Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KITAB AR-RISALAH IMAM SYAFI’I


Untuk memenuhi tugas mata kuliah studi hadist
Dosen pengampun: H Ali Mas’ud,LC

Disusun oleh :
Dewi Sukmawati (202386237034)
Dian Rosalina (202386237035)
Fadiah Dwi Sawitri (202386237037)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


RAUDLATUL ULUM ARRAHMANIYAH SAMPANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Petunjuk Rahmat dan Hidayah-Nya. Sholawat
serta salam kami haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Syukur
alhamdulillah merupakan satu kata yang sangat pantas kami ucapkan kepada Allah SWT, atas
terselesaikannya makalah Bahasa Indonesia ini.selanjutnya kami mengucapkan terimakasih
kepada:

1. Bapak KH.Ali Imron S.Ag.,M.Ag., selaku ketua STAIRUA


2. Bapak H Ali Mas’ud, LC sebagai dosen pengampu
3. Kepada semua dosen STAIRUA
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terkait yang telah
membantu kami dalam menghadapi suatu apapun dalam pembuatan makalah ini. Selain
itu kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini, oleh
karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang
terkait demi kesempurnaan makalah ini.

Sampang, 13 November 2023


Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Abstrak.....................................................................................................................1
B. Latar Belakang.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3

A. Biografi Imam Syafi’i..............................................................................................4


B. Metode Penulisan ....................................................................................................6

BAB III PENUTUP............................................................................................................10

A. Kesimpulan..............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. ABSTRAK
Imam Syafi’i sebagai salah satu pendiri pesantren mempunyai mengkodifikasikan rumusan
filosofis hukum Islam yaitu didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul Ar-Risalah.
Buku ini memuat rumusan hukum Islam yang sangat rinci filsafat. Ini melibatkan formula
global dan umum itu dapat menjadi buku pegangan bagi umat islam untuk mengetahui
hukumnya Islam. Sumber hukum yang diungkapkan Syafi’i mengacu pada Al-Quran dan
Hadis. Melalui buku ini, seorang faqih (seorang ahli Islam hukum) dapat
mempertimbangkan kesimpulan hukum dan memutuskan suatu kitab agama sesuai dengan
ajaran nabi.
B. LATAR BELAKANG
Imam Syafi’i termasuk ulama yang sangat produktif di dalam bidang penulisan
karya ilmiah, beliau menulis ketika berada di Makkah, di Bagdad dan di Mesir. Sistem
penulisannya mengikuti kondisi tempat dan lingkungan mana ia berada, sehingga dikenal
dalam aliran pikirannya istilah al-Qaul al-Qadim (versi dan pandangan lama) dan al-Qaul
al-Jadid (versi Barat).
Hal ini dapat dipahami bahwa Imam Syafi’i sangat modernis dalampandangan dan
pemikirannya.
Kitab al-Risalah adalah salah satu dari sekian banyak karyanya yang berorientasi
pada berbagai disiplin ilmu, tapi kitab yang satu ini memiliki nilai tersendiri, karena ia
merupakan buku pertama yang menghimpun kaedah-kaedah “ushul fiqh”. Penulisan kitab
al-Risalah itu mempunyai sejarah tersendiri yaitu ketika Imam Syafi’i sudah populer
dengan keilmuan dan prestasi yang dicapainya. Ia membentuk pengajian di masjid haram
yang menghimpun (mengumpulkan) ratusan pelajar dari berbagai tingkatan yang
mengundang perhatian di kalangan para ulama tenar pada waktu itu. Kemudian Imam
Syafi’i berkunjung ke Iraq dan mengadakan pertemuan dengan tokoh tokoh ulama, mereka
kagum pada keluasan penguasaan ilmu dan wawasannya. Seorang ulama hadits yang
cukup terkenal al-Hafiz al-Imam Abd Rahman bin Mahdi (wafat 198 H.) tertarik kepada
Imam Syafi’i karena Kitab Al-Risalah Imam Al-Syafi’i Salmah Intan 86 Jurnal Al-Hikmah
Vol. XII Nomor1/201 penguasaan ilmu dan wawasannya, maka beliau meminta kepadanya
agar menulis sebuah buku yang menyangkut penjelasan tentang makna al-Qur’an dari
berbagai sudut pandang, hadits dan kaedah-kaedahnya serta ijma’, qiyas sebagai landasan
hukum.
Orang yang pertama kali mengadakan kodifikasi kaedah-kaedah dan bahasan-
bahasan ushul fiqh, sehingga merupakan kumpulan tersendiri secara sistematis yang
masing-masing kaedah itu dikuatkan dengan dalil keterangan/uraian yang mendalam, al-
Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (wafat 204 H.) dalam pentadwin (kodifikasi) yang
telah ditulis kitab al- Risalah.3 Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa kitab al-
Risalah menghimpun kaedah-kaedah ushul fiqh secara sistematis yang masing- masing
dikuatkan oleh dalil. Sehubungan dengan hal itu, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-
sebab penyusun kitab al-Risalah adalah sebagai berikut:

1
1. Makna al-Qur’an masih memerlukan penjelasan dari berbagain sudut pandang
2. Penjelasan tentang kaedah-kaedah yang dijadikan landasan untuk menerima sebuah
hadits.
3. Penjelasan tentang ijma’ dan qiyas sebagai landasan hukum yang berhubungan antara
satu ayat dengan ayat lain, dan keterkaitan antara al- Qur’an dengan hadits baik yang
menyangkut a’m dan khas ataupun nasikh dan mansukh.
Kitab ini diberi nama al-Kitab lalu dikirim ke al-Mahdi di Iraq melalui seorang
yang bernama al-Haris bin Suraij yang juga dikenal dengan al- Naqqal karena dialah yang
mengantar dan memindahkan al-Kitab dari Makkah ke Iraq. Pada mulanya al-Risalah itu
bernama al-Kitab, di kalangan ulama memberi nama dengan al-Risalah karena merupakan
sebuah buku sekaligus sebagai surat balasan dari Imam Syafi’i kepada Imam al-Mahdi.
Dari Imam Syafi’i sendiri tidak pernah menyebut kitab ini, dengan nama al-Risalah, tapi
beliau selalu menyebutnya dengan al-Kitab atau Kitab.
Ada juga yang mengatakan bahwa Imam Syafi’i menulis buku di Iraq dan Mesir
sehingga para ulama berkesimpulan bahwa penulisan melalui tiga tahapan, yang pertama
ketika di Makkah, yang kedua ketika berada di Iraq, dan terakhir disempurnakan di Mesir.4

