Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Kelompok 6:
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat taufik hidayah dan
inayahnya kepada kita, serta kelancaran dalam penyusunan makalah kami yang berjudul
“tasawuf dalam pergulatan zaman: dari tasawuf falsafi ke tasawuf ‘amali ” dengan baik.
Tidak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada bagida Nabi Muhammad SAW, yang
telah mewariskan ilmu serta penuntun hidup yang mencerminkan umat mansia.
Dalam Penyusunan makalah ini, penulis sedikit mengalami hambatan. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Sehubugan dengan penyusunan makalah ini maka
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maftuhin, M.Ag. Selaku rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
yang telah memberikan sarana-prasarana untuk penulis menyelesaikan tugas penyusunan
makalah ini.
2. Bapak Dr. H. Abdul Aziz , M.Pd.I. selaku Wakil Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan pelayanan akademik kepada seluruh mahasiswa.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
4. Ibu Indah Komsiyah, M.Pd. selaku kajur Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
5. Bapak Moh. Ali Shomad Very Eko Atmojo, M.Pd.I. selaku dosen pengampu mata kuliah
ilmu tasawuf dan tarekat yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
6. Civitas UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan izin dan fasilitas
kepada penulis untuk mencari dan mendapatkan tambahan pengetahuan dalam
menyelesaikan makalah ini.
7. Teman-teman PAI 4D angkatan 2020 yang selalu mendukung penulis dalam pengerjaan
makalah ini.
ii
Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini banyak terdapat kesalahan untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan demi kesempatan penulis dalam menyelesaikan tugas-tugas
dimasa mendatang. Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat kepada siapa saja yang
membaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iv
BAB II.............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Pengertian Tasawuf Falsafi...................................................................................................3
B. Pengertian Tasawuf Amali...................................................................................................4
C. Perkembangan Dari Tasawuf Falsafi Ke Tasawuf Amali....................................................5
BAB III..........................................................................................................................................10
PENUTUP.....................................................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................................10
B. Saran...................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12
iv
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membicarakan Islam tentu saja menjadi kurang sempurna jika tidak
membicarakan dunia tasawuf. Hal ini tentu saja disebabkan oleh sejarah perkembangan
Islam yang tidak bisa dilepaskan dari peran tasawuf di dalamnya. Di dalam teks Islam
yang sangat masyhur, bahwa selain terdapat pertanyaan tentang ma huwa al Iman, lalu
ma huwa al Islam, juga terdapat pertanyaan ma huwa al ihsan 1. Konsepsi al ihsan inilah
yang kemudian dipahami sebagai pembicaraan tentang dunia tasawuf yang memang
terkait dengan aspek esoteric agama ini.
Tasawuf falsafi yang di masa lalu pernah memiliki akar kuat di kalangan
penganut tasawuf akhirnya harus stagnan di tengah pemahaman agama yang lebih
puristik. Melalui penyaringan yang dilakukan oleh kaum suni tradisional-puristik, maka
tasawuf falsafi mengalami kesulitan berkiprah, sehingga semakin menguatkan gerakan
tasawuf-akhlaki maupun tasawuf ‘amali.
1
Di dalam hadits Nabi Muhammad saw, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dinyatakan “ma huwa al ihsan, an
ta’budallah kaannaka tarahu fa in lam tarahu fainnaka yaraka” yang artinya “apakah ihsan itu, ialah engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau mengetahuinya dan jika engkau tidak mengetahuinya maka Allah
mengetahuimu.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tasawuf falsafi?
2. Apa pengertian tasawuf amali?
3. Bagaimana perkembangan dari tasawuf falsafi ke tasawuf amali?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian tasawuf falsafi
2. Untuk mengetahui pengertian tasawuf amali
3. Untuk mengetahui perkembangan dari tasawuf falsafi ke tasawuf amali
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan
(ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi,
bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu
yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf falsafi yakni tasawuf
yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Di dalam tasawuf falsafi metode
pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. Adapun tasawuf
sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis , sedangkan tasawuf falsafi menonjol
kepada segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan
asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam
kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, atau bahkan bisa dikatakan mustahil.3
Para sufi falsafi memandang bahwa manusia mampu naik ke jenjang persatuan
dengan Tuhan yang kemudian melahirkan konsep mistik semi-filosofis “ittihad” dan
“fana’-baqa” yang dibangun oleh Abu Yazid al-Busthami, konsep “hulul” yang dialami
2
Alwi Shihab, Islam Sufistik: “Islam Pertama” dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, (Bandung: Mizan 2001), h.
120.
3
Shihab, Islam Sufistik…, h. 120
3
oleh Husein bin Mansur al-Hallaj, maupun konsep tasawufnya Ibn ‘Arabi yang dikenal
dengan “wahdat al-wujud”, konsep “isyraqiyah” yang dirumuskan oleh Suhrawardi
almaqtul, al-hikmah al-muta’aliyah yang digagas oleh Mulla Shadra, dan lain sebagainya.
