Anda di halaman 1dari 25

KAJIAN EMPIRIS TENTANG PRANATA PENDIDIKAN

DALAM LATAR BUDAYA DAN ORGANISASI

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Kajian Pedagogik
Dosen Pengampu:
Dr. H. Babang Robandi, M.Pd.

Disusun Oleh:
Burhan Kurniansyah (2013072)

PROGRAM STUDI PEDAGOGIK


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wata’ala. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada junjungan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berkat
ridho dan rahmat-Nya saya sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga dapat
memberi manfaat khususnya bagi mahasiswa dan umumnya bagi pembaca.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan tidak luput dari
berbagai kekurangan baik dalam hal isi maupun sistematika penulisannya. Maka dari itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan kearah yang lebih baik,
sehingga makalah ini dapat memberikan manfaat. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang mendukung dan membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga segala bantuan, dorongan, dan bimbingan yang telah diberikan menjadi nilai ibadah
dimata Allah Subhanahu wata’ala. Aamiin.

Bandung, Maret 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................1
1.4 Manfaat..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Empiris Terhadap Pendidikan Keluarga Dari Latar Budaya Tertentu........3
2.2 Kajian Empiris Terhadap Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu.........9
2.3 Kajian Empiris Terhadap Pendidikan Masyarakat Dari Latar Budaya Dan Organisasi
..............................................................................................................................13
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan............................................................................................................18
Daftar Pustaka .....................................................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan kemampuan melebihi
makhluk lainya dengan akal, pikiran dan perasaan. Kemampuan yang dimiliki manusia
telah mengembangkan kebudayaan yang ada di sekitar sebagai tempat hidupnya.
Lingkungan masyarakat sebagai tempat hidup seorang individu bersama dengan yang
lainnya menjalin hubungan sosial saling berinteraksi untuk mewujudkan fungsi dari
kemanusiaan itu sendiri sebagai makhluk sosial.
Keadaan masyarakat sekitar telah memberikan pengaruh besar terhadap
perkembangan dan pertumbuhan individu dalam masyarakatnya. Kehidupan yang
berlangsung dalam masyarakat melahirkan suatu kebudayaan yang ada dalam
masayarakat itu sendiri. Manusia sebagai individu memiliki bakat dan kemampuan yang
berbeda.
Proses pendidikan yang memerlukan bimbingan orang dewasakepada anak dalam
mengembangkan potensi yang dimilikinya akan sangat membantu jika seorang pendidik
itu memahami dan mengetahui kebuthan dari setiap individu peserta didiknya. oleh
karena itu hubungan yang terjadi di dalam masyarakat baik dalam unsur sosial, sejarah,
budaya yang ada dilingkunganya akan memberikan dampak terhadap keberlangsungan
proses individu dalam mengambangakan potensi yang dimiliknya yang dapat
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar sebagai tempat dimana dia hidup akan memiliki
pengaruh.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Kajian empiris terhadap pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu,
2. Bagiamana Kajian empiris terhadap pendidikan sekolah dari latar mazhab tertentu,
3. Bagaimana Kajian empiris terhadap pendidikan masyarakat dari latar budaya dan
organisasi

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Kajian empiris terhadap pendidikan keluarga dari latar budaya
tertentu,

1
2. Untuk Mengetahui Kajian empiris terhadap pendidikan sekolah dari latar mazhab
tertentu,

2
2

3. Untuk Mengetahui Kajian empiris terhadap pendidikan masyarakat dari latar budaya
dan organisasi

1.4 Manfaat

Makalah ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai


kajian empiris tentang pranata pendidikan dalam latar budaya dan organisasi.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu

1.1.1 Pengertian keluarga


Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat,
karena dalam keluargalah manusia dilahirkan dan berkembang menjadi dewasa. Menurut
Sadulloh (2010, hlm. 186) secara umum keluarga merupakan suatu lembaga yang terdiri atas
suami istri dan anak-anaknya yang belum menikah, hidup dalam sebuah kesatuan kelompok
berdasarkan ikatan tertentu. Sedangkan menurut Hasbulloh (2009, hlm. 34) keluarga
merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami
oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orangtua bertanggung jawab
memelihara, merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan
baik.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Sadulloh, 2010, hlm. 188) alam keluarga merupakan “pusat
pendidikan” yang pertama dan terpenting, karena sejak munculnya peradaban kemanusiaan
sampai sekarang, kehidupan keluarga selalu mempengaruhi atau merupakan tempat yang
subur bagi tumbuhnya budi pekerti dalam diri manusia. Adapun ciri-ciri keluarga menurut
Mc. Iver dan Page (M.I. Soelaeman, 1994 dalam Sadulloh, 2010, hlm. 187) yaitu:
a. Adanya hubungan berpasangan antar kedua jenis (pria dan wanita)
b. Dikukuhkan oleh ikatan pernikahan
c. Adanya pengakuan terhadap keturunan (anak) yang dilahirkan dalam rangka
hubungan tersebut
d. Adanya kehidupan ekonomi yang diselenggarakan secara bersama-sama
e. Diselenggarakannya kehidupan berumah tangga
Berdasarkan uraian di atas, dalam lingkungan keluarga terdapat proses pendidikan
yang diberikan oleh orangtua kepada anakanya. Keluarga merupakan lingkungan pertama
yang mengajarkan anak untuk mengenal dunia di luar dirinya dan keberhasilan pendidikan
anak di luar tergantung pola pendidikan yang diberikan oleh keluarganya.

1.1.2 Fungsi Keluarga

3
Keluarga berfungsi untuk membekali setiap anggota keluarganya agar dapat hidup
sesuai dengan tuntutan nilai-nilai agama, pribbadi, dan lingkungan. Adapun fungsi keluarga
menurut M.I. Soelaeman (Sadulloh, 2010, hlm. 188-192) adalah sebagai berikut:

4
4

a. Fungsi Edukasi
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama bagi anak di mana tanggung jawabnya
dipikul oleh orang tua sebagai salah satu unsur tri pusat pendidikan. Fungsi edukasi dalam
keluarga menyangkut penentuan dan pengukuhan landasan yang mendasari upaya
pendidikan, penyediaan sarananya, pengayaan wawasan, dan lain sebagainya yang berkaitan
dengan upaya pendidikan keluarga. Orang tua harus dapat menciptakan situasi pendidikan
dan mengundangnya pada perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tujuan pendidikan
dengan memberi contoh teladan disertai dengan fasilitas yang memadai.
b. Fungsi Sosialisasi
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali memperkenalkan nilai-nilai sosial
yang berlaku dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Lingkungan keluarga bertugas tidak
hanya mengembangkan individu yang memiliki kepribadian yang utuh, namun juga
mempersiapkan sebagai anggota masyarakat yang baik, berguna bagi kehidupan
masyarakatnya. Keluarga menjadi penghubung anak dengan kehidupan sosial, dengan
pembiasaan nilai-nilai norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.
c. Fungsi Proteksi (perlindungan)
Keluarga berfungsi sebagai tempat memperoleh rasa aman, nyaman, damai dan tentram
bagi seluruh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagiaan batin, juga secara fisik
keluarga harus melindungi anggotanya, memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
Nilai suatu perlindungan yang diberikan keluarga tidak saja terletak pada materi dan kualitas
serta frekuensinya, melainkan tergantung pada iklim perasaan yang menyertai pemberian
lindungan itu dengan kesungguhan dan penerimaan lindungan oleh pihak yang bersangkutan
(anak).
d. Fungsi Afeksi (Perasaan)
Fungsi afeksi mendorong keluarga sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan rasa
cinta dan kasih saying antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.
Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin
yang kuat antar anggotanya, sesuai dengan status peranan sosial masing-masing dalam
kehidupan keluarga.
e. Fungsi Religius
Keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berakhlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan
ajaran agamanya. Keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak kepada
5

