Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KAJIAN EMPIRIK TENTANG PRANATA PENDIDIKAN DALAM LATAR


BUDAYA DAN ORGANISASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Kajian Pedagogik

Dosen Pengampu:
Dr. Pupun Nuryani, M.Pd.

Disusun Oleh
Nama : Febrizal
NIM : (2110019)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Kajian Empirik Tentang Pranata Pendidikan
Dalam Latar Budaya Dan Organisasi " dengan usaha sebaik-baiknya dan tepat waktu. Makalah
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kajian Pedagogik di program studi pendidikan
kimia program pasca sarjana UPI. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi
para pembaca dan juga bagi penulis mengenai Pranata Pendidikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Pupun Nuryani, M.Pd. selaku dosen
pengampu yang telah memberikan bimbingan sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua teman-teman di Prodi S2 kimia dan semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat dalam menambah wawasan.
Namun kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini, dan kedepannya dapat
diterbitkan dalam bentuk yang lebih baik.

Bandung, 19 Mei 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah


Pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan yang menyangkut suatu aktivitas
masyarakat yang bersifat khusus. Pranata disebut juga dengan institusi. Salah satu pranata
yang kita kenal adalah pranata pendidikan. Pranata pendidikan merupakan wadah sosialisasi
nilai-nilai ideal yang berkembang di tengah masyarakat. Secara umum pendidikan dapat
diperoleh seseorang paling tidak dari tiga wadah, yaitu; lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat/organisasi. Pendidikan senantiasa selalu mengiringi manusia, dari lahir sampai
pada akhirnya menemui kematian. Pendidikan adalah sebuah cermin diri untuk melihat
sejauh mana dan bagaimana langkah yang telah kita lakukan. Pendidikan mengandung suatu
pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan
menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan keterampilan.
Manusia tidak akan pernah terlepas dari pendidikan, dimulai dari dia lahir akan
mendapatkan pendidikan di lingkungan keluarga. Setelah beranjak remaja seseorang akan
mendapatkan pendidikan dalam lingkungan yang lebih luas seperti sekolah yang bersifat
formal dan berikutnya beranjak dewasa seseorang akan melalui pendidikan di tengah-tengah
masyarakat dan organisasi. Sesuai dengan apa yang dikatakan John Dewey (Ruswandi, dkk.,
2009, hlm. 19) bahwa “education is the process without end”(pendidikan adalah suatu proses
yang tak akan pernah selesai/akhir). Hal ini sama dengan pernyataan yang dikemukakan oleh
UNESCO, life long education  (pendidikan seumur hidup). Hal tersebut juga disabdakan Nabi
Muhammad saw: “Tuntutlah ilmu itu mulai dari buaian sampai liang kubur”. Oleh karena itu,
tugas dan tanggung jawab pendidikan itu berlangsung secara kontinyu dan
berkesinambungan, tidak bersifat parsial tapi bersifat integral, sambung menyambung dari
satu jenjang ke jenjang yang lain untuk menambah pengetahuan yang tentunya berguna
dalam kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, sepanjang manusia diberikan akal dan umur
maka harus belajar secara terus menerus. Tujuan pendidikan terhadap manusia adalah untuk
membimbing dan mengarahkan manusia supaya tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang
diharapkan, baik oleh dirinya maupun oleh lingkungan masyarakatnya.

B.  Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah, maka makalah ini akan fokus menyajikan
tulisan mengenai masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kajian empirik terhadap pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu?
2. Bagaimana kajian empirik terhadap pendidikan sekolah dari latar mazhab tertentu?
3. Bagaimana kajian empirik terhadap pendidikan masyarakat dari latar budaya dan
organisasi?

C.  Tujuan Penulisan
Tujuan dari pada penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Kajian empirik terhadap pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu
2.      Kajian empirik terhadap pendidikan sekolah dari latar mazhab tertentu
3.      Kajian empirik terhadap pendidikan masyarakat dari latar budaya dan organisasi

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu


1.  Pengertian keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam fase
kehidupan seseorang, karena dalam keluargalah manusia yang dilahirkan mendapatkan
pendidikan awal sebelum mereka mendapatkan dari pranata pendidikan selanjutnya.
