Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Segala puji dan puncak kekaguman serta keagungan hanya semata tertuju kepada Allah

SWT. Dan berkat pertolongan dan hidayah-Nya-lah kita bias menyelesaikan makalah yang

menjadi tugas tasawuf sunni ini . Sholawat serta salam tak lupa kita junjungkan kepada

baginda tertinggi kita Nabi Muhammad SAW dan para wali serta pengikutnya hinggaa khir

zaman. Merupakan suatu harapan, semoga makalah ini tercatat sebagai penunjang dan

menjadi motivator bagi kami untuk tersusunnya makalah ini.

Kami ucapkan terimakasih pula pada Drs.Malik Ibrahim yang telah membimbing kami

untuk pembuatan makalah ini. Terimakasih pula untuk para staff Perpustakaan UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta yang telah menyediakan referensi–referensi buku. Juga terima kasih

pula kepada tema-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

i
ABSTRAK

Di zaman yang kontemporer ini teknologi mengalami banyak kemajuan yang begitu

pesat salah satu diantaranya ialah teknologi informasi. Untuk mendapatkannya suatu

informasi sangat begitu mudah, baik yang positif maupun yang negatif. Bagi orang yang

memiliki kesadaran spiritualitasnya rendah akan mudah dan cepat memercayai hal-hal yang

belum tentu benar. Kurang selektifnya orang-orang dalam menerima hal-hal atau ajaran yang

baru masuk.

Dengan adanya sikap bertasawuf, atau setidaknya mencuplik ajaran-ajaran tasawuf

yang dibawa para sufi, nafsu keduniawian tidak akan menjadi bayang-bayang semu manusia.

Seperti ajaran zuhud yang berarti meninggalkan hal-hal duniawi. Paling minimal adalah tidak

terlena dengan keduniawian.

Dalam melakukan tasawuf pun harus memiliki landasan yang kuat dan jelas. Tasawuf

Sunni adalah tasawuf yang cukup kuat. Karena tasawuf ini berpegang teguh kepada Al-

Qur’an dan Sunnah. Maka makalah ini akan menguraikan tentang tasawuf sunni dan hal-hal

yang berkaitan dengannya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
ABSTRAK............................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................2
C. TUJUAN...................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
A. PENGERTIAN TASAWWUF SUNNI.....................................................................................3
B. LATAR BELAKANG MUNCULNYA TASAWUF SUNNI....................................................3
C. BENTUK-BENTUK TASAWUF SUNNI.................................................................................5
1. IBN ARABI...........................................................................................................................5
2. Al-GHAZALI........................................................................................................................6
3. RABIYATUL ADAWIYAH...............................................................................................11
4. SYEKH ABDUL QADIR AL-JILANI................................................................................12
5. HASAN AL-BASRI............................................................................................................14
D. PENGARUH MUNCULNYA TASAWUF SUNNI................................................................16
BAB III................................................................................................................................................17
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................17
B. SARAN...................................................................................................................................17
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................18

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tasawuf adalah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar kepada
mal shalih dan kegiatan sunggu-sungguh, menjauhkan diri dari keduniaan dalam
rangka pendekatan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat
dengan-Nya.
Tasawuf dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Tasawuf Falsafi dan Tasawuf
Sunni. Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang berlandaskan filsafat atau penalaran akal.
Sedangkan Tasawuf sunni adalah tasawuf yang berlandaskan atau berpegang teguh
pada Al-Qur’an dan Sunnah. Makalah ini akan membahas tentang tasawuf sunni.

B. RUMUSAN MASALAH
a) Apa yang dimaksud dengan Tasawwuf Sunni ?

b) Apa yang melatarbelakangi munculnya Tasawwuf Sunni, baik secara intern

maupun ekstern ?

c) Bagaimana bentuk dari Tasawwuf Sunni ?

d) Pengaruh apa yang ditimbulkan dengan adanya Tasawwuf Sunni ?

C. TUJUAN
a) Untuk mengetahui apa itu Tasawwuf Sunni

b) Untuk mengetahui, apa yang melatarbelakangi munculnya Tasawwuf Sunni

c) Untuk mengetahui bentuk Tasawwuf Sunni

d) Untuk mengetahui pengaruh yang di timbulkan oleh Tawwuf Sunni

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TASAWWUF SUNNI


Menurut Amin Syukur, ada dua aliran dalam tasawuf. Pertama, aliran tasawuf
sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis
secara ketat, serta mengaitkan ahwal ( keadaan ) dan maqamat ( tingkatan rohaniah )
mereka pada dua sumber tersebut1. Kedua, tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang
bercampur dengan ajaran filsafat kompromi, dalam pemakaian term-term fisafat yang
maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karna itu, tasawuf yang berbau filsafat
ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf, dan juga tidak dapat sepenuhnya
dikatakan sebagai filsafat2.
Sedangkan tasawuf menurut Al-Junaedi adalah ilmu yang mempelajari usaha
membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan
ma’rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang
teguh pada janji Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah dalam mendekatkan diri dan
mencapai keridhoan-Nya3.
Jadi kesimpulannya, Tasawuf Sunni bias juga disebut dengan Tasawuf
Akhlaki. Yaitu tasawuf yang memagari dirinya hanya dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Dimana lebih berorientasi pada perbaikan akhlak, dan sekaligus menghindari dari
akhlak mazmumah( tercela ) 4.

