Harits bin Asy’at Al-Basri Al-
Muhasibi. Ia lahir di Basrah 165 H dan wafat 243 H. ia dikenal dengan nama Al-
Muhasibi, karena ia termasuk orang yang menyukai perhitungan atas dirinya agar tidak
terjatuh kepada perbuatan yang merugikan. Al- muhasibi memiliki pandangan mengenai
makrifat. Adapun tahapan makrifat menurut al-muhasibi yaitu sebagai berikut:
a. Taat. Sikap taat, merupakan awal dari kecintaan kepada Allah yang dibuktikan
dengan prilaku.
3. Al-Ghazali
9
Ghazali atau Abu Hamid Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena dilahirka di
kampung Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H/1058 M, tiga tahun
setelah kaum Saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad.
10
E. Pengertian tasawuf falsafi
Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Tasawuf ini menggunakan terminologi
filosofis dalam pengungkapannya,yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang
telah mempengaruhi para tokohnya. Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-
ajarannya memadukan antara visi intutitif dan visi rasonal. Terminology falsafi yang
digunakan berasal dari macam-macan ajaran filsafat yang telah memengaruhi para
tokohnya, namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. Walaupun demikian,
tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebgai filsafat, karena ajaran dan metodenya
didasarkan pada rasa (dzauq). Selain itu tasawuf ini dapat dikategorikan pada tasawuf
(yang murni) karena sering diungkapkan dengan bahasa filsafat.
Pada abad ke tiga hijriyah, tasawuf mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Ditandai dengan bebagai macam tasawuf yang berkembang pada masa itu yang secara
umum dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, pertama tasawuf yang berintikan
ilmu jiwa (tasawuf murni), ke dua tasawuf yang terfokus pada petunjuk-petunjuk
tentang cara-cara berbuat baik serta cara-cara menghindarkan keburukan, yang bisanya
disebut tasawuf akhlaqi. Adapun yang ke tiga adalah tasawuf yang berintikan
metafisika, di dalamnya terkandung ajaran yang melukiskan ketunggalan hakekat yang
Maha Kuasa, yang merupakan satu-satu nya yang ada dalam pengertian yang mutlak,
11
serta melukiskan sifat-sifat Tuhan. Jadi tasawuf falsafi mulai terlihat pada abad ke tiga
hijriyah, golongan ini diwakili oleh Al-Hallaj, yang dihukum mati karena menyatakan
pendapatnya mengenai Hulul (309 H).
Pada abad ke empat hijriyah kemajuan tasawuf lebih pesat dibandingkan pada
abad ke tiga hijriyah. Hal ini terlihat pada usaha ulama tasawuf untuk mengembangkan
ajaran tsawufnya masing-masing. Sehingga kota Bagdad menjadi satu-satunya kota
yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar. Selain itu para ulama
tasawuf juga mengajarkan ajarannya ke luar kota Bagdad, diantara para pelopor
tersebuta antara lain adalah:
Musa Al-Ansori, beliau mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan (Persia dan Iran)
dan wafat disana pada tahun 320 hijriyah,
Abu Hamid bin Muhammad al-Rubazi; beliau mengajarkan tasawuf di salah satu
kota di Mesir, dan wafat disana pada tahun 322 hijriyah,
Abu Yazid Al-Damiy beliau mengajar di Semenanjung Arabiyah dan wafat disana
pada tahun 341 hijriyah,
Pada abad ke lima hijriyah ada pertentangan antara ulama sufi dengan ulama
fiqih. Keadaan semakin rawan ketika berkembang suatu mazhab Syi’ah yang
menghendaki pengembalian kekuasaan kepada Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Seiring
waktu berjalan mazhab Syi’ah ini semakin berkembang luas. Hal itu telah membuat
ulama-ulama fikih khawatir. Keresahan para ulama fikih tersebut semakin besar, ketika
ajaran filsafat Neo Platonisme (filsafat Persia dan India) banyak mempengaruhi
tasawuf, sehingga mewujudkan corak tasawuf falsafi yang sangat bertentangan dengan
ajaran tasawuf pada masa awal. Pada abad ke lima hijriyah terjadi pertentangan tiga
golongan yaitu golongan fuqoha, ahli tasawuf falsafi dan ahli tasawuf suni.