kehidupan beragama dengan menciptakan iklim keluarga yang religious sehingga dapat
dihayati oleh anggota keluarganya.
f. Fungsi Ekonomi
Keluarga sebagai tempat pemenuhan kebutuhan ekonomi, fisik, dan materil yang
sekaligus mendidik keluarga hidup efisien, ekonomis, dan rasional. Fungsi ekonomi meliputi
pencarian nafkah, perencanaan, serta pemanfaatan dan pembelajarannya. Pada dasarnya laki-
laki sebagai pemimpin rumah tangga yang menanggung nafkah keluarga, seperti firman Allah
SWT: “Laki-laki itu menjadi tulang punggung (pemimpin, pengayom) perempuan, sebab
Allah melebihkan setengah mereka dari yang lain dank arena mereka (laki-laki) memberi
belanja dari hartanya (bagi perempuan).
g. Fungsi Rekreasi
Keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat,
dan penuh semangat. Keadaan ini dapat dibangun melalui kerja sama di antara anggota
keluarga yang diwarnai oleh hubungan insani yang didasari oleh adanya saling mempercayai,
saling menghormati dan mengagumi, saling mengerti serta adanya “take and give”.
h. Fungsi Biologis
Keluarga menjadi tempat untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti
kebutuhan akan keterlindungan fisik seperti kesehatan, pangan, sandang, dan papan, dengan
syarat-syarat tertentu sehingga keluarga memungkinkan seluruh anggotanya dapat hidup di
dalamnya, sekurang-kurangnya dapat mempertahankan hidup.
1.1.2 Peranan Pendidikan Keluarga
Menurut J. J. Rousseau (Hasbulloh, 2009, hlm. 79) sebagai salah seorang pelopor
ilmu jiwa anak, mengutarakan betapa pentingnya pendidikan keluarga. Ia menganjurkan agar
pendidikan anak-anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya sedari kecilnya.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga di
mana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga merupakan wadah bagi anak dalam
proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam ungsi sosialnya. Di
samping itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti
kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi.
Adapun peranan pendidikan keluarga bagi anak adalah (Hasbulloh, 2009, hlm. 39-43)
a. Pengalaman pertama masa kanak-kanak
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan
faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga sangat
penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan individu
6

selanjutnya ditentukan. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa pendidikan keluarga


adalah pertama dan utama. Pertama, maksudnya bahwa kehadiran anak di dunia ini
disebabkan hubungan kedua orangtuanya. Mengingat orang tua adalah orang dewasa, maka
merekalah yang harus bertanggung jawab terhadap anak. Kewajiban orang tua tidak hanya
sekedar memelihara eksistensi anak untuk menjadikannya kelak sebagai seorang pribadi,
tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.
Sedangkan utama, maksudnya adalah bahwa orang tua bertanggung jawab pada pendidikan
anak. Terserah orang tua untuk memberikan corak warna yang dikehendaki terhadap
anaknya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan seorang anak pada saat itu
benar-benar tergantung kepada kedua orang tuanya.
b. Menjamin kehidupan emosional anak
Kehidupan emosional merupakan salah satu faktor yang terpenting di dalam
membentuk pribadi seseorang. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan
emosional atau kebutuhan akan rasa kasih saying dapat dipenuhi atau dapat berkembang
dengan baik, hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidik dan anak didik,
sebab orang tua hanya menghadapi sedikit anak didik dank arena hubungan tadi didasarkan
atas rasa cinta kasih saying murni.
c. Menanamkan dasar pendidikan moral
Keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya
tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak.
Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa: Rasa cinta, rasa bersatu dan
lain-lain perasaan dan keadaan jiwa pada umumnya sangat berfaedah untuk berlangsunya
pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam
sifat yang kuat dan murni, shingga tak dapat pusat-pusat pendidikan lainnya menyamainya.
d. Memberikan dasar pendidikan sosial
Perkembangan kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin,
terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong, gotong royong secara
kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban,
kedamaian, kebersihan, dan keserasian dalam segala hal.
e. Peletakan dasar-dasar keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup
beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Kehidupan dalam keluarga
hendaknya memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan.
7

1.1.4 Pendidikan Keluarga Dalam Latar Budaya Tertentu


Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup
kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi
kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut
berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia
dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara
alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia.
Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan
alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi
manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti
keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai.
Dalam konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen
pengajaran nilai-nilai budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung
adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang
dimiliki. Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat
proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi
kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya.
Kita bisa mengambil contoh konkret kebudayaan yang ada di masyarakat,
misalnya budaya Sunda. Kebudayaan Sunda kaya akan kearifan lokal
masyarakatnya. Meskipun zaman sudah semakin modern namun budaya Sunda masih
tetap eksis di kalangan masyarakat. Hal ini diakibatkan karena masyarakatnya sering
menggunakan, melestarikan kebudayaan Sunda tersebut. Dalam pakaian budaya
Sunda semakin memunculkan ide-ide kreatif, misalnya: kebaya. Kebaya dimodifikasi
semenarik mungkin dengan rancangan dan hasil yang sangat diminati konsumen masa
kini.
Makanan tradisional orang Sunda pun begitu nikmat, nasi liwet tersedia di
berbagai daerah. Karena rasanya yang khas, dilengkapi dengan lalap-lapan, lauk, dan
sambal yang menggugah selera makan. Selain itu dari keseniannya pun budaya Sunda
tak kalah menarik. Angklung, gamelan, lagu-lagu tradisional, tari-tari tradisional seperti
tari jaipongan, tari rampak gendang, tari merak, dan lain sebagainya sudah sangat diminati
8

