Anda di halaman 1dari 15

01

KARAKTER KEKELUARGAAN DALAM TRADISI “PAPAJAR” DI DESA


CIWALEN, KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR
Ade Sumardi
2002725
Guru SDN Cimacan 1
Universitas Pendidikan Indonesia
adesumardi@upi.edu

ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter kekeluargaan dalam tradisi
papajar. Ruang lingkup yang dikaji meliputi asal-usul, pengertian, bentuk
penyajian, proses dan karakter yang terdapat dalam papajar. Metode kajian yang
digunakan yaitu tinjauan pustaka dan observasi kegiatan papajar di desa Ciwalen.
Hasil dari kajian ini berupa gambaran papajar digunakan untuk mengembangkan
model pembelajaran karakter kekeluargaan di sekolah dasar.
Kata Kunci: papajar, Karakter, Kekeluargaan

DASAR PEMIKIRAN
Cianjur merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat yang
merupakan salah satu daerah penyokong ibu kota Jakarta. Cianjur merupakan daerah
yang strategis karena dilalui jalan nasional penghubung ibukota Jawa Barat
(Bandung) dan ibu kota Jakarta. Secara geografis Kabupaten Cianjur dapat
dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yaitu Cianjur Utara, Tengah dan
Selatan. Sehingga kabupaten Cianjur berada memanjang dari utara ke selatan yang
terdiri dari 32 Kecamatan dan 360 Desa/Kelurahan (Jaelani, D: 2020).
Dalam Profil Kabupaten Cianjur dijelaskan bahwa tatar Cianjur memiliki
kearifan yang diwariskan para leluhur untuk dijadikan pandangan hidup dan
petunjuk yang menentukan arah peradaban masyarakat Cianjur. Kearifan leluhur
tersebut merupakan aspek keparipurnaan masyarakat cianjur yaitu: Maos
(membaca), Ngaos (mengaji Al-Qur’an), Mamaos (menembang, bersenandung
tembang Sunda/Cianjuran), Maenpo (silat), Ngibing (menari tradisional). Namun
yang lebih dikenal masyarakat pada umumnya hanyalah tiga yaitu Ngaos, Mamaos,
dan Maenpo.(Cipta Karya, 2019)
Selain warisan budaya ngaos, mamaos dan Maenpo, Cianjur terkenal dengan
budaya masyarakat seperti munggahan dan papajar. Kedua budaya warisan leluhur
ini ada dalam masyarakat Cianjur khususnya di desa Ciwalen kecamatan
warungkondang.
Masyarakat Ciwalen sebagai masyarakat yang kental dengan agama islam
tentu memiliki banyak tradisi keislaman atau tradisi yang dikaitkan dengan agama
yang dianut masyarakatnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) tradisi dipahami sebagai segala
sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang. Menurut kamus antropologi tradisi
sama dengan adat istiadat yakni kebiasaan yang bersifat magis religius dari
kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma,
hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem
atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya
dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam
kehidupan sosial.( Ariyono dan Aminuddin Sinegar, 1985). Sedangkan dalam kamus
sosiologi menurut Soekanto tradisi diartikan sebagai kepercayaan dengan cara turun
menurun yang dapat dipelihara.(Soekanto, 1983).
Dari pengertian tersebut disimpulkan bahwa tradisi merupakan pewarisan
norma-norma, kaidah-kaidah, dan kebiasaan- kebiasaan sebagai suatu kebiasaan
yang turun menurun dalam sebuah masyarakat, dengan sifatnya yang luas, tradisi
bisa meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan.
Mengacu pada pengertian di atas maka papajar merupakan sebuah tradisi yang ada
di desa Ciwalen.
Papajar dilihat dari sudut pandang pendidikan terdapat unsur penguat
pendidikan karakter di sekolah dasar yaitu adanya karakter kekeluargaan dalam
kegiatan papajar, sehingga dalam kajian literatur ini berisi tentang karakter
kekeluargaan dalam papajar di desa Ciwalen, kecamatan Warungkondang,
kabupaten Cianjur.
TINJAUAN KONSEPTUAL TENTANG “PAPAJAR”
1. Asal-usul dan Pengertian Papajar

