Anda di halaman 1dari 14

Tasawuf Sunni dan Falsafi dan Faktor-faktor yang Melatarbelakanginya

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Tasawuf
Dosen Pengampu:
Iskandar Zuhdi, Bsc., M.Pd.I

Di Tulis Oleh:
Miftahul Karimah (2018220021)
Lutfiani (2018220049)

SEMESTER IV
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAI AL-HAMIDIYAH JAKARTA
2020 M /1442 H

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan hidayah-
Nya tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini, sholawat serta salam kita panjatkan
kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad Saw dan keluarganya, sahabatnya, serta
pengikutnya sampai akhir zaman Aamiin Ya Robbal Alamin.
Karena anugerah dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Tasawuf Sunni dan Falsafi dan Faktor-faktor yang Melatarbelakanginya”
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami
khususnya dan kepada para pembaca umumnya.

Depok, Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................2
Daftar
Isi...........................................................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan..................................................................................................................................4
BAB II: ISI
A. Pengertian tasawuf sunni
…………………........................................................................5
1. Tasawuf
sunni ..........................................................................................................5
2. Tasawuf falsafi ........................................................................................................5
B. Sejarah tasawuf sunni dan tasawuf falsafi
………................................................................5
1. Tasawuf
sunni ..........................................................................................................5
2. Tasawuf falsafi ........................................................................................................6
C. Karaktaristik tasawuf sunni dan falsafi ..............………………….....
…….........................7
D. Tokoh-tokoh Tasawuf Sunni dan Tasawuf
Falsafi ...............................................................8
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................................................................12
Daftar Pustaka....................................................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum, ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah dan batiniyah.
Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniyah pada gilirannya melahirkan
tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber
ajaran Islam, al-qur’an dan sunnah, serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya.
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua arah
perkembangan. Ada tasawuf yang mengarah pada teori-teori prilaku, ada pula tasawuf yang
mengarah pada teori-teori yang begitu rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih
mendalam. Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering disebut
sebagai tasawuf salafi, tasawuf akhlaqi, atau tasawuf sunni. Adapun tasawuf yang
berorientasikan ke arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf jenis kedua banyak
dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof, disamping sebagai sufi.
Pembagian dua jenis tasawuf di atas di dasarkan atas kecenderungan ajaran yang
dikembangkan, yakni kecenderungan pada prilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan
pada pemikiran. Dua kecenderungan ini terus berkembang hingga masing-masing
mempunyai jalan sendiri-sendiri. Berdasarkan hal tersebut, makalah ini akan membahas
tentang tasawuf sunni dan tasawuf falsafi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi?
2. Bagaimana sejarah lahirnya Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi?
3. Siapa saja tokoh Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi.
2. Untuk mengetahui sejarah lahirnya Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi.
3. Untuk menegtahui tokoh Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi


1. Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni ialah bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan al quran dan al
hadis secara ketat, serta mengaitkan ahwal atau keadaan dan makomat (tingkatan
ruhaniah) mereka kepada kedua sumber tersebut.1 dalam redaksi lain disebutkan
bahwa tasawuf sunni adalah tasawuf yang bewawasan moral praktis dan bersandarkan
kepada Al-qur’an dan Sunnah.
2. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis
dan visi rasional pengasasnya. Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya, yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah
mempengaruhi para tokohnya.
B. Sejarah Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi
1. Tasawuf Sunni
Pada mulanya tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman makna
institusi-institusi Islam. Sejak zaman sahabat dan tabi’in, kecenderungan orang
terhadap ajaran Islam secara lebih analitis mulai muncul. Ajaran Islam mereka dapat
pandang dari dua aspek, yaitu aspaek lahiriyah dan aspek batiniyah atau aspek “luar”
dan aspek “dalam”.
Pendalaman dan pengalaman aspek dalamnya mulai terlihat sebagai hal yang
paling utama, tentunya tanpa mengabaikan aspek luarnya yang dimotifasikan untuk
membersihkan jiwa. Tanggapan perenungan mereka lebih lebih berorientasi pada
aspek dalam, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa, lebih mementingkan
keagungan Tuhan dan bebas dari egoisme.2 Sejarah dan perkembangan tasawuf sunni
mengalami beberapa tahap:
 Tahap pertama disebut pula dengan tahap atau fase asketisme (Zuhud) sikap ini
banyak di pandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Fase ini muncul pada
abad ke-1 dan ke-2 Hijriyah.