B. LATAR BELAKANG MUNCULNYA TASAWUF SUNNI


Latar belakang munculnya Tasawuf Sunni di pengaruhi oleh faktos eksternal
dan internal . Adapun pengaruh eksternal , dikarenakan berkurangnya aqidah – aqidah
pada muslim , dan faktor internalnya dikarenakan kritik – kritik oleh tokoh pada sufi
yang di anggap menyimpang .

Sebenarnya tasawuf Sunni pada abad ke-3 dan ke-4 hijriyah telah ada, namun
disini belum terlihat jelas bentuk tasawuf nya, yang jelas para tokoh yang ada pada
saat itu menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedomannya. Dan pada abad
ke-5 lah, muncul masalah besar tentang aqidah dan disini banyak muncul kaum suffi

1
RosihonAnwar, IlmuTasawuf, IAIN ,STAIN,PTAIS, (Bandung, 2000) hlm.97
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Alba dan Cecep, Tasawuf dan Tarekat, hlm.31

3
yang kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah. Faktor eksternal yang menjadi
penyebabnya adalah munculnya pecekcokan masalah aqidah yang  melanda para
ulama’ fiqh dan tasawwuf, lebih-lebih pada abad  ke-5 hijriah aliran syi’ah al-
islamiyah yang berusaha untuk mengembalikan kepemimpinan kepada keturunan ali
bin abi thalib. Dimana syi’ah lebih banyak mempengaruhi para sufi dengan doktrin
bahwa imam yang ghaib akan pindah ketangan sufi yang layak menyandang
gelar waliyullah, dipihak lain para sufi banyak yang dipengaruhi oleh filsafat Neo-
Platonisme yang memunculkan corak pemikiran taawwuf falsafi yang tentunya sangat
bertentangan dengan kehidupan para sahabat dan tabi’in, 5 dengan ketegangan inilah
muncullah tokoh-tokok sufi, yang menggunakan al-qur’an, sunnah, dan shiroh sahabat
sebagai rujukan ajarannya yang bercorakkan tasawuf Sunni.

Selama abad kelima Hijrah aliran tasawuf Sunni terus tumbuh dan
berkembang. Sebaliknya aliran tasawuf Falsafi mulai tenggelam dan baru muncul
kembali, dalam bentuk lain, pada pribadi-pribadi para sufi yang juga filosofi pada
abad keenam Hijriah dsan setelahnya.
Tenggelamnya aliran yang kedua pada abad kelima Hijriah itu, pada dasarnya
hanya dimungkinkan oleh berjayanya aliran teologi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah –
karena keunggulan Abu al- Hasan al-Asy’ari (meninggal tahun 324 H) atas aliran-
aliran lainya, dengan kritiknya yang keras terhadap keekstriman tasawuf Abu Yazid
al-Busthami dan al-Hallaj maupun para sufi lain yang ungkapan-ungkapanya
terkenal ganjil, termasuk kecamanya terhadap semua bentuk berbagai penyimpangan
lainya, yang mulai ditimbul di kalangan tasawuf.
Karena tasawuf pada kelima Hijriah cenderung mengadakan pembaharuan,
yakni dengan mengembalikannya ke landasan al-Qur’an dan as-Sunnah. Al-Qusyairi
dan al-Harawi dipandang sebagai tokoh sufi paling menonjol abad ini, yang
membawa tasawuf ke arah alira Sunni, dan metode keduanya dalam hal
pembaharuan tersebut akan diikuti al-Ghazali pada penggal kedua abad ini. Dengan
demikian, pada masa abad kelima Hijriah ini, tasawuf Sunni berada dalam posis
yang menentukan, yang memungkinkannya tersebar luas dikalang dunia islam, dan
membuat fondasinya begitu dalam terpancang untuk jangka lama pada berbagai
masyarakat islam.

