A. Perlindungan Hukum
masyarakat. Aturan demikian dibuat oleh badan resmi dan memuat hukuman-
semestinya dilakukan.1
kedamaian.2
1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
2009, hlm. 38.
2
Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm. 49.
Menurut ahli bernama Soedjono Dirdjosisworo, definisi hukum bisa
petugas, tindakan, kaidah, jalinan nilai, tata hukum, ilmu hukum, dan disiplin
hukum lebih daripada sekedar aturan tertulis. Akan tetapi, juga melingkupi
undangan.4
subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum. Hal tersebut baik yang bersifat
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum itu sendiri,
3
Sudikno Martokusumo, Mengenal Hukum Satu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005,
hlm. 4.
4
Wahyu Sasongko, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Hukum, Universitas
Lampung, Bandar Lampung, 2007, hlm. 30.
5
Sajipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 18.
Berdasarkan pendapat dari ahli bernama Philipus M. Hadjon,
dengan keamanan serta keadilan. Hal ini dilakukan untuk menjaga masyarakat
pelayanan.7
Pancasila sebagai ideologi Negara. Prinsip tersebut bertumpu kepada satu hal,
yakni hak asasi seseorang. Namun, tetap diatur terkait batasan-batasan serta
perlindungan hukum adalah prinsip negara hukum. Hal ini berkaitan erat
6
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008, hlm. 25-43.
7
Yassir Arafat, “Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum yang Seimbang”, Jurnal Rachtens,
Vol. 4 No. 2, Desember 2015, hlm. 34.
pengakuan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia menjadi tempat
upaya pencegahan agar tidak terjadi sengketa dan represif yang berupa
yang bersifat umum dan berupa keamanan hukum bagi individu dari tindakan
juga konsistennya antar putusan hakim untuk kasus yang sama atau serupa.10
hukum positif. Apabila hal itu terjadi, pengadilan harus menyatakan batal
demi hukum. Akan tetapi, apabila pemerintah tidak mau mencabutnya, dapat
B. Konsumen
yang berarti, “setiap orang yang menggunakan barang”. Para ahli hukum
benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha. Maksud
daripada arti demikian adalah setiap orang yang mendapatkan barang untuk
menggunakan; pemakai atau pembutuh.12 Istilah lain yang agak dekat dengan
10
Ibid.
11
Ibid.
12
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk, Ctk. Pertama, Panta Rei, Jakarta, 2005, hlm. 23.
konsumen adalah “pembeli”. Menurut ahli Perdata bernama Philip Kotler,
mengatakan bahwa Konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
binatang peliharaan, tetapi tidak diperluas pada individu pihak ketiga yang
hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang
diharapkan untuk dipenuhi. Dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan
dari tiga hal. Pertama, hak manusia dikarenakan kodratnya. Hak diperoleh
sejak lahir, Seperti, hak untuk hidup dan hak untuk bernafas. Hak ini tidak
13
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin
Kedua, hak yang lahir dari hukum. Pengertiannya adalah hak-hak yang
warga negara/warga masyarakat. Ketiga, hak yang lahir dari hubungan hukum
yang satu dengan yang lain. Contohnya peristiwa jual beli. Hak pembeli
karena sering pelaku usaha menyampaikan peringatan secara jelas pada label
pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi
tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk
patut.16
ditingkatkan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum
hal negatif. Kelima, asas kepastian hukum. Asas ini dimaksudkan agar baik
belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga,
apakah kedua “cabang” hukum itu identik. Sebab, posisi konsumen yang
lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan
hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat.
Menurut AZ. Nasution, dijelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu
mnengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain
berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.
dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa
konsumen.18
tentunya tidak terlepas dari perlindungan atas hak-hak yang terdapat oleh para
hak dari konsumen, delapan diantaranya hak eksplisit diatur dalam UUPK dan
17
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2000, hlm. 9.
18
A.Z. Nasution, Op.Cit., hlm. 12.
b. Hak konsumen sebagai subyek hukum dan warga negara (yang bersumber
C. Pelaku Usaha
dan/atau jasa. Pada pengertian ini, termasuk di dalamnya pembuat, grosir, dan
hasil industri (pangan olahan), maka produsennya adalah mereka yang terkait
dalam proses pengadaan makanan hasil industri (pangan olahan) itu hingga
Pasal 1. Definisi tersebut berupa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
19
Janus Sidalabok, Op.Cit., hlm. 13.
sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.20
konsumen. Informasi itu adalah infornasi yang benar, jelas, dan jujur.
secara diskriminatif.
20
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
21
Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, Grafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm.
25-26.
konsumen memperoleh keyakinan akan kesesuaian produk dengan
kebutuhannya.
dengan pelaku usaha. Selain itu, pelaku usaha juga memiliki larangan
dengan netto; tidak sesuai dengan timbangan; tidak sesuai dengan kondisi;
tidak sesuai dengan mutu; tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan
dimaksud.
