Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SHAFWAH AL-TAFASIR
KARYA MUHAMMAD ALI ASH-SHABUNI
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Mazahib Tafsir
Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Yusuf Qardawi, M.A

Oleh:
Laila Shofina 2142115054
Syurlita 2142115083
Ira Frijayanti 2142115021
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGER SULTAN AJI MUHAMMAD
IDRIS SAMARINDA
Tahun 2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim..

Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kita kehadirat
Allah Subhanahu wa ta’ala yang mana berkat rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat serta
salam kita haturkan kepada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad
Shallahu’alaihi wa sallam yang telah membawa kita keluar dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari

Bapak Yusuf Qardawi M.A pada mata kuliah Mazahib Tafsir yang berjudul

“Shafwah Al-Tafasir karya Muhammad Ali Ash-Shabuni”. Terima kasih kepada:

1. Bapak Yusuf qardawi M.A selaku dosen pengampu Mazahib Tafsir.


2. Kelompok 12 yang sudah menyelesaikan makalah ini sampai akhir.
3. Temen-Temen lokal 1.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.
penulis berharap makalah ini bisa membawa manfaat bagi para pembaca dan bisa
memperluas khazanah ilmu pengetahuan kita dalam mata kuliah Mazahib Tafsir..

Samarinda, 29 November 2023


16 jumadil awal 1445 H

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I ...............................................................................................................1
PENDAHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 1
BAB II..............................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................2
A. Biografi Muhammad Ali Ash-Shabuni ................................................. 2
B. Sistematika Penulisan Shafwah Al-Tafasir .......................................... 3
C. Contoh-contoh penafsiran Muhammad Ali Ash-Shabuni ................ 11
BAB III .......................................................................................................... 14
PENUTUP ..................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak kelahirannya, aktivitas penafsiran al-Qur’an senantiasa menemukan
signifikansinya sampai masa kini. Al-Qur’an membawa hukum-hukum dan syariat
secara berangsur-angsur menurut konteks peristiwa dan kejadian selama kurun
waktu sekitar 23 tahun. Namun, hukum-hukum dan syariat ini ada yang dapat
dilaksanakan langsung dan ada yang tidak dapat dilaksanakan sebelum maksud dan
inti persoalannya betul-betul dimengerti dan dipahami. Untuk memahami arti dan
maksud dari pada al-Qur’an dibutuhkan alat atau ilmu, yaitu dengan tafsir.
Menafsirkan al-Qur’an berarti menyingkap kandungan-kandungan hukum, dan
makna-makna yang terkandung di dalamnya.1 Dalam aktivitas tafsir tersebut,
selalau diwarnai berbagai dinamika, bahkan kontroversi.
Salah satu eksponen sarjana tafsir kontemporer turut andil dalam
menyemarakkan studi al-Qur’an adalah Muhammad Ali Ash-Shabuni. Namanya
kian mendunia, Ia merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan
keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. Dengan dua karya tafsir
utamanya, Shafwah al-Tafsir dan Tafsir Ayat Ahkam. ia dikenal luas sebagai salah
satu mufassir yang representatif di abad ini.
B. Rumusan Masalah
1. Biografi Muhammad Ali Ash-Shabuni?
2. Sistematika penulisan Shafwah al-Tafasir?
3. Contoh-contoh penafsiran Muhammad Ali Ash-Shabuni?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi Muhammad Ali Ash-Shabuni.
2. Mengetahui sistematika penulisan Shafwah al-Tafasir.
3. Mengetahui contoh-contoh penafsiran Muhammad Ali Ash-Shabuni.

