Tugas Makalah
Dosen pengampu :
Di susun oleh :
Nur’aini (3320190247)
2019/2020
KATA PENGANTAR
Kami berharap makalah ini dapat di gunakan sebagai bahan bacaan dan
refrensi oleh pembaca, meskipun makalah ini jauh dari kata sempurna.
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan .......................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Bidang Akidah............................................................................................3
B. Bidang Fikih ..............................................................................................8
C. Bidang Tasawuf .........................................................................................33
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................13
A. Kesimpulan................................................................................................40
B. Saran..........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA 4
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi; dalam fiqih
mengikuti salah satu dari madzhab empat (Hanafi, Maliki Syafi’i dan
Jama’ah; dalam bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-
Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi; dalam fiqih mengikuti salah satu
dari madzhab empat (Hanafi, Maliki Syafi’i dan Hanbali); dan dalam bidang
tasawuf mengikuti madzhab Imam Al-Junaidi Al-Bagdadi dan Abu Hamid Al-
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan makalah
1
1. Mengenal imam aswaja bidang Akidah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bidang Akidah
Abu Hasan al-Asy’ari adalah orang yang pertama mendirikan aliran al-
Asy’ariah. Nama lengkap beliau adalah ’Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin
Isma’il bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abu Musa al-
Asy’ari. Ia adalah keturunan dari Abu Musa al-Asy’ari, salah seorang sahabat
Nabi saw. yang menjadi perantara dalam sengketa antara Ali bin Abi Thalib
dan Mu’awiyah.
Abu Hasan al-Asy’ari lahir di Bashrah (Irak) pada tahun 260 H (873 M) dan
wafat di Baghdad pada tahun 324 H (935 M). Pada waktu kecilnya, ia berguru
usia 40 tahun. Setelah ia belajar berbagai ilmu di kota Bashrah, maka Abu
Hasan al-Asy’ari pergi ke kota Baghdad, ibu kota khilafah Islamiyah saat itu,
dan meneruskan belajar di sana. Ia belajar ilmu Kalam menurut paham al-
tangguh. Walaupun Abu Hasan al-Asy’ari termasuk alim dan terkemuka dalam
3
terutama meneliti pendapat-pendapat berbagai aliran dan golongan yang
mazhab Maliki. Hal ini telah dikuatkan pula oleh Syekh Rafi’i al-Hanbal,
seorang pengikut mazhab Syafi’i, bahwa Abu Hasan al-Asy’ari adalah pengikut
mazhab Maliki, dan memang pada masa beliau yang paling luas tersebarnya di
puluhan karya yang dihasilkan, namun ada tiga karyanya yang sangat
tentang dasar-dasar agama), (3) al-Luma’ fi al-Ra’d ‘ala Ahl al-Ziyaq wa al-
Bida’. Dari beberapa karya kitab yang telah dihasilkan inilah dapat diketahui
4
(termasuk daerah Uzbekistan) pada tahun 853 M dan meninggal pada tahun
333 H/ 944 M. Ia adalah pendiri dari aliran Al-Maturidiyah salah satu golongan
tahun kelahirannya. Ini adalah sebuah observasi penting karena ini berarti
alim pun yang pernah mengenalnya. Maturidi hidup sezaman dengan Asy'ari,
pengikut dari madzhab hanafiyah. Boleh jadi ada beberapa perbedaan pendapat
antara kedua orang tersebut, karena adanya perbedaan pendapat antara syafi'i
ulasannya terhadap kedua kitab tersebut. Oleh karena itu antara teologi
persamaan antara almaturidi dan asy'ari. Baginya tuhan juga mempunyai sifat-
5
Nya. Tetapi dalam soal perbuatan-perbuatan manusia, al maturidi sependapat
bukan faham jabariyah atau kasb asy'ari. Sama dengan asy'ari, al maturidi
bahwa kalam atau sabda Tuhan tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim.
bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya
akan ditentukan tuhan kelak di akhirat. Iapun menolak faham posisi menengah
sebagainya mesti diberi arti majazi atau kiasan. Salah satu pengikut penting
dari dari al maturidi adalah Abu al-Yusuf Muhammad al-Bazdawi (421-493 H).
murid-murid dan salah seorang dari mereka adalah Najm al-Din Muhammad
6
al-Nasafi (460-537 H) pengarang buku al-'Aqa'idal nasafiah. Seperti al-
faham sehingga dapat dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua
aliran asy'ariyah.
· Kitab Al Tawhid
· Kitab al-Maqalat
· Ma'akhidh al-Shara'i' in
7
· Radd al-Imama
B. Bidang Fikih
fiqih dan hadis. Beliau lahir dari keluarga pecinta ilmu hadis, atsar, dan
fatwa para sahabat Nabi Muhammad SAW. Ayahnya Anas, salah satu
periwayat hadis. Sedangkan kakeknya Malik bin Abi Amir, salah satu
tokoh ulama dari kalangan tabiin, orang Islam di masa awal yang
mengalami zaman bersama para Sahabat Nabi. Malik bin Abi Amir,
Sayyidah ‘Aisyah, Abu Hurairah, Hassan bin Tsabit dan ‘Uqail bin Abi
Thalib. Malik bin Abi Amir memiliki hubungan baik dengan Sayyidina
Usman bin Affan. Suatu ketika Sayyidina Usman pernah mengutus Malik
bin Abi Amir untuk menaklukkan Afrika hingga berhasil. Saat Sayyidina
tabiin yang dipercaya untuk menulis mushaf. Kedekatan dengan ilmu ini
kesungguhan dalam menimba ilmu. Dia hafal Alqur’an saat masih usia
sungguh. Sebagian besar waktu Imam Malik dihabiskan untuk menulis dan
8
menghafalkan hadis. Selain tekun menghafal hadis, Imam Malik kecil juga
rajin belajar ilmu fiqih. Dia belajar fiqih pertama kali kepada Rabi’ah bin
ketekunannya belajar. Suatu ketika dia pamit kepada ibunya untuk pergi
pakaian yang bagus dan surban sembari berkata; “Pergilah belajar dan
jangan lupa menulis apa yang didengar dari Rabi’ah. Pelajari adab Rabi’ah
sebelum ilmunya.”