5
puncakgunung12.blogspot.2013/06/tasawufsunni.com

4
C. BENTUK-BENTUK TASAWUF SUNNI
Sebenarnya bentuk tasawuf tidak terlepas dari pemikiran tiap tokohnya. Maka,
jika ingin mengetahui bentuk-bentuknya tergantung pada pemikiran tiap tokohnya,
barulah kita tahu bentuk-bentuk dari tasawuf itu sendiri.

TOKOH-TOKOH TASAWUF SUNNI DAN BENTUK AJARANNYA

1. IBN ARABI
1) BIOGRAFI
Nama lengkapnya Abu Abdillah al-Haris bin Asad al-Basri al-Muhasabi.
Lahir di Basrah, Irak pada tahun 165 H/781 M dan wafat di Basrah, Irak pada tahun
243 H/857 M. Di beri gelar Al-Muhasibi karena beliau adalah seseorang yang suka
mengadakan intropeksi diri .6.
Al-Muhasabi dalam tasawufnya cenderung melakukan analisi dengan
perangkat logika.

2) BENTUK AJARAN TASAWUF Al-MUHASIBI


1. Makrifat
Beliau berpendapat, bahwa makrifat harus ditempuh melalui jalan
tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah. Adapun tahapannya,
sebagai berikut :
a. Taat merupakan bukti kecintaan kepada Allah
b. Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang
memenuhi hati
c. Allah menyingkapkan khazanah khazanah keilmuan dan kegaiban
kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas.
d. Apa yang dikatakan oleh sementara sufi dan fana’ yang menyebabkan
baqa’.
3) Khauf dan Raja’
Awal wara’ adalah ketakwaan, awal ketakwaan adalah intropeksi diri
(muhasabat al-nafs), dan awal intropeksi diri adalah khauf dan raja’, awal khauf dan

6
Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, 2013) hlm.214

5
raja’ adalah pengetahuan tentang janji dan ancaman Allah, awal pengetahuan tentang
keduanya adalah perenungan khauf dan raja’, menurutnya hal ini dapat dilakukan
dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As Sunnah.
Raja’ dalam pandangan al-Muhasabi, harus melahirkan amal saleh.7

2. Al-GHAZALI
1) BIOGRAFI
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad al-Ghazali di
Tusi lahir di 450/1058 dan meninggal pada Senin pagi (14/6/505) 18
Desember 1111.Al-Ghazali lahir di desa Tus Tabaran terdekat di timur laut
Iran.
Selama periode kehidupannya Al-Ghazali menimba dan mempelajari
banyak cabang ilmu pengetahuan, dan juga filsafat.Dia mempelajari ilmu-
ilmu tersebut, barangkali, untuk menghilangkan keraguan sejak dia
mengajar. Tetapi ternyata ilmu –ilmu itu tidak memberinya ketenangan
jiwa.Kegelisahan jiwanya malah semakin menggelira sampai membuatnya
tertimpa krisis psikis yang kronis.
Mengenai krisis yang terjadi pada Al-Ghazali, beliau berkata: “Lalu
keadaan diriku pun kurenungi, dan ternyata aku telah tenggelam dalam
ikatan-ikatan (yang bercorak duniawi) yang meliputi diriku dari segala
sudut. Amalan-amalanku pun ku renungi, khususnya amalanku yang
terbaik yaitu mengajar,dan ternyata aku menerima ilmu-ilmu yang sepele
dan tidak berguna. Akupun lalu memikirkan niatku dalam mengajar, dan
ternyata niatku tidak ikhlas demi Allah.Bahkan hanya didorong terhadap
jabatan dan keinginan untuk menjadi terkenal. Aku pun menjadi yakin
bahwa aku hampir mengalami kehancuran, dan aku benar-benar tidak akan
lepas dari neraka, andai saja aku tidak meinggalkan hal-hal sepele
tersebut.” 8, inilah salah satu ucapan beliau pada saat itu.

7
Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, 2013) hlm.218
8
Taftazani dan Abu Alwafa’ Al-ghanimi, Sufi Dari Zaman Ke Zaman, hal.150

6
2) BENTUK TASAWUF AL-GHAZALI

Al-Ghazali setelah mengkaji aliran-aliran para teolog, filosof, dan


batiniyah tersebut, akhirnya memilih jalan tasawuf.Menurut beliau, para
sufilah pencari kebenaran yang paling haqiqi. Lebih jauh lagi, menurutnya jaln
para sufi adalah paduan ilmu dengan amal, smentara sebagai buahnya adalah
moralitas. Juga tampak olehnya, bahwa mempelajari ilmu para sufi lewat
karya-karya mereka ternyata lebih mudah tinimbang mengamalkannya.
Bahkan ternyata pula bahwa keistimewaan khusus milik para sufi tidak
mungkin tercapai hanya dengan belajar, tapi harus dengan ketersingkapan
batin, keadaan rohaniah, serta penggantian tabiat-tabiat. Dengan demikian,
menurutnya, tasawuf adalah semacam pengalaman maupun penderitaan yang
riil.