1
Muhammad Hussain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Dar al-Hadis, 2005),
juz. 1, h. 18.
2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Ali Ash-Shabuni
Nama lengkap penulis kitab Shafwah al-Tafasir adalah Syeikh Muhammad
Ali bin Jamil Ash-Shabuni Al-Hallabi atau yang biasa dikenal dengan Syeikh Ali
Ash-Shabuni. Ia adalah salah satu ulama dan mufassir kontemporer yang dilahirkan
di Aleppo Syiria tahun 1347 H/1928 M dari kalangan keluarga ulama terpelajar
yang juga sangat mencintai ilmu. Syeikh Ali Ash-Shabuni sejak kecil sudah
menunjukkan kecintaan dan potensi besarnya dalam menuntut ilmu, khususnya
keilmuan agama, terbukti jelas dengan telah rampungnya hafalan 30 juz al-Qur’an
secara sempurna di usia Ia yang masih sangat tergolong belia. Hal ini tidak lepas
dari peran sang ayah Ia yang merupakan seorang ulama senior terkemuka di
daerahnya yakni Aleppo, Ia juga tentunya menjadi salah satu guru bagi Syeikh Ali
Ash-Shabuni kecil dalam pendidikan dasarnya, khususnya pada ilmu gramatika
bahasa Arab, faroidh, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Selain Syeikh Jamil yang
menjadi ayah sekaligus guru bagi Syeikh Ali Ash-Shabuni, beberapa guru dari
Syeikh Ali Ash-Shabuni diantaranya adalah Syeikh Muhammad Najib Sirajuddin,
Syeikh Muhammad Raghib At-Tabakh, Syeikh Muhammad Najib Khayatah,
Syeikh Ahmal Al-Shama, dan Syeikh Muhammad Said Al-Idlibi.2
Pendidikan formal Syeikh Ali Ash-Shabuni mulai dasar sampai setingkat
tsanawiyah ditempuh di kota kelahirannya, Aleppo Syuriah, lalu setelah lulus di
tingkat tsanawiyah, Ia melanjutkan pendidikan formal jenjang sarjana strata satu di
Universitas Al-Azhar Kairo Mesir di tahun 1371 H/1952 M. Setelah menyelesaikan
studi strata satunya tersebut, Ia melanjutkan jenjang pendidikan formal magister
yang masih di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, dengan spesialisasi yang Ia ambil
adalah Takhasus al-Qadha as-Syariyyah atau peradilan agama di tahun 1954 M.
Setelah itu, Ia mengajar dan mengabdi di sekolah swasta jenjang tsanawiyah di kota
Halab selama delapan tahun lamanya. Kecintaan dan obsesinya terhadap ilmu
agama menuntunnya kembali untuk melanjutkan jenjang pendidikan akademik

2
Ridho Riyadi, “Zina Menurut Ali Ash-Shabuni Dalam Tafsir Shafwatu Tafasir,” Studia
Quranika: Jurnal Studi Quran 5 (2021), 197.
3

formal doktoral di Universitas Ummul Qura pada Fakultas Syariah, sekaligus Ia


menjadi dosen di Universitas Ummul Qura tersebut selama 20 tahun lamanya.3
Syeikh Ali Ash-Shabuni ketika menjadi dosen di Universitas Ummul Qura,
Makkah juga sempat diamanahkan menjadi Ketua Fakultas Syariah sekaligus
menjadi Guru Besar Ilmu Tafsir. Selain itu, Ia juga diamanahkan oleh Pusat Kajian
Akademik dan Pelestarian Waris Islam untuk menjadi ketua dari lembaga tersebut.
Ia juga menjadi salah satu Guru Besar Ilmu Tafsir di Fakultas Ilmu Pendidikan
Islam Universitas King Abdul Aziz. Selain mengajar di jenjang pendidikan
akademik di berbagai universitas, Ia juga aktif mengisi kajian tafsir di Masji al-
Haram dan salah satu Masjid besar di Kota Jeddah, kajian itu bersifat umum yang
berjalan selama delapan tahun lamanya dan materi yang Ia sampaikan dalam kajian
tersebut direkam dan diabadikan dengan bentuk kaset, sehingga tidak sedikit hasil
rekaman tersebut ditayangkan kembali dalam siaran program televisi. Rekaman-
rekaman yang berisi materi kuliah umum tersebut berhasil diselesaikan pada tahun
1998M. Sebelum mengabdikan dirinya untuk menulis dan menelitim Ia juga sempat
aktif beberapa tahun di organisasi Liga Muslim Dunia dan menjabat sebagai
penasihat pada bagian Dewan Riset Kajian Ilmiah tentang Al-Quran dan Hadits.4
Syeikh Ali Ash-Shabuni pernah berkunjung ke Indonesia, tepatnya di
Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, Jawa Tengah pada akhir tahun 2012
dan berjumpa dengan KH. Maimoen Zubair. Ia meninggal dunia pada hari yang
mulia yakni Jumat di waktu dhuha, 6 Syaban 1442 H/19 Maret 2021 di Kota Yalova
berdekatan dengan Istanbul, Turki.
B. Sistematika Penulisan Shafwah Al-Tafasir
Salah satu kitab tafsir kontemporer yang masyhur adalah kitab Shafwah al-
Tafasir hasil karya Syeikh Ali Ash-Shabuni. Dinamakan demikian karna kitab ini
mencakup penjelasan-penjelasan tafsir dari kitab-kitab tafsir terdahulu secara
sistematis, ringkas, dan mudah dipahami. Pemberian nama ini diharapkan dapat
menjadi acuan untuk mengantarkan umat islam menuju jalan yang lurus, dan juga

