Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Shofwat Al-Tafasir karya Muhammad Ali bin Jamil al-Shabuni

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manahij Mufassirin

Dosen Pengampu: Dr. H. Bukhori Abdul Shomad, S.Ag., MA

Disusun Oleh:

KELOMPOK 10

Lu’lu’il Maftukhah (2131030037)

Muhammad Ilham Saputra (2131030016)

KELAS B

ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manhaj Mufassirin. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memberikan informasi
dan wawasan tentang Manhaj Mufassirin bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Bukhori Abdul Shomad,
S.Ag., MA selaku Dosen Pengampu mata kuliah Manhaj Mufassirin yang telah
memberikan tugas ini dan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya
makalah ini kami berharap kepada teman-teman dapat memahami, mempelajari dan
mendiskusikan materi di dalam makalah ini.

Karena keterbatasan suatu pengetahuan dan pengalaman, kami menyadari bahwa


makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan
saran yang bersifat membangun agar kedepannya kami dapat memperbaiki ataupun
menambah bentuk isi dari makalah agar menjadi lebih baik lagi, dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 08 Maret 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. secara mutawatir.


Artinya seluruh rangkaian isinya benar-benar datang dari Allah Swt yang diriwayatkan
oleh orang banyak yang tidak mungkin mereka berdusta1. Ia diturunkan sebagai
petunjuk dan kemaslahatan bagi masyarakat pada masa turunnya, sekarang dan sampai
akhir zaman. Al-Qur’an berhadapan dengan seluruh generasi, perintah dan larangannya
menjadi pedoman dan landasan hukum bagi semua pihak yang dapat menyelamatkan
dari dunia sampai akhirat2.

Al-Qur’an turun membawa hukum-hukum dan syariat secara berangsur-


angsur menurut konteks peristiwa dan kejadian selama kurun waktu lebih kurang 23
tahun lebih.3 Namun, hukum-hukum dan syariat ini ada yang dapat dilaksanakan
langsung dan ada yang tidak dapat dilaksanakan sebelum arti, maksud, dan inti
persoalannya betul-betul dimengerti dan dipahami. Untuk memahami arti dan maksud
al-Qur’an, maka dibutuhkan alat atau ilmu untuk itu, yang dikenal dengan tafsir.
Menafsirkan al-Qur’an berarti mengungkapkan petunjuk, menyingkap kandungan-
kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung di dalamnya.4
Kajian tafsir yang sudah dimulai sejak zaman Nabi saw terus berkembang
seiring dengan perkembangan masa. Untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh
dan komprehensif tentunya diperlukan suatu metode atau cara tertentu dalam
menafsirkan al-Qur’an. Dalam hal ini, persoalan memahami sebuah produk penafsiran
itu dilakukan oleh siapa, apa saja sumber penafsirannya, bagaimana sang penafsir
melakukan penafsiran serta apa dan bagaimana tolak ukur validitas produk tafsir yang
dihasilkannya merupakan seperangkat pertanyaan yang sangat signifikan.

1
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 113.
2
Muhammad ‘Ali al-Sabuny, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, terj. Moh. Chudlri Umar dan Moh.Matsna H.S,
(Bandung: al-Ma’arif, 1987), hlm. 99
3
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani,
2004), hlm.18.
4
Muhammad Husain al-Żahabi, Tafsir wa al-Mufassirūn, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005), Juz. 1, hlm. 18.
Salah satu eksponen penafsir kontemporer yang cukup berpengaruh saat ini
adalah Muhammad ‘Ali al-Sabuni, seorang ulama yang cukup ternama dan
merupakan ketua dari perhimpunan ulama Syiria. Nama besarnya bisa dikatakan sangat
mendunia. Ia merupakan seorang ulama dan ahli Tafsir yang terkenal dengan keluasan
dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. Dan kemudian tafsir yang akan dibahas dalam
tulisan ini adalah Shofwat Al-Tafasir karya Muhammad Ali bin Jamil al-Shabuni yaitu
salah satu kitab tafsir yang amat familiar di dunia akademik baik internasional maupun
nasional karena disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami, ilmiah, rinci, jelas dan
mendalam.