Papajar berasal dari kata pajar mengalami pengulangan atau rajekan


dwipurwa yaitu mengulang pada bagian depan yang memiliki arti sifat dari. Pajar
sendiri memiliki arti yang sama dengan fajar pada ejaan bahasa Indonesia yang
artinya cahaya kemerah-merahan di langit sebelah timur pd waktu matahari mulai
terbit.(Sugono, 2008).
Menurut Rusyandi (2020:138) papajar adalah sebuah istilah yang tidak ada
dalam kamus bahasa Sunda. Keberadaannya diyakininya mulai marak pada tahun
60-an dan menjadi popular di masyarakat Ciwalen keberadaannya hingga kini.
Menurut sejarah seperti yang diungkapkan Rusyandi, D (2020) dalam
bukunya mengenal sejarah dan budaya Cianjur, papajar ini bermula ketika para
ulama dari berbagai pelosok Cianjur berkumpul di Masjid Agung pusat kota atau
alun-alun untuk mengetahui kapan umat islam mulai berpuasa dan setelah diketahui
waktunya maka para ulama tersebut akan kembali ke daerahnya masing-masing
untuk menyampaikan kepada warganya bahwa puasa akan dilaksanakan sesuai
dengan berita atau keputusan yang diperoleh saat berkumpul di masjid Agung atau
kaum. Karena para ulama ini menempuh jarak yang cukup jauh dari tempat
tinggalnya menuju pusat kota, maka mereka biasanya membawa perbekalan berupa
makanan dan minuman. Ketika menunggu pengumuman dari imam besar, para
ulama ini menyempatkan diri untuk makan bersama kemudian setelah diumumkan
mereka kembali ke daerahnya untuk segera menyampaikan hasil pengumuman dari
imam besar masjid agung kepada warganya. Kebiasaan makan bersama ini akhirnya
dikenal sebagai papajar, yaitu sebuah tradisi yang bertujuan untuk menunggu
pengumuman hingga terbit fajar atau dalam bahasa Sunda disebut dengan mapag
pajar.
Tradisi papajar bagi masyarakat Ciwalen memiliki makna yang berarti yaitu
kekeluargaan dan kesederhanaan. Filosofi tersebut diambil dari nilai kerukunan,
saling berbagi dan menunjukan rasa saling menyayangi layaknya sebuah keluarga
tanpa membedakan satu sama lainnya. Di.beberapa daerah, tradisi makan bersama
seperti papajar memiliki nama,khusus, misalnya mesalin di Ciamis. Pada acara
tersebut orang-orang akan duduk bersama sambil-menikmati makan.dan berbagi
cerita hingga bertukar pikiran. Tradisi-tradisi tersebut begitu lekat,dengan
tradisi,masyarakat di bulan syaban menjelang bulan puasa ramadhan. Hal yang
membedakan antara papajar dan malisan adalah bentuk pelaksanaanya, malisan
cenderung dilaksanakan di tempat-tempat yang dikeramatkan dan prosesinya
mengikuti aturan norma dan adat leluhur.
2. Bentuk Penyajian Tradisi Papajar
Tradisi papajar dilakukan dengan bersantap bersama-bersama
..keluarga/kerabat lainnya, dalam penyajiannya.yaitu ada nasi, lauk pauk
diletakkan di atas lembaran daun pisang. Hal yang.membuat papajar unik
adalah makan dengan menggunakan tangan langsung atau tanpa sendok. Makna
tradisi yang dimulai dari kebiasaan dan pengaruh agama islam pada pesantren-
pesantren di Jawa dan Sunda ini adalah kekeluargaan dan kesederhanaan.
. Papajar ini dilakukan oleh masyarakat Ciwalen beberapa hari sebelum
bulan puasa tiba. Puncak pelaksanaan papajar dilakukan sehari sebelum puasa
di mulai. Dalam perkembangannya papajar dilaksanakan di tempat tempat
wisata yang tidak jauh dari tempat tinggalnya dengan menyiapkan segala
keperluan untuk makan bersama di tempat wisata tersebut. Mereka mengajak
keluarga, tetangga, teman sekolah atau rekan kerja, dengan harapan bisa lebih
mempererat tali silaturahim.
Kegiatan makan bersama menjelang puasa ramadhan di desa Ciwalen
terbagi dua yaitu papajar dan munggahan. Menurut Rusyandi, D (2020)
perbedaan antara keduanya terletak pada waktu pelaksanaannya. Jika papajar
dilaksanakan seminggu sampai satu hari menjelang puasa, maka munggah
dilaksanakan sehari sebelunya, pada waktu sahur atau pada waktu buka puasa di
hari pertama. Pada munggah ini masyarakat Ciwalen memperlakukanya sangat
istimewa yaitu dengan menyajikan makanan untuk makan bersama dengan
menu yang beda dari hari-hari biasanya, selain itu mereka saling memberi uang
kadeudeuh antar teman, rekan kerja ataupun keluarga sebagai ungkapan
kebahagiaan menyambut ramadhan.
Papajar dan munggahan sama-sama dilakukan oleh masyarakat desa
Ciwalen, namun keberadaan papajar lebih menunjukan kekhasan tradisi
masyarakat di desa tersebut. Munggahan dikenal di seluruh tatar Sunda sehingga
tradisi ini menjadi umum dilaksanakan bukan hanya di Ciwalen saja tapi di
setiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat mengenal istilah munggahan.

