Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

“MASA KEKHALIFAHAN ALI BIN ABI THALIB”

Dosen Pengampuh : Dr.Rosdiana M.Pdi

Disusun Oleh:

 A.Nurul Reski Cahyani (20500118041)


 Syamsul (20500118042)

Kelas / Semester :Pendidikan Biologi 1-2 / 2 ( Dua )

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan alam semesta dalam suatu
keteraturan hingga dari lisan terpetik berjuta rasa syukur atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami diberikan kekuatan dan kesempatan menyelesaikan Makalah Sejarah
Peradaban Islam yaitu Masa Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib”dengan baik. Salam dan
salawat tercurahkan kepada baginda Muhammad SAW yang telah diutus kepermukaan bumi
ini untuk menuntun manusia dari lembah kebiadaban menuju kepuncak peradaban.

Kami menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan makalahini tidak lepas dari


tantangan dan hambatan. Namun berkat izin Allah SWT melalui kerja keras dan motivasi dari
pihak langsung maupun tidak langsung yang memperlancar jalannya penyusunan makalah
ini.Oleh yaitu, secara mendalam kami menyampaikan terimakasih atas bantuan dan motivasi
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.Akhirnya dengan segala
kerendahan hati, kami menyadari bahwa hanya kepada Allah SWT jualah kami menyerahkan
segalanya. Semoga kita semua mendapatkan curahan rahmat dan ridha-Nya, Aamiin.

Samata-Gowa, Mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................1

KATA PENGANTAR...........................................................................................................2

DAFTAR ISI ........................................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN ..............................................................................................4

A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................5

BAB II : PEMBAHASAN .................................................................................................6

A. Biografi Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a....................................................................6


B. Sifat-Sifat Tealadan Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a.................................................9
C. Masa Pembai’atan Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.,a..................................................11
D. Masa Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a.................................................12
E. Strategi Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a....................................................................14
a. Ali Bin Abi thalib Memerangi Khawarij...........................................................14
b. Upaya Pengembangan dalam bidang pemerintahan..........................................15
F. Peristiwa-peristiwa penting pada Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib.......................18
G. Akhir Hayat Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah..............................................20
H. Jasa-jasa Ali Bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah...................................................21

BAB III : PENUTUP ......................................................................................................22

A. Kesimpulan..............................................................................................................22
B. Kritik dan Saran.......................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Memahami dan mengetahui kisah dari para Khulafaur Rasyidin adalah termasuk hal
yang sangat perlu dan penting. Karena Khulafaur Rasyidin adalah empat orang khalifah
pertama agama islam yang dipercaya oleh umat islam sebagai penerus kepemimpinan setelah
nabi Muhammad wafat. Dalam bab pembahasan sebagaimana Khulafaur Rasyidin terdiri dari
empat khalifah, maka dalam bab pembahasan kami akan membahas khalifah yang ke-empat,
yaitu Ali bin Abi Thalib ra. Beliau merupakan khalifah terakhir yang memegang kekuasaan
setelah Utsman bin Affan wafat.Dimana Ali bin Abi Thalib termasuk kerabat dari nabi
Muhammad saw. Beliau tinggal dengan nabi Muhammad dari kecil, diasuh seperti anak
sendiri. Terlebih lagi Ali bin Abi Thalib menjadi menantu nabi Muhammad saw dari putrinya
Fatimah az-Zahra. Ali bin Abi Thalib dipercayakan nabi Muhammad untuk menyelesaikan
urusan-urusan yang terkait dengan amanat Nabi Muhammad saw.

Ali bin Abi Thalib ra adalah khalifah ke empat dari kekhalifahan islam. Ali bin Abi
Thalib diangkat menjadi khalifah setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan ra dalam
peristiwa pembunuhan yang terjadi dirumah khalifah Usman bin Affan ra.Ali bin Abi Thalib
adalah salah satu orang yang pertama kali beriman dengan Rasulullah SAW meskipun dia saat
itu masih kecil. Dia adalah putera Ali bin Abi Thalib paman Rasulullah SAW dan dikawinkan
dengan puterinya yang bernama Fatimah yang dari pihak inilah Rasulullah memperoleh
keturunan. Ali semanjak kecilnya sudah dididik dengan adab dan budi pekerti Islam, dia
termasuk orang yang sangat fasih berbicara dan pengetahuannya juga tentang Islam sangat
luas sehingga tidak heran dia adalah salah satu periwayat yang terbanyak meriwayatkan hadits
Rasulullah SAW.

Oleh sebab itu, dalam bab selanjutnya yaitu bab pembahasan kami akan menjelaskan
biografi dari Ali bin Abi Thalib. Serta menceritakan perjuangannya dimasa kekhalifahannya
serta prestasi-prestasi yang telah diperolehnya selama menjadi khalifah dan kisah dari
kewafatannya Ali bin Abi Thalib.

4
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah ;

1. Bagaimana kisah hidup Ali bin Abi Thalib ra ?


2. Bagaimana kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra ?

C.Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah ;
1. Dapat mengetahui kisah hidup Ali bin Abi Thalib ra
2. Dapat mengetahui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra

5
BAB II
PEMBAHASAN

A.Biografi Khalifah Ali Bin Abi Thalib


Ali bin Abi Thalib lahir (Mekah, 603-Kufah, 17 Ramadhan 40/24 Januari 661).
Khalifah keempat terakhir dari al-Khulafa ar-Rasyidin (empat khalifah besar); orang pertama
yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, sepupu Nabi saw. yang kemudian menjadi
menantunya. Ayahnya, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasim bin Abdul Manaf, adalah
kakak kandung ayah Nabi saw. Abdullah bin Abdul Mutholib. Ibunya bernama Fatimah binti
As’at bin Hasyim bin Abdul Manaf. Sewaktu lahir dia di beri nama Haidarah oleh ibunya.
Namun kemudian di ganti ayahnya dengan Ali.
Ketika berusia enam tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi saw. sebagaimana
Nabi saw. pernah diasuh oleh ayahnya. Pada waktu Muhammad saw. diangkat menjadi Rasul,
Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam, setelah
Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi saw. Sejak itu ia selalu bersama Rasulullah saw, taat
kepadanya dan banyak menyaksikan Rasulullah saw, menerima wahyu. Ia anak asuh
Rasulullah saw, ia banyak menimba ilmu mengenai rahasia ketuhanan maupun segala
persoalan keagamaan secara teoritis dan praktis.