Tasawuf falsafi juga juga bisa disebut dengan tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Tasawuf falsafi
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya, sedangkan terminologi
falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran yang telah mempengaruhi para
tokohnya seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.
Tarekat dibedakan antar kemampuan sufi yang satu dengan yang lain, terdapat
orang yang dianggap mampu dan paham cara mendekatkan diri kepada Allah dan ada
orang yang memerlukan bantuan orang lain yang dianggap memiliki otoritas dalam
masalah itu. Dalam perkembangan selanjutnya, para pencari dan pengikut semakin
banyak dan terbentuk semacam komunitas sosial yang sepaham, dan dari sini muncullah
strata-strata berdasarkan pengetahuan serta amalan yang mereka lakukan.
Dalam Tasawuf Amali ada aturan, prinsip, dan sistem khusus. Semua hanya
merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam mencapai tujuan untuk
berada sedekat mungkin dengan Tuhan, yang lama kelaman berkembang menjadi
4
organisasi sufi, yang melegalisir kegiatan tasawuf. Praktek amaliahnya disistematisasi
sedemikian rupa sehingga masing-masing tarekat mempunyai metode sendiri-sendiri.
Permulaan yang paling awal dari tarekat adalah ditandai oleh kegiatan-kegiatan
berkumpul yang santai dan tidak resmi untuk membicarakan masalah-masalah agama dan
melakukan latihanl atihan spiritual. Acara berkumpul ini dinamakan halaqah, pembacaan
formula keagamaan, yang disebut zikr, dapat dilakukan di mana saja dan umumnya
secara bersama-sama.6
4
Syafiq A Mughni, Dinamika Intelektual Islam pada Abad Kegelapan (Surabaya: LPAM, 2002), 58.
5
Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 5.
6
Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 1997), 191.
5
Namun, variasi pendekatan dalam perjalanan ketasawufan di kalangan para sufi
membentuk tipologi dan karakteristiknya tersendiri sesuai dengan rumpun pemahaman
dan konsepsinya. Kaum sufi memahami Ajaran pokok tasawuf dengan variasi pendekatan
yang berbeda, perbedaan pendekatan ini kemudian melahirkan tipe-tipe tasawuf, yakni:
Tasawuf falsafi dan tasawuf sunni ada juga yang menyebutnya tasawuf salafi.
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan
(ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketingkat yang lebih tinggi,
bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu
yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Tasawuf falsafi juga berarti tasawuf yang kaya
dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya lebih
bersifat teoritis dan lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan
filosofis yang ini sulit bahkan bisa dikatakan mustahil diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari khususnya bagi orang awam.
Berbeda dengan tasawuf falsafi tasawuf sunni atau tasawuf salafi lebih praktis
dalam konsep dan ajarannya. Sehingga mudah dipraktekan oleh siapa saja yang mau
menjadi salik. Dalam membentuk konsep dan mengamalkan prakteknya tasawuf sunni
selalu melandaskan tasawufnya pada al-Qur’an dan sunnah.Tasawuf sunni ada dua jenis,
yakni tasawuf akhlaqi dan tasawuf ‘amali. Biasanya ada juga yang langsung
menggabungkan kedua istilah tasawuf tersebut dengan sebutan tasawuf sunni akhlaqi dan
tasawuf sunni ‘amali. Perbedaan keduanya terletak pada penekanan orientasinya, tasawuf
akhlaqi lebih menekankan pembinaan mental melalui pengendalian nafsu dalam upaya
mendekatkan diri dengan Tuhan.
6
Tasawuf Amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan
menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total
dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala konsep Syariah,
tariqah dan haqiqah atau tahalli, takhalli dan Tajalli adalah bagian dari konsepsi tasawuf
Amali. Diantara tokohnya penganut tarekat Imam syadzili, Imam Naqsyabandi dan Imam
Al Jilani.
Ajaran wahdatul wujud yang menyatakan bahwa dzat Tuhan dan dzat manusia
bisa menyatu tentu merupakan kesalahan doktrin utama di dalam Islam. Kaum sunni-
tradisional beranggapan bahwa pemikiran kemenyatuan antara Tuhan dan manusia atau
pantheisme adalah kekeliruan teologis yang sangat membahayakan terhadap umat islam.
Makanya ajaran ini harus dilarang dan dimusnahkan. Mereka bukan hanya perlu
dikafirkan, akan tetapi harus dibunuh dan dienyahkan dari Islam.
Kemudian ajaran Hulul yang dikembangkan oleh al Hallaj di Timur Tengah dan
Syekh Siti Jenar di Jawa. Ajaran ini menyatakan bahwa manusia dan Tuhan bisa menyatu
di dalam sifat-sifatnya. Sebab sifat Tuhan dan sifat manusia bisa menyatu. Kemenyatuan
tersebut kemudian mengantarkan manusia bisa memasuki sifat ketuhanan dan Tuhan bisa
memasuki sifat kemanusiaan. Jika manusia telah menyatu dengan Tuhan, maka manusia
7
bisa menyatakan “ana al haq” atau “aku adalah Tuhan”. Mereka menyatu di dalam alam
nasut atau alam lahut. Di dalam konsepsi Jawa disebut “manunggaling kawulo lan gusti”.