B. Rumusan Masalah
1. Siapa mufassir penulis kitab Shofwat Al-Tafasir itu sendiri?
2. Bagaimana latar belakang munculnya Shofwat Al-Tafasir?
3. Apakah metodologi penafsiran yang digunakan dalam Shofwat Al-Tafasir?
4. Apakah karakteristik Shofwat Al-Tafasir?

C. Tujuan
1. Mengetahui siapa mufassir penulis kitab Shofwat Al-Tafasir.
2. Mengetahui apa latar belakang munculnya kitab Shofwat Al-Tafasir.
3. Mengetahui metodologi apa yang digunakan dalam kitab tafsir.
4. Mengetahui karakteristik Shofwat Al-Tafasir.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Ali bin Jamil al-Shabuni


Muhammad Ali ash-Shabuni adalah seorang pemikir baru yang cukup
produktif dalam menghasilkan karya tulis, khususnya di bidang tafsir al-Qur’an
(mufassir). Dia adalah seorang profesor di bidang syari‟ah dan dirasah Islamiyah
(Islamic Studies) di Universitas King Abdul Aziz Makkah al-Mukarramah.5
Nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali bin Jamil ashShabuni. Beliau
lahir pada tahun 1930 M, di Syiria tepatnya di kota Halb Syu’ba (Aleppo) dimana
kota ini merupakan tempat ilmu dan para ulama. 6 Beliau dilahirkan dari keluarga
cendekiawan muslim, orang tuanya merupakan ulama terkemuka di daerahnya.
Ayahnya bernama Syeikh Jamil yang merupakan salah seorang ulama senior yang
dihormati di Aleppo. ‘Ali al-Sabuni memperoleh ilmu-ilmu agama, seperti faroidh,
ilmu bahasa arab kepada ayahnya sendiri, beliau menghafal al-Qur’an di Kuttab pada
saat beliau masih sekolah dijenjang Aliyah hingga hafalannya sempurna. Selain
menimba ilmu kepada ayahnya, Al-Shabuni juga pernah berguru kepada sejumlah
ulama di Aleppo. Di antara ulama-ulama Aleppo yang pernah menjadi gurunya adalah
Syeikh Muhammad Najib Sirajuddin, Syeikh Ahmad al-Shamma, Syeikh Muhammad
Raghib al-Tabbakh dan Syeikh Muhammad Najib Khayatah. Untuk menambah
ilmunya, ia juga sering mengikuti kajian para ulama di berbagai masjid.
Setelah menamatkan pendidikan dasar, Ali Ash-Shabuni melanjutkan
pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madrasah al-Tijariyyah. Di sini ia
hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun, kemudian ia meneruskan
pendidikan di sekolah khusus syariah Khasrawiyya yang berada di Aleppo. Saat
bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu Islam, tetapi juga
mata pelajaran umum, ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan
lulus tahun 1949.7
Kemudian atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan
pendidikannya di Universitas Al-Azhar Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas
5
Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Teras, 2006, hlm. 49
6
Muhammad Ali Iyāzī, al-Mufassirūn Hayātuhum wa Manhajuhum, Wizārah alSyaqāfah wa al-Irsyād al-Islāmī,
t.th., hlm. 507.
7
Chairul Akhmad (Red), Hujjatul Islam: Syeikh Ali Ash-Shabuni (1)
Syariah pada tahun 1371 H/1952 M. Dua tahun berikutnya di Universitas yang sama,
ia memperoleh gelar magister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-
Syariyyah). Ia menjadi utusan dari Kementerian Wakaf Suria untuk menyelesaikan al-
Dirasah al-‘Ulya (sekolah pasca sarjana).8
Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria. Selepas
dari Mesir, al-Shabuni kembali ke kota kelahirannya, beliau mengajar di berbagai
sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah
menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962.
Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas
Umm al-Qura dan Fakultas Ilmu PendidikanIslam Universitas King Abdul Aziz.
Kedua universitas ini berada di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan
kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun. Karena prestasi
akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas
Umm al-Qura, Ali Ash-Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah.
Ia juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan
Islam. Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu
Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.9
Di samping sibuk mengajar, Ali Ash-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga
Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada
Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Al-Qur’an dan Sunnah. Ia bergabung dalam
organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya
untuk menulis dan melakukan penelitian. Pada tahun 2007, panitia Internasional
tentang al-Qur’an di Dubai memberikan anugerah kepada Muhammad Ali al-Sabuni
sebagai pribadi ‘Amiyyah yang ke-11 karena perjuangannya yang luar biasa hebat
serta terus menerus dalam menghasilkan karya-karya terutama dalam bidang al-
Qur’an dan tafsir.10
Al-Sabuni memiliki pengetahuan yang luas, dengan kegiatannya yang
menonjol di bidang ilmu pengajaran, ia juga banyak menggunakan kesempatan dan
