Anda di halaman 1dari 59

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Notaris

2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak

asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut

diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak

yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum

adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak

hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik

dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. 10 Hukum

melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan kekuasaan

kepadanya untuk bertindak dalam memenuhi kepentingannya tersebut.

Pemberian kekuasaan, atau yang sering disebut dengan hak ini, dilakukan

secara terukur, keluasan dan kedalamannya.

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan

martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki

oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau

sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu

hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum

10
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), Hal. 74.

13
memberikan perlindungan terhadap hak-hak dari sesuatu yang

mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.

Menurut Paton, suatu kepentingan merupakan sasaran hak, bukan

hanya karena ia dilindungi oleh hukum, melainkan juga karena ada

pengakuan terhadap itu. Hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan

dan kepentingan, tapi juga kehendak.11 Perlindungan hukum bagi setiap

warga negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),

untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa

mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang,

bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan

yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari

ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum

bagi setiap warga Negara.

2.1.2 Jenis Perlindungan Hukum

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal yang

melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

11
Ibid, Hal. 54.

14
peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah

suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-

batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa

sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang

diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu

pelanggaran.

2.1.3 Sarana Perlindungan Hukum

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum

ada dua macam, yaitu :12

1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif;

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum

diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk

yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak

pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena

dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah

terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang

12
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia (Surabaya : PT. Bina
Ilmu, 1987), hal. 2.

15
didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus

mengenai perlindungan hukum preventif.

2. Sarana Perlindungan Hukum Represif;

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk

menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh

Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia

termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan

hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari

konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep

tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

diarahkan kepada pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban

masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari

perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip

negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat

dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil

dan jujur serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa

keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif untuk

menegakkan keadilan dalam hukum sesuai dengan realitas masyarakat

yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan damai.

16
Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechtidee) dalam

negara hukum (Rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (Machtsstaat).

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, penegakkan

hukum harus memperhatikan 4 unsur :

1. Kepastian hukum (Rechtssicherkeit);

2. Kemanfaat hukum (Zeweckmassigkeit);

3. Keadilan hukum (Gerechtigkeit);

4. Jaminan hukum (Doelmatigkeit).

Dalam konteks tegaknya suatu negara modern, Jimly Assiddiqie

menambahkan, diperlukan pilar-pilar utama, sehingga dapat disebut

sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti

yang sebenarnya, antara lain:

1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law):

Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip

supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan

dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif

supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin

tertinggi negara yang sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi

konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. Pengakuan

normatif mengenai supremasi hukum adalah pengakuan yang

tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi,

sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang

17
tercermin dalam perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa

hukum itu memang „supreme’. Bahkan, dalam republik yang

menganut sistem presidential yang bersifat murni, konstitusi

itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut sebagai „kepala

negara‟. Itu sebabnya, dalam sistem pemerintahan presidential,

tidak dikenal adanya pembedaan antara kepala Negara dan kepala

pemerintahan seperti dalam sistem pemerintahan parlementer.

2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law):

Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum

dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan

secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala

sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan

manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang,

kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara

yang dinamakan „affirmative actions‟ guna mendorong dan

mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok

warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga

mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan

kelompok masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih maju.

Kelompok masyarakat tertentu yang dapat diberikan perlakuan

khusus melalui „affirmative actions‟ yang tidak termasuk

pengertian diskriminasi itu misalnya adalah kelompok masyarakat

suku terasing atau kelompok masyarakat hukum adapt tertentu

yang kondisinya terbelakang. Sedangkan kelompok warga

18
masyarakat tertentu yang dapat diberi perlakuan khusus yang

bukan bersifat diskriminatif, misalnya, adalah kaum wanita

ataupun anak-anak terlantar.

3. Asas Legalitas (Due Process of Law):

Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya

asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu

bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas

peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan

perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku

lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan

administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan

atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau „rules

and procedures‟ (regels). Prinsip normatif demikian nampaknya

seperti sangat kaku dan dapat menyebabkan birokrasi menjadi

lamban. Oleh karena itu, untuk menjamin ruang gerak bagi para

pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugasnya, maka

sebagai pengimbang, diakui pula adanya prinsip „frijs ermessen‟

yang memungkinkan para pejabat tata usaha negara atau

administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri

„beleid-regels‟ („policy rules‟) ataupun peraturan-peraturan yang

dibuat untuk kebutuhan internal (internal regulation) secara bebas

dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang

dibebankan oleh peraturan yang sah.

19
Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar

kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara

profesional. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung normal, damai, dan

tertib. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan melalui penegakkan

hukum. Penegakkan hukum menghendaki kepastian hukum, kepastian

hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenang-

wenang. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena

dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tertib, aman dan damai.

Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan penegakkan

hukum. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum harus

memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum

dilaksanakan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Masyarakat

yang mendapatkan perlakuan yang baik dan benar akan mewujudkan

keadaan yang tata tentram raharja. Hukum dapat melindungi hak dan

kewajiban setiap individu dalam kenyataan yang senyatanya, dengan

perlindungan hukum yang kokoh akan terwujud tujuan hukum secara

umum: ketertiban, keamanan, ketentraman, kesejahteraan, kedamaian,

kebenaran, dan keadilan.

Aturan hukum baik berupa undang-undang maupun hukum tidak

tertulis, dengan demikian, berisi aturan-aturan yang bersifat umum yang

menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam hidup

bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama maupun dalam

hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi

masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.

20
Adanya aturan semacam itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan

kepastian hukum. Dengan demikian, kepastian hukum mengandung dua

pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat

individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan

dan dua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan

pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu

dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal

dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan

hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lainnya

untuk kasus serupa yang telah diputuskan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa

perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap

harkat dan martabat manusia serta pengakuan terhadahak asasi manusia di

bidang hukum. Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia

bersumber pada Pancasila dan konsep Negara Hukum, kedua sumber

tersebut mengutamakan pengakuan serta penghormatan terhadap harkat

dan martabat manusia. Sarana perlindungan hukum ada dua bentuk, yaitu

sarana perlindungan hukum preventif dan represif.

Kemudian dalam hal perlindungan Hukum Terhadap Notaris sebagai

pejabat umum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya perlu diberikan

perlindungan hukum:13

13
Satjipto Raharjo, Op. Cit, hal. 53.

21
1. Untuk tetap menjaga keluhuran harkat dan martabat jabatannya

termasuk ketika memberikan kesaksian dan berproses dalam

pemeriksaan dan persidangan;

2. Menjaga minuta atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta

akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;

3. Merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam

pembuatan akta.

2.1.4 Perlindungan Hukum Notaris

UUJN merupakan produk hukum yang dimaksudkan untuk

memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi Notaris dalam

menjalankan profesinya sebagai pejabat pembuat akta autentik. Oleh

karena itu di dalam UUJN memuat aturan hukum yang salah satunya

adalah bentuk perlindungan hukum bagi Notaris. Adapun ketetuan

perlindungan hukum dalam UUJN, sebagai berikut:

1. Hak Ingkar Notaris;

Pada beberapa Undang-Undang, telah memberikan hak

ingkar atau hak untuk dibebaskan menjadi saksi. Hak ingkar

merupakan konsekuensi dari adanya kewajiban merahasiakan

sesuatu yang diketahuinya. Dasar filosofi hak ingkar bagi jabatan-

jabatan kepercayaan terletak pada kepentingan masyarakat, agar

apabila seseorang yang berada dalam keadaan kesulitan, dapat

menghubungi seseorang kepercayaan untuk mendapatkan bantuan

yang dibutuhkannya di bidang yuridis, medis atau kerohanian

22
dengan keyakinan bahwa ia akan mendapat nasehat-nasehat,

tanpa merasa dirugikan.

