Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TASAWUF DALAM PERGULATAN ZAMAN: DARI TASAWUF FALSAFI KE


TASAWUF ‘AMALI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

ILMU TASAWUF DAN TAREKAT

Dosen Pengampu :

Moh. Ali Shomad Very Eko Atmojo, M.Pd.I.

Disusun oleh :

Kelompok 6:

1. Farida Nur Azizah (126201201010)


2. Ayu Wulandari (126201203195)
3. Muhammad Rindang Abdul Jalal (126201203212)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
MARET 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat taufik hidayah dan
inayahnya kepada kita, serta kelancaran dalam penyusunan makalah kami yang berjudul
“tasawuf dalam pergulatan zaman: dari tasawuf falsafi ke tasawuf ‘amali ” dengan baik.
Tidak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada bagida Nabi Muhammad SAW, yang
telah mewariskan ilmu serta penuntun hidup yang mencerminkan umat mansia.

Dalam Penyusunan makalah ini, penulis sedikit mengalami hambatan. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Sehubugan dengan penyusunan makalah ini maka
penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maftuhin, M.Ag. Selaku rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
yang telah memberikan sarana-prasarana untuk penulis menyelesaikan tugas penyusunan
makalah ini.
2. Bapak Dr. H. Abdul Aziz , M.Pd.I. selaku Wakil Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan pelayanan akademik kepada seluruh mahasiswa.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
4. Ibu Indah Komsiyah, M.Pd. selaku kajur Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
5. Bapak Moh. Ali Shomad Very Eko Atmojo, M.Pd.I. selaku dosen pengampu mata kuliah
ilmu tasawuf dan tarekat yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
6. Civitas UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan izin dan fasilitas
kepada penulis untuk mencari dan mendapatkan tambahan pengetahuan dalam
menyelesaikan makalah ini.
7. Teman-teman PAI 4D angkatan 2020 yang selalu mendukung penulis dalam pengerjaan
makalah ini.

ii
Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini banyak terdapat kesalahan untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan demi kesempatan penulis dalam menyelesaikan tugas-tugas
dimasa mendatang. Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat kepada siapa saja yang
membaca.

Tulungagung, 5 April 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iv
BAB II.............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Pengertian Tasawuf Falsafi...................................................................................................3
B. Pengertian Tasawuf Amali...................................................................................................4
C. Perkembangan Dari Tasawuf Falsafi Ke Tasawuf Amali....................................................5
BAB III..........................................................................................................................................10
PENUTUP.....................................................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................................10
B. Saran...................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12

iv
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membicarakan Islam tentu saja menjadi kurang sempurna jika tidak
membicarakan dunia tasawuf. Hal ini tentu saja disebabkan oleh sejarah perkembangan
Islam yang tidak bisa dilepaskan dari peran tasawuf di dalamnya. Di dalam teks Islam
yang sangat masyhur, bahwa selain terdapat pertanyaan tentang ma huwa al Iman, lalu
ma huwa al Islam, juga terdapat pertanyaan ma huwa al ihsan 1. Konsepsi al ihsan inilah
yang kemudian dipahami sebagai pembicaraan tentang dunia tasawuf yang memang
terkait dengan aspek esoteric agama ini.

Secara historis-tekstual, bahwa ajaran tasawuf bisa dilacak keberadaannya sampai


nabi Muhammad saw. Beliau adalah seorang Nabi yang memang mengajarkan kehidupan
spiritual dalam coraknya yang mendalam atau esoteric. Nabi Muhammad saw memang
tidak hanya mengajarkan tentang berislam dalam coraknya yang formal fungsional atau
eksoterisme akan tetapi juga mengajarkan agama yang substansialfungsional atau
esoterisme. Dari kategorisasi umum kemudian dikenal ada tasawuf falsafi, tasawuf
akhlaqi, tasawuf ‘amali. Ketiganya tentu memiliki substansi pembenaran sesuai dengan
dasar pijakannya masing-masing. Akan tetapi yang jelas bahwa tasawuf memiliki dasar
sesuai dengan konsepsi Islam yang orisinal.