Karena itu, sebagaimana yang dinyatakan Al-Ghazali,para sufi adalah


“orang-orang yang lebih mengutamakan keadaan rohaniah tinimbang
ucapannya”.

Ringkasnya, Al-Ghazali patut disebut telah berhasil mendeskripsikan


jalan menuju Allah sejak permulaan dalam bentuk latihan jiwa, lalu
menempuh fase-fase pencapaian rohaniah dalam tingkatan serta keadaan
menurut jalan tersebut, yang akhirnya sampai pada kefanaan, tauhid, ma’rifat,
dan kebahagiaan. Dalam perinciannya sebagai berikut :

1. Jalan (At-Thoriq)
Al-Ghazali berpendapat bahwa yang dimaksud jalan para sufi
adalah “ penyucian diri, pembersihannya, serta pencerahannya, lalu
persiapan dan penantian (ma’rifat)”
Jadi tujuan jalan para sufi adalah penempuhan fase-fase moral
dengan latihan jiwa, serta penggantian moral yang tercela dengan
moral yang terpuji. Sehingga dengan ini, penempuh jalan sufi
tersebut akan mencapai pengenalan Allah. Dengan kata lain, poros
penempuh jalan sufi adalah moralitas.
Penempuh jalan sufi, harus konsisten menjalani hidup
menyendiri, diam, menahan lapar, dan tidak tidur malam hari. Hal

7
ini semua dimaksudkan untuk membina kalbunya, supaya dia dapat
menyaksikan Tuhannya.
2. Ma’rifat
Ma’rifah adalah penyaksian hati yang mendapatkan pencerahan
nur Illahi sehingga mampu mendekat dan mendapat kasyaf/
keterbukaan kepada Allah9 Menurut Al-Ghazali, “ sarana ma’rifat
seorang sufi adalah kalbu”, bukan perasaan dan bukan pula akal
budi.
Untuk mencapai tingkat ma’rifah, para sufi berusaha
melakukan beberapa tahap perjalanan rohani (suluk), antara lain
yang dipandang sangat mendasar :
a.) At-Taubah
At-Taubah atau yang sering kita sebut dengan
tobat terbagi menjadi 3 jenjang dalam penempuhannya,
yang pertama At-Taubah, merupakan taubatnya orang
yang takut akan siksaan dan hukuman Tuhan. Yang
kedua Al-Inabah, yaitu taubatnya orang yang
mengiginkan pahala.Dan yang ketiga adalah Al-Aubah,
yaitu taubatnya orag yang mematuhi perintah
Tuhannya, bukan karena takut disiksa ataupun
menginginkan pahala.
b.) Az-Zuhd
Zuhud adalah meninggalkan kesenangan
duniawi dan mengharapkan kesenangan ukhrowi.Sifat
dan sikap zuhud telah dicontohkan Nabi Muhammad
SAW kepada sahabat-sahabatnya.Mereka menganggap
harta dan kenikmatan duniawi ini sebagai hal yang tidak
penting, terlalu kecil dibanding kenikmatan akhirat,
terlalu rendah nilainya dibanding kekayaan akhirat.
Menurut Al-Ghazali Zuhud memunyai 3
tingkatan, pertama zuhud terhadap dunia (barang-
barang duniawi), dia merasakan hal yang berat, karena
sesungguhnya dia masih menginginkan namun berusaha
9
Hasan dan Muhammad Tholhah, Ahlussunnah Wal Jamaah, hal.182

8
untuk melawan.Orang ini disebut “Al-Mutazahid”
(belajar zuhud), yang kedua orang yang siap
meninggalkan barang duniawi dengan sukarela, orang
ini disebut dengan “Az-Zahid”.Dan yang ketiga adalah
orang yang tidak merasakan adanya keberatan apapun
meninggalkan masalah dunia, karena memang dia sudah
tidak lagi tertarik dengan hal dunia. Orang ini disebut
“Az-Zahid Al-Kamil” (orang yang sempurna
kezuhudannya)
c.) Al-Wara’
Kata ini asalnya mempunyai arti “menahan diri”
atan “pengendalian diri”.Wara’ ada tiga tingkatan,
pertama wara’nya orang awam (wara’al awam), yang
menahan diri dari melakukan segala hal yang tidak
layak dilakukun meskipun itu bukan barang maksiat,
termasuk menjauhkan diri dari semua barang syubhat
(Yang tidak jelas hukumnya). Kedua, wara’nya orang
khas (wara’al khusus),
yakni menjauhkan diri dari segala apa saja yang dapat
mengganggu hati-hatinya, atau mengganggu hak orang
lain. Ketiga, wara’nya orang yang sangat khusus (wara’
khushusi al-khusus) yang menjauhi segala hal selain
Allah dengan menjelaskan bahwa Al-Wara’ itu
menjauhkan diri dari segala hal berbau syubhat dan Az-
Zuhd adalah meninggalkan hal-hal yang melebihi
kebutuhan pokok.
d.) At-Tawadlu
At-Tawadlu makksudnya dalah berlaku sopan
terhadap semua manusia apalagi terhadap Allah, sebab
tawadlu merupakan penjaban dari akhlaq luhur (khusnu
al-khuluq/makarimal akhlaq) yag menjadi indikasi
kualitas agama seseorang maka sifat dan sikap serta
perilaku yang dinilai menjadi sumber segala dosa yakni:

9
Al-Kibr, Al-Hisr, Al-Hasad, Ro’su kulli khati’ah, Al-
Kidzb, Al-Hibah, Fitnah, An-Namimah
e.) Al-Muroqobah
Adalah kesadaran yang intens bahwa Allah
selalu memantau dan mengawasi segala niat, sikap dan
perilaku manusia dalam segala situasi di semua tempat
dan waktu.
f.) Adz-Dzikr
Adalah mengingat Allah baik dengan lisan
maupun dengan hati.
g.) Al-Istiqomah
Prinsip istiqomah menuntut perpaduan ketat
antara menjalankan ketaatan, dan menjauhi kemaksiatan
yang hakikatnya hanya dapan dilakukan secara
sempurna oleh para nabi dan auliya.
Syech Abu Ali Ad-Daqaq mengatakan bahwa
istiqamah itu dimulai dari At-Taqwim (mendisiplinkan
diri), kemudian Al-Iqomah (meluruskan hati), dan
setelah itu baru Al-Istiqomah (mendekatkan hati nurani
terus menerus kepada Allah.10
Dan itulah yang sering disebut dengan maqamat-
maqamat yang harus ditempuh para sufi menurut Al-
Ghazali.
3. Fana dalam Tauhid atau Ilmu Mukasyafah
Adalah ketika seseorang tidak melihat yang selain Allah serta
tidak tahu yang selainnya.Yang dia tau hanyalah Allah dan kreasi-
kreasiNya. Dengan itu tidak ada yang dikenalnya kecuali Allah,
tidak ada yang dicintainya kecuali Allah.Dia juga tidak akan
memandang dari dirinya sndiri, tapi dari segi predikatnya sebagai
hamba Allah.

4. Pengungkapan Ilmu Mukasyafah Secara Simbolis


10
Hasan dan Muhammad Tholhah, Ahlussunnah Wal Jamaah, hal.198

10
Ilmu mukasyafah adalah ilmu yang tersembunyi, dan hanya
diketahui bagi mereka orang yang benar-benar mengenal Allah.
Karena itu mereka hanya akan menggunakan simbol-simbol khusus
serta tidak akan memperbincangkannya diluar kalangan sendiri.
5. Kebahagiaan
Inilah tujuan terakhir jalan parasufi, sebagai buah pengenalan
terhadap Allah.

3. RABIYATUL ADAWIYAH
1) BIOGRAFI
Sosok sufi perempuan ini sangat dikenal dalam dunia tasawuf.
Ia hidup di abad kedua Hijriah, dan meninggal pada tahun 185 H.
Meski ia hidup di Bashrah sebagai seorang hamba sahaya dari keluarga
Atiq, hal itu tidak menghalanginya tumbuh menjadi seorang sufi yang
disegani di zamannya, bahkan hingga di zaman modern sekarang ini.
Corak tasawuf Rabi’ah yang begitu menonjolkan cinta kepada
Tuhan tanpa pamrih apapun merupakan suatu corak tasawuf yang baru
di zamannya. Pada saat itu, tasawuf lebih didominasi corak kehidupan
zuhud (asketisme) yang sebelumnya dikembangkan oleh Hasan al-
Bashri yang mendasarkan ajarannya pada rasa takut(khauf) kepada
Allah. Corak tasawuf yang dikembangkan oleh Rabi’ah tersebut kelak
membuatnya begitu dikenal dan menduduki posisi penting dalam dunia
tasawuf.
Saking besar dan tulusnya cinta Rabi’ah kepada Allah, maka
seolah cintanya telah memenuhi seluruh kalbunya.Tak ada lagi tersisa
ruang di hatinya untuk mencintai selain Allah, bahkan kepada Nabi
Muhammad sekalipun.Pun, tak ada ruang lagi di kalbunya untuk
membenci apapun, bahkan kepada setan sekalipun.Seluruh hatinya
telah penuh dengan cinta kepada Tuhan semata. Hal ini juga Rabi’ah
tunjukkan dengan memutuskan untuk tidak menikah sepanjang
hidupnya, karena ia menganggap seluruh diri dan hidupnya hanya
untuk Allah semata11
11
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, hal. 74