Ketentuan yang mengatur tentang kewajiban ingkar dan hak

ingkar Notaris yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 16

ayat (1) huruf F dan Pasal 54 UUJN. Habib Adjie menyebutkan

Hak Ingkar sebagai kewajiban ingkar Notaris. bahwa salah satu

bagian dari sumpah/janji Notaris adalah bahwa Notaris akan

merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam

pelaksanaan jabatan Notaris sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) dan

Pasal 16 ayat (1) huruf F UUJN.14

Notaris berkewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu

mengenai akta yang dibuatnya dan segela keterangan yang

diperoleh guna perbuatan akta sesuai dengan sumpah/janji

jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Dalam hal ini

memberikan kesaksian, seorang Notaris tidak dapat

mengungkapkan akta yang dibuatnya baik sebagian maupun

keseluruhannya kepada pihak lain. Hal ini sesuai dengan Pasal 54

UUJN karena sebagai seorang kepercayaan, Notaris berkewajiban

untuk merahasiakan semua hal yang di beritahukan kepadanya

dalam jabatannya sebagai Notaris, sekalipun ada sebagian yang

tidak di cantumkan dalam akta, dan telah di anggap mewakili diri

Notaris dalam suatu persidangan sehingga akta yang dibuat oleh

14
Habib Adjie, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung: reflika aditama,
2011), hal. 35

23
atau dihadapan Notaris merupakan suatu alat bukti yang

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

2. Melekatkan Sidik Jari Pada Minuta Akta;

Melakukan sidik jari di minuta akta sebagaimana diatur

dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c yang menyebutkan bahwa “dalam

menjalankan jabatannya, Notaris wajib melekatkan surat dan

dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta.” Hal ini

menjadi tugas bagi Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan

pengawasan pada saat memeriksa kelengkapan dokumen

pendukung pembuatan minuta akta. Fungsi sidik jari di sini untuk

lebih memperkuat alat bukti. Dengan demikian, di aturnya tentang

sidik jari ini adalah untuk menguatkan masalah pembuktian. Di

harapkan dengan melekatkan sidik jari lebih memberikan

perlindungan hukum bagi Notaris.

3. Prosedur Pemanggilan Notaris Oleh Penyidik, Penuntut Umum

atau Hakim;

Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Ketentuan Pasal

66 ayat (1) UUJN-P disebutkan bahwa untuk kepentingan proses

peradilan, penyidik, penutut umum atau hakim dengan

persetujuan Majelis Kehormatan Notaris. Pasal tersebut secara

jelas menentukan tentang lembaga yang memberikan persetujuan

untuk dapat dipanggilnya dan/atau diambilnya Minuta Akta

dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau

Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris. Namun,

24
Berdasarkan ketentuan Pasal 66A tersebut, maka dalam proses

memberikan persetujuan MKN harus melakukan pemeriksaan

terlebih dahulu. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 70 huruf a UUJN-P, yaitu dengan

menyelenggarakan sidang terlebih dahulu untuk memeriksa

adanya dugaan pelanggaran sidang pelaksanaan jabatan Notaris

terhadap seorang Notaris. Setelah dilakukan pemeriksaan, hasil

akhir dari pemeriksaan MKN dituangkan dalam bentuk Surat

Keputusan, yang isinya memberikan persetujuan atau menolak

permintaan Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim.

4. Perlindungan Terhadap Notaris sebagai anggota Ikatan Notaris

Indonesia;

Ketentuan mengenai organisasi Notaris diatur dalam Pasal

82 ayat (2) UUJN-P yang menyebutkan Wadah Organisasi

Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan

Notaris Indonesia. Pemberian perlindungan hukum pada anggota,

diletakkan dalam rangka komitmen terhadap nilai kebersamaan

sesama rekan seprofesi dan komitmen terhadap keluhuran

martabat Notaris selaku Pejabat Umum. Sebagai inti tujuan

pendirian perkumpulan, INI memberikan jaminan perlindungan

bagi para Notaris berkaitan dengan profesi dan jabatannya sebagai

pejabat publik. Oleh karena itu untuk memberikan perlindungan

hukum bagi anggotanya, INI juga melakukan kerjasama dengan

lembaga kepolisian melalui nota kesepahaman antara INI dengan

25
POLRI Nomor: 01/MoU/PPINI/V/2006 yang intinya adalah untuk

mengatur pembinaan dan peningkatan profesionalisme di bidang

hukum merupakan suatu perlindungan hukum tersendiri bagi

notaris terkait dengan rahasia jabatan sebagai profesi yang

didasarkan kepercayaan. Nota kesepahaman tersebut di atas

adalah merupakan tata cara atau prosedur yang harus dilakukan

jika Notaris dipanggil atau diperiksa oleh kepolisian.

5. Pengawasan Notaris;

Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Mentri

dengan membentuk Majelis Pengawas sebagaimana diatur dalam

Pasal 67 UUJN-P. Pengawasan terhadap Notaris berdasarkan

Pasal 67 ayat (5) UUJN-P yang meliputi: pengawasan terhadap

perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris. Pengawasan

terhadap perilaku Notaris dalam Perubahan UUJN dapat dilihat

dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c dan Pasal 12 huruf c, yaitu perilaku

Notaris yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela dan

perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan

Notaris, misalnya berjudi, mabuk-mabukan, menyalahgunakan

narkoba dan sebagainya. Penegakan hukum harus dilakukan

dengan adanya sistem pengawasan atas praktik-praktik hukum

sehingga tidak terjadi penyelewengan oleh para praktisi hukum

dan Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan pengawasan

secara lebih intensif terhadap para Notaris yang ada dalam

naungannya secara lebih baik terhadap praktik profesi Notaris

26
sehingga para Notaris kecil kemungkinan terkena dampak

masalah hukum apabila telah menjalankan tugas dan

kewajibannya sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Notaris

2.2.1 Pengertian Notaris

Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang

Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau

berdasarkan undang-undang lainnya. Kata Notaris berasal dari kata

Notarius ialah nama yang pada zaman Romawi, diberikan kepada orang-

orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Nama Notarius ini lambat

laun memiliki arti mereka yang mengadakan pencatatan dengan tulisan

cepat, seperti stenograaf sekarang.15

Sebagai Jabatan dan Profesi yang terhormat Notaris mempunyai

kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan baik berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai Notaris, yaitu

UUJN maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang harus ditaati

oleh Notaris, misalnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas. Notaris diangkat oleh penguasa untuk kepentingan

publik. Wewenang dari Notaris diberikan oleh undang-undang untuk

15
R.Soegono Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1993). Hal 13.

27
kepentingan publik bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri. Oleh

karena itu kewajiban-kewajiban Notaris adalah kewajiban jabatan.

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk

membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan

penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang

berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik,

menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan

grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu

oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada

pejabat atau orang lain.16 Menurut G.H.S Lumban Tobing memberikan

pengertian notaris yaitu Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya

berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau

oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta

autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan

memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang

pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat

atau orang lain.17 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Notaris

mempunyai arti yang mendapat kuasa dari pemerintah berdasarkan

penunjukan (dalam hal ini adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi

16
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, (Refika Aditama;Bandung, 2008) , hal. 13.
17
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), (Erlangga,
Jakarta, 1999), Hal, 41.

