PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pemikiran Aswaja KH. Khalil Bangkalan ?
2. Bagaimana pemikiran Aswaja KH. Hasyim Asy’ari Tebu ireng ?
3. Bagaimana pemikiran Aswaja KH. A. Wahab Hasbullah Tambak
beras ?
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1
1. Untuk mengetahui tentang pemikiran Aswaja KH. Khalil Bangkalan.
2. Untuk mengetahui tentang pemikiran Aswaja KH. Hasyim Asy’ari
Tebu ireng.
3. Untuk mengetahui tentang pemikiran Aswaja KH. A. Wahab
Hasbullah Tambak beras.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Pendiri dan Penggerak Nahdlatul Ulama: Maha Guru
Nusantara KH. Khalil Bangkalan (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2012), 51
2
Mahfudz Hadi, Berjuang Di Tengah gelombang: Biografi dan Perjuangan Syaikhona
Muhammad Khalil bin Abdul Latief Bangkalan (Surabaya: ELKAF, 2010), 35.
3
perkembangan zaman. Kiai Khalil bersama dengan ulama Nusantara
melalui jaringan intelektual dan spiritualnya, tidak pernah berhenti
untuk mengulas kitab kuning yang memuat kajian tentang ajaran
tasawuf. Kitab Ihya’ Ulumuddin karangan imam Al-Ghazali sering
dijadikan rujukan utama untuk belajar ilmu agama, terutama berkaitan
dengan amalan yang terkait dengan penyucian diri (Tazkiyatun Nafis).
Tidak heran bila tasawuf Al-Ghazali menjadi sumber inspirasi dari
semua kitab-kitab yang dipegang oleh pengikut setia Ahlussunnah Wal
Jama’ah dikalangan pesantren.3
2. Pemikiran Fiqih
Dalam dunia pesantren, Kiai Khalil dikenal sebagai ulama yang
mengembangkan ajaran fiqih sufistik. Sebagai salah satu karakteristik
pesantren untuk menjawab segala permasalahan umat. Fiqih sufistik
mencerminkan sebuah model baru dalam menjelaskan permasalahan
umat yang tidak hanya dipandang dari segi halal-haramnya, melainkan
harus lebih memahami hikmah dibalik terjadinya peristiwa yang
menimpa kehidupan manusia. Dalam dunia sufistik pengalaman
keagamaan merupakan sebuah petualangan atau pencarian yang
bersifat esoteris, sementara nuansa fiqih adalah penerapan sebuah
hukum yang bersifat eksoteris. Meskipun keduanya berbeda dari
relevansi yang segnifikan dalam mendorong umat islam untuk tidak
terjebak dalam sikap ekstrimis.4
4
4. Tentang pendidikan agama islam, KH kholil Bangkalan selalu
mengingatkan tentang pentingnya mengingat ilmu dengan tulisan.
5. Pentingnya penguasaan Bahasa Arab, dalam hal itu beliau mampu
hafal diluar kepala dan faham 1000 bait Alfiah Ibnu Malik.
6. Pentingnya ilmu mengenal Allah atau disebut dengan ilmu Tauhid
7. Pentingnya belajar ilmu taswuf untuk mengimbangi gejolak hawa
nafsu dan gangguan syaiton
8. Dalam memperjuangkan akidah islam Ahlussunah wal jama’ah
semangat cinta tanah air, berkorban untuk tanah air, dalam mengusir
penjajah dari tanah indonesia kali ini tercermin dalam peran beliau
mendirikan jamiyah NAHDLATUL ULAMA pada tangal 31 Januari
1926.