11
2) BENTUK TASAWUF DAN AJARANYA
1. Ia mempopulerkan konsep mahabbah di kalangan para sufi
2. Hidup zuhud dan rutin beribadah kepada Allah Swt.
3. Belum pernah menikah sepanjang hidupnya, walaupun ia
seseorang yang cantik dan menarik.
4. Kehidupannya sejak awal tidak pernah merugikan orang
lain. Ia hidup tanpa dinodai barang-barang yang subhat.
5. Beliau memanjatkan do’a dengan syair-syair indah sebagai
pembuktian rasa cinta dan rindunya kepada Allah Swt.

4. SYEKH ABDUL QADIR AL-JILANI


1) Biografi

Nama lengkap beliau adalah as-Syaikh al-iman az-Zahid al-Arif


al-Qudwah, Syekh al-Islam, Sultan al-Auliya, Imam al-Asfiya ,
Muhyid-din wa as-Sunah wa Mumit al-Bid’ah , Abu Muhammad
Abdul Qadir bin Abu Salih Abdullah bin Janki Ddus in Yahya bin
Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdillah bin al-Hasan bin Ali bin
Abi Thalib, al-Jaili, Asy-Syafi’i , al-Hanbali, Syekh Baghdad.

Ibunya adalah Um al-Khair (induk kebaikian) , amat al-Jabbar


(khadam Tuhan yang Maha Perkasa), Fatimah binti Abdul Abdillah as-
Suma’i, seorang ibu yang banyak memiliki karamat dan ahwal.

Sultan al-Auliya dilahirkan pada pertengahan bulan ramadhan


pada tahun 471 H di kampung Jilan. Di Jilan beliau hidup hingga
berusia delapan belas tahun. Pada tahun 488 H ia pindah ke Bagdad
dan menetap disana hingga akhir hayatnya.

Pada masa studi Sultan al-Auliya tahu bahwa mencari ilmu itu
hukumnya wajib kepada setiap muslim dan muslimat. Oleh karena itu,
dalam usia yang masih muda ia belajar berbagai disiplin ilmu daripada
ulama yang mumpuni dizamannya. Ia mulai belajar al-Qur’an dibawah

12
bimbingan Abual-Wafa ‘Ali bin ‘Uqail al-Hanbani dan ulama yang
lainnya. Ia belajar hadist melalui banyak tangan para ahli hadist yang
masyhur di zamannya, seperti Abu Ghalib Muhammad bin Hasan al-
Balaqalani dan yang lainnya. Ia mempelajari fiqih melalui tangan
ulama-ulama fiqih yang masyhur dizamannya seperti Abu Zaid al-
Muhrimi yang darinya ia mengambil hirqah yang mulia. Bahasa dan
sastra dipelajari juga dari Abu Zakaria Yahya bin Ali at-Tabrizi,
Shahib Hammad Ad-Dabbas dan dari yang tersebut terakhir ia juga
mengambil tarekat.

Latar belakang studinya yang amat sistematis mengantarkan ia


keposisi yang amat tinggi, ia mumpuni dalam ilmu aqidah syariah,
tariqah, lugah dan sastra. Ia menjadi tokoh utama dalam mazhab
Hanbali dan tempat orang bertanya dalam mazhab ini. Allah
memasukkan kedalam hatinya hikmah yang nampak dalam lisannya
setiap kali ia memberi tausiyah majelis-majelis pengajian.

Pada bulan syawal tahun 521 H, Sultan al-Auliya memberikan


ceramah di madrasah Abu Said Al- Mukhrimi bab al-Ujaj Bagdad, dan
setiap kali pengajian banyak ulama yang hadir sekitar tujuh puluh ribu
orang.baik ahli kalam, fikih, hadist, para sufi dan para cerdik
cendikiawan lainnya.

2) Bentuk Ajaran Tasawuf Syekh Abdul Qodir Al-Jilani

Seperti halnya sufi yang lain Syekh Abdul Qadir al-Jilani


melihat ajaran islam dari dua aspek. Yaitu lahir dan batin, demikian
juga setiap ayat dalam al-Qur’an bagi nya ada yang mengandung
makna lahir dan batin. Sebagai contoh, taharah yang berarti bersuci
terbagi pada dua bagian.