12
Selanjutnya muncullah tokoh sufi yang bernama Al-Ghazali, beliau melihat
pertentangan tersebut ingin segera meredakan pertentangan tersebut. Al-Ghazali hanya
sepenuhnya menerima tasawuf berdasarkan Alquran dan hadis serta bertujuan
kehidupan yang seederhana, penyucian jiwa serta pembianaan moral. Disisi lain beliau
memberikan kritikan yang tajam terhadap para filosof, seperti kaum Mu’tazilah dan
Batiniyah. Dan akhirnya Al-Ghazali berhasil mengenalkan prinsip-prinsip tasawuf yang
moderat. Sehingga pada abad ini tasawuf falsafi mulai tenggelam.
Pada abad ke tujuh, terdapat beberapa tokoh tasawuf yang berpengaruh. Diantara
tokoh-tokoh yang berpengaruh tersebut diantaranya adalah:
a. Umar Ibnu Faridh (lahir di Homat, Shiria tahun 576 H / 1181 M. dan wafat di Mesir
tahun 632 H / 1233 M),
b. Ibnu Sabi’in (lahir di Mercial, Spanyol tahun 613 H / 1215 M dan wafat di Makkah
tahun 667 H / 1215 M ),
c. Jalal Al-Din Al-Rumi (lahir di Kota Balkh tahun 604 H / 1217 M dan wafat pada
tahun 672 H / 1273 M).
a. Semakin gencarnya serangan ulama Syari’at memerangi ahli tasawuf yang diiringi
golongan Syi’ah yang menekuni ilmu kalam dan ilmu fiqih,
13
b. Adanya tekad penguasa atau pemerintah yang ingin melenyapkan ajaran tasawuf
karena dianggap sebagai sumber perpecahan umat Islam, sehingga bisa dikatakan
negeri Arab dan Persia ketika itu sunyi dari kegiatan tasawuf.
Pada abad ke delapan hijriyah sudah tidak terdengar lagi ajaran atau
perkembangan tasawuf yang baru. Akhirnya pada abad ke sembilan, sepuluh hijriyah
dan sesudahnya merupakan keadaan yang benar-benar sunyi dari ajaran tasawuf bahkan
bisa dikatakan tasawuf telah mati.
b. Nuthfah (mani)
e. ‘Izamah (tulang)
h. Meninggal
14
Tasawuf adalah sistem hidup sesuai dengan fitrah manusia. Pada umumnya
manusia yang hidup di dunia ini biasanya menghadapi dua penyakit jiwa yang paling
pokok, yaitu takut dari bahaya dan susah dalam penderitaan.
Berdasarkan karakteristik yang telah diuraikan di atas dapat dilihat dengan jelas
bahwa tasawuf falsafi memiliki perbedaan yang jelas dengan tasawuf lainnya, sehingga
memberikan warna yang berbeda dalam memahami ilmu tentang Allah swt.
15
Adapun diantara tokoh-tokoh tasawuf falsafi adalah:
a. Syekh Akabar Muhyid Al-Din Ibnu ‘Arabi (wafat pada tahun 638 H),
f. ‘Abd Faid Dhun Nun Bin Ibrahim al-Misri (wafat pada tahun 245 H),
h. Al-Hallaj (lahir pada tahun 244 H dan wafat pada tahun 309 H),
l. ‘Abd Al-Haq Ibnu Sabi’in Al-Mursi (wafat pada tahun 669 H).
Adapun diantara tokoh tasawuf yang sangat dikenal dan masyhur di kalangan
masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Al-Hallaj
Nama lengkapnya adalah Husain Bin Mansur Al-Hallaj, dia dilahirkan pada
tahun 244 H / 858 M di Negeri Baidha, salah satu kota yang ada di Persia. Beliau
pernah keluar masuk penjara akibat konflik dengan ulama fiqih dikarenakan
padadangan tasawufnya yang ganjil. Pada akhirnya pada tahun 309 H/ 921 M
Khalifah Al-Mu’tasim Billah dari Bani Abbas memutuskan agar AlHallaj dihukum
mati.
16
Al-Hallaj membawa paham hulul, menurut bahasa berarti menempati suatu
tempat. Sedangkan menurut istilah berarti Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia
tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang
ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia
sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan, ia menakwilkan surat Al-Baqarah Ayat 34:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: “Sujudlah kamu
kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan
adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir”. Sujud di sini berarti
menghormati dan memuliakan Adam as., bukanlah berarti sujud memperhambakan
diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah sematamata kepada Allah.