waktunya untuk menuliskan karya-karya ilmiahnya yang bermanfaat. Menurut rektor
Universitas al-Malik ‘Abdu al-‘Aziz, Abdullah Umar Nasif bahwa al-Sabuni adalah
salah satu ulama yang menyibukkan atau mengkhususkan dirinya dalam kajian tafsir-
8
Ibid, hlm. 507-508
9
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir, jilid 1, (Beirut: Dar Al-Qur’an Al-Karim, 140III/1981), 19.
10
Hasan bin Jali, “Analisis Hadith Riwayat Ibnu Abbas dalam Tafsir Ayat al-Ahkam Min al-Qur’an Oleh
Muhammad ‘Ali al-Sabuni”, Tesis, h. 44.
tafsir al-Qur’an, ia juga merupakan kritikus para mufassir. Karya-karyanya sangat
berguna bagi para ulama dan pencari ilmu.11
Lebih lanjut lagi, Muhammad al-Ghazali, ketua jurusan Dakwah dan Usul al-
Din fakultas Syariah di Mekkah menegaskan bahwa al-Sabuni dalam menafsirkan al-
Qur’an mencatumkan pendapat para ulama, kemudian meringkasnya dalam segi sosial
dan bahasa, dan juga menghasilkan hukum yang bermanfaat. al-Sâbûnî juga
mengumpulkan pendapat ulama salaf yang menggunakan riwayat dan ijihad ulama
khalaf. Sehingga pembaca bisa melihat pendapat antara bi al-Manqul dan bi al-Ma’qul
dan mengambil manfaat dari pendapat keduanya.12
Menurut penilaian Syaikh Abdullah al-Ḥayyat, Khatib masjid al-Haram dan
penasehat kementrian Pengajaran Arab Saudi, ash-Shabuni adalah seorang ulama
yang memiliki disiplin ilmu yang beragam. Salah satu cirinya adalah aktivitasnya
yang mencolok di bidang ilmu dan pengetahuan. Ia banyak menggunakan
kesempatannya berkompetisi dengan waktu untuk menelorkan karya ilmiah yang
bermanfaat dan memberi energi pencerahan, yang merupakan buah penelaahan,
pembahasan, dan penelitian yang cukup lama. Dalam menuangkan pemikirannya, ash-
Shabuni tidak tergesagesa dan tidak sekedar mengejar kuantitas karya tertulis semata,
namun menekankan bobot ilmiah, kedalam pemahaman, serta mengedepankan
kualitas dari karya ilmiah yang dihasilkan, agar mendekati kesempurnaan dan
memprioritaskan validitas serta tingkat kebenaran. Sehingga karya-karyanya di
lingkungan ulama Islam dianggap memiliki karakter tersendiri bagi seorang pemikir
baru. Lebih dari itu, hasil penanya dinilai tidak hanya penting bagi umat Islam dan
para pecinta ilmu (intelek) untuk masa-masa yang akan datang13.
B. Karya-karya Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni
Hingga saat ini karya-karya utama Muhammad Ali ash-habuni kurang dikenal
oleh masyarakat luas, padahal telah beredar di kalangan dunia Islam, termasuk
Indonesia. Berikut adalah empat karya beliau yang cukup popular dikenal.14 yaitu:
1. Ikhtisar tafsīr Ibn Kaṡīr
2. Rawāi’ al-Bayān f ī Tafsīr Āyat al-Ahkām min al-Qur’ān
3. Al-Tibyān fi Ulūm al-Qur’ān
4. Ṣafwah at-Tafāsīr li al-Qur’ān al-Karīm
11
Muhammad ‘Ali Iyazi, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum h. 407-408.
12
Lihat kata pengantar dalam kitab Safwat al-Tafasir, Jilid I
13
Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 49-50
14
Ibid, hlm. 55-58
C. Sejarah Penulisan Kitab Shofwat al-Tafasir
Kitab tafsir ini dinamakan Ṣafwah at-Tafāsīr, karena kitab ini dihimpun dari
penjelasan-penjelasan inti tafsir-tafsir besar yang terperinci, dengan ringkas,
terstruktur, hingga menjadi jelas dan lugas.15 Pemberian nama tersebut dengan
harapan dapat menjadi pendorong bagi umat Islam dalam mengantarkan mereka ke
arah Sirat al-Mustaqim, dan sekaligus untuk memberi penjelasan langsung, bahwa
tafsir ini oleh penulisnya dianggap telah mewakili seluruh tradisi pemikira tafsir al-
Qur’an di dunia Islam. Bahkan secara substansial, oleh penulisnya dianggap
mencakup zamannya sendiri, sekaligus melewati zamannya.16 Ash-Shabuni
berkonsentrasi menyusun kitab Ṣafwah at-Tafāsīr ini sepanjang siang dan malam
selama lima tahun lamanya.17 Tafsir ini ditulis saat Ash-Shabuni mengajar di fakultas
Syari’ah dan Studi Islam di Mekah pada tahun 1381 H.
Kitab ini terbit pertama kali untuk umum karena sebelumnya pernah
diterbitkan secara limited pada tahun 1416 H/1996 M oleh penerbit Dar al-Fikr Beirut
Lebanon, yang terdiri atas tiga jilid tebal (jilid pertama terdiri atas 568 halaman, jilid
kedua 552 halaman, dan jilid ketiga 607).18
D. Sumber Penafsiran Kitab Shofwat al-Tafasir
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan oleh Muhammad Ali ash-Shabuni
dalam menulis kitab Ṣafwah at-Tafāsīr yaitu dari pandangan-pandangan ulama
kenamaan yang ditulis dalam kitab-kitab tafsir besar yang terpercaya, disertai
penelitian yang jeli untuk memilih pendapat yang paling rajih dan benar. 19 Pandangan
yang dihimpunnya bersumber dari kitab-kitab tafsir sebagai berikut:
1. Tafsir Jami’ al-Bayan (al Thabari)
2. Tafsir al-Kasysyaf (Zamakhsyari)
3. Tafsir al-Qurtubi
4. Tafsir Ruh Al-Ma’ani (al-Alusi)
5. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim (Ibnu Kaṡir)
6. Tafsir al-Baidawi