Di dalam perkembangannya, tasawuf yang merupakan warisan intelektual Islam


tersebut kemudian menjadi ordo-ordo keagamaan yang bervariasi. Tarekat yang
bermacam-macam tersebut kenyataannya memiliki jalur spiritual kepada dua orang
sahabat Nabi Muhammad saw, Abu Bakar al Shiddiq dan Ali ibn Abi Talib. Tarekat yang
kemudian menjadi ordo-sufisme, tentu dapat dikaitkan dengan tasawuf falsafi, tasawuf
‘amali dan tasawuf akhlaqi. Namun demikian, kecenderungan akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa tasawuf ‘amali jauh lebih dominan ketimbang lainnya.

Tasawuf falsafi yang di masa lalu pernah memiliki akar kuat di kalangan
penganut tasawuf akhirnya harus stagnan di tengah pemahaman agama yang lebih
puristik. Melalui penyaringan yang dilakukan oleh kaum suni tradisional-puristik, maka
tasawuf falsafi mengalami kesulitan berkiprah, sehingga semakin menguatkan gerakan
tasawuf-akhlaki maupun tasawuf ‘amali.

1
Di dalam hadits Nabi Muhammad saw, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dinyatakan “ma huwa al ihsan, an
ta’budallah kaannaka tarahu fa in lam tarahu fainnaka yaraka” yang artinya “apakah ihsan itu, ialah engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau mengetahuinya dan jika engkau tidak mengetahuinya maka Allah
mengetahuimu.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tasawuf falsafi?
2. Apa pengertian tasawuf amali?
3. Bagaimana perkembangan dari tasawuf falsafi ke tasawuf amali?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian tasawuf falsafi
2. Untuk mengetahui pengertian tasawuf amali
3. Untuk mengetahui perkembangan dari tasawuf falsafi ke tasawuf amali

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Falsafi


Pada materi sebelumnya, telah kita pelajari bahwa tasawuf falsafi merupakan
tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara pencapaian dan pencerahan mistikal
dengan pemaparan bersifat rasional filosofis. Di dalamnya juga terkandung perpaduan
antara tasawuf dan filsafat, sehingga dengan sendirinya membuat ajaran-ajarannya
bercampur dengan sejumlah ajaran-ajaran filsafat dari luar Islam, seperti dari Yunani,
India, Persia, dan agama Nasrani. Namun orisinalitasnya sebagai tasawuf (mistis Islam)
tidak hilang serta tetap berusaha menjaga kemandirian ajaran Islam terutama bila
dikaitkan dengan kedudukan para sufi tasawuf falsafi beragama Islam. Tasawuf falsafi
juga sering disebut dengan tasawuf teoritis karena cenderung menekankan pada aspek
teori atau konsep pemikiran metafisik dengan memadukan antara filsafat dengan
ketasawufan.2

Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan
(ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi,
bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu
yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf falsafi yakni tasawuf
yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Di dalam tasawuf falsafi metode
pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. Adapun tasawuf
sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis , sedangkan tasawuf falsafi menonjol
kepada segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan
asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam
kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, atau bahkan bisa dikatakan mustahil.3

Para sufi falsafi memandang bahwa manusia mampu naik ke jenjang persatuan
dengan Tuhan yang kemudian melahirkan konsep mistik semi-filosofis “ittihad” dan
“fana’-baqa” yang dibangun oleh Abu Yazid al-Busthami, konsep “hulul” yang dialami

2
Alwi Shihab, Islam Sufistik: “Islam Pertama” dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, (Bandung: Mizan 2001), h.
120.
3
Shihab, Islam Sufistik…, h. 120

3
oleh Husein bin Mansur al-Hallaj, maupun konsep tasawufnya Ibn ‘Arabi yang dikenal
dengan “wahdat al-wujud”, konsep “isyraqiyah” yang dirumuskan oleh Suhrawardi
almaqtul, al-hikmah al-muta’aliyah yang digagas oleh Mulla Shadra, dan lain sebagainya.

Tasawuf falsafi juga juga bisa disebut dengan tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Tasawuf falsafi
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya, sedangkan terminologi
falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran yang telah mempengaruhi para
tokohnya seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.