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI IMAM SYAFI’I


Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i
al-Muththalibi al-Qurasyi. Ia lahir pada tahun 150 H atau 767 M. Ada perbedaan pendapat
di kalangan ahli sejarah terkait tempat lahir Imam Syafi'i. Ada yang mengatakan di Gaza,
ada juga yang berpendapat di Asqalan, dekat Gaza. Ketika berumur dua tahun, Imam
Syafi'i dibawa ke tanah leluhurnya di Mekkah oleh sang ibu, setelah ayahnya meninggal.
Sejak kecil, Imam Syafi'i pandai dalam sastra Arab, di mana ia mampu menghafal berbagai
syair-syair Arab. Berkat bimbingan ibunya, Fatimah, ia mampu membaca dan menghafal
Al Quran. Setelah itu, ia berguru kepada Sufian bin Uyainah, salah satu ahli hadis di
Mekkah.
Imam Syafi'i juga berguru kepada Muslim bin Khalid Al-Zanji, yang merupakan
ahli fikih di Mekkah. Pada 780, ketika berusia 13 tahun, ia berangkat ke Madinah untuk
berguru kepada Imam Malik, yang merupakan ahli fikih dan hadis sekaligus pendiri
Mazhab Maliki. Baca juga: Biografi Imam Malik bin Anas, Pendiri Mazhab Maliki Dari
Madinah, Imam Syafi'i sempat mendapatkan pekerjaan di kantor pemerintah di Yaman.
Namun, ia ditangkap oleh polisi Kekhalifahan Abbasiyah karena dituduh berafiliasi dengan
organisasi ilegal. Imam Syafi'i lantas dikirim ke Bagdad, Irak, untuk diadili langsung di
depan Khalifah Harun al-Rasyid. Beruntung, ia mampu membela diri dan akhirnya
dilepaskan. kemudian pindah ke Bagdad pada 801 untuk berguru kepada Muhammad bin
Hasan Asy-Syaibani untuk tentang fikih Hanafi. Mazhab Imam Syafi'i Setelah bebas,
Imam Syafi'i kembali ke Mekkah kemudian mengisi kajian fikih serta memberikan fatwa
di Masjidil Haram.
Pada periode inilah, Imam Syafi'i sering melakukan perjalanan dari Mekkah ke
Bagdad untuk mulai merintis mazhabnya sendiri, yakni Mazhab Syafi'i. Baca juga: Imam
Al-Qurthubi, Ahli Tafsir Terkenal dari Andalusia Selama mengembangkan mazhabnya di
Bagdad, Imam Syafi'i mulai muak dengan Kekhalifahan Abbasiyah yang kerap terlibat
dalam perang saudara. Di saat yang sama, ia mulai menyusun kitab dalam bidang Ushul
Fikih yang berjudul Al-Risalah. Selain itu, ia juga mengarang kitab di bidang fikih yang
berjudul Al-Hujjah atau yang dikenal dengan Mazhab Qadim. Karena tidak mau lagi
berurusan dengan Kekhalifahan Abbasiyah, pada 816, Imam Syafi'i meninggalkan Bagdad
menuju Mesir. Di Mesir, Imam Syafi'i terus mengembangkan dan menyebarkan
mazhabnya yang didasarkan pada empat sumber hukum, yaitu Al Quran, Sunnah, pendapat
hukum masyarakat, dan elaborasi hukum dari teks aslinya dengan menggunakan analogi.
Baca juga: Biografi Imam Hanafi, Pendiri Mazhab Hanafi yang Berakhir di Penjara Murid
Imam Syafi'i Ahmad bin Hambal Al-Hasan bin Muhammad Az-Za'farani Ishaq bin
Rahawih Harmalah bin Yahya Sulaiman bin Dawud Al-Hasyimi Abu Tsaur Ibrahim bin
Khalid Al-Kalbi Wafat Di Mesir, Imam Syafi'i diketahui mempunyai beberapa murid,
seperti Abu Yaqub al-Buwaithi, Ismail al-Muzani, dan Rabi’ al-Muradi.

3
Imam Syafi'i juga banyak merevisi fatwanya dengan yang baru atau lebih dikenal
dengan Mazhab Jadid. Baca juga: Sejarah Singkat Pembaruan Islam di Mesir Fatwa
revisinya tersebut dicantumkan dalam kitab Imam Syafi'i yang berjudul Al-Umm. Seiring
berjalannya waktu, Mazhab Syafi'i menyebar dari Mesir kemudian populer di kalangan
ulama Islam Sunni. Imam Syafi'i menghabiskan sisa hidupnya di Mesir hingga meninggal
pada 204 H atau 821 M.
 RIWAYAT HIDUP
 Belajar di Makkah
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin
Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia
15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan
hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam
bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih
yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu
berkedudukan sebagai mufti Makkah.Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin
Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad
bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.

Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki,
Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia
pun semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk
di berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.

 Belajar di Madinah
Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik
bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya
dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah,
Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.

Di majelis beliau ini, si anak yatim tersebut menghapal dan memahami


dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya
membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri
sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam
Sufyan bin Uyainah di Makkah.

Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan


pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan
Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau
menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam
Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga
sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau
menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari
kitab Al-Muwattha’ .” Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-
Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”

4
Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang
paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin
Uyainah. Di samping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu
dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin
Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi.

Ia banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya.


Tetapi sayang, guru beliau yang disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam
meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah
yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal lainnya.
Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan gelar sebagai Imam
Syafi`ie, khususnya di akhir hayat beliau, beliau tidak mau lagi menyebut nama
Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.