Pertama, penyucian diri secara lahiriah. Hal ini diperintahkan


oleh agama dan caranya dengan mencuci anggota badab atau tubuh
dengan air suci, dalam bentuk wudhu maupun mandi. Nabi SAW
bersabda:

13
“Barang siapa yang memperbaharui wudhu maka Allah
memperbaharui imannya”

Kedua, penyucian diri secara batiniah diawali dengan adanya


kesadaran akan adanya kotorandalam wujud diri seseorang sehingga
menjadi sadar terhadap dosa-dosanya dan secara sungguh-sungguh
menyesalidosa-dosa tersebut. Cara penyucian batiniah ini harus
mengambil jalan spiritual dan diajarkan serta dibimbing oleh guru
spiritual, yaitu dengan taubat, talqin az-Dzikir, tasfiah, dan suluk.

Dalam aspek ibadah Syek bukan hanya memetingkan ibadah


fardhu, yang nawafil pun menjadi perhatian utama dalam kehidupan
kesehariannya. Amal-amal sunnah yang menjadi amalan TQN
sebagaimana diamalkan di PP suryalana, itulah ajaran tuan Syekh Adul
Qadir al-Jilani.9 Sedangkan riyadoh yang tidak pernah ditinggalkannya
adalah dzikrullah. Pedoman aurad yang dipandang representasi ajaran
tuan Syekh Adul Qadir al-Jilani telah ditulis oleh Syekh Ahmad Khatib
Sambas dalam bukunya Fathul Arifin, yang kemudian dibukukan
secara komprehensif olh Abah Anon dalam kitab Uquq al-Juman12.

5. HASAN AL-BASRI
1) BIOGRAFI
Nama lengkap beliau adalah Abu Sa’id al-Hasan binYasar. Tokoh ini
lahir diMadinah tahun 21 H. (642 M), meninggal di Basrah pada tahun
110 H. (728 M). Ayahnya seorang budak yang menjadi sekretaris nabi ,
yaitu Za’id bin Tsabit.
Ia dinisbatkan ke kota Basrah, karena ia lama belajar di Basrah
dan mengembangkan kepakarannya hingga kepuncaknyadikota yang
sama. Dari segi keilmuan, ia sangat unggul dan sangat dalam ilmunya,
sehingga ia digelari Syekh al-Bashrah. Ia seorang faqih ,muhadis,
muffasir, sekaligus seorang suffi. Nasihat-nasihatnya tersebar dalam
berbagai kitab,demikian hadist-hadist yang diriwayatkannya banyak
menghiasi kitab-kitab.

12
Alba dan Cecep, Tasawuf danTarekat, hal.31

14
“Bergurulah kepada Hasan Basri”, demikian kata
Qotadah,”karena saya sudah menyaksikan sendiri , tidaklah ada seorang
tabi’in yang menyerupai sahabat nabi kecuali beliau (Hasan Basri)”.
Khalid bin Safwan menjelaskan kepada maslamah bin Abdul Malik
tentang Hasan Basri. “Hasan adalah orang yang saat sendirinya sama
dengan berada dimuka umum. Jika merasa tidak semangat dalam kebaikan
segera bangkit dan jika sedikit saja melakukan kesalahan segera ia
menahan diri. Jika menyuruh orang lain beramal ia paling dulu
melakukannya, dan jika ia melarang sesuatu, ia paling dulu
meninggalkannya. Ia tidak membutuhkan orang lain, sementara orang lain
membutuhkan dirinya”.

2). BENTUK AJARAN TASAWUF HASAN AL-BASRI


1. Perasaan takutmu sehingga bertemu dengan hati tenteram lebih baik
daripada perasaan tenterammu yang kemudian menimbulkan rasa
takut.
2. Dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa bertemu dengan
dunia dengan rasa benci dan zuhud, maka bahagialah dia dan ia
mendapat faidah dalam persahabatan itu. Tetapi barang siapa yang
tinggal dalam dunia, lalu hatinya rindu dan perasaannya tersangkut
kepada dunia maka akhirnya ia akan sengsara. Dia akn terbawa pada
suatu masa yang tidak dapat dideritanya.
3. Tafakur membawa kita pada keaikan dan berusaha mengerjakannya.
Menyesal atas perbuatan jahat dan meninggalkannya. Barang yang
fana walau bagaimana banyaknya tidaklah dapat menyamai barang
yang baqa’ walaupun sedikit. Awasilah dirimu dari negeri yang
cepat datang dan cept pergi juga karena tipuan.
4. Dunia ini laksana seorang nenek tua yang telah bungkuk dan telah
banyak kematian laki-laki.
5. Orang yang beriman berduka cita pagi-pagi dan berduka cita diwaktu
sore, karena ia hidp dalam dua ketakutan, takut mengenang dosa
yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal
dan tahu bahaya apakah yang sedang mengancam.