Sewaktu Rasulullah hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar al-Siddiq, Ali


diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah Rasulullah saw. dan tidur di tempat tidurnya. ini
dimaksudkan untuk memperdaya kaum Quraisy, supaya mereka menyangka bahwa Nabi
masih berada di rumahnya. Ketika itu kaum Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi
saw. Ali juga ditugaskan untuk mengembalikan sejumlah barang titipan kepada pemilik
masing-masing. Ali mampu melaksanakan tugas yang penuh resiko itu dengan sebaik-baiknya
tanpa sedikitpun merasa takut. Melalui cara itu Rasulullah saw. dan Abu Bakar selamat
meninggalkan kota Mekah tanpa diketahui oleh kaum Quraisy.

Setelah mendengar Rasulullah saw. dan Abu Bakar telah sampai ke Madinah, Ali
menyusul ke sana. Di Madinah ia dikawinkan dengan Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah saw.
yang ketika itu tahun ke 2 H beliau berusia 15 tahun.

Ali menikah dengan sembilan wanita dan mempunyai 19 orang putra-putri. Fatimah
adalah istri pertama. Dari fatimah, Ali mendapat dua putra dan dua putri. Yaitu Hasan,

6
Husein, Zainab dan Ummu Kalsum yang kemudian diperistri oleh Umar bin Khattab. Setelah
Fatimah wafat Ali menikah lagi berturut-turut dengan:1

1. Ummu Bamin bin Hisyam dari bani Amir bin Kilab, yang melahirkan empat putra
yaitu Abbas, Ja’far, Abdullah dan Usman.
2. Laila binti Mas’ud at-Tamimyah yang melahirkan dua putra yaitu Abdullah dan Abu
Bakar.
3. Asma binti Umar al-Quimiah, yang melahirkan dua putra yaitu Yahya dan
Muhammad.
4. as-Sahbah binti Rabiah dari bani Jasyim bin Bakar, seorang janda dari Bani Taglab,
yang melahirkan dua anak, Umar dan Ruqayyah.
5. Umamah binti Abi Ass bin ar-Arrab, putri Zainab binti Rasulullah saw. yang
melahirkan satu anak yaitu Muhammad.
6. Khanlah binti Ja’far al-Hanafiah, yang melahirkan seorang putra, yaitu Muhammad
(al-Hanafiah).
7. Ummu Sa’id binti Urwah bin Mas’ud, yang melahirkan dua anak, yaitu Ummu al-
Husain dan Ramlah.
8. Mahyah binti Imri’ al-Qais al-Kabiah, yang melahirkan seorang anak bernama Jariah.

Ali terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya


menggetarkan hati lawan-lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari Nabi saw.)
bernama “Zulfikar”. Ia turut serta pada hampir semua peperangan yang terjadi di masa Nabi
saw. dan selalu menjadi andalan pada barisan depan.Ia juga dikenal cerdas dan menguasai
banyak masalah keagamaan secara mendalam sebagaimana tergambar dari sabda Nabi saw.
“aku adalah kotanya ilmu pengetahuan sedang Ali sebagai pintu gerbangnya”. Karena itu,
nasehat dan fatwanya selalu di dengar para Khalifah sebelumnya. Ia selalu di tempatkan pada
jabatan kadi atau Mufti.[2]

Ali diberi juga julukan (gelar) Abutturab (arti letterliknya “pak tanah”) dijuluki
demikian, karena pada suatu saat ia tidur di Masjid, pakainya terlepas dari badan, hingga ia
tidur di atas tanah tanpa alas. Kemudian ia dibangunkan oleh Nabi, sambil berkata,
“bangunlah, hai Abutturab” dan gelar itulah tampaknya amat di sukainya.

1
[2] Ensiklopedi Islam, (Cet. III, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997) h. 111-112
7
2
Dialah seorang anak kecil yang mula pertama membenarkan tindak tanduk Nabi saw.
dan masuk Islam sedang umurnya baru menginjak delapan tahun. Berarti ia memiliki jiwa
yang tidak dikotori oleh keadaan-keadaan jahiliah dan satu kalipun tidak pernah ikut
menyembah berhala, karena itu kepadanya disebutkan: “Karramallahu Wajahahu” yang
artinya: semoga Allah memuliakan Wajahnya, sementara kepada para sahabat lainnya hanya
disebutkan “Radliallahu ‘Anhu” yang artinya, semoga Allah Meridhoinya.

Ali terkenal sebagai seorang yang tidak mencintai dunia meskipun bila ia mau,
peluang untuk itu sangatlah mudah. Ia ahli dalam berpidato, memiliki sastra dan juga bahasa
yang indah dengan lidah yang fasih. Ia juga hafal Al-Qur’an serta mengumpulkannya dan
membetulkannya di hadapan Nabi.

Ali adalah orang pertama dari golongan Bani Hashim yang menjadi khalifah, seorang
yang mula-mula meletakkan dasar ilmu Nahwu atau Gramatika Bahasa Arab. Dia juga yang
diserahi untuk melakukan perang tanding pada permulaan dan pendahuluan perang Sabil yang
pertama, yaitu perang Badar. Pantaslah kalau ia termasuk kelompok sepuluh yang disebutkan
oleh Nabi yang dijamin masuk surga.

Ali bin Abi Thalib juga seorang yang mendapat kehormatan dan kepercayaan Nabi
saw. dengan mengutusnya ke Negeri Yaman, ketika usianya masih sangat muda belia, tapi ia
di do’akan oleh Nabi : “Ya Tuhan, pimpinlah hatinya dan tetapkanlah lidahnya” sehingga
seluruh sahabat mengakui bahwa Ali-lah orang yang dipandang lebih mengetahui tentang
Hukum dan Peradilan.