masyarakat baik masyrakat Sunda maupun luar Sunda. Hal ini didukung dan digemari
masyarakat karena seringnya dilakukan pagelaran dan pameran budaya Sunda. Sehingga
masyarakat semakin tertarik dengan kekayaan budaya Sunda. Acara pementasan ini pun
tidak hanya dilakukan di dalam negeri tapi sudah mendunia. Sehingga bangsa luar
pun mengenal dan menyukai kebudayaan yang ada di Indonesia. Dalam bahasa, Sunda
memiliki 3 penggunaan,yaitu bahasa loma (dengan sesama), sedeng (sedang), dan lemes
(halus).
Bahasa tersebut dipergunakan dengan siapa lawan bicara kita lebih tua, lebih
muda, atau sesama dengan kita. Bahasa Sunda pun unik, enak didengar dan menarik sekali
jika bukan orang Sunda asli yang mengucapkannya. Bahasa Sunda sering digunakan
dalam acara-acara di media elektronik sehingga banyak masyarakat yang ingin
mempelajari bahasa Sunda. Selain itu dalam budaya Sunda dikenal bahwa orang Sunda
ramah tamah dan tidak suka dengan kekerasan. Sehingga masyarakat semakin banyak yang
menyukai kebudayaan Sunda.
Kebudayaan Sunda tersebut bisa memiliki kekayaan kearifan lokal yang sangat
tinggi sehingga menjadi langkah dalam rangka terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
Menempatkan pendidikan berbasis budaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang
semakin terinernalisasi pendidikan berbasis budaya dalam setiap aktivitas hidupnya.
Tujuan pendidikan pengajaran nasional untuk mencapai peningkatan nasional,
pembangunan nasional, pendidikan nasional (tanpa mengabaikan keimanan dan
ketakwaan), institusional, kulikuler, maupun instruksional dapat terwujud jika seluruh
lapisan masyarakat ikut membangun pendidikan berbasis budaya demi terciptanya
manusia Indonesia yang seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang seluruhnya.
Pola hidup dan pola pikir yang dijalani oleh masyarakat suku sunda itu
memiliki sifat yang seimbang, contohnya saja dalam hal beradaptasi. Mereka harus bisa
beradaptasi dengan baik apalagi bila mereka sudah tinggal di dalam lingkungan yang
berbeda-beda suku secara otomatis mereka akan berpola pikir bahwa mereka harus
bersifat ramah-tamah dan saling menghargai antara sesama. Pola pikir yang telah
mengalami perkembangan pada suku sunda ini sangat amat berdampak positif terhadap
pola hidup mereka. Dengan pengetahuan dan juga pendidikan yang sudah cukup banyak
didapat oleh masyarakat suku sunda tersebut dan juga dengan teknologi yang semakin
berkembang menyebabkan pola hidup yang begitu baik bagi mereka, misalnya saja jika
mereka bersekolah tinggi dan mendapat nilai yang baik dan bagus secara otomatis mereka
akan bekerja dan di tempatkan pada posisi yang tinggi dan mendapatkan gaji cukup
9

pula dan itu menyebabkan pola hidup mereka akan jauh lebih baik. Tetapi jika mereka
hanyalah mengenyam pendidikan yang kurang baik maka pola hidup mereka pun akan serta-
merta tidak baik pula. Jadi pada intinya pola hidup dan pola pikir itu sangatlah berpengaruh
bagi kehidupan mereka.
1.2 Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu
1.2.1 Konsep Pendidikan Sekolah
Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam
keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Di
samping itu, kehidupan di sekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan
kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
Menurut Hasbulloh (2009, hlm. 46) pendidikan sekolah adalah pendidikan yang
diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti
syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi).
Sedangkan menurut Sadulloh (2010, hlm. 197) pendidikan di sekolah merupakan proses
pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan yang memungkinkan terjadinya
perubahan struktur atau pola tingkah laku seseorang dalam kemampuan kognitif, afektif, dan
keterampilan yang selaras, seimbang dan bersama-sama turut serta meningkatkan
kesejahteraan sosial.
Beberapa karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu sebagai berikut
(Wens Tanlain, dkk dalam Hasbulloh, 2009, hlm. 46-47):
a. Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki
hubungan hierarkis
b. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen
c. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus
diselesaikan
d. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
e. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan
di masa yang akan datang.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara
efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang
berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara.
Sekolah dikelola secara formal, hierarkis, dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan
tujuan nasional pendidikan.
10