3
Laila Badriyah, “Kajian Terhadap Tafsir Rawa’I Al-Bayan: Tafsir Ayat Al-Ahkam Min
Al-Quran Muhammad Ali Ash-Shabuni,” Jurnal Pendidikan Islam Dan Pranata Islam Syaikhuna
8 (2017), 136-137.
4
Ridho Riyadi, “Zina Menurut Ali Ash-Shabuni Dalam Tafsir Shafwatu Tafasir”, 198.
4

menjelaskan bahwa tafsir ini menurut Syeikh Ali Ash-Shabuni telah mewakili
seluruh tradisi tafsir al-Quran, mencakup zaman dimana Ia hidup bahkan sampai
melewati zaman tersebut. Ia sangat gigih dalam menyusun kitab ini, Ia
mencurahkan kemampuannya dan berkonsentrasi siang dan malam sampai
rampung dalam kurun waktu lima tahun. Kitab ini disusun dengan sistematika yang
praktis dan sederhana, sehingga dapat mudah dipahami oleh para pembaca.

Shafwah al-Tafasir jika ditinjau dari sumber tafsirnya maka tafsirnya


merupakan tafsir bi al ma’tsur sekaligus tafsir bi al ra’yi.5 Hal ini disebabkan
karena sumber yang digunakan Al Shabuni dalam menyusun Shafwah al-Tafasir
adalah al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan Hadis, al-Qur’an dengan
perkataan Sahabat, perkataan Tabi’in. Dikatakan tafsir bi al-ra’yi, karena beberapa
sumber materialnya adalah tafsir yang digolongankan tafsir bi al-ra’yi al-
mahmudah seperti Fakhruddin al-Razi dengan kitabnya Mafatih al-Gaib, Qadi al-
Baidawi dengan kitabnya Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, Syihabuddin al-
Alusi dengan kitabnya Ruh al-Ma’ani, dan beberapa tafsir dengan kecenderungan
bi al-ra‘yi lainnya.

Syeikh Ali Ash-Shabuni pada muqaddimah juga menjelaskan tahapan-


tahapan atau sistematika yang Ia terapkan dalam kitabnya ini, antara lain sebagai
berikut:6

1. Membuat kategorisasi ayat-ayat yang bertujuan menjelaskan persoalan-


persoalan yang terdapat dalam surah dan juga ayat.
2. Menjelaskan tafsir dari kandungan surah secara ijmali sekaligus
menjelaskan tujuan atau maksud yang mendasar.
3. Memaparkan munasabah suatu ayat, baik dengan ayat-ayat yang
sebelumnya maupun dengan yang sesudahnya.
4. Menjelaskan aspek kebahasaan suatu ayat dan disertai dengan
perbandingan-perbandingan dari para ahli bahasa Arab.

5
Al munir Abd.Malik, Shafwah Al tafasir karya Al shabuni dan contoh penafsirannya
tentang ayat-ayat sifat.STIT Ar risalah indragilir hilir. Volume XVI 2016.
6
Ash-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, 19.
5

5. Menjelaskan asbab an-nuzul dari suatu ayat.


6. Memaparkantafsirdariayat.
7. Menjelaskan aspek balaghah yang terkandung dalam suatu ayat.
8. Menjelaskan faidah-faidah yang terkandung dalam suatu ayat dan
hikmah-hikmah yang terdapat didalamnya.

Syeikh Ali Ash-Shabuni dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran


lebih banyak didasarkan kepada pengertian ayat-ayat al-Quran itu pula dan
seringkali menafsirkan ayat dengan ayat al-Quran yang lainnya. Ia juga
menafsirkan suatu ayat dengan hadits, meskipun cenderung jarang
dilakukan. Penafsiran Ia diperkuat dan dibandingkan dengan pendapat-
pendapat mufassir besar yang Ia kutip, khususnya didominasi oleh
penafsiran dari Ibnu Abbas yang juga sudah masyhur di kalangan umat
islam. Penafsiran Ia dalam kitab ini jika ditinjau dari aspek kebahasaan
dapat diketahui bahwa ungkapan-ungkapan yang Ia pilih lebih mudah untuk
dipahami, struktur katanya yang baik dan mudah, dan tidak berbelit-belit,
sehingga makna yang terkandung dalam suatu ayat akan lebih mudah untuk
dipahami.7