Hurmuz tanpa diselingi belajar kepada guru lain. Ibnu Hurmuz merupakan
seorang guru tidak segan mewariskan kata “la adri (tidak tahu)” kepada
hari beliau menjadi rujukan banyak para pecinta ilmu. Ulama besar seperti
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pernah menimba ilmu dan belajar
kepada beliau. Disebutkan bahwa tokoh dan ulama terkenal yang pernah
belajar kepada Imam Malik tak kurang dari 1.300 orang. Pergulatan
9
Kota Madinah menjadi tempat belajar Imam Malik. Selama hidupnya,
beliau tidak pernah mengembara ke negeri lain untuk mencari ilmu. Beliau
hanya mencukupkan belajar ilmu kepada tokoh dan ulama dari kalangan
Alquran, hadis Nabi Muhammad SAW, atsar, fiqih, dan fatwa sahabat dan
strategi khusus para ulama dalam merespons masalah kehidupan sosial dan
atau ahli atsar. Aliran ini mendasarkan pemahaman keagamaan pada nash-
nash Alquran dan Sunah Nabi Muhammad SAW. Kedua, metode ahli ra’yi.
Alquran dan Sunah secara tekstual, namun pada ‘illah-‘illah hukum yang
terkandung dalam nash-nash Alquran dan Sunah tersebut. Aliran ahli hadis
sering mencela kalangan ahli ra’yi dengan tuduhan bahwa ahli ra’yi
terhadap nash. Sedangkan ahli ra’yi menuding ahli hadis tidak mengetahui
10
argumentasi ahli hadis dalam perdebatan. Imam Malik termasuk ulama
Salah satu pemikiran ahli ra’yi yang tidak disetujui beliau adalah qiyas ala
ahli ra’yi, yaitu menganalogikan hukum suatu masalah yang tidak ada
nash hukumnya dalam Alquran atau Sunah dengan hukum suatu masalah
yang ada nash hukumnya. Beliau dan kebanyakan ulama Madinah lebih
keagamaan umat Islam. Ada dua warisan besar Imam Malik yang masih
diakui umat Muslim di seluruh dunia hingga hari ini: kitab al-Muwattha’
Malik dan menjadi rujukan penting hingga hari ini, khususnya di kalangan
disarikan dari hadis Nabi Muhammad SAW dan fatwa para sahabat. Imam
Malik wafat pada usia 92 tahun pada tahun 179 H/795 M. Beliau termasuk
untuk ilmu dan pengabdian terhadap agama dan umat. Dalam rentang
umur yang panjang tersebut, Imam Malik pernah hidup dalam dua
11
sampai pembaringan terakhirnya di Baqi’. Mazhab Maliki masih hidup
penetapan hukum dalam Islam. Hal ini juga didesak meluasnya Islam ke
Islam. Di antara kemilau era itu, Mazhab Hanbali adalah salah satu
mazhab yang banyak diikuti dan masih eksis hingga hari ini. Tokoh
pendirinya bernama Imam Ahmad bin Hanbal. Ahmad bin Hanbal lahir di
bernama Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal dari kalangan Bani
Syaiban, salah satu kabilah di Arab. Nama Ahmad bin Hanbal ini
Yaman dan Syam, guna berguru kepada ulama terkemuka setempat. Para
12
periwayat hadis banyak sekali tercatat pernah tinggal, atau setidaknya,
singgah di Baghdad. Para tokoh ulama ini diabadikan oleh al-Khatib al-
Baghdadi dalam Tarikh Baghdad. Oleh sebab itu Ahmad bin Hanbal begitu
ahlul hadits terkemuka. Sebagian besar kekayaan ilmu Ahmad Ibn Hanbal
pada kurun abad ke 2 hijriah, Ahmad bin Hanbal berada dalam pusaran
Hanbal memiliki hafalan hadis yang banyak sekali. Ini membuatnya sangat
kompeten dalam periwayatan hadis, dan segera menjadi salah satu tokoh
pemerintahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Saat Mu’awiyah Ibn Abi
Sufyan mengambil alih kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib, pusat pemerintahan
mengambil alih kekuasaan dari Bani Umayyah, pusat kerajaan atau ibu kota
politik dunia islam dipindah ke kota Baghdad. Beliau belajar kepada para guru
tersohor, seperti Syekh Abu Yusuf – salah satu murid utama Abu Hanifah,
kemudian Abdur Razzaq – salah satu generasi pemula penyusun kitab hadis,
serta Imam asy Syafi’i. Ketika Imam asy-Syafi’i tinggal di Baghdad, Ahmad
Ibn Hanbal rajin mengikuti halaqahnya. Kedalaman ilmu fikih dan hadisnya
menjadikan pribadi Ahmad ibn Hanbal sebagai pribadi yang unggul di majelis
Ahmad di dataran Hijaz saat Imam Ahmad sedang melakukan haji, serta saat
13
Imam asy-Syafi’i sedang berkunjung ke Irak. Imam asy Syafi’i pun memuji
sosok Imam Ahmad bin Hanbal: “Aku keluar dari Irak, dan tiada kutemui
orang yang lebih mumpuni ilmunya dan zuhud dibanding Ahmad bin Hanbal,”
tutur beliau. Ia digambarkan para muridnya sebagai pribadi yang wara’, santun,
dan ramah. Ahmad bin Hanbal fokus menimba ilmu, dan baru menikah pada
usia 40 tahun. Di usia itu, dengan perbendaharaan ilmu yang kaya khususnya
dalam bidang hadis dan fikih, Ahmad mendirikan majelis tersendiri di kota