Dalam ayat tersebut di sebutkan bahwa manusia mempunyai sifat ketuhanan, karena
malaikat sujud kepada Adam. Jadi pada dasarnya manusia itu mempunyai dua sifat
yaitu sifat kemanusiaan dan sifat ketuhahan. Jika manusia dapat menghilangkan
sifat-sifat kemanusiaannya, maka Tuhan dapat mengambil tempat dalam dirinya.
b. Suhrawardi al-Maqtul
Ibnu ‘Arabi lahir di Murcia, Spanyol bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan 560
H atau 28 Juli tahun 1165 . Setelah studi di Seville ia pindah ke Tunis pada tahun
11945 dan disanalah ia masuk dalam aliran sufi. Pada tahun 1202 M ia pergi ke
Makkah dan meninggal di Damaskus dan meninggal pada tahun 1240 M. Beliau
termasuk seorang penulis yang produktif, diantara bukunya yang terkenal adalah
Futuyah al-Makkah, Risalah Al-Quds.
17
Beliau termasuk tokoh yang menganut faham Wahdah Al-Wujud. Ia
membangun pahamnya berdasarkan akal budi filsafat dan dhauq. Ia menerangkan
ajaran tasawufnya dengan bahasa yang berbelit-belit dengan tujuan, untuk
menghindari fitnah dan ancaman bagi kaum awam seperti yang dialami oleh Al-
Hallaj. Menurutnya Wahdah (yang ada) itu hanya satu. Pada hakekatnya tidak ada
pemisah antara manusia dengan Tuhan. Jika dikatakan antara makhluk dan Khaliq
itu berlainan, itu hanya karena pendeknya paham dan akal dalam mencapai hakekat.
Dalam Futuh Al-Makkah, Ibnu ‘Arabi menulis: “Wahai yang menjadikan sesuatu,
Engkau kumpulkan apa yang Engkau jadikan, Engkaulah yang menjadikan sempit
dan lapang”. Menurut Ibnu ‘Arabi, wujud alam pada hakekatnya adalah wujud
Allah, dan Allah adalah hakekat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang
qadim yang disebut Kholiq dengan wujud yang baru yang disebut makhluq.
Nama kecil Abu Yazid adalah Al-Toifur, beliau disebut-sebut sebagai sufi yang
pertman kali memperkenalkan paham Fana’ yang berarti lenyap dan Baqo’ yang
berarti tetap. Maksud Fana’ adalah hilangnya keinginan hawa nafsu seseorang, tidak
ada pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala
perasaannyadan dapat membedakan sesuatu dengan sadar dan telah menghilangkan
segala kepentingan ketika berbuat sesuatu. Dari fana’ dan baqo’ memunculkan
Ittihat. Dalam tahapan ini seorang sufi berstu dengan Tuhan. Antara yang mencintai
dan yang dicintai menyatu baik substansi maupun perbuatannya. Sehingga Al-Hallaj
mengatakan “Ana A-Haq”, yang tidak diucapkan oleh ulama fiqih dan dianggap
sebagai kemurtadan.
Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan di atas masih banyak lagi tokoh yang
lain, diantaranya Hamzah Fansuri. Beberapa ahli yang meneliti mengenai Hamzah
sepakat mengatakan Hamzah Fansuri adalah tokoh yang membawa konsep
wujudiyah Ibnu ‘Arabi ke Nusantara. Sebagaimana telah banyak dibicarakan oleh
para ilmuan, Ibnu ‘Arabi (561 H/1165 M - 638 H/1240 M) adalah pembina ajaran
18
wahdah al-wujûd (keesaan wujud) yang memandang alam semesta ini sebagai
penampakan lahir (tajalli) dari nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Istilah yang lebih
penting lagi dalam sistem ajaran ini adalah al-insân al-kâmil yang dianggap sebagai
penampakan lahir yang paling sempurna dari namanama dan sifat-sifat Tuhan yang
mendapat perwujudan dalam rupa nabi-nabi dan kutub (kepala dari seluruh wali
Allah pada masa tertentu) yang datang sesudah mereka. Hamzah Fansuri dan
Syamsuddin al-Sumaterani dikategorikan dalam arus pemikiran sufistik keagamaan
yang sama. Keduanya merupakan tokoh utama penafsiran sufisme wahdat al-wujud
yang bersifat sufistik-filosofis. Secara khusus ia dipengaruhi oleh Ibn ‘Arabi dan al-
Jilli.