3. Proses Tradisi Papajar


Papajar pada hakekatnya tidak memiliki aturan atau tahapan-tahapan baku
dalam pelaksanaannya. Bagi mereka hal terpenting dalam papajar adalah nilai
kekeluargaan, tidak memandang perbedaan dan menjalin silaturahim dalam
ikatan keluarga yang saling menyayangi.
Kajian proses tentang papajar dibagi menjadi dua yaitu
a. Papajar tempo dulu
Proses papajar pada jaman dahulu yaitu diawali rasa tanggung jawab para
ulama atau pengasuh pondok pesantren untuk menerima dan menyampaikan
pengumuman waktu berpuasa atau sebagai penyambung lidah antara imam
besar masjid agung dan masyarakat Cianjur sampai pelosoknya. Sebelum
berangkat menuju pusat kota, para ulama dibekali makanan dan minuman
mengingat jarak dari desa ke pusat kota sangat jauh dan dapat ditempuh
sampai berhari-hari perjalanan dengan berjalan kaki. Sebagai rasa syukur
setelah menepuh perjalan jauh, para ulama menggelar acara makan bersama.
Makanan pun beragam sesuai dengan apa yang dibawa oleh para ulama
tersebut. (Rusyandi, D, 2020)
b. Papajar masa kini
Seiring perkembangan jaman dan teknologi papajar mulai bergeser dari
tradisi aslinya. Di masa modern ini, mendapatkan berita tentang
pengumuman waktu awal puasa tidaklah harus menempuh perjalanan
berhari hari seperti dulu. Meskipun demikian tradisi papajar tetap ada dalam
masyarakat Cianjur, meskipun beda tapi pada hakekatnya tetap melakukan
tradisi makan bersama dan melakukan perjalanan baik itu dengan keluarga,
saudara, kerabat ataupun teman. Perjalanan yang dimaksud adalah
mengunjungi tempat-tempat wisata di daerah sekitar agar ketika mejalani
puasa jauh lebih khusu dan sepenuhnya digunakan untuk beribadah tanpa
ada keinginan berbuat lagha atau perbuatan yang tidak berfaedah.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan secara random sabtu, tanggal
10 april 2021 terhadap pengunjung wisata air Bris Waterpark yang berlokasi
di desa Ciwalen rata-rata responden mengemukakan bahwa papajar
merupakan sebuah keharusan, artinya menurut mereka jika tidak papajar
maka puasanya tidak sah, karena disaat bulan puasa nanti tidak focus
beribadah. Hal ini tentu bukan pernyataan yang menyesatkan karena mereka
hanya menegaskan bahwa papajar itu harus ada sebelum berpuasa. Bukan
berarti makna sebenarnya bahwa tidak papajar puasanya menjadi tidak sah.

PEMBAHASAN TENTANG KARAKTER DALAM “PAPAJAR”


1. Kekeluargaan sebagai Karakter Utama
Karakter utama papajar di desa Ciwalen adalah kekeluargaan dari
masing- masing peserta yang tergambar nyata dalam prosesnya. Sebuah desa
umumnya memiliki nilai budaya dan nilai kehidupan yang dianut dan
dikembangkan menjadi sebuah karakter yang disepakati bersama dalam sebuah
desa. Nilai-nilai tersebut yaitu : religius, leadership, solidaritas, kebersamaan,
kekeluargaan, gotong royong, musyawarah, demokrasi, kemandirian dan
patriotisme (Dillon dalam Joesoef, D, 2017)
Kekeluargaan sebagai sebuah karakter merupakan warisan budaya
Indonesia yang melekat kuat pada system kenegaraan yang berfalsafah
pancasila. Soediman Kartohadiprodjo (1963) dalam karangan keempatnya
tentang Pancasila dan Hukum menyatakan bahwa
Negara dan hukum itu adalah muncul dalam dan karena pergaulan antar
manusia, maka soal kenegaraan dan hukum itu juga harus berfikir
dengan berpangkal pada: “Bhinneka Tunggal Ika” – “Kekeluargaan” =
“Kesatuan dalam Perbedaan; Perbedaan dalam Kesatuan”.