15
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, Terj. Yasin, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2011, hlm. 3
16
Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 58
17
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 4.
18
Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 59
19
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 4.
7. Tafsir al-Bahr al-Muhith (Abu Hayyan)20
E. Metode Penafsiran Kitab Shofwah al-Tafasir
Metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg
ditentukan.21
Al-Farmawi, membagi metode tafsir yang selama ini dipakai oleh ulama
menjadi empat metode yaitu:
1. Metode tafsir tahlili
2. Metode tafsir ijmali
3. Metode tafsir muqaran
4. Metode tafsir mauḍu’i.22
Dari pembagian di atas, ash-Shabuni dalam menafsikan kitab Ṣafwah at-
Tafāsīr menggunakan metode tahlili. Metode tahlili adalah mengkaji ayat-ayat al-
Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, ayat demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan
urutan Mushaf Utsmany. Dengan demikian ia menguraikan kosa kata, lafadh, arti,
sasarannya, dan kandungan ayat, yaitu i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan
kalimat, menjelaskan apa yang diistimbathkan dari ayat, yaitu hukum fiqih, dalil
syar’i, arti linguistik, akhlak, tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat,
majaz, kinayah, isti’arah, serta menerangkan kaitan antara ayat-ayat relevansi dengan
surat sebelumnya dan sesudahnya. Kesemuanya itu senantiasa mengacu pada asbab
an-nuzūl ayat, hadits Rasulullah, riwayat sahabat, dan tabi’in.23
Langkah-langkah yang dilakukan oleh ash-Shabuni dalam menafsirkan al-
Qur’an dalam kitab Ṣafwah at-Tafāsīr, yaitu:
1. Dimulai dengan penjelasan secara global kandungan surat dan penjelasan tujuan
yang paling mendasar (maqāsid al-asasiyyah), serta pokok-pokok ajaran yang
terkandung di dalamnya.
2. Mencari munasabah (kolerasi) antara ayat yang mendahului dengan ayat-ayat
yang senada (koneksitas).
20
Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 58
21
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h.
952
22
Ma’mun Mu’min, Ilmu Tafsir (Dari Ilmu Tafsir Konvensional Sampai Kontrofersial), Kudus: STAIN Kudus,
2008, hlm. 189.
23
Ibid, hlm. 189-190
3. Dari segi tata bahasa (gramatika), disertai penjelasan isytiqaq Bahasa Arab dan
yang menguatkannya (syawāhīd).
4. Asbab an-nuzūl terhadap ayat-ayat yang memang memiliki latar belakang.
5. Penafsiran substansial terhadap potongan ayat dan ayat secara utuh.
6. Pemaparan aspek balaghahwiyyah (aspek sastrawi).
7. Memunculkan fawāid dan latāif (faidah-faidah dan esensi) makna ayat.24
F. Corak Kitab Shofwat al-Tafasir
Kitab Ṣhafwah at-Tafāsīr ini disusun dengan tartib mushafi, yaitu berdasarkan
urutan surat dan ayat dalam Mushaf Usmani, yang terdiri dari 30 juz berisi 144 surat,
dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Setiap surat diawali
dengan basmalah, kecuali surat al-Taubah. Dalam kitab tafsirnya ini ash-Shabuni
memadukan (kompilasi) antara al-ma’tsūr (tekstualitas) dengan al-ma’qūl
(rasionalitas), dan menghimpun sejumlah pendangan ulama kenamaan, dengan kitab-
kitab tafsir yang monumental. Jadi, Shafwah al-Tafâsîr ini menggabungkan dua
metode, yaitu bi al-ma’tsur dan bi al-ma’qul.25 Bentuk bi al-ma’tsur disebut juga
tafsir bi al-riwayah atau tafsir bi al-manqul yaitu tafsir yang penjelasannya diambil
dari ayat-ayat al-Qur’an, hadits Nabi SAW, atsar para sahabat ataupun dari tabi’in.
Sedangkan bentuk bi al-ra’yi disebut juga tafsir al-dirayah atau tafsir bi al-ma’qul
