Disusun Oleh:
KELOMPOK 10
KELAS B
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manhaj Mufassirin. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memberikan informasi
dan wawasan tentang Manhaj Mufassirin bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Bukhori Abdul Shomad,
S.Ag., MA selaku Dosen Pengampu mata kuliah Manhaj Mufassirin yang telah
memberikan tugas ini dan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya
makalah ini kami berharap kepada teman-teman dapat memahami, mempelajari dan
mendiskusikan materi di dalam makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 113.
2
Muhammad ‘Ali al-Sabuny, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, terj. Moh. Chudlri Umar dan Moh.Matsna H.S,
(Bandung: al-Ma’arif, 1987), hlm. 99
3
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani,
2004), hlm.18.
4
Muhammad Husain al-Żahabi, Tafsir wa al-Mufassirūn, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005), Juz. 1, hlm. 18.
Salah satu eksponen penafsir kontemporer yang cukup berpengaruh saat ini
adalah Muhammad ‘Ali al-Sabuni, seorang ulama yang cukup ternama dan
merupakan ketua dari perhimpunan ulama Syiria. Nama besarnya bisa dikatakan sangat
mendunia. Ia merupakan seorang ulama dan ahli Tafsir yang terkenal dengan keluasan
dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. Dan kemudian tafsir yang akan dibahas dalam
tulisan ini adalah Shofwat Al-Tafasir karya Muhammad Ali bin Jamil al-Shabuni yaitu
salah satu kitab tafsir yang amat familiar di dunia akademik baik internasional maupun
nasional karena disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami, ilmiah, rinci, jelas dan
mendalam.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa mufassir penulis kitab Shofwat Al-Tafasir itu sendiri?
2. Bagaimana latar belakang munculnya Shofwat Al-Tafasir?
3. Apakah metodologi penafsiran yang digunakan dalam Shofwat Al-Tafasir?
4. Apakah karakteristik Shofwat Al-Tafasir?
C. Tujuan
1. Mengetahui siapa mufassir penulis kitab Shofwat Al-Tafasir.
2. Mengetahui apa latar belakang munculnya kitab Shofwat Al-Tafasir.
3. Mengetahui metodologi apa yang digunakan dalam kitab tafsir.
4. Mengetahui karakteristik Shofwat Al-Tafasir.
BAB II
PEMBAHASAN
15
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, Terj. Yasin, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2011, hlm. 3
16
Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 58
17
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 4.
18
Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 59
19
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 4.
7. Tafsir al-Bahr al-Muhith (Abu Hayyan)20
E. Metode Penafsiran Kitab Shofwah al-Tafasir
Metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg
ditentukan.21
Al-Farmawi, membagi metode tafsir yang selama ini dipakai oleh ulama
menjadi empat metode yaitu:
1. Metode tafsir tahlili
2. Metode tafsir ijmali
3. Metode tafsir muqaran
4. Metode tafsir mauḍu’i.22
Dari pembagian di atas, ash-Shabuni dalam menafsikan kitab Ṣafwah at-
Tafāsīr menggunakan metode tahlili. Metode tahlili adalah mengkaji ayat-ayat al-
Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, ayat demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan
urutan Mushaf Utsmany. Dengan demikian ia menguraikan kosa kata, lafadh, arti,
sasarannya, dan kandungan ayat, yaitu i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan
kalimat, menjelaskan apa yang diistimbathkan dari ayat, yaitu hukum fiqih, dalil
syar’i, arti linguistik, akhlak, tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat,
majaz, kinayah, isti’arah, serta menerangkan kaitan antara ayat-ayat relevansi dengan
surat sebelumnya dan sesudahnya. Kesemuanya itu senantiasa mengacu pada asbab
an-nuzūl ayat, hadits Rasulullah, riwayat sahabat, dan tabi’in.23
Langkah-langkah yang dilakukan oleh ash-Shabuni dalam menafsirkan al-
Qur’an dalam kitab Ṣafwah at-Tafāsīr, yaitu:
1. Dimulai dengan penjelasan secara global kandungan surat dan penjelasan tujuan
yang paling mendasar (maqāsid al-asasiyyah), serta pokok-pokok ajaran yang
terkandung di dalamnya.
2. Mencari munasabah (kolerasi) antara ayat yang mendahului dengan ayat-ayat
yang senada (koneksitas).
20
Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 58
21
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h.
952
22
Ma’mun Mu’min, Ilmu Tafsir (Dari Ilmu Tafsir Konvensional Sampai Kontrofersial), Kudus: STAIN Kudus,
2008, hlm. 189.
23
Ibid, hlm. 189-190
3. Dari segi tata bahasa (gramatika), disertai penjelasan isytiqaq Bahasa Arab dan
yang menguatkannya (syawāhīd).