Baghdad. Oleh beberapa ulama ia dinilai mengikuti jejak Imam Abu Hanifah
yang membuka majelis saat usia serupa, dan dianggap baru memberanikan diri
membuka majelis usai wafatnya Imam Syafi’i sebagai bentuk takzim. Dari
hadits. Kalangan ini berhati-hati terhadap dominasi akal atas wahyu, yang
berada dalam kubu kaum rasionalis atau ahlu al-ra’yi, dan mempertahankan
posisi hadis sebagai sumber hukum Islam. Murid-murid utamanya pun banyak
ulama hadis tersohor, seperti Imam al Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu
Dawud. Ahmad bin Hanbal sebenarnya juga berguru pada kalangan rasionalis
itu. Salah satu gurunya, Abu Yusuf, dinilai banyak berorientasi pada fikih Irak
simpulan hukum. Hal ini memberikan semacam inspirasi dan semangat kepada
Karena berhati-hati terhadap dominasi rasio atas wahyu, baik dalam akidah
14
maupun hukum Islam, kalangan ini berbenturan dengan kaum rasionalis. Pada
mulanya, daerah Irak banyak mengikuti rumusan Imam Abu Hanifah. Pendiri
Mazhab Hanafi ini mengemukakan peran akal dalam perumusan hukum, yaitu
dalam metode qiyas dan istihsan. Meski bermula sebagai diskursus hukum
ketuhanan, yang semakin digiatkan oleh kalangan Muktazilah. Hal inilah yang
pada abad kedua dan ketiga Hijriah kurang mendapat simpati dari ahlul hadits,
kedua hijriah, menjadi oase bagi kalangan ahlul hadits. Sosok inilah peletak
dasar-dasar rasionalitas untuk ahlul hadits, dan banyak diikuti umat Islam,
salah satunya Ahmad bin Hanbal. Karena polemik ilmiah ini, Ahmad bin
amaliah dan hukum Islam pada hadis, maupun pendapat sahabat dan tabi’in,
kendati secara kualitasnya tidak mencapai derajat yang sahih, selama tidak
atas menunjukkan bahwa Baghdad di masa itu merupakan pusat transmisi hadis
dan kajian fikih kaum Sunni. Sekurang-kurangnya ada dua poros utama di
sana: kaum rasionalis yang dikembangkan pengikut Imam Abu Hanifah, dan
Peristiwa Mihnah dan Keteguhan Ahmad bin Hanbal. Selain metode fikih,
satu hal yang bisa dicermati dari Imam Ahmad bin Hanbal ini adalah rumusan
teologisnya. Ahmad bin Hanbal, selain dikenal sebagai muhaddits dan ahli
15
fikih, ia juga memiliki dasar-dasar teologi yang banyak diikuti. Rumusan ini
juga tak lepas dari polemik ahlu al-ra’yi dan ahlul hadits sebagaimana
disebutkan di atas. Klimaks dari persoalan teologi ini adalah peristiwa mihnah,
yang dimulai pada masa Khalifah Al Makmun pada masa Dinasti Abbasiyah.
ini ditandai dengan pengujian para ulama atas doktrin khalqiyatul Qur’an atau
menyerukan salah satu doktrin terkait posisi Alquran sebagai makhluk, bukan
bagian dari firman Tuhan yang qadim. Hal ini berbeda dengan doktrin yang
diyakini oleh kalangan ahlul hadits, karena dengan meyakini Alquran sebagai
Tuhan. Peristiwa Mihnah dimulai pada tahun 218 H/ 833 M. Bermula dari
ini juga bentuk antisipasi pandangan alternatif yang bisa mengurangi kuasa
Alquran adalah makhluk akan dibebaskan dari hukuman. Penolak doktrin ini
dianggap sesat dan tidak diterima persaksiannya. Tujuh ulama kalangan hadis
terpaksa mengakui hal itu, atas pertimbangan nyawa. Sikap Ahmad Ibn Hanbal
16
depan khalifah al-Mu’tashim, Ahmad Ibn Hanbal dicambuk lalu dipenjarakan
pemerintahan al-Watsiq, Ahmad Ibn Hanbal dibuang dari Baghdad. Sikap ini
tidak menilai ilmu kalam, kecuali yang terdapat dalam Kitab Allah, sunnah
Nabi Saw, atau dari ketetapan sahabat dan tabi’in. Adapun selain itu,
Akibat represi yang lama terjadi ini, pemerintah bersimpati kepada Ahmad bin
Auliya,’ sosok besar ini menolak simpati dan hadiah dari pemerintah dengan
halus. Sebagai seorang ulama, karya peninggalan Ahmad bin Hanbal yang
dalamnya sekitar 40 ribu hadis. Kitab hadis ini juga menunjukkan hadis-hadis
yang digunakan oleh Imam Ahmad sebagai dasar hukum dan pondasi
mazhabnya. Beberapa kitab lain yang disusunnya adalah al-’Ilal, al-Tafsir, an-
lainnya. Produk pemikiran Ahmad bin Hanbal juga diabadikan dalam catatan
anak dan para muridnya. Pada akhir hayatnya, Imam Ahmad bin Hanbal
menderita sakit selama 10 hari, dan meninggal pada siang hari tanggal 22
17
Rabiul Awal tahun 241 H/855 M. Berdasarkan keterangan adz Dzahabi dalam
kurang dari 800 ribu orang dari banyak daerah. Ia dihormati atas capaian tinggi
Sebagai muslim Indonesia, tentu mayoritas kita tidak asing dengan Imam
lengkap pendiri mazhab ini adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman
bin Syafi’ bin Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib.