Menurut Sadulloh (2010, hlm. 186) secara umum keluarga merupakan suatu lembaga
yang terdiri atas suami istri dan anak-anaknya yang belum menikah, hidup dalam sebuah
kesatuan kelompok berdasarkan ikatan tertentu. Sedangkan menurut Hasbulloh (2009,
hlm. 34) keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama
dan utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orangtua
bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh
dan berkembang dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dimaknai bahwa
keluarga adalah jenjang pertama dari sekian banyak lingkungan pendidikan yang akan
dilalui seseorang. Dalam keluarga pendidikan dasar diberikan oleh ayah dan ibu sebagai
orang yang berfungsi mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka sesuai dengan apa
yang mereka harapkan yaitu anak yang memiliki bekal ilmu dan pengetahuan yang akan
berguna untuk anak-anaknya kelak. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara (Sadulloh,
2010, hlm. 188) alam keluarga merupakan “pusat pendidikan” yang pertama dan
terpenting, karena sejak munculnya peradaban kemanusiaan sampai sekarang, kehidupan
keluarga selalu mempengaruhi atau merupakan tempat yang subur bagi tumbuhnya budi
pekerti dalam diri manusia.
Adapun ciri-ciri keluarga menurut Mc. Iver dan Page (M.I. Soelaeman, 1994
dalam Sadulloh, 2010, hlm. 187) yaitu:
1. Adanya hubungan berpasangan antar kedua jenis (pria dan wanita).
2. Dikukuhkan oleh ikatan pernikahan.
3. Adanya pengakuan terhadap keturunan (anak) yang dilahirkan dalam rangka
hubungan tersebut.
4. Adanya kehidupan ekonomi yang diselenggarakan secara bersama-sama.
5. Diselenggarakannya kehidupan berumah tangga.
Dari ciri-ciri yang disebutkan oleh pakar tersebut, jelas terlihat bahwa keluarga adalah
suatu pranata yang cukup sederhana namun pada dasarnya memiliki makna yang sangat
berarti dalam kehidupan ataupun bisa dikatakan bahwa keluarga merupakan penopang
paling dasar dari sebuah struktur pendidikan yang akan dilalui oleh seseorang.
2.   Fungsi Keluarga
Adapun fungsi keluarga menurut M.I. Soelaeman (Sadulloh, 2010, hlm. 188-192)
adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Edukasi
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama bagi anak di mana tanggung jawabnya
dipikul oleh orang tua sebagai salah satu wadah dari beberapa lingkungan pendidikan
yang akan dijalani seorang anak. Fungsi edukasi dalam keluarga menyangkut
penentuan dan pengukuhan landasan yang mendasari upaya pendidikan, penyediaan
sarananya, pengayaan wawasan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan upaya
pendidikan keluarga. Orang tua harus dapat menciptakan situasi pendidikan dan
mengundangnya pada perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tujuan pendidikan
dengan memberi contoh teladan disertai dengan fasilitas yang memadai.
b. Fungsi Sosialisasi
Keluarga sebagai pranata merupakan lingkungan yang pertama kali memperkenalkan
nilai-nilai sosial yang berlaku dalam kehidupan. Terutama menyangkut masalah
mendasar sebagai makhluk pribadi dan sosial. Lingkungan keluarga bertugas tidak
hanya mengembangkan individu yang memiliki kepribadian yang utuh, namun juga
mempersiapkan sebagai anggota masyarakat yang baik, berguna bagi kehidupan
masyarakatnya. Keluarga menjadi penghubung anak dengan kehidupan sosial, dengan
pembiasaan nilai-nilai norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. Rasa sosial
yang tumbuh dalam diri seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan di masa
kecilnya yaitu ketika tumbuh di lingkungan keluarga.
c. Fungsi Proteksi (perlindungan)
Keluarga berfungsi sebagai tempat memperoleh rasa aman, nyaman, damai dan
tentram bagi seluruh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagiaan batin, juga
secara fisik keluarga harus melindungi anggotanya, memenuhi kebutuhan pangan,
sandang, dan papan. Nilai suatu perlindungan yang diberikan keluarga tidak saja
terletak pada materi dan kualitas serta frekuensinya, melainkan tergantung pada iklim
perasaan yang menyertai pemberian lindungan itu dengan kesungguhan dan
penerimaan lindungan oleh pihak yang bersangkutan yaitu dalam hal ini adalah sang
anak.