4. Asbab an-nuzūl terhadap ayat-ayat yang memang memiliki latar belakang.
5. Penafsiran substansial terhadap potongan ayat dan ayat secara utuh.
6. Pemaparan aspek balaghahwiyyah (aspek sastrawi).
7. Memunculkan fawāid dan latāif (faidah-faidah dan esensi) makna ayat.24
F. Corak Kitab Shofwat al-Tafasir
Kitab Ṣhafwah at-Tafāsīr ini disusun dengan tartib mushafi, yaitu berdasarkan
urutan surat dan ayat dalam Mushaf Usmani, yang terdiri dari 30 juz berisi 144 surat,
dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Setiap surat diawali
dengan basmalah, kecuali surat al-Taubah. Dalam kitab tafsirnya ini ash-Shabuni
memadukan (kompilasi) antara al-ma’tsūr (tekstualitas) dengan al-ma’qūl
(rasionalitas), dan menghimpun sejumlah pendangan ulama kenamaan, dengan kitab-
kitab tafsir yang monumental. Jadi, Shafwah al-Tafâsîr ini menggabungkan dua
metode, yaitu bi al-ma’tsur dan bi al-ma’qul.25 Bentuk bi al-ma’tsur disebut juga
tafsir bi al-riwayah atau tafsir bi al-manqul yaitu tafsir yang penjelasannya diambil
dari ayat-ayat al-Qur’an, hadits Nabi SAW, atsar para sahabat ataupun dari tabi’in.
Sedangkan bentuk bi al-ra’yi disebut juga tafsir al-dirayah atau tafsir bi al-ma’qul
yaitu tafsir yang penjelasannya diambil dari ijtihad dan pemikiran mufassir setelah
mengetahui bahasa Arab serta metodenya, dalil hukum yang ditujukan serta masalah
penafsiran asbab al-nuzul, nasikh mansukh dan sebagainya.26
Adapun corak yang digunakan dal Shafwah al-Tafâsîr ini adalah adab al-
Ijtima’i (sosial kemasyarakatan). Walaupun al-Shabuni mahir dalam bidang syariah
(fiqih) sebagaimana yang terlihat dalam biografinya, namun al-Shabuni tidak banyak
membahas masalah fikih jika bertemu dengan ayat ahkam, adapun beliau banyak
mengambil hikmah dari ayat yang ia bahas yang dikaitkan dengan masyarakat zaman
sekarang. Karena sesuai dengan latar belakang tujuan penulisan kitab ini yaitu untuk
memudahkan manusia untuk memahami Al-quran.
G. Karakteristik Kitab Shofwat al-Tafasir
Kitab Ṣhafwah at-Tafāsīr ini memudahkan umat manusia dalam memahami al-
Qur‟an, karena dalam menafsirkan al-Qur’an ash-Shabuni memaparkan dengan jelas
24
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 3-4.
25
A. Husnul Hakim Imzi, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir Kumpulan Kitab-kitab Tafsir Dari Masa Klasik
Sampai Masa Kontemporer, Cet. 1, (Depok: LSIQ, 2013), 208
26
Muhaimin, dkk., Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan (Cet. IV; Jakarta: Kencana, 2014), h. 111
dan gamblang, tanpa panjang lebar maupun memaksakan diri dalam menafsirkan al-
Qur’an. Menjelaskan isi al-Qur’an secara kontekstual yang sesuai dengan zaman
modern dan memenuhi kebutuhan kaum muda yang haus akan ilmu pengetahuan
tentang kitab suci al-Qur’an.27
Diantara karakteristik tafsir ini adalah menyebutkan kesimpulan dan memilih
sumber penafsirannya dari sumber-sumber primer. Sesuai dengan penulisan ilmiah
modern, al-Shabuni menyebutkan sumber-sumber pengutipannya di footnote. Beliau
tidak selalu membandingkan beberapa pendapat tersebut, terkadang ditarjih atau
dijadikan sebagai penguat dari penafsirannya.28
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ash-Shabuni lebih banyak
menafsirkan berdasarkan pengertian ayat-ayat al-Qur‟an itu sendiri, dan tidak jarang
menggunakan pola penafsiran ayat dengan ayat. Kendatipun demikian, penggunaan
hadis-hadis Nabi dalam penafsirannya tetap dilakukan, walaupun relatif sedikit.
