Anda di halaman 1dari 20

PENGERTIAN, FUNGSI, DAN JENIS LINGKUNGAN

PENDIDIKAN
(makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar ilmu
pendidikan dan pendidikan islam)

Dosen Pengampu:

H. Asnawi, M. Pd. I

Oleh:
1. NUR KHAYATI (2020143200012)

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ATTANWIR
BOJONEGORO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah panjatkan kehadirat Allah SWT, Atas rahmat-Nya


maka pemakalah dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Pengertian, Fungsi, Dan Jenis Lingkungan Pendidikan” penulisan makalah
merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan Dan Pendidikan Islam.

Dalam penulisan makalah ini pemakalah mengucapkan ucapan terimakasih


yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
penyusunan makalah ini, Khususnya kepada :

1. Bapak H. Asnawi, M. Pd. I selaku dosen pembimbing mata kuliah


Pengantar Ilmu Pendidikan Dan Pendidikan Islam yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dan
dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini pemakalah merasa masih banyak kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi,mengingat akan kemampuan yang
dimiliki pemakalah, untuk itu kritik dari semua pihak sangat pemakalah harapkan
demi penyusunan makalah ini,pemakalah berharap semoga penyusunan makalah
ini dapat bermanfaat bagi pemakalah maupun pembaca.

Bojonegoro,29 Oktober 2020

Pemakalah

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga,


sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai
tripusat Pendidikan, yang akan mempengaruhi manusia secara bervariasi. Seperti
diketahui, setiap bayi manusia dilahirkan dalam lingkungan keluarga tertentu,
yang merupakan lingkungan Pendidikan terpenting sampai anak mulai masuk
taman kanak-kanak ataupun sekolah. Oleh karena itu, keluarga sering dipandang
sebagai lingkungan Pendidikan pertama dan utama.

Makin bertambah usia manusia, peranan sekolah dan masyarakat luas makin
penting, namun peran keluarga tidak terputus. Di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989
tentang Sisdiknas, peranan tripusat Pendidikan itu menjiwai berbagai ketentuan di
dalamnya. Pasal 1 Ayat 3 menetapkan bahwa Sisdiknas adalah satu keseluruhan
yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan Pendidikan yang berkaitan satu
dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan Pendidikan
nasional, Pasal selanjutnya, menetapkan tentang dua jalur Pendidikan, yakni jalur
Pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah (meliputi keluarga,
kelompok belajar, kursus, dan sebagainya). Sedangkan penjelasan UU No. 2
Tahun 1989 itu menetapkan tentang tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat, dan pemerintah dalam penyelenggaraan Pendidikan (Undang-
Undang, 1992:25). Oleh karena itu, kajian tentang peranan dan fungsi setiap pusat
Pendidikan tersebut sangat penting, karena akan memberikan wawasan yang tepat
serta pemahaman yang luas dan menyeluruh tentang lingkup kegiatan dan upaya
Pendidikan itu.

B. Rumusan Masalah

2
1. Apa pengertian, dan fungsi lingkungan pendidikan?
2. Apa yang dimaksud dengan tripusat pendidikan?
3. Apa pengaruh dari timbal balik antara tripusat pendidikan terhadap
perkembangan peserta didik?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Memahami pengertian dan peranan lingkungan pendidikan begi peserta
didik.
2. Memahami tripusat pendidikan sebagai lingkungan pendidikan, yakni
keluarga, sekolah, dan masyrakat.
3. Memahami saling pengaruh antarketiga tripusat Pendidikan terhadap
perkembangan peserta didik.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Fungsi Lingkungan Pendidikan


Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui
pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia
secara efisien dan efektif itulah yang disebut dengan pendidikan. Dan latar
tempat berlangsungnya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan,
khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah,
dan masyarakat (Umar Tirtaraharja et. Al., 1990: 39-40). Seperti diketahui,
lingkungan Pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Makin bertambah
usia seseorang, peranan lingkungan pendidikan lainnya (yakni sekolah dan
masyarakat) semakin penting meskipun pengaruh lingkungan keluarga masih
tetap berlanjut.
Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelenggaraan pendidikan pada ketiga
lingkungan pendidikan itu, maka ketiganya sering dibedakan sebagai
pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal.
Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung alamiah dan
wajar serta disebut pendidikan informal. Sebaliknya, pendidikan di sekolah
adalah pendidikan yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan
aturan-aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan berkesinambungan,
sehingga disebut pendidikan formal. Sedangkan pendidikan di lingkungan
masyarakat (umpamanya kursus dan kelompok belajar) tidak bersyaratkan
berjenjang dan berkesinambungan, serta dengan aturan-aturan yang lebih
longgar sehingga disebut pendidikan nonformal. Pendidikan informal, formal,
dan nonformal itu sering di pandang sebagai subsistem dari sistem pendidikan
(Umar Tirtaraharja et. al., 1990: 13-15), serta secara bersama-sama
menjadikan pendidikan berlangsung seumur hidup (Cropley, 1979: 3).

4
Sebagai pelaksana Pasal 31 Ayat 2 dari UUD 1945, telah ditetapkan UU RI
No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas itu (beserta peraturan pelaksanaannya)
yang menata kembali pendidikan di Indonesia, termasuk lingkungan
pendidikan. Sisdiknas itu membedakan dua jalur pendidikan, yakni jalur
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan
sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan
belajar-mengajar yang berjenjang dan berkesinambungan, mulai dari
pendidikan prasekolah (taman kanak-kanak), pendidikan dasar (SD dan
SLTP), pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dst. Sedangkan jalur
pendidikan luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus
berjenjang dan bersinambungan, baik yang dilembagakan maupun tidak, yang
meliputi pendidikan keluarga, pendidikan prasekolah (seperti kelompok
bermain dan penitipan anak), kursus, kelompok belajar, dan sebagainya.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik
dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial,
budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat
dicapai tujuan pendidikan yang optimal. Penataan lingkungan pendidikan itu
terutama dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berkembang efisien dan
efektif. Seperti ketahui, proses pertumbuhan dan perkembangan manusia
sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya akan berlangsung secara
alamiah dengan konsekuensi bahwa tumbuh kembang itu mungkin
berlangsung lambat dan menyimpang dari tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
diperlukan berbagai usaha sadar untuk mengatur dan mengendalikan
lingkungan itu sedemikian rupa agar dapat diperoleh peluang pencapaian
tujuan secara optimal, dan dalam waktu serta dengan daya/dan yang
seminimal mungkin. Dengan demikian diharapkan mutu sumber daya manusia
makin lama makin meningkat. Hal itu hanya dapat diwujudkan apabila setiap
lingkungan pendidikan tersebut dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana
mestinya.
Masyarakat akan dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya jika setiap individu
belajar berbagai hal, baik pola-pola tingkah laku umum maupun peranan yang

5
berbeda-beda. Untuk itu proses pendidikan harus berfungsi untuk
mengajarkan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi/mempersiapkan
individu untuk peranan-peranan tertentu. Sehubungan dengan fungsi yang
kedua ini pendidikan bertugas untuk mengajarkan berbagai macam
keterampilan dan keahlian. Meskipun pendidikan informal juga berperan
melaksanakan kedua fungsi tersebut, tetapi sangat terbatas, khususnya
dilaksanakan oleh masyarakat yang masih primitif. Pada masyarakat yang
sudah maju, fungsi yang kedua dari pendidikan itu hampir sepenuhnya
diambil alih oleh lembaga pendidikan formal. Pendidikan formal berfungsi
untuk mengajarkan pengetahuan umum dan pengetahuan-pengetahuan yang
bersifat khusus dalam rangka mempersiapkan anak untuk pekerjaan-pekerjaan
tertentu.
Program umum yang diberikan oleh pendidikan formal didasarkan pada
asumsi bahwa setiap anak harus memiliki pengetahuan umum, seperti:
pengetahuan membaca, menulis, dan berhitung. Di samping itu, program
umum perlu dilakukan untuk memberikan dasar kebudayaan umum yang kuat
demi kelangsungan hidup dan perkembangan masyarakat. Karena cepatnya
perkembangan industri yang menuntut spesialisasi kemampuan dan
keterampilan, maka pendidikan formal memberikan program yang bereda-
beda. Program pendidikan yang bereda-beda yang mempersiapkan individu
untuk berbagai posisi di dalam masyarakat amat menentukan peranan
pendidikan untuk mengalokasikan individu-individu diberbagai posisi dalam
masyarakat (Redja Madyahardjo et. al., 1992: Modul 5/46/47).
Perlu pula dikemukakan bahwa pelaksanaan pendidikan dilakukan melalui
tiga kegiatan yakni membimbing, mengajar, dan/atau melatih (Ayat 1 Pasal 1
dari UU RI No. 2/1989). Meskipun ketiga kegiatan itu pada hakikatnya
tritunggal, namun dibedakan aspek tujuan pokok dari ketiganya yakni:
(1) Membimbing, terutama berkaitan dengan pemantapan jati diri dan pribadi
dari segi-segi prilaku umum (aspek pembudayaan).
(2) Mengajar, terutama berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan, dan

6
(3) Melatih, terutama berkaitan dengan keterampilan dan kemahiran (aspek
teknologi).
Seperti dalam paparan di atas, terjadi variasi penekanan ketiga kegiatan itu
di dalam berbagai lingkungan pendidikan dari masa ke masa. Perlu
ditegaskan bahwa sekecil apa pun namun ketiga aspek tujuan pokok
pendidikan itu tetap akan tergarap dalam setiap lingkungan pendidikan.
Sebaliknya, adalah tidak mungkin ketiga aspek tersebut dibebankan hanya
kepada satu lingkungan tertentu saja, apalagi hanya pada satu jenis satuan
pendidikan saja. Tidak jarang terjadi adanya harapan yang berlebihan
terhadap sekolah, seakan-akan keseluruhan tujuan pendidikan itu hanya
menjadi tugas dan tanggung jawab sekolah saja. Kualitas manusia , baik
aspek kepribadian maupun penguasaan dasar-dasar ilmu pengetahuan,
serta kemahiran dalam spesialisasi tertentu, merupakan hasil kerja ketiga
lingkungan pendidikan itu.
Kemajuan masyarakat, perkembangan iptek yang semakin cepat, serta
makin menguatnya era globalisasi akan mempengaruhi peran dan fungsi
ketiga lingkungan pendidikan itu. Di samping terjadinya pergeseran peran
seperti telah tampak pada keluarga modern, dituntut pula suatu
peningkatan kualitas dari peran itu. Sebagai contoh, di masa depan yang
dekat, manusia Indonesia akan dihadapkan pada “tiga budaya” antara lain
budaya Indonesia dan budaya dunia. Oleh karena itu pemantapan jati diri
setiap manusia Indonesia merupakan kunci keberhasilanya dalam memilih
pengaruh “tiga budaya” itu. Pemantapan ketiga sisi tujuan pendidikan itu
yakni manusia yang sadar akan harkat dan martabatnya, menguasai ilmu
pengetahuan, dan memiliki suatu spesialisasi/keterampilan tertentu, yang
disebut sebagai manusia seutuhnya. Di masa depan, ketiga sisi tersebut
semakin panting karena harus mampu menyesuaikan diri dengan era
globalisasi dan kemajuan iptek dan dari segi lain, harus mampu
memenangkan persaingan yang semakin ketat dan tampil sebagai yang
unggul dalam bidang spesialisasinya. Karena itu peningkatan fungsi ketiga
lingkungan pendidikan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara

7
bersama-sama akan sangat penting dalam mewujudkan sumber daya
manusia yang bermutu.

B. Tripusat Pendidikan
Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga
lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat, dan
ketiganya disebut tripusat pendidikan. Lingkungan pendidikan yang mula-mula
tetapi terpenting adalah keluarga. Pada masyarakat yang masih sederhana dengan
struktur sosial yang belum kompleks, cakrawala anak sebagian besar masih
terbatas pada keluarga. Pada masyarakat tersebut keluarga mempunyai dua fungsi:
Fungsi produksi dan fungsi konsumsi. Kedua fungsi itu mempunyai pengaruh yang
besar terhadapa anak. Kehidupan masa depan anak pada masyarakat tradisioanl
umumnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan orang tuanya. Pada masyarakat
tersebut, orang tua yang mengajar pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk hidup: orang tua pula yang melatih dan memebri petunjuk tentang berbagai
aspek kehidupan, sampai anak menjadi dewasa dan berdiri sendiri. Tetapi pada
masyarakat modern dimana industrialisasi semakin berkembang dan memerlukan
spesialisasi, maka pendidikan yang semula menjadi tanggung jawab keluarga itu
kini sebagian besar diambil alaih oleh sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Pada tingkat yang paling permulaan fungsi itu sebagian sudah diambil alih oleh
pendidikan prasekolah. Pada tingkat spesialisasi yang rumit, pendidikan
keterampilan sudah tidak berada pada ayah lagi sebab sudah diambil alih oleh
sekolah-sekolah dan perguruna tinggi. Bahkan fungsi pembentukan watak dan
sikap mental pada masyarakat modern berangsur-angsur diambil alih oleh sekolah
dan organisasi sosial lainnya seperti perkumpulan pemuda dan pramuka, lembaga-
lembaga keagamaan, media masa dan sebagainya.
Meskipun keluarga kehilangan sejumlah fungsi yang semula menjadi tanggung
jawabnya, namun keluarga masih tetap merupakan lembaga yang paling penting
dalam proses sosialisasi anak, karena keluarga yang memberikan tuntutan dan
contoh semenjak masa anak sampai dewasa dan berdiri sendiri. Adanya perubahan
fungsi keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap proses pendidikan pada

8
umumnya, termasuk pendidikan formal. Dalam keluarga pada masyarakat yang
belum maju, orang tua merupakan sumber pengetahuan dan keterampilan yang
diwariskan atau diajarkan kepada anak-anaknya. Dalam keluarga semacam ini
orang tua memegang otoritas sepenuhnya. Sebaliknya, dalam masyarakat modern
orang tua harus membegi otoritas dengan orang lain, terutama guru dan pemuka
masyarakat, bahkan dengan anak mereka sendiri yang memperoleh pengetahuan
baru dari luar keluarga. Hubungan keluarga pun berubah dari hubungan yang
bersifat otoritatif menjadi hubungan yang bersifat kolegial. Dalam keluarga ini
lebih dapat ditumbuhkan perasaan aman, saling menyayangi, dan sifat demokratis
pada diri anak sebab keputusan yang diambil selalu dibicarakan bersama oleh
seluruh anggota keluarga (Redja Mudyahardjo, et. al., 1992: Modul 5/54-56).
Perubahan sifat hubungan orang tua dengan anaknya itu, akan diiringi pula dengan
perubahan hubungan guru-siswa serta di dukung oleh iklim keterbukaan yang
demokratis dalam masyarakat. Dengan kata lain, terdapat saling pengaruh
antarketiga pusat pendidika itu.
Dalam peraturan dasar Perguruan Nasional Taman Siswa (Putusan Kongres X
tanggal 5-10 Desember 1966) Pasal 15 ditetapkan bahwa:
(1) Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa melaksanakan kerja
sama yang harmonis antara ketiga pusat Pendidikan yaitu:
a. Lingkungan keluarga.
b. .Lingkungan perguruan.
c. Lingkungan masyarakat/pemuda.
(2) Sistem pendidikan tersebut di namakan system “Tripusat” (Suparlan, 1948:
110). Bagi Taman Siswa, di samping siswa yang tetap tinggal di
lingkungan keluarga, sabagian siswa tinggal di asrama (Wisma Priya
daWisma Rini) yang di kelola secara kekeluargaan dengan menerapkan
Sistem Among. Sedangkan pada lingkungan masyarakat, Taman Siswa,
menerapkan dengan penekanan pemupukan semangat kebangsaan
(Suparlan, 1984: 119-120).
a) Keluarga

9
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari
sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah.
Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (nucleus family: ayah,
ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (di samping inti,
ada orang lain: kakek, nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain).
Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam
masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga
yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang
anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluargaitu ikut
berinteraksi dengan anak. Di samping faktor iklim sosial itu, factor-
faktor lain dalam keluarga ikut pula mempengaruhi tumbuh
kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran,
kedaan perumahannya, dan sebagainya. Dengan kata lain, tumbuh
kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi
keluarganya.
Perkembangan kebutuhan dan aspirasi individu maupun
masyarakat, menyebabkan peran keluarga terhadap pendidikan
anak-anaknya juga mengalami perubahan. Seperti telah
dikemukakan bahwa pada mulanya, keluargalah yang terutama
berperan baik pada aspek pembudayaan maupun penguasaan
pengetahuan dan keterampilan. Dengan meningkatnya kebutuhan
aspirasi anak, maka keluarga pada umumnya tidak mampu
memenuhinya. Oleh karena itu, sebagian dari tujuan pendidikan itu
akan dicapai melalui jalur pendidikan sekolah ataupun jalur
pendidikan luar sekolah lainnya (kursus, kelompok belajar, dan
sebagainya). Bahkan peran jalur pendidikan sekolah makin lama
makin penting, khususnya yang berkaitan dengan aspek
pengetahuan dan keterampilan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga
dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pendidikan anaknya itu,
karena keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan
pusat pendidikan lainnya (sekolah dan masyarakat).

10
Fungsi dan peranan keluarga, di samping pemerintah dan
masyarkat, dalam Sisdiknas Indonesia tidak terbatas hanya pada
pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta
bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya. Khususunya untuk
pendidikan keluarga, terdapat beberapa ketentuan dalam UU RI No.
2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas yang menegaskan fungsi dan
peranan keluarga dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni
membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan
agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan (Pasal 10 Ayat
4). Dalam penjelasan undang-undang tersebut ditegaskan bahwa
pendidikan keluarga itu merupakan salah satu upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan
dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang
mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan,
keterampilan, dan sikap hidup yang mendukung kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kepada anggota keluarga
yang bersangkutan (Undang-Undang, 1992: 26). Selanjutnya, dalam
penjelasan ayat 5 Pasal 10 ditegaskan bahwa pemerintah mengakui
kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam
lingkungan sendiri.
Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga
merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan
pendidikan seorang-seorang (pendidikan individual) maupun
pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna
sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah
pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak-kanak tapi
juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai
penuntun, sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh.

11
Di samping pendidikan keluarga itu, keluarga juga seyogyanya ikut
mendukung program-program lingkungan pendidikan lainnya
(kelompok bermain, penitipan anak, sekolah, kursus/kelompok
belajar, organisasi pemuda, seperti pramuka, palang merah remaja,
dan lain-lain). Keikutsertaan keluarga itu dapat pada tahap
perencanaan, pemantauan dalam pelaksanaan, maupun dalam
evaluasi dan pengembangan, dan dengan berbagai cara (daya, dana,
dan sebagainya). Dan yang tidak kalah pentingnya adalah upaya
koordinasi dan keserasian antar ketiga pusat pendidikan itu.
b) Sekolah
Di antara tiga tripusat pendidikan, sekolah merupakan sarana yang
secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Seperti
telah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga tidak
mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi
muda terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat semakin
penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda
sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu. Oleh
karena itu, sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk
menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga
masyarakat, warga negara, dan warga dunia di masa depan. Sekolah
yang demikianlah yang diharapkan mampu melaksanakan fungsi
pendidikan secara optimal, yakni mengembangkan kemampuan
serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasioanal (Pasal 3).
Tujuan nasional tersebut diupayakan pencapaiannya melalui
pembangunan nasional; dengan demikian, pembangunan nasional di
bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan Makmur, serta memungkinkan
para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek

12
jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
(UU RI No. 2 Tahun 1989 butir menimbang Ayat b).
Salah satu alternatif yang mungkin dilakukan di sekolah untuk
melaksanankan kebijakan nasional itu adalah secara bertahap
mengembangkan sekolah menjadi suatu tempat pusat latihan
(training centre) manusia Indonesia di masa depan. Dengan kata
lain, sekolah sebagai pusat pendidikan adalah sekolah yang
mencerminkan masyarakat yang maju karena pemanfaatan secara
optimal ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tetap berpijak pada
ciri keindonesiaan. Dengan demikian, pendidikan di sekolah
seyogjanya secara seimbang dan serasi menjamah aspek
pembudayaan, penguasaan pengetahuan, dan pemilikan
keterampilan peserta didik. Suatu alternatif yang mungkin
dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah, antara lain:
1. Pengajaran yang mendidik, yakni pengajaran yang serentak
memberi peluang pencapaian tujuan instruksional bidang studi
dan tujuan-tujuan umum pendidikan lainnya. Betapa pentingnya
kegiatan belajar mengajar yang akan dihayati oleh siswa sebagai
pengalaman belajarnya. Meskipun pengalaman belajar itu
merupakan sesuatu yang unik dan kompleks, tetapi dapat
dibedakan dalam tiga jenis sesuai dengan sasaran pembentukan
atau tujuan pendidikan yang akan dicapai. Secara singkat, ketiga
jenis pengalaman belajar tersebut (Raka Joni, 1985: 14; Sulo
Lipu La Sulo, 1990: 54) adalah:
a. Pengkajian untuk pembentukan pengetahuan-pemahaman,
yang seyogyanya diwujudkan secara utuh, baik hasilnya
(fakta, pengertian, kaidah, dan sebagainya) maupun
prosesnya. Untuk maksud tersebut, pengalaman belajar
harus dirancang dan dilaksanakan dalam bentuk yang
beraneka ragam, seperti:

13
 Dari segi caranya: mendengarkan ceramah,
membaca buku, berdiskusi, melakukan
pengamatan langsung atau percobaan
laboratorik, dan sebagainya.
 Dari segi peranan subjek didik di dalam
pengolahan pesan (apa yang dipelajarinya):
ekspositorik yakni pesan yang diolah hanya
oleh guru, ataukah heuristik/problematik
yakni pesan diolah bersama oleh guru dan
siswa.
 Dari segi cara pengolahan pesan: deduktif
(dari umum ke khusus) ataukah induktif (dari
khusus ke umum).
 Dari segi pengaturan subjek didik: kelompok
besar (klasikal), kelompok kecil ataukah
perseorangan (individual).
b. Latihan untuk sasaran pembentukan keterampilan (fisik,
sosial, maupun intelektual). Pembentukan keterampilan itu
memerlukan perbuatan langsung, baik dalam situasi nyata
maupun simulatif, disertai dengan pemberian balikan (feed
back) yang spesifik dan segera.
c. Penghayatan kegiatan/peristiwa sarat nilai untuk sasaran
pembentukan nilai dan sikap (afektif), dengan pelibatan
secara langsung, baik sebagai pelaku maupun penerima
perlakuan.
2. Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan
dan penyuluhan (BP) di sekolah, agar program edukatif ini tidak
sekadar suplemen tetapi menjadi komplemen yang setara
dengan program pengajaran serta program-program lainnya di
sekolah. Seperti diketahui, bidang garapan program BP adalah
perkembangan pribadi peserta didik, khususnya aspek sikap dan

14
perilaku atau kawasan afektif. Dalam Pedoman Kurikulum 1984
SMA (Depdikbud, 1984: 410 dinyatakan anatar lain:
Pelaksana kegiatan BP di sekolah menitikberatkan kepada
bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui pendekatan
perseorangan dan kelompok. Siswa yang menghadapi masalah
mendapatkan bantuan khusus untuk mampu mengatasinya.
Sementara itu semua siswa tetap mendapatkan bimbingan karier
terutama secara kelompok. Pelaksanaan bimbingan karier yang
mengutamakan bimbingan kelompok bertujuan membantu
memahami diri sendiri dan lingkungannya serta merencanakan
masa depan secara lebih tepat.
3. Pengembangan perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat
sumber belajar (PSB), yang mengelola bukan hanya bahan
pustaka tetapi juga berbagai sumber belajar lainnya, baik
sumber belajar yang dirancang maupun yang dimanfaatkan.
4. Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah,
khususnya yang terkait dengan peserta didik, pengelola sekolah
sabagai pusat Pendidikan dan kebudayaan seharusnya
merupakan refleksi dari suatu masyarakat Pancasilais
sebagaimana yang dicita-citakan dalam tujuan nasional.
c) Masyarakat
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga
segi, yakni:
1. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang
dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah).
2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di
masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, ikut
mempunyai peran dan fungsi edukatif.
3. Dalam masyarakat tersedia berbagai berbagai sumber belajar,
baik yang dirancang, (by design) maupun yang dimanfaatkan
(utility). Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan

15
hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat
dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya.
Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri
dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di
masyarakatnya dalam bekerja, baergaul, dan sebagainya.
Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat bergantung
pada taraf perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-
sumber belajar yang tersedia di dalamnya.terdapat sejumlah
lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial yang
mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar, antara lain:
kelompok sebaya, organisasi kepemudaan (pramuka, karang taruna,
remaja masjid, dan sebagainya), oraganisasi keagamaan, organisasi
ekonomi, organisasi politik, organisasi kebudayaan, media massa,
dan sebagainya. Lembaga/kelompok sosial tersebut pada umumnya
memberikan kontribusi bukan hanya dalam proses sosialisasi tetapi
juga dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggotanya.
Meskipun ada organisasi-organisasi keaamaan yang anggota-
anggotanya terdiri dari kelas-kelas sosial atau kelas etnik tertentu
pada umumnya organusasi-organisasi keagamaan ini memiliki
anggota yang terdiri dari berbagai kelompok sosial atau kelompok
etnis (suku bangsa), sehingga akan berperan mengembangakan
saling pengertian dan kerja sama antar kelompok sossial/etnik
tersebuit. Seperti di ketahui, pemerintah RI mengusahakan dengan
sungguh-sungguh kerukunan inter dan antar ummat beragama di
Indonesia.

C. Pengaruh Timbal Balik Antara Tripusat Pendidikan Terhadap


Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan peserta didik, seperti juga tumbuh-kembang anak pada
umumnya, di pengaruhi oleh berbagai faktor yakni hereditas, ligkungan proses
perkembangan, dan anugerah. Khusus untuk factor lingkungan, peranan tripusat

16
pendidikan itulah yang paling menentukan, baik secara sendiri-sendiri ataupun
secara bersama-sama. Dikaitkan dengan tiga poros kegiatan utama pendidikan
(membimbing, mengajar, dan melatih seperti tersebut Ayat 1 Pasal UU RI No.
2/1989), peranan ketiga tripusat Pendidikan bervariasi meskipun ketiganya
melakukan tiga kegiatan pokok dalam pendidikan tersebut. Kaitan antara tripusat
pendidikan dengan tiga kegiatan pendidikan untuk mewujudkan jati diri yang
mantap, penguasaan pengetahuan, dan kemahiran keterampilan, dilukiskan bahwa
setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberi kontribusi yang besar dalam
ketiga kegiatan pendidikan, yakni:
1. Pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya.
2. Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan.
3. Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.
Kontribusi itu akan berada bukan hanya antarindividu, tetapi juga faktor pusat
pendidikan itu sendiri yang bervariasi di seluruh wilayah Nusantara. Namun
kecenderungan umum, utamanya pada masyarakat modern, kontribusi keluarga
pada aspek penguasaan pengetahuan dan pemahiran keterampilan makin mengecil
dibandingkan dengan kontribusi sekolah dan masyarakat.
Di samping peningkatan kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap
perkembangan peserta didik, diprasyaratkan pula keserasian kontribusi itu, serta
kerja sama yang erat dan harmonis antartripusat tersebut. Berbagai upaya
dilakukan agar program-program pendidikan dari setiap pusat pendidikan tersebut
saling mendukung dan memperkuat antara satu dengan lainnya. Di lingkungan
keluarga telah diupayakan berbagai hal (perbaikan gizi, permainan edukatif, dan
sebagainya) yang dapat menjadi landasan pengembangan selanjutnya di sekolah
dan masyarakat. Di lingkungan sekolah diupayakan berbagai hal yang lebih
mendekatkan sekolah dengan orang tua siswa (organisasi orang tua siswa,
kunjungan rumah oleh personel sekolah, dan sebagainya). Selanjutnya, sekolah
juga mengupayakan agar programnya berkaitan erat dengan masyarakat di
sekitarnya (siswa ke masyarakat, narasumber dari masyarakat ke sekolah, dan
sebagainya). Akhirnya lingkungan masyarakat mengusahakan berbagai
kegiatan/program yang menunjang/melengkapi program keluarga dan sekolah.

17
Dengan kontribusi tripusat pendidikan yang saling memperkuat dan saling
melengkapi itu akan memberi peluang mewujudkan sumber daya manusia terdidik
yang bermutu.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan
berbagai pihak, khususnya keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan
pendidikan yang dikenal sebagai tripusat pendidikan. Fungsi dan peranan tripusat
pendidikan itu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, merupakan faktor
penting dalam mencapai tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia
seutuhnya serta menyiapkan sumber daya manusia pembangunan yang bermutu.
Dengan demikian, pemenuhan fungsi dan peranan itu secara optimal merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan nasional.

B. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini. Untuk mengetahui lebih dalam ada baiknya
mahasiswa lebih banyak membaca buku-buku yang terkait dengan makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ardhana, Wayan. (Ed.). 1996. Dasar-Dasar Kependidikan. Malang: FIP IKIP


Malang.
Cropley, A.J.. (Ed). 1979. Lifelong Education: A Stocktaking. Hmaburg:
UNESCO Institute for Education.
Umar Tirtaraharja. (Ed). 2018. Pengantar pendidikan/ Umar Tirtaraharja, S.L. La
Sulo.

19

Anda mungkin juga menyukai