yaitu tafsir yang penjelasannya diambil dari ijtihad dan pemikiran mufassir setelah
mengetahui bahasa Arab serta metodenya, dalil hukum yang ditujukan serta masalah
penafsiran asbab al-nuzul, nasikh mansukh dan sebagainya.26
Adapun corak yang digunakan dal Shafwah al-Tafâsîr ini adalah adab al-
Ijtima’i (sosial kemasyarakatan). Walaupun al-Shabuni mahir dalam bidang syariah
(fiqih) sebagaimana yang terlihat dalam biografinya, namun al-Shabuni tidak banyak
membahas masalah fikih jika bertemu dengan ayat ahkam, adapun beliau banyak
mengambil hikmah dari ayat yang ia bahas yang dikaitkan dengan masyarakat zaman
sekarang. Karena sesuai dengan latar belakang tujuan penulisan kitab ini yaitu untuk
memudahkan manusia untuk memahami Al-quran.
G. Karakteristik Kitab Shofwat al-Tafasir
Kitab Ṣhafwah at-Tafāsīr ini memudahkan umat manusia dalam memahami al-
Qur‟an, karena dalam menafsirkan al-Qur’an ash-Shabuni memaparkan dengan jelas
24
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 3-4.
25
A. Husnul Hakim Imzi, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir Kumpulan Kitab-kitab Tafsir Dari Masa Klasik
Sampai Masa Kontemporer, Cet. 1, (Depok: LSIQ, 2013), 208
26
Muhaimin, dkk., Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan (Cet. IV; Jakarta: Kencana, 2014), h. 111
dan gamblang, tanpa panjang lebar maupun memaksakan diri dalam menafsirkan al-
Qur’an. Menjelaskan isi al-Qur’an secara kontekstual yang sesuai dengan zaman
modern dan memenuhi kebutuhan kaum muda yang haus akan ilmu pengetahuan
tentang kitab suci al-Qur’an.27
Diantara karakteristik tafsir ini adalah menyebutkan kesimpulan dan memilih
sumber penafsirannya dari sumber-sumber primer. Sesuai dengan penulisan ilmiah
modern, al-Shabuni menyebutkan sumber-sumber pengutipannya di footnote. Beliau
tidak selalu membandingkan beberapa pendapat tersebut, terkadang ditarjih atau
dijadikan sebagai penguat dari penafsirannya.28
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ash-Shabuni lebih banyak
menafsirkan berdasarkan pengertian ayat-ayat al-Qur‟an itu sendiri, dan tidak jarang
menggunakan pola penafsiran ayat dengan ayat. Kendatipun demikian, penggunaan
hadis-hadis Nabi dalam penafsirannya tetap dilakukan, walaupun relatif sedikit.
Untuk memperkuat dan membandingkan hasil pemikiran tafsirnya, ashShabuni sering
mengutip pendapat-pendapat mufassir besar, terutama penafsiran Ibnu Abbas yang
cukup mendominasi dan bagi kalangan umat Islam dunia sudah tak asing lagi.29
Dari aspek linguistik, ungkapan yang menjadi pilihan beliau lebih mudah, dan
menggunakan struktur kata yang enak diucapkan, tidak njelimet. Sehingga mudah
dipahami dan dapat ditangkap makna yang dikandung oleh teks (ayat). Karakteristik
lain yang muncul dari kitab ini adalah pada saat ingin menjelaskan makna kata dan al-
fawāid (faidah-faidah), digunakannya syair-syair yang digubah para penyair, misalnya
Abu al-Atahiyyah, Hisan, Zaid ibn Nufail, Zahir, dan lain-lain. di samping juga
diperkuat pendapat para pakar keilmuan keislaman, seperti Imam Malik, Ibnu
Taimiyah, Hasan al-Banna, al-Wakidi, al-Syatibi dan sebagainya, dalam rangka
memperjelas makna yang dikandung suatu ayat.30
H. Sistematika Kitab Shofwat al-Tafasir
Ali ash-Shabuni dalam tafsirnya, yaitu menafsirkan seluruh ayat-ayat al-
Qur‟an sesuai susunannya dalam mushaf al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi
surat, mulai dengan surat al-Fatihah dan di akhiri dengan surat an-Nas, maka secara
sistematika tafsir ini menempuh tartib mushhafi.