Ali juga pernah mendapat kehormatan untuk menjabat sebagai wakil Nabi yaitu
menjadi Wali Kota Madinah ketika Nabi pergi bersama Jaisu Usrah diperang Tabuk. Ketika
Ali berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah, mengapa tuan tinggalkan saya bersama orang-orang
perempuan dan anak-anak”? lalu dijawab oleh Nabi,

َّ ِ‫ أَ ْنتَ ِمنِّى بِ َم ْن ِزلَ ِة هَارُوْ نَ ِم ْن ُّموْ َسى اِاَّل اَّنَهُ اَل نَب‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل لِ َعلٍّى‬
‫ي بَ ْع ِدى‬ َّ ِ‫اِ َّن النَّب‬
َ ‫ى‬

Terjemahan :“Bahwasanya Nabi saw berkata kepada Ali: “Engkau bagiku seperti Nabi
Harun menempati posisi Nabi Musa”, kecuali sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku.”
(H.R. Ahmad dan Bazzar).[3]

2
[3] Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Cet. V; Jakarta: Rajawali Pers 2002), h. 204
8
3
Jadi ia mengikuti semua perang sabil yang di lakukan oleh Nabi kecuali perang tabuk
ia bertugas di Madinah. Sebagai seorang sahabat Nabi, ia juga memiliki kemauan dan
kelebihan. Ia adalah seorang yang pemurah, dermawan rendah hati, ramah tamah, jujur,
amanah (dapat dipercaya) qana’ah (mencakup dengan apa yang ada dengan tidak berlebih-
lebihan), adil disiplin dan banyak lagi.[4]

B.Sifat-sifat teladan Khalifah Ali bin Abi Thalib


Sifat-sifat Ali bin Abi Thalib ra banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi
lingkungan. Ali ra lahir dan dibesarkan dilingkungan keluarga Bani Hasyim. Salah satu
kabilah terkemukah dari kaum Quraisy Makkah di zaman jahiliyah.Nama Ali ketika lahir
yang diberikan ibunya sebenarnya adalah Haidarah, sebagaimana nama ayahnya. Ayah Ali-
lah yang kemudian mengubah menjadi Ali. Dan nama inilah yang mengangkat kemasyhuran
di kelak kemudian hari.Sejak kecil Ali telah menunjukkan kecerdasan, dermawan, juga
tangkas. Sejak kecil pula telah terbiasah bergaul dengan para tokoh di masa itu. Tidak
berlebihan bila kelak Ali menujukkan jiwa kepahlawanan yang menonjol.

Perhatian dan kasih sayang Rasulullah saw menjadikan Ali tumbuh menjadi remaja
yang sehat, baik jasmani maupun rohaninya. Kesehatan yang prima yang tetap terjaga sampai
berusia 60 tahun.Tubuh Ali ra adalah tubuh yang amat baik. Cerminan dari ketangkasan,
kejantanan, dengan postur tubuh tinggi. Berkulit coklat, rambut besar-besar dengan jenggot
panjang. Matanya besar dengan sinar yang tajam. Keseluruhan menampakkan ketampanan.
Apalagi disertai dengan dada yang bidang dan perut yang tidak kecil tidak pula besar.
Tubuhnya tegak, tetapi jika berjalan selalu menunduk. Lain jika berada di medan peperangan.
Ali ra akan tagak, siap menghadang apa pun yang merintangi perjuangan yang ditegakkan.
Pemberani dan pantang menyerah, serta selalu berdiri di baris terdepan.

1. Ketahanan Ali tehadap udara dapat dibanggakan. Panas ataupun dingin sama sekali
tiada berpengaruh. Bahkan di hari panas, Ali ra biasa memakai pakaian panas. Jika
ditanya bagaimana bisa demikian, Ali menjawab:“Pada satu kali, ketika sakit mata;
Rasulullah menyuruhku. Saat itu hari Khaibar, Aku pun menyatakan bahwa mataku
sakit, sehingga tak dapat melakukan suruhan itu. Mendengar demikian, Rasulullah
berdoa:“Allahumma…hilangkan darinya rasa panas dan dingin.”“Sejak itulah aku
tidak lagi  merasakan panas ataupun dinginnya udara, seperti dirasakan yang lain.”