28
Manusia) untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian,

surat wasiat, akta, dan sebagainya.18

2.2.2 Syarat-Syarat Menjadi Notaris

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, Notaris sebagai pejabat

umum adalah pejabat yang oleh undang-undang diberi wewenang untuk

membuat suatu akta autentik, namun dalam hal ini pejabat yang dimaksud

bukanlah pegawai negeri. Untuk menjalankan jabatannya Notaris harus

memnuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 3 Undang-undang

Nomor 30 Tahun 2004, yakni :

1. Warga Negara Indonesia;

2. Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. Berumur paling sedikit 27 tahun;

4. Sehat jasmani dan rohani;

5. Berijazah sarjana hukum dan jenjang strata dua kenotariatan;

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai

karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada

kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau rekomendasi Organisasi

Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan dan;

7. Tidak memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang.

18
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Cetakan ke-3, Jakarta, 1990, hal.618.

29
2.2.3 Kewajiban Notaris

Menurut UUJN, Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai

kewajiban yang harus dilaksanakan, kewajiban Notaris diatur dalam Pasal

16, yaitu:

1. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya

sebagai bagian dari Protokol Notaris;

3. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada

minuta Akta;

4. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta

berdasarkan Minuta Akta;

5. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

6. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan

segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai

dengan sumpah/ janji jabatan, kecuali undang-undang

menentukan lain;

7. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku

yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika

jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut

dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah

30
Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap

buku;

8. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga;

9. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut

urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

10. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h

atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat

Wasiat Departemen yangtugas dan tanggung jawabnya di bidang

kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama

setiap bulan berikutnya;

11. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat

pada setiap akhir bulan;

12. Mempunyai cap/ stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,

jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

13. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh

paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu

juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;

14. Menerima magang calon Notaris.

31
2.2.4 Tugas dan Wewenang Notaris

Tugas dan wewenang Notaris diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUJN,

yaitu membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam UUJN. Kewenangan lain sebagaimana dimaksud dalam

UUJN merujuk kepada Pasal 15 ayat (1), (2) dan ayat (3) UUJN.

Kewenangan Notaris dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, yaitu:

“Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua


perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundangundangan dan/ atau dikehendaki oleh yang
berkepentingan supaya dinyatakan dalam suatu akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.”

Berdasarkan kewenangan diatas, Notaris berwenang membuat akta

sepanjang dikehendaki oleh para pihak atau menurut aturan hukum yang

wajib dibuat dalam bentuk akta autentik. Pembuatan akta tersebut harus

berdasarkan aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan 21

akta Notaris. Selanjutnya menurut Pasal 15 ayat (2) UUJN, Notaris

berwenang pula:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal

surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar

dalam buku khusus;

32
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa

salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan

dalam surat yang bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; dan

7. Membuat akta risalah lelang.

Selanjutnya dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN disebutkan bahwa

selain kewenangan tersebut di atas, Notaris mempunyai kewenangan lain

yang diatur dalam perundang-undangan. Sebagaimana telah dijelaskan di

atas bahwa wewenang Notaris yang utama adalah membuat akta autentik

yang berfungsi sebagai alat bukti yang sempurna. Suatu akta Notaris

memperoleh stempel otentisitas, menurut ketentuan Pasal 1868 KUH

Perdata jika akta yang bersangkutan memenuhi persyaratan:

1. Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum;

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-

undang;

3. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus

mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.

33
Menurut G.H.S. Lumban Tobing, Wewenang Notaris meliputi 4 hal, yaitu:

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang

dibuat itu;

Tidak semua akta dapat dibuat oleh Notaris. Akta-akta yang dapat

dibuat oleh Notaris hanya akta-akta tertentu yang ditugaskan atau

dikecualikan kepada Notaris berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk

kepentingan siapa akta itu dibuat;

Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan setiap

orang. Misalnya dalam Pasal 52 UUJN ditentukan bahwa Notaris

tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/ suami,

orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan

Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam

garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan

derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat

ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam

suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. Pelanggaran

terhadap ketentuan tersebut menyebabkan akta Notaris tidak lagi

berkedudukan sebagai akta autentik, tetapi hanya sebagai akta di

bawah tangan.

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta

dibuat;

34
Bagi setiap Notaris ditentukan wilayah jabatan sesuai dengan

tempat kedudukannya. Untuk itu Notaris hanya berwenang

membuat akta yang berada di dalam wilayah jabatannya. Akta

yang dibuat di luar wilayah jabatannya hanya berkedudukan

seperti akta di bawah tangan.

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan

akta itu;

Notaris tidak boleh membuat akta selama masih cuti atau dipecat

dari jabatannya, demikian pula Notaris tidak berwenang membuat

akta sebelum memperoleh Surat Pengangkatan (SK) dan sebelum

melakukan sumpah jabatan.

2.2.5 Larangan Bagi Notaris

Selain memiliki kewajiban, Notaris mempunyai larangan-larangan.

Larangan menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai

perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan. Adanya larangan bagi

Notaris dimaksudkan untuk menjamin kepentingan masyarakat yang

memerlukan jasa Notaris. Larangan bagi Notaris dalam menjalankan

jabatannya diatur dalam ketentuan pasal 17 UUJN antara lain:

1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja

berturut-turut tanpa alasan yang sah;

3. Merangkap sebagai pegawai negeri;

35
4. Merangkap sebagai pejabat Negara;

5. Merangkap jabatan sebagai advokat;

6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha

milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

7. Merangkap jabatan sebagi Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau

Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan notaris;

8. Menjadi Notaris Pengganti dan melakukan pekerjaan lain yang

bertentangan dengan norma agama, lesusilaan, atau kepatutan

yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan

Notaris.

2.2.6 Akta Autentik

Akta yang dibuat oleh Notaris merupakan akta autentik, Pasal 1

angka 7 Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan pengertian akta

notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris

menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan di dalam undang- undang

ini. Berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa tentang

penggolongan akta autentik terbagi menjadi beberapa macam yaitu:

1. Akta autentik yang dibuat oleh pejabat umum disebut juga akta

relaas acten, yaitu akta yang berisikan berupa uraian notaris yang

dilihat, disaksikan, dan dibuat notaris sendiri atas permintaan para

pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak dilakukan dan

dituangkan ke dalam bentuk akta notaris. Kebenaran akta ini tidak

36
dapat di ganggu gugat kecuali dengan menuduh bahwa akta itu

palsu.

2. Akta autentik yang dibuat dihadapan pejabat umum disebut juga

akta partij acten atau akta para pihak, yaitu akta yang berisikan

keterangan yang dikehendaki oleh para pihak yang membuatnya

atau menyuruh membuat akta itu, yang kebenaran isi akta tersebut

oleh para pihak dapat diganggu gugat tanpa menuduh kepalsuan

akta tersebut.

Akta autentik merupakan salah satu bukti tulisan di dalam bentuk

yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat/

pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta di buatnya.

(pasal 1867 dan 1868 KUHPerdata). Sedangkan akta di bawah tangan

adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak sendiri

tanpa bantuan dari seorang pejabat. Kedua akta tersebut mempunyai

perbedaan-perbedaan, baik dari cara pembuatan, bentuk maupun kekuatan

pembuktiannya.

