yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa
dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.2
yakni dalam hal perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang merupakan
tindakan dan upaya untuk melindungi hak serta kewajiban masyarakat dari segala
1
W.J.S Poerdawarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Cetakan V, (Jakarta: Balai Pustaka,
1976), hlm. 600.
2
Prof. DR. H. Zainal Asikin, S.H., S.U., Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2015), hlm. 14.
3
Prof. Dr. Teguh Praseto, SH, M.Si, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, (Bandung: Nusa
Media, 2010), hlm. 2.
1
bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
Hukum Pidana 1968 dapat dijumpai gagasan tentang maksud tujuan pemidanaan
4
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/01/seputar-pengertian-perlindungan-
hukum.html, diakses pada Minggu, 07 Mei 2017, pukul 09:58 WIB.
2
4. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak
pidana) biasa disingkat dengan tiga R dan satu D. Tiga R itu adalah Reformation,
pencegahan umum).
berarti menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individual maupun
orang lain yang potensial menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukan
kreatif (harus ada perlindungan kepada orang yang kreatif), dan legalis (keadilan
5
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992), hlm. 27.
6
DR. Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 28-29.
3
memperhatikan 4 unsur, yaitu, kepastian hukum (rechtssicherkeit), kemanfaatan
(doelmatigkeit).7
menjadi sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin, meliputi ketertiban
manusia. Hukum harus dilaksanakan secara professional dan hukum yang telah
Istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam arti obyektif, yang juga
setiap orang;
7
Prof. DR. H. Zainal Asikin, S.H., S.U., Pengantar Ilmu Hukum, hlm. 77-79.
8
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S. H., Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm.
173.
4
3. Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan-
Di samping itu, hukum pidana dipakai juga dalam arti subyektif yang
lazim pula disebutjus puniendi, yaitu peraturan hukum yang menetapkan tentang
a) Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus (ius commune dan ius
speciale)
pidana yang mengatur tentang delik-delik tertentu saja, misalanya Hukum Fiskal
merupakan kodifikasi hukum pidana materiel dan hukum pidana formeel (hukum
acara pidana) termasuk hukum pidana tertulis yang bersifat khusus dan hukum
pidana yang statusnya lebih daripada undang-undang dalam arti formil, termasuk
Hukum pidana tak terulis ialah sebagian besar Hukum Adat Pidana, yang
berdasarkan pasal 5 ayat 3 Undang- undang Darurat No. 1 tahun 1951 (L.N. 1951
9
Prof. Dr. Mr. H.A. Zainal Abidin Farid, S.H., Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),
hlm. 1.
5
No. 9) masih berlaku di bekas daerah Swapraja dan bekas pengadilan Adat, yang
hukum pidana internasional ialah hukum pidana nasional juga, tetapi ketentuan-
yang terdapat pada pasal 4 KUH Pidana sub 2, yang mengandung prinsip
pidana bagi orang (termasuk orang asing) yang melakukan di luar Indonesia delik
mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah
yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa
hukum pidana.
peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana
haruslah sebagai suatu pengertian yang bersifat ilmiah yang harus ditentukan
dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai dalam
kehidupan masyarakat.11
10
Prof. Dr. Mr. H.A. Zainal Abidin Farid, S.H., Hukum Pidana 1, hlm. 18-23.
11
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, hlm. 121.
6
Menurut Alf Ross, concept of punishment bertolak pada dua syarat atau
tujuan, yaitu:
material adalah suatu pebuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang
timbul dari perbuatan itu. sedangkan delik formal ialah suatu perbuatan
bersangkutan.
Delik komisi ialah delik yang dilakukan dengan perbuatan, di sini orang
mengabaikan.
12
Prof. Dr. Teguh Praseto, SH, M.Si, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, hlm. 24-25.
7
d) Delik yang berdiri sendiri dan delik yang diteruskan (Zelfstandige en
voorgezette delicten).
bentuk dasar, tetapi satu atau lebih keadaan yang memperberat pidana,
kematian.
langsung.
8
dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualitas tertentu, seperti
delik jabatan.
Psal 284, dikenal pula delik umum dan delik khusus, seperti delik
yang menghambat suatu proses penegakan hukum antara lain terjadi manakala
negara melanggar hak-hak tersangka atau terdakwa atau terpidana, baik karena:
pertama, prose hukum yang tidka mencukupi; atau kedua, hukum yang diterapkan
kepada mereka; atau ketiga, tidak adanya pembenaran atas hukuman yang
hak-hak orang lain yang hendak dilindungi; atau kelima, ketika hak-hak orang lain
tidak dilindungi secara aktif oleh negara dari para pelaku kejahatan; atau keenam,
13
DR. Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, hlm. 104-110.
14
Dr. O.C. Kaligis, S.H., M.H., Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan
Terpidana, (Bandung: P.T. Alumni, 2006), hlm. 13.
9
Hukum Pidana antara lain dapat diwujudkan melalui Sistem Peradilan Pidana
daripada proaktif, yakni hanya ditujukan kepada mereka yang telah mengalami
atau menjadi korban kejahatan dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib
untuk diproses lebih lanjut. Perumusan kebijakan kriminal tidak boleh lepas dari
10
c) Conviction rate, tingkat keberhasilan penuntutan masih rendah
kinerja Sistem Peradilan Pidana. Hal ini dianggap salah satu faktor yang
11
pidana kehilangan hak-haknya sebagai manusia dan kehilangan hak
hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka, 1976.
2010.
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/01/seputar-pengertian-perlindungan-
15
Dr. O.C. Kaligis, S.H., M.H., Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan
Terpidana, hlm.157-161.
12
Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan
13