3
[4] Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikiran Islam dari Masa ke Masa (Cet. I; Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1985). h. 97-100
9
4
2. Keadilan dan kejujuran Ali sebenarnya panas dingin itu ada, tapi kekuatan jasmani Ali
ra mampu menahan semua. Pernah pula Ali ra menggigil karena dinginnya udara.
Meskipun gemetaran, Ali ra hanya mengenakan selimut tipis yang kusut. Haram bin
Amarah menceritakan ini. Melihat demikian ketika Haram masuk ke rumah Ali ra,
Haram berkata:“Ya…Amirul Mukminin! Bukankah Allah swt menyediakan harta benda
untukmu dan keluargamu? Mengapa keadaanmu sampai seperti ini?”“Demi Allah…!
Aku tidak ingin mengambil harta kalian. Selimut ini aku bawa sejak dari Madinah,”
jawab Ali ra.[5]
3. Ia tidak pernah tergiur sedikitpun oleh urusan-urusan duniawi. Karena terhadap urusan
ini, ia telah memutuskan hubungannya dan telah mengucapkan selamat berpisah.Ia
hidup di dunia sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah saw “Sejak awal ia di
dunia terlibat dalam perjuangan sengit membela agama Allah”.[6]
4. Keberanian Ali ra sudah terlihat ketika remaja, jiwa yang pemberani dan tidak takut
mati. Ali pernah menantang jagoan terkenal Arab di masa itu. Dia bernama Amru bin
Wud. Peristiwanya terjadi pada saat perang Khandak. Sambil mengenakan baju besi,
Amru berkata,“Hai…kaum muslimin! Siapa yang berani denganku!”Tak ada jawaban
selain permohonan Ali untuk menghadapi tantangan itu kepada Rasulullah. Amru
kembali berteriak lantang dengan nada mengejek,“Hai siapa yang berani!? Mana
surga yang kalian janjikan! Mana…? Tidak ada yang berani!”Sekali lagi Ali
memohon dan tetap tidak diijinkan Rasulullah. Baru setelah tiga kali tetap tidak ada
yang keluar melayani tantangan Amru, Ali berdiri dan dengan paksa mohon ijin untuk
melayani Amru. Akhirnya Rasulullah pun mengijinkan Ali menghadapi Amru, Amru
heran melihat lawannya masih kecil dan dia bertanya:“Siapa kau?”“Ali,” jawab
Ali.“Ali, putra Abdu Manaf?” Tanya Amru tak percaya.“Aku…Ali bin Abu Thalib,
jawab Ali dengan tegas.“Kau anak saudaraku yang masih kecil. Apakah tak ada yang
lebih dewasa darimu. Aku tak mau mencucurkan daarahmu…,” kata Amru.“Tapi…
demi Allah! Aku ingin mencucurkan darahmu di sini,” balas Ali tegas
menantang.Tentu tantangan anak kecil ini membuat darah Amru naik ke kepala.
Kemarahannya tak terbendung sehingga tanpa aba-aba dia melayangkan pedang yang
mengkilat bagai api ke kepala Ali. Tameng Ali bergerak, terhindarlah kepala Ali.
Sayang, tamengnya pecah dan mengenai kepala Ali. Secepat kilat, sebelum Amru

4
[5]Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Penghidup Khalifah
Rasulullah.  1994, CV Diponegoro. Bandung, hlm. 467 & 470
[6] Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan ALI bin ABU THALIB. 1994, Pustaka Mantiq. Solo, hlm 20-21.
10
sempat memperhatiskan 5yang terjadi, pedang Ali telah bergerak. Serangan ini tepat
mengenai pundak Amru. Robohlah dia tampat sempat bernafas lagi. Ali, tanpa
menghiraukan luka di kepalanya berteriak mengucapkan takbir “Allahu Akbar…
Allahu Akbar!”Amru bin Wud meninggal ditangisi dan diratapi saudara
perempuannya:“Jika bukan Ali yang membunuh, aku akan menyesal seumur hidup.
Wajar, kakakku mati di tangan seorang pemuda yang terkenal tiada bandingnya di
tanah ini.”[6]

C.Masa Pembai’atan Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Setelah Khalifah Usman syahid, Ali diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau


menolak, namun akhirnya beliau menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad
yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata: .....Sementara orang banyak datang di
belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau
(Usman) telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui
orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda (Ali)". Ali berkata kepada mereka:
"Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir (pembantu)
bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah, kami tidak
mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". Ali menjawab:
"Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut
hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud
membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Ali kemudian keluar menuju masjid, dan kaum
muslimin pun membaiatnya sebagai khalifah mereka.[7]

Pengangkatan Khalifah Ali terjadi pada bulan Zulhijjah tahun 35 H/656 M, dan


memerintah selama 4 tahun 9 bulan, menjelang pembunuhan terhadap dirinya pada bulan
Ramadhan tahun 40 H/661 M.Penetapannya sebagai Khalifah ditolak antara lain oleh
Mu’awiyah bin Abu Shufyan, dengan alasan Ali harus mempertanggung jawabkan tentang
terbunuhnya Utsman, dan berhubung wilayah Islam telah meluas dan timbul komunitas-
komunitas Islam di daerah-daerah baru, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan
khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang di Madinah saja.[8]

5
[6] Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan ALI bin ABU THALIB. 1994, Pustaka Mantiq. Solo, hlm 20-21.
[7] Ibid,  hlm. 174.
[8] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran  (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1990), hlm. 28.
11
Pada masa pemerintahan Khalifah Ali itu, perpecahan kongkrit di dalam kalangan al-
Shahabi menjadi suatu kenyataan, dengan pecah beberapa kali sengketa  bersenjata yang
6
menelan korban bukan kecil. Juga pada masanya itu bermula lahir sekte-sekte di dalam
sejarah dunia Islam, yakni sekte Syiah dan sekte Khawarij. Bermula sebagai kelompok-
kelompok politik yang berbedaan paham dan pendirian tetapi lambat-laun berkembang
menjadi sekte-sekte keagamaan, menpunyai ajaran-ajaran keagamaan tertentu  di dalam
beberapa permasalahan Syariat dan Aqidah. Perkembangan tersebut berlangsung beberapa
puluh tahun sepeninggal Khalifah Ali ibn Abi Thalib.[9]

D. Masa Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Sudah diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki sikap yang kokoh, kuat pendirian
dalam membela yang hak. Setelah dibaiat sebagai khalifah, dia cepat mengambil tindakan.
Dia segera mengeluarkan perintah yang menunujukkan ketegasan sikapnya.

Langkah awal yang dilakukan khalifah Ali adalah menghidupkan kembali cita-cita
Abu Bakar dan Umar, ia menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan
Utsman kepada kerabat dekatnya menjadi milik negara. Ali juga melakukan pemecatan semua
gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat. Ia juga membenahi dan menyusun arsip Negara
untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-
ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.[10]

Ali juga memindahkan pusat kekuasaan islam ke kota Kuffah. Sejak itu berakhirlah
Madinah sebagai ibukota kedaulatan islam dan tidak ada lagi khalifah yang berkuasa berdiam
disana. Sekarang Ali adalah pemimipin dari seluruh wilayah islam, kecuali Suriah. Pada saat
itu, Ali tidak bermukim secara tetap di Kuffah, dia pergi kesana hanya untuk menegakkan
kekuasaannya, sebagaimana ditunjukkan oleh jasa pemukimannya yang ada diluar kota itu.
Pada saat yang sama dia melakukan perpindahan-perpindahan untuk menegakkan
kedudukannya dibeberapa propinsi didalam kerajannya.[11]