27
Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 2-3.
28
A. Husnul Hakim Imzi, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir Kumpulan Kitab-kitab Tafsir Dari Masa Klasik
Sampai Masa Kontemporer, Cet. 1, (Depok: LSIQ, 2013), 209
29
Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 64.
30
Ibid, hlm. 65.
Kitab ini diawali dengan muqaddimah (pendahuluan) sebanyak tiga halaman,
yang di dalamnya dipaparkan dasar pemikiran (latar belakang) ditulisnya kitab ini.
Secara lengkapnya dan kronologis berisi tentang:
1. Diawali dengan kalimat pembuka, berupa tahmid (pujian) dan salawat (doa)
kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Penjelasan tentang keagungan dan keutamaan kitab al-Qur’an al-Karim.
3. Upaya-upaya ulama dalam mengungkap kandungan al-Qur’an dengan bangunan
Ilmu Tafsir yang telah berhasil mengeksplorasi khazanah keilmuan al-Qur’an.
4. Memberikan penekanan, bahwa al-Qur’an sebagai mukjizat yang kekal bagi Nabi
Muhammad, yang berisi berbagai pengetahuan dan ilmu, serta misteri dan hikmah
yang dikandungnya.
5. Upaya umat Islam untuk megungkap lebih jauh kandungan al-Qur’an dari warisan
kitab-kitab tafsir para pendahulu dari berbagai aspek, agar dapat dijadikan
pedoman hidup (way ofo life) manusia. Sehingga upaya keras untuk menampilkan
penafsiran yang mudah, simpel, dan lugas agar bisa dipahami orang, menjadi
obsesinya.
6. Kegelisahan pribadi ash-Shabuni, karena ia belum menemukan kitab tafsir yang
benar-benar dapat memenuhi hajat orang dan kerinduan umat Islam terhadap tafsir
yang dapat membantu dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, sehingga mampu
menambah keimanan dan keyakinan, dan pada gilirannya mampu mendorong
manusia senantiasa berbuat kebajikan yang diridhai Allah SWT.
7. Alasan penamaan kitab Ṣafwah at-Tafāsīr, sebagaimana yang telah dikemukakan
terdahulu.
8. Kerangka kerja dan langkah-langkah penafsiran, yang pada gilirannya akan
dijelaskan kemudian.
9. Situasi penulisan kitab.
10. Ungkapan permohonan ampun kepada Allah, sekaligus harapan kepada-Nya agar
kitabnya ini menjadi deposito (jariyah) kebaikan hingga hari kiamat.31

