AL-SYU’ARA’: 214-217
Tugas Makalah
Dosen pengampu:
Penyusun:
FAKULTAS DAKWAH
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan nikmat dan hidayah-Nya kepada kami. Sehinga kami manpu
menyelesaikan makalah yang berjudul “TAFSIR QS. Al-SYU’ARA’: 214-217
MENURUT AL-SAMARQANDI< DAN AL-ANDALU<SI<” ini sesuai dengan
waktu yang kami rencanakan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi
salah satu syarat penilaian mata kuliah Pendidikan dan Kewarganegaraan. Yang
meliputi tugas nilai individu.
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah
ada. Namun, hanya lebih pendekatan pada materi atau membandingkan beberapa
materi yang yang sama dari berbagai referensi. Yang bisa memberikan tambahan
pada hal yang terkait dengan Tafsir.
PENYUSUN
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan .........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi pengarang al-Samarqandi< dan al-Andalu>si ..............................2
B. Profil kitab al-Samarqandi< dan al-Andalu>si............................................5
C. Penafsiran al-Samarqandi< dan al-Andalu>si terhadap
QS.Al-Syu’ara’; 214-217...........................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................13
B. Saran...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
3. TUJUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abu al-Lais\, Tafsir al-Samarqandi> al-Musamma Bah}r al-‘Ulum, Cet. 1 (Beiru>t: Da.r al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1993 M/1413 H), Juz 1, h. 8-9.
2
Mazhab yang dianut oleh beliau adalah mazhab hanafi,[3] oleh
karenanya beliau melakukan perjalanan ke kota Balkh dan berguru
kepada beberapa guru yang ternama, antara lain ; Abu Ja’far al-
Handawani (w. 326 H), Muhammad bin al-Fadhl al-Balkhi seorang
mufassir (w. 319 H). Khalil bin Ahmad bin Isma’il (w. 368 H) dan
Muhammad bin al-Hasan al-Haddadi (w. 388 H). Beliau wafat pada
malam Rabu, 11 Jumadil Akhir 395 H, dan dimakamkan di kota Balkh
berdampingan dengan guru utamanya Abu Ja’far al-Handawani. Beliau
mempunyai murid-murid antara lain; lukman al-Farghani dan Na’im
al-Khatib Abu Malik.[4]
3
b) Al Husain bin Abd Aziz bin Muhammad bin Abd Aziz bin
Muhammad al Imam Abu Ali bin Abi al Ahwaz al qarsyi.
Beliau seorang yang faqih, ahli hadis, nahwu dan banyak
menyusun karangan mengenai qiraat.
2. Muhammad bin Abd al Bir bin Yahya bin Ali bin Tamam
Baha'uddin.
البحر المحيط
النهر المد
b) Dalam qiraat
4
الوهاج فى اختصارااألعال
األنوراألجلى فى اختصارالمحلى
d) Dalam bahasa
e) Dalam nahwu
التذ كرة
إعراب القرآن
الهداتة فى النحو
5
Dalam hal ini, Al-Suyuthi berpendapat bahwa barang siapa
yang ingin menafsirkan al-Qur’an, yang pertama harus dilihat
adalah al-Qur’an karena tidak ada sebuah penafsiran yang
paling akurat keculi dengan al-Qur’an. Seperti disebutkan
dalam al-Qur’an : ات66ندخلهم جن66الحات س66وا الص66وا وعمل66ذين آمن66وال
Menurut Abu al-Laits ayat di atas ditafsirkan dengan ayat : مثل
الجنة التى وعد المتقون فيها انهار من ماء غير آس
Cerita yang tidak ditolak dan tidak pula diterima. Kita ber-
tawaqqup saja. Hal ini didasarkan kepada hadis Nabi,
sebagaimana dalam sabdanya: “Janganlah kamu
membenarkan dan mendustakan cerita ahl al-kitab,
6
katakanlah bahwa kami percaya kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada
kamu”.
7
Ketiga, Asba>bun Nuzul . Asba>bun Nuzul adlah salah
satu alat yang sangat penting dalam memahmi ayat al-
Qur’an, karena terkadang dalam satu ayat itu memiliki
sebab turunnya, sehingga bila seseorang tidak memahami
sebab turunnya tentu pemahamannya pasti keliru. Dengan
demikian, tentunya juga Abu al-Laits sangat
memperhatikannya dalam menafsirkan ayat yang ada
Asba>bun Nuzul nya.