15
6. Patutlah orang insaf bahwa mati sedang mengancamnya, dan kiamat
menagih janjinya, dan ia mesti berdiri dihadapan Allah akan dihisab
(dihitung amalnya).
7. Banyak duka cita didunia memperteguh amal sholeh13.

6. AL-QUSYAIRI
1) BIOGRAFI
Al-Qusyairi nama lengkapnya adalah ‘Abdul Karim ibn Hawazim,
lahir tahun 376 H. Di Istiwa, kawasan Nishapur. Dia berdarah Arab, dan
tumbuh dewasa di Nishapur, salah satu pusat ilmu pengetahuan pada
masanya. Disinilah dia bertemu dengan gurunya, Abu Ali Al-Daqaq,
seorang sufi terkenal.

2) BENTUK AJARAN TASAWWUF AL-QUSYAIRI


Beliau adalah tokoh sufi yang mampu mengkompromikan
syariat dan hakikat. Dan rujukannya pada doktrin Ahlussunnah
Waljamaah, yang dalam hal ini ialah dengan mengikuti tokoh-tokoh sufi
Sunni pada abad ketiga-keempat Hijriyah yang sebagaiman
diriwayatkannya dalam Ar-Risalah. Adapun beberapa ajarannya yaitu :
 Membina prinsip tasawuf atas landasan tauhid yang benar, agar
jauh dari adanya penyimpangan.
 Menolak tasawwuf Syathoiyyah, yaitu tasawwuf yang
mengungkapkan adanya penyatuan dengan Tuhan.
 Tidak setuju dengan pakaian sufi yang compang-camping,
karna baginya tasawuf bukanlah masalah pakaian namun
masalah batin.

D. PENGARUH MUNCULNYA TASAWUF SUNNI


Adanya tasawuf sunni membuat manusia sadar akan pentingnya mendekatkan
diri pada Allah. Dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan sunnah, akan

13
. Hamka, Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, hal, 78

16
meminimalisir bahkan menjauhkan dari adanya penyelewengan dalam
bertasawwuf.
Tasawwuf sunni juga mengajakan akan kesederhanaan, bukan berarti seorang
sufi harus berpakaian compang-camping karena tasawwuf bukan hanya
mengemukakan dalam hal berpakaian tetapi juga dalam kesehatan batin. Dari sisi
kehidupan pun manusia bisa belajar menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat
duniawi, atau dikenal dengan nama istilah zuhud. Atau dapat mengikuti proses
pendekatan diri pada Allah sesuai maqamat-maqamat yang dituliskan oleh Al-
Ghazali.
Dengan hal ini akan berpengaruh besar terhadap manusia yang akan
membawanya menuju ketentraman hati, pikiran, dan kebahagiaan dunia maupun
akhirat.

BAB III
PENUTUP

17
A. KESIMPULAN
Tasawuf Sunni adalah tasawuf dengan konsep mendekatkan diri kepada
Allah , dengan memagari diri dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits .

Dengan berbagai tokohnya, maka menjadikan bentuk tasawuf itu sendiri


menjadi sesuai dengan tokoh yang mereka yakini . Karena pada dasarnya, tasawuf itu
sesuai dengan apa yang setiap diri yakini . Dengan konsep dasar yang sama .

Tasawuf itu sendiri meningkatkan dalam hal spiritualitas pada tiap-tiap


individunya.

B. SARAN
Dalam hal ini , alangkah baiknya sebelum kita memutuskan untuk bertasawuf ,
kita memilah dan memilih ajaran tasawuf yang baik , benar dan sesuai dengan apa
yang kita yakini , dan konsep tasawuf yang kita pahami. Karna tidak sedikit pula ,
ajaran tasawuf yang menyimpang . Tidak sesuai dengan tasawuf pada hakikatnya atau
seharusnya .

Daftar Pustaka

18
Alba dan Cecep. 2012. Tasawuf dan Tarekat. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Anwar Rosihon. IlmuTasawuf. IAIN ,STAIN,PTAIS. Bandung.

Hasan, Muhammad Tholhah. 2003. Ahlussunnah Wal Jamaah. Jakarta: Lantabora Press.
Hamka, Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya.
Khan, Sahib Khaja Khan. 1993. Cakrawala Tasawuf. Jakarta .

Nasution Ahmad Bangun. 2013. Akhlak Tasawuf. Jakarta.

Nasution Harun. 1973. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.


puncakgunung12.blogspot.2013/06/tasawufsunni.com

Taftazani, Abu Alwafa’ al-Ghanimi. 1985. Sufi Dari Zaman Ke Zaman. Bandung: Pustaka.

19

Anda mungkin juga menyukai