Nama terakhir adalah kakek dari Rasulullah. Imam Syafii lahir dari rahim
seorang ibu yang salehah, serta dari ayah yang terkenal kesabaran dan
Rasulullah SAW. Nama al-Syafi’i, yang akrab di telinga kita, diambil dari
keturunan Ali bin Abi Thalib RA dari jalur Sayyidina Husein RA. Idris, ayah
Imam al-Syafi’i adalah seorang pemuda asal Makkah yang merantau ke Gaza,
perempuan salehah dari kaum Azdi. Idris menikah dengan Fatimah binti
Ubaidillah, dengan tanpa sengaja. Pasalnya, saat itu Idris sedang dihukum ayah
Fatimah karena tidak sengaja memakan buah delima milik ayah Fatimah yang
buah tersebut, Idris rela menjadi buruh ayah Fatimah hingga beberapa tahun
tanpa digaji. Keikhlasan Idris inilah yang membuat ayah Fatimah menjatuhkan
18
pilihan kepadanya sebagai menantu. Buah cinta dari keduanya lahir pada tahun
150 H. Saat itu, bertepatan dengan wafatnya dua ulama besar: Imam Abu
Hanifah Nu’man bin Tsabit, pendiri Mazhab Hanafi yang wafat di Irak dan
Imam Ibn Jureij al-Makky, seorang mufti Hijaz yang wafat di Makkah. Hal ini
disebut sebagai salah satu firasat bahwa bayi yang lahir tersebut akan
menggantikan dua ulama yang telah meninggal, baik dalam keilmuan dan
kesalehan. Kehidupan bahagia Idris, Fatimah dan jabang bayi tidak berjalan
bahagia. Idris, ayah Imam al-Syafi’i meninggal dunia dalam usia yang relatif
muda. Fatimah harus berjuang sendiri mengasuh buah hati dalam kondisi
ekonomi yang cukup memprihatinkan. Sadar dengan kondisi dirinya saat itu,
Makkah, kota asal ayahnya. Ia ingin putra semata wayangnya tumbuh besar di
Minat Keilmuan Imam al-Syafi’i: dari Sastra, Fikih hingga Hadis. Jika
keilmuan yang berkembang di Irak adalah filsafat dan melahirkan para tokoh
yang beraliran rasionalis seperti Abu Hanifah, beda halnya dengan Makkah,
ilmu kesusasteraan. Bahkan Makkah menjadi salah satu tujuan favorit bagi
para penuntut ilmu sastra Arab. Tinggal di lingkungan yang dihuni para ulama
pasir, seperti kabilah Hudzel (salah satu kabilah yang terkenal sebagai ahli
sastra) untuk belajar sastra. Bahkan ia rela menetap beberapa hari di kabilah-
19
kabilah tersebut demi mempelajari sastra Arab. Hobinya belajar sastra Arab ini
hal ini penting sekali dalam proses berijtihad dan menggali hukum syariat.
memahami Alquran yang diturunkan dalam bahasa Arab yang fasih dan murni.