d. Fungsi Afeksi (Perasaan)
Fungsi afeksi mendorong keluarga sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan rasa
cinta dan kasih saying antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya. Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga
interaksi dalam ikatan batin yang kuat antar anggotanya, sesuai dengan status peranan
sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga.
e. Fungsi Religius
Agama sebagai benteng akhlak ketika seorang anak sudah memasuki akil baliq
dimana mereka sudah mulai dapat memikirkan yang baik dan buruk. Keluarga
sebagai wahana pembangunan insan-insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, bermoral, berakhlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran
agamanya. Keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak kepada
kehidupan beragama dengan menciptakan iklim keluarga yang religius sehingga
dapat dihayati oleh anggota keluarganya.
f. Fungsi Ekonomi
Dalam keluarga seorang anak tentunya belum dapat menafkahi dirinya. Keluargalah
dalam hal ini orang tua yang berkewajiban menjadikan keluarga sebagai tempat
pemenuhan kebutuhan ekonomi, fisik, dan materil yang sekaligus mendidik keluarga
hidup efisien, ekonomis, dan rasional. Fungsi ekonomi meliputi pencarian nafkah,
perencanaan, serta pemanfaatan dan pembelajarannya.pemenuhan ekonomi secara
baik dalam lingkungan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
seorang anak.
g. Fungsi Rekreasi
Keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria,
hangat, dan penuh semangat. Keadaan ini dapat dibangun melalui kerja sama di
antara anggota keluarga yang diwarnai oleh hubungan insani yang didasari oleh
adanya saling mempercayai, saling menghormati dan mengagumi, saling mengerti
apa adanya dan keluarga dapat memberikan efek yang dapat menghilangkan segala
beban kehidupan yang dihadapi.
h. Fungsi Biologis
Keluarga menjadi tempat untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti
kebutuhan akan keterlindungan fisik seperti kesehatan, pangan, sandang, dan papan,
dengan syarat-syarat tertentu sehingga keluarga memungkinkan seluruh anggotanya
dapat hidup di dalamnya, sekurang-kurangnya dapat mempertahankan hidup.
3.   Peranan Pendidikan Keluarga
Menurut J. J. Rousseau (Hasbulloh, 2009, hlm. 79) sebagai salah seorang pelopor
ilmu jiwa anak, mengutarakan betapa pentingnya pendidikan keluarga. Ia menganjurkan
agar pendidikan anak-anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya sedari
kecilnya. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan
keluarga di mana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga merupakan wadah
bagi anak dalam proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam
ungsi sosialnya. Di samping itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam
segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi.
Adapun peranan pendidikan keluarga bagi anak (Hasbulloh, 2009, hlm. 39-43)
a.   Pengalaman pertama masa kanak-kanak
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan
faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga
sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam
perkembangan individu selanjutnya ditentukan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa pendidikan keluarga adalah pertama
dan utama. Pertama, maksudnya bahwa kehadiran anak di dunia ini disebabkan
hubungan kedua orangtuanya. Mengingat orang tua adalah orang dewasa, maka
merekalah yang harus bertanggung jawab terhadap anak. Kewajiban orang tua tidak
hanya sekedar memelihara eksistensi anak untuk menjadikannya kelak sebagai
seorang pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang
tumbuh dan berkembang.
Sedangkan utama, maksudnya adalah bahwa orang tua bertanggung jawab pada
pendidikan anak. Terserah orang tua untuk memberikan corak warna yang
dikehendaki terhadap anaknya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan
seorang anak pada saat itu benar-benar tergantung kepada kedua orang tuanya.
b.   Menjamin kehidupan emosional anak
Kehidupan emosional merupakan salah satu faktor yang terpenting di dalam
membentuk pribadi seseorang. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga ini,
kehidupan emosional atau kebutuhan  akan rasa kasih saying dapat dipenuhi atau
dapat berkembang dengan baik, hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara
pendidik dan anak didik, sebab orang tua hanya menghadapi sedikit anak didik dank
arena hubungan tadi didasarkan atas rasa cinta kasih saying murni.
c.   Menanamkan dasar pendidikan moral
Keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya
tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh
anak. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa:
Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa pada umumnya
sangat berfaedah untuk berlangsunya pendidikan, teristimewa pendidikan budi
pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, shingga
tak dapat pusat-pusat pendidikan lainnya menyamainya. 