Lalu ada juga yang bercorak ittihad, yaitu pandangan kaum tasawuf falsafi yang
menyatakan bahwa manusia adalah pancaran Tuhan, makanya antara dzat yang
memancarkan dan dzat yang dipancari tentu merupakan sesuatu yang bisa menyatu.
Tokoh di dalam hal ini adalah Abu Yasid al Bustami yang berpadangan ittihad ini.
Pandangan seperti ini menurut kaum Sunni-tradisional merupakan kesalahan teologis
yang tidak terampuni. Pemikiran dan praksis keagamaan ini bisa merusak teologi Islam
yang bercorak transcendental. Tuhan memiliki dzat, sifat dan af’al yang berbeda dengan
makhluk. Laisa kamislihi syaiun. Tuhan tidak bisa dipersamakan dengan makhluknya.
Kedua, gerakan ortodoksi tarekat yang dilakukan oleh NU. Pada tahun 1960-an,
NU membuat organisasi Jam’iyah Ahlu Thaoriqoh Mu’tabaroh Nahdhiyah (JATMAN)
yang menjadi semacam instrument untuk menyatakan mana tarikat yang absah
atau mu’tabaroh dan mana tarekat yang tidak absah atau ghairu mu’tabaroh. Maka
melalui rambu-rambu, yaitu sanad kemursyidan yang harus bersambung kepada nabi
Muhammad saw baik melalui Sayyidina Ali maupun Abu Bakar Ash-shidiq, ajarannya
sesuai dengan ajaran Islam yang benar, dan mengajarkan akhlak mahmudah, maka semua
tarekat yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut, maka dianggapnya tidak absah.
Di dalam hal ini termasuk tarekat Amaliyah yang dibangsakan kepada Syekh
Abdul Jalil atau Syekh Lemah Bang atau Syekh Sidi Jenar. Ada sebanyak 42 tarekat yang
dianggap mu’tabar sesuai dengan yang diungkapkan di dalam Kitab Jami’u ushulil
auliya. Sementara itu KH. Azis Masyhuri menyatakan ada sebanyak 22 tarekat yang
mu’tabar berdasarkan bukunya yang baru saja terbit (2011).
8
yang bercorak individual dan bukan organisasional. Akibatnya, ajaran agama yang
esoteric tersebut menjadi lebih dominan. Inilah yang menghasilkan konsep tasawuf
perkotaan atau Urban Sufism dan sebagainya.
Sebagai orde sufisme, tarekat diajarkan dari guru ke murid melalui rangkaian
secara sambung-menyambung sampai kepada nabi Muhammad SAW rangkaian sanad
guru tarekat inilah yang menentukan apakah sebuah tarekat dinyatakan mu'tabar atau
ghairu mu'tabar. Tarekat dianggap sah apabila ketersambungan sanad gurunya bisa
dilacak dan Tidak diragukan keabsahannya. Maka dari itu, mata rantai ketersambungan
sanad menjadi ukuran untuk menentukan kemu'tabaran tarekat.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat)
dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan
hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu
wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang
kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Tasawuf falsafi juga sering disebut dengan
tasawuf teoritis karena cenderung menekankan pada aspek teori atau konsep pemikiran
metafisik dengan memadukan antara filsafat dengan ketasawufan.
Tasawuf amali adalah tasawuf yang menekankan pada amaliah berupa dzikir dan
amaliyah lainnya. Dalam istilah dzikir ini mempunyai perbedaan dengan istilah wirid.
Bahwa dzikir lebih bersifat generik, dengan segala upaya yang dilakukann seorang
hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Tasawuf Amali ada aturan,
prinsip, dan sistem khusus. Semua hanya merupakan jalan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi dalam mencapai tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan, yang
lama kelaman berkembang menjadi organisasi sufi, yang melegalisir kegiatan tasawuf.
10
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Kami sangat menyadari bahwa makalah
ini bukanlah proses akhir,tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak
memerlukan perbaikan. Karena itu,kami selaku pemakalah sangat membutuhkan
tanggapan,saran,dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah kami
selanjutnya. Atas perhatiannya,disampaikan terima kasih.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. “Epistemologi Ilmu-Ilmu Tasawuf”. Jurnal Ilmu Ushuluddin. Vol. 14, No. 1. Januari
2015, hlm. 59-66.
Purnamasari, Nia Indah. “Tasawuf ‘Amali Sebagai Model Tasawuf Sosial”. Jurnal Kajian
Keislaman. Vol, I. No, 2. September 2018. hlm, 177.
Syam, Nur. “Tasawuf Dalam Pergulatan Zaman: Dari Tasawuf Falsafi ke Tasawuf ‘Amali”.
Diakses tanggal 30 Maret 2022.
12