1 Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf, (Pustaka setia : Bandung 2008
M / 1429 H) hlm 5.
2 Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 62

5
 Tahap kedua yaitu sejak abad ke-3 Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku.
 Tahap ketiga yaitu pada abad ke-4 Hijriyah, pada fase ini ilmu tasawuf
mengalami perkembangan yang lebih maju dibandingkan pada abad ke-3
Hijriyah karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan
ajaran tasawufnya masing-masing.
 Tahap keempat yaitu pada abad ke-5 Hijriyah, pada abad ini muncullah Imam Al-
Ghazali yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf yang berdasarkan Al-Qur’an
Al-Sunnah serta bertujuan asketisme (Zuhud) kehidupan sederhana, pelurusan
jiwa.
 Tahap kelima yaitu abad ke-6 Hijriyah, pada abad ini tsawuf sunni semakin
meluas dan menyebar ke pelosok dunia islam. Hal ini akibat dari pengaruh
kepribadian Al-Qhazali yang begitu besar bagi dunia tasawuf.
2. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas dalam khazanah Islam sejak abad
ke enam hijriyyah, meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Sejak itu
tasawuf jenis ini terus hidup dan berkembang terutama dikalangan para shufi yang
juga filosof.
Adanya perpaduan antara tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf falsafi
/filosofis ini, dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini
bercampur dengan ajaran filsafat di luar Islam, seperti Yunani, Persia, India dan
agama Nasrani. Namun, orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang, karena
para tokohnya –meskipun mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan
yang berbeda sejalan ekspansi Islam yang telah meluas pada waktu itu tetap berusaha
menjaga kemandirian ajran-ajarannya, terutama bila dikaitkan dengan kedudukan
mereka sebagai umat Islam.
Sikap ini dapat menjawab pertanyaan mengapa para tokoh tasawuf jenis ini,
begitu gigih mengkompromikan ajaran-ajaran filsafat yang berasal dari luar Islam
tersebut ke dalam tasawuf mereka, serta menggunakan terminology-terminologi
filsafat, tetapi yang maknanya telah disesuaikan denagn ajaran tasawuf yang mereka
anut. Selama abad kelima hijriyah, tasawuf falsafi mengalami kemunduran. Namun
pada abad ke enam hijriyah muncul sekelompok tokoh shufi yang memadukan

6
tasawuf dengan filsafat, dengan teori-teori mereka yang bersifat setengah-setengah.
Artinya, disebut tasawuf murni bukan, dan murni filsafat pun tidak.
C. Karaktaristik tasawuf sunni dan tasawuf falsafi
Adapun karakter atau ciri dari tasawuf sunni adalah :
1) Melandaskan diri pada al-qur’an dan al-sunnah. Tasawuf jenis ini dalam
pengejawantahan ajaran-ajarannya cenderung memakai landasan qur’an dan sunnah
sebagai kerangka pendekatannya.
2) Tidak menggunakan terminologi –terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada
ungkapan-ungkapan syathahat. Terminologi –terminologi yang dikembangkan
tasawuf sunni lebih transparan, sehinggga tidak sering bergelut dengan term-
term syathahat.  Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara tuhan
dan manusia. Dualisme yang dimaksud di sini adalah ajaran yang mengakui bahwa
meskipun manusia dapat berhubungan dengan tuhan, hubungannya tetap dalam
kerangka yang berbeda antara keduanya, dala hal esensina. Sedekat apapun manusia
dengan tuhannya, tidak lantas membuat manusia dapat menyatu dengan tuhan.
3) Kesinambungan antara hakekat dengan syare’at. Dalam pengertian lebih khusus
keterkaitan antara tasawuf (sebagai aspek batiniyah) dengan fiqih (aspek lahiriyah).
4) Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan moral, pendidikan akhlaq, dan
pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli,
dan tajali.
Karakter /ciri tasawuf falsafi
1) Ajaran-ajaran tasawufnya merupakan perpaduan antara ajaran tasawuf denmgan
sejumlah ajaran filsafat di luar Islam, seperti Yunani, Persia, India, dan agama
Nasrani.
2) Para tokohnya mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang
berbeda dan beraneka ragam, sejalan dengan ekspansi Islam yang berjalan saat itu.
3) Adanya terminologi-terminologi filsafat dalam pengungkapan ajaran-ajarannya yang
maknanya disesuaikan dengan ajaran tasawuf yang mereka anut dan
berkecenderungan mendalam pada pantaisme.
4) Terkadang menimbulkan ungkapan-ungkapan yang samar (syathahat) akibat dari
banyaknya peristilahan khusus yang hanya dimengerti oleh kalangan tertentu. Obyek
utama yang menjadi perhatian para shufi filosofi adalah :
a. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta nintropeksi diri yang timbul darinya.
b. Iluminasi ataupun hakekat yang tersingkap dari alam ghaib.
7
c. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap
berbagai   bentuk keluarbiasaan
d. Penciptan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya samar-samar.