d.   Memberikan dasar pendidikan sosial
Perkembangan kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin,
terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong, gotong royong
secara kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sakit, bersama-sama
menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan, dan keserasian dalam segala hal.
e.   Peletakan dasar-dasar keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup
beragama, sifatnya yang masih polos dengan menyerap informasi tanpa penyaringan
adalah sangat baik untuk meletakkan dasar-dasar unsur-unsur religius. Sehingga
nantinya tercipta pondasi yang kokoh yang diharapkan dapat menjadi pertahanan
anak dalam menjali kehidupan di dunia tanpa meninggalkan kewajibannya sebagai
hamba tuhan YME. Kehidupan dalam keluarga hendaknya dapat memberikan suasana
yang kondusif dan adanya keteladanan dari orang tua mengenai bagaimana beragama
yang baik dan sesungguhnya.
4. Pendidikan Keluarga Dalam Latar Budaya Tertentu
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sekelompok orang, serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya sangat erat
kaitannya dengan pengalaman hidup masyarakat dalam mencapai tujuan bersama.
Banyak sekali budaya yang berkembang di tengah masyarakat yang pada intinya adalah
sesuatu yang berasal dari akal budi dari manusia dalam masyarakat itu sendiri dan juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal. Budaya dapat juga dikatakan sebagai nilai-
nilai yang merupakan hasil pembelajaran manusia dari alam yang di tempati. Alam
mendidik manusia dengan berbagai situasi yang kompleks dengan segala akal budi untuk
kemudian dikelola secara arif dan bijaksana.
Antara pendidikan dan budaya sangatlah erat kaitannya, dalam arti kedua-duanya
berkaitan dalam satu aspek yang sama yakni nilai-nilai. Nilai-nilai yang terkandung
dalam budaya seringkali diwariskan kegenerasi selanjutnya melalui pendidikan.
Pendidikan yang mengedepankan aspek kebudayaan akan sangat menentukan
mengakarnya kebudayaan di dalam sendi-sendi kehidupan di masyarakat. Sulit
membayangkan manusia yang hidup dalam masyarakat tanpa adanya budaya-budaya
yang menjadi rambu-rambu dalam bertingkah laku dan bersosialisasi.
Kebudayaan yang melingkupi suatu keluarga akan menjadi dasar Pendidikan
dalam keluarga. Pranata sosial yang yang berakar dari suatu kebudayaan tertentu akan
memberikan warna yang sama dengan pranata Pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga
secara langsung maupun tidak lansung akan dipengaruhi oleh budaya-budaya yang
berlaku disuatu lingkungan masyarakat dimana keluarga terikat secara geografis maupun
historis. Sebagai contoh adalah Bahasa sebagai pengajaran pertama untuk anak-anak
dalam keluarga adalah Bahasa yang berlaku dalam pergaulan sosial di suatu daerah.
Bahasa termasuk ciri dalam budaya tertentu.

B.  Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu


1.   Konsep Pendidikan Sekolah
Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam
keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Di
samping itu, kehidupan di sekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan
kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
Menurut Hasbulloh (2009, hlm. 46) pendidikan sekolah adalah pendidikan yang
diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan
mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari taman Kanak-kanak sampai
perguruan tinggi). Sedangkan menurut Sadulloh (2010, hlm. 197) pendidikan di sekolah
merupakan proses pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan yang
memungkinkan terjadinya perubahan struktur atau pola tingkah laku seseorang dalam
kemampuan kognitif, afektif, dan keterampilan yang selaras, seimbang dan bersama-sama
turut serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
Beberapa karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu
sebagai berikut (Wens Tanlain, dkk dalam Hasbulloh, 2009, hlm. 46-47):
a. Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki
hubungan hierarkis
b. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen
c. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus
diselesaikan
d. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
e. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan
di masa yang akan datang.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif
dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang
berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara.
Sekolah dikelola secara formal, hierarkis, dan kronologis yang berhaluan pada falsafah
dan tujuan nasional pendidikan.
2.   Fungsi dan Peranan Pendidikan Sekolah
Fungsi dan peran sekolah sebagaimana pendapat Suwarno (Hasbulloh, 2009, hlm.
50-51) adalah sebagai berikut:
a.   Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan.