 Di Yaman
Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana.
Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti:
Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya.
Dari Yaman, beliau melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di
kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang
ahli fiqih di negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan
Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.

 Di Baghdad, Irak
Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu
dari Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah
Ar Rasyid.

 Di Mesir
Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H
dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i
menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di
Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian
beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab
jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.

5
B. METODE PENULISAN

Dalam sejarah penulisan buku-buku ushul dikenal ada tiga buah metode dan gaya
penulisan para ulama, yaitu:

 Metode ahli ilmu kalam (Syafi’iyyah)


 Metode ahli fiqh (Hanafiyyah)
 Metode gabungan.

 Metode Syafi’iyyah

Kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i adalah kitab pertama yang menggunakan
metode ini dalam penulisannya. Di antara ciri-ciri metode ini adalah:

Pertama: Metode ini memusatkan diri pada kajian teoritis murni untuk menghasilkan
kaidah-kaidah ushul yang kuat, walaupun kaidah itu mungkin tidak mendukung mazhab
fiqh penulisnya.

Kedua: Dalam mengkaji dan menelurkan kaidah ushul, metode ini sangat mengandalkan
kajian bahasa Arab yang mendalam, menggunakan dalalah (indikator) yang ditunjukkan
oleh lafazh kata atau kalimat, logika akal, dan pembuktian dalil-dalilnya.

Ketiga: Metode ini benar-benar terlepas dari pembahasan cabang-cabang fiqh dan
fanatisme mazhab, jika masalah fiqh disebutkan ia hanya sebagai contoh penerapan saja.
Metode ini juga menggunakan gaya perdebatan ilmiah dengan ungkapan:

‫فإن قلتم… قلنا‬


“Jika Anda mengatakan…, maka jawaban kami adalah…”
Oleh karena itu para penulis Ushul Fiqh yang menggunakan metode ini adalah mereka
yang berasal dari mazhab yang berbeda: Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanabilah, Mu’tazilah,
Asy’ariyyah, dan lain-lain.

Kitab-kitab yang menggunakan Metode Syafi’iyyah

 Ar-Risalah karya Imam Syafi’i (150-204 H).


 At-Taqhrib karya Al-Qadhi Abu Bakr Al-Baqillani Al-Maliki (wafat th 403 H).

6
 Al-Mu’tamad karya Abul-Husain Muhammad bin Ali Al-Bashri Al-mu’taziliy Asy-
syafi’i (wafat th 436 H).
 Al-Burhan karya Abul-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah Al-Juwaini
Asy-Syafi’i/Imamul-haramain (410-478 H).
 Al-Mustashfa karya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Asy-
Syafi’i (wafat 505 H).
 Al-‘Uddah Fi Ushul Al-Fiqh karya Al-Qadhi Abu Ya’la Muhammad bin Al-Husain
bin Muhammad Al-Hambali (380-458 H).
 At-Tamhid Fi Ushul Al-Fiqh karya Mahfuzh bin Ahmad bin Husain Abul Khattab
Al-Kalwadzani Al-Hambali – murid Abu Ya’la (432-510 H).
 Raudhatun-Nazhir Wa Junnatul-Munazhir karya Muwaffaquddin Abdullah bin
Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisi Al-Hambali (541-620 H).
 Al-Mahshul karya Fakhruddin Muhammad bin Umar Ar-Razy Asy-Syafi’i (wafat
606 H).

Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam karya Saifuddin Ali bin Abi Ali Al-Amidi Asy-Syafi’i
(wafat 631 H).

 Metode Hanafiyah

Metode ini memiliki karakter sebagai berikut:

 Pertama: Keterkaitan erat antara Ushul Fiqh dengan masalah cabang-cabang Fiqh
dimana ia dijadikan dalil dan sumber utama kaidah-kaidah ushul yang mereka
buat. Apabila ada kaidah ushul yang bertentangan dengan ijtihad fiqh para imam
dan ulama mazhab Hanafi, mereka menggantinya dengan kaidah yang sesuai.
 Kedua: Tujuan utama dari metode ini adalah mengumpulkan hukum-hukum Fiqh
hasil ijtihad para ulama mazhab Hanafi dalam kaidah-kaidah ushul.
 Ketiga: Metode ini terlepas dari kajian teoritis dan lebih bersifat praktis.