D. Tokoh-tokoh Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi


Tokoh tasawuf sunni
1) Hasan al-Basri.
Nama lengkapnya adalah Abu Sai’d al-Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid
yang amat masyhur dikalangan tabi’in. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H (632
M) dan wafat pada hari kamis bulan Rajab tanggal 10 tahun 110 H (728 M). Ia
dilahirkan dua malam sebelum khalifah Umar ibn Khattab wafat. Ia dikabarkan bertemu
dengan 70 orang sahabat yang turut menyaksikan peperangan Badr dan 300 sahabat
lainnya.3
Karir pendidikan Hasan al-Basri di mulai dari Hijaz, ia berguru hampir kepada
semua ulama di sana. Bersama ayahnya ia kemudian pindah ke Basrah, tempat yang
membuatnya masyhur dengan nama Hasan al-Basri. Puncak keilmuannya ia peroleh di
sana. Hasan al-Basri terkenal dengan keilmuannya yang sangat dalam. Tak heran bila ia
menjadi imam di Basrah secara khusus dan daerah-daerah lainna secara umum. Tak
heran pula bila ceramah-ceramahnya dihadiri seluruh kelompok masyarakat. Disamping
dikenal sebagai zahid, ia pun dikenal sebagai seorang yang wara’ dan berani dalam
memperjuangkan kebenaran. Diantara karya tulisnya berisi kecaman terhadap aliran
kalam Qadariyah dan tafsir-tafsir al-qur’an. Diantara ajaran – ajaran tasawuf Hasan al-
Basri adalah:
a. Perasan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik daripada rasa tentram
yang menimbulkan perasaan takut.
b. Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan perasan benci
dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun barang siapa
bertemu dengannya dengan perasan rindu dan hatinya tertambat dengan dunia, ia akan
sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.
c. Tafakur membawa kita kepada kebaikan dan berusaha mengerjakannnya.menyesal
atas perbuatan jahat menyebabkan kita untuk tidak mengulanginya lagi.