Di sekolah anak mendapatkan pendidikan yang menjadi bekal mereka kelak di tengah
masyarakat. Untuk terjun di tengah masyarakat tentunya seorang anak sudah
memiliki modal berupa pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan yang akan
dijalani nantinya ketika sudah berada di tengah masyarakat. Di sekolah kecerdasan
siswa akan dilatih dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat menimba ilmu
sebanyak-banyaknya. Selain berfungsi untuk mencerdaskan siswanya sekolah juga
seharusnya menjadi lembaga yang berfungsi untuk mengembangkan pribadi anak
didik secara menyeluruh.
b.   Spesialisasi
Sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial yang spesialisasinya dalam bidang
pendidikan dan pengajaran. Segala sesuatu di sekolah sudah di rancang dengan baik
sehingga proses pendidikan dan pengembangan pengetahuan sudah sesuai dengan apa
yang diharapkan. Bidang-bidang dan mata pelajaran yang diajarkan tentunya
menyesuaikan dengan kebutuhan anak kelak dikemudian hari.
c.    Efisiensi
dengan telah dirancang secara matang dan terencana sekolah dijalankan seefisien
mungkin, selain untuk menghemat waktu agar tidak terbuang secara percuma juga
dapat menghemat dana dan tenaga. Sekolah sebagai lembaga sosial yang
berspesialisasi di bidang pendidikan dan pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan
dan pengajaran dalam masyarakat menjadi lebih efisien dengan alasan sebagai
berikut:
1) Seumpama tidak ada sekolah, dan pekerjaan mendidik hanya harus dipikul oleh
keluarga, maka hal ini tidak efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan
pekerjaannya, serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan
dimaksud.
2) Pendidikan sekolah dilaksanakan dalam program yang etrtentu dan sistematis
3) Di sekolah dapat dididik sejumlah besar anak secara sekaligus
d.   Sosialisasi
interaksi yang terjadi di sekolah juga mengajarkan anak untuk hidup dalam kelompok
sebagai modal mereka sebelum terjun ke masyarakat. Sekolah mempunyai peranan
penting di dalam proses sosialisasi yaitu proses membantu perkembangan individu
menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik nantinya di
masyarakat. Sebab bagaimanapun pada akhirnya anak akan berada di lingkungan
yang dengan tingkat keberagaman yang lebih tinggi.
e.   Konservasi dan transmisi kultural
Fungsi lain dari sekolah adalah sebagai lembaga konservasi yaitu memelihara warisan
budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan
kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada generasi muda melalui pembelajaran,
dalam hal ini tentunya adalah anak didik.
f.   Transisi dari rumah ke masyarakat
sekolah juga merupakan wadah transisi antara keluarga dan masyarakat. Dengan
lingkungan yang lebih kompleks dibandingkan keluarga namun belum begitu
beragam sebagaimana sebuah kondisi masyarakat. Di sekolah anak mulai belajar
mengenai hal yang lebih luas dan dalam tentang apa-apa yang belum mereka
dapatkan di tengah keluarga. Ketika berada di keluarga, kehidupan anak serba
mengantungkan diri pada orang tua, maka memasuki sekolah di mana ia mendapat
kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab sebagai persiapan
sebelum ke masyarakat.
3.   Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu
a. Esensialisme
 Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan
nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
 Hakikat yang mereka anut bahwa makna pendidikan adalah bahwa anak harus
menggunakan kebebasannya, dan memerlukan disiplin orang dewasa untuk
membantu dirinya sebelum sendiri dapat mendisiplinkan dirinya.
 Mendisiplinkan diri harus menjadi tujuan pendidikan,
 Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang
berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan
bertaraf tinggi.
 Tujuan pendidikan yang hendak dicapai adalah untuk mewujudkan agar anak
didik dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri.
 Esensialisme mengharapkan agar pendidikan dan landasan-landasannya mengacu
pada nilai-nilai yang esensial. Pendidikan harus mengacu pada nilai-nilai yang
sudah teruji oleh waktu, bersifat menuntun, dan telah berlaku turun- temurun dari
zaman ke zaman.
 Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
 Sekolah dasar (SD) kurikulumnya berintikan tiga keterampilan dasar (basic skills)
atau “The Threer’s” yakni membaca (reading ), menulis(writing ), dan berhitung
(arithmatic).
 Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan pada anak
didik.
 Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan
dengan mental, seperti diskusi,  pemberian tugas, penguasaan pengetahuan.
 Sekolah berfungsi untuk warga negara agar hidup sesuai dengan prinsip-prinsip
dan lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat.
 Pendidikan berpusat pada guru.
b. Perenialisme
 Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang
tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satupun
yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta
kesetabilan dalam perilaku pendidik.
 Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik kearah kematangan.
(matang = hidup akalnya).
 Inti pendidikan haruslah mengembangkan keunikan manusia yaitu kemampuan
berpikir.
 Pendidikan merupakan persiapan bagi hidup yang sebenarnya.
 Kebenaran abadi diajarkan melalui pelajaran dasar (basic subjects) yang
mencakup bahasa, matematika, logika, IPA dan sejarah.
 Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena
dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang
bersifat analisa
 Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak
didik ke arah kematangan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan.
 Hal utama yang harus dipelajari adalah latihan dan pembinaan berpikir.
 Program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan.
 Tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas
pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan  pengajaran (pengetahuan)
kepada anak didik.
 Dari prinsip-prinsip pendidikan perenialisme, maka perkembangannya telah
mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk
sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi.
c. Progresivisme
 Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan
yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat
menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya.
 Aliran ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal
itu ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika
dibanding makhluk lain.
  Nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara
individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi
untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks
 Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori
pendidikan yang berdasarkan diri pada  beberapa prinsip:
1. Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat
belajar.
2. Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
3. Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan
eksperimentasi.
 Sekolah adalah suatu lingkungan khusus yang merupakan sambungan dari
lingkungan sosial yang lebih umum. Sekolah merupakan lembaga masyarakat
yang bertugas memilih dan menyederhanakan unsur kebudayaan yang
dibutuhkan oleh individu.
 Sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan
lingkungan sekitar.
 Sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan
lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada
 Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif dengan cara memecahkan
masalah.
 Guru harus bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator bagi siswa.
 Sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan
kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah
tersebut.
 Filsafat progresivisme menghendaki sisi pendidikan dengan bentuk belajar a
learning by doing.
d. Rekonstruksionisme
 Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris rekonstruct  yang berarti
menyusun kembali.
 Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme,
yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern.
 Aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak
tata susunan lama dengan membangun tata susunan baru yang bercorak modern.
 Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk
dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari
segi etika, estetika dan nilai sosial.
Tujuan pendidikan adalah menumbuhkan kesadaran terdidik yang berkaitan
dengan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi secara global, dan
membimbing mereka agar memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
tersebut.

C.  Pendidikan Masyarakat Dari Latar Budaya dan Organisasi


1.   Konsep Pendidikan Masyarakat
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya,
saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada
umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu dan adakalnya mereka memiliki
hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama (Sadulloh, 2010, hlm. 204).
Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri seperti dikemukakan oleh Tirtarahardja
dan La Sulo (2000) yaitu antara lain:
a. Ada interaksi antara warga warganya
b. Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum, dan
aturan-aturan yang khas
c. Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya
Selanjutnya kaitan antara masyarakat dan pendidikan menurut Tirtarahardja dan La Sulo
(2000) dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dikembangkan (jalur
sekolah dan luar sekolah) maupun yang tidak dikembangkan (jalur luar sekolah).
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat baik
langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi pendidikan.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang maupun
yang dimanfaatkan.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah
keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika
anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar
pendidikan sekolah. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam
masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan-
kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Lembaga pendidikan yang dalam istilah UU No. 20 Tahun 2003 disebut dengan
jalur pendidikan non formal ini, bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan untuk
meningkatkan kemmapuan dan keterampilan kerja peserta didik yang berguna bagi usaha
perbaikan taraf hidupnya.
Pendidikan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Hasbulloh, 2009, hlm. 56):
a. Pendidikan diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
b. Pserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah atau drop out
c. Pendidikan tidak mengenal jenjang, dan program pendidikan untuk jangka waktu
pendek
d. Peserta tidak perlu homogen
e. Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis
f. Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
g. Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan
meningkatkan taraf hidup
2.   Peranan Masyarakat Dalam Pendidikan
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan
keluarga dan pendidikan di lingkungan sekolah. Lembaga pendidikan yang
diselnggarakan oleh masyarakat adalah salah satu unsur pelaksana asas pendidikan
seumur hidup. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga dan sekolah sangat
terbatas, di masyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir hidupnya. Segala
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di lingkungan pendidikan keluarga dan di
lingkungan sekolah akan dapat berkembang dan dirasakan manfaatnya dalam masyarakat.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas,
tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Hal ini disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat da nisi pergaulan yang terjadi di dalam
masyarakat. Waktu pergaulan terbatas, hubungannya hanya pada waktu-waktu tertentu,
sifat pergaulannya bebas, dan isinya sangat kompleks dan beraneka ragam.
Masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan
nasional. Peran masyarakat antara lain menciptakan suasana pendidikan nasional, ikut
menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta), membantu pengadaan tenaga,
biaya, sarana dan prasarana, menyediakan lapangan pekerjaan, membantu pengembangan
profesi baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.   Pendidikan Masyarakat Dari Latar Budaya dan Organisasi
a.   Pendidikan Masyarakat Dalam Latar Budaya
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam hubungannya dengan orang
lain dan hidupnya bergantung pada orang lain. Karena itu manusia tak mungkin hidup
layak di luar masyarakat. Masyarakat sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat
manusia. Masyarakat teridiri atas berbagai kelompok, yang besar maupun yang kecil
tergantung dari jumlah anggota kelompoknya.
Interaksi masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Hubungan antara
individu itu bukan sepihak melainkan timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi
individu dengan berbagai cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan
sehingga terjadi perubahan sosial. Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam kebudayaan di masyarakat dapat dibedakan dengan kebudayaan
eksplisit yang dapat diamati secara langsung dalam kelakuan verbal maupun non
verbal pada anggota masyarakat. Kelakuan eksplisit misalnya dapat dilihat pada
kelakuan dua orang atau lebih dalam situasi normal menurut peranan masing-masing
misalnya interaksi antara suami-istri, orangtua-anak, guru-murid, dan sebagainya.
Kebudayaan implisit dalam masyarakt terdiri atas kepercayaan, nilai-nilai dan norma-
norma yang dapat ditafsirkan ahli antropologi untuk menjelaskan berbagai kelakuan
anggota masyarakat.
Dengan nilai kebudayaan anggota masyarakat mengetahui apakah yang layak,
pantas, baik, atau seharusnya. Nilai-nilai dapat bersifat positif yakni apa yang
diinginkan dan negatif apa yang tidak diinginkan, misalnya masalah kebersihan dan
kesopanan atau soal penipuan dan kekerasan.
Dalam tiap kelompok, keluarga, sekolah, masyarakat terdapat cara-cara
berpikir dan berbuat yang diterima dan diharapkan oleh setiap anggota masyarakat.
Pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam suatu masyarakat disebut
kebudayaan. Kebudayaan meliputi keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
keterampilan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan manusia sebagai
anggota masyarakat.
Aturan-aturan pendidikan dalam masyarakat merupakan interaksi antara
manusia dengan lingkungannya, yang akan membentuk manusia sesuai dengan
kebudayaan yang dipakai dalam masyarakat tersebut. Pendidikan setiap kelompok
masyarakat akan berbeda. Pendidikan akan tercermin pada perbuatan-perbuatan atau
tingkah laku individu.
b. Pendidikan Masyarakat Dalam Latar Organisasi
Organisasi adalah sebuah wadah atau tempat berkumpulnya sekelompok
orang untuk bekerjasama secara rasional dan sistematis, terkendali, dan terpimpin
untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Pada umumnya organisasi akan memanfaatkan berbagai sumber daya tertentu dalam
rangka untuk mencapai tujuan bersama.
Manusia adalah makhluk sosial, karenanya setiap manusia akan saling
memerlukan dalam memenuhi kebutuhannya. Antara sesama  manusia juga dituntut
untuk saling bekerja sama, saling menghargai  dan menghormati untuk
mempertahankan hidupnya. Dengan demikian manusia cenderung untuk membentuk
suatu perkumpulan yang merupakan wadah untuk berinteraksi dalam suatu kegiatan
untuk mencapai sebuah tujuan yang telah dirumuskan secara bersama. Adapun tujuan
yang ingin dicapai bisa dari berbagai bidang kehidupan, antara lain seperti bidang
sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan ataupun bidang
kesenian dan kesusastraan.