Untuk memperkuat dan membandingkan hasil pemikiran tafsirnya, ashShabuni sering
mengutip pendapat-pendapat mufassir besar, terutama penafsiran Ibnu Abbas yang
cukup mendominasi dan bagi kalangan umat Islam dunia sudah tak asing lagi.29
Dari aspek linguistik, ungkapan yang menjadi pilihan beliau lebih mudah, dan
menggunakan struktur kata yang enak diucapkan, tidak njelimet. Sehingga mudah
dipahami dan dapat ditangkap makna yang dikandung oleh teks (ayat). Karakteristik
lain yang muncul dari kitab ini adalah pada saat ingin menjelaskan makna kata dan al-
fawāid (faidah-faidah), digunakannya syair-syair yang digubah para penyair, misalnya
Abu al-Atahiyyah, Hisan, Zaid ibn Nufail, Zahir, dan lain-lain. di samping juga
diperkuat pendapat para pakar keilmuan keislaman, seperti Imam Malik, Ibnu
Taimiyah, Hasan al-Banna, al-Wakidi, al-Syatibi dan sebagainya, dalam rangka
memperjelas makna yang dikandung suatu ayat.30
H. Sistematika Kitab Shofwat al-Tafasir
Ali ash-Shabuni dalam tafsirnya, yaitu menafsirkan seluruh ayat-ayat al-
Qur‟an sesuai susunannya dalam mushaf al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi
surat, mulai dengan surat al-Fatihah dan di akhiri dengan surat an-Nas, maka secara
sistematika tafsir ini menempuh tartib mushhafi.
27
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 2-3.
28
A. Husnul Hakim Imzi, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir Kumpulan Kitab-kitab Tafsir Dari Masa Klasik
Sampai Masa Kontemporer, Cet. 1, (Depok: LSIQ, 2013), 209
29
Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 64.
30
Ibid, hlm. 65.
Kitab ini diawali dengan muqaddimah (pendahuluan) sebanyak tiga halaman,
yang di dalamnya dipaparkan dasar pemikiran (latar belakang) ditulisnya kitab ini.
Secara lengkapnya dan kronologis berisi tentang:
1. Diawali dengan kalimat pembuka, berupa tahmid (pujian) dan salawat (doa)
kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Penjelasan tentang keagungan dan keutamaan kitab al-Qur’an al-Karim.
3. Upaya-upaya ulama dalam mengungkap kandungan al-Qur’an dengan bangunan
Ilmu Tafsir yang telah berhasil mengeksplorasi khazanah keilmuan al-Qur’an.
4. Memberikan penekanan, bahwa al-Qur’an sebagai mukjizat yang kekal bagi Nabi
Muhammad, yang berisi berbagai pengetahuan dan ilmu, serta misteri dan hikmah
yang dikandungnya.
5. Upaya umat Islam untuk megungkap lebih jauh kandungan al-Qur’an dari warisan
kitab-kitab tafsir para pendahulu dari berbagai aspek, agar dapat dijadikan
pedoman hidup (way ofo life) manusia. Sehingga upaya keras untuk menampilkan
penafsiran yang mudah, simpel, dan lugas agar bisa dipahami orang, menjadi
obsesinya.
6. Kegelisahan pribadi ash-Shabuni, karena ia belum menemukan kitab tafsir yang
benar-benar dapat memenuhi hajat orang dan kerinduan umat Islam terhadap tafsir
yang dapat membantu dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, sehingga mampu
menambah keimanan dan keyakinan, dan pada gilirannya mampu mendorong
manusia senantiasa berbuat kebajikan yang diridhai Allah SWT.
7. Alasan penamaan kitab Ṣafwah at-Tafāsīr, sebagaimana yang telah dikemukakan
terdahulu.
8. Kerangka kerja dan langkah-langkah penafsiran, yang pada gilirannya akan
dijelaskan kemudian.
9. Situasi penulisan kitab.
10. Ungkapan permohonan ampun kepada Allah, sekaligus harapan kepada-Nya agar
kitabnya ini menjadi deposito (jariyah) kebaikan hingga hari kiamat.31
31
Ibid, hlm. 61-62.
1. Menjelaskan pokok-pokok isinya yaitu menjelaskan makna secara global, dan
menerangkan tujuan-tujuan (maksud-maksud) pokoknya.
2. Menjelaskan munasabah yaitu kesesuaian antara ayat-ayat terdahulu dengan ayat-
ayat berikutnya.
3. Menjelaskan lafal secara kebahasaan meliputi derivasi penggunaan bahasa Arab,
termasuk argumen-argumen bahasa Arab lainnya.
4. Mengemukakan asbab al-nuzul atau sebab turunnya suatu ayat.
5. Menafsirkan ayat.
6. Menjelaskan ayat-ayat dari sudut pandangan balaghah-nya (kefasihan dan
keindahan).
7. Merumuskan pelajaran dan petunjuk yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut.
I. Penilaian Ulama terhadap Kitab Ṣhofwat al-Tafāsīr
Secara umum, para ulama dan cendekiawan memberikan penilaian positif
terhadap munculnya kitab Ṣafwah at-Tafāsīr, berikut pemikiran-pemikiran yang ada
di dalamnya. Tentu saja ini juga sebagian diakibatkan bahwa karya-karya sebelumnya
dari ash-Shabuni telah memberikan konstribusi yang cukup berarti dalam wacana
pengembangan pemikiran dan penafsiran di dunia Islam.32
Syaikh Abi al-Hasan, menyatakan bahwa belum ada tafsir yang menyamai
Ṣafwah at-Tafāsīr dengan segala kelebihan dan kemudahan, serta kelengkapan
persepektif yang dimilikinya, sehingga penghargaan yang diberikan terhadap kitab ini
memang sudah seharusnya diberikan setinggi-tingginya.33
Rasyid ibn Rajih dan Syaikh Abdullah al-Ḥayyat, bahwa dengan
kesanggupannya meringkas hampir sejumlah pendapat para mufassir, membuat sangat
mudah untuk memahami isi kandungan al-Qur’an, langsung pada titik poin
maknanya, didukung ungkapan-ungkapan yang mudah. Dalam hal ini, kitab ini pantas
dinobatkan sebagai kitab yang sama sekali baru di bidang tafsir al-Qur’an.34
Dr. ‘Abd al-Halim Mahmud (Rektor Universitas al-Azhar), Dalam
komentarnya Dr. ‘Abd al-Halim Mahmud menyinggung tiga poin penting yang
menjadikan kitab Shafwah al-Tafasir layak untuk dibaca dan diambil sebagai
referensi, yaitu kitab Shafwah al-Tafasir bebas dari keberpihakan atau moderat,
mengambil pendapat ahli tafsīr paling sahih, berupa ringkasan dan memiliki karakter
32
Ibid, hlm. 71
33
Ibid, hlm. 72.
34
Ibid, hlm. 73.
memudahkan. Apabila seseorang memikirkannya, maka sungguh ia tidak akan ragu
untuk mengambil kitab ini karena Ali al-Shabuni mencurahkan tenaga dan pikiran
untuk menyesuaikan pilihannya dengan mengambil dari kitab-kitab tafsīr induk yang
bersumberkan kepada ilmu dan basirah (mata batin). Lebih lanjut ‘Abd al-Halim
Mahmud mengtakan bahwa dalam kitab tersebut didapatkan perpaduan harmonis
antara ilmu tafsir dan sejarah.35
Dr. ‘Abdullah ‘Umar Nasif (Rektor Universitas Malik ‘Abd al-Aziz)
memberikan komentar bahwa dalam rangka memahami ayat Al-Qur’an, kehadiran
kitab tafsīr ini memberikan kemudahan kepada umat dalam penyampaiannya, karena
Allah swt telah mencurahkan kepada sahib al-kitab ini hidayah taufiq. Al-Shabuni
dengan tafsirnya ini telah berhasil menunjukkan jati-diri keulamaan dan
kepakarannya. Dengan tafsir ini, al-Shabuni telah berhasil mewujudkan cita-cita dan
obsesi banyak ulama Islam untuk memudahkan pembahasan bagi para pencari
kefahaman al-Qur’an, apalagi kitab ini betul-betul telah mampu membuat ringkasan
dengan mengumpulkan makna penafsiran mayoritas kitab-kitab tafsir utama dalam
Islam. Dengan demikian, maka ia sanggup memberikan sumbangan bagi para ulama
dan pencari ilmu sampai pada satu titik temu makna al-Qur’an.36
35
Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, Jilid 1, h. 6.
36
M. Yusron dkk, Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Cet I; Yogyakarta: TH-Press, 2006), h. 72-73
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammad bin Ali bin Jamil As-Shobuni. Beliau lahir di kota Halb Syu’ba pada tahun
1928 M. Setelah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria, beliau pun
melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program magisternya di universitas
Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang perundang-undangan dalam islam pada tahun 1954
M.
Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an, Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra Arab.
al-sabuni menulis tafsirnya dalam rangka memahamkan umat Islam kepada al-Qur’an yang
notabennya adalah sebagai kitab petunjuk. Ia mencoba merangkum beberapa kitab tafsir yang
berjilid-jilid kedalam satu kitab tafsir yang ia beri nama Shofwat al tafasir. Kitab ini
mendapat apresiasi yang baik dikalangan intelektual muslim.
Dari sekian banyak metode yang ada seperti tahlili, ijmali, muqarrin dan maudhu’i maka
kitab tafsir tersebut lebih cenderung menggunakan metode tahlili dengan memadukan
(kompilasi) antara corak bil ma’tsur (tekstualitas) dengan corak bil ma’qul (rasionalitas).
Sedang yang menjadi perhatian utama dalam metode ini adalah berkaitan dengan penjelasan
pedoman-pedoman bahasa, munasabah ayat dengan ayat, asbabun nuzul, hadits-hadits yang
berhubungan dengan ayat.
B. Saran