3 Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm 122

8
2) Al-Ghazali
Nama lengkapnya Abu Hamid 36 Muhammad ibn Muhammad ibn
Muhammad ibn Ahmad al-Thusi al-Syafi’i. Ia lebih dikenal dengan nama al-
Ghazali.37 Ia dilahirkan pada tahun 450 H /1058 M di suatu kampong yang ernama
Gazalah, di daerah Tus yang terletak di wilayah khurasan. Ayahnya, Muhammad adalah
seorang penenun dan mempunayi toko tenun dikampungnya. Ayahnya itu seorang
pencinta lmu yang bercita-cita tinggi. Ia selalu berdoa semoga tuhan memberinya purta-
putra yang berpengetahuan luas dan mempunyai ilmu yang banyak.dan ia adalah seorang
muslim yang saleh yang taat menjalankan agama.39 pada masa kecilnya al-Ghazali
belajar pada salah seorang faqih di kota kelahirannya, Thus, yaitu Ahmad al-Radzkani.
Lalu ia pergi ke Jurjan dan belajar pada imam Abu Nasr al-Ismaili. Setelah itu dia
kembali ke Thus dan terus pergi ke Nishapur.
Di sana dia belajar pada seorang teolog aliran asy’ariyah yang terkenal, Abu
Ma’al al-Juwaini, yang bergelar imam al-Haramain. Menurut Ibn Khulaikan, di bawah
bimbingan gurunya itulah dia “sungguh-sungguh belajar dan berijtihad sampai benar-
benar menguasai masalah mazhab-mazhab, perbedaan pendapatnya, perbantahannya,
teologinya, ushul fiqihnya, dan membaca filsafat maupun hal-hal lain yang berkaitan
dengannya, serta menguasai berbagai pendapat tentang semua cabang ilmu tersebut.
Ajaran-ajaran tasawuf al-Ghazali diantaranya :
a. Ma’rifah.
Di dalam tasawufnya al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan al-
qur’an dan sunnah ditambah dengan doktrin ahlussunnah wal jamaah. Dari faham
tasawufnya itu, ia menjauhkan semua kecenderungan gnotis yang mempengaruhi para
filosof Islam, sekte Ismailiyyah, aliran Syi’ah, dan lain-lainnya. Corak tasawufnya adalah
Psiko-moral yang menutamakan pendididkan moral.hal ini dapat dilihat seperti pada
karya-karyanya seperti). Ihya ulul al-din, Mizan al-amal, Minhaj al-abidin, Bidayah al-
Hidayah, Mi’raj al-salikin, dan ayuhal walad.
Mengenai ma’rifah, menurutnya, adalah mengetahui rahasia Allah dan
mengetahui peraturan-peraturan tuhan tentang segala yang ada. Alat memperoleh
ma’rifah bersandar pada sirr, qalb, dan ruh. Qalb dapat mengetahui hakekat segala yang
ada. Jika dilimpahi cahaya tuhan, qalb dapat mengetahui rahasia-rahasia tuhan
dengan sirr, qalb dan ruh yang telah suci dan kosong, tidak berisi apapun. Saat itulah
ketiganya akan menerima iluminasi (kasyf) dari Allah. Pada waktui tu pulalah, Allah