buku kecil berjudul Diwan al-Syafi’i yang memuat sekitar 150an syair karya
Hingga pada suatu hari ia bertemu dengan Mus’ab bin Abdullah bin Zubair dan
menganjurkannya untuk belajar fikih dan hadis. Tidak hanya Mus’ab, Imam
Muslim bin Khalid, guru Imam al-Syafi’i yang lain juga menganjurkannya
untuk belajar fikih. “Alangkah baiknya jika kecerdasanmu itu digunakan untuk
mempelajari ilmu fikih, hal ini lebih baik bagimu,” nasihat Imam Muslim bin
Khalid kepada Imam al-Syafi’i. Ucapan tersebut diakui sendiri oleh al-Syafii
sebagai pelecut semangatnya untuk belajar ilmu fikih dan hadis. Ia pun belajar
kepada dua ulama besar Makkah saat itu: Imam Sufyan bin Uyainah, pakar
Hijrah demi Ilmu. Hijrah yang dimaksud dalam hal ini bukan hijrah dalam
arti tobat, sebagaimana yang sering digunakan saat ini. Hijrah dalam hal ini
adalah berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Sebagaimana hijrahnya nabi
20
dari Makkah ke Yatsrib, Madinah. Selain hijrah ke Madinah pada tahun 170 H
untuk belajar langsung kepada Imam Dar al-Hijrah, yakni Imam Malik bin
Anas, Imam al-Syafii juga berkunjung ke Irak dan Kufah untuk belajar kepada
menemani Imam Malik hingga wafat pada tahun 179 H. Bahkan Imam al-
Syafi’i terhitung berkunjung ke Irak sebanyak tiga kali. Selain Irak, Ia juga
berbagai kota ini tak ayal membantunya mengetahui budaya serta adat istiadat
yang berlaku di kota-kota tersebut. Hal ini secara tidak langsung menjadi
kelak. Kegemaran Imam al-Syafi’i dalam berhijrah dari kota ke kota ini
giat! Karena kenikmatan hidup akan tercapai dengan bekerja keras.” “Singa
jika tidak keluar dari sarangnya, ia tidak akan mendapatkan makanan. Begitu
juga dengan anak panah, jika tidak meluncur dari busurnya, anak panah
tidak ternilai harganya. Menurut Syekh Ali Jum’ah, Imam al-Syafii menulis
kita. Beberapa kitab hilang dan beberapa kitab masih dalam proses pengetikan
dan pentahqiqan (koreksi). Salah satu karya hebatnya adalah kitab al-Risalah,
21
yang disebut-sebut sebagai kitab ushul fikih pertama yang ditulis secara
sistematis. Berkat al-Risalah juga, Imam al-Syafi’i dijuluki sebagai Nasir al-
Syiah Ketika Imam al-Syafi’i menjadi mufti di Yaman, fitnah kejam melanda
dirinya. Saat itu ia difitnah sebagai pendukung partai Syiah yang sedang
gencar-gencarnya mengancam eksistensi negara dan khalifah saat itu. Hal ini
tentu maklum, karena khalifah saat itu adalah Harun al-Rasyid adalah bagian
dari Dinasti Abbasiyah, dinasti yang berseteru dengan kelompok Syiah. Imam
al-Syafii pun dijebloskan ke dalam penjara dan hampir dihukum mati, karena
pemahaman terhadap Alquran, keilmuan astronomi dan nasab kaum Arab. Tak
disangka, jawaban yang diberikan oleh Imam al-Syafi’i cukup mengena di hati
khalifah, sekaligus menjadi bantahan atas tuduhan sebagai pengikut Syiah yang
Siyar A’lam al-Nubala’ dengan mengutip kaul al-Rabi’ bin Sulaiman, Imam al-
menulis, sepertiga kedua digunakan untuk shalat malam, dan sepertiga terakhir
digunakan untuk tidur. Imam al-Syafii wafat pada 30 Rajab 204 H. dalam usia
54 tahun.
22
b.4 Imam Hanafi
Abu Hanifah merupakan salah satu dari mazhab empat serangkai dalam
mazhab fiqh, Imam Abu Hanifah memang lebih dikenal sebagai faqih (ahli
hukum) dari pada muhaddits (ahli hadits). Keahliannya dalam bidang fiqh telah
diakui oleh banyak pakar, bahkan para imam sendiri seperti Imam Malik dan
Imam Syafi’i. Namun, bukan berarti ia kurang ahli dibidang hadits karena
maha gurunya seperti Atha’, Nifi’, Ibnu Hurmuz, Hammad bin Abi Sulaiman,
Amr bin Dinar dan yang lainnya telah pula mengajarkan hadits kepadanya
selain fiqh. Ada beberapa macam pendapat dari orang-orang Islam tentang
bahwa mazhab Abu Hanifah ialah satu mazhab yang baru serta lain dari
mazhab-mazhab lain.
Mazhab ini dinamai sesuai dengan nama ulama pendirinya, yaitu Abu
Hanifah, yang nama aslinya adalah Nu’man bin Tsabit Ibnu Zufy al-Taimy,
yang masih ada hubungan keluarga dengan ‘Ali bin Abi Thalib, bahkan Ali
tidak heran jika dikemudian hari dari keturunannya muncul Ulama’ besar
seperti Abu Hanifah. Beliau lahir di Kufah tahun 80 H/ 699M dan wafat di
Baghdad tahun 150 H / 767 M. Beliau ini berasal dari keturunan Persia, yang
menjalani hidup didua masa kekhalifahan yang sosial politiknya berbeda, yaitu
kebiasaan bangsa Arab, nama putra (yaitu Hanifah) dijadikan sebagai sebuah
23
sehingga lebih dikenal dengan sebutan “Abu Hanifah”. Dalam kaitannya
dengan sebutan tersebut, Yusuf Musa berpendapat bahwa sebutan tersebut lebih
(dawat) guna menulis dan mencatat semua ilmu pengetahuan yang didapat dari
inilah, beliau dikenal sebagai pemuda yang rajin dalam segala hal, baik
belajarnya maupun peribadatannya, sebab kata “hanif” dalam bahasa Arab juga
berarti “condong” kepada hal-hal yang benar, sehingga pada masa kedua
khalifah, beliau tetap saja tidak menjabat sebagai qadli, karena tidak senang
awalnya Abu Hanifah senang sekali belajar bidang Qira’ah dan tajwid kepada
Idris ‘Asham, al-Hadits, Nahwu Sharaf, sastra, sya’ir dan ilmu yang sedang
sangat ekstrim, sehingga beliau menjadi salah satu tokoh theologi Islam.