Organisasi yang tumbuh di tengah masyarakat dapat berkembang dengan
pesat karena dapat dijadikan wadah bagi seseorang dalam mengembangkan diri
menjadi pribadi yang terlatih untuk menghadapi berbagai persoalan yag dihadapi
sesuai dengan bidangnya. Hal inilah makanya organisasi juga merupakan suatu
wadah pendidikan bagi seseorang setelah terjun ke dalam masyarakat, namun bukan
berarti ketika menempuh pendidikan seseorang tidak berorganisasi. Dalam masa
pendidikan pun seseorang sebenarnya sudah diajarkan dan dilatih untuk
berorganisasi, dengan tujuan nantinya ketika terjun ke masyarakat dapat dijadikan
modal untuk menjadi organisator yang ulung. Organisasi dapat memberikan banyak
pengalaman dan pembelajaran bagi seseorang yang terjun di dalamnya. Tempaan dari
masalah yang muncul akan menjadikan seseorang tersebut menjadi lebih dewasa
dalam menghadapi berbagai persoalan yang tentunya akan banyak dihadapi di masa
yang akan datang.
Organisasi selain sebagai wadah pendidikan juga merupakan tempat berkreasi
dalam mewujudkan segala macam ide dan kreatifitas. Tujuan berorganisasi akan
menjadikan seseorang lebih memahami tentang perlunya pembaharuan-pembaharuan
dalam kehidupan sosial ke arah yang lebih baik tentunya.
Organisasi yang merupakan sarana pendidikan dapat berbagai macam dan
bentuk. Diantaranya organisasi kemasyarakatan tersebut diantaranya yaitu seperti:
organisasi politik, organisasi sosial dan organisasi pemuda dan banyak lainnya. Hal
ini tentunya dapat menjadi sarana pendidikan yang dapat dimasuki oleh sesorang
untuk mengasah dan meningkatkan kemampuannya dalam suatu bidang yang
diinginkan, dan nantinya dapat memberikan kontribusi yang fositif di tengah
masyarakat.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan tulisan di atas, maka dapat diambil kesimpulan, diantara yaitu:
1.   Keluarga merupakan salah satu pranata pendidikan pertama yang dilalui seseorang dalam
kehidupan. Merupakan wadah bagi anak dalam proses belajarnya untuk mengembangkan
dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Di samping itu keluarga merupakan tempat
belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan
nilai hidup yang kelak akan kita pertanggung jawabkan. Berbagai fungsi keluarga sebagai
pranata pendidikan pertama akan sangat menetukan bagaimana terbentuknya pola dalam
kehidupan anak, dan akan menjadi dasar dalam menjalani pendidikan di pranata
pendidikan selanjutnya.
2.   Pendidikan di sekolah sebagai pranata pendidikan selanjutnya yang dilalui oleh seseorang
setelah memasuki umur tertentu merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga.
Pendidikan di sekolah merupakan suatu serangkaian proses pembelajaran dan kegiatan
yang memungkinkan terjadinya perubahan dan pengembangan pengetahuan serta struktur
atau pola pikir dan tingkah laku seseorang. Pengasahan kemampuan kognitif, afektif, dan
keterampilan yang selaras, seimbang diharapkan menjadi bekal nantinya untuk terjun
dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
3.   masyarakat dan organisasi dapat dikatakan sebagai pranata pendidikan terakhir yang akan
dilalui oleh seseorang. Bekal yang telah diperoleh dalam pendidikan keluarga dan
sekolah akan sangat berguna sebagai landasan untuk mengembangkannya dalam
pengalaman yang diperoleh ditengah masyarakat dan organisasi. Dalam pendidikan di
tengah masyarakat dan organisasi ini tidak terlepas dari kebudayaan yang berlaku.
Kebudayaan yang menjadi ciri dari daerah dan organisasi tentunya haruslah menjadi
perhatian saat berinteraksi di tengah masyarakat dan dalam organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Hasbulloh, (2009). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ihsan, Fuad. (2011). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Purwanto, Ngalim. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ruswandi, U., dkk. (2009). Landasan Pendidikan. Bandung: CV Insan Mandiri.
Sadulloh, Uyoh. dkk. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Tirtaharja U., La Sulo. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Zainal, M., (2015). Pengantar ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Yogyakarta: Budi Utama.

Anda mungkin juga menyukai