Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

RUANG LINGKUP AHLUSSUNNAH WALJAMAAH


(AQIDAH,IBADAH,AKHLAQ)
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah ASWAJA
Dosen Pengampu : Dr.H.M.RIDWAN HAMBALI,Lc.,MA

Disusun Oleh :
1.Mohammad Sholeh (1120200191)
2.Triani Kiswati (1120200207)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA’ SUNAN GIRI BOJONEGORO


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “RUANG LINGKUP ASWAJA
(AQIDAH,IBADAH,AKHLAQ)” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang
sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.Penulis sangat
bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas prodi farmasi
dengan judul “RUANG LINGKUP ASWAJA (AQIDAH,IBADAH,AKHLAQ)”

Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak


yang telah membantu kami selama pembuatan makalan ini berlangsung sehingga dapat
terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya dapat kami perbaiki.Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih
banyak terdapat kekurangannya.

Kedungadem,23 oktober 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
C. Tujuan .......................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 5
A. Pengertian ASWAJA .................................................................... 5
B. Bagaimanakah Ruang Lingkup Aswaja (aqidah,ibadah,akhlaq) .... 4
BAB III PENUTUP ................................................................................. 10
A. Kesimpulan .................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 11

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Aswaja merupakan mata pelajaran khusus bagi satuan pendidikan
tertentu. Pembelajaran Aswaja diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa visi
Aswaja adalah untuk mewujudkan manusia yang berpengetahuan, rajin
beribadah, cerdas, produktif, etis, jujur dan adil, berdeisiplin, toleransi, menjaga
keharmonisan, secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya
Ahlussunnah wal Jama’ah (amar makruf nahi munkar).1 Aswaja merupakan
salah satu mata pelajaran yang dalam kajiannya merujuk pada al-Qur’an dan as-
Sunnah. Dalam tahap pemahaman Aswaja menggunakan cara logis dan rasional,
karena mengaitkan materi dengan pengalaman peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari bukan dengan dogmatis dan doktrin tertentu. Pembelajaran Aswaja
juga bertujuan untuk mendorong peserta didik supaya mendalami dan
mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal Jama’ah, yang diharapkan nantinaya
akan lahir generasi-generasi kiyai yang unggul serta mampu menjadi pilar-pilar
kokoh dalam mensyi’arkan Islam ditengahtengah masyarakat dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai tawasut, tawazun, tasamuh.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian aswaja
2. Bagaimanakah ruang lingkup aswaja (aqidah,ibadah,akhlaq)

B. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian aswaja.
2. Dapat mengetahui ruang lingkup aswaja (aqidah,ibadah,akhlaq).

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian aswaja
Menurut Abd al-Qahir al-Baghdadi dalam kitabnya, al-Farq Bayn al-
Firaq, Ahlussunnah wal jama‟ah terdiri atas delapan kelompok: Mutakallimun
atau Ahli ilmu Tawhid, Ahli Fiqh aliran al-Ra’y dan al-Hadis, Ahli Hadis, Ahli
Ilmu Bahasa, Ahli Qira’at dan Tafsir, Ahli Tasawwuf, Para Mujahidin, dan
Masyarakat awam yang mengikut pegangan ahlussunnah wal jama‟ah.

Sedangkan dalam kitabnya yang berjudul Ziyadat Ta‟liqat (hlm. 23-24),


KH. Hasyim Asy’ari menyebut Ahlussunnah wal jama‟ah sebagai kelompok
Ahli Tafsir, Ahli Hadis dan Ahli Fikih. Merekalah yang mengikuti dan
berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur
Rasyidin sesudahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-
najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun
dalam madzhab yang empat yaitu Mazhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.

Ringkasnya, faham Ahlussunah Waljama’ah meliputi tiga ruang lingkup


yaitu: Lingkup akidah, lbadah, dan akhlak. Selanjutnya, untuk membedakan
lingkup-lingkup Ahlussunnah Waljamaah tersebut dengan lingkup-lingkup lain,
perlu ditegaskan dengan menyebut masing masingnya menjadi
Akidah Ahlussunnah waljamaah, Ibadah (fikih) Ahlussunnah Waljamaah, dan
Akhlak Ahlussunnah Waljamaah.Namun, mengacu pada hadits iftiraq tersebut
di atas, sebenarnya pada asalnya.