Dalam menyusun kitab tafsirnya, Ali al-Shabuni menggunakan metode yang


sistematis yang dijelaskannya pada mukaddimah kitab Shafwah al-Tafasir. Terdapat 7
metode yang digunakan, yaitu:

31
Ibid, hlm. 61-62.
1. Menjelaskan pokok-pokok isinya yaitu menjelaskan makna secara global, dan
menerangkan tujuan-tujuan (maksud-maksud) pokoknya.
2. Menjelaskan munasabah yaitu kesesuaian antara ayat-ayat terdahulu dengan ayat-
ayat berikutnya.
3. Menjelaskan lafal secara kebahasaan meliputi derivasi penggunaan bahasa Arab,
termasuk argumen-argumen bahasa Arab lainnya.
4. Mengemukakan asbab al-nuzul atau sebab turunnya suatu ayat.
5. Menafsirkan ayat.
6. Menjelaskan ayat-ayat dari sudut pandangan balaghah-nya (kefasihan dan
keindahan).
7. Merumuskan pelajaran dan petunjuk yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut.
I. Penilaian Ulama terhadap Kitab Ṣhofwat al-Tafāsīr
Secara umum, para ulama dan cendekiawan memberikan penilaian positif
terhadap munculnya kitab Ṣafwah at-Tafāsīr, berikut pemikiran-pemikiran yang ada
di dalamnya. Tentu saja ini juga sebagian diakibatkan bahwa karya-karya sebelumnya
dari ash-Shabuni telah memberikan konstribusi yang cukup berarti dalam wacana
pengembangan pemikiran dan penafsiran di dunia Islam.32
Syaikh Abi al-Hasan, menyatakan bahwa belum ada tafsir yang menyamai
Ṣafwah at-Tafāsīr dengan segala kelebihan dan kemudahan, serta kelengkapan
persepektif yang dimilikinya, sehingga penghargaan yang diberikan terhadap kitab ini
memang sudah seharusnya diberikan setinggi-tingginya.33
Rasyid ibn Rajih dan Syaikh Abdullah al-Ḥayyat, bahwa dengan
kesanggupannya meringkas hampir sejumlah pendapat para mufassir, membuat sangat
mudah untuk memahami isi kandungan al-Qur’an, langsung pada titik poin
maknanya, didukung ungkapan-ungkapan yang mudah. Dalam hal ini, kitab ini pantas
dinobatkan sebagai kitab yang sama sekali baru di bidang tafsir al-Qur’an.34
Dr. ‘Abd al-Halim Mahmud (Rektor Universitas al-Azhar), Dalam
komentarnya Dr. ‘Abd al-Halim Mahmud menyinggung tiga poin penting yang
menjadikan kitab Shafwah al-Tafasir layak untuk dibaca dan diambil sebagai
referensi, yaitu kitab Shafwah al-Tafasir bebas dari keberpihakan atau moderat,
mengambil pendapat ahli tafsīr paling sahih, berupa ringkasan dan memiliki karakter

