SHAFWAH AL-TAFASIR
KARYA MUHAMMAD ALI ASH-SHABUNI
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Mazahib Tafsir
Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Yusuf Qardawi, M.A
Oleh:
Laila Shofina 2142115054
Syurlita 2142115083
Ira Frijayanti 2142115021
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGER SULTAN AJI MUHAMMAD
IDRIS SAMARINDA
Tahun 2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim..
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kita kehadirat
Allah Subhanahu wa ta’ala yang mana berkat rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat serta
salam kita haturkan kepada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad
Shallahu’alaihi wa sallam yang telah membawa kita keluar dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Bapak Yusuf Qardawi M.A pada mata kuliah Mazahib Tafsir yang berjudul
Kelompok 12
i
DAFTAR ISI
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak kelahirannya, aktivitas penafsiran al-Qur’an senantiasa menemukan
signifikansinya sampai masa kini. Al-Qur’an membawa hukum-hukum dan syariat
secara berangsur-angsur menurut konteks peristiwa dan kejadian selama kurun
waktu sekitar 23 tahun. Namun, hukum-hukum dan syariat ini ada yang dapat
dilaksanakan langsung dan ada yang tidak dapat dilaksanakan sebelum maksud dan
inti persoalannya betul-betul dimengerti dan dipahami. Untuk memahami arti dan
maksud dari pada al-Qur’an dibutuhkan alat atau ilmu, yaitu dengan tafsir.
Menafsirkan al-Qur’an berarti menyingkap kandungan-kandungan hukum, dan
makna-makna yang terkandung di dalamnya.1 Dalam aktivitas tafsir tersebut,
selalau diwarnai berbagai dinamika, bahkan kontroversi.
Salah satu eksponen sarjana tafsir kontemporer turut andil dalam
menyemarakkan studi al-Qur’an adalah Muhammad Ali Ash-Shabuni. Namanya
kian mendunia, Ia merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan
keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. Dengan dua karya tafsir
utamanya, Shafwah al-Tafsir dan Tafsir Ayat Ahkam. ia dikenal luas sebagai salah
satu mufassir yang representatif di abad ini.
B. Rumusan Masalah
1. Biografi Muhammad Ali Ash-Shabuni?
2. Sistematika penulisan Shafwah al-Tafasir?
3. Contoh-contoh penafsiran Muhammad Ali Ash-Shabuni?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi Muhammad Ali Ash-Shabuni.
2. Mengetahui sistematika penulisan Shafwah al-Tafasir.
3. Mengetahui contoh-contoh penafsiran Muhammad Ali Ash-Shabuni.
1
Muhammad Hussain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Dar al-Hadis, 2005),
juz. 1, h. 18.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Ali Ash-Shabuni
Nama lengkap penulis kitab Shafwah al-Tafasir adalah Syeikh Muhammad
Ali bin Jamil Ash-Shabuni Al-Hallabi atau yang biasa dikenal dengan Syeikh Ali
Ash-Shabuni. Ia adalah salah satu ulama dan mufassir kontemporer yang dilahirkan
di Aleppo Syiria tahun 1347 H/1928 M dari kalangan keluarga ulama terpelajar
yang juga sangat mencintai ilmu. Syeikh Ali Ash-Shabuni sejak kecil sudah
menunjukkan kecintaan dan potensi besarnya dalam menuntut ilmu, khususnya
keilmuan agama, terbukti jelas dengan telah rampungnya hafalan 30 juz al-Qur’an
secara sempurna di usia Ia yang masih sangat tergolong belia. Hal ini tidak lepas
dari peran sang ayah Ia yang merupakan seorang ulama senior terkemuka di
daerahnya yakni Aleppo, Ia juga tentunya menjadi salah satu guru bagi Syeikh Ali
Ash-Shabuni kecil dalam pendidikan dasarnya, khususnya pada ilmu gramatika
bahasa Arab, faroidh, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Selain Syeikh Jamil yang
menjadi ayah sekaligus guru bagi Syeikh Ali Ash-Shabuni, beberapa guru dari
Syeikh Ali Ash-Shabuni diantaranya adalah Syeikh Muhammad Najib Sirajuddin,
Syeikh Muhammad Raghib At-Tabakh, Syeikh Muhammad Najib Khayatah,
Syeikh Ahmal Al-Shama, dan Syeikh Muhammad Said Al-Idlibi.2
Pendidikan formal Syeikh Ali Ash-Shabuni mulai dasar sampai setingkat
tsanawiyah ditempuh di kota kelahirannya, Aleppo Syuriah, lalu setelah lulus di
tingkat tsanawiyah, Ia melanjutkan pendidikan formal jenjang sarjana strata satu di
Universitas Al-Azhar Kairo Mesir di tahun 1371 H/1952 M. Setelah menyelesaikan
studi strata satunya tersebut, Ia melanjutkan jenjang pendidikan formal magister
yang masih di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, dengan spesialisasi yang Ia ambil
adalah Takhasus al-Qadha as-Syariyyah atau peradilan agama di tahun 1954 M.