9
menurunkan cahaya –Nya kepada sang sufi sehinnga yang dilihat sang shufi hanyalah
Allah.
Di sini, sampailah ia ketingkat ma-rifah. Ma’rifah seorang shufi tidak dihalangi
hijab, sebagaimana ia melihat si Fulan ada di rumah dengan mata kepalanya sendiri.
Ringkasnya, ma’rifah menurut al-Ghazali tidak seperti ma’rifah menurut orang awam
maupun ma’rifah ulama mutakallimin, tetapi ma’rifah shufi yang dibangun atas
dasar dzauq ruhani dan kasyf ilahi. Ma’rifah seperti ini dapat dicapai oleh para khawwas
auliya tanpa melalui perantara, langsung dari Allah.
b. As-Sa’adah.
Menurut al-Ghazali kelezatan dan kebahagian yang paling tinggi adalah melihat
Allah. Di dalam kitab kimiya as-sa’adah, ia menjelaskan bahwa as-sa’adah (kebahagian)
itu sesuai dengan watak /tabiat, sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya.
Nikmatnya mata terletak ketika melihat gambaryang bagus dan indah, nikmatnya telinga
terletak ketika mendengar suara yang merdu.demikian jga seluruh anggota tubuh,
masing-masing kenikmatan tersndiri. Kenikmatan hati –sebagai alat memperoleh
ma’rifah- terletak ketika melihat Allah. Melihat Allah merupakam kenikmatan yang
paling agung yang tiada taranya karena ma’rifah itu sendiri agung dan mulia
Tokoh-tokoh tasawuf falsafi
1) Ibn Arabi
Nama lengkapnya Muhammad ibn Ali ibn Ahmad ibn Abdullah ath-Thai’ al-
Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia tenggara, Spanyol, pada tanggal 17 Ramadhan
tahun 560 H / 28 Juli 1163 M, dari keluarga berpangkat, hartawan, dan ilmuan. Tahun
620 H, ia tinggal di Hijaz dan meninggal di sana pada tanggal 28 Rabi’ul akhir 638 H /
16 November 1240 M. Namanya biasa disebut tanpa “al” (bukan Ibn al-Arabi) untuk
membedakan dengan Abu Bakar Ibn al-Arabi, seorang qodhi dari sevilla yang wafat
tahun 543 H. di Sevilla spanyol ia mempelajari al-qur’an, hadits serta fiqih pada
sejumlah murid seorang faqih Andalusia terkenal, yakni Ibn Hazm az-Zahiri.
Diantara karya monumentalnya adalah Al-Futuh alMakiyah yang ditulis pada
tahun 1201 tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. Karya lainnya adalah Turjuman al-
Asywaq yang ditulisnya untuk mengenang kecantikan, ketaqwaan dan kepintaran
seorang gadis cantik dari keluarga seorang shufi dari Persia. Karya lainnya: Masyahid al-
Asrar, mathali’ al-anwar al-ilahiyyah, hilyat al-abdal, al-ma’rifah al-ilahiyah, al-isra’ ila
maqam al-atsna, muhadharat al-abrar, kitab al-akhlaq, dan lain-lain. Ajaran –ajaran
tasawuf Ibn Arabi adalah:
10
a. Wahdah al-Wujud (kesatuan wujud).
Menurut Ibn Arabi, wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluq
pada hakekatnya adalah wujud khaliq pula. Tidak ada perbedaan antra keduanya
(khaliq dan makhluq) dari segi hakekat. Adapun kalau ada yang mengira bahwa
antara wujud khaliq dan makhluq ada perbedaan, hal itu dilihat dari sudut
pandangan panca indera lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam
menangkap hakekat apa yang ada pada dzat-Nya dari kesatuan zatiyah yang segala
sesuatuberhimpun pada-Nya. Sedangkan ala mini menurut Ibn Arabi pada
hakekatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakekat alam.tidak ada perbedaan
wujud yang qadim yang disebut khaliq dengan wujud yang baru yang disebut
makhluq. Tidak ada perbedaan antara abid (yang menyembah) dan ma’bud (yang
disembah) .Bahkan antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu.
b. Haqiqah Muhammadiyyah
Dalam teori Ibn Arabi terjadi alam ini tidak bisa dipisahkan dengan ajarannya
tentang Haqiqah Muhammadiyyah / nur Muhamad .Ibn Arabi mengatakan
bahwa nur Muhamad adalah sesuatu yang pertama sekali wujud (menitis) dari nur
ilahi, menurutnya, tahapan-tahapan kejadian proses penciptaanalam dan
hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama,
wujud tuhan sebagai wujud mutlaq, yaitu zat yang mandiri dan tidak berhajat
kepada sesuatu apapun. Kedua, wujud Haqiqah Muhammadiyyah sebagai emanasi
(pelimpahan) pertama dari wujud tuhan dan dari sini muncul segala yang wujud
dengan proses tahapan-tahapannya.
c. Wahdah al-Adyan (kesatuan agama)