Kemudian muncul pemberontakan-pemberontakan di masa Khalifah Ali bin Abi


Thalib yang menyebabkan terjadinya peperangan antar saudara pertama dalam sejarah Islam,
diantaranya;

6
[9] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 462-463.
[10] http://cipcipmuuach.blogspot.co.id/2013/04/sistem-politik-masa-khalifah-ali-bin.html, diakses 4 April
2013
[11] Shaban, Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), hlm. 105.
12
1. Pemberontakan yang pertama adalah pemberontakan  yang dilakukan oleh Aisyah yakni
dalam perang jamal. Aisyah telah dihasut oleh anak angkatnya Abdullah bin Zubair yang
7
sebenarnya menginginkan jabatan khalifah. Alasan perang ini karena khalifah Ali
dianggap tidak mengusut pembunuhan khallifah ustman dan dianggap membiarkan kasus
pembunuhan usman. Khalifah Ali berusaha supaya tidak teradi peperangan dengan
melakukan perundingan akan tetapi ternyata ada pasukan Aisyah yang mengajak
berperang maka perangpun tidak bisa dihindarkan.[12]Dan akhirnya pasukan Imam Ali
a.s berhasil memenangkan peperangan itu sementara Aisyah "Ummul Mu'rninin"
dipulangkan secara terhormat ke rumahnya.[13]
2. Pemberontakan yang kedua dilakukan oleh muawiyah bin abu sufyan. pada masa khalifah
Ali, Muawiyah menjabat sebagai gubernur Syam.Perang antara Ali dan muawiyah ini
dinamakan perang shiffin karena terjadi dibukit shiffin. Keluarga umayah memang tidak
setuju dengan diangkatnya khalifah Ali sebagai khalifah. Keluarga Umayah
menginginkan muawiyah menjadi khalifah. Peperangan ini sebenarnya dimenangkan
pasukan Ali tapi ketika hampir kalah pasukan muawiyah mengangkat tombak yang
ujungnya al quran tanda mengajak adanya perundingan yang kemudian dikenal dengan
peristiwa tahkim. Diperistiwa tahkim ini pihak Ali diwakili Abu musa Al Asyari dan
pihak muawiyah diwakili Amr bin Ash. Setelah perundingan berlangsung diputuskan
baik Ali dan Muawiyah akan dicopot dari jabatannya. Amr bin Ash yang seorang
politikus mempersilahkan Abu musa Al Asyari untuk mengumumkan terlebih dahulu.
Kemudian Abu musa Al asyari menerima tawaran itu dan mengumumkan hasil tahkim
bahwa Ali diturunkan dari jabatannya. Kemudian Amr bin Ash naik ke mimbar dan
mengumumkan bahwa dia mengangkat muawiyah sebagai khalifah. Ini adalah strategi
dari seorang Amr bin Ash yang dengan cerdiknya mengambil kesempatan ini. peristiwa
tahkim inilah yang menyebabkan perpecahan dipihak Ali yakni pengikut Ali terpecah
menjadi 2 yaitu Syiah dan khawarij (yang keluar dari Ali). Khalifah Ali berusaha
mengembalikan mereka kepada kebenaran dengan berbagai cara, tapi tidak berhasil.
Akhirnya Ali mengambil keputusan memerangi mereka. Walaupun diperangi, namun
mereka tidak dapat dihancurkan. Bahkan kaum khawarij ini telah menyusun tim
pembunuh 3 orang yang dianggap sebagai pemicu perpecahan dikalangan umat islam

7
[12] http://abdulaziz-fkp10.web.unair.ac.id/profil.html">Profil</a></li
[13] http://putrasaimima.blogspot.com/2011/07/ali-bin-abi-thalib.html
[14] http://abdulaziz-fkp10.web.unair.ac.id/profil.html">Profil</a></li>
13
yakni Ali, Muawiyah dan Amr bi Ash. Ali berhasil dibunuh oleh Abdurrahman bin
muljam saat akan Melaksanakan shalat shubuh.[14]

E.Strategi Khalifah Ali bin Abi Thalib

Diantara strategi Ali Bin Abi Thalib dalam menegakkan kekhalifaan adalah
memeranig Khawarij. Untuk kepentingan agama dan negara, Ali Bin Abi Thali juga
menggukan potensi dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam bidang
Sosial, politik, Militer, dan Ilmu Pengetahuan. Berikut ini akan diuraikan tentang strategi
tersebut;

1.Ali Bin Abi Thalib Memerangi Khawarij

Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut 


membaiat ‘Ali ra., dan ‘Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat kondisi
umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun
telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang
Badui. Jika Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi
pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya Ali ra, memilih untuk
menunggu waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan
persoalan yang ada dengan menegakkan qishash. Kaum khawarij sendiri pada akhirnya
menyempal dari Pasukan Ali ra. setelah beliau melakukan tahkim dengan Muawiyah ra.
setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. (Ali ra. dan
Muawiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan:

“Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan hukum Allah
dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan
diperangi sehingga kembali ke jalan Allah.””Ungkapan mereka: ‘Tiada ada hukum kecuali
hukum Allah, dikomentari oleh Ali: “Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. Pada akhirnya
‘Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan mereka di Nahrawan, di mana
hampir seluruh dari orang Khawarij tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak
Ali ra. hanya 9 orang saja.8[15]

8
[15]  http://alkamilok.wordpress.com/2008/09/16/ringkasan-keutamaan-ali-bin-abi-thalib/
14
2.Upaya Pengembangan dalam Bidang Pemerintahan

Situasi ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sudah
sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Ummat Islam pada masa pemerintahan
Abu Bakar dan Umar Ibnu Khattab masih bersatu, mereka memiliki banyak tugas yang harus
diselesaikannya, seperti tugas melakukan perluasan wilayah Islam dan sebagainya. Selain itu,
kehidupan masyarakat Islam masih sangat sederhana karena belum banyak terpengaruh oleh
kemewahan duniawi, kekayaan dan kedudukan.9[16]

Namun pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan keadaan mulai berubah.
Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh karena itu,
beban yang harus dipikul oleh penguasa berikutnya semakin berat. Usaha-usaha Khalifah Ali
Ibnu Abi Thalib dalam mengatasi persoalan tersebut tetap dilakukannya, meskipun ia
mendapat tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu bertujuan agar masyarakat merasa
aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya diantaranya :

A.Mengganti Para Gubernur yang diangkat Khalifah Usman Ibnu Affan

Semua gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman Ibnu Affan terpaksa diganti,
karena banyak masyarakat yang tidak senang. Menurut pengamatan Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib, para gubernur inilah yang menyebabkan timbulnya berbagai gerakan pemberontakan
terhadap pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan. Mereka melakukan itu karena Khalifah
Usman pada paruh kedua masa kepemimpinannya tidak mampu lagi melakukan kontrol
terhadap para penguasa yang berada dibawah pemerintahannya. Hal itu disebabkan karena
usianya yang sudah lanjut usia, selain para gubernur sudah tidak lagi banyak yang memiliki
idealisme untuk memperjuangkan dan mengembangkan Islam. Pemberontakan ini pada
akhirnya membuat sengsara banyak rakyat, sehingga rakyatpun tidak suka terhadap mereka.
Berdasarkan pengamatan inilah kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mencopot mereka.
Adapun para gubernur yang diangkat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sebagai pengganti
gubernur lama yaitu; Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syria, Sahl Ibnu Hanif sebagai
gubernur Syriah, Usman Ibnu Affan sebagai gubernur Basrah, Umrah Ibnu Syihab sebagai
gubernur kuffah, Qais Ibnu Sa'ad sebagai gubernur Mesir, Ubaidah Ibnu Abbas sebagai
gubernur Yaman.

9
[16] http://majlas.yn.lt/ perkembanga Islam masa Khalifah Ali bin Abu Tholib. Mei 2012
15
B.Menarik kembali tanah milik negara

Pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan banyak para kerabatnya yang
diberikan fasilitas dalam berbagai bidang, sehingga banyak diantara mereka yang kemudian
merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta kekayaan negara. Oleh
karena itu, ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menjadi Khalifah, ia memiliki tanggung jawab
yang besar untuk menyelesaikannya. Beliau berusaha menarik kembali semua tanah
pemberian Usman Ibnu Affan kepada keluarganya untuk dijadikan milik negara.

Usaha itu bukan tidak mendapat tantangan. ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
banyak mendapat perlawanan dari para penguasa dan kerabat mantan Khalifah Usman Ibnu
Affan. Salah seorang yang tegas menentang ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib adalah
Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Karena Muawiyah sendiri telah terancam kedudukannya sebagai
gubernur Syria. Untuk menghambat gerakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, Muawiyah
menghasut kepada para sahabat lain supaya menentang rencana Khalifah, selain menghasut
para sahabat Muawiyah juga mengajak kerjasama dengan para mantan gubernur yang dicopot
oleh Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib. Kemudian terjadi perang Jamal, perang Shiffin dan
sebagainya.

Semua tindakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib semata bertujuan untuk membersihkan
praktek Kolusi, korupsi dan Nepotisme didalam pemerintahannya. Tapi menurut sebagian
masyarakat kalo situasi pada saat itu kurang tepat untuk melakukan hal itu, yang akhirnya
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib pun meninggal ditangan orang-orang yang tidak menyukainya.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib bekerja keras sebagai Khalifah sampai akhir hayatnya, dan
beliau menjadi orang kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad Saw.

3.Perkembangan di Bidang Politik Militer

Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memiliki kelebihan, seperti kecerdasan, ketelitian,
ketegasan keberanian dan sebagainya. Karenanya ketika ia terpilih sebagai Khalifah, jiwa dan
semangat itu masih membara didalam dirinya. Banyak usaha yang dilakukan, termasuk
bagaimana merumuskan sebuah kebijakan untuk kepentingan negara, agama dan umat Islam
kemasa depan yang lebih cemerlang. Selain itu, dia juga terkenal sebagai pahlawan yang
gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh
tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang kawan yang dermawan.

16
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sejak masa mudanya amat terkenal dengan sikap dan
sifat keberaniannya, baik dalam keadaan damai mupun saat kritis. Beliau amat tahu medan
dan tipu daya musuh, ini kelihatan sekali pada saat perang Shiffin. Dalam perang itu Khalifah
Ali Ibnu Abi Thalib mengetahui benar bahwa siasat yang dibuat Muawiyah Ibnu Abi Sufyan
hanya untuk memperdaya kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menolak ajakan damai,
karena dia sangat mengetahui bahwa Muawiyah adalah orang yang sangat licik. Namun para
sahabatnya mendesak agar menerima tawaran perdamaian itu. Peristiwa ini kemudian dikenal
dengan istilah "Tahkim" di Daumatul Jandal pada tahun 34 Hijriyah. Peristiwa itu sebenarnya
merupakan bukti kelemahan dalam system pertahanan pada masa pemerintahan Khalifah Ali
Ibnu Abi Thalib. Usaha Khalifah terus mendapat tantangan dan selalu dikalahkan oleh
kelompok orang yang tidak senang terhadap kepemimpinannya.Karena peristiwa "Tahkim"
itu, timbullah tiga golongan dikalangan umat Islam, yaitu Kelompok Khawarij,Kelompok
Murjiah dan Kelompok Syi'ah (pengikut Ali). Ketiga kelompok itu yang pada masa
berikutnya merupakan golongan yang sangat kuat dan yang mewarnai perkembangan
pemikiran dalam Islam.

4.Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa

Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai
Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah
kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak
ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum
Islam.

Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama
bagi orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa
Arab. Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali untuk
mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).Dengan adanya Ilmu Nahwu
yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-
orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam
membaca dan memahami sumber ajaran Islam.

5.Perkembangan di Bidang Pembangunan

Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya,
terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang dibangun adalah kota Kuffah.Semula
17
pembangunan kota Kuffah ini bertujuao politis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan
kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari berbagai rongrongan para pembangkang,
misalnya Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaan kota tersebut berkembang
menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan kemudian menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir,
Hadits dan sebagainya. 

Pembangunan kota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali Ibnu
Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau tunduk terhadap
perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan pusat pergerakan Muawiya Ibnu
Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat strategis bagi pertahanan Khalifah [17]10.

F.Peristiwa-peristiwa penting pada Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib

1.Perang Jamal

Perang Jamal adalah peperangan yang terjadi anatara Aisyah dengan Khalifah Ali.
Aisyah telah dihasut oleh anak angkatnya Abdullah bin Zubair yang sebenarnya
menginginkan jabatan khalifah. Alasan perang ini karena khalifah Ali dianggap tidak
mengusut pembunuhan khallifah ustman dan dianggap membiarkan kasus pembunuhan
usman. Khalifah Ali berusaha supaya tidak teradi peperangan dengan melakukan perundingan
akan tetapi ternyata ada pasukan Aisyah yang mengajak berperang maka perangpun tidak bisa
dihindarkan.

Perang Jamal terjadi pada tahun 36 H atau pada awal kekhalifahan Ali. Perang ini
mulai berkecamuk setelah dzuhur dan berakhir sebelum matahari terbenam pada hari itu.
Dalam peperangan ini, Ali disertai 10.000 personil pasukan, sementara Pasukan Jamal
berjumlah antara 5.000-6.000 prajurit. Bendera Ali dipegang oleh Muhammad bin Ali bin Abi
Thalib, sementara bendera Pasukan Jamal dipegang oleh Abdullah bin az-Zubair.[18]

Perang Jamal ini dimenangkan Ali. Kedua saingan (Thalha-Zubair) gugur atau
terbunuh dimalam hari dan tidak diketahui siapa pembunuhnya. Sementara Aisyah kalah
perang dan ditangkap. Ali dengan penuh hormat memulangkan Aisyah ke Madinah seperti
biasa diperlakukan terhadap seorang “ibu negara”.[19]

10
[17]  http://majlas.yn.lt/ perkembanga Islam masa Khalifah Ali bin Abu Tholib. Mei 2012
18
2.Perang Shiffin

Perang Shiffin adalah peperangan pasukan Ali melawan Mu’awiyah. Perang ini tidak
berakhir dengan kalah-menang antara keduanya, tetapi hanya dengan mengamati indikasi
peperangan, akan tampak  kelemahan Ali kalau tidak mau kalah. Peperangan ini terjadi karena
faktor politik. Dapat dikemukakan dua hal yang mempengaruhi: Pertama, Ali diangkat
menjadi khalifah pada tahun 656, namun Mu’awiyah jauh lebih mapan karena dua puluh
tahun lebih dulu telah menjadi Gubernur Syiria; Kedua, Mu’awiyah cukup berpengalaman
dan memiliki pengaruh yang mengakar, yang mampu membangun kemakmuran bagi wilayah
dan penduduknya, sedangkan Ali tidak memilik kemantapan politik pada masa khilafah.[20]

Perang Jamal terjadi diwilayah Shiffin, sebelah selatan Raqqah tepi barat sungai Efrat.
Dalam peperangan ini, Ali membawa pasukan sebanyak 50.000 orang, dan Mu’awiyah
membawa tentara Suriah. Di bawah pimpinan Malik al-Asytar, pasukan Ali hampir menang
ketika Amr bin Ash pemimpin pasukan Mu’awiyah yang cerdik dan licik melancarkan siasat.
Salinan al-Qur’an yang dilekatkan diujung tombak terlihat diacung-acungkan, sebuah tanda
yang diartikan sebagai seruan untuk mengakhiri bentrokan dan mengikuti keputusan al-
Qur’an. Perang ini diakhiri dengan tahkim, tapi tahkim tidak menyelesaikan masalah, bahkan
telah menimbukan perpecahan dikalangan umat Islam yang terbagi menjadi tiga kekuatan
politik yaitu Mu’awiyah, Syi’ah dan Khawarij.[21]Keadaan ini tidak menguntungkan Ali.
Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi
Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali dibunuh oleh salah
satu anggota Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam dengan pedang beracun di dahinya
yang mengenai otak.[22]

3.Perang Nahrawan

Perang ini terjadi pada tahun 38 H. Sepulangnya ke Kufah, kaum Khawarij


memberontak terhadapnya. Sebelumnya, mereka menolak adanya tahkim. Mereka
mengatakan: “tidak boleh ada hukum yang dipatuhi kecuali hukum Allah”. Mereka
memprovokasi orang-orang untuk menentang Ali.

Setelah itu, kaum Khawarij membunuh seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin
Khabbabdan istrinya yang ketika itu sedang hamil tua. Ketika ksaus ini sampai kepada Ali, ia
mengirimkan surat kepada mereka, isinya: “Siapa yang menbunuh Khabbab?” Mereka
menjawab: “Kamilah semua yang membunuhnya”. Maka Ali pun keluar menuju tempat
19
mereka dengan pasukan berjumlah 10.000 prajurit, dan menyerang mereka di daerah
Nahrawan.[23]

4.Munculnya Sekte-sekte

Sebagai akibat perang Shiffin, sekte-sekte muncul secara serius pada masa Ali.
Bahkan persinggungan antara faktor teologi dan politik muncul pertama kali dalam suatu
percekcokan yang terjadi dikalangan pengikut Ali.  

Dalam sejarah umat Islam, sekte-sekte sebagai wujud perbedaan pemikiran dan ide pada
pokoknya disebabkan perbedaan aspirasi politik: kelompok setia Ali yang selanjutnya
dinamakan Syi’ah dan kelompok eksodus yang selanjutnya dikenal dengan Khawarij, benar-
benar berbeda sangat jauh.Syi’ah merupakan kelompok sayap kanan dan Khawarij adalah
kelompok sayap kiri. Keduanya sama radikal dan ekstrim. Adanya imam menurut Syi’ah
adalah wajib. Keharusan agama dan dunia akan hancur tanpa imam. Tetapi Khawarij
mengatakan, adanya imam tidak diharuskan agama. Imam tidak perlu bila manusia dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri, bahkan karena imamlah manusia membuat kehancuran
dengan membunuh.

Kemelut yang semula menitikberatkan hal-hal politik, kini beralih pada persoalan
teologi. Seperti apa yang dilontarkan Syi’ah maupun Khawarij, mempunyai konotasi dengan
pembicaraan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam.11[24]

G. Akhir Hayat Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah

Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan
strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa
yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena
pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari
golongan Khawarij(pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada
tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21
Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa
riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.[25]

11
[24] Solikhin, Op. Cit.,  hlm. 29-30.
[25] http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib
20
H. Jasa Khalifah Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah

Ali adalah seorang yang zuhud dan sederhana. Beliau tidak senang dengan
kemewahan hidup, bahkan menentangnya. Beliau adalah perwira yang cerdas, tangkas dan
teguh pendirian dan pemberani. Berkat keperwiraannya, Ali dijuluki “Ashadullah” yang
artinya ‘Singa Allah. Beliau tegas,  tidak segan-segan mengganti pejabat Gubernur yang
dinilainya tidak becus mengurusi kepentingan umat islam. Ali wafat karena dibunuh oleh Ibnu
Muljam dari golongan Khawarij.

Jasa-jasa Ali bin Abu Thalib diantaranya:


1.   Mengganti beberapa gubernur yang diangkat oleh Khalifah Utsman karena semata-mata
hubungan kekerabatan, bukan atas kemampuan. Tindakan ini menimbulkan dampak
terpecahnya tiga golongan, yaitu golongan Ali, golongan Aisyah dan golongan Zubair bin
Thalhah. perselisihan antara Ali dan Aisyah menyebabkan perang Jamal. selain itu terjadi
perang Shiffin yang melibatkan lebih banyak pihak. akibat perang Shiffin muncullah
golongan Khawarij dan Syiah.
2.   Menarik kembali tanah milik negara dan harta baitul maal yang dibagikan kepada pejabat
gubernur, dan mengembalikan fungsinya untuk kepentingan negara dan kaum lemah;
3.   Memerintahkan kepada Abul Aswad Ad duali untuk mengarang buku tentang pokok-
pokok ilmu Nahwu (Qaidah Nahwiyah) untuk mempermudah orang membaca dan
memahami sumber ajaran islam.
4.   Membangun kota Kuffah yang kemudian dijadikan pusat pengembangan ilmu
pengetahuan Nahwu, tafsir, dan hadits.12[26]
  

BAB III
12
[26] [12]http://berangkathajiumroh.wordpress.com/2012/10/13/prestasi-ali-bin-abi-thalib/
21
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah kali ini adalah :
1. Ali menjadi Khalifah ditunjuk oleh para sahabat.
2. Masa kekhalifahannya 35-40 H / 656-661 M
3. Memindahkan pusat pemerintahan ke Kuffah.
4. Memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman dan mengirim kepala daerah yang
baru yang menggantikan
5. Menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat
Utsman dengan jalan yang tidak sah.
6. Melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar.
7. Perang Jamal => Pemberontakan yang dipimpin oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah =>
menuntut balas atas terbunuhnya Utsman dan Ali tidak mau menghukum pembunuh
Utsman. Perang dimenangkan Ali.
8. Perang Shiffin => Pemberontakan oleh Mu’awiyah. Diakhiri dengan Tahkim.
9. Perang Nahrawan => Pemberontakan oleh Khawarij.
10. 20 Ramadhan 40 H (24 Januari 661 M), Ali dibunuh Abdurrahman bin Muljam.

B. Saran dan Kritik


Saran dan Kritik dari makalah ini adalah :

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
kami kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini hingga kami dapat mengaplikasikan
kemampuan kami di dalam makalah ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
bapak/ibu dosen yang telah membimbing dan mengawasi proses pembuatan makalah ini, serta
teman-teman yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.

Kami mohon maaf apabila didalam makalah ini terdapat beberapa kesalahan dan
beberapa kekurangan. Kami sebagai penulis meminta kritik dan saran agar dalam penulisan
makalah berikutnya kami bisa lebih bagus dan lebih kreatif.

DAFTAR PUSTAKA

22
Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan ALI bin ABU THALIB. 1994, Pustaka Mantiq. Solo,
hlm 20-21

Ensiklopedi Islam, Cet. III, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997

Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Penghidup


Khalifah Rasulullah. 1994, CV Diponegoro. Bandung, hlm. 467 & 470

Munawir, Imam. Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikiran Islam dari Masa ke Masa Cet.
I; Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985

Pulungan, Suyuthi. Fiqih Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran Cet. V:Jakarta

Shaban. 1993. Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sholikhin. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Rasail.

Sjadzali, Munawir. 1990. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta:


Universitas Indonesia Press.

Sou’yb, Joesoef. 1970. Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang.

http://abdulaziz-fkp10.web.unair.ac.id/profil.html">Profil</a></li>

http://alkamilok.wordpress.com/2008/09/16/ringkasan-keutamaan-ali-bin-abi-thalib/

http://berangkathajiumroh.wordpress.com/2012/10/13/prestasi-ali-bin-abi-thalib/

http://cipcipmuuach.blogspot.co.id/2013/04/sistem-politik-masa-khalifah-ali-bin.html

http://putrasaimima.blogspot.com/2011/07/ali-bin-abi-thalib.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib

http://majlas.yn.lt/  perkembanga Islam masa Khalifah Ali bin Abu Tholib. Mei 2012

23
24

Anda mungkin juga menyukai