B. Pengertian Ruang Lingkup Aswaja (Aqidah,Ibadah,Akhlaq)


Pertama, Akidah Ahlussunnah Waljamaah. Adapun dalam bidang
akidah, yang memenuhi kriteria Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan
yang dikenal dengan nama Asy’ariyah (pengikut Imam Abu Hasan al-Asy’ari)
dan Maturidiyah (pengikut Imam Abu Manshur al-Maturidi). Merekalah
golongan mayoritas ulama dari masa ke masa. Pandangan mereka dalam akidah
adalah sama persis dengan pandangan ulama salaf, hanya saja sesuai tuntutan
zaman, mereka memberikan hujjah dengan argumen-argumen rasional sehingga

5
akidah salaf yang mereka perkenalkan adalah akidah yang kuat dari
sisi naql (periwayatan) dan juga kuat dari sisi „aql (rasio). Tak heran, sejarah
membuktikan bahwa hanya akidah Asy’ariyah dan Maturidiyah yang tahan uji
menghadapi berbagai tantangan dari kelompok lain.

Kedua, Imam tersebut sama-sama mempergunakan akal sebatas untuk


memahami naql, tidak sampai mensejajarkannya apalagi memujanya. Bahkan
secara terang-terangan melalui karya-karyanya, keduanya sama-sama menolak
dan menentang logika Mu’tazilah yang terlalu memuja akal dan nyaris
mengabaikan petunjuk naql.

Dengan demikian, maka dalam konteks historis, paham Ahlussunnah


Waljamaah adalah sebuah paham yang dalam lingkup akidah mengikuti
pemikiran kalam al Asy’ari atau al-Maturidi. Yang institusinya kemudian
disebut al-Asy’ariyah atau al-Maturidiyah. Dan sebagai institusi besar, keduanya
tidak luput dari tokoh-tokoh pengikut yang selain menyebarkan, juga
mengembangkan pemikiran kalam yang dicetuskan oleh pendirinya.

Beberapa nama tokoh yang menyebar-kembang kan pemikiran kalam al-


Asy’ari dan al-Maturidi itu, tercatat nama-nama besar seperti, al-Baqilani, al-
Juwaini (Imam al-Haramain), al-Isfirayini, Abu Bakar al-Qaffal, al-Qusyairi,
Fahr al-Din al-Razi, Izz al-Din’ Abd al Salam, termasuk al Ghazali dan al-
Bazdawi. Dan pemikiran kalam yang banyak masuk serta mewarnai umat Islam
di Indonesia ialah pemikiran kalam al-Asy’ari yang telah dikembangkan oleh al-
Ghazali yang lebih dikenal sebagai tokoh sufistik.

Jauh (berabad-abad) pasca tokoh-tokoh tersebut, di Indonesia dikenal


pula tokoh-tokoh al-Asy’ariyah (Asya’irah) seperti, Syaikh al-Sanusi, Syaikh al-
Syarqawi, Syaikh al-Bajuri, Syaikh Nawawi Banten, Syaikh al-Tarabilisi,
Syaikh al-Fatani, dan lain-lain. Yang tidak mustahil, pemikiran kalam mereka
sudah berbeda dengan pemikiran kalam al-Asy’ari sendiri atau setidak-tidaknya
ada nuansa lain.

6
Kedua, Fikih Ahlussunnah Waljamaah. Dalam konteks historis, institusi
fiqh yang sejalan dengan konteks substansial paham Ahlussunnah Waljamaah
ialah empat mazhab besar dalam fikih Islam, mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i,
dan Hanbali. Bahwa mazhab Hanafi dianut pula oleh mu‟asis (pendiri) kalam al-
Maturidiyah, yakni Abu Mansur al-Maturidi. Sedangkan mazhab Syafi’i dianut
pula oleh muassis kalam al-Asy’ariyah, yakni Abu al-Hasan al-Asy’ari.