B. Pengertian Tasawuf Amali


Tasawuf amali adalah tasawuf yang menekankan pada amaliah berupa dzikir dan
amaliyah lainnya. Dalam istilah dzikir ini mempunyai perbedaan dengan istilah wirid.
Bahwa dzikir lebih bersifat generik, dengan segala upaya yang dilakukann seorang
hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pendekatan itu dilakukan melalui
penyebutan nama-nama atau kalimat mulia, seperti membaca nama-nama mulia Allah
(al-asma al-husna). Sedangkan wirid adalah amalan yang dikerjakan di dunia secara tertib
berupa ibadah yang dilakukan dengan terus menerus. Dikatakan bahwa tasawuf amali
lebih menekankan amaliyahnya, bukan berarti kosong dari teori, hanya saja sisi amal
didalam tasawuf amali lebih dominan. Dalam tasawuf amali lebih identik dengan tarekat,
yaitu sebagai wujud dari amalan yang telah dilakukan.

Tarekat dibedakan antar kemampuan sufi yang satu dengan yang lain, terdapat
orang yang dianggap mampu dan paham cara mendekatkan diri kepada Allah dan ada
orang yang memerlukan bantuan orang lain yang dianggap memiliki otoritas dalam
masalah itu. Dalam perkembangan selanjutnya, para pencari dan pengikut semakin
banyak dan terbentuk semacam komunitas sosial yang sepaham, dan dari sini muncullah
strata-strata berdasarkan pengetahuan serta amalan yang mereka lakukan.

Dalam Tasawuf Amali ada aturan, prinsip, dan sistem khusus. Semua hanya
merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam mencapai tujuan untuk
berada sedekat mungkin dengan Tuhan, yang lama kelaman berkembang menjadi

4
organisasi sufi, yang melegalisir kegiatan tasawuf. Praktek amaliahnya disistematisasi
sedemikian rupa sehingga masing-masing tarekat mempunyai metode sendiri-sendiri.

Dengan begitu tasawuf amali merupakan tasawuf yang mengutamakan amaliah


sehari- hari dengan tujuan dzikrullah, agar dapat sedekat mungkin dengan Allah SWT
sebagai wujud nyata dari amalan- amalan yang tersistem, tertata secara prinsip dan
aturannya. Maka, lahirlah berbagai macam tarekat yang masing- masing memiliki ciri
sendiri dan tetap dengan berdasarkan pada Al- Qur’an dan As- Sunnah.

C. Perkembangan Dari Tasawuf Falsafi Ke Tasawuf Amali


Pada masa klasik muncul banyak sufi yang lebih menitikberatkan kepada aspek
batin dan spiritualisme dari ajaran Islam dalam amalan kehidupan sehari-hari mereka.
Namun di samping itu, ada juga yang tidak menekankan pentingnya amalan tasawuf,
tetapi merumuskan pemikiran-pemikiran sufistik yang bercorak filosofis dan banyak
dipengaruhi oleh filsafat Yunani.4 Pada masa itu, tasawuf telah dilembagakan dalam
suatu institusi atau organisasi tasawuf yang bernama tarekat.

Dari kesimpulan tersebut, tampaklah pertalian yang sedemikian erat antara


tasawuf dan tarekat, bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa
dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tasawuf adalah sebuah ideologi dari
institusi yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat merupakan
sekte-sekte dalam tasawwuf. Tarekat merupakan implementasi dari suatu ajaran tasawuf
yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi sufi dalam rangka
mengimplementasikan suatu ajaran tasawuf secara bersama-sama.5

Permulaan yang paling awal dari tarekat adalah ditandai oleh kegiatan-kegiatan
berkumpul yang santai dan tidak resmi untuk membicarakan masalah-masalah agama dan
melakukan latihanl atihan spiritual. Acara berkumpul ini dinamakan halaqah, pembacaan
formula keagamaan, yang disebut zikr, dapat dilakukan di mana saja dan umumnya
secara bersama-sama.6

4
Syafiq A Mughni, Dinamika Intelektual Islam pada Abad Kegelapan (Surabaya: LPAM, 2002), 58.
5
Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 5.
6
Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 1997), 191.