Pada Abad ke-2 hijriyyah, Imam Abu Hanifah memulai belajar ilmu fiqh
di Irak pada Madrasah Kufah, yang dirintis oleh Abdullah bin Mas’ud ( (w. 63
H / 682 M) dan beliau berguru selama 18 tahun kepada Hammad bin Abu
Sulaiman al-Asy’ary, murid dari ‘Alqamah bin Qais dan Ibrahim al-Nukhaiy
kepada Hammad bin Abi Sulaiman al-Asy’ary dan disinilah Imam Abu Hanifah
banyak belajar pada para fuqaha’ dari kalangan Tabi’in, seperti Atha’ bin Rabah
dan Nafi’ Maula bin Umar. Dari Guru Hammad inilah Imaam Abu Hanifah
24
banyak belajar Fiqh dan al-Hadits. Untuk mencari tambahan dari apa yang
telah didapat di Kuffah, Abu Hanifah beberapa beberapa kali pergi ke Hijaz
dan Makkah meskipun tidak begitu lama untuk mendalami Fiqh dan al-Hadits
bidang ilmu Fiqh dengan salah seorang murid Abdullah bin Abbas ra, sehingga
bin Abi Sulaiman al-Asy’ary tahun 130 H), Majlis Madrasah Kuffah
terdorong oleh nasihat para guru setianya, diantaranya adalah Imam Amir ibn
semasa hidupnya, beliau dikenal sebagai sosok ‘ulama’ yang sangat dalam
Ilmu yang dimiliki oleh Abu Hanifah demikian luas terutama temuan-
ilmunya itu diakui oleh Imam Syafi’i, beliau berkata: “manusia dalam bidang
Tampaknya ilmu Abu Hanifah bukan hanya bidang hukum tetapi juga meliputi
25
Dinasti Umayyah selama 52 tahun, dan di masa Dinasti Abasiyyah selama 18
Islam antara kedua Dinasti tersebut. Ketika Umar bin abdul aziz berkuasa (99-
101 H), Abu Hanifah sudah menjelang dewasa. Untuk menjamin ekonominya,
Abu Hanifah dikenal sebagai pedagang sutera. Dalam dagang ia dikenal jujur
berdagangnya didapatkan dari ayahnya yang dulu juga seorang pedagang kain
sutra asli Persia, yang masuk Islam pada masa pemerintahan Khulafaur
sahabat Nabi yang masih hidup ketika Abu Hanifah lahir. Anas bin malik di
Basrah, Abdullah bin Abi Aufa di Kufah, Sahal bin Sa’ad al-Sa’idi di Madinah,
Abu al-Thufail, Amir bin Wailah di Mekah. Bahkan ada yang mengatakan
bahwa beliau sempat berjumpa dengan Anas bin Malik di Mekah. Kalau ini
benar maka Abu Hanifah merupakan seorang tabi’in. Tetapi karena sebagian
besar ilmunya diperoleh dari generasi tabiit-tabi’in, maka tidak tepat dia
disebut tabi’in. Seperti halnya ulama lain, Abu Hanifah menguasai ilmu kalam
(dikenal dengan fiqh al-Kabir) dan ilmu fiqh. Dari segi lokasi di mana ia
Hanifah wafat pada tahun 150 H/ 767 M pada usia 70 tahun dan dimakamkan
sebuah sekolah yang diberi nama “Al-Jami’ Abu Hanifah”. Dari keberhasilan
Abu Hanifah dalam mendidik ratusan murid yang memeliki wawasan luas
dalam bidang fiqh, maka wajar jika sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya
26
tersebar luas melalui para muridnya yaang memang cukup banyak. Diantaranya
adalah Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarrak, Waki’ bin Jarah bin Hasan al-
Mongol.
pemerintahan, tetap saja tidak mau menerimanya, baik pada masa kekholifahan
menawarinya adalah penguasa kerajaan sendiri, yaitu Yazid bin Umar dari
kerajaan Bani Umayyah dan Abu ja’far al-Manshur dari kerajaan Bani
satu sisi, kota ini memberikan arti dalam kehidupannya dalam menjadikan
dirinya sebagai salah seorang ulama’ besar dengan julukan “Al-Imam al-
A’dlam”. Akan tetapi disisi lain beliau merasakan kota Kuffah sebagai kota
Sedang untuk mengetahui methode Istidlal Imam Abu Hanifah, dapat dilihat
kitab al-Qur’an dalam menetapkan Hukum, jika tidak ditemukan, maka saya
27
mengambilnya dari al-Hadits yang shahih dan yang tersiar secara mashur di
lalu saya tidak keluar dari pandangan mereka. Jika masalah tersebut sampai
pada Ibrahim al-Sya’by, Hasan ibn Sirin dan Sa’id ibn Musayyab, maka aku
tama saya mencari dasar hukum dalam al-Qur’an, kalau tidak ada saya
mencarinya dari dalam al-Sunnah Nabi, kalau tidak ada, saya pelajari fatwa-
fatwa para sahabat dan saya memilih mana yang saya anggap paling kuat,
tetapi jika orang telah melakukan ijtihad, maka saya pun melakukan ijtihad.”
inilah pendapatku dab jika ada orang yang membawa pendapat yang lebih kuat
dari aku, maka pendapatnya itulah yang lebih benar.” Beliau pernah suatu saat
ditanya oleh seseorang: “Apakah yang telah engkau fatwakan itu benar dan
tidak diragukan lagi?.” Lalu beliau menjawab:” Demi Allah, boleh jadi itu
adalah suatu fatwa yang salah yang tidak diragukan lagi akan kesalahannya.”
sebab beliau sangat selektif dalam menerima al-Sunnah, sehingga beliau tetap
28
menggunakan al-Qiyas, maka berpegang pada istihsan selama dapat dilakukan.