22
Ibid.
c. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberi
d. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
produk secara langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami
23
Sylvia Diansari dkk, “Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha dalam Hukum
Perlindungan Konsumen”, Makalah, Universitas Pelita Harapan, 2020, hlm. 5.
b. Criminal liability. Criminal liability merupakan pertanggungjawaban
pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelaku usaha dengan
Perspektif Islam
sebagainya berkaitan dengan makanan dan minuman. Kedua kata tersebut juga
digunakan dalam Hadis Nabi Saw. Halal secara bahasa, menurut sebagian
pendapat berasal dari akar kata Halal yang artinya sesuatu yang dibolehkan
menurut syariat.24 Halal ialah segala sesuatu yang diperbolehkan dalam agama
Islam untuk dikerjakan. Apabila dikerjakan kita akan mendapatkan pahala dan
24
Muhammad Shadiq Qanaybi, Mu’jam Lughah al-Fuqaha, terjemah Wahid Amadi dkk,
Halal Haram Islam, Dar al-Fikr, Bayrut, 2011, hlm. 184.
keberkahan. Sebaliknya, haram ialah segala sesuatu yang dilarang oleh Allah
untuk dikerjakan. Apabila kita melanggar aturan tersebut maka kita akan
mendapat dosa.
adalah segala objek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau
dilaksanakan dalam agama Islam. Istilah ini dalam kosa kata sehari- hari lebih
makanan dan munuman tidak hanya halal tetapi harus thayyib, apakah layak
adalah haram berarti terlepas atau bebas.13 Halal sangat ditekankan dalam
agam Islam karena merupakan suatu hal yang sangat sering digunakan untuk
menunjukkan suatu makanan atau minuman yang bisa di konsumsi oleh umat
muslim.
atau seseuatu yang boleh dikerjakan menurut syara’.25 Jadi, halal ialah segala
sesuatu yang dibolehkan dalam syariat agama Islam untuk digunakan atau
25
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1996,
hlm. 505-506.
dikonsumsi. Sedangkan haram ialah segala sesuatu yang sangat dilarang keras
oleh Allah swt. untuk digunakan atau dikonsumsi, apabila kita melanggarnya
yang diharamkan karena iya buruk dan berbahaya pada suatu yang halal maka
tidak lagi membutuhkan yang haram, sesuatu yang mengantarkan yang haram
maka haram pula hukumnya, niat baik adalah tidak menghapuskan hukum
yang haram, hati-hati kepada yang syubhat agar tidak terjatuh pada yang
haram untuk semua darurat mengakibatkan yang haram menjadi boleh. 26 Halal
dan haramnya sesuatu hanya Allah SWT. yang dapat mengukurnya. Tetapi,
jelas maupun secara tersamar, dalam Islam juga dikenal konsep atau kategori
makanan halal dan seluruh kategori tersebut harus dipenuhi agar makanan
berikut:27
1. Halal pada zatnya. Hal pertama yang harus diperhatikan dalam penentuan
kehalalan suatu makanan adalah zatnya atau bahan dasar makanan tersebut
26
Yusuf Qardhawi, Halal dalam Islam, Intermedia, Solo, 2000, hlm. 85.
27
Mahmud M., Halal dengan Cara Memperolehnya, Raja Grafindo Persada, Bandung,
2008, hlm. 3.
misalnya makanan yang berasal dari binatang maupun tumbuhan yang
tidak diharamkan oleh Allah Swt. Adapun jika dalam makanan tersebut
terkandung zat atau makanan yang tidak halal maka status makanan yang
tercampur tersebut adalah haram dan tidak boleh dikonsumsi oleh umat
Islam. Hal yang sangat utama dalam makanan halal yaitu makanan yang
harus halal zatnya dan tidak bercampur dengan hal-hal yang haram.
2. Halal pada cara perolehannya. Pada dasarnya semua makanan adalah halal
dan apabila zatnya halal maka makanan dapat menjadi haram tergantung
dengan cara yang adil, tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh
Allah Swt.
sudah diperoleh dengan cara halal, dengan bahan baku yang halal pula,
dicampurkan dengan makanan haram dan diantar untuk tujuan yang tidak
yang bersih dan tidak bercampur dengan hal haram agar tidak bercampur
penyajiannya haruslah bersih dari najis dan kotoran. Para supplier atau
sales haruslah orang sehat dan berpakaian bersih dari suci. Alat kemas dan
bungkus atau sejenisnya harus bersih pula. Perkakas atau alat hidangan
harus menggunakan alat makan yang bersih dan jauh dari najis.
tapi tidak najis. Minuman keras yang dibuat dari air perasan tape dengan
kandungan ethanol minimal 1% termasuk kategori khamr. Tape dan air tape
tidak termasuk khamr kecuali apabila memabukkan. Segala sesuatu yang
memabukkan sudah termasuk salah satu makanan haram dan tidak boleh
Kedua, etanol, etilen, minyak fulse, ragi, dan cuka. Pengunaan ethanol
yang merupakan senyawa murni yang bukan dari berasal dari industri khamr
untuk proses produksi industri pangan hukumnya mubah apabila dalam hasil
produk akhirnya tidak terdeteksi. Haram apabila dalam hasil produk akhirnya
dari industri khamr untuk proses produksi industri hukumnya haram. Fulse oil
yang bukan berasal dari khamr adalah halal dan suci. Fulse oil yang berasal
dari khamr adalah haram dan najis. Komponen yang dipisahkan secara fisik
dari fulse oil yang berasal dari khamr hukumnya haram. Komponen yang
dipisahkan secara fisik dari fulse oil yang berasal dari khamr dan direaksikan
secara kimiawi sehingga berubah menjadi senyawa baru hukumnya halal dan
suci.
Cuka yang berasal dari khamr baik terjadi dengan sendirinya maupun
melalui rekayasa, hukumnya halal dan suci. Ragi yang dipisahkan dari proses
pembuatan khamr setelah dicuci sehingga hilang rasa, bau dan warna
khmarnya hukumnya halal dan suci. Segala sesuatu yang berasal dari khmar
28
Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2013, hlm. 460.
29
Ibid, hlm. 465.
Ketiga, pemotongan hewan. Pada proses penyembelihan hewan,
nama atau simbol- simbol makanan atau minuman yang mengarah kepada
benda atau binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr kecuali yang
makanan atau minuman yang menimbulkan rasa atau aroma benda-benda atau
30
Arif Pujiyono, “Teori Konsumsi Islam”, Dinamika Pembangunan, Vol. 3 No. 2,
Desember 2006, hlm. 171.