Dalam pidatonya Soekarno mengatakan bahwa Filsafat Pancasila berjiwa


kekeluargaan, karena Pancasila untuk pertama kali disajikan kepada khalayak
ramai sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang kelak akan
didirikan. Karena Negara itu adalah manusia, tiada Negara tanpa manusia –
maka filsafat Pancasila ini diterapkan pada kehidupan manusia yang didasari
filsafat Pancasila, jadi Bangsa Indonesia memandang melihatnya sebagai suatu
kehidupan berkeluarga.(Sumertha, Y:2017).
Parkin, Robert (124: 1997) mengatakan bahwa kekeluargaan tanpa
adanya tali kekerabatan atau hubungan darah disebut kekeluargan semu atau
Pseudo-kinship.
These use an idiom of kinship to create or symbolize relationships
between particular individuais or groups within the society who are not
related by what the society normally regards as kinship. They may come
into existence between partners of either equal (for cxample, friend-
friend) or unequal (such as patron-client) status, and sometimes take
place between different descent groups or different ethnic or religious
groups.

Penggunaan idiom kekeluargaan untuk menciptakan atau melambangkan


hubungan antara individu atau kelompok tertentu dalam masyarakat yang tidak
terkait dengan apa yang biasanya masyarakat anggap sebagai kekerabatan.
Mereka mungkin muncul di antara pasangan yang berstatus setara (untuk
sampel, teman-teman) atau tidak setara (seperti patron-klien), dan terkadang
terjadi di antara kelompok keturunan yang berbeda atau kelompok etnis atau
agama yang berbeda.
Dari penjelasan tersebut maka istilah kekeluargaan menjadi dasar
penetapan sendi budaya Indonesia yang tercantum dalam legal formal
perundang undangan Indonesia meskipun tidak menggunakan diksi yang di
ungkapkan oleh Parkin Robert yaitu kekeluargaan semu atau pseudo kinship.
2. Gotong royong sebagai Karakter Pendukung
Karakter pendukung dari papajar yaitu gotong royong. Penggunaan
diksi kekeluargaan di setiap pernyataan atau pendapat bahkan pada produk
kebijakan selalu diikuti dengan gotong royong, artinya bahwa kekeluargaan di
dukung oleh semangat gotong royong.
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai
semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama,
menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada
orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap
menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas
keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati
dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
(kemdikbud, 2017).
Menurut Yanuar,Y dalam Supriatna, M (2020) Gotong royong
merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama- sama sebagai bentuk
solidaritas dalam kehidupan sosial untuk menyelesaikan suatu kegiatan atau
pekerjaan yang bersifat pribadi maupun kelompok yang bermanfaat untuk
kepentingan bersama tanpa mengharapkan imbalan atau jasa.
Berutu dalam Supriatna, M (2020) menegaskan bahwa gotong royong
adalah nilai budaya tradisional sebagai sebuah sarana untuk mempersatukan
berbagai macam perbedaan. Karena persatuan dan kesatuan adalah syarat utama
yang menentukan kuat atau tindakanya sebuah bangsa untuk mampu bertahan
dalam percaturan bangsa-bangsa di dunia. Berbagai macam perbedaaan yang
ada pada teritorial suatu bangsa sepatutnya dapat disatukan melalui paenyatuan
visi dan misi yang berlandaskan kebenaran universal, dan hal tersebut sudah
menjadi komposisi utama Pancasila. Nilai-nilai budaya tradisional tersebut
sesungguhnya menjadi aspek signifikan untuk perekat kehidupan bangsa.
Sehingga berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
gotong royong adalah karakter budaya tradisional sebagai sebuah sarana untuk
mempersatukan berbagai macam perbedaan yang dipresentasikan melalui
kegiatan yang dilakukan secara bersama- sama sebagai bentuk solidaritas serta
bermanfaat untuk kepentingan bersama tanpa mengharapkan imbalan atau jasa.