Mengenai wahdah al-Adyan, Ibn Arabi memandang bahwa sumner agama
adalah satu, yaitu hakekat Muhammadiyyah. Konsekwensinya, semua agama
adalah tunggal dan semua itu adalah kepunyaan Allah. Seorang yang benar-benar
arif adalah orang yang menyembah Allah dalam setiap bidang kehidupannya.
2) Abdul Karim al-Jilli
Nama lengkapnya Abdul Karim ibn Ibrahim al-Jilli. Ia lahir pada tahun 767
H/1365 M. di JIlan (Gilan), sebuah propinsi di sebelah selatan Kaspia dan wafat pada
tahun 805 H/1417 M. (riwayat lain tahun 1403 M). Nama al-Jilli diambil dari tempat
kelahirannya di Gilan. Ia adalah seorang shufi terkenal dari Baghdad. Riwayat hidupnya
11
tidak banyak diketahui oleh para ahli sejarah, tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia
pernah melaukan perjalanan ke India tahun 1387 M. kemudian belajar tasawuf di  bawah
bimbingan Abdul Qadir al-Jaelani, seorang pendiri dan pemimpin tarekat Qadiriyah yang
sangat terkenal.
Di samping itu berguru pula kepada Syeikh Syarafuddin Ismail ibn Ibrahim al-
Jabarti di Jabid (Yaman0 tahun 1393-1403 M. Kitab al-Jilli yang terkenal yang
menggambarkan ajaran tasawufnya, khususnya tentang konsep al-insan al-kamil (mansia
sampurna) berjudul Al-insan al-kamil fi ma’rifah al-awakhir wa alawali (dua juz untuk
satu buku, yang memuat 63 bab : 41 bab untuk juz  pertama dan 22 bab untuk juz kedua).
Kitab ini menurutnya, ditulis berdasarkan intruksi Allah yang diterimanya melalui ilham.
Adapun ajaran tasawuf al-Jilli adalah :
a. Insan Kamil (mansia sampurna). Menurutnya insan kamil (mansia sampurna)
adalah      nuskhah atau copi tuhan, seperti disebutkan dalam hadits : “Allah
menciptakan Adam dalam bentuk yang maharahman”. Juga hadits lain: “Allah
menciptakan Adam dalam bentuk diri-Nya”. Sebagaiman diketahui Alah memiliki
sifat-sifat seperti hidup, pandai, mampu berkehendak dan sebagainya. Manusia
(Adam) pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Al-Jilli berpendapat bahwa nama-nama
dan sifat-sifat ilahiyah itu pada dasarnya merupakan milik insan kamil sebagai suatu
kemestian yang inheren dengan esensinay. Sebab, nama-nama dan sifat-sifat tersebut
tidak memilii tempat berwujud, melainkan pada insan kamil.
b. Maqoomat (martabat). Sebagai seorang shufi al-Jilli –dengan membawa filsafat insan
kamil- merumuskan beberapa maqom yang harus dilalui seorang shufi yang menurut
istilahnya disebut al-Martabat (jenjang atau tingkat). Yaitu: Islam, Iman, Shaleh,
Ihsan, Syahadah, shiddiqiyyah dan qurban.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan
1. Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang para penganutnya memagari atau
mendasari tasawuf mereka dengan al-qur’an dan al-sunnah, serta mengaitkan
keadaan (ahwaal) dan tingkatan (maqoomaah) rohaniah mereka kepada kedua
sumber tersebut. Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan
tasawuf akhlaqi /sunni, tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam
ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
2. Sejarah perkembangan tasawuf sunni mengalami beberapa tahap perkembangan
Namun puncaknya berada ditangan al-Ghazali. Demikian pula sejarah
perkembangan tasawuf falsafi mengalami tahap-tahap perkembangan, walaupun
pada abad ke lima sempat mengalami kemunduran.
3. Diantara tokoh-tokoh tasawuf sunni adalah Hasan al-Basri, Imam al-Ghazali.
Dan diantara tokoh-tokoh tasawuf falsafi adalah Ibn Arabi, al-Jilli.

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, saran kami sebagai penulis ialah
diharapkana para pembaca dapat mengambil pelajaran dan dapat menambah wawasan
dari makalah kami yang berjudul Tasawuf Sunni dan Falsafi dan Faktor-faktor yang
Melatarbelakanginya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

M. Solihin,  Prof. Dr.  M.Ag dan Rosihon Anwar,  Rosihon, Dr.  M.Ag, Ilmu Tasawuf, (Pustaka


setia : Bandung 2008 M / 1429 H)
Hihab, Alwi, DR. PH.D, Antara tasawuf Sunni dan Falsafi ; Akar tasawuf di Indonesia, Depok :
Pustaka Iman. 2009/1430
Drs. Asmaran As, M.A. Pengantar studi tasawuf, Jakarta : Persada, 1996

14

Anda mungkin juga menyukai