5
Namun, variasi pendekatan dalam perjalanan ketasawufan di kalangan para sufi
membentuk tipologi dan karakteristiknya tersendiri sesuai dengan rumpun pemahaman
dan konsepsinya. Kaum sufi memahami Ajaran pokok tasawuf dengan variasi pendekatan
yang berbeda, perbedaan pendekatan ini kemudian melahirkan tipe-tipe tasawuf, yakni:
Tasawuf falsafi dan tasawuf sunni ada juga yang menyebutnya tasawuf salafi.

Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan
(ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketingkat yang lebih tinggi,
bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu
yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Tasawuf falsafi juga berarti tasawuf yang kaya
dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya lebih
bersifat teoritis dan lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan
filosofis yang ini sulit bahkan bisa dikatakan mustahil diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari khususnya bagi orang awam.

Berbeda dengan tasawuf falsafi tasawuf sunni atau tasawuf salafi lebih praktis
dalam konsep dan ajarannya. Sehingga mudah dipraktekan oleh siapa saja yang mau
menjadi salik. Dalam membentuk konsep dan mengamalkan prakteknya tasawuf sunni
selalu melandaskan tasawufnya pada al-Qur’an dan sunnah.Tasawuf sunni ada dua jenis,
yakni tasawuf akhlaqi dan tasawuf ‘amali. Biasanya ada juga yang langsung
menggabungkan kedua istilah tasawuf tersebut dengan sebutan tasawuf sunni akhlaqi dan
tasawuf sunni ‘amali. Perbedaan keduanya terletak pada penekanan orientasinya, tasawuf
akhlaqi lebih menekankan pembinaan mental melalui pengendalian nafsu dalam upaya
mendekatkan diri dengan Tuhan.

Sedangkan tasawuf ‘amali. lebih menekankan pembinaan moral dalam upaya


mendekatkan diri kepada Tuhan. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan
hubungan dengan Allah melalui dzikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan
memperoleh ridho Allah subhanahu wa ta'ala. Tasawuf Amali merupakan kelanjutan dari
tasawuf akhlaki. Jika tasawuf akhlaki lebih banyak muatan teoretik Nya, maka di dalam
tasawuf Amali lebih banyak dimensi praksisnya.

6
Tasawuf Amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan
menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total
dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala konsep Syariah,
tariqah dan haqiqah atau tahalli, takhalli dan Tajalli adalah bagian dari konsepsi tasawuf
Amali. Diantara tokohnya penganut tarekat Imam syadzili, Imam Naqsyabandi dan Imam
Al Jilani.

Di dalam perkembangannya, tasawuf akhlaqi atau Amali memperoleh lahan subur


di dalam kehidupan masyarakat. Tasawuf falsafi hampir-hampir tidak memperoleh lahan
yang subur di dalam perkembangannya disebabkan oleh stereotipe tentang tasawuf falsafi
yang dianggap menyimpang. Dalam pernyataan yang lain juga dinyatakan bahwa tasawuf
falsafi mengalami stagnasi di tengah dinamika kehidupan sosial keagamaan dewasa ini.

Penyebabnya yakni, pertama adalah gerakan kaum Sunni-Tradisional yang


melakukan pendangkalan terhadap pemikiran dan praktik keagamaan kaum tasawuf
falsafi. Kaum Sunni ini menganggap bahwa kaum tasawuf falsafi telah melakukan
pemurtadan terhadap pemeluk tasawuf falsafi. Ajaran tentang wahdatul wujud yang
dikembangkan oleh Ibnu Arabi di Timur Tengah merupakan penyimpangan terhadap
ajaran Islam yang genuine.

Ajaran wahdatul wujud yang menyatakan bahwa dzat Tuhan dan dzat manusia
bisa menyatu tentu merupakan kesalahan doktrin utama di dalam Islam. Kaum sunni-
tradisional beranggapan bahwa pemikiran kemenyatuan antara Tuhan dan manusia atau
pantheisme adalah kekeliruan teologis yang sangat membahayakan terhadap umat islam.
Makanya ajaran ini harus dilarang dan dimusnahkan. Mereka bukan hanya perlu
dikafirkan, akan tetapi harus dibunuh dan dienyahkan dari Islam.