B. PEMIKIRAN ASWAJA KH. HASYIM ASY’ARI TEBU IRENG
KH. Hasyim Asy’ari merupakan sosok ulama yang sangat
mengedepankan Pendidikan. Sejak usia muda Ia telah melakukan
pengembaraan belajar mulai dari pesantren-pesantren di Jawa hingga ke
Makkah. KH. Hasyim Asy’ari termasuk ulama yang sangat produktif
didalam membuat karya seni tulis, mulai dari menulis kitab Fiqih, Hadis,
hingga Tasawuf. Sampai sekarang sebagian kitab-kitab karyanya masih
dipelajari di berbagai pesantren di Indonesia. Kecintaanya terhadap ilmu
pengetahuan menjadikannya sebagai sosok ulama yang memiliki
pemikiran dan pengetahuan yang luas. Hal ini dibuktikan dengan
dimilikinya perpustakaan pribadi yang besar. Banyak koleksi buku dan
kitab keislaman yang jarang dijumpai, tetapi ada di perpustakaan tersebut.
Bahkan, perpustakaan yang dimilikinya menyaingi perpustakaan Lembaga
Penelitian Islam di Jakarta.
1. Pemikiran Tauhid
KH. Hasyim Asy’ari menulis tentang Ahlussunnah Wal Jama’ah di
dalam kitabnya Ar-Risalah At-Tauhidiyah. Dalam kitab tersebut Ia
merujuk pada Al-Qusyairi, dimana KH. Hasyim Asy’ari mengartikan
keesaan Tuhan menjadi 3 tingkatan: pertama, pujian terhadap keesaan
Tuhan; kedua, meliputi pengetahuan dan pengertian mengenai keesaan
5
Tuhan; ketiga, tumbuh dari perasaan terdalam (Dzauq) mengenai
hakim agung (Al-Haqq). Tauhid tingkatan pertama dimiliki oleh orang
awam; tingkatan kedua dimiliki oleh ulama-ulama biasa; dan yang
ketiga dimiliki oleh para sufi yang telah sampai ke tingkatan
pengetahuan peda Tuhan dan mengetahui esensi Tuhan. KH. Hasyim
Asy’ari mengatakan bahwa percaya pada keesaan Tuhan
membutuhkan iman, dan siapa saja yang tidak iman tidak akan percaya
kepada keesaan Tuhan.
2. Pemikiran Tasawuf
Dalam pemikiran tasawuf KH. Hasyim Asy’ari menorehkan
karyanya dalam sebuah kitab yang berjudul Ad-Durar Al-Muntathirah
fi Al-Masa’il At-Tis’ ‘Asyarah, yaitu kitab yang menerangkan tentang
Mutiara-mutiara yang tercecer dalam Sembilan belas masalah. Dalam
kitab Ad-Durar KH. Hasyim Asy’ari sangat berhati-hati dalam
memberikan persyaratan menjadi seorang murid sufisme, persyaratn
semakin berat apabila mereka menjadi seorang guru. At-Tibyan fi An-
Nahi ‘An Muqatha’at Al-Arham wa Al-Aqarib wa Al-Akhwan, yaitu
kitab yang menjelaskan tentang larangan memutuskan ikatan
kekerabatan dan pertemanan. Kitab-kitab tersebut ditulis pada tahun
1360 H.
3. Pemikiran Fiqih dan Hadis
Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari terkait dengan fiqih dan hadis
seirama dan sejalan dengan pemikiran kaum islam tradisionalis masa
lalu, yang lebih mengedepankan pada corak bermadzhab, yaitu dengan
mengikuti salah satu madzhab sunni. KH. Hasyim Asy’ari berikhtiyar
memurnikan hukum fiqih dari pendapat-pendapat yang meremehkan
argumentasi madzhab-madzhab hukum. Ia menegaskan bahwa
perbedaan pendapat dikarenakan selama masih dalam bingkai syari’ah
dan tidak keluar dari ajaran-ajaran islam. Beliau menyatakan:
“Mengikuti salah satu dari empat madzhab fiqih (Hanafi, Maliki,
Syafi’I, dan Hambali) sungguh akan membawa kesejahteraan dan
kebaikan yang tidak terhitung sebab ajaran-ajaran islam
6
(syari’ah) tidak dapat dipahami kecuali dengan pemindahan
(naql) dan pengambilan hukum dengan cara-cara tertentu
(istinbath). Pemindahan tidak akan benar dan murni kecuali
dengan jalan setiap generasi memperbolehkan ajaran langsung
dari generasi sebelumya”
4. Pemikiran Pendidikan
Pendidikan merupakan panglima tertinggi dalam membentuk
kesadaran dan karakter bangsa. Pendidikanlah yang mampu
membedakan antara manusia dan hewan. Dunia Pendidikan menjadi
penting dalam pencarian identitas manusia. KH. Hasyim Asy’ari dalam
karyanya Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allim menegaskan bahwa
Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam pencapaian
derajat kemanuasiaan, sampai pada kesadaran siapa sesungguhnya
penciptanya, untuk apa diciptakan mengapa harus melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan-Nya, mengapa harus berbuat baik dan
menegakkan nialai-nilai keadilan ?