32
Ibid, hlm. 71
33
Ibid, hlm. 72.
34
Ibid, hlm. 73.
memudahkan. Apabila seseorang memikirkannya, maka sungguh ia tidak akan ragu
untuk mengambil kitab ini karena Ali al-Shabuni mencurahkan tenaga dan pikiran
untuk menyesuaikan pilihannya dengan mengambil dari kitab-kitab tafsīr induk yang
bersumberkan kepada ilmu dan basirah (mata batin). Lebih lanjut ‘Abd al-Halim
Mahmud mengtakan bahwa dalam kitab tersebut didapatkan perpaduan harmonis
antara ilmu tafsir dan sejarah.35
Dr. ‘Abdullah ‘Umar Nasif (Rektor Universitas Malik ‘Abd al-Aziz)
memberikan komentar bahwa dalam rangka memahami ayat Al-Qur’an, kehadiran
kitab tafsīr ini memberikan kemudahan kepada umat dalam penyampaiannya, karena
Allah swt telah mencurahkan kepada sahib al-kitab ini hidayah taufiq. Al-Shabuni
dengan tafsirnya ini telah berhasil menunjukkan jati-diri keulamaan dan
kepakarannya. Dengan tafsir ini, al-Shabuni telah berhasil mewujudkan cita-cita dan
obsesi banyak ulama Islam untuk memudahkan pembahasan bagi para pencari
kefahaman al-Qur’an, apalagi kitab ini betul-betul telah mampu membuat ringkasan
dengan mengumpulkan makna penafsiran mayoritas kitab-kitab tafsir utama dalam
Islam. Dengan demikian, maka ia sanggup memberikan sumbangan bagi para ulama
dan pencari ilmu sampai pada satu titik temu makna al-Qur’an.36

35
Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, Jilid 1, h. 6.
36
M. Yusron dkk, Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Cet I; Yogyakarta: TH-Press, 2006), h. 72-73
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammad bin Ali bin Jamil As-Shobuni. Beliau lahir di kota Halb Syu’ba pada tahun
1928 M. Setelah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria, beliau pun
melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program magisternya di universitas
Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang perundang-undangan dalam islam pada tahun 1954
M.

Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an, Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra Arab.
al-sabuni menulis tafsirnya dalam rangka memahamkan umat Islam kepada al-Qur’an yang
notabennya adalah sebagai kitab petunjuk. Ia mencoba merangkum beberapa kitab tafsir yang
berjilid-jilid kedalam satu kitab tafsir yang ia beri nama Shofwat al tafasir. Kitab ini
mendapat apresiasi yang baik dikalangan intelektual muslim.

Dari sekian banyak metode yang ada seperti tahlili, ijmali, muqarrin dan maudhu’i maka
kitab tafsir tersebut lebih cenderung menggunakan metode tahlili dengan memadukan
(kompilasi) antara corak bil ma’tsur (tekstualitas) dengan corak bil ma’qul (rasionalitas).
Sedang yang menjadi perhatian utama dalam metode ini adalah berkaitan dengan penjelasan
pedoman-pedoman bahasa, munasabah ayat dengan ayat, asbabun nuzul, hadits-hadits yang
berhubungan dengan ayat.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai