Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fiqih dalam Hukum Islam menempati posisi kunci sebagai
produk pemikiran ulama yang mencoba melakukan intrepretasi atas
normativitas teks dikaitkan dengan kebutuhan- kebutuhan zamannya.
Dalam khazanah fiqih klasik dikenal berbagai macam aliran fiqih
yang mencerminkan kecenderungan para fuqaha dalam melakukan
ijtihad. Kecenderungan itu dipengaruhi oleh ragam pendekatan dan
metodologi yang digunakan dalam melakukan ijtihad. Ada aliran
fiqih yang cenderung liberal, karena memberi porsi lebih besar
kepada akal untuk terlibat dalam proses ijtihad, ada aliran yang
cenderung literal karena berusaha menempatkan teks sebagai faktor
dominan proses ijtihad.
Di Indonesia sejak dahulu ulama telah tampil memberikan
fatwa hukum yang terkait dengan persoalan-persoalan agama dan
sosial kemasyarakatan. Hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa
hukum Islam yang diturukan kepada manusia bertujuan untuk
kemaslahatan ummat manusia atau maqashid al-syari’ah. Alam
konteks kekinian, ada kecenderungan kajian tentang hukum Islam,
hukum adat yang dikaitkan dengan problematika sosial masyarakat
cenderung meningkat.
Bidang hukum atau fiqih, ditandai dengan proses
pembaharuan pemikiran yang dilakukan oleh ulama-ulama fiqih. Di
Indonesia ada dua ulama yang menggagas konsep fiqih sosial yaitu,
Ali Yafie dan Sahal Mahfudz di dalam makalah ini penulis akan
membahas beberapa produk fikih sosial yang dihasilkan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Ilmu Fikih dan Fikih Sosial ?
2. Siapa tokoh pemikiran Ilmu Fikih di Indonesia ?
3. Apa yang dihasilkan dari pemikiran para tokoh ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian Ilmu Fikih dan Fikih Sosial.
2. Untuk mengetahui tokoh pemikiran Ilmu Fikih di Indonesia.
3. Untuk mengetahui hasil dari pemikiran para tokoh.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ILMU FIKIH DAN FIKIH SOSIAL

Kata “fiqh” secara etimologis berarti "paham" atau "paham yang


mendalam". Selain itu “fiqh” juga dapat dimaknai dengan "mengetahui
sesuatu dan memahaminya dengan baik". Kalau dalam tinjauan morfologi,
kata fiqh berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang berarti “mengerti
atau paham”. Jadi perkataan fiqh memberi pengertian kepahaman dalam
hukum syari’at yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 1 Secara
harfiah, figh berarti pintar, cerdas, paham. Bila dijadikan kata kerja, maka ia
berarti memikirkan, mempelajari, memahami. Orangnya dinamakan faqih,
das kalau banyak (jamak) disebut fugqaha.2

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman di dalam surah At-Taubah ayat


87 :

       


   

“ Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang ( wanita-wanita, anak-
anak, orang-orang lemah, orang-orang yang sakit dan orang-orang yang sudah tua), dan hati
mereka telah dikunci mati Maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan
berjihad).”

Dalam Hadis terdapat dalam doa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada
sahabatnya Ibn ‘Abbas ;

)‫ ( رواه البخا ري و مسام‬.‫أللهم فقهه في الدين و علمه التأ ويل‬

1
Arif Syaifudin, “Fiqih dalam Perspektif Filsafat Ilmu: Hakikat dan Objek Ilmu Fiqih,” Al-
Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam,vol. 1, no. 2, (2 Juli 2019): 200,
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/170.
2
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), 240-241.

2
“Yaa Allah berikanlah kepadanya (Ibn ‘Abbas) kemampuan yang mendalam (tentang
agama), dan ajarkan kepadanya kemampuan al-ta’wil (berfikir metaforis).” (HR. Bukhari
dan Muslim.

Dari pernyataan ayat dan hadis di atas, dapat dipahami bahwa


pengertian figh adalah mengetahui, memahami dan mendalami ajaran-ajaran
agama secara keseluruhan. Penggunaan istilah figh pada mulanya mencakup
hukum-hukum agama secara keseluruhan, baik hukum-hukum yang
berkaitan dengan keyakinan (aqidah) maupun yang berkaitan dengan
hukum-hukum praktis (‘amaliyah) dan akhlaq.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan (khususnya ilmu


agama Islam, figh berkembang menjadi disiplin ilmu (hukum Islam),
mencakup hukum-hukum yang dibentuk berdasarkan syariah, yang
penggaliannya memerlukan renungan yang mendalam, pemahaman, dan
ijtihad. Singkat kata, figh berkembang menjadi suatu pengetahuan hukum
Islam yang sistematis.3

Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi sosial


secara leksikal adalah suka memperhatikan kepentingan umum. Dari kedua
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian fikih sosial adalah
sebuah proses dan produk legislasi hukum syariat yang digali secara
terperinci untuk kemaslahatan atau kepentingan umum.

Dalam sejarahnya, fikih sosial muncul setelah ide-ide pembaruan


fikih di Indonesia bermunculan, mulai ide fikih Indonesia yang
dipopulerkan oleh Hasby Assidiqie tahun 1960- an (bahkan benihnya sudah
muncul sejak 1940an). Ide tersebut ditindaklanjuti dengan ide Fikih Mazhab
Nasional (Madzhab Indonesia) oleh Hazairin pada tahun 1960-an.
Selanjutnya, Wahid (1975) menawarkan ide hukum Islam sebagai
penunjang pembangunan. Pada 1980- an, Sjadzali mengusulkan ide
reaktualisasi ajaran Islam disusul dengan ide agama keadilan oleh Mas’udi

3
Syaifudin Nur, Ilmu Figh: Suatu Pengantar Koprehensif Kepada Hukum Islam (Bandung:
Humaniora, 2007), 15-16.

3
pada 1990-an. Kemudian pada 1991 muncul Kompilasi Hukum Islam (KHI)
yang “dianggap” ijmak ulama Indonesia, yang diinstruksikan oleh Presiden
Soeharto. Baru kemudian muncul ide Fikih Sosial pada 1994 oleh AHM.
Sahal Mahfudh dan Ali Yafie (Fuad, 2005, pp. 62-95)4

B. TOKOH PEMIKIRAN DAN PRODUK FIKIH


Di Indonesia ada dua ulama yang menggagas konsep fiqih sosial
yaitu, Ali Yafie dan Sahal Mahfudz.
1) KH. ALI YAFIE
a. Biografi Singkat
Nama asli Ali Yafie adalah Muhammad Ali. Cucu
Syekh Abdul Hafidz al-Bugisi salah seorang ulama besar
Melayu-Nusantara yang menjadi guru besar di
‘Masjidilharam, Mekah. Kolega sezaman Syekh Abdul
Hafidz al-Bugisi adalah Syekh Nawawi al-Bantani (ulama
besar Banten; 1813-1897 menetap di Mekah) dan Syekh
‘Ahmad Khatib al Minangkabawi (ulama besar dari
Minangkabau yang menetap di Mekah; 1860- 1916).5
KH. Muhammad Ali Yafie adalah seorang ulama
mendalami ilmu dalam bidang fiqih. Lahir di Donggala,
Sulawesi Tengah, 1 September 1926, anak kelima dari
sembilan bersaudara.. Beliau adalah seorang anak laki-laki
yang lahir dari keluarga Muslim yang taat agama Islam.
Sejak masa kecil sudah terlibat dalam pendidikan di
pesantren. Ayahnya Mohammad Yafie, seorang guru
agama, sudah memiliki komitmen untuk menjadikan
anaknya menjadi seorang agamawan dari tamatan
pesantren, bahkan menuntut ilmu dari ulama-ulama yang

4
Yulianto, ”Mabadi’ Asyroh Nalar Fikih Sosial Ali Yafie” Shahih, vol. 2, no.1, (Januari-
Juni 2017): 23-24, https://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/shahih/article/view/725.
5
Achmad Syahid, “Ensiklopedia,” Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, diakses dari
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48670/1/ALI%20YAFIE%20-
%20Ensiklopedia.pdf, pada tanggal 24 Oktober 2021 pukul 19.03 WIB.

4
berpengaruh, termasuk ulama besar Syekh Muhammad
Firdausdari Hijaz, Makkah, Saudi Arabia.6
Beliau pernah menjabat sebagai tokoh Nahdlatul
Ulama sebagai pejabat sementara Rais Aam (1991-1992).
Beliau pernah menjadi hakim di Pengadilan Agama Ujung
Pandang sejak 1959 sampai 1962 dan juga inspektorat
Pengadilan Agama Indonesia Timur (1962-1965).7
Dan kini sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat
ICMI, Anggota Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat,
Wakil Ketua Dewan Pembina Badan Arbitrase Muamalat.
Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Guru Besar
Institut Ilmu Al-Quran (IIQ), Jakarta, dan Guru Besar
Kajian Islam Terpadu (Dirasah Islamiyah) Universitas
Islam AsySyafi'iyah, Jakarta serta aktif mendidik dan
mengajar masyarakat melalui lembaga pendidikan yang
diasuhnya, yakni sebagai pengasuh Pondok Pesantren Darul
Dakwah Al Irsyad, Pare-Pare, Sulawesi Selatan yang
didirikannya tahun 1947.
b. Karya-karya KH. Ali Yafie
1. Menggagas  Fikih  Sosial  dari Soal  Lingkungan 
Hidup,  Asuransi  hingga Ukhuwah, (Bandung:
Mizan,  1995), cet, III,  Teologi Sosial, Telaah Kritis
Persoalan Agama dan Kemanusiaan, (Yogyakarta:
LKPSM, 1997), cet. 1,1.
2. Beragama Secara Praktis  Agar Hidup Lebih
Bermakna,  (Jakarta: Hikmah, 2002), cet.  1 buku
karya  Ali Yafie  ini adalah sebuah  penafsiran
terhadap ajaran agama merupakan salah satu kunci
6
Moh Dahlan, “Paradigma Fikih Sosial KH Ali Yafie” Nuansa, vol. 10, no.1, (1 Juni
2017): 16, https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/view/631.
7
Humas Institut,” Biografi Singkat KH. Ali Yafie,” Institut Ilmu Al-Qur’an, diakses dari
https://iiq.ac.id/tokoh/details/704/Prof-Dr-KH-Ali-Yafie, pada tanggal 24 Oktober 2021
pukul 18.15 WIB.

5
yang menyebabkan agama selalu menemukan
hubungan dan  kesesuaian nya, buku karya  K.H. Ali
Yafie ini merupakan salah  satu bentuk tanggapan 
seorang ulama terhadap  beragam perkembangan  
sosial,   dan   beberapa   tulisan    beliau   di   Iqra‟  
Media Pencerahan  Umat, yang  diterbitkan  oleh
Yayasan  Berkat  Rahmat Allah, Jakarta.
3. Di samping  itu ada  sebuah  buku  yang 
diluncurkan  pada  peringatan 70 Tahun  KH  
Ali.Yafie,  merupakan   kumpulan  tulisan   dari  
para  ulama, cendekiawan,  politisi, pejabat, 
pengusaha dll,  yang  diedit oleh  Jamal  D. Rahman,
tahun 1997.8
c. Produk Pemikiran Fikih Sosial KH. Ali Yafie
Berikut akan dikemukakan beberapa pemikiran dalam
bidang fikih terkait dengan kehidupan sosial antara lain :9
1. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah persoalan
yang juga tidak luput dari perhatian (Yafie, 1994).
HAM pertama kali dideklarasikan di Perancis tahun
1789 yang lebih popular dengan istilah Declaration
des Droits de l’Homme at du citoyen dengan
slogannya yang terkenal sejak saat itu, liberte
(kebebasan), egalite (persamaan), dan fratenite
(persaudaraan).
HAM pada dasarnya lebih bersifat moral
ketimbang politik. HAM saat ini bahkan didengung-
dengungkan dan hampir menjadi tuntutan setiap

8
Laduni, “Biografi Prof. Dr. KH Ali Yafie,” Laduni.id: Indonesia Mercusuar Dunia,
diakses dari https://santri.laduni.id/post/read/66639/biografi-prof-dr-kh-ali-yafie, pada
tanggal 24 Oktober 2021 pukul 18.23 WIB.
9
Ibid., 30.

6
orang karena merupakan milik asasi. Hak hidup,
mencari kerja, menuntut ilmu, mendapat perlakuan
yang baik, dihormati harga dirinya dan lain-lain,
merupakan hak yang tidak boleh diganggu oleh
siapa pun.
Yafie dalam memahami HAM mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang muhtaram,
yaitu makhluk yang dimuliakan eksistensinya. Ia
dilarang dibunuh jika ia makhluk hidup dan dilarang
merusaknya jika ia makhluk tidak bernyawa.
Manusia menurutnya berstatus ma’shum, yaitu
manusia yang terlindungi oleh hukum dan dapat
dikatakan bahwa sejatinya ajaran Islam itu sangat
menjunjung tinggi kemanusiaan, sangat memuliakan
manusia bahkan semua makhluk.10
2. Pengelolaan Zakat
Menurut Yafie zakat memiliki dua aspek
penting yaitu pengeluaran atau pembayaran dan
penerimaan atau pembagian, dan yang disebutkan
pertama merupakan hal mutlak. Dari kalimat di atas
dapat dipahami bahwa Islam sangat menganjurkan
umatnya untuk membayar zakat sekaligus memiliki
harta. Islam tidak menghendaki umatnya sebagai
penerima zakat belaka. Sebab hal tersebut
menunjukkan ketidakberdayaan sosial-ekonomi
umat.
Fokus yang disoroti oleh Yafie adalah
pemanfaatan dana zakat yang selama ini
dilaksanakan sesuai petunjuk fikih. mengatakan
bahwa sistem pemerataan perlu ditinjau kembali.

10
Ibid., 30-31.

7
Misalnya, setiap penerima zakat diberi masing-
masing 10 kg atau lebih setiap tahunnya. Sistem ini
oleh dinilai tidak terlalu efektif. Menurutnya sistem
lama ini perlu diubah dengan jalan memberikan
modal kepada penerima zakat hingga tidak lagi
menjadi penerima zakat tahun berikutnya, melainkan
berubah menjadi pembayar zakat. Dengan cara
seperti ini diharapkan jumlah penerima zakat setiap
tahunnya semakin berkurang, di sisi lain pembayar
zakat semakin bertambah.11
3. Lingkungan Hidup
Dalam membahas masalah lingkungan hidup,
Yafie mengacu pada QS. Al-A’raf:156 yang
menjelaskan tentang rahmat Allah yang meliputi
segala sesuatu dan QS. Al-Anbiya’:107 yang
menegaskan tujuan pengutusan nabi Muhammad
SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ia merujuk
pada batang tubuh ajaran fikih yang meliputi empat
garis besar yaitu
1. Rub’ul ibadat, yaitu bagian yang menata
hubungan manusia dengan khaliknya;
2. Rub’ul muamalat, yaitu bagian yang menata
hubungan manusia dalam lalu lintas
pergaulan dengan sesamanya untuk
memenuhi hajat hidup sehari-hari;
3. Rub’ul munakahat, yaitu bagian yang
menata hubungan manusia dengan
lingkungan keluarga, dan
4. Rub’ul jinayat, yaitu bagian yang menata
pengamanan dalam suatu tertib pergaulan,

11
Ibid., 31.

8
yang menjamin keselamatan dan
ketentraman dalam kehidupan .
Menurut gambaran di atas adalah wajah
sesungguhnya dari Islam. Empat hal tersebut
meliputi bidang pokok dari kehidupan umat
manusia. Masalah lingkungan hidup tidak hanya
terbatas pada sampah, pencemaran, penghijauan
kembali atau sekadar pelestarian alam. Tetapi lebih
dari semua itu.
Masalah lingkungan hidup merupakan bagian
dari suatu pandangan hidup. Sebab masalah
lingkungan merupakan kritik terhadap kesenjangan
yang diakibatkan oleh pengurasan energi dan
keterbelakangan yang lebih merupakan ekses dari
pertumbuhan ekonomi yang ekplosif dan tidak
bervisi konservasi.
Kalau Nabi adalah rahmat bagi alam, maka kita
sebagian umatnya sejatinya juga demikian, sehingga
sifat-sifat Tuhan pun mestinya terpatri dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, jauh
sebelumnya, Tuhan seakan memberi isyarat bahwa
manusia adalah perusak. Hal ini dapat dipahami dari
dialog antara Tuhan dengan malaikat, ketika Tuhan
menciptakan manusia. Digambarkan pula bahwa
telah tampak kerusakan di daratan dan di laut akibat
ulah tangan-tangan manusia. Dengan itu pula, maka
Tuhan sudah memperingatkan bahwa kita jangan
melakukan pengrusakan di atas bumi ini. Pandangan
Yafie tentang norma fikih senantiasa mencoba untuk

9
memahami sejumlah masalah secara sosiologis
ketimbang pendekatan individual.12
4. Pakaian
Yafie mengakui bahwa budaya berpakaian
adalah ciri peradaban manusia sebagai makhluk
terhormat. Beliau menambahkan bahwa standar
berpakaian adalah takwa (pemenuhan ketentuan-
ketentuan agama Islam mengakui adanya
kecenderungan manusia untuk memilih makanan
dan pakaian yang baik serta indah karena itu adalah
fitri bagi manusia.
Namun, diperingatkan dalam memilih yang
indah itu tidak boleh berlebih lebihan, karena Allah
tidak senang kepada mereka yang berfoya-foya.
Lebih jauh lagi Ali Yafie mengatakan bahwa
seorang wanita dalam berpakaian supaya tidak
seperti wanita murahan pesolek yang dapat
mengundang orang untuk melakukan hal-hal yang
tidak dibenarkan oleh syariat.
Adapun penalaran fikih dalam persoalan
pakaian, menitikberatkan pada fungsinya dalam
etika pergaulan di lingkungan keluarga dan
masyarakat ramai, inilah yang merupakan soal
pokoknya (ghayah). Menurutnya, bahkan bentuk dan
modelnya merupakan washilah atau sarana untuk
mewujudkan fungsi itu.
Dengan demikian, pakaian orang beriman
tidak terikat oleh mode, bentuk, bahkan warnanya,
yang penting dibenarkan oleh hukum Islam.13

12
Ibid., 32-33.
13
Ibid., 32-33.

10
2) KH. M. A. SAHAL MAHFUDH
a. Biografi Singkat
Sahal Mahfudh dilahirkan pada 17 Desember 1937 di
desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Beliau
merupakan Anak ketiga dari enam bersaudara yang tumbuh
besar di pusaran keluarga pesantren yang selama beberapa
generasi memiliki tradisi "melahirkan" ulama. Kiai Sahal
adalah putra K.H. Mahfud Salam, adik sepupu salah satu
pendiri NU K.H. M. Bisri Syansuri.14
Setelah menamatkan pendidikan Tsanawiyahnya pada
Madrasah Tsanawiyah Matha’liul Falah, sejak tahun 1953
Sahal muda kemudian melakukan pengembaraan untuk
menuntut ilmu pengetahuan kepada sejumlah ulama yang
mumpuni. Belum merasa cukup dengan pengetahuan yang
dimilikinya, beliau kemudian meneruskan belajarnya ke
Mekkah dibawah asuhan Syekh Yasin selama tiga tahun.
Ketika usianya menginjak 29 tahun, ia sudah
dipercaya memimpin Pondok Pesantren Maslakul Huda
Polgarut Utara. Pada saat yang sama, ia diangkat menjadi
Direktur Perguruan Islam Matha’liul Huda menggantikan
KH. Abdullah Salam.
Di lembaga keorganisasian NU, Sahal tercatat sebagai
kader yang sangat diperhitungkan sehingga kepadanya
sering diserahi jabatan-jabatan strategis. Tercatat misalnya
Sahal pernah menjabat sebagai Khatib PC NU Pati, Ra’is
Syuriah NU Wilayah Jawa Tengah, Wakil Ra’is Am PB NU
dan terpilih sebagai Ra’is Am PBNU pada Muktamar ke-30
di Kediri.15 Beliau juga pernah menjadi anggota Badan
14
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Pati, “KH. Sahal Mahfudh Begawan Fikih
Sosial dari Pati,” diakses dari https://dinasarpus.patikab.go.id/halaman/detail/kh-sahal-
mahfudh, pada tanggal 24 Oktober 2021 pukul 22.20 WIB.
15
Ahmad Faisal, “Nuansa Fiqh Sosial KH. MA. Sahal Mahfuh” Jurnal Al-Ulum,vol. 10,
no.2, (2 Desember 2010): 366-368,

11
Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) pada periode
1993-2003 serta sebagai Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia 2000-2014 Dan beliau meninggal dunia pada
tangal 24 Januari 2014 di Pati, Jawa tengah.16
b. Karya-karya KH. M. A. Sahal Mahfudh
1. At-Tsamarah al-Hajainiyah tentang fiqih yang ditulis
tahun I960 (Nurussalam, t.t).
2. Al-Barakat al-Jumu’ah(berbicara tentang gramatika
Arab).
3. Thariqat al-Hushul ila Ghayat al-Ushul (Surabaya:
Diantarna, 2000).
4. Pesantren Mencari Makna (Jakarta: Pustaka Ciganjur,
1999).
5. Al-Bayan al-Mulamma’‘an Alfadz al-Lumd (Semarang:
Thoha Putra, 1999).
6. Telaah Fikih Sosial, Dialog dengan KH. MA. Sahal
Mahfudh (Semarang: Suara Merdeka, 1997).
7. Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994).
8. Ensiklopedi Ijma’ terjemahan bersama KH. Mustofa
Bisri dari kitab Mausu’ah al-Ijma’(Jakarta; Pustaka
Firdaus, 1987).
9. Reorientasi Pemahaman Fiqh, Menyikapi Pergeseran
Perilaku Masyarakat, (disampaikan pada Diskusi Dosen
Institut Hasyim Asy'ari, Jombang, 27 Desember 1994).
10. Fiqh Sosial sebagai Alternatif Pemahaman Beragama
Masyarakat, (disampaikan dalam kuliah umum IKAHA,
Jombang, 28 Desember 1994).

https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/au/article/view/59.
16
Ibid.

12
11. Tipologi Sumber Daya Manusia Jepara dalam
Menghadapi AFTA 2003 (Workshop KKNINISNU
Jepara, 29 Pebruari 2003).
12. Mengubah Pemahaman atas Masyarakat: Meletakkan
Paradigma Kebangsaan dalam Perspektif Sosial
(Silarurahmi Pemda II Ulama dan Tokoh Masyarakat
Purwodadi, 18 Maret 2000).
13. Dan lain-lain.17
c. Produk Pemikiran Fikih Sosial KH. M. A. Sahal
Mahfudh
Berikut beberapa permasalahan sosial yang dikaji
oleh M.A. Sahal Mahfudh yaitu:18
1. Hubungan Tentang Agama dan Negara
Hubungan antara keduanya mengacu pada
“simbiosis mutualisme”. Keduanya saling
mempengaruhi dan membutuhkan kemaslahatan
bersama. Pada gagasan selanjutnya, Kyai Sahal
memandang pentingnya “kulturasi politik” untuk
mewujudkan masyarakat sipil (civil society) dalam
wacana demokrasi modern. Civil Society dipahami
sebagai wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi
dengan ciri-ciri kesukarelaan, keswasembadaan (self
generating), ketaatan pada hukum, keswadayaan dan
kemandirian berhadapan dengan negara.
Pewacanaan Civil Society ini tidak lain
bertujuan untuk mengcounter sistem pemerintahan
yang cendrung hegemonik dan tidak melihat
kepentingan rakyat, hingga diperlukan dari
17
Budi, “Biografi Dr. KH. Sahal Mahfudz., MA” Laduni.id: Indonesia Mercusuar Dunia,
diakses dari https://www.laduni.id/post/read/58565/biografi-dr-kh-sahal-mahfudz-ma, pada
tanggal 24 Oktober 2021 pukul 23.00 WIB.
18
Arief Aulia,”Metodologi Figh Sosial M. A. Sahal Mahfudh” eL- Mashlahah, vol 7, no.2,
(2017); -, https://e-journal.iain-palangkaraya.ac.id/index.php/maslahah/article/view/1428.

13
masyarakat itu sendiri untuk selalu waspada dan kritis
terhadap seluruh kebijakan dan keputusan
pemerintah.19
2. Krisis Ekologi
Kyai Sahal memandang penggunaan alam
harus didasarkan pada aspek manfaat dan mafsadat,
untuk menunjang kebutuhan dan kehidupan yang
terdiri dari tiga kategori, yakni kebutuhan mendesak
(dharuri), kebutuhan dasar (hajji), dan kebutuhan
sekunder (tahsinni). Pemenuhan itu harus sesuai
dengan skala prioritas dan ditujukan untuk
kepentingan bersama. Kemaslahatan disini tetap pada
pertimbangan pemungsian alam untuk kepentingan
masyarakat secara umum.20
3. Prostitusi dan Industri Sex
Melihat kenyataan yang terjadi, pelarangan
terhadap prostitusi dan bisnis bukan merupakan suatu
solusi karena tidak dapat mencegah berkembangnya
perdagangan seksual, maka kyai Sahal berpendapat
bahwa perlu adanya sentralisasi lokasi pelacuran
untuk meminimalisir sisi madharat-nya. pendapat itu
didasarkan kaidah akhafudz al-dhararain, yang berarti
mengambil resiko yang paling kecil dari dua jenis
bahaya yang mengancam.
Nampaknya pengambilan kaidah didasarkan
pada suatu kesadaran realitas yang menunjukan
kemustahilan untuk mencegah pelacuran dengan
berbagai cara apapun. Dan memang benar, yang
hanya bisa dilakukan adalah mengurangi aktivitas dan

19
Ibid., -.
20
Ibid., -.

14
penyebaran bisnis pelacuran tersebut, salah satunya
dengan membuat lokalisasi pelacuran.21
4. Pendidikan Konstektual
Kyai Sahal memandang sebuah pendidikan
adalah usaha sadar yang membentuk watak dan
prilaku secara sistematis, terencana dan terarah.
Sedangkan sosial, secara ensiklopedis berarti segala
sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat atau
secara abstraktis berarti masalah-masalah
kemasyarakatan yang menyangkut berbagai
fenomena hidup dan kehidupan orang banyak. Baik
dari sisi makro individual maapun makro kolektif.
Pendidikan yang diharapkan Kyai Sahal
adalah suatu pendidikan yang lebih realistis, dalam
artian antara teori-teori yang banyak dikembangkan
di lembaga pendidikan seharusnya bisa diterapkan
sebagaimana mestinya. Ranah yang seharusnya
dijangkau oleh para penuntut ilmu juga seharusnya
melibatkan keaktifan aspek afektif, kognitif, dan
psikomotorik, hingga wacana pendidikan itu bisa
dirasakan sepenuhnya sesuai dengan pikiran dan
tindakan mereka.
Di samping itu, pendidikan juga seharusnya
melihat sisi-sisi kemanusian, dalam artian untuk
menumbuhkan suatu pendidikan yang peduli terhadap
nasib rakyat kecil dan menjunjung nilai-nilai
kemanusiaan seutuhnya.22
5. Ekonomi Sosialis

21
Ibid., -.
22
Ibid., -.

15
Umat manusia sebagai subyek ekonomi
dibebankan untuk berikhtiar sesuai dengan kadar
kemampuan masing-masing. Taklif (pembebanan) ini
berimplikasi pada banyak hal. Meskipun ekonomi
sendiri bukan komponen fiqh, ikhtiar dalam arti luas
adalah terkait erat dengan persoalan uasaha ekonomis.
Dalam hal ekonomi Islam, diterapkan pokok-
pokok ekonomi secara umum yaitu pertanian,
perindustrian (termasuk juga kerajinan), dan
perdagangan. Dalam pelaksanaannya, diharuskan
mempertimbangkan kepentingan antara penjual dan
pembeli, tidak diperkenankan mengambil keuntungan
yang melebihi batas kewajaran dan hal lainnya yang
dapat merugikan salah satu pihak. Jelasnya sistem
ekonomi Islam yang lebih sosialis dihadirkan untuk
mengahadang sistem ekonomi global yang kapitalis,
dalam artian sistem ekonomi yang lebih melihat pada
kepentingan pemilik modal untuk mengeruk
keuntungan sebesar mungkin, dan merugikan
rakyat kecil.23

C. KOMPARATIF PRODUK FIQH SOSIAL ANTARA KH. ALI


YAFIE DAN KH. M. A. SAHAL MAHFUD
Berikut Komparatif atas pemikiran fiqih sosialnya antara K.H.
Ali Yafie dan K.H. Sahal Mahfudh :24
23
Ibid., -.
24
Atip Purnama, “Studi Komparatif Antara Pemikiran KH. Ali Yafie dan Sahal Mahfudh
tentang Fiqih Sosial” (Skripsi, Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta,

16
Secara konseptual fiqih sosial yang digagas oleh K.H. Ali Yafie
dan K.H. Sahal Mahfudh, dari sisi konsep fiqih sosial belum
memberikan suatu rumusan konsep yang jelas dan baku, baik mengenai
masalah pengertian etimologis, terminologis maupun rumusan
metodologinya bahkan ruang lingkup fiqih sosial itu sendiri. Akan
tetapi fiqih sosial yang ditawarkannya adalah berbicara fiqih dalam
dimensi sosial dengan lebih menekankan pada aspek ajaran tentang
hubungan antara sesama manusia. Artinya fiqih sosial yang digagas dan
dibangun oleh K.H. Ali Yafie dan K.H. Sahal Mahfudh pada dasarnya
sama, yaitu mengkaji masalah realita sosial dan masalah kemanusiaan
dengan perspektif agama. Persoalan tersebut, di antaranya masalah
sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, kependudukan,
hukum, wanita dan lingkungan hidup.
Gagasan yang dikemukakannya terkait dengan upaya
mereformulasikan dan mengkontekstualisasikan ajaran Islam. Rumusan
tersebut menurut keduanya berkaitan dengan upaya pemenuhan tiga
jenis kebutuhan manusia, yaitu pertama kebutuhan dharuriyyat
(primer), kedua kebutuhan hajiyyat (sekunder) dan ketiga kebutuhan
tahsiniyyat (tertier). Menurut keduanyakebutuhan tersebut harus
terpenuhi sebagai bagian dari maqasid asy-syari’ah yang menyangkut
kepentingan dan kemaslahatan umum atau disebut dengan al-
masalihal-'ammah.25
Kemudian dari segi metodologi, rumusan metodologi fiqih
sosial K.H. Ali Yafie, meliputi analisis nasikh mansukh, analisis
kesejarahan, analisis fardu kifayah, dan analisis pendekatan maslahah.
Sementara rumusan metodologi fiqih sosial K.H. Sahal Mahfudh,
meliputi analisis pengembangan fiqih qauli, analisis fiqih manhaji
termasuk aplikasi qawa'id usuliyyah dan fiqhiyyah. dan analisis
pendekatan maslahah.

2009), 88-90.
25
Ibid., 88-89.

17
Ditinjau dari segi persamaannya, pemikiran fiqih sosial K.H. Ali
Yafie dan K.H. Sahal Mahfudh, yaitu berbicara fiqih dalam dimensi
sosial dengan lebih menekankan pada aspek ajaran tentang hubungan
antara sesama manusia baik individu maupun kelompok.Sementara dari
segi persamaan metodologinya, K.H. Ali Yafie dan K.H. Sahal
Mahfudh, sama-sama menganalisis konsep ijtihad dan aplikasinya serta
menganalisis konsep al- masalih al-'ammah.
Kemudian ditinjau dari segi perbedaannya, pemikiran fiqih
sosial antara K.H. Ali Yafie dan K.H. Sahal Mahfudh, terletak pada
muatan analisis materi fiqih yang menjadi kajiannya. K.H. Ali Yafie
melalui pemikiran fiqih sosialnya, lebih banyak menguraikan materi
fiqih dalam penjabarannya dari sisi konsep fardu ‘ain dan fardu
kifayah, baik yang menyangkut masalah hak-hak maupun kewajiban-
kewajiban baik secara individu maupun kolektif. K.H. Sahal Mahfudh
lebih banyak menguraikan materi fiqih dalam penjabarannya dari
sisi konsep maqasid asy-syari’ah. Kemudian dari segi perbedaan
metodologinya, K.H. Ali Yafie mengembangkan analisis nasikh-
mansukh, analisis kesejarahan dan analisis fardu kifayah. Sementara
K.H. Sahal Mahfudh mengembangkan analisis fiqih qauli dan fiqih
manhaji termasuk aplikasi qawa'id usuliyyah dan fiqhiyyah.
Implikasi pemikiran keduanya, terlihat pada adanya usaha dalam
pembinaan dan pengembangan hukum Islam (fiqh). Selain itu implikasi
yang sangat penting dari pemikiran keduanya adalah terbukanya pola
pikir dan pemikiran dikalangan umat Islam, sehingga wacana berpikir
kritis dan rasional tumbuh dan berkembang. Sementara implikasi
lainnya adalah dalam konteks Indonesia sebagai sebuah negara hukum,
fiqih dapat dijadikan sebagai bagian dari materi hukum atau sumber
hukum dalam kerangka perumusan, pembinaan dan pengembangan
hukum nasional dengan melalui proses pengundangan atau legislasi.
Dan melalui upaya inilah memfungsikan kembali peran fiqih sebagai
kontrol sosial dalam masyarakat, sekaligus menjadikan fiqih sebagai

18
etika sosial sehingga kehadirannya sangat dibutuhkan oleh
masyarakat.26

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan berpegang kepada rujukan tersebut, terlihat dengan
jelas, bahwa figh terkait dengan bidang pemikiran atau bidang kerja

26
Ibid., 89-90.

19
akal pikiran yang sifatnya mendalam, dan comprehensive. Seseorang
faqih sesungguhnya adalah seorang yang senantiasa berpikir
mendalam, yang selanjutnya dikenal dengan istilah mujtahid. Di
Indonesia ada dua ulama yang menggagas konsep fiqih sosial yaitu,
Ali Yafie dan Sahal Mahfudh.
Beberapa fikih sosial yang dihasilkan oleh Ali Yafie yang
dijabarkan di makalah ini antara lain Hak Asasi Manusia,
pengelolaan zakat, lingkungan hidup dan pakaian. Sedangkan
pemikiran yang dihasilkan oleh Sahal Mahfudh antara lain hubungan
antar agama dan Negara, krisis ekologi, prostitusi dan industri sex,
pemikiran kontekstual dan ekonomi sosialis.
Ditinjau dari segi persamaannya, pemikiran fiqih sosial K.H.
Ali Yafie dan K.H. Sahal Mahfudh, yaitu berbicara fiqih dalam
dimensi sosial dengan lebih menekankan pada aspek ajaran tentang
hubungan antara sesama manusia baik individu maupun
kelompok.Sementara dari segi persamaan metodologinya, K.H. Ali
Yafie dan K.H. Sahal Mahfudh, sama-sama menganalisis konsep
ijtihad dan aplikasinya serta menganalisis konsep al- masalih
al-'ammah.
Kemudian ditinjau dari segi perbedaannya, pemikiran
fiqih sosial antara K.H. Ali Yafie dan K.H. Sahal Mahfudh, terletak
pada muatan analisis materi fiqih yang menjadi kajiannya

DAFTAR PUSTAKA

Syaifudin, Arif. Fiqih dalam Perspektif Filsafat Ilmu: Hakikat dan Objek
Ilmu Fiqih, Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, vol 1, no.
2,2 Juli 2019.
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/170.

20
Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif , Jakarta: Prenada Media Group,
2011.

Nur, Syaifudin. Ilmu Figh: Suatu Pengantar Koprehensif Kepada Hukum


Islam, Bandung: Humaniora, 2007).

Syahid, Achmad .Ensiklopedia, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, diakses


darihttps://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48670/1/ALI
%20YAFIE%20-%20Ensiklopedia.pdf, pada tanggal 24 Oktober 2021
pukul 19.03 WIB.

Dahlan, Moh. Paradigma Fikih Sosial KH Ali Yafie, Nuansa, vol 10, no.1, 1 Juni
2017 https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/view/631.

Humas Institut. Biografi Singkat KH. Ali Yafie, Institut Ilmu Al-Qur’an,
diakses dari https://iiq.ac.id/tokoh/details/704/Prof-Dr-KH-Ali-Yafie, pada
tanggal 24 Oktober 2021 pukul 18.15 WIB.

Laduni. Biografi Prof. Dr. KH Ali Yafie, Laduni.id: Indonesia Mercusuar


Dunia, diakses dari https://santri.laduni.id/post/read/66639/biografi-prof-dr-
kh-ali-yafie, pada tanggal 24 Oktober 2021 pukul 18.23 WIB.

Yulianto. Mabadi’ Asyroh Nalar Fikih Sosial Ali Yafie, , Shahih, vol 2, no.1,
Januari-Juni 2017.
https://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/shahih/article/view/725.

Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Pati, KH. Sahal Mahfudh


Begawan Fikih Sosial dari Pati, diakses dari
https://dinasarpus.patikab.go.id/halaman/detail/kh-sahal-mahfudh, pada
tanggal 24 Oktober 2021 pukul 22.20 WIB.

Faisal, Achmad. Nuansa Fiqh Sosial KH. MA. Sahal Mahfuh. Jurnal Al-
Ulum, vol 10, no.2, 2 Desember 2010,
https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/au/article/view/59.

Budi. Biografi Dr. KH. Sahal Mahfudz., MA, Laduni.id: Indonesia


Mercusuar Dunia, diakses dari
https://www.laduni.id/post/read/58565/biografi-dr-kh-sahal-mahfudz-ma,
pada tanggal 24 Oktober 2021 pukul 23.00 WIB.

21
Aulia, Arief. Metodologi Figh Sosial M. A. Sahal Mahfudh, eL- Mashlahah,
vol 7, no.2, 2017https://e-journal.iain-
palangkaraya.ac.id/index.php/maslahah/article/view/1428.

Purnama, Atip. Studi Komparatif Antara Pemikiran KH. Ali Yafie dan Sahal
Mahfudh tentang Fiqih Sosial, Skripsi, Universitas Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Yogyakarta, 2009.

22

Anda mungkin juga menyukai