7
Kitab tersebut mengetengahkan konsep Pendidikan. Ia menyadari
masih sangat diperlukannya literatur-literatur yang membahas etika
dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
5. Pemikiran Politik dan Demokrasi
Gagasan dan ide-ide politik KH. Hasyim Asy’ari sejalan dengan
doktrin politik sunni, sebagaimana gagasan dan ide-ide yang
dikembangkan oleh Al- Mawardi dan Imam Al- Ghazali. Pemikiran
politik mereka sangat akomodatif dengan pemegang kekuasaan dotrin
ini dirumuskan ketika perpolitikan islam mengalami masa
kemunduran, pada gilirannya akan memunculkan anggapan-anggapan
bahwa posisi rakyat sangat lemah, mereka harus tunduk kepada
penguasa. Karena itu, KH. Hasyim Asy’ari dan tokoh NU yang lain
juga bersikap akomodatif terhadap penguasa, baik penguasa muslim
maupun penguasa non-muslim. Sikap politik KH. Hasyim Asy’ari
yang terpenting adalah seruan dan ajakan kepada seluruh umat islam
untuk menjalin persatuan dalam aksi Bersama. Ajakan menguatkan
persatuan disampaikannya dalam setiap kesempatan mengingat kondisi
umat yang mengalami perpecahan dan kebutuhan mendesak pada
persatuan bangsa Indonesia.5
5
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Pendiri dan Penggerak Nahdlatul Ulama: Pemikiran KH.
Hasyim Asy’ari (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2012), 93
8
1. Pemikiran Pendidikan
9
a. Sekolah/ Madrasah Ahloel Wathan di Wonokromo
b. Sekolah/ Madrasah Far’oel Wathan di Gresik
c. Sekolah/ Madrasah Hidayatoel Wathan di Jombang
d. Sekolah/ Madrasah Khitaboel Wathan di Surabaya
2. Pemikiran Keagamaan
Pemikiran KH. A. Wahab Hasbullah tentang keagamaan banyak
mengambil referensi dari tradisi politik keagamaan sunni dan
menggunakan pola pendekatan kebudayaan ala Ahlussunnah Wal
Jama’ah. Beliau memiliki gaya pikir yang terbuka dalam
permasalahan agama, khususnya dalam ibadah mu’amalah.
Menurutnya, agama telah memberikan banyak solusi atas semua
persoalan di dunia. Karena itu, ia tidak ragu turut serta dalam kanca
percaturan politik dengan berpegang teguh pada pemahaman
keagamaan yang fleksibel, memberikan ruang pada nilai-nilai kearifan,
dan kebijaksanaan demi kemajuan Bersama.
3. Pemikiran Pergerakan
10
menggunakan pendekatan politik sunni yang moderat dengan
penguasa.
4. Pemikiran Nasionalisme
11
perjuangan anak bangsa masih dalam tahap personal kelompok dan
kesukuan.
12
yang lebih substantive dan mana yang hanya sekedar aksesoris, seperti
halnya pemahaman, pemikiran, dan tindakan keislaman selalu
disesuaikan konteks local dengan menghormati adat istiadat dan tradisi
masyarakat Indonesia. Beliau lebih menitikberatkan bahwa nilai yang
mendasari demokrasi adalah peranan manusia yang saling
menghormati dan memanusiakan manusia lainnya sehingga bias
melakukan kerjasama dalam menciptakan tatanan masyarakat yang
beradap demi kesejahteraan Bersama. Pemahaman beliau dalam
berdemokrasi tidak bertentangan dengan ajaran islam. Tidak hanya
berdemokrasi dalam lingkup Nasional, tetapi juga didalam tubuh
organisasi NU sendiri, misalnya ketika terjadi pertentangan antara
generasi mudah dan tua.