Tak bisa dipungkiri, bahwasanya di antara keempat fiqh tersebut satu


sama lain banyak ditemui perbedaan di sana sini. Akan tetapi, perbedaan-
perbedaan itu masih berada dalam koridor ikhtilaf-rahmat (perbedaan yang
membawa rahmat). Abu Hanifah yang dikenal sebagai ahl al-ra‟yi (banyak
menggunakan akal/logika), tidak mengklaim pendapatnya sebagai terbenar. Dan
ketiga Imam yang lain pun tidak pernah menyalahkan pendapat mazhab yang
lain.

Imam Mazhab tersebut sama-sama commited terhadap petunjuk Al-


Quran dan as-Sunnah. sama-sama berpola-pikir Taqdim al-Nas „ala al-
‟aql (mendahulukan petunjuk nas daripada logika). Dalam berijtihad, mereka
tidak mengedepankan akal kecuali sebatas untuk beristinbat (menggali hukum
dan Al-Quran dan al-Hadits), tidak sampai mensejajarkan apa lagi mengabaikan
nas. Dan inilah substansi paham Ahlussunnah Waljamaah.

Dengan demikian, diketahui bahwa dalam masalah fiqh, ahlussunnah


wal jama‟ah adalah pengikut mazhab yang empat. Ahlussunnah wal
jama‟ah mengharuskan pengikutnya di masa ini untuk bermazhab karena
bermazhab merupakan satu-satunya cara yang menjamin keterkaitan dan
kesinambungan kita dengan generasi salaf. Imam Waliyullah al-Dahlawi
memberikan penjelasan sebagai berikut:

Sebenarnya dalam mengikuti madzhab yang empat ini terdapat


kemaslahatan yang besar, dan berpaling darinya akan menimbulkan mafsadah
yang besar pula. Hal ini dapat diuraikan melalui beberapa alasan berikut ini:

7
1. Kesepakatan umat Islam untuk berpegangan kepada generasi salaf pendahulu
mereka dalam upaya mengetahui syari’ah. Generasi tabi’in berpegangan
kepada generasi sahabat. Generasi setelah tabi’in berpegangan kepada
generasi tabi’in. Dan demikian pula dalam setiap generasi, selalu
berpegangan kepada generasi sebelumnya.
2. Mengikuti madzhab yang empat tersebut berarti mengikuti sabda Rasulullah
SAW: “Ikutilah kelompok mayoritas (al-sawad al-a‟zham).” Hal ini
berangkat dari suatu realitas sosial umat Islam, di mana setelah madzhab-
madzhab yang benar telah punah kecuali madzhab yang empat ini, maka
mengikutinya berarti mengikuti kelompok mayoritas (al-sawad al-a‟zham),
dan keluar darinya berarti keluar dari kelompok mayoritas (al-sawad al-
a‟zham).
3. Setelah masa generasi salaf, yang dikatakan sebagai sebaik-baik generasi,
semakin jauh dari masa kita sekarang dan amanat telah banyak diabaikan,
maka kita tidak dibolehkan berpegangan kepada pendapat para ulama yang
jahat seperti para hakim yang curang dan para mufti yang mengikuti hawa
nafsunya, kecuali apabila mereka menisbahkan apa yang mereka katakan
kepada sebagian ulama salaf yang dikenal jujur, agamis dan amanat, baik
penisbahan itu secara eksplisit maupun secara implisit. Demikian pula kita
tidak boleh berpegangan pada pendapat orang yang tidak kita ketahui apakah
ia telah memenuhi syarat-syarat melakukan ijtihad atau tidak.”

Ketiga, Akhlak Ahlussunnah Waljamaah. Adapun lingkup yang ketiga ini,


paham Ahlussunnah Waljamaah mengikuti wacana akhlak (tasawuf) yang
dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti al-Ghazali, al-Junaid, dan tokoh-tokoh
lain yang sepaham termasuk Abu Yazid al-Bustami. Pemikiran akhlak mereka ini
memang tidak melembaga menjadi sebuah mazhab tersendiri sebagaimana dalam
lingkup akidah (kalam) dan fikih. Namun wacana mereka itu sejalan dengan
substansi paham Ahlussunnah Waljamaah serta banyak diterima dan diakui oleh
mayoritas umat Islam.