Hal lain yang menjadi karakteristik dari kitab ini adalah saat
menjelaskan makna suatu kata atau faedah-faedah yang terkandung dalam
suatu ayat, Ia mencantumkan syair-syair dari para penyair seperti Abu Al-
Athahiyah, Hisan, Zahir, Zaid ibn Nufail, dll. Selain itu juga diperkuat
dengan pendapat para pakar keilmuan islam seperti Imam Malik, Ibnu
Taimiyah, Al-Wakidi, Al-Syatibi, Hasan al-Banna, dll. Hal tersebut
bertujuan untuk memperkuat dan memperjelas makna yang terkandung dari
suatu ayat yang ditafsirkan.8

7
Yusron, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, 64-65.
8
Yusron, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, 65.
6

1. Latar belakang penulisan Shafwah Al-Tafasir


Tidaklah Syeikh Ali Ash-Shabuni menulis sesuatu tentang tafsir
sebelum Ia baca berbagai penafsiran ulama tafsir terdahulu dengan berbagai
kitab tafsirnya, khususnya pada hal pokok-pokok tafsir, yang kemudian
akan Ia pilih penafsiran yang lebih relevan dengan konteks kondisi
sekarang. Penulisan kitab Shafwah al-Tafasir ini dilatarbelakangi oleh
keinginan Syeikh Ali Ash-Shabuni yang ingin menyambung kebiasaan
ulama terdahulu yang menulis sebuah karya guna memberikan pemahaman
kepada umat untuk memahami ilmu-ilmu agama. Didukung pula dengan
kenyataan bahwa al-Quran akan selalu menghamparkan pembahasan-
pembahasan yang menarik untuk dikaji dan memerlukan penjelasan dari
kalangan ulama untuk menyingkap tabir rahasia yang tersirat dalam
kandungan al-Quran.9
Syeikh Ali Ash-Shabuni juga menyampaikan bahwa Ia sadar akan
kondisi umat saat ini yang lebih menyibukkan diri dengan urusan-urusan
duniawi dan jarang sekali mereka meluangkan waktunya untuk mengkaji
kitab-kitab tafsir, khususnya kitab-kitab tafsir induk terdahulu. Ia juga
menyadari bahwa peran ulama adalah selalu menjadi jembatan umat dalam
memahami isi kandungan al-Quran dengan pemahaman dan kajian yang
mudah dipahami. Ia juga tergerak dan sadar bahwa saat itu belum ada kitab
tafsir yang dapat menopang hajat umat dan memacu semangat mereka untuk
mengkaji tafsir al-Quran diantara kesibukan mereka terhadap urusan
duniawi di setiap harinya.10 Alasan Ia menulis kitab tafsir ini adalah karena
tuntutan kondisi umat saat itu dan tujuan Ia adalah untuk mendekatkan
kajian tafsir al-Quran kepada umat dan memacu semangat mereka untuk
mengkaji tafsir al-Quran, tentunya dengan pemahaman sederhana yang
mudah dipahami dan jawaban-jawaban atas problematika umat saat itu.
2. Corak dan metode Shafwah Al-Tafasir

9
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, Jilid 3 (Beirut: Darul Quran Al-
Karim, 1981), 19-20.
10
Ash-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, 20.
7

Corak penafsiran yang digunakan dalam kitab Shafwah al-Tafasir


adalah Adabi Ijtima’i. Corak Tafsir Adabi al-Ijtima’i adalah suatu corak
tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang mengungkapkan dari segi
balaghah dan kemukjizatannya, menjelaskan makna-makna dan susunan
yang dituju oleh al-Qur’an mengungkapkan hukum-hukum alam dan
tatanan-tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya.11 Corak penafsiran
adâbi al-ijtima’i adalah corak penafsiran yang berorientasi pada sastra
budaya kemasyarakatan.
Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menunjukkan bahwa
kitab ini memilki corak Adab al-Ijtima’i. Yang pertama, dalam tafsirnya al-
Shabuni sangat memperhatikan segi kebalaghahan, hali ini ditunjukkan
dengan adanya penjelasan kebalaghahan dalam setiap penafsirannya.
Sebagaimana yang penulis jelaskan pada metode yang digunakan oleh Ash-
Shabuni mengenai penjelasan dalam segi balaghah. Kedua, Ash-Shabuni
dalam tafsirnya menjelaskan setiap ayatnya yang dikaitkan dengan tatanan
kemasyarakatan, Ash-Shabuni tidak banyak membahas masalah Fiqh ketika
bertemu dengan ayat-ayat ahkam, atau membahas masalah aqidah ketika
bertemu dengan ayat-ayat aqidah. Akan tetapi beliau banyak mengambil
hikmah dari ayat-ayat yang ia bahas, yang ia kaitkan dengan Tatanan
kemasyarakatan pada masa kini.
Dilihat metode penafsiran yang terdapat dalam kitab Shafwah al-
tafasir adalah metode tahlili, yang dimaksud dengan metode tahlili adalah
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan menghidangkan seluruh aspeknya
dan menyingkapkan setiap tujuannya dengan mengikuti susunan ayat-ayat
tersebut sebagaimana terdapat di dalam mushaf.12 Kitab Shafwah al-Tafasir
menggunakan metode tahlili, hal ini terbukti ketika Ash-Shabuni
penggunaan langkah-langkah tafsir tahlili dalam kitab tersebut.
3. Karakteristik Shafwah Al-Tafasir