Sejak berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2

tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris dalam pembuatan akta sesuai dengan pasal

38 UUJN-P terdapat bagian-bagian yang wajib dituliskan oleh Notaris,

setiap akta terdiri atas:

1. Awal Akta atau kepala Akta;

2. Badan Akta; dan

37
3. Akhir atau penutup Akta.

Awal Akta atau kepala Akta memuat:

1. Judul Akta;

2. Nomor Akta;

3. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan

4. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

Badan Akta memuat:

1. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,

pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap

dan/atau orang yang mereka wakili;

2. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

3. Isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak

yang berkepentingan; dan

4. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan,

jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi

pengenal.

Akhir atau penutup Akta memuat:

1. Uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);

2. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan

atau penerjemahan Akta jika ada;

3. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan

38
4. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam

pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang

dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta

jumlah perubahannya.

Dalam pasal 38 ayat (2) huruf c UUJN-P menyatakan dalam awal

akta memuat jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun. Maksud dari pasal ini

adalah dimana menunjukkan suatu peristiwa hukum dimana Notaris mulai

bertemu, berjumpa, dan berhadapan dengan para pihak yang menjadi

penghadap dalam rangka pembuatan dan pembacaan akta notaris dalam

suatu waktu tertentu pada suatu wilayah di Indonesia. Namun terdapat

perbedaan makna dalam halnya pembuatan akta berita acara/ akta relaas,

dimana menunjukkan suatu masa kurun waktu jam dan menit terjadinya

perbuatan hukum yang diceritakan dan dimuat dalam akta notaris.

Kemudian dalam pasal 38 ayat (2) huruf d UUJN-P mengenai

nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris, sesuai dengan Pasal 17 ayat

(1) UUJN-P dimana Notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah

jabatannya. Dengan memuat nama lengkap dan tempat kedudukan notaris

ini untuk membuktikan bahwa Notaris telah menjalankan jabatan sesuai

dengan wilayah jabatannya.

Pasal-pasal tersebut sangat berkaitan dengan akta RUPS melalui

telekonferensi, sebagai dasar untuk Notaris untuk mengetahui apakah akta

RUPS melalui telekonferensi bisa dibuat atau tidak.

39
2.3 Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas

2.3.1 Pengertian Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas (PT) (bahasa Belanda: Naamloze Vennootschap)

adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal

terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak

saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang

dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan bisa dilakukan

tanpa perlu membubarkan perusahaan.19

Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal

perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah

dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta

kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang

menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung

jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang

perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut

tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan

mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian

keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-

kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas. Selain berasal dari

saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang

19
https://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas diakses pada tanggal 23 Mei 2019
Pukul 10.00 WIB.

40
diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap

tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.

Perseroan Terbatas atau dalam bahasa belanda yaitu Naamloze

Vennootschap adalah badan hukum dan sangat mirip dengan perusahaan

terbatas swasta. Sama seperti dengan perusahaan terbatas swasta,

perusahaan didirikan dengan beberapa orang. Seperti halnya perusahaan

terbatas swasta, modal perusahaan dibagi lagi menjadi saham.

Perbedaannya adalah bahwa saham perusahaan terbatas publik dapat

ditransfer. Saham yang dapat ditransfer dan diperdagangkan di bursa dapat

diterbitkan.20

Dalam Pasal 1 butir 1 UUPT, Perseroan Terbatas yang selanjutnya

disebut perseroan berdasarkan Pasal tersebut adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan pada perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi

dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-

undang ini serta peraturan pelaksanaannnya. Istilah “perseroan” menunjuk

pada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham dan istilah

“terbatas” menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu

sebatas jumlah nominal saham yang dimilikinya pada Perseroan Terbatas

itu. Pemegang saham dalam kaitannya dengan tanggung jawab perseroan

hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.21

20
https://www.startersinformatiecentrum.nl/rechtsvormen/naamloze-vennootschap/
diakses pada tanggal 23 Mei Pukul 14.00 WIB.
21
Ridwan Khairandy, “Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum”, Jurnal Hukum
Bisnis, Volume 26, Nomor 3, 2007, hal. 5.

41
Berikut pengertian perseroan terbatas menurut para ahli diantaranya,

Menurut Soedjono Dirjosisworo Perseroan Terbatas atau PT adalah badan

hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007

sebagaimana telah diubah dengan serta peraturan pelaksanaannya.22

Menurut Abdulkadir Muhammad istilah “perseroan” menunjuk

kepada cara menentukan modal, yaitu bagi dalam saham, dan istilah

“terbatas” menunjuk kepada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu

sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. Perseroan Terbatas adalah

perusahaan persekutuan badan hukum.23

Menurut H.M.N. Purwosutjipto,Perseroan terbatas adalah

persekutuan berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut

“persekutuan”, tetapi “perseroan”, sebab modal badan hukum itu terdiri

dari sero-sero atau saham yang dimilikinya.24

2.3.2 Syarat Pendirian Perseroan Terbatas

Untuk mendirikan Perseroan terbatas, harus dipenuhi syarat-syarat

yang ditentukan oleh UU No. 40 Tahun 2007. Syarat-syarat tersebut

adalah sebagai berikut:

22
Soedjono Dirjosisworo, HukumPerusahaan Mengenai Bentuk-bentuk Perusahaan
(badan usaha) di Indonesia, (Mandar Maju: Bandung, 1997), hal. 48.
23
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia. (PT. Citra Aditya Bakti:
Bandung, 2002), hal. 68.
24
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Djambatan:
Jakarta, 1979), hal. 85.

42
1. Perjanjian dua orang atau lebih;

Menurut Pasal 7 ayat (1) UUPT, Perseroan harus didirikan oleh

dua orang atau lebih.ketentuan minimal dua orang ini menegaskan

prinsip yang dianut oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas,

yaitu perseroan sebagai badan hukum dibentuk berdasarkan

perjanjian. Oleh karena itu, Perseroan Terbatas mempunyai lebih

dari satu pemegang saham.

2. Dibuat dengan Akta Autentik dimuka Notaris;

Perjanjian untuk membuat suatu atau mendirikan suatu perseroan

harus dengan akta autentik notaris dan harus berbahasa Indonesia

(Pasal 7 ayat (1). Perjanjian merupakan suatu akta pendirian yang

sekaligus memuat anggaran dasar yang telah disepakati.

3. Modal Dasar;

Modal dasar perseroan paling sedikit adalah 50 ( lima puluh ) juta

rupiah, tetapi untuk bidang usaha tertentu diatur tersendiri dalam

suatu Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 32 ayat (1) yang

bisa atau boleh melebihi ketentuan ini.

4. Pengambilan Saham saat Perseroan Didirikan;

Setiap pendiri perseroan wajib mengabil bagian saham pada saat

perseroan didirikan (Pasal 7 ayat (2). Ketentuan pasal ini

merupakan wujud pernyataan kehendak pendiri ketika membuat

perjanjian pendirian perseroan.

43
2.3.3 Prosedur Pendirian Perseroan Terbatas

Ada lima Prosedur yang harus dilalui oleh suatu perseroan. Kelima

prosedur tersebut adalah:

1. Pembuatan perjanjian tertulis;

Perjanjian tertulis dilakukan oleh dua orang atau lebih dan di

dalam perjanjian tersebut berisi tentang kewajiban, hak dan saham

atau modal yang disepakati oleh pendiri Perseroan Terbatas.

2. Pembuatan akta pendirian;

Akta yang dibuat harus di notariskan dan dibuat dalam bahasa

Indonesia, sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UUPT.