Diskursus Islam kedalam lingkup akidah, ibadah, dan akhlak ini bukan
berarti pemisahan yang benar-benar terpisah. Ketiga-tiganya tetap Integral dan

8
harus diamalkan secara bersamaan oleh setiap muslim, termasuk kaum Sunni”
(kaum yang berpaham Ahlussunnah Waljamaah). Maka seorang muslim dan
seorang sunni yang baik, harus baik dalam berakidah juga sekaligus dalam
berakhlak. Seseorang baru baik akidah dan ibadahnya saja Ia belum bisa
dikatakan baik, jika akhlaknya belum baik.

Oleh karena itu, maka lingkup akhlak tidak bisa dipandang sebelah mata.
Ia justru teramat penting dan menjadi cerminan ihsan dalam diri seorang muslim.
Jika iman menggambarkan akidah, dan Islam menggambarkan ibadah; maka
akhlak akan menggambarkan ihsan yang sekaligus mencerminkan
kesempurnaan iman dan Islam pada diri seseorang. Iman ibarat akar, dan “Islam”
ibarat pohonnya; maka “Ihsan” ibarat buahnya.

Mustahil sebatang pohon akan tumbuh subur tanpa akar dan pohon yang
tumbuh subur serta berakar kuatpun akan menjadi tak bermakna tanpa
memberikan buah secara sempurna. Mustahil seorang muslim beribadah dengan
baik tanpa didasari akidah kuat, dan akidah yang kuat serta ibadah yang baik akan
menjadi tak bermakna tanpa terhiasi oleh akhlak mulia.

Idealnya, ialah berakidah kuat, beribadah dengan baik dan benar, serta
berakhlak mulia. Beriman kuat, berislam dengan baik dan benar, serta berihsan
sejati. Maka yang demikian inilah wujud insan kamil (the perfect man) yang
dikehendaki oleh paham Ahlussunnah waljamaah.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ringkasnya, faham Ahlussunah Waljama’ah meliputi tiga ruang lingkup
yaitu: Lingkup akidah, lbadah, dan akhlak. Selanjutnya, untuk membedakan
lingkup-lingkup Ahlussunnah Waljamaah tersebut dengan lingkup-lingkup lain,
perlu ditegaskan dengan menyebut masing masingnya menjadi
Akidah Ahlussunnah waljamaah, Ibadah (fikih) Ahlussunnah Waljamaah, dan
Akhlak Ahlussunnah Waljamaah.Namun, mengacu pada hadits iftiraq tersebut
di atas, sebenarnya pada asalnya, ahlussunnah itu hanya dalam lingkup akidah

10
DAFTAR PUSTAKA
<https://www. https://tebuireng-online.cdn.ampproject.org.” Ruang Lingkup
Ahlussunnah Waljama’ah > [diakses pada 23 oktober 2020]

11
Pertanyan pada saat presentasi :
1.Apa yang di maksud dengan Istitsna,takwin dan iman taqlid ?
Jawabannya:
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani').
Takwin ( Arabic : ‫ ) تكوين‬adalah tujuan dari alkemis Muslim tertentu ,
terutama Jabir ibn Hayyan . Dalam konteks alkimia, takwin mengacu pada
penciptaan kehidupan sintetis di laboratorium, hingga dan
termasuk kehidupan manusia . Apakah Jabir memaksudkan tujuan ini untuk
ditafsirkan secara harfiah tidak diketahui.
Jabir menyatakan dalam Book of Stones (4:12) bahwa "Tujuannya adalah
untuk membingungkan dan menyebabkan kesalahan setiap orang kecuali
mereka yang Tuhan kasihi dan sediakan!" The Book of Stones sengaja ditulis
dalam kode yang sangat esoterik, sehingga hanya mereka yang telah diinisiasi
ke sekolah alkimia yang dapat memahaminya. Oleh karena itu, sangat sulit
bagi pembaca modern untuk membedakan aspek mana dari karya Jabir yang
harus dibaca sebagai simbol (dan apa arti simbol tersebut), dan apa yang
harus dipahami secara harfiah.
Iman orang awam disebut juga iman ikut-ikutan (iman taqlīd). Orang
yang memiliki iman tingkatan ini meyakini adanya Tuhan hanya karena
mengikuti perkataan orang lain seperti orang tua atau ulama dan dia sendiri
gagal mengemukakan argumen untuk membuktikan atau mempertahankan
keimanannya.

12

Anda mungkin juga menyukai