Ia memiliki ciri khas dalam memperjuangkan prinsip yang
diyakininya dalam membangun demokrasi. Selain mengedepankan
asas musyawarah dalam menegakkan nilai-nilai demokrasi dalam
kehidupan sehari-hari, ia juga menekankan penyeimbangan antara nilai
toleransi dan prinsip.6
BAB III
KESIMPULAN
6
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Pendiri dan Penggerak Nahdlatul Ulama: Pemikiran KH.
A. Wahab Hasbullah (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2012), 143
13
1. Peranan KH. Khalil didalam melahirkan NU tidak dapat diragukan lagi.
Hal ini didukung oleh kesuksesan salah satu muridnya, yaitu KH. Hasyim
Asy’ari, menjadi tokoh dan panutan masyarakat NU. Namun demikian,
satu yang perlu digaris bawahi bahwa KH. Khalil bukanlah tokoh sentral
NU karena ketokohan di NU sangat melekat pada diri KH. Hasyim
Asy’ari. Pemikiran-pemikiran KH. Khalil Bangkalan yang masih dikenang
antara lain dalam bidang Tasawuf dan fiqih serta yang paling penting
adalah Dalam memperjuangkan akidah islam Ahlussunah wal jama’ah
semangat cinta tanah air, berkorban untuk tanah air, dalam mengusir
penjajah dari tanah indonesia kali ini tercermin dalam peran beliau
mendirikan jamiyah NAHDLATUL ULAMA pada tangal 31 Januari
1926.
2. KH. Hasyim Asy’ari merupakan sosok ulama yang sangat
mengedepankan Pendidikan. Sejak usia muda Ia telah melakukan
pengembaraan belajar mulai dari pesantren-pesantren di Jawa hingga ke
Makkah. KH. Hasyim Asy’ari termasuk ulama yang sangat produktif
didalam membuat karya seni tulis, mulai dari menulis kitab Fiqih, Hadis,
hingga Tasawuf. Sampai sekarang sebagian kitab-kitab karyanya masih
dipelajari di berbagai pesantren di Indonesia. Pemikiran-pemikiran KH.
Hasyim Asy’ari dalam Aswaja yang masih dikenang sampai saat ini antara
lain dalam bidang Tauhid, Tasawuf, Fiqih, Hadis, Pendidikan dan
Demokrasi.
3. Perjalanan Panjang perjuangan KH. A. Wahab Hasbullah dalam
berkhidmat pada agama, bangsa, dan organisasi NU tidak dapat dielakkan,
meskipun tidak banyak literatur yang memberikan catatan sejarah sepak
terjangnya yang menjadi penyemangat bagi kaum muda dalam melakukan
pengawalan terhadap keberlangsungan kehidupan beragama, berbangsa,
dan bernegara. Pemikiran-pemikiran KH. A. Wahab Hasbullah menjadi
pijakan bagi kaum mudah pada saat ini ddan menjadi referensi dalam
pengambilan kebijakan strategis organisasi. Pemikiran-pemikiran KH. A.
Wahab Hasbullah dalam Aswaja yang masih dikenang sampai saat ini
14
antara lain dalam bidang Pendidikan, Keagamaan, Pergerakan,
Nasionalisme, dan Demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
15
Ghofir, Jamal. 2012. Biografi Singkat Ulama Pendiri dan Penggerak Nahdlatul
Ulama. Yogyakarta: Aura Pustaka.
Hadi, Mahfudz. 2010. Berjuang Di Tengah gelombang. Surabaya: ELKAF.
Shihab, Alwi. 2009. Akar Tasawuf di Indonesia. Jakarta: Pustaka Iman.
Mulkam, Abdul Munir. 2000. Neo-Sufisme dan pudarnya fundamentalisme di
pedesaan. Yogyakarta: UII Press.
16