3. Pengesahan oleh Menteri Kehakiman;

Pendirian Perseroan Terbatas harus mendapatkan pengesahan dari

Menteri Kehakiman.

4. Pendaftaran Perseroan;

Pendirian Perseroan Terbatas harus didaftarkan terlebih dahulu di

Menteri Kehakiman agar memperoleh keputusan keputusan

Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan

sebagaimana dimaksud dalam pasal & ayat (4) UUPT.

5. Pengumuman dalam tambahan Berita Negara.

Pengumuman pengesahan Perseroan Terbatas ditambahkan dalam

tambahan Berita Negara.

44
2.3.4 Ciri-Ciri Perseroan Terbatas

Dari pengertian Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 UUPT, dapat

disimpulkan bahwa ciri - ciri Perseroan Terbatas adalah sebagai berikut :

1. Merupakan Badan Hukum;

Dalam hukum Indonesia dikenal bentuk-bentuk usaha yang

dinyatakan sebagai badan hukum dan bentuk-bentuk usaha yang

bukan badan hukum. Bentuk usaha yang merupakan badan

hukum adalah: Perseroan Terbatas, Yayasan dan Koperasi.

Sedangkan bentuk usaha yang Bukan Badan Hukum adalah

sebagai berikut : Usaha Perseorangan, Firma, Commanditaire

Vennotschap (CV), Persekutuan Perdata (Maatschap). Perbedaan

yang mendasar antara badan usaha badan hukum dan badan usaha

bukan Badan Hukum adalah dalam badan usaha badan hukum

terdapat pemisahan harta kekayaan dan pemisahan tanggung

jawab secara hukum antara pemilik badan usaha badan hukum

dengan badan hukum tersebut sendiri. Sedangkan dalam badan

usaha bukan badan hukum secara prinsip tidak ada pemisahan

harta kekayaan dan pemisahan tanggung jawab secara hukum

antara pemilik dan badan usaha itu sendiri.

2. Didirikan Berdasarkan Perjanjian;

Perseroan Terbatas harus didirikan berdasarkan perjanjian, maka

Perseroan Terbatas minimal harus didirikan oleh paling sedikit 2

(dua) pihak.

3. Melaksanakan Kegiatan Usaha;

45
Fungsi didirikannya suatu Perseroan Terbatas adalah untuk

melakukan kegiatan usaha. Dalam mendirikan Perseroan Terbatas

harus dibuat Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yang

didalamnya tertulis maksud, tujuan dan kegiatan usaha yang akan

dilakukan oleh Perseroan Terbatas.

4. Memiliki Modal Dasar yang Seluruhnya Terbagi dalam Saham;

Salah satu karakteristik dari Perseroan Terbatas adalah modal

yang terdapat didalamnya terbagi atas saham. Suatu Pihak yang

akan mendirikan Perseroan Terbatas harus menyisihkan sebagian

kekayaannya menjadi kekayaan/aset dari Perseroan Terbatas.

Kekayaan yang disisihkan oleh pemilik tersebut menjadi modal

dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam bentuk saham

yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas tersebut.

5. Harus Memenuhi Persyaratan yang Ditetapkan dalam Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 serta Peraturan Pelaksanaanya;

Undang-Undang Perseroan Terbatas sampai saat ini adalah dasar

hukum yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas di Indonesia.

Namun sehubungan dengan Perseroan Terbatas harus

diperhatikan pula peraturan pelaksana yang terkait dengan

Undang-Undang Perseroan Terbatas.

2.3.5 Klasifikasi Perseroan Terbatas

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(UUPT) menerjemahkan arti Perseroan Terbuka (Pasal 1 butir 7) dan

Perseroan Publik (Pasal 1 butir 8) dengan jelas, tetapi tidak demikian

46
halnya dengan Perseroan Terutup. Berdasarkan Pasal 1 butir 1 UUPT

dapat ditarik arti apakah yang dimaksud dari Perseroan Terutup tersebut.

Perseroan Terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang

melakukan penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan di Pasar Modal. Perseroan Publik adalah perseroan yang

memenuhi kriteria jumlah pemegang saham (tiga ratus) dan modal yang

telah disetor (tiga miliar rupiah) sesuai dengan perundang-undangan di

Pasar Modal (Pasal 1 butir 22 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang

Pasar Modal). Semetara, Perseroan Tertutup adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan kepada adanya

perjanjian (minimal pemegang saham adalah dua), melakukan kegiatan

usaha dengan modal dasar (minimal lima puluh juta rupiah) yang mana

seluruh sahamnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan

yang ditetapkan di dalam UUPT, serta peraturan pelaksanaannya.

Berpegang kepada kontruksi arti berbeda inilah, maka secara natural dapat

ditarik benang merah bahwa Perseroan Tertutup dan Perseroan Terbuka

memang berbeda.

Berdasarkan ketentuan dalam UUPT, dikenal klasifikasi sebagai berikut :

1. Perseroan Tertutup

Perseroan pada dasarnya adalah badan hukum yang memenuhi syarat

ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT yang merupakan persekutuan modal

yang terbagi dalam saham, didirikan berdasar perjanjian diantara pendiri

atau pemegang saham, serta melakukan kegiatan usaha, dan kelahirannya

47
juga melalui proses hukum yang dikukuhkan berdasarkan keputusan

pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.25

Ciri-ciri perseroan tertutup adalah :

a. Modalnya berasal dari kalangan tertentu misalnya

pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga saja

atau kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum.

b. Saham perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar,

hanya sedikit jumlahnya dan dalam Anggaran Dasar sudah

ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi

pemegang saham.

c. Sahamnya juga hanya atas nama (aandel op nam, registered

share) atas orang-orang tertentu secara terbatas.

Berdasarkan karakter tersebut, perseroan ini diklasifikasikan dalam

perseroan yang bersifat “tertutup” (besleton vennootschap, close

corporation) atau bisa disebut sebagai Perseroan Terbatas Keluarga

(familie vennootschap, corporate family). Pendirian perseroan ini

dimaksudkan agar saham-saham tersebut tidak mudah dipindah-tangankan

atau dijual kepada orang lain. Selain itu, pendirian perseroan ini juga

bertujuan untuk memelihara harta benda yang digunakan untuk usaha-

usaha tersebut.

Perseroan terbatas yang tertutup, dalam kenyataan praktik dapat

juga diklasifikasi lagi yang terdiri atas :26

25
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, (Bandung :
Nuansa Aulia, 2011), hal. 38.

48
1) Murni Tertutup

Ciri perseroan terbatas yang murni tertutup dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a) Yang boleh menjadi pemegang saham benar-benar

terbatas dan tertutup secara mutlak, hanya terbatas pada

lingkungan teman tertentu atau anggota keluarga

tertentu saja;

b) Sahamnya diterbitkan atas nama orang-orang tertentu;

c) Dalam Anggaran Dasar ditentukan dengan tegas,

pengalihan saham, hanya boleh dan terbatas diantara

sesama pemegang saham saja. Itu sebabnya perseroan

terbatas yang tertutup seperti ini disebut murni tertutup

atau absolut tertutup sebab tidak diberi ruang gerak

kepada orang luar untuk menjadi pemegang saham.