Kemudian ajaran Hulul yang dikembangkan oleh al Hallaj di Timur Tengah dan
Syekh Siti Jenar di Jawa. Ajaran ini menyatakan bahwa manusia dan Tuhan bisa menyatu
di dalam sifat-sifatnya. Sebab sifat Tuhan dan sifat manusia bisa menyatu. Kemenyatuan
tersebut kemudian mengantarkan manusia bisa memasuki sifat ketuhanan dan Tuhan bisa
memasuki sifat kemanusiaan. Jika manusia telah menyatu dengan Tuhan, maka manusia

7
bisa menyatakan “ana al haq” atau “aku adalah Tuhan”. Mereka menyatu di dalam alam
nasut atau alam lahut. Di dalam konsepsi Jawa disebut “manunggaling kawulo lan gusti”.

Lalu ada juga yang bercorak ittihad, yaitu pandangan kaum tasawuf falsafi yang
menyatakan bahwa manusia adalah pancaran Tuhan, makanya antara dzat yang
memancarkan dan dzat yang dipancari tentu merupakan sesuatu yang bisa menyatu.
Tokoh di dalam hal ini adalah Abu Yasid al Bustami yang berpadangan ittihad ini.
Pandangan seperti ini menurut kaum Sunni-tradisional merupakan kesalahan teologis
yang tidak terampuni. Pemikiran dan praksis keagamaan ini bisa merusak teologi Islam
yang bercorak transcendental. Tuhan memiliki dzat, sifat dan af’al yang berbeda dengan
makhluk. Laisa kamislihi syaiun. Tuhan tidak bisa dipersamakan dengan makhluknya.

Kedua, gerakan ortodoksi tarekat yang dilakukan oleh NU. Pada tahun 1960-an,
NU membuat organisasi Jam’iyah Ahlu Thaoriqoh Mu’tabaroh Nahdhiyah (JATMAN)
yang menjadi semacam instrument untuk menyatakan mana tarikat yang absah
atau mu’tabaroh dan mana tarekat yang tidak absah atau ghairu mu’tabaroh. Maka
melalui rambu-rambu, yaitu sanad kemursyidan yang harus bersambung kepada nabi
Muhammad saw baik melalui Sayyidina Ali maupun Abu Bakar Ash-shidiq, ajarannya
sesuai dengan ajaran Islam yang benar, dan mengajarkan akhlak mahmudah, maka semua
tarekat yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut, maka dianggapnya tidak absah.

Di dalam hal ini termasuk tarekat Amaliyah yang dibangsakan kepada Syekh
Abdul Jalil atau Syekh Lemah Bang atau Syekh Sidi Jenar. Ada sebanyak 42 tarekat yang
dianggap mu’tabar sesuai dengan yang diungkapkan di dalam Kitab Jami’u ushulil
auliya. Sementara itu KH. Azis Masyhuri menyatakan ada sebanyak 22 tarekat yang
mu’tabar berdasarkan bukunya yang baru saja terbit (2011).

Ketiga, semakin banyaknya orang yang mengamalkan tarekat secara tidak


terstruktur. Di dalam hal ini, banyak orang yang mengamalkan tarekat dengan caranya
sendiri. Misalnya, ketika macet di jalan, maka mereka lakukan dzikir “Allahumma yassir
wa la tu’assir” atau “Allah mudahkanlah dan jangan dipersukar”. Pengamalan tarekat
secara non organisatoris ini kemudian juga berakibat terhadap kenyataan pengalaman
agama yang lebih praksis dan bukan yang teoretis. Pengamalan agama secara esoteric

8
yang bercorak individual dan bukan organisasional. Akibatnya, ajaran agama yang
esoteric tersebut menjadi lebih dominan. Inilah yang menghasilkan konsep tasawuf
perkotaan atau Urban Sufism dan sebagainya.