Nur al-Din al-Raniri datang di Aceh pada 6 Muharram 1407H/31 Mei 1637M,46
pada masa pemerintahan Iskandar Tsani (1637-1641). Dia ditunjuk oleh Sultan
untuk menduduki posisi keagamaan tertinggi sebagai syaikh al-Islam di bawah
kekuasaan Sultan sendiri. Untuk memantapkan kedudukannya di istana kesultanan
Aceh, dia mulai menyatakan perlawanannya yang kuat terhadap paham
wujudiyah.Berkaitan dengan pembahasan ini lebih lanjut akan dibahas dan
diuaraikan pada makalah-makalah berikutnya.
Pertama, tasawuf sunni bersumber pada keterangan yang termaktub dalam Al-
Qur’an dal Al-Hadist. Sedangkan, tasawuf falsafi merupakan perpaduan antara
19
filsafat dan tasawuf yang sumbernya sebagian adalah dari pemikiran filsafat yang di
ramu dengan tasawuf.
Kedua, tasawuf sunni berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Al-Hadist. Semua ajarannya sesuai dengan ajaran Al- Qur’an dan Al-Hadist.
Sementara, ajaean tasawuf falsafi cenderung menyimpang dari Al-Qur’an dan Al-
Hadist. Misalnya, perkataan sufi yang di kenal dengan sahabat Abu Yazid al-
Busthami : “Aku adalah Allah. Tiada tuhan selain Aku”.
Ketiga, tasawuf sunni mengajarkan ketidaksamaan antara mahluk dan Allah. Ajaran
sunni menolak kesatuan antara mahluk dan Allah, Sementara, ajaran tasawuf falsafi
mengajarkan kesatuan antara Mahluk dan Allah dalam ajaran hulul & ittihad.
Pergulatan antara tasawuf sunni dan falsafi meski ada upaya memediasi
perbedaan ini pada akhirnya didominasi oleh tasawuf sunni. Tasawuf sunni yang lebih
mudah di fahami oleh masyarakat dan sesuaindengan kultur budaya masyarakat
Indonesia pada umumnya, tidak berbelit belit dan tidak mengundang kontroversi lebih
di terima oleh umat islam di Indonesia.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari yang sudah diuraikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
tasawuf terdapat perkembangan pemahaman-pemahaman makna ajaran islam, maka
terbagi menjadi dua aliran, yakni Tasawuf Akhlaki dan Tasawuf Falsafi.
Tasawuf Akhlaki lebih bersifat praktis yang berarti lebih mudah untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aliran ini berlandaskan kuat pada Al-Qur’an
dan As-Sunnah, dan sesuai dengan ajaran dari golongan para ahlussunah wal jamaah.
Tasawuf Akhlaki ini berusaha untuk mengarahkan manusia supaya terhindar dari akhlak
Mazmumah dan terciptanya akhlak Mahmudah.
B. Saran
Tentunya dari pembahasan mengenai pengertian, karakteristik, sejarah
perkembangan serta tokog-tokoh dari tasawuf akhlaki dan falsafi. Dalam makalah ini
sangatlah singkat serta harus lebih diperdalam serta diperjelas lagi dengan mencari
referensi atau sumber-sumber yang lebih banyak. Dalam penyajian materi dalam
makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan baik dari
struktur penulisan maupun penyajian materinya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bakri, samsul.2019. Sufi healing. Surakarta: PT Raja Grafindo Persada
Al-Rasyidin, Samsul Nizar. 2005. Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press
Putra, Haidar Daulay. 2009. Qalbun Salim: Jalan Menuju Pencerahan Rohani. Jakarta:
Rineka Cipta
Zahri , Mustafa. 2007. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf . Surabaya: Bina Ilmu
https://core.ac.uk/download/pdf/146820289.pdf#page=78
http://eprints.radenfatah.ac.id/3187/1/Mia%20Paramita
%20%2814%2034%2000%2039%29.pdf
22