Setelah itu, Ia mengajar dan mengabdi di sekolah swasta jenjang tsanawiyah di kota
Halab selama delapan tahun lamanya. Kecintaan dan obsesinya terhadap ilmu
agama menuntunnya kembali untuk melanjutkan jenjang pendidikan akademik
2
Ridho Riyadi, “Zina Menurut Ali Ash-Shabuni Dalam Tafsir Shafwatu Tafasir,” Studia
Quranika: Jurnal Studi Quran 5 (2021), 197.
3
3
Laila Badriyah, “Kajian Terhadap Tafsir Rawa’I Al-Bayan: Tafsir Ayat Al-Ahkam Min
Al-Quran Muhammad Ali Ash-Shabuni,” Jurnal Pendidikan Islam Dan Pranata Islam Syaikhuna
8 (2017), 136-137.
4
Ridho Riyadi, “Zina Menurut Ali Ash-Shabuni Dalam Tafsir Shafwatu Tafasir”, 198.
4
menjelaskan bahwa tafsir ini menurut Syeikh Ali Ash-Shabuni telah mewakili
seluruh tradisi tafsir al-Quran, mencakup zaman dimana Ia hidup bahkan sampai
melewati zaman tersebut. Ia sangat gigih dalam menyusun kitab ini, Ia
mencurahkan kemampuannya dan berkonsentrasi siang dan malam sampai
rampung dalam kurun waktu lima tahun. Kitab ini disusun dengan sistematika yang
praktis dan sederhana, sehingga dapat mudah dipahami oleh para pembaca.
5
Al munir Abd.Malik, Shafwah Al tafasir karya Al shabuni dan contoh penafsirannya
tentang ayat-ayat sifat.STIT Ar risalah indragilir hilir. Volume XVI 2016.
6
Ash-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, 19.
5
Hal lain yang menjadi karakteristik dari kitab ini adalah saat
menjelaskan makna suatu kata atau faedah-faedah yang terkandung dalam
suatu ayat, Ia mencantumkan syair-syair dari para penyair seperti Abu Al-
Athahiyah, Hisan, Zahir, Zaid ibn Nufail, dll. Selain itu juga diperkuat
dengan pendapat para pakar keilmuan islam seperti Imam Malik, Ibnu
Taimiyah, Al-Wakidi, Al-Syatibi, Hasan al-Banna, dll. Hal tersebut
bertujuan untuk memperkuat dan memperjelas makna yang terkandung dari
suatu ayat yang ditafsirkan.8
7
Yusron, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, 64-65.
8
Yusron, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, 65.
6
9
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, Jilid 3 (Beirut: Darul Quran Al-
Karim, 1981), 19-20.
10
Ash-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, 20.
7
11
Said Agil Husain al-Munawwar, l’juz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir (Semarang
Dina Utama, 1994), Cet ke-1, h.37
12
Zulheldi, 6 Langkah Metode Tafsir Maudhu’i, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 9-10
8
13
Muhammad Abdul Azhim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulûm al-Qur’an, (Bairut:
Dar al-Fikr, 1988), Jilid.I.H.106
10
14
Abdur Razaq & Andy Haryono, “Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-Shabuni
Dalam Kitab Rawa’I Al-Bayan,” Jurnal Wardah 18 (2017), 59.
11
َ ﺖ أَِو ا ﻋْ ﺘَ َﻤ َﺮ ﻓََﻼ ُﺟ ﻨَ ﺎ
ح َ َْﺣ ﱠﺞ ا ﻟْ ﺒ ـَ ﻴ ِ ۖ ﻓََﻤ ْﻦ6إِﱠن ا ﻟ ﺼﱠ ﻔَ ﺎ َوا ﻟْ َﻤ ْﺮَوةَ ِﻣ ْﻦ َﺷ ﻌَ ﺎ ﺋِﺮِ ا ﱠ
ِ ِ ِ َِﻤ ﺎ ۚ َوﻣَ ْﻦ ﺗَﻄَﱠﻮعَ َﺧ ْﲑًاMِ ف َ ﻋَ ﻠَ ﻴْ ﻪِ أَْن ﻳَﻄﱠﱠﻮ
ٌَ َﺷ ﺎﻛ ٌﺮ ﻋَ ﻠ ﻴ ﻢ6ﻓَﺈ ﱠن ا ﱠ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan dia, dan dialah yang maha mendengar
dan melihat”
Ash-Shabuni mengatakan bahwa tidak ada bagi Allah yang semisal, yang
setara baik itu pada dzatnya, sifatnya, ataupun perbuatan. Dialah yang satu, satu
sebagai sandaran, atau dalam pengertian penyucian Allah dari permisalan makhluk.
12
Huruf kaf di sini adalah penguat akan ketiadaan penyucian Allah dari permisalahan.
Prinsip ini adalah bagian dari hal yang mennjukkan bahwa Ash-Shabuni
menggunakann metode salaf dalam penafsiran ayat-ayat sifat dan meniadakan
permisalahan terhadap Allah. Dalam hal ini, ia bahkan menukilkan perkataan al-
Wasiti bahwa hal ini adalah pendapat dari “mazhab orang yang benar (ahl al-haqq)
dan ahlus sunnah wal jama’ah”.
Bukti laiinya terlihat ketika menafsirkan ayat 164 dari QS. An-Nisa =’. Ia
mengatakan bahwa Allah mengkhususkan Nabi Musa as, untuk berbicara tanpa
perantaranya dengan-nya. Hal itu di perkuat dengan kalimat taklima, hal ini
bersebrangan dengan pendapat kelompok Asy’ariyyah yang menafikan bahwa
perkataan tuhan itu dengan huruf yang bisa didengar.
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas ‘arsy.”
Ash-Shabuni mengatakan bahwa istiwa’ dalam ayat ini adalah hal yang
layak bagi Allah, tanpa permisalan atau perumpamaan. Ia mengutip pendapat imam
Malik tatkala ditanya soal ini, bahwa istiwa’ itu adalah perkara yang diketahui,
sedangkan bagaimana keadaan istiwa’itu adalah sesuatu yang tidak diketahui, dan
bertanya tentang itu adalah suatu perkara bid’ah.
An’am. Menurutnya ayat ini tidak menafikan ru’yah (melihat) Allah, karena Allah
tidak mengatakan dengan redaksi…. , ia mengatakan bahwa mereka yang
mengatakan peniadaan ruyah kepada Allah pada hari akhirat seperti Mu’tazilah
sungguh telah jauh dari kebenaran dan pada jalan yang sesat, yang berbeda dengan
apa yang dikatakan didalam Al-qur’an dan sunnah Rasul. Dalam hal ini, ia berdalil
dengan sebuah hadis yang mengatakan:”sesungguhnya kamu sekalian akan melihat
tuhan kamu, seperti kamu melihat bulan ini, kamu tidak akan tersakiti karena
pandangannya”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syeikh Muhammad Ali bin Jamil Ash-Shabuni Al-Hallabi atau yang biasa
dikenal dengan Syeikh Ali Ash-Shabuni. Ia adalah salah satu ulama dan mufassir
kontemporer yang dilahirkan di Aleppo Syiria tahun 1347 H/1928 M dari kalangan
keluarga ulama terpelajar yang juga sangat mencintai ilmu. Ia meninggal dunia
pada hari yang mulia yakni Jumat di waktu dhuha, 6 Syaban 1442 H/19 Maret 2021
di Kota Yalova berdekatan dengan Istanbul, Turki.
Penulisan kitab Shafwah al-Tafasir ini dilatarbelakangi oleh keinginan
Syeikh Ali Ash-Shabuni yang ingin menyambung kebiasaan ulama terdahulu yang
menulis sebuah karya guna memberikan pemahaman kepada umat untuk
memahami ilmu-ilmu agama. Didukung pula dengan kenyataan bahwa al-Quran
akan selalu menghamparkan pembahasan-pembahasan yang menarik untuk dikaji
dan memerlukan penjelasan dari kalangan ulama untuk menyingkap tabir rahasia
yang tersirat dalam kandungan al-Quran. Alasan Ia menulis kitab tafsir ini adalah
karena tuntutan kondisi umat saat itu dan tujuan Ia adalah untuk mendekatkan
kajian tafsir al-Quran kepada umat dan memacu semangat mereka untuk mengkaji
tafsir al-Quran, tentunya dengan pemahaman sederhana yang mudah dipahami dan
jawaban-jawaban atas problematika umat saat itu.
DAFTAR PUSTAKA
Al Munawwar Said Agil Husain, l’juz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir (Semarang
Dina Utama, 1994)