Di dalam perkembangan berikutnya, maka tasawuf menjadi orde sufisme yang


mengambil bentuk tasawuf Amali, atau yang kemudian dikenal sebagai tarekat. Sebagai
ordo sufisme, tarekat menjadi satu ajaran yang lebih mengedepankan diri sebagai
perkumpulan orang yang mengamalkan ajaran agama dalam corak esoterisme melalui
bacaan wirid yang terstruktur.

Sebagai orde sufisme, tarekat diajarkan dari guru ke murid melalui rangkaian
secara sambung-menyambung sampai kepada nabi Muhammad SAW rangkaian sanad
guru tarekat inilah yang menentukan apakah sebuah tarekat dinyatakan mu'tabar atau
ghairu mu'tabar. Tarekat dianggap sah apabila ketersambungan sanad gurunya bisa
dilacak dan Tidak diragukan keabsahannya. Maka dari itu, mata rantai ketersambungan
sanad menjadi ukuran untuk menentukan kemu'tabaran tarekat.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat)
dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan
hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu
wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang
kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Tasawuf falsafi juga sering disebut dengan
tasawuf teoritis karena cenderung menekankan pada aspek teori atau konsep pemikiran
metafisik dengan memadukan antara filsafat dengan ketasawufan.

Tasawuf amali adalah tasawuf yang menekankan pada amaliah berupa dzikir dan
amaliyah lainnya. Dalam istilah dzikir ini mempunyai perbedaan dengan istilah wirid.
Bahwa dzikir lebih bersifat generik, dengan segala upaya yang dilakukann seorang
hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Tasawuf Amali ada aturan,
prinsip, dan sistem khusus. Semua hanya merupakan jalan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi dalam mencapai tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan, yang
lama kelaman berkembang menjadi organisasi sufi, yang melegalisir kegiatan tasawuf.

Di dalam perkembangannya, tasawuf akhlaqi atau Amali memperoleh lahan subur


di dalam kehidupan masyarakat. Tasawuf falsafi hampir-hampir tidak memperoleh lahan
yang subur di dalam perkembangannya disebabkan oleh stereotipe tentang tasawuf falsafi
yang dianggap menyimpang. Dalam pernyataan yang lain juga dinyatakan bahwa tasawuf
falsafi mengalami stagnasi di tengah dinamika kehidupan sosial keagamaan dewasa ini.
Penyebab stagnasi tasawuf falsafi yakni, pertama adalah gerakan kaum Sunni-Tradisional
yang melakukan pendangkalan terhadap pemikiran dan praktik keagamaan kaum tasawuf
falsafi. Kedua, gerakan ortodoksi tarekat yang dilakukan oleh NU. Pada tahun 1960-an,
NU membuat organisasi Jam’iyah Ahlu Thaoriqoh Mu’tabaroh Nahdhiyah (JATMAN)
yang menjadi semacam instrument untuk menyatakan mana tarikat yang absah
atau mu’tabaroh dan mana tarekat yang tidak absah atau ghairu mu’tabaroh. Ketiga,
semakin banyaknya orang yang mengamalkan tarekat secara tidak terstruktur.

10
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Kami sangat menyadari bahwa makalah
ini bukanlah proses akhir,tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak
memerlukan perbaikan. Karena itu,kami selaku pemakalah sangat membutuhkan
tanggapan,saran,dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah kami
selanjutnya. Atas perhatiannya,disampaikan terima kasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. “Epistemologi Ilmu-Ilmu Tasawuf”. Jurnal Ilmu Ushuluddin. Vol. 14, No. 1. Januari
2015, hlm. 59-66.

Purnamasari, Nia Indah. “Tasawuf ‘Amali Sebagai Model Tasawuf Sosial”. Jurnal Kajian
Keislaman. Vol, I. No, 2. September 2018. hlm, 177.

Sholikah, Khofifatus Siti, Jihannita,dkk. Maret 2018. “Tasawuf Amali”.


https://id.scribd.com/document/427771820/TASAWUF-AMALI-2. IAIN Ponorogo.
Diakses tanggal 3 April 2022.

Syam, Nur. “Tasawuf Dalam Pergulatan Zaman: Dari Tasawuf Falsafi ke Tasawuf ‘Amali”.
Diakses tanggal 30 Maret 2022.

12

Anda mungkin juga menyukai