3. Pengembangan papajar sebagai model pembelajaran karakter kekeluargaan di
Sekolah Dasar
Definisi tentang karakter menunjukkan kecenderungan dalam perilaku,
yang berakar pada kepribadian, mengintegrasikan perilaku, sikap dan nilai-nilai.
John Dewey (1922) dalam Althof & Berkowitz mendefinisikan karakter sebagai
habit dan efek konsekuensi dari tindakan terhadap kebiasaan tersebut. Orientasi
perilaku memiliki warisan penting untuk pengembangan di lapangan. (Althof &
Berkowitz, 2006). Secara sederhana dapat diartikan pengertian karakter adalah
tabiat atau kebiasaan untuk melakukan hal yang baik. Untuk melengkapi
pemahaman tentang karakter, maka perlu mengenali dan memahami pengertian
karakter.(Thomas Lickona, 2012).
Dari dua pendapat ini, diperoleh pengertian karakter adalah
penggabungan tiga komponen pengetahuan moral, perasaan terkait reaksi
emosional dan nilai-nilai yang dibangun di dalam diri yang kemudian
mengarahkan tindakan dalam kehidupan sosial yang bermoral.
Badhwar, menyatakan a moral character is the set traits, good or bad,
that that make someone the kind of person she is.(Badhwar, 2017). Karakter
moral adalah sperangkat sifat, baik dan buruk yang membuta seseorang menjadi
seperti dia atau tanda yang khas. Definisi karakter yang dapat disimpulkan
berdasarkan beberapa pendapat di atas, karakter adalah sitem internalisasi moral
knowledge, moral feeling dan moral action di dalam diri melalui proses
pengetahuan moral yang mendorong dan menggerakkan sikap perilaku untuk
merespon secara emosional terkait nilai-nilai kehidupan yang dapat diterima
secara sosial yang kemudian membentuk kepribadian.
Menurut pandangan etologi yaitu ilmu menekankan pada perilaku yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis dan sangat tergantung pada evolusi
(konrad dalam ivanti : 2011). Perilaku dipandang sebagai hasil interaksi antar
keturunan dengan lingkungan, dan penekannya adalah pada pengaruh faktor
etologi terhadap perilaku-perilaku yang berbasis genetik. Artinya meskipun
pembawaan genetik berperan sejak awal, faktor-faktor lingkungan dan tekanan
selektif untuk berubah juga memberikan pengaruh yang penting. Menurut
pandangan sosiobiologis beranggapan bahwa genetik menjadi hal yang terpentig
dalam kaitannya dengan perilaku. Sebagai kesimpulan dari kajian sosiobiologis
adalah bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh binatang, entah perjuangan
hidup melawan pemangsa, ataupun berkeliaran mencari makan, maka hal itu
dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan memproduksi diri. (Supardan,
2015: 152). Salah satu tujuan memproduksi diri sebagaimana tersebut di atas
adalah fungsi pengasuhan menjadi penting. David Brash mendefinisikan
investasi orang tua sebagai perilaku tertentu orang tua yang meningkatkan
kemungkinan kelangsungan hidup dan reproduksi anak tertentu dengan
mengesampingkan investasi pada anak yang lainnya. Kemudian pemikiran
tersebut dielaborasikan oleh Lionel Tiger dan Robin Fox yang menyatakan
bahwa banyak bentuk perilaku berasal dari upaya-upaya individu untuk
memaksimalkan kemampuan menyesuaikan diri inklusif mereka. (Supardan,
2015: 154).
Teori kin selection adalah bahwa ikatan manusia didasarkan pada tingkat
keterkaitan genetik. Oleh karena itu, semakin dekat ikatan kekeluargaan maka
semakin besar signifikansi hubungan sosial yang dihasilkan. (Supardan, 2015:
156).
Menurut Gunarto model pembelajaran adalah prosedur atau pola
sistematis yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan
pembelajaran didalamnya terdapat strategi, teknik, metode, bahan, media dan
alat penilaian pembelajaran (gunarto, 2013:16).
Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter kekeluargaan
sebagai sebuah kajian yang dipengaruhi oleh lingkungan dan keluarga. Tradisi
papajar yang idalamnya terkandunng karakter kekeluargaan dapat dijadikan
pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran di sekolah dasar.

TABEL 1.1. PERKEMBANGAN PENELITIAN 10 TAHUN TERAKHIR

Periodisasi
No. Aspek
2011 - 2015 2016 - 2018 2019 -

1. Objek/Masalah/Ju  Peran;Keluarga  Kajian Nilai- Nilai


dul Penelitian Dalam Nilai Budaya Kerukunan
Mengambangka Jawa Dalam Dan
n,Nilai Tradisi Kekeluargaan
Budaya.Sunda, Bancakan Weton ggetnis
(Studi Di Kota Jawa.Dalam
Deskriptif,Terh Surakarta Tradisi
adap (Sebuah Kajian Among-
Keluarga.Sunda Simbolisme Amongn(Studi
.Di Dalam Budaya Pada Etnis
Komplek,Perum Jawa) Jawa Di
lRiung (Sukmawan desammagelan
Bandung. Wisnu P, 2016). g
(Annisa  Tradisi makan kecamatanmke
Fitriyani , Prof. bajambau di rkap
Dr. H. desa salo timur Kabupaten
Karim,Suryadi, kecamatan salo Bengkulu
M.Si, Syaifullah Kabupaten Utara)
Syam, S.Pd., Kampar (Abdul (Yatiman,
M.Si, 2015). Hafizh) 2018 Anis Endang
SM, Sri Narti,
 Hubungan 2018)
karakteristik
keluarga dan Potret Aktivitas
kebiasaan Makan dalam
makan dengan Leksikon Jawa
status gizi anak dan Nilai Filosofi
baduta di ( M. Suryadi)
wilayah kerja
puskesmas
minasa upa
(Helmi, tahun
2012)

2. Pendekatan/Meto  Menggunak  Menggunakan  Menggunakan


de/Teknik an studi penelitian penelitian
Penelitian kepustakaan kualitatif kualitatif
 Menggunakan  deskriptif
penelitian kualitatif
 Survey kualitatif
analitik

 Dalam penelitian
3. Hasil Guna  Bancakan,weton  Dengan
Penelitian ini nilai yang merupakan adanya tradisi
dikembangkan peringatan.hari among-
terdiri atas,nilai- kelahiran dalam among.di desa
nilai keagamaan, hitungan Magelang,
nilai kesopanan kalender Jawa menunjukkan
dan tata krama yang jatuhnya bahwa
serta nilai tolong- setiap 35 hari masyarakatnya
menolong dan sekali.(selapan) rukunbdanlaku
gotong royong yang.bertujuan r
dalam sebuah untuk.“ngopahi dengangtetang
keluarga. sing momong”, ga sertabsanak
Dalam,upaya wujud saudara.yDala
pengembangan rasa.syukur, m
nilai budaya
Sunda di,tengah melaksanakan proses,masak-
globalisasi tradisi,,dan masak,untuk
budaya, spiritualisme pelaksanaanntr
yaitu:Model (kejawen). adisi ini pun
Imitasi Bancakan mereka juga
(Peniruan), sendiri hampir saling tolong-
Model Habituasi sama seperti menolong
(Pembiasaan),sert tradisi papajar dengan alasan
a Model dengan tujuan agar rasa
Himbauan. untuk kekeluargaan
menanamkan mereka
 Dalam penelitian nilai semakin erat.
ini dikaji kekeluargaan  Kebutuhan
hubungan (mempererat tali hakiki manusia
kebiasaan makan silaturahmi) yang paling
terhadap  Tradisi yang ada dasar untuk
kandungan gizi dapat hidup
di Kabupaten
anak yang perlu adalah makan.
Kampar
dijaga Manusia dapat
khususnya
tradisi makan hidup sehat
bajambau ini salah satu
dimasukkan ke faktor utama
dalam adalah pola
makan. Dalam
sekolahsekolah,
pola makan
agar generasi
terdapat unsur
sekarang
perilaku
mengetahui makan, jenis
makna dan makanan,
fungsi dari pengolahan
tradisi ini. makanan,
Sehingga tradisi intensitas
ini tidak mudah makan, dan
dilupakan di era selera makan.
zaman modern Pada penelitian
sekarang. ini, lebih
difokuskan
pada perilaku
makan, yang
terkait dengan
aktivitas
makan,
terutama yang
berhubungan
dengan cara
makan, yakni
cara makan
masyarakat
Jawa pesisir

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa papajar masyarakat desa


Ciwalen kecamatan Warungkondang kabupaten Cianjur adalah sebuah tradisi makan
bersama yang bertujuan untuk menunggu pengumuman hingga terbit fajar atau
dalam bahasa Sunda disebut dengan mapag pajar. Dalam kegiatan papajar terdapat
karakter kekeluargaan yang merupakan warisan budaya Indonesia yang melekat kuat
pada system kenegaraan yang berfalsafah pancasila. Kekeluargaan mengatur
hubungan antar manusia Indonesia yang berbhineka tunggal ika, sehingga tidak
diharapkan adanya perbedaan tanpa kesatuan.
Tradisi papajar memiliki karakter kekeluargaan yang dapat dikembangkan di
sekolah dasar. Papajar dijadikan model pembelajaran dengan konsep cooperative
learning yaitu pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluq
sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan
tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Karakter kekeluargaan
menginternalisi prilaku siswa terhadap guru, teman seusia, kakak kelas dan adik
kelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa papajar dapat mengembangkan model
pembelajaran karakter kekeluargaan di sekolah dasar.

GLOSARIUM
Papajar : Makan bersama sebelum puasa
Tatar sunda : Tempat atau daerah Jawa Barat
Kekeluargaan : Karakter satu keluarga
Karakter : Watak
REFERENSI

Althof, W., & Berkowitz*, M. W. (2006). Moral education and character


education: their relationship and roles in citizenship education. Journal of
Moral Education, 35(4), 495– 518.
https://doi.org/10.1080/03057240601012204
Ariyono dan Aminuddin Sinegar, Kamus Antropologi(Jakarta: Akademika
Pressindo, 1985), 4
Badhwar, N. K. (2017). Moral Character. In International Encyclopedia of Ethics
(pp. 1–13). https://doi.org/10.1002/9781444367072.wbiee354.pub2
Brown, R. (2004). Children’s eating attitudes and behaviour: a study of the
modelling and control theories of parental influence. Health Education
Research, 19(3), 261–271. https://doi.org/10.1093/her/cyg040
Endraswara, S. (2003). Falsafah Hidup Jawa. Tanggerang: Cakrawala.
Fitriyani, A., dkk. (2015). Peran.Keluarga Dalam.Mengembangkan Nilai Budaya
Sunda (Studi Deskriptif Terhadap Keluarga Sunda Di Komplek Perum Riung
Bandung..Jurnal Sosietas, Vol. 5, No. 2.
Gunarto (2013). Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah, Semarang:Unisula
Press
Gunasasmita, R. (2009). Kitab Primbon Jawa Serbaguna. Yogyakarta: Narasi.
Kartohadiprodjo, Soediman (1965). Kumpulan Karangan, Jakarta: PT Pembangunan
Marsh., C. (2008). Becoming A Teacher, Knowledge, Skill and Issues., Perason. 2.
Pembentukan Karakter dalam Pendidikan Makan (Studi Kasus di Raudhatul Athfal
Istiqlal Jakarta) Yossi Srianita  Ma’Ruf Akbar², Sri Martini Meilanie³Volume
4 Issue 1 (2020) Pages 152-161 Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini ISSN: 2549-8959 (Online) 2356-1327 (Print)
Parkin, Robert (1997. Kinship: An Introduction to Basic Concepts. UK: MPG Books
Ltd.
Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 1993), 459.
Supriatna, M (2020). Pendidikan Berbasis Kearifan Etnik. Tulungagung :Akademia
Pustaka
Sumertha Yasa (2017) “Mewujudkan negara kekeluargaan dalam haluan negara
Indonesia”, Haluan Negara Sebagai Pengamalan Pancasila. Bali: Focus
Group
Thomas Lickona. (2012). Educating For Character, Mendidik untuk Membentuk
Karakter, (Bandung, Bumi Aksara). 81.
Yatiman, dkk. (2018). Nilai Kerukunan Dan Kekeluargaan Etnis Jawa Dalam
Tradisi Among-Among (Studi.Pada Etnis Jawa Di Desa Magelang Kecamatan
Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara. Jurnal Professional FIS UNIVED Vol 5
No 1.

Zed, M. (2014). Metode Penelitian.Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Biodata Penulis
Ade Sumardi, lahir di Majalengka pada tanggal 9 Nopember 1980. Menempuh
pendidikan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar di UPI kampus Sumedang tahun
2008. Bekerja sebagai staf guru SD Negeri Cimacan 1, kecamatan Cipanas
Kabupaten Cianjur.

Anda mungkin juga menyukai