8
4. Abu> Hayya>n banyak tergantung pada kitab yang
sebelumnya, seperti Ibn Atiyah.
9
Abu> Hayya>n dalam menyusun tafsirnya juga tidak lepas dari
berbagai referensi kitab klasik lainnya. Di sini Abu> Hayya>n tidak
jarang melakukan kritik pada kitab terdahulu, dan membantahnya
apabila dirasa tidak sesuai dengan pedoman Islam yakni Al-Qur’an
dan hadis. Berikut beberapa referensi yang diambil oleh Abu>
Hayya>n dalam kitab al-Bah}r al-Muhi>t} :3
i. Bidang Tafsir. Dari kitab syaikhnya Imam Sholeh al-
Qudwah al-Adib Jamaluddin Abi Abdullah Muhammad bin
Sulaiman bin Hassan bin Hussin al-Maqdisi al-Ma’ruf bi
Ibni Naqib, yakni:
Al-Kasyaf,
Tahrir wa tahbir.
Al-Iqna’, dan
Kitab Misbah
Musnad Thialisi
Awsad Shorir.
3
Muhammad Hasdin Has, “Karakteristik Tafsir al-Bahru al-Muhith”. Dosen Jurusan Dakwah STAIN
Qaimuddin Kendari. Hal 46.
10
Al-Mahsul, Al-Isyarah dan Al-Qawaid,
Mukhtasar al-Mahsul
Bidang Tarikh
Syilah.
4
Muhammad Nasib Ar-rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Karsir Jilid 3, Gema Insani,
Jakarta,2000.hlm:60.
5
Ibid. hal 612.
11
Jadi, disinilah fungsinya da’i atau pedakwah. Mereka selaku da’i
(pelaku dakwah) memiliki sikap yang penuh rendah hati dan penuh
perhatian kepada orang-orang mukmin yang mengikuti seruan dakwahnya.
Hal ini dimaksudkan agar mereka tetap setia berada dalam jalan kebaikan
dan tidak menjauhi dakwahnya. Ayat ini menyadarkan dan menguatkan
kepada juru dakwah bahwa tidak semua orang mau mengikuti seruhan
dakwah yang dilakukan. Jika ada orang yang mengingkari seruan dakwah,
maka sang juru dakwah sudah terlepas tanggungjawabnya.
Tugas pendakwah adalah menyampaikan ajaran Islam, sedangkan
yang memberi hidayah (petunjuk) orang yang didakwahi itu mau
menerima atau mengikuti seruhan, itu sudah menjadi hak Allah Swt.
Karena itu, seorang dai tidak boleh membenci apalagi merasa sakit hati
kepada orang yang tidak mau mengikutinya. Karena itulah, ayat ini
memerintahkan untuk bertawakkal dan menyerahkan urusan itu kepada
Allah Swt adalah untuk menguatkan hati optimisme da’i bahwa Allah
Maha Perkasa. Betapapun keras hati kaum/masyarakat (mad’u) menentang
seruan dakwah, namun kehendak Allah Swt tidaklah akan dapat mereka
tentang. Jerih paya da’i dalam menyampaikan dakwah itu tidaklah akan
dibiarkan Allah Swt hilang dengan percuma saja.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
B. SARAN.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Lais\, Tafsir al-Samarqandi> al-Musamma Bah}r al-‘Ulum, Cet. 1 (Beiru>t: Da.r al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1993 M/1413 H), Juz 1, h. 8-9. Muhammad Husain al Zahabiy, al Tafsir wa al
Mufassirun,Juz 1(Cet. VI; Kairo: Maktabah Wahbah, 1995 M/1461 H), h. 325 Muhammad Hasdin
Has, “Karakteristik Tafsir al-Bahru al-Muhith”. Dosen Jurusan Dakwah STAIN Qaimuddin Kendari.
Hal 46.
Muhammad Nasib Ar-rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Karsir Jilid 3, Gema Insani, Jakarta,2000.hlm:60
Ibid. hal 612
14