Jika tidak bisa baru beliau berpegang pada adat dan ‘Urf. Dalam
qiyas, istihsan dan urf. Menurut Manna’ al-Qatthan, Abu Hanifah juga sering
mengumpulkan hadis dalam sebuah buku yang disebut Musnad Abu Hanifah.
beredar dan dikembangkan oleh generasi penerusnya. Maka dari itu, karya-
karya yang telah dihasilkan oleh Imam Abu Hanifah sebagai dasar pokok
masih dalam bentuk sebuah majalah ringkas, tetapi sangat terkenal, yaitu
sebagai berikut:
29
ijtihad-ijtihadnya saat itu ( pada masa beliau masih hidup) belum dibukukan,
menjadi mazhab ahl al-Ra’yi ini menjadi hidup dan berkembang dan dalam
dengan sebutan “Madrasah Hanafi atau Madrasah Ahl al-Ra’yi, selain namanya
yang terkenal menurut versi sejarah hukum Islam sebagai “Madrasah Kufah”.
seorang tokoh, dapat dilihat dari adanya dan tidaknya para murid dan
Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim al-Auza’iy (113-182 H) Dan beliau ini
untuk mengangkat para Hakim daerah) pada masa khalifah Harun al-Rasyid
inilah, salah satu murid Abu Hanifah yang banyak sekali menyusun dan
mengembangkan hasil karya Abu hanifah, diantaranya yang terkenal adalah Al-
Kitab al-Mabsuth
Kitab al-Ziyad
30
Kitab al-Siyarul Kabir
Beliau merupakan salah satu ulama Abu Hanifah yang mengikuti contoh
mengajar, yang terus dilakukan hingga dia wafat pada usia 42 tahun di
mazhab yang paling banyak diikuti dan dianut oleh ummat Islam, bahkan pada
kerajaan “Utsmani” menjadi salah satu aliran ,azhab resmi negara dan sampai
Para Pengikut Mazhab Hanafi saat ini sebagian besar tersebar di daerah
India, Afghanistan, Iraq, Syria, Turki, Guyana, Trinidad, Suriname dan juga
31
Perkembangan Mazhab Imam Hanafi. Mazhab Hanafi tercermin di Irak,
Afganistan, anak benua India (di mana minoritas kaum Syi’ah berada), dan
Turki Asia tengah. Mazhab ini menjadi favorit bagi para penguasa Turki Seljuk
dan Turki Usmani dan mazhab ini memperoleh pengakuan resmi di seluruh
penduduk bumi putranya adalah para pengikut mazhab lain, seperti Mesir.
menduduki posisi yang paling tinggi dan luas dibandingkan dengan mazhab-
mazhab lain. Hal ini disebabkan dengan adanya hal-hal sebagai berikut. Pada
Islam). Dari kedua kekhalifahan itulah, yang membuat Mazhab aliran Hanifah
Turki dan dibeberapa negara yang dahulunya tunduk kepada kekuasaan Turki
32
Albania yang menjadi aliran mazhab yang umum dipakai oleh masyarakat.
kesemua penganut aliran Mazhab Hanafi itu lebih kurang ada sepertiga dari
C. Bidang Tasawuf
Nahdlatul Ulama mengikuti Imam Asyari dan Imam Maturidi dari sisi
aqidah, imam empat mazhab dari sisi fiqih, dan Imam Junaid Al-Baghdadi
serta Imam Al-Ghazali dari segi tasawuf. Kenapa para kiai mengangkat nama
zamannya, pemimpin kaum sufi yang ucapannya diterima oleh semua kalangan
penjual kaca. Ia berasal dari Nahawan, lahir dan tumbuh di Irak. Junaid
seorang ahli fikih dan berfatwa berdasarkan mazhab fikih Abu Tsaur, salah
Qashshab. Junaid adalah salah seorang imam besar dan salah seorang imam
33
Makamnya terkenal di Baghdad dan diziarahi oleh masyarakat umum dan
orang-orang istimewa.
dan Imam Junaid Al-Baghdadi sebagai pembimbing dan panutan umat Islam.
Artinya, “Imam Malik RA dan seluruh imam, begitu juga Abul Qasim
Tauhid pada Hamisy Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru
Syekh M Nawawi Banten juga menyebutkan sejak awal Imam Junaid Al-
Baghdadi sebagai panutan umat dari sisi tasawuf. Menurutnya, Imam Junaid
ويجب على من ذكر أن يقلد في علم التصوف إماما من أئمة التصوف كالجنيد وهو اإلمام سعيد بن محمد أبو
القاسم الجنيد سيد الصوفية علما وعمال رضي هللا عنه والحاصل أن اإلمام الشافعي ونحوه هداة األمة في
الفروع واإلمام األشعري ونحوه هداة األمة في األصول والجنيد ونحوه هداة األمة في التصوف فجزاهم هللا
34
Artinya, “Ulama yang disebutkan itu wajib diikuti sebagaimam perihal
ilmu tasawuf seperti Imam Junaid, yaitu Sa’id bin Muhammad, Abul Qasim Al-
Junaid, pemimpin para sufi dari sisi ilmu dan amal. Walhasil, Imam Syafi’i dan
fuqaha lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang fiqih, Imam Asy’ari dan
Imam Junaid dan sufi lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang tasawuf.
manfaat kepada kita atas ilmu dan amal mereka. Amiiin,” (Lihat Syekh M
di jalan hidayah patut menjadi teladan. Ilmu dan amalnya dalam bidang
وقوله كذا أبو القاسم كذا خبر مقدم وأبو القاسم مبتدأ مؤخر أي مثل من ذكر في الهداية واستقامة الطريق أبو
القاسم الجنيد سيد الطائفة علما وعمال ولعل المصنف رأى شهرته بهذه الكنية ولو قال جنيدهم أيضا هداة
ulama yang sudah tersebut perihal hidayah dan keistiqamahan jalan adalah
Abul Qasim, Junaid, pemimpin kelompok sufi baik dari sisi ilmu maupun amal.