2) Sebagian Tertutup, Sebagian Terbuka

Tipe lain perseroan terbatas bersifat tertutup yang dijumpai

dalam praktik adalah yang tidak murni atau tidak absolut

tertutup. Coraknya sebagian tertutup, dan sebagian lagi

terbuka dengan acuan bahwa seluruh saham perseroan

dibagi menjadi dua kelompok Kelompok pertama yaitu

kelompok saham tertentu dimana saham tersebut hanya

boleh dimiliki orang atau kelompok tertentu saja. Saham

demikian, misalnya dikelompokkan atau digolongkan

26
Ibid., Hal. 39.

49
“saham istimewa”, hanya dapat dimiliki orang tertentu dan

terbatas. Kelompok lainnya yaitu saham tersebut dapat

dimiliki secara terbuka oleh siapa pun.

2. Perseroan Publik

Penjelasan mengenai perseroan publik dapat ditemukan dalam

ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-

Undang Penanaman Modal. Dalam Pasal 1 butir 8 Undang-Undang

Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa :

“Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria


jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal”.

Sedangkan dalam Pasal 1 butir 22 Undang-Undang

Penanaman Modal menyebutkan bahwa :

“Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah


dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang
saham dan memiliki modal disetor sekurang – kurangnya
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah
pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah”.

Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa

perseroan publik harus memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Saham Perseroan yang bersangkutan, telah memiliki

sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) pemegang saham;

50
b. Memiliki modal disetor (gestort kapital, paid up capital)

sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah);

c. Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal

disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Faktor

tersebut diatas merupakan landasan hukum yang

menentukan kriteria suatu Perseroan menjadi perseroan

publik.

3. Perseroan Terbuka

Klasifikasi atau tipe yang ketiga adalah Perseroan Terbuka,

sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal 1 angka 7 Undang-

Undang Perseroan Terbatas, yang berbunyi :

“Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan


yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal”.

Jadi yang dimaksud dengan perseroan terbuka menurut

pasal 1 angka 7 Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah :

a. Perseroan Publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1

angka 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

Badan Penanaman Modal yakni memiliki pemegang saham

sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) orang, dan modal

disetor sekurangkurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar

rupiah);

51
b. Perseroan yang melakukan penawaran umum (public

offtering) saham di Bursa Efek. Maksudnya Perseroan

tersebut menawarkan atau menjual saham atau efeknya

kepada masyarakat luas.

4. Perseroan Grup

Pada masa sekarang, banyak perseroan yang memanfaatkan

prinsip limited liability atau pertanggung jawaban terbatas.

Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang

dimaksud dengan Perusahaan Anak adalah perusahaan yang

mempunyai hubungan khusus dengan Perseeroan lainnya, yang

dapat terjadi karena :

Dalam rangka memanfaatkan limited liability, sebuah

Perseroan dapat mendirikan “Perseroan Anak” atau Subsidiary

untuk menjalankan bisnis “Perseroan Induk” (Parent Company).

Dengan demikian, sesuai dengan prinsip keterpisahan (separation)

dan perbedaan (distinction) yang dikenal dengan istilah separate

entity, maka aset Perseroan Induk dengan Perseroan Anak

“terisolasi” terhadap kerugian potensial (potential loses) yang akan

dialami oleh satu diantaranya. Berdasarkan Pasal Penjelasan 29

Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan

Perusahaan Anak adalah perusahaan yang mempunyai hubungan

khusus dengan Perseeroan lainnya, yang dapat terjadi karena :

52
1. Lebih dari 50% sahamnya dimiliki Induk Perusahaan

(Holding Company);

2. Lebih dari 50 % suara dalam RUPS, dikuasai oleh induk

perusahaannya;

3. Kontrol atas jalannya Perseroan, pengangkatan dan

pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi

oleh induk perusahaan .

2.3.6 Organ Perseroan Terbatas

Organ Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Perseroan

Terbatas, terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Direksi dan

Dewan Komisaris. Ketiga organ tersebut melakukan metabolisme tubuh di

dalam badan hukum Perseroan Terbatas, menjalankan roda kegiatan

Perseroan Terbatas ke arah visi-misinya. Kegiatan organ-organ itu

meliputi fungsi pembuatan kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan.

1. Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat Umum Pemegang Saham (untuk selanjutnya disebut

RUPS) adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki

kewenangan ekslusif yang tidak diberikan kepada Direksi dan

Dewan Komisaris. Kewenangan RUPS, bentuk dan luasannya,

ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan

Anggaran Dasar Perseroan. Dalam bentuk kongkretnya RUPS

merupakan sebuah forum, dimana para pemegang saham memiliki

kewenangan utama untuk memperoleh keterangan keterangan

53
mengenai Perseroan, baik dari Direksi maupun Dewan Komisaris.

Keterangan-keterangan tersebut merupakan landasan bagi RUPS

untuk mengambil kebijakan dalam menyusun langkah strategis

Perseroan, pijakan-pijakan umum dalam mengambil keputusan

sebagai sebuah badan hukum. RUPS Tahunan wajib

diselenggarakan Direksi minimal 6 bulan setelah tahun buku

Perseroan berakhir. Dalam RUPS Tahunan, Direksi mengajukan

semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan. RUPS Lainnya

dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk

kepentingan Perseroan.

Ditinjau dari segi waktu penyelenggaraan RUPS, Pasal 78

ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas membagai RUPS menjadi:

a. RUPS Tahunan, dan

b. RUPS lainnya.

RUPS Tahunan

Menurut Pasal 78 ayat (2) UUPT, RUPS tahunan wajib

diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah

tahun buku berakhir. Dalam RUPS Tahunan, harus diajukan semua

dokumen dari laporan tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 ayat (2) UUPT, yaitu:

a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca

akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan

dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun

54
buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan

perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;

b. laporan mengenai kegiatan Perseroan;

c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;

d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang

mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;

e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan

oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;

nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris

f. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau

honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris

Perseroan untuk tahun yang baru lampau.

Pasal 78 ayat (1) maupun ayat (4) UUPT menyebut RUPS

Lainnya. Akan tetapi Penjelasan Pasal 78 ayat (1) UUPT

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “RUPS lainnya” dalam

praktik sering dikenal sebagai RUPS Luar Biasa. RUPS Luar Biasa

itu dapat diadakan setiap waktu dan digantungkan berdasarkan

kebutuhan untuk kepentingan perseroan. Jadi dapat dilihat bahwa

selain RUPS Tahunan, UUPT membolehkan diadakan RUPS Luar

Biasa, baik hal itu atas inisiatif Direksi maupun atas permintaan

pemegang saham atau Dewan Komisaris.

Menurut praktisi hukum Irma Devita Purnamasari dalam

artikelnya yaitu Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan, agenda

RUPS Luar Biasa juga bermacam-macam, tergantung pada urgensi

55
kepentingan Perseroan pada saat itu. Misalnya saja, Perseroan akan

menerima kredit dari bank, dan membutuhkan persetujuan dari

para pemegang saham untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 12

UUPT anggaran dasarnya (sesuai dengan anggaran dasar PT yang

terbaru), atau guna memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal

102 ayat (1) dan (2) UUPT untuk menjaminkan asset-asset

Perseroan yang nilainya merupakan sebagian besar dari asset

Perseroan dalam 1 (satu) tahun buku. RUPS Luar Biasa ini juga

bisa dilaksanakan dalam hal Perseroan akan mengubah susunan

Direksi dan Komisarisnya, mengubah nama, tempat kedudukan,

jangka waktu berdirinya Perseroan, dan lain-lain.27

RUPS Luar Biasa itu dapat dilakukan setiap waktu

tergantung kebutuhan perseroan. UUPT tidak memberikan

pembatasan agenda RUPS luar biasa secara eksplisit, tetapi

biasanya RUPS Luar Biasa dilaksanakan dalam hal Perseroan

membutuhkan persetujuan dari para pemegang saham untuk suatu

hal tertentu atau akan mengubah susunan Direksi dan Komisaris,

mengubah nama, tempat kedudukan, jangka waktu berdirinya

Perseroan, dan lain-lain.