Metode ini muncul karena para imam mazhab Hanafi tidak meninggalkan kaidah
ushul yang terkumpul dan tertulis bagi murid-murid mereka seperti yang ditinggalkan
Imam Syafi’i untuk murid-muridnya. Dalam buku para imam mazhab Hanafi, mereka
hanya menemukan masalah-masalah Fiqh dan beberapa kaidah yang tersebar di sela-sela
pembahasan Fiqh tersebut. Akhirnya mereka mengumpulkan masalah-masalah Fiqh yang
sejenis dan mengkajinya untuk ditelurkan darinya kaidah-kaidah ushul.

7
Kitab yang ditulis dengan metode Hanafiyah

1. Al-Ushul karya Ubaidullah bin Al-Husain bin Dallal Al-Karkhi Al-Hanafi (260-
340 H).
2. Al-Ushul karya Ahmad bin Ali Al-Jash-shash Al-Hanafi (wafat th 370 H).
3. Al-Ushul karya Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahl Abu Bakr As-Sarakhsi Al-
Hanafi (wafat th 490 H).
4. Kanz Al-Wushul Ila ma’rifat Al-Ushul karya Ali bin Muhammad bin Al-Husain
Al-Bazdawi Al-Hanafi (wafat th. 482 H).
5. Ta’sis An-Nazhar karya Ubaidullah bin Umar bin Isa Abu Zaid Ad-Dabbusi Al-
Hanafi (wafat th 430 H).
6. Al-Manar karya Hafizhuddin Abdullah bin Ahmad An-Nasafi Al-Hanafi (wafat th
701 H).
7. At-Tamhid Fi Takhrij Al-Furu’ ‘alal-Ushul karya Jamaluddin Abdur Rahim bin Al-
Hasan bin ‘Ali Al-Isnawi Asy-Syafi’i (704-772 H).

 Metode Gabungan

Metode ini muncul pertama kali pada permulaan abad ke-7 Hijriyah melalui
seorang alim Irak bernama Ahmad bin Ali bin Taghlib yang dikenal dengan
Muzhaffaruddin Ibnus Sa’ati (wafat th 694 H) dengan bukunya Badi’un-Nizham Al-Jami’
baina Ushul Al-Bazdawi Wal-Ihkam.

Di antara keistimewaan terpenting dari metode ini adalah penggabungan antara


kekuatan teori dan praktek yaitu dengan mengokohkan kaidah-kaidah ushul dengan
argumentasi ilmiah disertai aplikasi kaidah ushul tersebut dalam kasus-kasus fiqh.

Buku-buku penting yang ditulis dengan metode gabungan

1. Badi’un-Nizham Al-Jami’ baina Ushul Al-Bazdawi Wal-Ihkam karya Ibnus-Sa’ati.


2. Tanqih Al-Ushul karya Taj Asy-Syari’ah Ubaidullah bin Mas’ud Al-Bukhari (wafat
th 747 H), buku ini adalah ringkasan dari Ushul Bazdawi, Al-Mahshul karya Ar-
Razi, dan Mukhtashar Ibnul-Hajib. At-Tahrir Fi Ushul Al-Fiqh karya Kamaluddin
Muhammad bin Abdul Wahid yang dikenal dengan nama Ibnul-Hammam Al-
Hanafi (790-861 H). Buku ini lebih dekat ke metode Syafi’iyyah, meskipun
penulisnya menyebutkan dalam muqaddimah bahwa ia menulisnya dengan metode
gabungan.