11
Said Agil Husain al-Munawwar, l’juz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir (Semarang
Dina Utama, 1994), Cet ke-1, h.37
12
Zulheldi, 6 Langkah Metode Tafsir Maudhu’i, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 9-10
8

Adapun beberapa karakteristik dari kitab Shafwah Al-Tafasir karya


Muhammad Ali Ash-Shabuni ialah:

a) Menjelaskan Secara Global Terhadap Isi Surat (Bayanu al-


Ijmali li al-Sarah al-Karimah)
Sebelum menafsirkan dan membahas satu surat, Ash-
Shabuni menjelaskan terlebih dahulu tentang pokok-pokok
isi surat secara global mulai dari awal surat sampai ke
penutup surat. Dalam penjelasan ini ada beberapa hal yang
dikemukakan oleh Ash-Shabuni, yaitu: Isi surat, keutamaan
surat, dan penamaan surat.
b) Menjelaskan Kesesuaian Antar Ayat (al-Munasabah)
Secara bahasa al-munasabah adalah berarti dekat, serupa,
mirip, dan rapat. Secara istilah al-munasabah adalah kemirip-
miripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an
baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan
uraian satu dengan yang lainnya. Pada aspek al-munasabah
ini, Ash-Shabuniy menerangkan hubungan antara ayat yang
akan ditafsirkan dengan ayat yang telah ditafsirkan
sebelumnya.
c) Mengemukakan Bahasa (al-Lughah)
Digaris bawahi pula oleh Allah dalam kitab suci-Nya, bahwa
al-Qur’an berbahasa Arab. Ini berarti bahwa syarat mutlak
untuk menarik makna dari pesan-pesan al-Qur’an adalah
pengetahuan tentang bahasa Arab. Pada umumnya, al-Sabuni
akan menjelaskan makna dari suatu lafal dan menyebutkan
asal katanya serta menyelidiki perubahan kata dari lafal
tersebut. Kadangkala, al-Sabuni melengkapinya dengan
memaparkan ayat al-Qur’an, hadis maupun syair- syair Arab
untuk menjelaskan lafal tersebut.
d) Memaparkan Sebab Turunnya Ayat (Asbab al-Nuzul)
9

Kalimat asbab al-nuzul terdiri dari dua kata yaitu: “asbab”


dan “al- nuzul”, Kata asbab adalah bentuk jamak dari kata
“sabab” yang secara etimologi bararti: tali, jalan, kedekatan,
kasih sayang atau sesuatu yang menghubungkan antara satu
dengan yang lainnya. Sedangkan kata “al-nuzul” adalah
bentuk mashdar dari kata “nazala” yang secara etimologi
berarti: turun, menempati berpindah dari atas ke bawah. Atau
adapun asbab al-nuzul secara terminologi adalah: “Sesuatu
yang menyebabkan diturunkannya ayat-ayat al-Qur’an pada
zaman turunnya al-Qur’an. Yang dimaksud dengan
“sesuatu” di sini adalah peristiwa, pertanyaan atu jawaban
terhadap sebuah permasalahan yang terjadi pada masa Rasul
Muhammad SAW. Sedang yang dimaksud “zaman turunnya
al-Qur’an” adalah keadaan atau kondisi yang menyelimuti
turunnya sebuah ayat atau surat, baik ayat tersebut turun
secara langsung atau terlambat.13
e) Menafsirkan Ayat (al-Tafsir)
Al-Sabuni berbicara panjang lebar dalam menafsirkan ayat,
semua hal yang berhubungan dengan ayat tersebut
ditafsirkan dengan rinci dan jelas, al-Sabuni memberikan
penafsiran dengan bahasa yang mudah dimengerti bagi
siapapun yang membacanya.
f) Pelajaran dan Petunjuk Dari Ayat (al-Fawaid wa Li al-Thaif)
Pada bagian akhir dari penafsiran al-Sabuni selalu
memberikan pelajaran dan petunjuk yang dapat diambil dan
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. hal ini sangat
diperlukan sekali agar setelah membaca penafsiran dari ayat
tersebut bisa memahami apa saja yang dapat diambil dan