Di dalam RUPS keputusan para pemegang saham di luar

RUPS, yang dikenal dengan nama Keputusan Sirkuler Pemegang

Saham (Circular Resolution). Circular Resolution atau Keputusan

27
https://irmadevita.com/2007/rapat-umum-pemegang-saham-perseroan/ diakses pada
tanggal 2 Agustus 2019 pada pukul 13.00 WIB

56
Sirkuler adalah pengambilan keputusan di luar RUPS, dalam

praktik dikenal dengan istilah “usul keputusan yang diedarkan”.

Dasar hukum dari pengambilan Keputusan Sirkuler oleh

para Pemegang Saham diatur dalam Pasal 91 UUPT dan

penjelasannya sebagai berikut:

Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang

mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham

dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan

menandatangani usul yang bersangkutan.

Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa

diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara

mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada

semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis

oleh seluruh pemegang saham. Yang dimaksud dengan “keputusan

yang mengikat” adalah keputusan yang mempunyai kekuatan

hukum yang sama dengan keputusan RUPS.

Berdasarkan Pasal 91 UUPT dan penjelasannya itu, maka

dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan para pemegang

saham dengan cara mengedarkan usulan kepada para pemegang

saham (di luar RUPS) untuk disetujui atau dikenal dengan

nama circular resolution adalah memiliki kekuatan hukum yang

sama dengan Keputusan RUPS, tentunya dengan syarat utama

yaitu seluruh pemegang saham harus menyetujui dan

57
menandatangani circular resolution secara bulat tanpa terkecuali.

Dengan kata lain, hal-hal yang dapat diputuskan oleh RUPS juga

dapat diputuskan oleh para pemegang saham melalui circular

resolution dengan tetap berpedoman pada persyaratan-persyaratan

sebagaimana dimaksud di atas.

Mekanisme pengambilan keputusan di luar RUPS secara fisik dapat

dilakukan dengan:

a. Mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan

kepada semua pemegang saham, dan;

b. Usul tersebut, disetujui secara tertulis oleh seluruh

pemegang saham.

Persetujuan dari seluruh pemegang saham, merupakan

syarat mutlak keabsahan keputusan di luar RUPS. Tidak boleh satu

pemegang saham pun yang tidak setuju. Jika terjadi hal yang

seperti itu, mengakibatkan circular resolution tersebut tidak sah.

2. Dewan Direksi

Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan

perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Direksi

berwenang menjalankan pengurusan dengan kebijakan yang

dianggap tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-

Undang Perseroan Terbatas dan/atas Anggaran Dasar. Dalam

menjalankan pengurusan Perseroan, Direksi dapat memberikan

kuasa tertulis kepada karyawan Perseroan, atau kepada orang lain,

58
untuk melakukan perbuatan hukum tertentu atas nama Perseroan.

Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang

perorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali dalam

lima tahun sebelum pengangkatan pernah :28

a. Dinyatakan pailit;

b. Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris

yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan

dinyatakan pailit; atau

c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan

negara dan/atau berkaitan dengan sektor keuangan.

Anggota direksi diangkat melalui Rapat Umum Pemegang

Saham. Untuk pertama kali pengangkatan anggota direksi

dilakukan oleh pendiri perseoran melalui akta pendirian. Sebagai

pengurus Perseroan, Direksi dapat mewakili Perseroan baik di

dalam maupun di luar pengadilan. Kewenangan itu dimiliki Direksi

secara tak terbatas dan tak bersyarat, selama tidak bertentangan

dengan Undang-undang dan Anggaran Dasarnya serta Keputusan

RUPS.

Jika anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang

berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi,

kecuali Anggaran Dasarnya menentukan lain misalnya Anggaran

Dasar menentukan bahwa hanya Direktur Utama yang berwenang.

28
Wicaksono, Frans Satrio, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisari
Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta : Visimedia, 2009), hal.78-79.

59
Dalam hal pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota

direksi, direksi wajib memberitahukan perubahan anggota direksi

kepada menteri untuk dicatatkan dalam daftar perseroan dalam

jangka waktu paling lambat 30 hari setelah keputusan Rapat

Umum Pemegang Saham tersebut ditandatangani. Pengangkatan

anggota direksi yang tidak memenuhi persyaratan menjadi batal

demi hukum sejak anggota direksi lainnya atau dewan komisaris

mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.29

Dalam jangka paling lambat tujuh hari terhitung sejak

diketahui, anggota direksi lainnya atau dewan komisaris harus

mengumumkan batalnya pengangkatan anggota direksi yang

bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukan kepada

menteri untuk dicatatkan dalam daftar perseroan. Segala perbuatan

hukum yang sebelumnya telah dilakukan oleh seorang direksi yang

batal pengangkatannya tetap mengikat dan menjadi tanggung

jawab perseroan. Dan perbuatan hukum yang dilakukan setelah

batalnya.

Pengangkatan menjadi tanggung jawab pribadi direksi

bersangkutan. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan

perseroan dan wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan

itikad baik dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota direksi

bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan

jika yang bersangkutan bersalah atau lali menjalankan tugasnya

29
Ibid., Hal. 80.

60
sesuai dengan ketentuan. Anggota direksi tidak dapat dimintakan

pertanggung jawaban atas kerugian jika dapat membuktikan:30

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau

kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-

hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan

tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan, baik secara

langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan

yang mengakibatkan kerugian; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah tumbul atau

berlanjutnya kerugian tersebut.

3. Dewan Komisaris

Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan dan

memberikan nasihat kepada Direksi. Tugas pengawasan dan

pemberian nasihat itu dilaksanakan oleh Dewan Komisaris

berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan. Pengawasan oleh Dewan

Komisaris meliputi baik pengawasan atas kebijakan Direksi dalam

melakukan pengurusan Perseroan, serta jalannya pengurusan

tersebut secara umum, baik mengenai Perseroan maupun usaha

Perseroan. Pengawasan dan nasihat yang dilakukan Dewan

Komisaris harus bertujuan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai

dengan maksud dan tujuan Perseroan. Jumlah anggota Dewan

30
Ibid., Hal. 81.

61
Komisaris seperti juga Direksi, bisa terdiri dari satu orang anggota

atau bisa juga lebih. Dewan Komisaris yang terdiri lebih dari satu

orang anggota bersifat “majelis”, dan setiap anggota Dewan

Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan

berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Perseroan yang kegiatan

usahanya menghimpun dan mengelola dana masyarakat,

menerbitkan surat pengakuan utang serta Perseroan Terbuka (Tbk.)

wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Dewan

Komisaris.

2.3.7 Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi

Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Rapat Umum

Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ

Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada

Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam

Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

Perubahan UUPT saat ini didasari untuk meningkatkan

pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan

yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan

perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era

globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-

undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.

62
Hal ini dapat dilihat dari Pasal 77 UUPT mengatur bahwa

penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dilakukan

menggunakan media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media

elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS melihat,

mendengar, dan berpartisipasi dalam rapat dimana pasal 77 UUPT adalah

memperkenalkan RUPS baru dengan melalui telekonferensi.31 Secara

jelasnya dalam pasal 77 UUPT, sebagai berikut:

1. Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media

telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik

lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat

dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.

2. Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan

adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini

dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.

3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung

berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud

pada ayat (1).

4. Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan

ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

31
Suherman, Wardani Rizkianti, dan Muhammad Helmi, “The Strength of Prevention
from the Minutes of the Shareholders General Meeting Performed through Teleconcerence
Media”, International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding Vol 6 Bulan
Februari Tahun 2019, (https://ijmmu.com/index.php/ijmmu), hal. 5

63
Dari pasal 77 UUPT yang di atas, kita dapat melihat bahwa dalam

kegiatan RUPS tidak mesti dilakukan dengan cara bertatap muka secara

fisik melainkan dapat dilakukan dengan media telekonferensi, video

konferensi, atau sarana media elektronik lainnya dan mensyaratkan agar

semua peserta dapat saling melihat dan mendengar secara langsung dalam

rapat.

Penyelenggaraan RUPS telekonferensi sebagaimana dalam pasal

77 ayat (1) UUPT harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan

ditandatangani oleh semua peserta RUPS (Pasal 77 ayat (4) UUPT).

Pelaksanaan RUPS berdasarkan pasal 76 ayat (1) UUPT, RUPS diadakan

di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan

kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran

dasar. Tempat pelaksanaan RUPS yang dimaksud dalam pasal 76 ayat (1) ,

berdasarkan pasal 76 ayat (3) UUPT, tempat RUPS harus terletak di

wilayah negara Republik Indonesia.

Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham

dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan

agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun namun harus tetap

berada di wilayah negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 79 ayat (2)

UUPT menyebutkan bahwa penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas

permintaan:

1. Satu orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama

mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh

64
saham dengan hak suara kecuali dalam anggaran dasar

menentukan jumlah yang lebih kecil;

2. Dewan komisaris.

Permintaan penyelenggaraan RUPS oleh pemegang saham atau

dewan komisaris tersebut diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat

disertai alasannya. Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam

waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal

permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Apabila direksi tidak

melakukan pemanggilan RUPS, berdasarkan pasal 79 ayat (6) UUPT:

1. Permintaan penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada

pasal 79 ayat (2) huruf a UUPT diajukan kembali kepada Dewan

Komisaris;

2. Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS,

sebagaimana dimaksud pada pasal 79 ayat (2) huruf b.

Apabila Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan panggilan

RUPS dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 79 ayat (5)

dan ayat (7), pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS

dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang

daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk

menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri

pemanggilan RUPS tersebut.

Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat

belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak

65
memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS. Pemanggilan

RUPS dialkukan dengan Surat Tercatat dan/atau Iklan dalam Surat Kabar.

Sesuai dengan pasal 82 ayat (3) UUPT, wajib dicantumkan tanggal,

waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan

yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak

tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS

diadakan.

Syarat kuorum dalam RUPS agar dapat dilangsungkan telah diatur

dalam Pasal 86 UUPT, yang menyatakan bahwa:

1. RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu

perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir

atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar

menentukan jumlah kuorum yang lebih besar;

2. Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua;

3. Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS

pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum;

4. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak

mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu

pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir

atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum

yang lebih besar;

5. Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat

(4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua

66
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat

kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan

kuorum untuk RUPS ketiga;

6. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS

kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS

ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan

oleh ketua pengadilan negeri;

7. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan

mempunyai kekuatan hukum tetap;

8. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka

waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau

ketiga dilangsungkan;

9. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu

paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh

satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Setelah kuorum terpenuhi dan telah dilangsungkan RUPS, apabila

ada penambahan mata acara rapat tidak berhak untuk mengambil

keputusan apabila semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam

RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat dan keputusan atas

mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.

Kemudian setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib

dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit satu orang

pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. Tanda tangan

67
sebagaimana yang dimaksud tersebut tidak disyaratkan apabila risalah

RUPS dibuat dengan akta notaris atau akta berita acara (relaas acten).

Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat

di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara

menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang

bersangkutan. Pengambilan keputusan di luar RUPS dalam praktik dikenal

dengan usul keputusan yang diedarkan (circulation resolution).

Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara diedarkan kepada

pemegang saham, maka dalam pengambilan keputusan ini dilakukan tanpa

RUPS secara fisik. Keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara

tertulis usul yang akan diputuskan oleh pemegang saham dan usul tersebut

disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham. Namun tidak ada

penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan seluruh pemegang

saham tersebut.

2.4 Tinjauan Umum Tentang Telekonferensi

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

(“UU ITE”) telah memmberikan peluang untuk terciptanya konsep cyber notary,

di dalamnya telah mengatur beberapa hal penting yang berkaitan dengan konsep

cyber notary, yaitu sebagai berikut:

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,

termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,

rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik

(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,

68
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang

memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya.

2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik

lainnya.

3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,

menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis,

dan/atau menyebarkan informasi.

4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,

digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat,

ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem

Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,

peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,

simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat

dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur

elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,

menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,

mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan baru tersebut muncul peluang untuk

adanya pelaksanaan konsep cyber notary, namun belum mengatur secara spesifik

mengenai perbuatan hukum yang dilakukan notaris dalam membuat akta

69
elektronik. Telekonferensi merupakan suatu perbuatan hukum yang sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan-ketentuan di atas, yang mana pengertian

Telekonferensi adalah suatu sistem yang berbasis elektronik secara langsung

diantara dua orang atau lebih atau mesin yang dihubungkan dengan suatu sistem

telekomunikasi yang biasanya berupa saluran telepon. Pemakai telekonferensi ini

memiliki kelebihan efektivitas biaya dan waktu. Telekonferensi dapat berbentuk

konferensi audio atau konferensi video. Konferensi audio merupakan salah satu

jenis telekonferensi dimana seseorang dapat melakukan percapakan interaktif

didalamnya, dengan audio kenferensi ini, seseorang dapat berbicara dengan lebih

satu orang melalui speaker.

Dalam konferensi video, para partisipan dapat saling melihat gambar

(video) dan saling mendengar melalui peralatan kamera, monitor, atau pengeras

suara masing-masing.

Perkembangan teknologi komunikasi membawa perubahan pada proses

penyampaian informasi. Bentuk informasi yang disampaikan tidak hanya audio,

tetapi juga visual. Konferensi video menggunakan telekomunikasi audio

dan video untuk membawa orang-orang di berbagai tempat mengadakan rapat

bersama. Konsep konferensi video sama seperti percakapan antara dua orang

(point-to-point) atau melibatkan beberapa tempat (multi-point) dengan lebih dari

satu orang di ruangan besar pada tempat berbeda. Selain pengiriman audio dan

visual kegiatan pertemuan, konferensi video dapat digunakan untuk berbagi

dokumen, informasi yang diperlihatkan komputer, dan papan tulis.

70
RUPS melalui media telekonferensi sangat erat kaitannya dengan informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik maupun hasil cetaknya. UU ITE

mengatur mengenai dokumen elektronik dan penandatanganan secara elektronik

yang dianggap sah sehingga memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti, namun

bukti elektronik tersebut tidak dapat digunakan dalam hal khusus yang menurut

peraturan perundang-undangan mengharuskan adanya legalisasi dari Pejabat

Umum yang berwenang atau Notaris. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat

(4) UU ITE yang menyatakan bahwa:

1. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan alat bukti hukum

yang sah, tidak berlaku untuk:

a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk

tertulis; dan

b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus

dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh

pejabat pembuat akta.

71

Anda mungkin juga menyukai