1.2.2 Fungsi dan Peranan Pendidikan Sekolah


Fungsi dan peran sekolah sebagaimana pendapat Suwarno (Hasbulloh, 2009, hlm. 50-51)
adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
Selain bertugas untuk mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh, fungsi
sekolah yang lebih penting sebenarnya adalah menyampaikan pengetahuan dan
melaksanakan pendidikan kecerdasan.
b. Spesialisasi
Sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial yang spesialisasinya dalam bidang
pendidikan dan pengajaran.
c. Efisiensi
Terdapatnya sekolah sebagai lembaga sosial yang berspesialisasi di bidang pendidikan
dan pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi
lebih efisien dengan alasan sebagai berikut:
a) Seumpama tidak ada sekolah, dan pekerjaan mendidik hanya harus dipikul oleh
keluarga, maka hal ini tidak efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan
pekerjaannya, serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan
dimaksud.
b) Pendidikan sekolah dilaksanakan dalam program yang etrtentu dan sistematis
c) Di sekolah dapat dididik sejumlah besar anak secara sekaligus
d. Sosialisasi

Sekolah mempunyai peranan penting di dalam proses sosialisasi yaitu proses


membantuperkembangan individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi
dengan baik di masyarakat. Sebab bagaimanapun pada akhirnya di aberada di masyarakat.

e. Konservasi dan transmisi kultural


11

Fungsi lain dari seklah adalah memelihara warisan budaya yang hidup dalam
masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada
generasi muda, dalam hal ini tentunya adalah anak didik.

f. Transisi dari rumah ke masyarakat

Ketika berada di keluarga, kehidupan anak serba mengantungkan diri pada orang tua,
maka memasuki sekolah di mana ia mendapat kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan
tanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.

1.2.3 Aliran Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu


a. Aliran Nativisme
Aliran nativisme dipelopori oleh Schopenhauer (filosof Jerman: 1788-1860)
berpendapat bahwa “The world is my idea, the world like man, is through idea”. Segala
kejadian di dunia dipandangnya sebagai manifestasi dari benih yang ada padanya sejak
semula. Perkembangan manusia hanya merupakan semacam penjabaran yang telah
dibawakan dari yang telah disiapkan semula, yang telah dibawakan sejak kelahirannya.
Aliran ini berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan, dan sifat-
sifat tertentu. Bakat, kemampuan, dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir sangat menentukan
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia. Adapun tujuan-tujuan dari aliran
nativisme adalah:
1) Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
Diharapkan dengan pendidikan di sekolah anak didik bisa mengoptimalkan bakat
yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya.
2) Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
Anak didik harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan
minat agar menjadi manusia yang berkompetensehingga bisa bersaing dengan orang
lain dalam menghadapi tantangan zaman.
3) Mendorong manusia dalam menentukan pilihan
Diharapkan anak didik bisa bersikap bijaksana terhadap menentukan pilihannya
dan apabila telah menentukan pilihannya anak didik tersebut akan berkomitmen dan
berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang
dipilihnya adalah yang terbaik untuk dirinya.
4) Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi diri dalam diri seseorang
12

Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam


pengembangan potensi diri yang dimiliki agar mansuia memiliki ciri khas atau ciri
khusus sebagai jati diri manusia.
5) Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki dengan artian semakin dini
manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih
memaksimalkan bakatnya sehingga bisa lebih optimal.
b. Aliran Naturalisme
Aliran naturalisme dipelopori oleh Rousseau berpandangan bahwa semua anak yang
dilahirkan berpembawaan baik, dan pembawaan baik anak tersebut akan menjadi rusak
karena dipengaruhi lingkungan. Dalam aliran naturalisme memiliki tiga prinsip tentang
proses pembelajaran diantaranya adalah:
1) Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri.
Terjadinya interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan
perkembangan didalam dirinya secara alami
2) Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan
Pendidik berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan
yang mampu mendorong keberanian anak didik kea rah pandangan yang positif dan tanggap
terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik.
3) Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan
menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik.
c. Aliran Empirisme