8
3. Jam’ul-Jawami’ karya Tajuddin Abdul Wahab bin Ali As-Subki Asy-Syafi’i (wafat
th 771 H).
4. Al-Qawa’id wal-Fawaid Al-Ushuliyyah karya Ali bin Muhammad bin Abbas al-
Hambali yang terkenal dengan sebutan Ibnul-Lahham (752-803 H).
5. Musallam Ats-Tsubut karya Muhibbuddin bin Abdus-Syakur Al-Hanafi (wafat th
1119 H).
6. Irsyad Al-Fuhul Ila Tahqiq ‘Ilm Al-Ushul karya Muhammad bin Ali bin Abdullah
Asy-Syaukani Asy-Syafi’i (wafat th 1250 H).

Al-Muwafaqat karya Imam Asy-Syathibi Ada sebuah buku ushul yang patut
dicermati karena memiliki gaya tersendiri dalam penulisannya, yaitu kitab Al-Muwafaqat
Fi Ushul Al-Ahkam karya Abu Ishaq Ibrahim bin Musa Asy-Syathibi Al-Maliki (wafat 790
H). Buku ini istimewa karena penulisnya menggabungkan antara kaidah-kaidah ushul
dengan maqashid (tujuan), asrar (rahasia), serta hikmah syariat dengan bahasa yang mudah
dan penjelasan yang gamblang.

Beberapa Buku Ushul Fiqh Kontemporer

1. Tas-hil Al-Wushul Ila Ilmil-Ushul karya Muhammad Abdur Rahman Al-Mahlawi


Al-Hanafi (wafat 1920 M).
2. Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Al-Khudhari (wafat 1927 M).
3. Ushul Al-Fiqh karya Abdul Wahab Khalaf (wafat 1955 M).
4. Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Abu Zahrah (wafat 1974 M).
5. Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Zuhair Abun-Nur.
6. Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Syaikh Syakir Al Hambali.
7. Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Wahbah Zuhaili.
8. Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Zakiuddin Sya’ban.
9. Ushul At-Tasyri’ Al-Islami karya Ali Hasbullah dan lain-lain.

9
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN

Imam Syafi'i merupakan seorang mufti besar umat Islam yang juga pendiri dari
mazhab Syafi'i. Ia masih kerabat Rasulullah, dari Bani Muthalib atau keturunan Al-
Muthalib, saudara dari Hasyim yang merupakan kakek Nabi Muhammad SAW, Beliau
pernah mengenyam pendidikan di berbagai tempat diantaranya adalah Mekkah, Madinah,
Yaman, Baghdad dan Mesir. Kitab Karangannya yang paling populer dikalangan
masyarakat yakni Kitab al-Risalah adalah salah satu dari sekian banyak karyanya yang
berorientasi pada berbagai disiplin ilmu, tapi kitab yang satu ini memiliki nilai tersendiri,
karena ia merupakan buku pertama yang menghimpun kaedah-kaedah “ushul fiqh”.

Beberapa metode penulisan buku-buku ushul yakni Metode ahli ilmu Kalam
(Metode Syafiiyah ), ahli Ilmu Fiqih( metode Hanafiyah ) dan metode Gabungan . Metode
Syafiiyah merupakan salah satu metode yang dikembangkan oleh ulama ahli qiraah dalam
rangka dapat memudahkan membaca Al-Quran. Allah yang sungguh tepat, karena tiada
satu bacaanpun sejak manusia mengenal tulis baca ilmu ribu tahun yang lalu dapat Al-
Qur'an Al-karim, bacaan sempurna lagi mulia itu. Metode hanafiyah Metode yang muncul
karena para imam mazhab Hanafi tidak meninggalkan kaidah ushul yang terkumpul dan
tertulis bagi murid-murid mereka dan metode gabungan merupakan metode gabungan
antara kekuatan teori dan praktek atau pengokohan kaidah ushul dengan argumen ilmiyah
dalam kasus fiqih .

10
DAFTAR PUSTAKA

https://alhikmah.ac.id/metode-penulisan-ushul-fiqh-2/

https://catatanmoeslimah.com/imam-syafii/

https://islami.co/imam-asy-syafii/

https://www.biografiku.com/biografi-imam-syafii/

11

Anda mungkin juga menyukai