13
Muhammad Abdul Azhim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulûm al-Qur’an, (Bairut:
Dar al-Fikr, 1988), Jilid.I.H.106
10

amalkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan perintah


Allah yang terdapat dalam ayat tersebut.
4. Karya-karya Muhammad Ali Ash-Shabuni
Pada tahun 2007, Syeikh Ali Ash-Shabuni mendapatkan
penghargaan dari Dubai International Quran Award sebagai Personality of
The Muslim World. Ia berhasil menjadi yang unggul diantara kandidat-
kandidat lain yang diseleksi langsung oleh Pangeran Muhammad bin Rasyid
Al-Maktum yang menjabat sebagai Wakil Kepala Pemerintahan Dubai.
Penghargaan tersebut Ia dapatkan karena luasnya kiprah keilmuan Ia di
dunia islam. Kiprah syeikh Ali Ash-Shabuni dibuktikan pula dengan
banyaknya karya-karya yang Ia lahirkan, diantara karya-karya Ia adalah
sebagai berikut:14
1. Rawa’i Al-Bayan fi Tafsir Ayat Al-Ahkam min Al-Quran
2. Al-TibyanfiUlumal-Quran
3. Al-Nubuwwah wa al-Anbiya
4. Qabasun min Nur al-Quran
5. Shafwahal-Tafasir
6. Mausu’ah al-Fiqh Asy-Syar’i Al-Muyassar
7. At-Tafsiral-WadhihAl-Muyassar
8. I’jazulBayanfiSuwari’Al-Quran
9. Mauqifuas-SyariahAl-GharraminNikahiAl-Mut’ah
10. Aqidah Ahlus Sunnah fi Mizani As-Syar’i
11. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir
12. Mukhtashar Tafsir Thabari
13. Fath ar-Rahman bi Kasyfi ma Yatalabbasu fi al-Quran
14. Syubuhat wa Abatil Haula Adad Zaujah Ar-Rasul

14
Abdur Razaq & Andy Haryono, “Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-Shabuni
Dalam Kitab Rawa’I Al-Bayan,” Jurnal Wardah 18 (2017), 59.
11

C. Contoh-contoh penafsiran Muhammad Ali Ash-Shabuni


Adapun contoh penafsiran dari kitab tafsir Shafwat Al-Tafassir yaitu dalam
menafsirkan Q.S Al-Baqarah: 158

َ ‫ﺖ أَِو ا ﻋْ ﺘَ َﻤ َﺮ ﻓََﻼ ُﺟ ﻨَ ﺎ‬
‫ح‬ َ ْ‫َﺣ ﱠﺞ ا ﻟْ ﺒ ـَ ﻴ‬ ‫ِ ۖ ﻓََﻤ ْﻦ‬6‫إِﱠن ا ﻟ ﺼﱠ ﻔَ ﺎ َوا ﻟْ َﻤ ْﺮَوةَ ِﻣ ْﻦ َﺷ ﻌَ ﺎ ﺋِﺮِ ا ﱠ‬
ِ ِ ِ ‫َِﻤ ﺎ ۚ َوﻣَ ْﻦ ﺗَﻄَﱠﻮعَ َﺧ ْﲑًا‬Mِ ‫ف‬ َ ‫ﻋَ ﻠَ ﻴْ ﻪِ أَْن ﻳَﻄﱠﱠﻮ‬
ٌ‫َ َﺷ ﺎﻛ ٌﺮ ﻋَ ﻠ ﻴ ﻢ‬6‫ﻓَﺈ ﱠن ا ﱠ‬

…maka sesungguhnya Allah Maha”Mensyukuri” kebaikan lagi maha mengetahui

Ia mengatakan bahwa syukr secara literal bermkna “melakukan pemujian


dan kebaikan karena telah diberikan nikmat dan kebajikan”, tentunya mustahil bagi
Allah, dikarenakan tidak ada seorangpun yang menyebabkan Allah harus bersyukur
kepadanya. Terkait makna kata ini, ia berkata:”para ulama mengasosiasikannya
(kata syukr) dengan konotasi makna “pahala dan ganjaran”,dengan pengertian
bahwa Allah yang memberikan pahala kepada seseorang dan ia tidak menyi-
nyiakan ganjaran bagi orang yang beramal. Saya mengatakan;yang benar adalah
pendapat Ulama salaf yang menetapkan sifat tersebut sebagaimana adanya, yakni
syukur sebagaimana makna yang layak dengan keagungan dan kesempurnaannya,
yakni berkmana ia memuji atas apa yang dilakukan hambanya yang beriman atas
apa yang ia cintai.”

(1. Ash-Shabuni, Shafwat Al-Tafassir, juz 1, .66)

Contoh lain ketika menafsirkan QS. Syuara:11

‫ض ۚ َﺟ ﻌَ ﻞَ ﻟَُﻜ ْﻢ ِﻣ ْﻦ أَﻧ ـْ ﻔُ ِﺴ ُﻜ ْﻢ أَْزَوا ًﺟ ﺎ َوِﻣ َﻦ ا ْﻷَﻧ ـْ ﻌَ ﺎ ِم أَْزَوا ًﺟ ﺎ‬


ِ ‫ت َوا ْﻷَْر‬ِ ‫ﺴ ﻤ ﺎ وا‬ ِ
َ َ ‫ۖﻓَﺎ ﻃ ُﺮ ا ﻟ ﱠ‬
ِ ِ ‫ﻳ ْﺬ رُؤُﻛ ﻢ ﻓِ ﻴ ﻪِ ۚ ﻟَﻴ ﺲ َﻛ ِﻤ ﺜْﻠِ ﻪِ َﺷ ﻲ ء ۖ وﻫ ﻮ ا ﻟ ﱠ‬
ُ‫ﺴ ﻤ ﻴ ﻊُ ا ﻟْ ﺒَ ﺼ ﲑ‬ ََُ ٌ ْ َ ْ ْ َ َ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan dia, dan dialah yang maha mendengar
dan melihat”

Ash-Shabuni mengatakan bahwa tidak ada bagi Allah yang semisal, yang
setara baik itu pada dzatnya, sifatnya, ataupun perbuatan. Dialah yang satu, satu
sebagai sandaran, atau dalam pengertian penyucian Allah dari permisalan makhluk.
12

Huruf kaf di sini adalah penguat akan ketiadaan penyucian Allah dari permisalahan.
Prinsip ini adalah bagian dari hal yang mennjukkan bahwa Ash-Shabuni
menggunakann metode salaf dalam penafsiran ayat-ayat sifat dan meniadakan
permisalahan terhadap Allah. Dalam hal ini, ia bahkan menukilkan perkataan al-
Wasiti bahwa hal ini adalah pendapat dari “mazhab orang yang benar (ahl al-haqq)
dan ahlus sunnah wal jama’ah”.

(2. Syahadah, “Ash-Shabuni wa manjuhu”, h.147)

Bukti laiinya terlihat ketika menafsirkan ayat 164 dari QS. An-Nisa =’. Ia
mengatakan bahwa Allah mengkhususkan Nabi Musa as, untuk berbicara tanpa
perantaranya dengan-nya. Hal itu di perkuat dengan kalimat taklima, hal ini
bersebrangan dengan pendapat kelompok Asy’ariyyah yang menafikan bahwa
perkataan tuhan itu dengan huruf yang bisa didengar.

(3. Ash-Shabuni, Shafwat al-Tafassir, juz 1, h.208)

Contoh berikutnya ketika menafsirkan ayat 4 dari QS. Al-Hadid

ِ ‫ ٍم ُﰒﱠ ا ْﺳ ﺘ ـَ َﻮٰى ﻋَ ﻠَ ﻰ ا ﻟْ ﻌَ ْﺮ‬p‫ض ِﰲ ِﺳ ﺘﱠﺔِ أَﱠ‬


‫ش‬ ِ
َ ‫ﺴ َﻤ ﺎ َوا ت َوا ْﻷَْر‬ ‫ُۚﻫ َﻮ ا ﻟﱠﺬِ ي َﺧ ﻠَ َﻖ ا ﻟ ﱠ‬
ِ ‫ض وﻣ ﺎ َﳜ ﺮج ِﻣ ﻨْـ ﻬ ﺎ وﻣ ﺎ ﻳ ـ ﻨْ ﺰُِل ِﻣ ﻦ ا ﻟ ﱠ‬ ِ
ُ‫ﺴ َﻤ ﺎ ء َوﻣَ ﺎ ﻳ ـَ ﻌْ ُﺮج‬ َ َ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ ِ ‫ﻳ ـَ ﻌْ ﻠَ ﻢُ ﻣَ ﺎ ﻳَﻠ ﺞُ ِﰲ ا ْﻷَْر‬
ِ ِ ِ
ٌ‫ُ ﲟَﺎ ﺗ ـَ ﻌْ َﻤ ﻠُﻮَن ﺑَﺼ ﲑ‬6‫ﻓ ﻴ َﻬ ﺎ ۖ َوُﻫ َﻮ ﻣَ ﻌَ ُﻜ ْﻢ أَﻳَْﻦ ﻣَ ﺎ ُﻛ ﻨْـ ﺘُْﻢ ۚ َوا ﱠ‬

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas ‘arsy.”

Ash-Shabuni mengatakan bahwa istiwa’ dalam ayat ini adalah hal yang
layak bagi Allah, tanpa permisalan atau perumpamaan. Ia mengutip pendapat imam
Malik tatkala ditanya soal ini, bahwa istiwa’ itu adalah perkara yang diketahui,
sedangkan bagaimana keadaan istiwa’itu adalah sesuatu yang tidak diketahui, dan
bertanya tentang itu adalah suatu perkara bid’ah.

(4. Ash-Shabuni, Shafwat Al-Tafassir, juz 3, h.309.)

Contoh lain penafsiran Ash-Shabuni memperihatikan perlawannya terhadap


kalangan Mu’tazilah ketika menafsirkan ketika menafsirkan ayat 103 dari QS. Al-
13

An’am. Menurutnya ayat ini tidak menafikan ru’yah (melihat) Allah, karena Allah
tidak mengatakan dengan redaksi…. , ia mengatakan bahwa mereka yang
mengatakan peniadaan ruyah kepada Allah pada hari akhirat seperti Mu’tazilah
sungguh telah jauh dari kebenaran dan pada jalan yang sesat, yang berbeda dengan
apa yang dikatakan didalam Al-qur’an dan sunnah Rasul. Dalam hal ini, ia berdalil
dengan sebuah hadis yang mengatakan:”sesungguhnya kamu sekalian akan melihat
tuhan kamu, seperti kamu melihat bulan ini, kamu tidak akan tersakiti karena
pandangannya”.

(5. Ash-Shabuni, Shafwat Al-afassir, juz 1, h.272)


14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syeikh Muhammad Ali bin Jamil Ash-Shabuni Al-Hallabi atau yang biasa
dikenal dengan Syeikh Ali Ash-Shabuni. Ia adalah salah satu ulama dan mufassir
kontemporer yang dilahirkan di Aleppo Syiria tahun 1347 H/1928 M dari kalangan
keluarga ulama terpelajar yang juga sangat mencintai ilmu. Ia meninggal dunia
pada hari yang mulia yakni Jumat di waktu dhuha, 6 Syaban 1442 H/19 Maret 2021
di Kota Yalova berdekatan dengan Istanbul, Turki.
Penulisan kitab Shafwah al-Tafasir ini dilatarbelakangi oleh keinginan
Syeikh Ali Ash-Shabuni yang ingin menyambung kebiasaan ulama terdahulu yang
menulis sebuah karya guna memberikan pemahaman kepada umat untuk
memahami ilmu-ilmu agama. Didukung pula dengan kenyataan bahwa al-Quran
akan selalu menghamparkan pembahasan-pembahasan yang menarik untuk dikaji
dan memerlukan penjelasan dari kalangan ulama untuk menyingkap tabir rahasia
yang tersirat dalam kandungan al-Quran. Alasan Ia menulis kitab tafsir ini adalah
karena tuntutan kondisi umat saat itu dan tujuan Ia adalah untuk mendekatkan
kajian tafsir al-Quran kepada umat dan memacu semangat mereka untuk mengkaji
tafsir al-Quran, tentunya dengan pemahaman sederhana yang mudah dipahami dan
jawaban-jawaban atas problematika umat saat itu.
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Malik Al Munir, Shafwah Al tafasir karya Al sabuni dan contoh


penafsirannya tentang ayat-ayat sifat.STIT Ar risalah indragilir hilir 2016.

Al Munawwar Said Agil Husain, l’juz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir (Semarang
Dina Utama, 1994)

Muhammad Abdul Azhim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulûm al-Qur’an,


(Bairut: Dar al-Fikr, 1988)

Zulheldi, 6 Langkah Metode Tafsir Maudhu’i, (Depok: Rajawali Pers, 2017)

Sani, Rahmad. "Karakteristik Penafsiran Muhammad Ali Al-Shabuniy Dalam Kitab

Shafwah Al-Tafasir." Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran

Keagamaan Tajdid 21.1 (2018): 31-39.

Nastiar, Muhammad Addien. "Unsur Balaghah dalam Surah al-Qari’ah (Telaah

Kitab Safwah al-Tafassir)." Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin,

Pemikiran, dan Fenomena Agama 24.1 (2023): 1-19.

Anda mungkin juga menyukai