35
penulis mengatakan, ‘Junaid juga pembimbing umat’, tentu lebih klir,” (Lihat
[Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 89).
(batiniyah) di saat kedua aspek ini bersitegang dan tidak berada pada titik temu
fanatik di satu kutub yang sangat ekstrem, yang faqih dan yang sufi. Banyak
aspek tasawuf dalam syariat. Sebaliknya pun terjadi, banyak ulama mengambil
jalan sufistik, tetapi menyampingkan aspek fiqih dalam syariat. Junaid sendiri
bahkan ahli fiqih. Ia juga seorang mufti yang mengeluarkan fatwa berdasarkan
mazhab Abu Tsaur, salah seorang sahabat Imam Syafi’i. Baginya, jalan menuju
Allah tidak dapat ditempuh kecuali oleh mereka yang mengikuti sunnah
وكان الجنيد رضي هللا عنه على مذهب أبي ثور صاحب اإلمام الشافعي فإنه كان مجتهدا اجتهادا مطلقا
كاإلمام أحمد ومن كالم الجنيد الطريق إلى هللا مسدود على خلقه إال على المقتفين آثار الرسول صلى هللا
عليه وسلم ومن كالمه أيضا لو أقبل صادق على هللا ألف ألف سنة ثم أعرض عنه لحظة كان ما فاته أكثر
مما ناله ومن كالمه أيضا إن بدت ذرة من عين الكرم والجود ألحقت المسيئ بالمحسن
Artinya, “Imam Junaid dari sisi fiqih mengikuti Abu Tsaur, salah seorang
sahabat Imam Syafi’i. Abu Tsaur juga seorang mujtahid mutlak seperti Imam
36
Ahmad. Salah satu ucapan Imam Al-Junaid adalah, ‘Jalan menuju Allah
Rasulullah SAW,’ ‘Kalau ada seorang dengan keimanan sejati yang beribadah
ribuan tahun, lalu berpaling dari-Nya sebentar saja, niscaya apa yang luput
baginya lebih banyak daripada apa yang didapatkannya,’ dan ‘Bila tumbuh
bibit kemurahan hati dan kedermawanan, maka orang jahat dapat dikategorikan
Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa
sufisme Junaid Al-Baghdadi, yaitu tasawuf sunni. Jalan ini yang diambil oleh
Junaid Al-Baghdadi karena banyak pengamal sufi di zaman itu terjebak pada
kebatinan dan bid’ah yang tidak bersumber dari sunnah Rasulullah SAW. Oleh
karena itu, Imam Junaid layak menjadi panutan NU dari sisi tasawuf karena
وقوله هداة األمة أي هداة هذه األمة التي هي خير األمم بشهادة قوله تعالى كنتم خير أمة أخرجت للناس فهم
خيار الخيار لكن بعد من ذكر من الصحابة ومن معهم والحاصل أن اإلمام مالكا ونحوه هذاة األمة في
الفروع واإلمام األشعري ونحوه هداة األمة في األصول أي العقائد الدينية والجنيد ونحوه هداة األمة في
umat Islam ini, umat terbaik sebagaimana kesaksian firman Allah SWT dalam
manusia.’ Mereka para imam itu adalah orang pilihan di tengah umat terbaik
tetapi derajatnya di bawah para sahabat Rasulullah dan tabi’in. walhasil, Imam
Malik dan fuqaha lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang furu’ atau
37
fiqih. Imam Asy’ari dan mutakalimin sunni lainnya adalah pembimbing umat
dalam bidang ushul atau aqidah. Imam Junaid dan sufi lainnya adalah
mereka dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kita atas ilmu dan amal
tahun], halaman 90). Imam Junaid juga menyayangkan sikap naif sebagian
وكان رضي هللا عنه يقول إذا رأيت الصوفي يعبأ بظاهره فاعلم أنه باطنه خراب
kepada Allah. Walhasil, Imam Junaid Al-Baghdadi adalah ulama abad ke-3 H
mengalami titik temu. Sikap proporsional Imam Junaid seperti ini sejalan
38
konteks ini mempertahankan dengan gigih syariat Islam melalui fiqih sekaligus
39
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdullah bin Musa bin Bilal
hadis. Beliau lahir dari keluarga pecinta ilmu hadis, atsar, dan
40
fatwa para sahabat Nabi Muhammad SAW. Ayahnya Anas,
ini adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin
Syafi’ bin Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin
Imam Syafii lahir dari rahim seorang ibu yang salehah, serta
41
tasawuf. Ia juga memiliki sejumlah karamah luar biasa.
B. Saran
menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya
42
DAFTAR PUSTAKA
https://pwnujatim.or.id/pedoman-aqidah-dan-asa/&hl=en-ID
https://islami.co/biografi-ahmad-bin-hanbal-pendiri-mazhab-
hanbali/&hl=en-ID
https://islami.co/biografi-malik-bin-anas-pendiri-mazhab-maliki/&hl=en-
ID
43