Pandangan empirisme dari John Locke mengatakan bahwa keadaan manusia saat
dilahirkan diumpamakan sebagai “tabula rasa” yaitu sebuah meja yang dilapisi lilin, yang
digunakan di sekolah dalam rangka belajar menulis. Teori tabula rasa mengatakan bahwa
anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum
ditulisi. Sejak lahir anak tidak memiliki bakat dan pembawaan apa-apa, anak dapat dibentuk
semaunya pendidik. Menurut aliran empirisme, lingkungan menjadi penentu perkembangan
seseorang, karena baik buruknya perkembangan pribadi seseorang sepenuhnya ditentukan
oleh lingkungan atau pendidikan.

Aliran di sokong pendapatnya oleh J. F. Herbert dengan teori psikologi asosiasinya. Ia


berpendapat bahwa jiwa manusia adalah kosong sejak dilahirkanbaru akan berisi bila alat
inderanya telah dapat menangkap sesuatu yang kemudian diteruskan oleh uart sarafnya
13

masuk kedalam kesadaran, yaitu jiwa (Syah, 2008:28). Faktor bawaan dari orang tua (faktor
turunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan
lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan
berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik: sebagai faktor
luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan
bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut
akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diharapkan
Misalnya: suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis.
Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karna bakat melukis
pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami
kesukaran dan hasilnya tidak optimal. Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir
dipisahkan dan dibesarkan dilingkungan yang berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh
keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya yang hidup
di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemaha aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar
yang dibawah anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil
meskipun lingkungan tidak mendukung.

1.3 Pendidikan Masyarakat Dari Latar Budaya dan Organisasi


1.3.1 Konsep Pendidikan Masyarakat
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling
tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya
bertempat tinggal di wilayah tertentu dan adakalnya mereka memiliki hubungan darah atau
memiliki kepentingan bersama (Sadulloh, 2010, hlm. 204). Masyarakat sebagai kesatuan
hidup memiliki ciri seperti dikemukakan oleh Tirtarahardja dan La Sulo (2000) yaitu antara
lain:
a) Ada interaksi antara warga warganya
b) Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum, dan
aturan-aturan yang khas
c) Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya
Selanjutnya kaitan antara masyarakat dan pendidikan menurut Tirtarahardja dan La Sulo
(2000) dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu:
14

a) Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dikembangkan (jalur


sekolah dan luar sekolah) maupun yang tidak dikembangkan (jalur luar sekolah).
b) Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat baik
langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi pendidikan.
c) Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang maupun
yang dimanfaatkan.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah
keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika
anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar
pendidikan sekolah. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat
banyak sekali, ini meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan,
pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan. Lembaga pendidikan yang dalam istilah UU No. 20 Tahun 2003
disebut dengan jalur pendidikan non formal ini, bersifat fungsional dan praktis yang
bertujuan untuk meningkatkan kemmapuan dan keterampilan kerja peserta didik yang
berguna bagi usaha perbaikan taraf hidupnya.

Pendidikan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Hasbulloh, 2009, hlm. 56):
a. Pendidikan diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
b. Pserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah atau drop out
c. Pendidikan tidak mengenal jenjang, dan program pendidikan untuk jangka waktu
pendek
d. Peserta tidak perlu homogen
e. Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis
f. Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
g. Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan
meningkatkan taraf hidup

1.3.2 Peranan Masyarakat Dalam Pendidikan


Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan keluarga
dan pendidikan di lingkungan sekolah. Lembaga pendidikan yang diselnggarakan oleh
masyarakat adalah salah satu unsur pelaksana asas pendidikan seumur hidup. Pendidikan
yang diberikan di lingkungan keluarga dan sekolah sangat terbatas, di masyarakatlah orang
akan meneruskannya hingga akhir hidupnya. Segala pengetahuan dan keterampilan yang
15

diperoleh di lingkungan pendidikan keluarga dan di lingkungan sekolah akan dapat


berkembang dan dirasakan manfaatnya dalam masyarakat.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak
sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal ini
disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat da nisi pergaulan yang terjadi di dalam masyarakat.
Waktu pergaulan terbatas, hubungannya hanya pada waktu-waktu tertentu, sifat pergaulannya
bebas, dan isinya sangat kompleks dan beraneka ragam.
Masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan
nasional. Peran masyarakat antara lain menciptakan suasana pendidikan nasional, ikut
menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta), membantu pengadaan tenaga, biaya,
sarana dan prasarana, menyediakan lapangan pekerjaan, membantu pengembangan profesi
baik secara langsung maupun tidak langsung.
1.3.3 Pendidikan Masyarakat Dalam Latar Budaya
Manusia adalah makhluk sosial ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan
hidupnya bergantung pada orang lain. Karena itu manusia tak mungkin hidup layak di luar
masyarakat. Masyarakat sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat
teridiri atas berbagai kelompok, yang besar maupun yang kecil tergantung dari jumlah
anggota kelompoknya.
Interaksi masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Hubungan antara individu itu
bukan sepihak melainkan timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi individu dengan berbagai
cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan sehingga terjadi perubahan sosial.
Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam kebudayaan di masyarakat dapat dibedakan dengan kebudayaan eksplisit yang
dapat diamati secara langsung dalam kelakuan verbal maupun non verbal pada anggota
masyarakat. Kelakuan eksplisit misalnya dapat dilihat pada kelakuan dua orang atau lebih
dalam situasi normal menurut peranan masing-masing misalnya interaksi antara suami-istri,
orangtua-anak, guru-murid, dan sebagainya. Kebudayaan implisit dalam masyarakt terdiri
atas kepercayaan, nilai-nilai dan norma-norma yang dapat ditafsirkan ahli antropologi untuk
menjelaskan berbagai kelakuan anggota masyarakat.
Dengan nilai kebudayaan anggota masyarakat mengetahui apakah yang layak, pantas,
baik, atau seharusnya. Nilai-nilai dapat bersifat positif yakni apa yang diinginkan dan negatif
apa yang tidak diinginkan, misalnya masalah kebersihan dan kesopanan atau soal penipuan
dan kekerasan.
16

Dalam tiap kelompok, keluarga, sekolah, masyarakat terdapat cara-cara berpikir dan
berbuat yang diterima dan diharapkan oleh setiap anggota masyarakat. Pola kelakuan yang
secara umum terdapat dalam suatu masyarakat disebut kebudayaan. Kebudayaan meliputi
keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat.
Aturan-aturan pendidikan dalam masyarakat merupakan interaksi antara manusia
dengan lingkungannya, yang akan membentuk manusia sesuai dengan kebudayaan yang
dipakai dalam masyarakat tersebut. Pendidikan setiap kelompok masyarakat akan berbeda.
Pendidikan akan tercermin pada perbuatan-perbuatan atau tingkah laku individu.
1.3.4 Pendidikan Masyarakat Dalam Latar Organisasi
Manusia adalah makhluk sosial, karenanya setiap manusia akan saling memerlukan
dalam memenuhi kebutuhannya. Antara sesama manusia juga dituntut untuk saling bekerja
sama, saling menghargai dan menghormati untuk mempertahankan hidupnya di muka bumi
ini. Adanya alasan sosial di atas menjadi salah satu pendorong bagi manusia
untuk membentuk suatu perkumpulan yang biasa disebut "organisasi". Organisasi ini amat
dibutuhkan untuk mewujudkan setiap cita-cita yang disepakati oleh anggota organisasi
secara bersama. Oleh karena itu, organisasi tumbuh dan berkembang begitu pesat
di tengah-tengah masyarakat.
Organisasi itu juga dibentuk dalam berbagai aspek kehidupan, seperti
pemerintahan, perusahaan, politik, hukum, ekonomi, dan termasuk bidang pendidikan.
Organisasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap
manusia hidup dalam sebuah organisasi. Organisasi merupakan sebuah wadah di mana
orang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pemahaman organisasi ini
menunjukkan bahwa di mana pun dan kapan pun manusia berada atau berinteraksi maka
disitu muncul organisasi tidak lagi sebagai suatu wadah organik dari orang-orang yang
berkumpul untuk suatu tujuan, tetapi berkembang pada interaksi orang untuk maksud
tertentu.
Keberadaan manusia di dunia ini tidak luput dari keanggotaan suatu organisasi.
Organisasi merupakan sebuah wadah dimana orang berinteraksi untuk mencapai suatu
tujuan bersama. Pemahaman organisasi ini menunjukkan bahwa dimana pun dan
kapan pun manusia berada (berinteraksi) maka disitu muncul
organisasi. Pemahaman organisasi tidak lagi sebagai suatu wadah organik dari orang-orang
yang berkumpul untuk suatu tujuan, tetapi berkembang pada interaksi orang untuk maksud
17

tertentu. Kemestian manusia saat ini berada dalam suatu organisasi ditujukan untuk mencapai
tujuan bersama dengan lebih efektif dan efesien, bukan semata-mata suatu kondisi
kebetulan. Efektifitas dan efesiensi ini dapat digambarkan sebagai 100 sapu lidi yang
diikat secara bersamaan akan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk membersihkan
satu halaman dibandingkan dengan sejumlah 100 sapu lidi digunakan secara
terpisah untuk membersihkan halaman.
Pendidikan sebagai investasi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM)
merupakan upaya yang dilakukan dalam konteks organisasi, apakah keluarga,
masyarakat, sekolah atau jenis organisasi lainnya. Pendidikan memiliki tujuan yang harus
dicapai yang disebut tujuan pendidikan. Pada level negara, tujuan ini disebut tujuan
pendidikan nasional, pada level propinsi disebut tujuan pendidikan provinsi, pada level
kabupaten/kota dikenal dengan tujuan pendidikan kab./kota, dan pada sekolah dikenal
dengan pendidikan dengan tujuan pendidikan sekolah. Pencapaian tujuan ini akan lebih
efektif dan efesien jika dilakukan dengan menggunakan pendekatan organisasi. Dalam
perkembangan zaman saat ini, dimana para orang tua disibukkan dengan berbagai
pendidikan, proses pendidikan bagi anak-anak lebih banyak dipercayakan pada organisasi
pendidikan formal ( sekolah/madrasah ).
Sekolah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu tempat terjadinya proses pendidikan
dan organisasi pendidikan formal. Kedua-duanya memiliki tujuan yang sama yang
dinamakan tujuan pendidikan sekolah. Misal tujuan pendidikan Sekolah Dasar A.
Pertanyaannya, apakah tujuan tersebut tujuan pendidikan atau organisasi sekolah?
Penyelenggaraan pendidikan dalam sebuah organisasi menunjukkan bahwa keberadaan
organisasi pendidikan tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan secara
efektif dan efesien. Tujuan pendidikan dan tujuan sekolah sebagai organisasi pendidikan
formal tidaklah terpisah. Pendidikan ditujukan bagi orang-orang yang mengikuti proses
pendidikan. Dan proses pendidikan ini berada dalam organisasi.
Dengan demikian, keberlangsungan proses pendidikan ini menjadi dasar bagi
penetapan tujuan sekolah (sebagai suatu organisasi). Apakah mungkin penyelenggaraan
pendidikan dilakukan di luar organisasi? Jawabnya pasti tidak mungkin. Mengapa
demikian? Di awal telah diungkapkan bahwa keberadaan manusia saat ini tidak
memungkinkan untuk berada di luar sebuah organisasi. Dalam konteks dari suatu Negara.
Dan suatu negara memiliki sistem pendidikan tersendiri. Artinya setiap orang yang menjadi
warga suatu negara dan tinggal di negara tersebut akan menjadi bagian dari
pendidikan negara tersebut. Setiap sekolah atau lembaga pendidikan dimanapun saat ini harus
18

mengikuti sistem penyelengaraan pendidikan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan


negara tersebut. Di Indonesia, setiap lembaga pendidikan harus mengikuti Undang-
undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka k eluarga merupakan wadah bagi anak dalam proses
belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Di samping
itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada
Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi.
Pendidikan di sekolah merupakan proses pembelajaran yang merupakan serangkaian
kegiatan yang memungkinkan terjadinya perubahan struktur atau pola tingkah laku seseorang
dalam kemampuan kognitif, afektif, dan keterampilan yang selaras, seimbang dan bersama-
sama turut serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
Interaksi masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Hubungan antara individu itu
bukan sepihak melainkan timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi individu dengan berbagai
cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan sehingga terjadi perubahan sosial.
Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hasbulloh, (2009). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Ihsan, Fuad. (2011). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
PT. Remaja Rosdakarya.
Purwanto, Ngalim. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sadulloh, Uyoh. dkk. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Syah, Muhibbin. (2008). Psikologi Pendidikan, Dengan Pendekatan Baru. Jakarta:

19

Anda mungkin juga menyukai